Anda di halaman 1dari 52

USULAN TEKNIS

PENDAHULUAN

Pendekatan,
BAGIA E
Metodologi, dan
E.1. Umum
Program Kerja
Untuk dapat melaksanakan suatu pekerjaan dengan hasil yang baik, maka sebelumnya perlu dibuat suatu
pendekatan teknis agar dapat dilaksanakan secara sistematis dan praktis, sehingga tercapai sasaran efisiensi
biaya, mutu dan waktu kerja.

Seperti telah dijelaskan didalam Kerangka Acuan Kerja (TOR), maka di dalam pelaksanaan pekerjaan ini,
Konsultan akan menggunakan standar – standar perencanaan sebagai berikut :

Perencanaan Struktur Jembatan :

1. Peraturan Perencanaan Jembatan (Bridge Design Code) BMS 92

1. Manual Perencanaan Jembatan (Bridge Design Manual) BMS 92

2. Tata Cara Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya SNI 03-1725-1989

3. Perencanaan Beban Gempa untuk Jembatan Pd-T-04-2004-B

Perencanaan Jalan Pendekat (Oprit) :

1. Perencanaan Timbunan Jalan Pendekat Jembatan Pd-T-11-2003

4. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997

5. Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt-T-01-2002-B

Rencana Anggaran Biaya :

1. Pedoman Analisa Harga Satuan No. 028/T/BM/1995

E-1
USULAN TEKNIS

E.2. Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan

Dalam pelaksanaan pekerjaan ini, Konsultan merancang tahapan pelaksanaan pekerjaan sebagai berikut :

1. Persiapan dan Mobilisasi

 Mobilisasi personil dan alat

2. Studi Pendahuluan

 Inventarisasi data & studi terdahulu


 Penyusunan rencana kerja
 Survai Pendahuluan
 Penyusunan laporan pendahuluan

3. Survai Dan Penyelidikan Lapangan

 Survai topografi
 Survai hidrologi dan hidrolika
 Penyelidikan tanah
 Penyusunan laporan-laporan survei

4. Analisa Data

 Analisa data dan pemetaan topografi


 Analisa data tanah dan sumber material
 Analisa hidrologi
 Penyusunan laporan antara

5. Perencanaan Teknis

 Perencanaan geometrik jalan


 Perencanaan tebal perkerasan jalan
 Perencanaan struktur bawah jembatan
 Perencanaan struktur atas jembatan
 Utilitas umum & drainase
 Penyusunan laporan struktur

6. Gambar Perencanaan Akhir

 Plan dan Profil


 Potongan Melintang
 Detail struktur bawah jembatan

E-2
USULAN TEKNIS

 Detail struktur atas jembatan


 Umum
 Standar

7. Perkiraan Kuantitas dan Biaya

 Perhitungan volume pekerjaan fisik


 Analisa harga satuan pekerjaan
 Penyusunan laporan Engineer Estimate

8. Dokumen Lelang dan Laporan Akhir

 Penyusunan spesifikasi teknis pekerjaan


 Penyusunan laporan dokumen lelang
 Penyusunan laporan akhir

Bagan alir strategi pelaksanaan pekerjaan ini dapat dilihat pada Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan. Secara
jelas uraian dari masing-masing tahapan kegiatan tersebut diuraikan pada sub-bab berikut :

E.3. Pekerjaan Persiapan

Sebelum pelaksanaan suatu pekerjaan, maka perlu dilaksanakan pekerjaan persiapan, baik mengenai
kelengkapan administrasi, personil pelaksana, sarana transportasi, peralatan, dan segala aspek dalam kaitan
pelaksanaan pekerjaan. Konsultan akan menyiapkan program kerja untuk dikoordinasikan dengan pihak
pemberi tugas. Maksud dari koordinasi ini adalah untuk menyamakan pandangan antara konsultan dengan
pihak pemberi sehingga pelaksanaan pekerjaan ini tidak mengalami hambatan.

E.4. Studi Pendahuluan

E.4.1. Inventarisasi Data dan Studi Terdahulu

Setelah tugas dari masing-masing tenaga ahli dipahami, maka konsultan akan segera melaksanakan kegiatan
pengumpulan data, informasi dan laporan yang ada hubungan-nya dengan studi untuk mempelajari kondisi
daerah proyek secara keseluruhan guna mempersiapkan rencana tindak lanjut tahap berikutnya. Konsultan
akan mengunjungi kantor-kantor instansi pemerintah maupun swasta yang sekiranya mengelola data yang
diperlukan. Untuk kelancaran pekerjaan ini, maka sangat diperlukan surat pengantar dari pihak Direksi
Pekerjaan untuk keperluan tersebut. Dari hasil studi meja akan disusun program kerja untuk perencanaan
jalan yang dimaksud.

E-3
USULAN TEKNIS

MULAI

PERSIAPAN
Perumusan Masalah
Metodologi

TIDAK

Sesuai dengan
KAK

YA

SURVAI PENDAHULUAN

LAPORAN
PENDAHULUAN

PRESENTASI PENDAHULUAN

MASUKAN
PENGGUNA JASA

PENYELIDIKAN SURVAI
SURVAI TOPOGRAFI SURVAI HIDROLOGI
TANAH LINGKUNGAN

GAMBAR ANALISA MEKANIKA


ANALISA HIDROLOGI STUDI LINGKUNGAN
TOPOGRAFI TANAH

LAPORAN- LAPORAN
SURVAI

PRADESAIN
Pra Desain Geometrik
Pra Desain Struktur Jembatan
Gambar Pra Rencana

LAPORAN ANTARA

PRESENTASI ANTARA

MASUKAN
PENGGUNA JASA

DESAIN
Desain Geometrik & Perkerasan Jalan
Desain Struktur Jembatan
Desain Bangunan Pelengkap
Rencana Anggaran Biaya
Gambar Rencana

LAPORAN DESAIN
LAPORAN UKL/UPL
LAPORAN EE

PRESENTASI AKHIR

MASUKAN
PENGGUNA JASA

DOKUMEN TENDER
Spesifikasi Teknis
Gambar Rencana
Dokumen Lelang
LAPORAN AKHIR
GAMBAR RENCANA
DOKUMEN TENDER

SELESAI

E-4
USULAN TEKNIS

Gambar E.1. Bagan Alir Pekerjaan Perencanaan

E.4.2. Penyusunan Rencana Kerja

Hasil penelaahan data akan dituangkan dalam rencana konsultan yang meliputi rencana kegiatan survai
dilapangan maupun kegiatan analisis dan evaluasi data. Rencana kerja ini meliputi :

1. Struktur organisasi serta tenaga pelaksana penanganan pekerjaan


2. Rencana waktu penanganan pekerjaan
3. Rencana penugasan personil serta peralatan yang akan digunakan dalam penanganan pekerjaan.

E.4.3. Survai Pendahuluan

Survai Pendahuluan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. Menyiapkan peta dasar yang berupa Peta Topografi skala 1:100.000/1:50.000 dan peta-peta pendukung
lainnya (Peta Geologi, Tata Guna tanah dll).

2. Mempelajari lokasi pekerjaan dan pencapaiaan.

3. Mempelajari kondisi eksisting jembatan secara umum seperti dimensi jembatan, jenis struktur bawah
jembatan, jenis struktur atas jembatan, kondisi terrain/geometrik jalan, kondisi lalu lintas dan tata guna
lahan sekitarnya.

4. Inventarisasi stasiun-stasiun pengamatan curah hujan pada lokasi pekerjaan melalui stasiun-stasiun
pengamatan yang telah ada ataupun pada Badan Meteorologi setempat.

5. Membuat foto dokumentasi lokasi jembatan dalam berbagai arah antara lain : arah pergi, arah pulang,
arah hulu dan arah hilir sungai. Serta pada lokasi-lokasi yang penting.

6. Mengumpulkan data, berupa informasi mengenai harga satuan bahan dan biaya hidup sehari-hari.

7. Mengumpulkan informasi umum lokasi sumber material (quarry) yang diperlukan untuk pekerjaan
konstruksi.

8. Membuat laporan lengkap perihal pada butir 1 s/d 7 dan memberikan saran-saran yang diperlukan untuk
pekerjaan survai teknis selanjutnya.

E.5. Survai dan Penyelidikan Lapangan

E.5.1. Survai Topografi

Lingkup Pekerjaan

E-5
USULAN TEKNIS

Lingkup Pekerjaan Pengukuran Topografi untuk perencanaan jalan terdiri dari beberapa bagian pekerjaan
yaitu :

1. Persiapan

2. Pemasangan Patok, Bench mark (BM) dan Control Point (CP).

3. Pekerjaan perintisan untuk pengukuran

4. Pekerjaan pengukuran yang terdiri dari :

 Pengukuran titik kontrol horizontal (Polygon) dan vertikal (Waterpass)


 Pengukuran situasi/detail
 Pengukuran penampang memanjang dan melintang
 Pengukuran-pengukuran khusus

Pengukuran Titik Kontrol Horizontal

Metodologi Pengukuran Titik Kontrol Horizontal dilaksanakan sebagai berikut :

 Pengukuran titik kontrol dilakukan dalam bentuk poligon


 Sisi poligon atau jarak antar titik poligon maksimal 100m, diukur dengan pegas ukur (meteran) atau alat
ukur jarak elektronis
 Patok-patok untuk titik-titik poligon adalah patok kayu, sedang patok-patok untuk titik ikat adalah patok
dari beton
 Sudut-sudut poligon diukur dengan alat ukur Theodolith dengan ketelitian dalam secon (yang
mudah/umum dipakai adalah Theodolith jenis T2 Wild Zeis atau yang setingkatan)
 Ketelitian untuk poligon adalah sebagai berikut :
 Kesalahan sudut yang diperbolehkan adalah 10” akar jumlah titik poligon
 Kesalahan azimuth pengontrol tidak lebih dari 5”
 Pengamatan matahari dilakukan pada titik awal proyek pada setiap jarak 5 Km (kurang lebih 60 titik
poligon) serta pada titik akhir pengukuran.
 Setiap pengamatan matahari dilakukan dalam 4 seri rangkap (4 biasa dan 4 luar biasa)

Pengukuran Titik Kontrol Vertikal

Metodologi Pengukuran Titik Kontrol Vertikal dilaksanakan sebagai berikut :

 Jenis alat yang dipergunakan untuk pengukuran ketinggian adalah Waterpass Orde II
 Untuk pengukuran ketinggian dilakukan dengan double stand dilakukan 2 kali berdiri alat
 Batas ketelitian tidak boleh lebih besar dari 10 akar D mm. Dimana D adalah panjang pengukuran (Km)
dalam 1 (satu) hari

E-6
USULAN TEKNIS

 Rambu ukur yang dipakai harus dalam keadaan baik dalam arti pembagian skala jelas dan sama
 Setiap pengukuran dilakukan pembacaan rangkap 3 (tiga) benang dalam satuan milimeter
 Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT) dan Benang Bawah (BB), Kontol pembacaan : 2BT = BA + BB
 Referensi levelling menggunakan referensi local

Pengukuran Situasi

Metodologi Pengukuran Situasi dilaksanakan sebagai berikut :

 Pengukuran situasi dilakukan dengan sistem tachymetri


 Ketelitian alat yang dipakai adalah 30” (sejenis dengan Theodolith T0)
 Pengukuran situasi daerah sepanjang rencana jalan harus mencakup semua keterangan-keterangan yang
ada didaerah sepanjang rencana jalan tersebut
 Untuk tempat-tempat jembatan atau perpotongan dengan jalan lain pengukuran harus diperluas (lihat
pengukuran khusus)
 Tempat-tempat sumber mineral jalan yang terdapat disekitar jalur jalan perlu diberi tanda diatas peta dan
difoto (jenis dan lokasi material)

Pengukuran Penampang Memanjang dan Melintang

Pengukuran penampang memanjang dan melintang dimaksudkan untuk menentukan volume penggalian dan
penimbunan. Metodologi pengukuran dilaksanakan sebagai berikut :

1. Pengukuran Penampang Memanjang

 Pengukuran penampang memanjang dilakukan sepanjang sumbu rencana jalan


 Peralatan yang dipakai untuk pengukuran penampang sama dengan yang dipakai untuk pengukuran
titik kontrol vertikal

2. Pengukuran Penampang Melintang

 Pengukuran penampang melintang pada daerah yang datar dan landai dibuat setiap 50m dan pada
daerah-daerah tikungan/ pegunungan setiap 25m
 Lebar pengukuran penampang melintang 25m ke kiri-kanan as jalan
 Khusus untuk perpotongan dengan sungai dilakukan dengan ketentuan khusus (lihat pengukuran
khusus)
 Peralatan yang dipergunakan untuk pengukuran penampang melintang sama dengan yang dipakai
pengukuran situasi

E-7
USULAN TEKNIS

Pemasangan Patok

Untuk Pemasangan Patok Pengukuran dilapangan dilaksanakan sebagai berikut :

 Patok-patok dibuat dengan ukuran 10 x 10 x 75 cm dan harus dipasang setiap 1 Km dan pada
perpotongan rencana jalan dengan sungai (2 buah seberang menyeberang). Patok beton tersebut ditanam
kedalam tanah dengan kedalaman 15 cm
 Baik patok-patok beton maupun patok-patok poligon diberi tanda BM dan nomor urut.
 Untuk memudahkan pencarian patok pada pohon-pohon disekitar patok diberi cat atau pita atau tanda-
tanda tertentu.
 Baik patok poligon maupun patok profil diberi tanda cat kuning dengan tulisan hitam yang diletakkan
disebelah kiri kearah jalannya pengukuran.
 Khusus untuk profil memanjang titik-titiknya yang terletak disumbu jalan diberi paku dengan dilingkari
cat kuning sebagai tanda.

E.5.2. Survai Hidrologi

Lingkup Pekerjaan

Lingkup Pekerjaan Survey Hidrologi untuk perencanaan jalan terdiri dari beberapa bagian pekerjaan yaitu :

 Menyiapkan peta topografi dengan skala 1:250.000 serta peta situasi dengan skala 1:1000
 Mencari sumber data iklim yang valid, yaitu dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).
 Memilah dan memilih data iklim terutama data curah hujan, yang berkesesuaian dengan lokasi proyek.
 Melakukan survey lapangan dan merekam hasilnya dalam catatan menyangkut saluran samping, gorong-
gorong dan jembatan.
 Saluran samping dicatat kondisi eksistingnya dan kondisi pengembangan sesuai kebutuhan yang
diakibatkan perubahan guna lahan
 Gorong-gorong dicatat kondisi eksistingnya menyangkut diameter, kondisi fungsi, kondisi terakhir aliran
air.
 Jembatan eksisting dicatat kondisi dimensi lebar bentang dan kondisi terakhir struktur atas dan struktur
bawah, dilihat kebutuhan penanganan pemeliharaan dan peningkatan jika perlu.
 Data iklim dan curah hujan digunakan sebagai input dalam perhitungan debit banjir rencana untuk
menentukan ukuran dimensi saluran, gorong-gorong dan aspek struktur serta jagaan jembatan.

E.5.3. Penyelidikan Tanah

Pemboran Dan Pengambilan Sampel

E-8
USULAN TEKNIS

Pemboran akan dikerjakan sampai kedalaman yang ditentukan atau setelah didapat informasi yang cukup
mengenai letak lapisan tanah keras, jenis batuan dan tebalnya. Jika sebelum mencapai kedalaman yang
ditentukan telah ditemukan lapisan tanah keras/batu, pemboran akan diteruskan menembus lapisan tanah
tersebut sedalam kurang lebih 3 meter, tergantung jenis batuannya dan beban bangunan sub strukturnya.

Cara klarififasi jenis tanah hendaknya dilakukan menurut ASTM/AASHTO atau Manual Pemeriksaan Bahan
Jalan (MPBJ). Pada tiap lubang bor yang dikerjakan akan dilakukan pencatatan : lokasi, elevasi permukaan
pemboran, tanggal dimulainya pemboran, tanggal selesai dan alat yang digunakan.

Bor Mesin

Boring akan dikerjakan dengan alat Bor yang digerakkan dengan mesin yang mampu mencapai kedalaman
yang ditentukan. Mata bor akan mempunyai diameter cukup besar sehingga undisturbed sample yang
diinginkan dapat diambil dengan baik, dengan diameter core 54,70 mm.

Untuk tanah clay, slit atau tanah lainnya yang tidak terlalu padat, dapat dipakai steelbit sebagai mata bor, bor
intan (diamond bit) atau mata bor tungsten sehingga juga dapat diambil undisturbed samplenya dari lapisan
tanah tersebut.

Pada setiap interval kedalaman 1,5 meter akan dilakukan Standard Penetration Test (SPT)

Standard Penetration Test dilakukan sesuai ketentuan sebagai berikut :

 Berat palu 63,50 kg


 Tinggi jatuh 75,00 cm
 Pengujian dilakukan hingga alat masuk 30 cm ke dalam tanah yang jumlah pukulannya mencapai 50
kali/30 cm. Pelaksanaan dilakukan N/15, N/15, N/15 nilai yang diperhitungkan adalah dua kali nilai
pengujian terakhir.

Pada setiap kedalaman yang ditentukan (bila tidak ditentukan lain, maka rata-rata kedalaman diambil kurang
lebih 3,0 meter) pada tanah lunak akan diambil undisturbed sample untuk test di laboratorium guna
mendapatkan harga index dan engineering properties lapisan tanah.

Undisturbed sample akan diambil dengan cara sebagai berikut :

 Tabung sample (yang dibuat dari baja tipis tetapi keras dan berbentuk silinder dengan diameter rata-rata
7,0 cm, panjang minimal 50 cm) dimasukkan ke dalam tanah pada kedalaman dimana undisturbed
sample akan diambil kemudian ditekan perlahan-lahan sehingga tabung tersebut dapat penuh terisi tanah.
 Tanah tersebut akan tetap berada dalam tabung sample tersebut samapi saatnya untuk ditest di
laboratorium.

E-9
USULAN TEKNIS

 Tabung yang berisi contoh tanah tersebut akan segera ditutup dengan paraffin setelah dikeluarkan dari
dalam lubang bor.

Sebagai hasil boring, akan dibuat bor log yang paling sedikit dilengkapi dengan lithologi (geological
description) harga SPT, letak muka air tanah dan sebagainya beserta letak kedalaman lapisan tanah yang
bersangkutan.

Penamaan dari masing-masing tanah akan dilakukan pada saat itu juga sesuai dengan kedalaman maupun
sifat-sifat tanah tersebut yang dapat dilihat secara visual.

Apabila tanah yang dibor dalam hal ini cenderung untuk mudah runtuh, maka persiapan untuk itu (casing)
akan segera dilakukan.

Pekerjaan pengambilan tanah dimaksud digunakan untuk penyelidikan lebih lanjut di laboratorium.

Penyelidikan tanah dengan membor lubang bor akan diatur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan data
maksimal pada tanah dasar penampang sungai.

Sebagai hasil penelitian lapangan yang memerlukan pemboran, letak lubang bor, jumlah dan kedalamannya
akan sesuai dengan keperluannya.

Pelaksanaan pemboran dilaksanakan sebanyak 2 titik, masing-masing pada kedua tepi rencana abutment.

Material Konstruksi pada lokasi Quarry

Penyelidikan lapangan yang dilakukan pada daerah lokasi Quarry berupa test pits, bertujuan untuk
mengetahui lebih jelas mengenai jenis, sifat dan ketebalan lapisan tanah yang dapat digunakan sebagai
material timbunan. Ketentuan pelaksanaan pekerjaan test pits adalah sebagai berikut :

 Ukuran test pits adalah 1,00 – 1,50 m2 dengan kedalaman maksimum 3,00 meter.

 Penamaan dan deskripsi masing-masing jenis tanah, warna dan tebalnya sesuai dengan kedalamannya
dilakukan pada pelaksanaan pekerjaan test pits.

 Dilakukan pengambilan contoh tanah terganggu (Disturbed Sample).

Pada setiap daerah yang diperhitungkan dapat berfungsi sebagai sumber quarry, perlu dianalisa dan diplot
pada peta Geologi.

Hal yang perlu diperhatikan adalah:

 Jenis Quarry

 Perkiraan volume yang dapat di eksploitasi

 Lokasi/jarak dari rencana pekerjaan

E - 10
USULAN TEKNIS

 Kesulitan – kesulitan yang mungkin timbul dalam eksploitasi

 Dan sebagainya

Untuk bahan berbutir kasar akan dilakukan pengambilan contoh sirtu di daerah-daerah penggalian atau
penambangan batu yang ada di sekitar proyek yang kemudian dianalisa di laboratorium.

Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh tanah bertujuan untuk penyelidikan lebih lanjut di laboratorium. Sesuai dengan tujuan
dan kegunaannya pengambilan contoh tanah dibagi menjadi 2 (dua) kelompok sebagai berikut :

1. Pengambilan contoh tanah tidak terganggu (“Undisturbed Sample”).

Pengambilan contoh tanah tidak terganggu dilakukan pada pemboran inti dan dengan menggunakan
tabung contoh (“tube sample”) yang dibuat dari baja tipis berbentuk silinder dengan diameter rata-rata
7,00 cm, panjang minimal 50 cm.

9. Pengambilan contoh tanah terganggu (“Disturbed Sample”)

Pengambilan contoh tanah terganggu (“Disturbed Sample”) dilakukan pada setiap test pits dengan
volume/berat  30 kg/contoh tanah ini ditempatkan pada karung plastik yang cukup kuat, diberi label
yang mencantumkan No. Test pits, lokasi, kedalaman, tanggal pengambilan contoh tanah dan jenisnya.

Pengujian Laboratorium

Pengujian laboratorium terhadap contoh tanah adalah untuk menentukan Index dan Engineering Properties
tanah, yaitu sebagai berikut :

1. Besaran Index dimaksudkan untuk menentukan klasifikasi, konsistensi dan density tanah. Pengujian
index meliputi :

 Kadar air
 Unit Weight
 Specific gravity
 Atterberg limits
 Grain size analysis

2. Besaran Engineering Tanah, dimana pengujian ini meliputi :

 Triaxial compression test unconsolidated undrained (uu)


 Triaxial compression test consolidated undrained (cu)
 Consolidation test

E - 11
USULAN TEKNIS

E.6. Analisa Data

E.6.1. Pengukuran dan Pemetaan Topografi

Analisis data lapangan (perhitungan sementara) akan segera dilakukan selama Team Survai masih berada di
lapangan, sehingga apabila terjadi kesalahan dapat segera dilakukan pengukuran ulang. Setelah data hasil
perhitungan sementara memenuhi persyaratan toleransi yang ditetapkan dalam Spesifikasi teknis selanjutnya
akan dilakukan perhitungan data defenitif kerangka dasar pemetaan dengan menggunakan metode perataan
kuadrat terkecil.

Perhitungan Poligon

Kriteria toleransi pengukuran poligon kontrol horizontal yang ditetapkan dalam spesifikasi teknis adalah
koreksi sudut antara dua kontrol azimuth = 20". Koreksi setiap titik poligon maksimum 10" atau salah
penutup sudut maksimum 30"  n dimana n adalah jumlah titik poligon pada setiap kring. Salah penutup
koordinat maksimum 1 : 2.000. Berdasarkan kriteria toleransi diatas, proses analisis perhitungan sementara
poligon akan dilakukan menggunakan metode Bowdith dengan prosedur sebagai berikut:

Salah penutup sudut:

n
fs = 
i=1
s1 - (n + 2) x 180 0 < 30" n

n
fs = 
i=1
s1 - (n + 2) x 180 0 < 30" n

Salah penutup koordinat:

n
fd = 
i=1
d1 - < - 1 : 2000

Dalam hal ini:

n n
fd = 
i=1
(d 1 . sin i ) 2 + 
i=1
(d 1 . Cos i ) 2

= + S i  180 0

dimana : S : sudut ukuran poligon

d : jarak ukuran poligon

i : nomor titik poligon ( i = 1,2,3, ..... n )

E - 12
USULAN TEKNIS

Proses perhitungan data definitif hasil pengukuran poligon kerangka kontrol horizontal akan dilakukan
dengan metode perataan kuadrat terkecil parameter. Prinsip dasar perataan cara parameter adalah setiap data
ukur poligon (sudut dan jarak) disusun sebagai fungsi dari parameter koordinat yang akan dicari. Formula
perataan poligon cara parameter dalam bentuk matriks adala sebagai berikut :

V = AX-L

X = [ AT .P.A ]-1 . [ AT .P.L ]

X = X° + X

Dimana : V : matrik koreksi pengukuran

A : matrik koefisien pengukuran

X : matrik koreksi parameter

L : matrik residu persamaan pengukuran

X° : matrik harga pendekatan parameter koordinat

X : matrik harga koordinat defeinitif

P : matrik harga bobot pengukuran

Perhitungan Waterpass

Kriteria teknis pengukuran waterpass yang ditetapkan dalam spesifikasi teknis yakni tiap seksi yang diukur
pulang-pergi mempunyai ketelitian 10 mm  D (D = panjang seksi dalam km). Berdasarkan kriteria tersrbut
dapat diformulasikan cara analisis data ukur waterpass pada setiap kring sebagai berikut :

n
fh = h i < 10 mm D
i =1

dimana : fh : salah penutup beda tinggi tiap kring waterpass

n : beda tinggi ukuran

i : nomor slag pengukuran waterpass ( i = 1,2,3....n )

Setelah dianalisis keseluruhan data waterpass kerangka kontrol vertikal memenuhi persyaratan toleransi akan
dilakukan proses perhitungan definitif dengan menggunakan metode kuadrat terkecil seperti pada poligon.

E - 13
USULAN TEKNIS

Perhitungan Azimuth Matahari

Formula perhitungan Azimuth arah dengan metode pengamatan tinggi matahari adalah sebagai berikut :

sin δ−sinh*sinϕ
sin A=
cosh*cosϕ
α= A±S
dimana : A : azimut matahari

 : azimut ke target

S : sudut horizontal antara matahari dan target

 : deklinasi

h : tinggi matahari

 : lintang tempat pengamatan.

Apabila hasil perhitungan data pengamatan matahari tersebut tidak memenuhi kriteria ketelitian 5" yang
ditetapkan dalam spesifikasi teknis, maka akan dilakukan pengamatan ulang.

Perhitungan dan Penggambaran topografi secara garis besar mengikuti kaidah-kaidahnya antara lain :

1. Perhitungan koordinat poligon utama didasarkan pada titik-titik ikat yang dipergunakan.

2. Penggambaran titik-titik poligon akan didasarkan pada hasil perhitungan koordinat. Penggambaran titik-
titik poligon tersebut tidak boleh secara grafis.

3. Gambar ukur yang berupa gambar situasi akan digambar pada kertas milimeter dengan skala 1: 1.000
dan interval kontur 1 m.

4. Ketinggian titik detail akan tercantum dalam gambar ukur begitu pula semua keterangan-keterangan
yang penting.

Titik ikat atau titik mati serta titik-titik baru akan dimasukkan dalam gambar dengan diberi tanda khusus.
Ketinggian titik tersebut perlu juga dicantumkan.

E.6.2. Analisa Hidrologi

Tahapan analisis data hidrologi secara garis besar dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan meliputi :

Analisis Data Curah Hujan

E - 14
USULAN TEKNIS

Analisis data curah hujan dimaksudkan untuk memperoleh debit banjir rancangan dan debit andalan. Data
curah hujan yang mewakili adalah data-data dari stasiun terdekat dengan lokasi. Analisis dilakukan pada data
curah hujan 1 harian, 2 harian, 3 harian, setengah bulanan dan bulanan selama tahun pencatatan pada masing-
masing stasiun curah hujan sesuai dengan kriteria perencanaan yang dibutuhkan.

Urutan pengolahan data curah hujan dapat dilihat berikut ini :

1. Mengisi Data Hujan yang Kosong

Pemilihan metode berdasarkan karakteristik data yang tersedia. Berikut ini disajikan 2 (dua) metode
yang dapat dipakai untuk pengisian data hujan yang kosong.

a) Metode Ratio Normal

Metode Ratio Normal dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

r = 1/3 {R/RA . rA + R/RB . rB + R/RC . rC}

dimana :R : Curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamatan R


yang datanya akan dilengkapi

A, rB, rC : Curah hujan di tempat pengamatan RA, RB, RC

RA, RB, RC : Curah hujan rata-rata setahun pada stasiun A, stasiun B,


stasiun C

b) Metode Inversed Square Distance

Untuk mengisi data curah hujan yang hilang dapat dilakukan dengan memperbandingkan terhadap
data curah hujan yang dicatat pada stasiun curah hujan terdekat. Pengisian data dengan metode ini
dihitung dengan telah memperban-dingkan jarak antara stasiun curah hujan yang diisi terhadap
stasiun curah hujan yang berdekatan. Data hujan dipilih dari stasiun-stasiun yang mewakili areal
dominan sehingga data yang dihasilkan dapat digunakan untuk kebutuhan perencanaan.

2. Pengujian Data Curah Hujan

Data hasil perbaikan tersebut, tidak dapat langsung dipakai untuk kebutuhan perencanaan. Data tersebut
perlu dilakukan pengujian dalam kelangsungan pencatatannya. Parameter yang biasa digunakan untuk
menganalisis adalah reabilitas data dan konsistensi data. Di dalam suatu deret data pengamatan hujan
bisa terdapat non homogenitas dan ketidaksesuaian (inconsistency) yang dapat menyebabkan
penyimpangan pada hasil perhitungan. Non homogenitas bisa disebabkan oleh berbagai faktor seperti:
perubahan mendadak pada sistem hidrologis, misalnya karena adanya pembangunan gedung-gedung atau

E - 15
USULAN TEKNIS

tumbuhnya pohon-pohonan, gempa bumi dan lain-lain, pemindahan alat ukur, perubahan cara
pengukuran (misalnya berhubung dengan adanya alat baru atau metode baru) dan lain-lain. Konsistensi
data curah hujan dari suatu tempat pengamatan dapat diselidiki dengan Teknik Garis Massa Ganda
(Double Mass Curve Technique). Caranya dengan membuat kurva hubungan antara kumulatif hujan
tahunan masing-masing stasiun dengan kumulatif hujan tahunan rata-rata. Data yang menunjukkan
hubungan garis lurus dan tidak terjadi penyimpangan menunjukkan curah hujan konsisten dan tidak
perlu dikoreksi.

3. Distribusi Curah Hujan Pada DAS

Untuk mendapatkan gambaran mengenai distribusi hujan di seluruh Daerah Aliran Sungai, maka dipilih
beberapa stasiun yang tersebar di seluruh DAS. Stasiun terpilih adalah stasiun yang berada dalam
cakupan areal DAS dan memiliki data pengukuran iklim secara lengkap. Metode yang dapat dipakai
untuk menentukan curah hujan rata-rata adalah metode Thiessen dan Arithmetik. Untuk keperluan
pengolahan data curah hujan menjadi data debit diperlukan data Curah Hujan Bulanan, sedangkan untuk
mendapatkan Debit Banjir Rancangan diperlukan analisis data dari curah hujan Harian Maksimum.

a) Metode Thiessen

Pada metode Thiessen dianggap bahwa data curah hujan dari suatu tempat pengamatan dapat
dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar tempat itu. Metode perhitungan dengan membuat poligon
yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan
demikian tiap stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu wilayah poligon tertutup An.
Perbandingan luas poligon untuk setiap stasiun yang besarnya An/A.

b) Metode Arithmetik

Pada metode aritmetik dianggap bahwa data curah hujan dari suatu tempat pengamatan dapat
dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar tempat itu dengan merata-rata langsung stasiun penakar
hujan yang digunakan.

c) Metode Ishoyet

Menggunakan peta Ishoyet, yaitu peta dengan garis-garis yang menghubungkan tempat-tempat
dengan curah hujan yang mana. Besar curah hujan hujan rata-rata bagi daerah seluruhnya didapat
dengan mengalikan CH rata-rata diantara kontur-kontur dengan luas darah antara kedua kontur,

E - 16
USULAN TEKNIS

dijumlahkan dan kemudian dibagi luas seluruh daerah. CH rata-rata di antara kontur biasanya
diambil setengah harga dari kontur.

Analisis Frekuensi Data Debit

Analisis data curah hujan dapat dilakukan pada data curah hujan ataupun data debit sesuai dengan kebutuhan
perencanaan. Metode yang akan dipakai untuk analisis frekuensi adalah Metode Gumbell dan Metode Log
Pearson Type III.

Masing-masing metode memiliki syarat keandalan dan ketepatan pemakaiannya. Pemilihan metode
berdasarkan karakteristik data yang ada, yang diperlihatkan dengan besaran statistik cv (koefisien variasi), ck
(Koefisien kurtosis) dan cs (koefisien asimetri). Di bawah ini diuraikan dua buah rumus yang sering dipakai
dalam perhitungan yaitu metode E.J. Gumbell dan Log Pearson III dengan rumus sebagai berikut :

1. Distribusi Gumbel

Sifat sebaran dari distribusi ini adalah :

a) Cs = 1,4

Ck = 5,4

Apabila koefisien asimetri (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck) dari data hujan mendekati nilai tersebut,
maka sebaran Gumbel dapat digunakan.

Rumus : Xtr = Xt ± K.Sx

Dimana : Xtr : Besarnya Curah hujan untuk periode ulang Tr tahun

Xt : Curah hujan rata-rata selama tahun pengamatan

Sx : Standard deviasi

K : Faktor frekuensi Gumbell

Ytr : -ln (-ln(1-1/tr))

Sn dan Yn adalah fungsi dari banyaknya sample.

2. Metode Log Pearson Type III

Sifat dari distribusi ini adalah :

a) Cs = O

E - 17
USULAN TEKNIS

b) Ck = 4 - 6

Apabila koefisien asimetri (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck) dari data hujan mendekati nilai tersebut,
maka sebaran log Pearson type III dapat digunakan. Distribusi frekuensi Log Pearson Type III dihitung
dengan menggunakan rumus :

LogQ = log X + G.s1

Dimana : log X = logaritma rata-rata sample.

s1 = standar deviasi

G = koefisien yang besarnya tergantung dari koefisien kepencengan


(Cs).

Dengan semakin berkembangnya pemakaian software maka selain dengan cara perhitungan manual seperti di
atas saat ini telah dikembangkan program Flow Freq untuk kepentingan analisis frekuensi. Input data berupa
data curah hujan atau data debit sepanjang tahun pengamatan yang tersedia dan output berupa grafik analisis
frekuensi dengan metode-metode seperti yang telah disebutkan di muka. Metode terpilih berdasarkan
simpangan terkecil yang dihasilkan oleh salah satu metode tersebut. Selanjutnya besarnya debit atau curah
hujan rancangan yang dikehendaki dapat ditarik dari garis yang terbentuk dalam grafik hubungan
probabilitas, kala ulang dan debit/curah hujan tersebut.

Analisis Debit Banjir Rancangan

Analisis debit banjir rancangan dimaksudkan untuk mengetahui besar banjir rancangan dan hidrograf banjir
rancangan yang akan digunakan sebagai dasar perencanaan tinggi jembatan dari muka air banjir di sungai.
Perhitungan debit banjir rancangan dapat dilakukan dengan analisa frekuensi dari data-data debit banjir
maksimum tahunan yang terjadi, dalam hal ini data yang tersedia sebaiknya tidak kurang dari 10 tahun
terakhir berturut-turut. Jika data debit banjir maksimum tahunan yang terjadi selama 10 tahun terakhir
berturut-turut tidak tersedia, maka debit banjir rancangan dapat diperkirakan dari data-data curah hujan
harian maksimum tahunan yang terjadi di stasiun-stasiun yang ada di daerah pengaliran sungai. Metode ini
dikenal dengan “analisa curah hujan - limpasan” dengan mempergunakan rumus-rumus empiris dan hidrograf
satuan sintetis. Data-data yang diperlukan untuk menghitung debit banjir rancangan adalah data curah hujan
rancangan dan data karakteristik DPS (Daerah Pengaliran Sungai). Dalam perencanaan ini metode-metode
yang dapat dipergunakan yaitu antara lain:

1. Metode Rasional oleh Haspers

Metode perkiraan debit banjir secara empiris seperti Haspers, Weduwen mempunyai rumus dasar
sebagai berikut:

E - 18
USULAN TEKNIS

Q = ..q.A

Dimana : Q = debit maksimum (m3/det)

 = koefisien pengaliran

 = koefisien reduksi

q = curah hujan maksimum (m3/det/km2)

A = luas daerah pengaliran (km2)

1+0,012 . A 0,7
 = 1+0 ,075 . A 0,7
−0,4 .t 3/4
t +3,7 . 10 A
.
1/ = 1+ t 2 +15 12

t = 0,1 . L0,8 . (H/L)-0,3 jam

Jika t < 2 jam,

t . R24−max

R =
t +1−0 ,0008 .(260−R 24−max ).(2−t )2

Jika 2 jam < t < 19 jam,

t . R24 −max
R = t+1

Jika 19 jam < t < 30 hari,

R = 0,707 . R24-max .  ( t + 1 )

q = R / ( 3,6 . t ) (m3/det/km2)

Q = ..q.A (m3/det)

2. Metode Rasional oleh Weduwen

Metode ini sesuai untuk sungai dengan luas daerah pengaliran kurang dari 100 km2. Persamaannya
adalah:

Q = C..R.A

dimana : Q = debit banjir rancangan (m3/det)

E - 19
USULAN TEKNIS

f +1
120+ .A
t +9
 = 120+ A

t = waktu konsentrasi

0, 375
0 ,476. A
t = 2Q 0,125 .S0 ,25

1−4,1
C = β . R+7
S = kemiringan sungai rata-rata

A = luas daerah pengaliran (km2)

E.6.3. Analisa Mekanika Tanah

Analisis dan evaluasi data yang diperoleh dari penyelidikan tanah dan sumber material dibagi dalam dua
tahapan yaitu:

Analisa Laboratorium

Analisis Laboratorium Mekanika Tanah dipakai untuk mengetahui sifat-sifat teknis tanah, khususnya tanah
lunak. Evaluasi hasil penyelidikan lapangan dan analisis laboratorium selanjutnya digunakan untuk
mengetahui penyebaran dan sifat-sifat teknis tanah. Berdasarkan hal tersebut dapat ditentukan parameter
desain untuk perhitungan daya dukung pondasi dan kestabilan abutment jembatan. Semua penyelidikan di
laboratorium dilakukan menurut prosedur ASTM dengan beberapa modifikasi yang disesuaikan dengan
keadaan di lapangan.

 Contoh Tanah Tidak Terganggu (Undisturbed Sample)

Penyelidikan terhadap contoh tanah tidak terganggu yang diambil dari pemboran meliputi:

1) berat jenis tanah (specific gravity)

2) berat volume tanah (volume unit weight)

3) Uji konsistensi (atterberg limits)

4) gradasi butiran (grain size analysis).

 Contoh Tanah Terganggu (Disturbed Sample)

E - 20
USULAN TEKNIS

Penyelidikan terhadap contoh tanah terganggu yang diambil dari lubang uji meliputi:

1) berat jenis tanah (specific gravity)

2) Uji konsistensi (atterberg limits)

3) gradasi butiran (grain size analysis).

Dalam hubungannya dengan perencanaan jembatan perlu dilakukan uji permeabilitas. Penyelidikan sifat
mekanis tanah dalam hubungannya dengan perencanaan jembatan :

a) Percobaan pemadatan (Compaction test)

b) Uji konsolidasi (Consolidation test)

c) Uji gaya geser langsung (Direct shear test).

Prosedure Test laboratorium dilaksanakan berdasarkan tahapan seperti tersebut di bawah ini :

 Specific Gravity (Gs)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui berat jenis tanah atau batuan. Untuk sample yang lolos ayak No.4
(4,75 mm) specific gravity dilakukan dengan menggunakan picnometer dan perlengkapan sesuai dengan
standar ASTM-D.854, test method for specific gravity of soil. Sedangkan untuk yang berukuran lebih
besar dari 4,75 mm dilakukan bulk specific gravity test and absorption sesuai dengan standar ASTM-
C.127, test for specific gravity and absorption of moisture content of soil.

 Unit Weight

Untuk memperoleh nilai isi berat tanah, maka tanah yang akan dikenakan pengujian ini adalah tanah
dengan keadaan asli. Nilai berat isi tanah dapat diperoleh dari perbandingan :

Berat tanah asli


n=
Volume tanah asli

 Ruang Pori Total

E - 21
USULAN TEKNIS

Ruang pori total dinyatakan dengan e (angka pori) yaitu perbandingan antara volume rongga dengan
volume partikel tanah. Besarnya angka pori total, e dapat dihitung sebagai berikut :

G s (1+w )
n= ∗w
1+ e

dimana : n : unit weight (berat isi tanah asli)

Gs : berat jenis tanah

w : berat isi air

e : angka pori total

 Ruang Pori Kapiler

Ruang pori kapiler dapat dinyatakan sebagai derajat kejenuhan, Sr dan dapat dihitung sebagai berikut:

Gs∗w=Sr ∗e

Dimana : Gs : berat jenis tanah

w : kadar air

Sr : derajat kejenuhan

e : angka pori (ruang pori total)

 Atterberg Limits (Consistency)

Pada cohessive soil, kadar air merupakan faktor terpenting sebab perubahan kadar air dapat
menyebabkan perubahan sifat- sifat fisik tanah. Kadar air yang sama pada tanah yang berbeda dapat
memberikan sifat fisik yang berlainan. Sehubungan dengan hal itu Atterberg menetapkan batas-batas
dari keadaan suatu tanah. Batas tersebut dikenal sebagai :

 Batas cair / liquid limit


 Batas plastis / plastic limit
 Batas susut / shrinkage limit

Dengan mengetahui batas-batas Atterberg, kita dapat menentukan konsistensi tanah. Batas cair (We)
ditentukan dengan percobaan mengggunakan alat cassagrande dan ASTM grooving tool dan prosedur
tes sesuai dengan ASTM-D.423, test for liquid limit of soil. Setelah batas cair dan batas plastis diperoleh,
dapat dihitung plasticity index (PI). Batas susut (Ws) diperlukan untuk mengetahui pada kadar air berapa

E - 22
USULAN TEKNIS

volume tanah tidak berubah (tetap). Test dilakukan sesuai dengan standar ASTM-D.427, test for
shrinkage factor of soil.

 Grain Size Analysis

Untuk mengetahui distribusi ukuran butir-butir tanah dan klasifikasi tanah dilakukan analisa ayak dan
analisa hidrometer. Analisa ayak dilakukan untuk butir-butir yang berukuran lebih besar dari 0,75 mm
(ayak No.200) dengan ASTM standard sieve. Analisa hidrometer dilakukan untuk butir-butir yang
berukuran lebih kecil dari 0,75 mm dengan menggunakan ASTM soil hydrometer 152.H prosedur tes
sesuai dengan ASTM- D.422, method for particle size analysis of soil. Hasil uji akan disampaikan dalam
bentuk grafik antara diameter butir dalam milimeter (ukuran bukaan ayakan) dengan presentase yang
lebih kecil (percent retained).

 Permeability Test

Tingkat permeabilitas / rembesan suatu bahan umumnya ditunjukkan dengan suatu koefisien yang
dikenal sebagai koefisien rembesan atau koefisien filtrasi (cm/detik). Koefisien rembesan dapat
diperoleh di laboratorium dengan permeability test baik terhadap contoh tidak terganggu (asli) maupun
terhadap contoh yang dipadatkan. Pada pekerjaan ini akan dilakukan permeability test terhadap contoh
tanah asli (undisturbed) untuk mengetahui koefisien rembesan dari lapisan pondasi. Koefisien ini
dibutuhkan untuk menghitung besarnya hydraulic gradient sehingga dapat ditetapkan perlu tidaknya
dipasang suatu sistem drainage atau dinding muka atau cut off dan sebagainya serta dimensi dari sistem-
sistem tersebut. Disamping itu juga akan dilakukan permeability test terhadap contoh tanah yang
dipadatkan pada keadaan optimum untuk mengetahui koefisien rembesan dari bahan timbunan sehingga
dapat diketahui apakah bahan timbunan tergolong lolos air atau kedap air. Uji untuk contoh tanah
berbutir kasar dilakukan dengan constant head method sesuai dengan ASTM-D.2434, test for
permeabilty of granular soils. Sedangkan untuk contoh tanah berbutir halus percobaan dilakukan dengan
falling head method tanpa tekanan atau dengan tekanan.

 Consolidation Test

Proses konsolidasi akan terjadi pada suatu lapisan tanah apabila lapisan tersebut mengalami penambahan
beban. Pada saat itu air dari dalam pori akan mengalir dan volume tanah berkurang. Besar dan kecepatan
perubahan volume ini dapat diperoleh melalui percobaan konsolidasi. Sehubungan dengan pekerjaan ini,
akan dilakukan one dimensional consolidation test‘ yang dapat digunakan dalam memperhitungkan
besar dan kecepatan penurunan (settlement) yang mungkin terjadi baik penurunan pada lapisan pondasi

E - 23
USULAN TEKNIS

maupun penurunan tubuh bangunan itu sendiri seperti contohnya pada penurunan abutment. Prosedur tes
dilaksanakan sesuai dengan ASTM-D.1435 test for one dimensional consolidation properties of soils
dengan penambahan beban sebagai berikut: 0,25; 0,50; 1, 2, 4, 8 dan 16 kg/cm² dan penurunan 4, 1, 0,25
dan 0,10 kg/cm². Pada percobaan ini akan digunakan oedometer front loading type dengan diameter
contoh 60 mm. Dari percobaan ini diperoleh harga compression index Cc dan coeficient of consolidation
Cv (cm²/detik).

 Triaxial Test

Kekuatan geser tanah ditunjukkan dengan parameter-parameter kekuatan tanah yang dikenal sebagai
kohesi C (kg/cm²) dan sudut geser  (°). Parameter-parameter ini dibutuhkan untuk menghitung daya
dukung tanah (bearing capacity) dari pondasi jembatan. Untuk keperluan ini parameter-parameter
kekuatan tanah (C dan ) akan diambil dari undisturbed sample. Parameter-parameter ini dibutuhkan
pula untuk perhitungan stabilitas lereng (slope stability) dari tubuh abutment. Dalam hal tubuh Abutment
terdiri dari bahan timbunan, maka C dan  akan diambil dari disturbed sample yang dipadatkan pada
kepadatan maksimum. Triaxial test merupakan salah satu cara/uji yang dilakukan di laboratorium untuk
mendapatkan harga parameter-parameter C dan  tersebut. Pada percobaan trixial ini akan dilakukan
pengukuran tekanan air pori sehingga diperoleh tegangan-tegangan efektif dan parameter-parameter
kekuatan tanah efektif (C dan ). Percobaan triaxial ini akan dilaksanakan pada dua keadaan yaitu: CU
full saturation (unconsolidated undrained). CU test digunakan dalam perhitungan long term (jangka
panjang) dan UU digunakan dalam perhitungan short term (jangka pendek). Untuk memperoleh keadaan
sample yang benar-benar jenuh 100 % (full saturation) akan digunakan back pressure. Dengan
penggunaan back pressure ini diharapkan contoh mencapai 100 % jenuh dalam waktu yang relatif lebih
singkat. Test dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang diberikan oleh A.W. Bishop & D.J. Henkel
dalam bukunya The Measurement of soil Properties in the Triaxial Test. Alat yang digunakan adalah
Triaxial Cell dengan diameter sample 50 mm, manual pore water pressure with twin volume change
dan high pressure system (with mercury) dengan tekanan maksimum 10 kg/cm²) Hasil percobaan akan
disampaikan berupa grafik-grafik :

• Strain vs deviator stress

• Strain vs pore pressure

• Lingkaran Mohr (total dan efektif).

 Compaction Test

Untuk mengetahui kepadatan maksimum tanah yang akan digunakan sebagai bahan timbunan, perlu
dilakukan percobaan kompaksi di laboratorium. Hasil dari percobaan laboratorium adalah harga kadar

E - 24
USULAN TEKNIS

air yang dapat memberikan kepadatan kering maksimum. Kadar air pada keadaan ini dikenal sebagi
optimum moisture content (OMC). Nilai-nilai ini yang akan dijadikan standar pada pemadatan
dilapangan. Percobaan di laboratorium dilaksanakan sesuai dengan standar ASTM-D.689, test for
moisture desinty relations of soil using 5,5, lb (2,5 Kg) hammer and 12 in (304,8 mm) drop. Mold yang
akan digunakan berukuran diameter 4,0 in (101,6 mm). Hasil uji disampaikan berupa grafik hubungan
antara :

• Kadar air vs kepadatan kering maksimum

• Kadar air vs kepadatan maksimum

• kadar air vs porositas

Juga diberikan grafik Zero Air Void (Z.A.V. curve).

 Uji Gaya Geser langsung (Direct Shear Test)

Salah satu percobaan untuk menentukan nilai kekuatan geser tanah adalah dengan melakukan percobaan
geseran langsung. Dengan merubah-rubah tegangan axial pada beberapa contoh tanah (minimal 4
macam pembebanan dengan setiap bahan pada satu contoh tanah), maka akan diperoleh tegangan
gesernya. Kecepatan perubahan pergeseran contoh tanah pada arah horisontal, disesuaikan dengan
keadaan jenis tanahnya. Kecepatan perubahan pergerakan ini ditentukan dari waktu yang akan dicapai
sehingga contoh tanah akan longsor. Dengan diperolehnya garis yang memberikan hubungan antara
tegangan geser dan tegangan axial, maka nilai kohesi dan sudut gesernya dapat dihitung. Prosedur tes
mengikuti : ASTM-D.3080/72.

Analisa Pondasi

Untuk perhitungan daya dukung pondas digunakan perhitungan yang masing-masing berdasarkan referensi
analisis pondasi dari Meyerhof dan Schemertmann. Untuk fondasi dalam digunakan pondasi bored pile
dengan diameter 40 cm hingga 100 cm.

 Perhitungan Daya Dukung Bored Pile Berdasarkan Data Sondir

P.ult = Pb + Ps
P.ult = Ab.(qcb + qca)/2 + Cs.Df.  tf. 
P.all = P.ult/FS

Dimana :

P.ult = Daya dukung ultimit (ton)

E - 25
USULAN TEKNIS

P.all = Daya dukung yang diijinkan (ton)

Ab = Luas penampang tiang (m2)

Cs = Keliling penampang tiang (m)

Qcb = Nilai qc rata-rata pada zona 4D di bawah ujung tiang (t/m2)

qca = Nilai qc rata-rata pada zona 8D di atas ujung tiang (t/m2)

D = Diameter tiang (m)

Df = Kedalaman tiang pancang (m)

tf = Total friction hingga kedalaman pemancangan (t/m2)

Fs = Faktor keamanan

 Perhitungan Daya Dukung Bored Pile Berdasarkan Data SPT

Pult =Pb+Ps

Ab . 4 .( Na+Nb) Cs . Df . Ns
Pult = +
2 2 untuk Clay Layer

Ab . 8 .( Na+Nb ) Cs. Df . Ns
Pult = +
2 2 untuk Sand Layer

Dimana :

P.all = P.ult/FS

P.ult = Daya dukung ultimit (ton)

P.all = Daya dukung yang diijinkan (ton)

FS = Faktor Keamanan

Ab = Luas Penampang Tiang

Cs = Circumference of Pile Shaft

Df = Kedalaman Pondasi Tiang

Nb = Average SPT in the zone of approx 4D below pile tip

Na = Average SPT in the zone of approx 8D below pile tip

Ns = Average SPT in the zone of pile shaft

E - 26
USULAN TEKNIS

E.7. Perencanaan Teknis

E.7.1. Perencanaan Geometrik Jalan

Alinyemen Horizontal

Alinyemen horizontal harus ditentukan sebaik-baiknya dan harus dihindari dari pengaruh tergenangnya jalan
oleh air serta pekerjaan galian atau timbunan yang berlebihan, dan hal lain yang perlu dipertimbangkan
adalah apabila dikemudian hari akan dilakukan perubahan alinemen horizontal maupun vertikal tidak terlalu
sulit dan dengan biaya yang murah.

 Jari-Jari Lengkung Minimum

Jari-jari lengkung minimum akan ditentukan berdasarkan kemiringan tikungan maksimum dan koefisien
gesekan melintang maksimum dengan rumus sebagai berikut:

( V 2)
R=
127 ( f +i )
dimana : R : jari-jari minimum, m

V : kecepatan rencana, km/jam

f : koefisien gesekan samping

i : superelevasi, %

Jari-jari minimum untuk kecepatan rencana yang bersangkutan yang ditunjukkan dalam tabel 2.1.
ditentukan dengan nilai f yang direkomendasikan berkisar antara 0,14 sampai dengan 0,17.

Harus diingat bahwa jari-jari tersebut di atas bukanlah bukanlah harga jari-jari yang diinginkan tetapi
merupakan nilai kritis untuk kenyamanan mengemudi dan keselamatan. Dan perlu diperhatikan bila
suatu tikungan yang tajam harus diusahakan untuk jalan yang lurus dan diadakan perubahan bertahap.

Tabel E.1. R minimum Untuk Setiap Kecepatan Rencana


Vr (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30
Rmin (m) 600 370 210 110 80 50 30

 Panjang Jari-Jari Minimum

Untuk menjamin kelancaran mengemudi, tikungan harus cukup panjang sehingga diperlukan waktu 6
detik atau lebih untuk melintasinya. Untuk menghitung panjang jari-jari lengkung minimum digunakan
rumus sebagai berikut :

E - 27
USULAN TEKNIS

L=t*v
dimana : L : panjang jari-jari, m

t : waktu tempuh, detik = 6 dtk.

v : kecepatan rencana, m/dtk

 Pelebaran pada Tikungan

Jalan kendaraan pada tikungan perlu diperlebar untuk menyesuaikan dengan lintasan lengkung yang
ditempuh kendaraan. Nilai pelebaran yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini. didasarkan atas
pengelompokan jalan raya. Di sini kendaraan rencana adalah semitrailer untuk Kelas 1 dan truk unit
tunggal untuk Kelas 2, Kelas 3 dan Kelas 4.

E - 28
USULAN TEKNIS

Tabel E.2. Pelebaran Jari – Jari


Jari-jari Lengkungan R (m) Pelebaran per
Kelas 1 Kelas 1, 2, 3 lajur (m)

280 >  150 160 >  90 0.25

150 >  100 90 >  60 0.50

100 >  70 60 >  45 0.75

70 >  50 45 >  32 1.00

32 >  26 1.25

26 >  21 1.50
1.75
21 >  19
2.00
19 >  16
2.25
16 >  15

 Kemiringan Melintang

Untuk drainase permukaan, jalan dengan alinemen lurus membutuhkan kemiringan melintang yang
normal 2 % untuk aspal beton atau perkerasan beton dan 3,0 – 5,0 % untuk perkerasan macadam atau
jenis perkerasan lainnya dan jalan batu kerikil.

 Superelevasi

Nilai superelevasi yang tinggi mengurangi gaya geser ke samping dan menjadikan pengemudi pada
tikungan lebih nyaman. Tetapi, batas praktis berlaku untuk itu. Ketika bergerak perlahan mengintari
suatu tikungan dengan superelevasi tinggi, maka bekerja gaya negatiff ke samping dan kendaraan
dipertahankan pada lintasan yang tepat hanya jika pengemudi mengemudikannya ke sebelah atas lereng
atau berlawanan dengan arah lengkung mendatar. Nilai pendekatan untuk tingkat superelevasi
maksimum adalah 10 %.

 Pencapaian Kemiringan

Ada 2 metode untuk pencapaian kemiringan. Umumnya, (a-1) atau (b-1) lebih disukai daripada (a-2)
atau (b-2).

Pencapaian kemiringan harus dipasang, di dalam lengkung peralihan. Bilamana tidak dipasang lengkung
peralihan, pencapaian kemiringan harus dipasang sebelum dan sesudah lengkung tersebut.

E - 29
USULAN TEKNIS

(a-1) (b-1)

A C A
B’ B’
A’ A’
B B
(a-2) (b-2) C C
1 2
C’
A B’
C
B
B’
A
B
A’ C C
(a) jalan 2 lajur (b) jalan 4 lajur 1 2

Gambar E.2. Pencapaian Kemiringan

 Lengkung Peralihan

Lengkung peralihan dipasang pada bagian awal, di ujung dan di titik balik pada lengkungan untuk
menjamin perubahan yang tidak mendadak jari-jari lengkung, superelevasi dan pelebaran tikungan.
Lengkung peralihan juga membantu penampilan alinemen. Lengkung clothoide umumnya dipakai untuk
lengkung peralihan. Guna menjamin kelancaran mengemudi, panjang lengkung peralihan yang
ditunjukkan pada tabel dibawah adalah setara dengan waktu tempuh 3 detik, panjang lengkung peralihan
ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

L=v*t
=( v/3,6 )∗t
dimana : L : panjang minimum lengkung peralihan, m

v : kecapatan rencana, km/jam

t : waktu tempuh 3,0 detik

 Tikungan Gabungan dan Tikungan Balik

Tikungan gabungan adalah gabungan tikungan dengan putaran yang sama dengan jari-jari yang berlainan
yang bersambungan langsung (lihat gambar dibawah). Sedangkan tikungan balik adalah gabungan
tikungan dengan putaran yang berbeda dan bersambung langsung

E - 30
USULAN TEKNIS

R1
R1 R2 R1

R3

R1 R2 R2

G am bar G am bar
T IK U N G A N G A B U N G A N T IK U N G A N B A L IK

Gambar E.3. Tikungan Gabungan dan Tikungan Balik

Dalam hal perbedaan jari-jari pada lengkung yang berdampingan tidak melampaui 1:1,5 maka lengkung
bisa dihubungkan langsung hingga membentuk lengkung seperti gambat di atas. Keadaan ini tidak
dikehendaki, karena pengemudi mungkin mendapat kesulitan, paling tidak akan mengurangi
kenyamanan dalam mengemudi. Pada prinsipnya lengkung peralihan harus dipasang titik balik (lihat
gambar dibawah ini). Suatu garis lurus yang dipasang pada titik balik untuk pencapaian kemiringan
dapat membantu lengkung gabungan.

R2
R1 R3
R2 R1
R1
R1 R2
R4
Gambar Gambar
LENGKUNG PERALIHAN LENGKUNG PERALIHAN
yang di pasang pada yang di pasang pada
LENGKUNG GABUNGAN LENGKUNG BALIK

Gambar E.4. Titik Sambung Tikungan Gabungan dan Tikungan Balik

 Jarak Pandang Henti

Jarak pandang henti juga merupakan hal yang menonjol untuk keamanan dan kenyamanan mengemudi,
meskipun sebaiknya panjangnya diambil lebih besar. Jarak pandang henti disetiap titik sepanjang jalan
raya sekurang-kurangnya harus memenuhi jarak yang diperlukan oleh rata-rata pengemudi atau
kendaraan untuk berhenti.

E - 31
USULAN TEKNIS

Jarak pandang henti adalah jumlah dua jarak, jarak yang dilintasi kendaraan sejak saat pengemudi
melihat suatu benda yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat rem diinjak dan jarak yang
dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan sejak saat penggunaan rem dimulai.

Untuk menghitung jarak pandang henti tersebut didekati dengan rumus sebagai berikut:

2
V
V 3,6 ( )
D=
3,6 ( )
∗t +
2*g*f

dimana : D : jarak pandang henti minimum, m

V : kecepatan rencana, km/jam

t : waktu tanggap 2,50 detik

g : kecepatan garvitasi = 9,80 m/det2

f : koefesien gesekan membujur = 0,3 sampai 0,4

E : ruang bebas samping (lihat gambar)

Alinyemen Vertikal

Alinyemen Vertikal harus ditentukan sebaik-baiknya dan harus dihindari dari pengaruh tergenangnya jalan
oleh air serta pekerjaan galian atau timbunan yang berlebihan, dan hal lain yang perlu dipertimbangkan
adalah apabila dikemudian hari akan dilakukan perubahan alinemen horizontal maupun vertikal tidak terlalu
sulit dan dengan biaya yang murah.

 Kelandaian

Walaupun hampir semua mobil penumpang dapat mengatasi kelandaian 8 sampai 9% tanpa kehilangan
kecepatan yang berarti, tetapi pada kendaraan truk akan kelihatan dengan nyata. Untuk menentukan
kelandaian maksimum, kemampuan menanjak sebuah truk bermuatan maupun biaya konstruksi hrus
diperhitungkan.

Kelandaian maksimum mutlak ditetapkan 4 % lebih tinggi daripada nilai maksimum standar.

Suatu batas untuk panjang kelandaian yang melebihi maksimum standar, ditandai bahwa kecepatan
sebuah truk bermuatan penuh akan lebih rendah dari separuh kecepatan rencana atau untuk jika
persneling ‘rendah’ terpaksa harus dipakai. Keadaan kritis demikian tidak boleh berlangsung terlalu

E - 32
USULAN TEKNIS

lama. Untuk menentukan panjang kritis pada suatu kelandaian dapat digunakan tabel 2.3. Panjang Kritis
Suatu Kelandaian

 Lengkung Vertikal

Untuk menyerap guncangan dan jarak pandang henti, lengkung vertikal harus disediakan pada setiap
lokasi yang ada perubahan kelandaiannya. Lengkung vertikal biasanya diberikan sebagai lengkung
parabola sederhana, yang ukurannya ditentukan oleh panjangnya, tepatnya panjang lengkung harus sama
dengan panjang A-B-C, namun secara praktis lengkung tersebut begitu datar sehingga panjang A-B-C
sama dengan jarak datar A-B.

Tabel E.3. Panjang Kritis Suatu Kelandaian


Kecepatan Rencana, KM/JAM

80 60 40

5 %, 500 m 6 %, 500 m 8 % , 420 m

6 %, 500 m 7 %, 500 m 9 % , 340 m

7 %, 500 m 8 %, 420 m 10 %, 250 m

8 % , 500 m 9 %, 340 m 11 %, 250 m

Ja ra k P a n d a n g a n

C
A B
i1
i2

P a n ja n g L e n g k u n g V e rtik a l C e m b u n g

i1
i2
Ja ra k P a n d a n g a n
A B
C

P a n ja n g L e n g k u n g V e rtik a l C e k u n g

Gambar E.5. Panjang Lengkung Vertikal

E - 33
USULAN TEKNIS

Rumus yang digunakan untuk menghitung Panjang Lengkung Vertikal Cembung adalah sebagai berikut:

Lvc =D 2∗( 398Δ )


dimana : Lvc : panjang lengkung vertikal cembung, m

D : jarak pandang henti, m

 : perbedaan aljabar untuk kelandaian, i1 - i2, %

Sedangkan rumus untuk menghitung Panjang Lengkung Vertikal Cekung adalah sebagai berikut:

Lvs =V 2∗ (360Δ )
dimana : Lvs : panjang lengkung vertikal cekung, m

V : laju kecepatan rencana, km/jam

 : perbedaan aljabar untuk kelandaian, i1 – i2, %

E.7.2. Perencanaan Perkerasan Baru Tipe Flexible Pavement

Desain sruktur perkerasan yang fleksibel pada dasarnya ialah menentukan tebal lapis perkerasan yang
mempunyai sifat-sifat mekanis yang telah ditetapkan sedemikian sehingga menjamin bahwa tegangan-
tegangan dan regangan-regangan pada semua tingkat yang terjadi karena beban lalu-lintas, pada batas-batas
yang dapat ditahan dengan aman oleh bahan tersebut.

Ada enam langkah utama yang harus diikuti dalam perencanaan perkerasan jalan baru, yaitu :

1. Tetapkan kriteria perencanaan yang akan digunakan

2. Tetapkan / perkiraan jumlah lalu-lintas pada akhir umur rencana berdasarkan beban sumbu standar yang
akan melewati jalan tersebut.

3. Hitung modulus resilen efektif tanah dasar, berdasarkan nilai CBR yang didapat dari DCP test

4. Tentukan Structural Number Rencana berdasarkan grafik atau perhitungan.

E - 34
USULAN TEKNIS

5. Tentukan Structural Number tiap – tiap lapisan berdasarkan modulus resilen lapisan dibawahnya dengan
menggunakan grafik atau perhitungan.

6. Hitung tebal perkerasan tiap lapisan berdasarkan nilai koefisien kekuatan relatif dan nilai structural
number tiap lapisan.

Standar yang digunakan dalam desain perkerasan adalah Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur (Pt-
01-2002-B). Adapun parameter-parameter sebagai landasan perencanaan perencanaan tebal perkerasan lentur
adalah sebagai berikut:

 Umur Rencana

Jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan
berat atau dianggap perlu untuk diberi lapisan permukaan yang baru.

 Angka Ekivalen (E)

Angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban
sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar
sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lbs).

 Lalu Lintas pada Lajur Rencana (w18)

Lalu lintas pada lajur rencana diberikan dalam kumulatif beban sumbu standar selama umur rencana,
yang dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

w18 = D0 x DL x w18

Dimana : D0 = Faktor distribusi arah

DL = Faktor distribusi lajur

w18 = Beban gandar standar kumulatif untuk dua arah

Pada umumnya D0 diambil 0.5, sementara faktor distribusi lajur dapat dilihat pada tabel berikut ini
Faktor Distribusi Lajur

Tabel E.4. Faktor Distribusi Lajur


Jumlah lajur per arah % beban gandar standar dalam lajur rencana
1 100
2 80 – 100

E - 35
USULAN TEKNIS

3 60 – 80
4 50 - 75

 Reliabilitas (R)

Merupakan upaya untuk menyertakan derajat kepastian ke dalam proses perencanaan untuk menjamin
bermacam – macam alternatif perencanaan dapat bertahan selama selang waktu yang direncanakan.
Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam – macam klasifikasi jalan dapat dilihat pada tabel
berikut ini.

Tabel E.5. Tingkat Reliabilitas


Rekomendasi Tingkat Reliabilitas
Klasifikasi Jalan
Perkotaan Antar Kota

Bebas Hambatan 85 – 99.9 80 – 99.9

Arteri 80 – 99 75 – 95

Kolektor 80 – 95 75 – 95

Lokal 50 – 90 50 - 80

 Standar Deviasi Keseluruhan (So)

Deviasi Standar (So) harus dipilih yang mewakili kondisi setempat. Rentang nilai So adalah 0,40 – 0,50.

 Penyimpangan Normal Standar (Zo)

Nilai Penyimpangan Normal Standar berdasarkan Reliabilitas dapat dilihat pada tabel 2.6.

 Koefisien Drainase

Kualitas drainase pada perkerasan lentur diperhitungkan dalam perencanaan dengan menggunakan
koefisien kekuatan relatif yang dimodifikasi. Faktor untuk memodifikasi koefisien drainase ini adalah
koefisien drainase (m). tabel berikut memperlihatkan nilai koefisien drainase yang merupakan fungsi

E - 36
USULAN TEKNIS

dari kualitas drainase dan persen waktu selama setahun struktur perkerasan akan dipengaruhi oleh kadar
air yang mendekati jenuh.

Tabel E.6. Nilai Penyimpangan Normal Standar


R (%) ZR
50 - 0,000
60 - 0,253
70 - 0,524
75 - 0,674
80 - 0,841
85 - 1,037
90 - 1,282
91 - 1,340
92 - 1,405
93 - 1,476
94 - 1,555
95 - 1,645
96 - 1,751
97 - 1,881
98 - 2,054
99 - 2,327
99,9 - 3,090
99,99 - 3,750

E - 37
USULAN TEKNIS

Tabel E.7. Koefisien Drainase


Persen waktu perkerasan dipengaruhi oleh
Kualitas Drainase Kadar air yang mendekati jenuh
<1% 1–5% 5 – 25 % > 25 %

Excellent 1.40 – 1.30 1.35 – 1.30 1.30 – 1.20 1.20


Good 1.35 – 1.25 1.25 – 1.15 1.15 – 1.00 1.00
Fair 1.25 – 1.15 1.15 – 1.05 1.00 – 0.80 0.80
Poor 1.15 – 1.05 1.05 – 0.80 0.80 – 0.60 0.60
Very poor 1.05 – 0.95 0.80 – 0.75 0.60 – 0.40 0.40

 Indeks Permukaan (IP)

Suatu angka yang dipergunakan untuk menyatakan kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan
jalan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat. Indeks permukaan pada awal
umur rencana (IPo) berdasarkan jenis lapis permukaan dapat dilihat pada tabel 2.8. Sementara Indeks
permukaan pada akhir umum rencana berdasarkan klasifikasi jalan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel E.8. Indeks Permukaan Awal


JENIS LAPIS PERMUKAAN IPO ROUGHNESS MM/KM
Laston ≥4 ≤ 1000
  3.9 - 3.5 > 1000
Lasbutag 3.9 - 3.5 ≤ 2000
  3.4 - 3.0 > 2000
Lapen 3.4 - 3.0 ≤ 3000
  2.9 - 2.5 > 3000

Tabel E.9. Indeks Permukaan Akhir


KLASIFIKASI JALAN
ESAL KOLEKTO TO
LOKAL ARTERI
R L
< 10 1.0 - 1.5 1.5 1.5 – 2.0 -
10 - 100 1.5 1.5 - 2.0 2.0 -
100 - 1000 1.5 - 2.0 2.0 2.0 – 2.5 -
> 1000 - 2.0 - 2.5 2.5 2.5

E - 38
USULAN TEKNIS

 Modulus Resilien (Mr)

Modulus Resilien tanah dasar dapat diperkirakan dari nilai CBR standar dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :

Mr (psi) = 1500 x CBR

 Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Berdasarkan jenis dan fungsi material lapis perkerasan, estimasi koefisien kekuatan relatif dikelompokan
kedalam 5 kategori, yaitu : beton aspal, lapis pondasi granular, lapis pondasi bawah granular, cement
treated base dan asphalt treated base.

Koefisien Kekuatan Relatif masing – masing lapis perkerasan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel E.10. Koefisien Kekuatan Relatif


Nilai Marshal Nilai Modulus Koef. Kekuatan
Jenis lapisan Nilai CBR
Stability Resilien Relatif
Beton Aspal - - 400.000 psi 0.42
Lapis Pondasi Granular 90% - 29.000 psi 0.14
Lapis Pondasi Bawah
40% - 17.000 psi 0.12
Granular
Asphalt Treated Base - 800 kg 160.000 psi 0.30

E.7.3. Perencanaan Jembatan

Konsep Detail Perencanaan

Dalam proses ini Konsultan akan menentukan semua kesimpulan hasil survai lapangan dari semua bagian
pekerjaan, antara lain menyangkut :

1. Penetapan lokasi jembatan baru berdasarkan peta topografi dan evaluasi hasil survai pendahuluan pada
jembatan dengan memperhatikan standar perencanaan yang telah ditetapkan.

2. Untuk realinyemen akan dicantumkan titik pada jarak tiap 50 meter sepanjang as baru, tangen point, SC,
CS. dan beberapa titik lainnya yang perlu, rencana bangunan-bangunan drainase akan ditetapkan
Konsultan berdasarkan pertim-bangan yang sesuai dengan keadaan setempat.

3. Untuk perhitungan konstruksi pondasi serta bangunan bawah akan disesuaikan dengan hasil-hasil
penyelidikan tanah maupun keadaan bahan bangunan. Untuk jumlah serta panjang bentang, akan sesuai
dengan keadaan topographi setempat dengan memperhatikan standar bangunan atas yang akan
ditentukan oleh Pemberi Tugas.

E - 39
USULAN TEKNIS

4. Untuk konstruksi bangunan atas akan digunakan standard Bina Marga yang ditentukan oleh Direktorat
Bina Teknik cq. Sub Direktorat Teknik Jembatan dan Bangunan Pelengkap, sehingga dalam hal ini
Konsultan tidak menghitung konstruksi bangunan atas.

5. Untuk konstruksi bangunan atas ada beberapa alternatif antara lain : jembatan beton prategang dengan
Gelagar I dengan lantai beton komposit atau Gelagar Boks menerus dengan pelaksanaan kantilever.
Penentuan jenis bangunan atas akan dikoordinasikan dengan Pemberi Tugas.

Kriteria Perencanaan

Dalam perencanaan teknis jembatan, pihak konsultan perencana menggunakan beberapa kriteria sebagai
berikut:

1. Konstruksi bangunan atas yang dipergunakan adalah jembatan beton pratekan tipe gelagar I dengan
lantai beton komposit.

2. Beban tetap adalah berat sendiri bangunan atas jembatan dan berat konstruksi pangkal (abutment) atau
pilar termasuk pondasinya. Berat jenis yang dipakai dalam menentukan beban tetap adalah:

Baja = 7.850,00kg/m3

Beton bertulang = 2.500,00kg/m3

Pasangan batukali = 2.000,00kg/m3

Kayu kelas II = 900,00kg/m3

Beton cyclop = 2.200,00kg/m3

Perkerasan Aspal = 2.200,00kg/m3

Tanah timbunan jalan terdekat = 1.800,00kg/m3

3. Beban hidup adalah beban/muatan yang bergerak berupa berat kendaraan beserta muatannya dan pejalan
kaki pada bagian trotoar jembatan. Pembebanan muatan hidup diasumsi 100% terhadap standar
pembebanan dari Bina Marga.

a) Muatan garis = 12,0 ton/jalur

b) Muatan merata,

q = 2,2 ton/m’, untuk panjang bentang L < 30,0 m.

q = 2,2 – 1,1 (L – 30,0)/60,0 ton/m’, untuk 30,0 < L < 50,0 m.

q = 1,1 (1 + 30,0/L) ton/m’, untuk L > 60,0 m

E - 40
USULAN TEKNIS

c) Muatan pada trotoar , q = 100,0 kg/m3

d) Lebar per jalur muatan = 2,75 m

4. Beban kejut merupakan gaya tambahan akibat efek kejut dari muatan bergerak.

Koefisien kejut, K = 1 + 20 / ( 50 + L )

L : panjang bentang

Pengaruh faktor kejut dianggap hanya berpengaruh pada muatan garis saja (beban P)

5. Gaya angin dapat diabaikan mengingat kondisi dan dimensi konstruksi jembatan tidak banyak menerima
tekanan angin.

6. Gaya tekanan aliran air adalah hasil perkalian tekanan air dengan luas bidang pengaruh pada suatu pilar.

AH = kair x V

Dimana : AH : tekanan aliran air

V : kecepatan aliran air

K : koefisien aliran yang tergantung bentuk pilar sebagai berikut:

bentuk persegi k = 0,075

bentuk bersudut < 30,0 k = 0,025

bentuk bundar k = 0,035

7. Gaya gesekan merupakan gaya akibat gesekan pada tumpuan yang terjadi karena adanya pemuaian
dan penyusutan. Gaya gesekan hanya ditinjau akibat beban mati saja dan besarnya koefisien gesekan
diasumsi 0,15 sesuai dengan kondisi perletakan bangunan atas pada konstruksi pangkal/pilar.

8. Gaya rem merupakan gaya sekunder yang arah kerjanya searah memanjang jembatan. Besarnya
gaya akibat rem diperhitungkan sebesar 5% dari muatan hidup (D) tanpa kejut. Letak titik tangkap
gaya rem dianggap berada setinggi 1,80 meter dari permukaan lantai kendaraan.

9. Besarnya koefisien gempa disesuaikan dengan Petunjuk Perencanaan Tahan Gempa untuk Jembatan
Jalan Raya. Gaya gempa hanya berlaku untuk jembatan permanen, dengan syarat-syarat:

 bangunan atas tidak monolit dengan bangunan bawah

 tinggi pilar kurang dari 30,0 meter

 pilar terbuat dari struktur beton bertulang atau baja

E - 41
USULAN TEKNIS

Struktur jembatan akan memenuhi ke-3 persyaratan di atas. Gaya horisontal dianggap sebagai gaya
yang mempunyai dua arah horisontal (searah dan tegak lurus dari jembatan). Gaya gempa dihitung
dengan rumus:

G = Kh x M

Dimana :

G : gaya gempa pada suatu bagian struktur yang ditinjau (kg)

Kh : koefisien gempa horisontal

M : berat bagian struktur yang didukung oleh bagian struktur yang ditinjau

Pada perencanaan struktur atau bagian struktur, gaya gempa dianggap bekerja pada titik berat
struktur yang ditinjau. Pada perencanaan bangunan bawah, gaya gempa akibat bangunan atas pada
titik berat konstruksi untuk gaya gempa melintang jembatan dan pada tepi bawah perletakan untuk
gaya gempa membujur jembatan. Koefisien gempa dihitung dengan rumus:

Kh = Kr x ft x p x b

Dimana :

Kh : koefisien gempa horisontal

Kr : koefisien respon gabungan yang diperoleh menurut grafik Kr - Tg

ft : faktor ketinggian massa yang ditinjau

p : faktor kepentingan, jembatan penting p = 1,0

b : faktor bahan, beton bertulang b = 1,0

Koefisien respon gabungan diperoleh dari grafik Kr - Tg, waktu getar alami struktur dihitung dengan
rumus:

0 .3 . M p +M a 3
Tg=2 π
√ 3.E. I .g
.h

Dimana : Mp : berat bagian bangunan bawah yang di atas poer (ton)

E - 42
USULAN TEKNIS

Ma : berat bagian bangunan atas yang didukung oleh bangian bangunan bawah
yang ditinjau (ton)

E : modulus elastis bangunan bawah (ton/m2)

I : momen inertia bangunan bawah pada arah yang ditinjau (m 4). Bila
penampang bangunan bawah berubah sesuai tingginya, nilai I diasumsi
nilai rata-ratanya.

g : gravitasi (9,8 m/det)

h : tinggi bangunan bawah (m)

Hubungan Kr dan Tg dipengaruhi oleh keadaan tanah setempat. Keadaan tanah setempat dianggap:

 Tanah lunak, bila kedalaman tanah keras lebih dari 25 m.

 Tanah sedang, bila kedalaman tanah keras antara 3 sampai 25 m.

 Tanah keras, bila kedalaman tanah keras kurang dari 3 m.

Faktor ketinggian massa dihitung dengan rumus:

ft : 1,0 bila tinggi massa kurang dan tidak lebih dari 10,0 m diukur dari
permukaan poer

ft : 1 + (t – 10) / 100 bila tinggi massa lebih dari 10,0 m diukur dari permukaan
poer

t : ketinggian massa diukur dari permukaan poer (m)

Pembagian Kh sepanjang tinggi bangunan bawah dapat dilihat pada gambar berikut.

Lokasi jembatan berada dalam wilayah 3 dan 4 dalam Peta Wilayah Gempa untuk Indonesia. Dalam
perencanaan jembatan ini konsultan akan menggunakan koefisien yang berada dalam wilayah 3
sebagai dasar perencanaan.

E - 43
USULAN TEKNIS

Gambar E.6. Sketsa Distribusi Koefisien Gempa

Koefisien Tekanan Tanah dan Parameter Tanah

Penetapan nilai koefisien tekanan tanah menggunakan rumus Coulomb sebagaimana dapat dilihat pada
gambar sketsa dibawah ini.

Gambar E.7. Sketsa Menentukan Koefisien Tekanan Tanah

E - 44
USULAN TEKNIS

2
Cos (φ '−α )
sin (φ '−δ ). sin(φ '−β ) 2
Ka.p =
Cos 2 α .Cos( α+δ ).[1±
√ Cos(α +δ ).Cos α
]

jika  = 0,  = 0; maka persamaan menjadi:

2
Cos φ '
Sin(φ '−δ ). Sinφ ' 2
Ka.p =
Cos δ . [1±
√ Cos δ
]

2
Cos (φ '−β−θ )
Sin(φ '+δ ). Sin(φ '−α−θ) 2
Ka.peq =
Cos θ . Cos2 β . Cos(δ+β +θ ). [1±
√ Cos (δ+β +θ ). Cos( β−α )
]

jika  = 0,  = 0; maka persamaan menjadi:

2
Cos (φ '−θ)
Sin(φ '+δ ). Sin(φ '−θ) 2
Ka.peq =
Cos θ . Cos(δ+θ ).[1±
√ Cos (δ+θ )
]

Dimana : Q : tan-1 e

e : koefisien gempa tanah

Ka : koefisien tekanan tanah aktif

Kp : koefisien tekanan tanah pasif

Ka eq : koefisien tekanan tanah aktif pada saat terjadi gempa

Kp eq : koefisien tekanan tanah pasif pada saat terjadi gempa

Tanah di belakang pangkal abutment merupakan tanah galian setempat yang ditimbun kembali sesudah
konstruksi pangkal selesai dengan kondisi dipadatkan, jadi parameter tanahnya diasumsi sebagai berikut:

 = 1.800,0 kg/m3

c = 0

 = 25

E - 45
USULAN TEKNIS

Kombinasi Pembebanan

Kombinasi pembebanan yang akan diterapkan adalah sebagai berikut:

1. Kombinasi (I)

M + H + K + Ta + Tu, dengan koefisien 1,0

2. Kombinasi (II)

M + Ta + F + Ah + A + SR + Tm, dengan koefisien 1,25

3. Kombinasi (III)

M + H + K + Ta + R + F + Tu + A + SR + Tm + S, dengan koefisien 1,4

4. Kombinasi (IV)

M + Tag + G + F + Ahg +Tu, dengan koefisien 1,5

5. Kombinasi (I)

M + PI, dengan koefisien 1,3

6. Kombinasi (VI)

M + H + K + Ta + S + Tb, dengan koefisien 1,5

Dimana : M : muatan mati

H : muatan hidup

K : kejut

Tag : tekanan tanah akibat gempa

Ta : tekanan tanah aktif

Tb : gaya tumbuk

Tu : gaya angkat

Tm : gaya akibat perubahan temperatur

A : muatan angin

R : gaya rem

F : gaya gesek

Ah : aliran arus air sungai dan hanyutan

E - 46
USULAN TEKNIS

Ahg : aliran arus air sungai dan hanyutan waktu gempa

G : gaya akibat gempa

S : Gaya sentrifugal

PI : Gaya pada waktu pelaksanaan

SR : Gaya akibat susut rangkak

Angka Keamanan

Dalam analisa stabilitas bangunan, ditetapkan angka keamanan untuk guling, 1,5 dan untuk geser 1,25.

Tipe Struktur Bawah Jembatan

1. Tipe Kepala / Pilar Jembatan (Abutment/Pier)

Beberapa tipe kepala jembatan – pilar yang akan mendapat perhatian pemanfaatan adalah sebagai berikut
:

a) Kepala Jembatan-Pilar Berbentuk Block/Gravitasi

Biasanya penggunaan kepala jembatan berbentuk block/gravitasi diterapkan jika tinggi konstruksi
pangkal tidak lebih dari 3,00 meter. Tipe pangkal ini bisa memanfaatkan jenis konstruksi pasangan
batu kali atau beton dengan tulangan praktis. Dalam pertimbangan kekuatan dan keawetan terhadap
beban permanen, beban hidup dan gempa, maka perencanaan lebih condong mengunakan jenis
konstruksi beton dengan tulangan praktis.

b) Kepala Jembatan–Pilar Berbentuk Kantilever

Pangkal-pilar dengan tinggi lebih dari 3.00 meter lazimnya menggunakan bentuk kantilever dengan
pertimbangan akan lebih ekonomis dan pemenuhan tuntutan kebutuhan teknis agar dapat
mengurangi berat sendiri pangkal yang akan dibebankan ke bagian pondasi. Pangkal-pilar berbentuk
kantilever biasa-nya menggunakan jenis konstruksi beton bertulang

c) Kepala Jembatan-Pilar Berbentuk Portal

Kadang kala pada suatu lokasi jembatan, pangkal–pilar berbentuk block maupun yang berbentuk
kantilever tidak dapat diterapkan, mengingat kondisi lapisan tanah yang kurang mendukung
sehingga perlu adanya pengurangan berat sendiri konstruksi kepala jembatan–pilar atau karena
muka air tanah tinggi serta debit airnya besar yang mana akan menyulitjkan dalam pelak-sanaan
phisik serta butuh biaya besar, misalnya butuh konstruksi Cofferdam, maka pilihan akan jatuh pada

E - 47
USULAN TEKNIS

kepala jembatan-pilar berbentuk portal. Tipe ini umumnya menggunakan jenis konstruksi beton
bertulang atau profil baja. Namun demikian setelah diadakan evaluasi dan pengamatan teknis tipe
portal tidak dimanfaatkan, karena kondisi lapangan yang ada tidak membutuhkan. Tingginya
konstruksi kepala jembatan-pilar tentunya sangat tergantung dari bentuk palung sungai dan jarak
elevasi muka jembatan terhadap elevasi palung sungai.

2. Tipe Pondasi Jembatan

Ada beberapa tipe pondasi yang akan mendapat perhatian pertimbangan penggunaannya, yaitu:

a) Pondasi Telapak / Langsung

Pondasi telapak dipergunakan jika lapisan tanah keras (lapisan tanah yang dianggap laik mendukung
beban) terletak tidak jauh (dalam) dari permukaan tanah. Dalam perencanaan jembatan pada sungai
yang masih aktif, pondasi telapak tidak dianjurkan mengingat untuk menjaga kemungkinan
terjadinya pergeseran akibat gerusan.

b) Pondasi Sumuran

Jika lapisan tanah pendukung beban berada tidak jauh di bawah dasar sungai, pemilihan pondasi
sumuran cukup tepat. Namun demikian panjang/tinggi pondasi sumuran hendaknya dibatasi tidak
lebih dari 8,0 m demi menjaga ketelitian kerja dan juga kemudahan kerja.

c) Pondasi Strauze Pile

Jika lapisan tanah pendukung beban merupakan lapisan tidak keras atau lapisan keras berada agak
dalam namun daya lekatnya tinggi maka pemilihan penggunaan pondasi Strauze Pile layak
dipertimbangkan. Berdasarkan pertimbangan segi praktis dan kemudahan pelaksanaan biasanya
Strauze Pile tidak lebih dari 10,0 m.

d) Pondasi Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang akan menjadi pilihan jika lapisan tanah pendukung beban berada jauh dari
dasar sungai dan biasanya lebih dari 8,0 m dan gaya horisontal yang bekerja cukup besar.

e) Pondasi Bore Pile

Jika lapisan tanah keras berada pada dasar sungai atau dasar sungai terdiri dari lapisan keras yang
sulit digali, maka pondasi bore pile akan menjadi alternatif yang tepat. Umumnya dasar pondasi bore
pile diletakkan tidak kurang 3,0 m di bawah dasar sungai.

Metoda Desain Bangunan Bawah Jembatan

E - 48
USULAN TEKNIS

Sebelum sampai pada tahap perhitungan, akan ditetapkan terlebih dahulu sistem struktural dengan metoda
perencanaannya. Seperti diketahui pada konstruksi yang sejenis, namun berbeda sistem struktural serta
metoda perencanaannya, maka cara perhitungannya akan berbeda dan menghasilkan dimensi konstruksi yang
berbeda pula. Metoda Perencanaan Konstruksi Kepala Jembatan-Pilar (Abutment-Pier) akan mengikuti
prosedur sebagai berikut:

1. Pada awalnya adalah menetapkan panjang dan jumlah bentang bangunan atas serta jenis konstruksinya
karena dalam pekerjaan Desain Kepala Jembatan-Pilar Jembatan ini adalah desain konstruksi kepala
jembatan-pilar yang menjadi tempat duduknya bangunan atas. Jika panjang atau jumlah serta jenis
konstruksi bangunan atas telah ditetapkan, maka selanjutnya adalah menentukan konstruksi pangkal-
pilar beserta pondasinya.

2. Bila tinggi konstruksi kepala jembatan (abutment) yang dibutuhkan tidak lebih dari 4,0 m maka akan
memakai konstruksi beton tipe blok/gravitasi. Konstruksi berbentuk blok/gravitasi ini cukup sederhana
perhitungannya dimana cukup diperhitungkan stabilitas terhadap geser, guling dan kebutuhan stabilitas
pondasi-nya. Tipe blok dengan jenis konstruksi pasangan batu kali hanya dapat digunakan pondasi
langsung dan sumuran saja. Seandainya dibutuhkan pondasi tiang pancang, hendaknya menggunakan
jenis konstruksi beton dengan penulangan praktis saja. Jadi jenis konstruksi beton dapat menggunakan
pondasi langsung, sumuran, tiang pancang dan lain-lain. Usahakan tipe blok ini tidak ada bagian yang
perlu ditinjau khusus kekuatannya.

3. Bila tinggi konstruksi kepala jembatan (abutment) yang dibutuhkan lebih dari 4,0 m maka akan
menggunakan tipe bentuk kantilever dengan jenis konstruksi beton bertulang. Selain tinjauan stabilitas
geser, guling dan kebutuhan pondasinya, penampang beton juga akan dianalisis terhadap dimensi
penampang beton itu sendiri dan penulangannya.

4. Dasar poer pilar selalu berada dalam lapisan tanah dan berbentuk kantilever. Tubuh/dinding pilar akan
dibuat berbentuk portal berupa dua kolom dan apabila aliran sungai sering membawa material batu,
maka tubuh pilar dibuat berbentuk dinding penuh.

E.8. Gambar Perencanaan Akhir

Pembuatan gambar rencana selengkapnya, dilakukan setelah Draft Design mendapat persetujuan dari
pemberi tugas dengan mencantumkan koreksi-koreksi dan saran-saran yang diberikan oleh pemberi tugas.
Final Design digambar di atas kertas Standard Sheet.

Gambar perencanaan akhir tersebut akan diplot dalam kertas A3 yang selengkapnya terdiri dari :

1. Umum (General)

 Sampul.

 Lembar Pengesahan.

E - 49
USULAN TEKNIS

 Daftar Isi.

 Legenda, symbol dan singkatan.

 Peta Lokasi Pekerjaan.

 Peta Sumber Material.

 Rekapitulasi Daftar Kuantitas.

9. Situasi dan Potongan Memanjang.

 Skala horizontal 1:1000 dan Vertikal 1:100, Maksimum 350 m per lembar

 Dilengkapi dengan detail situasi yang ada, letak dan tanda patok beton, letak dan ukuran
jembatan/gorong-gorong, tanda-tanda lalu lintas, dan lain-lain.

10. Potongan Melintang

 Skala horizontal 1:100 dan Vertikal 1:100

 Untuk kondisi lurus interval dibuat per 50 m dan kondisi tikungan interval dibuat per 25 m

11. Struktur

 Detail Pondasi

 Detail Bangunan Bawah Jembatan

 Detail Bangunan Atas Jembatan

12. Gambar Standar

 Rambu – Rambu Lalu Lintas

 Marka Jalan

 Patok Kilometer, Patok Pengarah, Rel Pengaman.

 Saluran Samping

 Gorong – Gorong

 Dinding Penahan Tanah

 Diagram super elevasi

E.9. Perkiraan Biaya Konstruksi

Lingkup pekerjaan untuk tahapan pekerjaan ini adalah sebagai berikut :

E - 50
USULAN TEKNIS

1. Perhitungan kuantitas pekerjaan berdasarkan mata pembayaran standar yang dikeluarkan oleh Dirjen
Bina Marga.

13. Analisa Harga Dasar Satuan Bahan dengan mempertimbangkan jarak lokasi pekerjaan dengan lokasi
Quarry

14. Analisa Harga Satuan Pekerjaan.

15. Perhitungan Perkiraan Biaya Pekerjaan Fisik

E - 51
USULAN TEKNIS

E - 52

Anda mungkin juga menyukai