PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Goiter atau struma atau secara awam dikenal dengan istilah gondok merupakan
pembesaran kelenjar tiroid yang dapat berkaitan dengan gangguan primer pada organ
tiroid ataupun akibat stimulasi hormonal atau faktor lain terhadap tiroid Sekitar 27% dari
keseluruhan pasien struma didunia berada di negara Asia Tenggara termasuk Indonesia
(Armerinayanti, 2016). Struma (goiter) berdasarkan patologis merupakan perbesaran
kelenjar tiroid atau merupakan suatu kelainan radang, hiperplasia atau neoplasma, dimana
secara klinik sulit dibedakan. (Tampatty, 2019).
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari registrasi kasus di instalasi Patologi
RSUP Sanglah pada tahun 2014, sekitar 30% karsinoma tiroid berkembang dari goiter.
Hal ini menunjukkan bahwa goiter merupakan faktor predisposisi terjadinya karsinoma
tiroid dan bahkan kemungkinan dapat mempengaruhi perangai biologis karsinoma tiroid
(Armerinayanti, 2016).
Pada penelitian Assagaf, dkk bahwa banyak 25 kasus penderita struma
multinodusa non-toksik sesuai dengan kriteria di Bagian Bedah BLU RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Juli 2012– Juli 2014. Berdasarkan jenis
kelamin didapatkan bahwa pasien yang menderita struma multinodusa non-
toksik lebih banyak terjadi pada kelompok jenis kelamin perempuan yaitu
sebanyak 84%. Hasil ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Al-saig et aljumlah kasus struma multinodusa non-toksik sebanyak 60 kasus; 8
diantaranya laki-laki dan 52 pasien lainnya perempuan. Hasil ini sesuai dengan
kepustakaan yang menyatakan bahwa prevalensi struma lebih sering
terjadi di kalangan perempuan berhubungan adanya efek dari
estrogen terhadap kelenjar tiroid.
Berdasarkan kelompok umur ditemukan bahwa kasus struma multinodusa non-
toksik paling banyak terjadi pada kelompok umur dewasa akhir yaitu usia 36-45 tahun
sebanyak 36% dari 25 kasus yang diteliti, dan tidak ditemukan pada kelompok
umur remaja awal, anak-anak, dan balita. Pada penelitian Azayati et al.di salah satu
rumah sakit di Jakarta diperoleh data 10 orang pasien yang menunjukkan usia
berkisar antar 25-62 tahun; tidak ditemukan pasien kelompok usia anak-anak
(Armerinayanti, 2016).
Pada kasus struma gencar- gencar nya seorang ahli gizi memberikan edukasi
tentang pentingnya pemberian asuhan nutrisi. Pada pertemuan pertama dengan pasien,
ahli gizi sudah mulai melakukan pengkajian dan di tuskan selama periode perioperatif.
Pengkajian harus holistik, yaitu menyangkut kebutuhan fisiologis, psikologis, spiritual, dan
sosial pasien dan keluarga atau orang penting bagi pasien. Riwayat kesehatan yang
lengkap harus dikaji agar faktor yang menjadi resiko pembedahan dapat di ketahui dan di
cegah atau di kurangi. Tindakan pengkajian yang dapat dilakukan adalah pemberian
pendidikan kesehatan yang perlu di jelaskan adalah berbagai informasi mengenai tindakan
pembedahan, di antaranya jenis pemeriksaan yang dilakukan sebelum bedah, alat-alat
khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar bedah, ruang pemulihan, dan kemungkinan
pengobatan setelah bedah.
Penatalaksanaan medis pada pasien struma adalah pembedahan, yodium radio
aktif dan pemberian anti-tiroid (Nurarif & Kususma, 2015). Operasi tiroid (Tiroidektomi)
merupakan operasi bersih, dan tergolong operasi besar. Beberapa luas kelenjar tiroid
yanga akan diambil tergantung patologinya serta ada tidaknya penyebaran dari
penyakitnya karsinoma (Oktaviani, 2014).
Struma dapat dicegah dengan pemberian senyawa yodium pada anak-anak di
daerah yang kandungan yodiumnya buruk. Hipertropi terjadi karena asupan rerata yodium
kurang dari 40 mg/hari, WHO menganjurkan yodiosasi garam hingga mencapai
konsentrasi satu bagian dalam 100.000 yang sudah cukup untuk pencegahan pembesaran
kelenjar tiroid. Pengealan garam beryodium merupakan satu-satunya cara yang paling
efektif untuk mencegah penyakit ini dalam masyarakat yang rentan. (Clevo & Margareth,
2012)
B. Tujuan Umum
Memberikan asuhan gizi pada pasien dengan diagnosa medis Hypertiroidsm
Struma Tiroid Total
C. Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian gizi pasien
2. Menetapkan diagnosis gizi dibawah bimbingan CI/Pembimbing
3. Merencanakan intervensi gizi dan mengimplementasikan rencana intervensi
4. Melakukan monitoring evaluasi
D. Manfaat Studi Kasus
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman mahasiswa dalam
merencanakan dan melaksanakan manajemen proses asuhan gizi klinik.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran umum pasien
Ny. S, 63 tahun, BB 59 kg, TL 48 cm, LiLA 29,5 cm merupakan ibu rumah tangga yang
sehari harinya mengerjakan pekerjaan rumah. Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan
pembesaran kelenjar tiroid di leher bagian tengah kurang lebih 1 bulan sampai saat ini.
Kondisi pasien saat masuk rumah sakit masih bisa beraktivitas ringan. Hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan Hb = 12,1 g/dl, Leukosit = 9.820/cmm, Trombosit = 195.000,
PCV = 37,2%. Sedangkan pemeriksaan fisik/klinis menunjukkan TD = 190/80, Suhu =
36,20C, Nadi = 80x/menit, dan RR = 20x/menit. Kebiasaan maka pasien adalah makan 3x
sehari dengan nasi, sayur, tahu, dan tempe. Pasien jarang mengonsumsi lauk hewani
seperti ayam dan ikan. Pasien lebih menyukai makanan seperti bakso dan suka makanan
yang pedas dan asin.
IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. S
2. No. RM : 691850
6. Usia : 63 tahun
Jenis Hasil
Nilai Normal Keterangan
Pemeriksaan Pemeriksaan
Hemoglobin 12,1 g/dl 12 – 15,3 g/dl Normal
b. Pemeriksaan Klinis
2. Prinsip Diet
a. Energi tinggi, Protein tinggi, lemak cukup, dan karbohidrat
3. Syarat Diet
- Energi tinggi yaitu 1862,5 kkal untuk memperbaiki luka pasca
bedah
- Protein tinggi yaitu 118 gram untuk memperbaiki luka pasca
bedah
- Lemak cukup yaitu 20% dari kebutuhan energi untuk
memeprtahankan berat badan agar tidak turun
- Karbohidrat cukup yaitu 254,5 gram
- Bentuk makanan nasi biasa hari pertama masuk rumah sakit,
TD hari ke 2 setelah pasien operasi, bubur hari terahir hingga
pasien pulang keluar rumah sakit.
- Makanan diberikan dengan frekuensi sebanyak 3x makan utama
dan 2x selingan
- Makanan diberikan melalui oral
4. Jenis Diet
a. Diet TETP 1862,5 kkal, Protein 118 gram, Lemak 41,4 gram
dan Karbohidrat 254,5 gram
b. Pre operasi = TETP 1800 kkal (nasi)
c. Pasca operasi = MPB bertahap selama 2 hari (TD dan bubur)
P = 2. X BB
P = 2 x 59
P = 118 gram
Perhitungan Lemak (20%/kkal)
20% x TEE
L=
L = 20% x 1862,5
L = 372,5 : 9
L = 41,4 gram
Perhitungan Karbohidrat
KH = 1862,5 – (372,5 +
472)
KH = 1018 : 4
KH = 254,5 gram
6. Rencana Menu
5 Maret 2021 Nasi tim 200 gr Nasi tim 275 gr Nasi tim 210 gr
Ayam saos Fuyunghay Paru bacem 120 gr
inggris 80 gr sayuran 50 gr Daging bb kuning
Perkedel Tempe bacem 60 60 gr
jagung 60 gr gr Roll tahu 75 gr
Tjap Cjai 70 gr Cha kcg pjg 75 gr Asem-asem
buncis150 gr
Selingan
Selingan
Melon 100 gr
Brownies
Susu Ekstra 200
100gr
gr
6 Maret 2021 Bubur 250 gr Bubur 275 gr
Fuyung Hai Ayam bb sate 70
Telur 50 gr gr
Sambel goreng
Botok jagung 60
basah tempe 50
gr
gr
Bening
Sup sehat 140 gr
blonceng+toge
Selingan Pisang pdk 175 gr
100 gr Bubur Selingan
Agar-agar 100 gr Pisang 100
gr
Susu 100 gr
b. Intervensi Edukasi/Konseling
1) Tujuan
- Memberikan edukasi/konseling tentang pola makan dan diet
yang berkaitan dengan kesehatan / penyakit yang diderita pasien
yaitu diet TETP
- Memberikan edukasi/konseling kepada pasien dan keluarga
tentang makanan yang bervariasi dan sehat (pembagian porsi
makanan dan bahan makanan penukar).
- Memberikan edukasi/konseling kepada pasien dan keluarga
tentang makanan yang dianjurkan, dihindari, dan dibatasi sesuai
diet yang dijalankan pasien.
- Membimbing pasien dan keluarga dalam merawat diri sesuai
kondisi pasien.
- Memberikan motivasi kepada pasien agar lekas sembuh dan
pulih seperti keadaan semula
2) Sasaran
Pasien dan Keluarga Pasien
3) Metode
Ceramah dan Tanya jawab
4) Alat dan Bahan
Laptop, proyektor, meja, kursi, alat-alat tulis
5) Materi
- Diet TETP 1800 kkal
- Bahan makanan yang dianjurkan
- Bahan makanan yang dibatasi
- Bahan makanan yang tidak dianjurkan
- Contoh menu
6) Waktu
15 menit
7) Tempat
Bed pasien
8) Media
Leaflet TETP
8. Implementasi
Implementasi yang dilakukan adalah pemberian diet Tinggi Energi Tinggi
Protein pra bedah, dan diet Makanan Pasca Bedah bertahap.
9. Monitoring dan Evaluasi
a. Monev antropometri
- AD 1.1.5 (IMT meningkat)
b. Monev biokimia
- Hb
- Leukosit
- Trombosit = NORMAL
- PCV
- MCV, MCH, MCHC
c. Monev fisik/klinis
- PD 1.1.9 (tekanan darah meningkat)
d. Monev tingkat asupan energi dan zat gizi
- FH 1.1.1.1 (asupan energi tidak mencukupi)
- FH 1.2.2.1 (ketidakseimbangan zat gizi/kelompok makanan)
- CH 2.1.3 (hipertiroid)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1) Monitoring dan Evaluasi Antropometri
Antropometri merupakan suatu cara penilaian status gizi berhubungan
dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan tingkat gizi
seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur dimensi dan
komposisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang
dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi
dbagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi
lebih (Almatsier,2010).
Normal = 90 – 120%
2000 1883188318831883187843
1800
1600
1400 1281
1192
1200
1000826
800 Asupan (kkal)
600 Kebutuhan (kkal)
400
20
2000
0
Gambar 1. Grafik Asupan Energi
21
Tingkat Defisit Defisit Defisit Defisit Normal
Konsumsi Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat
Berat Berat Berat Berat
100 94 94 94 94 94
84,9
90
80
70
56,3
60 49,8
50
40 32,7Asupan (gram)
30Kebutuhan (gram)
20
100
0
10 8
0 8
90
80
70 52 5 52 5 5
60 42, 2 40, 2 2
50 9 2 Asupan (gram)
2
40 8 Kebutuhan
30 (gram)
20
100
0
300
259 259 259 259 259
250