Anda di halaman 1dari 23

Usulan Teknis

E.
URAIAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI

T
erdapat beberapa pendekatan yang dipergunakan dalam proses penyusunan
“PEMBUATAN RDTR KAWASAN STRATEGIS BINUANG BARU” yang salah satu
diantaranya pendekatan masalah yang merupakan suatu cara untuk memahami
permasalahan sesuai dengan konsep-konsep kebijakan dan norma-norma yang ada/berkembang
sehingga dapat dilakukan pemecahan masalah dengan benar/optimal. Permasalahan yang muncul
dalam pekerjaan ini seperti yang sudah tertulis dalam Kerangka Acuan Kerja akan dibuatkan
solusinya dengan memahami permasalahan tersebut dari sisi teoritis, kebijakan-kebijakan yang
ada maupun pengalaman yang pernah/sering terjadi. Pendekatan ini juga merupakan pemahaman
terhadap pekerjaan sesuai dengan yang terdapat dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK), sehingga
dapat dilakukan penyelesaian yang tepat sebagaimana diminta dalam ketentuan yang ada dalam
KAK.

E.1 PENDEKATAN
E.1.1 Pendekatan Rasional Menyeluruh

Berkaitan dengan jangka waktu perencanaan selama 20 tahun, maka pendekatan perencanaan
yang digunakan adalah pendekatan rasional menyeluruh. Pendekatan rasional menyeluruh atau
rational comprehensive approach, yang secara konseptual dan analitis mencakup pertimbangan
perencanaan yang luas, dimana dalam pertimbangan luas tersebut tercakup berbagai unsur atau

1
Usulan Teknis

subsistem yang membentuk sistem secara menyeluruh. Meyerson Banfield mengidentifikasi


terdapat 4 ciri utama pendekatan perencanaan rasional menyeluruh, yaitu:

 Dilandasi oleh suatu kebijakan umum yang merumuskan tujuan yang ingin dicapai sebagai
suatu kesatuan yang utuh.

 Didasari oleh seperangkat spesifikasi tujuan yang lengkap, menyeluruh, dan terpadu.

 Peramalan yang tepat serta ditunjang oleh sistem informasi (masukan data) yang lengkap,
andal, dan rinci.

 Peramalan yang diarahkan pada tujuan jangka panjang.

Namun demikian, pendekatan ini ternyata banyak dikritik karena dianggap memiliki kelemahan-
kelemahan seperti produk yang dihasilkan dirasakan kurang memberikan informasi dan arahan
yang relevan bagi stakeholders, cakupan seluruh unsur dirasakan sukar direalisasikan, dukungan
sistem informasi yang lengkap dan andal biasanya membutuhkan dana dan waktu yang cukup
besar, serta umumnya sistem koordinasi kelembagaan belum mapan dalam rangka pelaksanaan
pembangunan dengan pendekatan yang rasional menyeluruh.

E.1.2 Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)

Kata sustainability sangat penting dalam sebuah kerangka pengembangan dan pembangunan.
Kata tersebut merujuk pada abilility of something to be sustained. Pendekatan Sustainability
Development saat ini umum digunakan dalam hal-hal yang terkait dengan kebijakan lingkungan
atau etika bisnis, terutama sejak dipublikasikannya istilah ini dalam dokumen Bruntland Report
oleh World Commission on Environtment and Development (WCED), tahun 1987. Dalam dokumen
tersebut, sustainability development diartikan sebagai:

"development that meets the needs of the present without compromising the ability of future
generations to meet their own needs. In a way that "promote[s] harmony among human beings and
between humanity and nature".

Dalam ekonomi, pengembangan seperti ini mempertahankan atau meningkatkan modal saat ini
untuk menghasilkan pendapatan dan kualitas hidup yang lebih baik. Modal yang dimaksud disini
tidak hanya berupa modal fisik yang bersifat privat, namun juga dapat berupa infrastruktur publik,
sumberdaya alam (SDA), dan sumberdaya manusia (SDM).

Di Indonesia, pembangunan berkelanjutan ini muncul dari pemikiran untuk menanggapi


tantangan global di bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan, melalui pengembangan ketiga
komponen tersebut secara sinergi. Konsep ini memperhatikan kualitas pertumbuhan, bukan

2
Usulan Teknis

hanya kuantitasnya saja. Dengan demikian, secara singkat pembangunan berkelanjutan ini dapat
diartikan sebagai upaya menumbuhkan perekonomian dan pembangunan sosial tanpa
mengganggu kelangsungan lingkungan hidup yang sangat penting artinya bagi generasi saat ini
dan masa mendatang. Oleh karena itu, pembangunan keberlanjutan menempatkan 3 pilar utama
yang satu sama lainnya saling terkait dan mendukung, yaitu: 1) pertumbuhan ekonomi, 2)
pemerataan sosial, dan 3) pelestarian lingkungan hidup.

Dengan didasari oleh pendekatan eksternal, internal, dan sustainability, maka diharapkan
penataan ruang yang akan dilakukan merupakan:

a. Penataan ruang yang berdaya guna dan berhasil guna, artinya penataan ruang yang
mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan fungsi ruang.

b. Penataan ruang yang terpadu, artinya penataan ruang yang dianalisis dan dirumuskan
menjadi satu kesatuan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang yang dilaksanakan oleh
Pemerintah maupun masyarakat.

c. Penataan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang, artinya penataan ruang yang dapat
menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan struktur dan pola
pemanfaatan ruang bagi persebaran penduduk antarwilayah, pertumbuhan dan
perkembangan antarsektor, antardaerah, dan antara sektor dengan daerah.

d. Penataan ruang yang berkelanjutan, artinya penataan ruang yang menjamin kelestarian
kemampuan daya dukung sumberdaya alam.

E.1.3 Pendekatan Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan


sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan menjaga kelestarian hidup pada suatu
wilayah (Dodi,2002). Pengembangan wilayah sangat dibutuhkan untuk mengkaji kondisi sosial,
budaya, ekonomi, politik dan geografis secara terpadu yang berbeda antara satu wilayah dengan
wilayah lainnya. Penerapan konsep pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan potensi,
permasalahan dan kondisi nyata wilayah bersangkutan.

Tujuan pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan sektor dan
wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumber daya yang ada dapat optimal mendukung
peningkatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran program pembangunan
yang diharapkan. Optimalisasi berarti tercapainya tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras
dengan aspek sosial budaya dan lingkungan yang berkelanjutan.

3
Usulan Teknis

Secara khusus perencanaan tata ruang mempunyai tiga tujuan. Pertama, meningkatkan efisiensi
penggunaan ruang sesuai daya dukungnya. Kedua, memberikan kesempatan kepada masing-
masing sektor untuk berpartisipasi dan berkembang secara maksimal tanpa adanya konflik.
Ketiga, meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata (BPPT, 1999).

Konsep pengembangan wilayah berbeda dengan konsep pembangunan sektoral. Pengembangan


wilayah lebih berorientasi pada isu-isu dan permasalahan pokok wilayah yang saling berkaitan,
sedangkan pembangunan sektor berorientasi pada tugas dan fungsi yang bertujuan untuk
mengembangkan aspek atau bidang tertentu, tanpa memperhatikan keterkaitan dengan sektor
lainnya. Meskipun dua konsep itu berbeda dalam prakteknya keduanya saling melengkapi. Artinya
pengembangan wilayah tidak akan terwujud tanpa adanya pengembangan sektoral secara
terintegrasi. Sebaliknya, pembangunan sektoral tanpa berorientasi pada pengembangan wilayah
akan menghasilkan suatu perencanaan sektoral yang tidak optimal dan menciptakan konflik
antarsektor.

E.1.4 Pemahaman Tentang Desa dan Desa Adat

Untuk dapat memahami tentang desa wisata, secara singkat dibawah ini akan diuraikan tentang
pengertian desa sebagaimana yang dipahami baik secara sosiologis maupun antropologis.

1. Batasan Desa

Soemardjan (2001) memahami desa sebagai lembaga sosial (sosial institution) dimana
disana terdapat masyarakat lokal dengan kebudayaan atau suku bangsa yang sama.
Sehingga karena kemajemukan budayanya, maka di tiap-tiap daerah sebuah lembaga yang
dinamakan desa itu sesungguhnya bisa memiliki nama yang berbeda-beda. Misalnya,
nagari, kampung, marga, hutan, banjar, dan sebagainya.

Sejalan dengan Soemardjan, Soekanto (1990) menunjuk ciri desa pada pola kehidupan
masyarakatnya yang, pertama, pola kehidupannya yang relatif masih bersahaja. Dan
kedua, semua kelangsungan kehidupan yang dilaksanakan oleh segenap masyarakat desa
masih berdasar pada kebiasaan yang telah mentradisi; sehingga dinamika perubahan
relatif sulit terjadi.

Dalam tatanan pemahaman sosiologis-antropologis sendiri, sebuah desa seyogyanya


dapat dilihat dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Homogenitas pola pemikiran dan pandangan hidup dimana sandaran pandangan


kehidupan masih lebih banyak berpatokan pada kebiasaan dan tradisi sehingga
dinamika perubahan relatif sulit terjadi.

4
Usulan Teknis

b. Pola ekonomi masih berpatokan pada tujuan pemenuhan kebutuhan pokok


(ekonomi konsumsi), bukan untuk tujuan komersial (ekonomi produksi), yang
membuat inovasi kerja jarang dilaksanakan.

c. Sistem komunikasi yang masih terbatas, yang menyebabkan informasi yang


bersifat isu lebih sering terjadi dibanding informasi yang jelas sumber
penyampainya.

d. Sistem kekerabatan yang masih kuat, yang membuat pendekatan-pendekatan


yang bersifat informal dalam menjamin komunikasi lebih efektif disbanding
pendekatan-pendekatan yang bersifat formal.

e. Stratifikasi sosial yang relatif kaku dengan pola kepemimpinan yang lebih bersifat
pathernalistik dimana peran pemimpin masyarakat baik formal maupun informal
seperti pamong, kaum alim ulama, dan lain sebagainya berperan penting dalam
pengambilan keputusan yang membuat suara pemimpin tadi akan menjadi suara
masyarakat secara keseluruhan. (adaptasi dari Soekanto: 1990 & Soemardjan:
2001)

Ciri-ciri tersebut diatas tentunya tidak bersifat kaku namun bersifat dinamis, dan malah
perlu dikritisi dikarenakan adanya faktor lain yang berperan penting, diantaranya:

a. Tingkat pendidikan yang kian meningkat dari masyarakat pedesaan

b. Arus informasi yang kian mudah di dapat oleh masyarakat pedesaan

c. Faktor kian membaiknya sarana aksesibilitas penghubung antara desa dan kota
yang membuat dinamika komunikasi yang kian mudah dilakukan antara
masyarakat kota dengan masyarakat pedesaan

d. Adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi lingkungan hidup masyarakat


pedesaan menyebabkan terjadinya perubahan dinamika hidup di masyarakat,
misalnya, misalnya perubahan cara pandang masyarakat pedesaan dalam
memandang uang selaku tolok ukur kekayaan yang hal ini menjadi salah satu
penyebab terjadinya arus urbanisasi (Suwanto: 2010). Meskipun tentu saja secara
umum ciri-ciri umum diatas masih dapat ditemukan, dimana ke-kental-an ciri diatas
tentunya berpengaruh pada karakteristik desa dimaksud. Dinamika ciri desa ini
selanjutnya menumbuhkan pembedaan karakteristik desa wisata menjadi tiga
desa, yakni:

1) Desa Kota (Rural Urban atau biasa di sebut Rurban atau Desa Rurban)

5
Usulan Teknis

2) Desa biasa (Rural)

3) Desa Terpencil (Traditional Rural)

2. Batasan Desa Adat

Jika merujuk pada batasan teoritis diatas, maka semestinya sebuah desa adalah suatu
kondisi yang khas dari suatu masyarakat yang menempati wilayah tertentu. Dimana
kekhasan ini bersifat lokal, dalam arti kekhasan dimaksud semestinya tidak ditemui di
tempat-tempat lainnya. Dengan adanya kekhasan ini, sehingga satu desa dengan desa
lainnya akan memiliki identitas yang saling berlainan. Dengan kata lain sangat tidak
mungkin untuk melakukan tindakan men-generalisasi bagi semua lembaga desa ini.

Semakin keragaman kebiasaan hidup di suatu daerah yang dinamakan desa tadi, maka
identitas kedesaan desa tersebut semakin luntur. Sebaliknya, kian kebiasaan hidup di
daerah yang dinamakan desa tadi tampak seragam, maka identitas kedesaan desa
tersebut kian kuat. Dan keragaman dan keseragaman kebiasaan hidup itu sendiri sangat
dipengaruhi oleh intensitas komunikasi antara masyarakat setempat dengan budaya luar.

Keterkaitan dengan pengaruh budaya luar tadi, selanjutnya memunculkan apa yang
disebut dengan Desa Adat; atau sering pula disebut sebagai desa budaya atau kampung
adat atau kampung budaya. Desa adat ini terutama dicirikan oleh diberlakukannya nilai-
nilai hidup yang telah menjadi tradisi masyarakat setempat, dimana jika dicari dalam
kehidupan masyarakat lain nilai-nilai tersebut boleh dikata sukar dan atau tak lagi dapat
ditemukan. Kenyataan ini selanjutnya, menjadikan secara konseptual tujuan utama
dibentuknya desa adat adalah demi pelestarian suatu adat kebiasaan dan nilai-nilai tradisi
yang hampir punah dalam suatu masyarakat tententu.

Namun demikian, desa adat sendiri semestinya tidak melulu dipahami hanya berupa desa
dengan nilai-nilai tradisi yang hendak dilestarikan dari suatu budaya masyarakat tertentu;
namun juga kehidupan tertentu yang memiliki keterkaitan dengan kepentingan tertentu.
Sebagai contoh tentang kearifan kehidupan yang khas dari sebuah komunitas masyarakat
yang hidup dipinggiran hutan yang bertujuan demi kelestarian hutan dimaksud; terlepas
apakah hutan tersebut memang memiliki keterikatan kosmologis dengan masyarakat tadi
atau hanya selaku berdasar kearifan ekologis dari masyarakat tadi demi lestarinya hutan
dimaksud.

Yang mesti dipahami adalah, karena desa adat ini melaksanakan nilai-nilai tradisi
pribadinya, maka sangat dimungkinkan jika dalam pelaksanaan tata aturan kehidupan

6
Usulan Teknis

masyarakat dan pemerintahannya desa adat akan memiliki aturan-aturan tertentu yang
boleh dikata akan diterapkan secara kaku kepada siapapun tanpa pandang bulu. Dan
pelaksanaan aturan ini mestinya akan membedakan desa adat dengan desa lain pada
umumnya.

Desa adat sendiri semestinya tidak melulu dapat secara langsung dimasukkan kepada
desa wisata karena ada beberapa prayarat tertentu yang mesti dipenuhi sebelum desa
adat tadi dapat menjadi desa wisata, misalkan saja telah terdefinikannya aktifitas yang
jelas yang dapat dilakukan oleh wisatawan ketika mereka mengunjungi desa adat
dimaksud. Tanpa terpenuhinya prasarat tadi, desa adat tersebut belum dapat dikatakan
dan dijadikan selaku desa wisata. Kekhasan kehidupan yang ada desa adat itu sendiri
kiranya baru sebatas selaku daya tarik wisata saja. (Di sarikan dari Suwanto: 2012).

E.1.5 Batasan Desa Wisata

Desa wisata sendiri, menurut Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor:
PM.26/UM.001/MK-P/2010, didefinisikan sebagai suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi
dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu
dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.

Dalam panduan pelaksanaan Pariwisata Inti Rakyat (PIR), seperti dikemukakan dalam Mulyadin &
Priasukmana (2001), Desa Wisata diartikan sebagai suatu kawasan pedesaan yang menawarkan
keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi,
sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang
desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi
untuk dikembangkan-nya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya: atraksi, akomodasi,
makanan-minuman, dan kebutuhan wisata lainnya.

Sadat (2011), mendefinisikan Desa Wisata sebagai Pariwisata yang di motori oleh masyarakat
pedesaan dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat itu sendiri, dimana obyek
wisatanya adalah desa dengan segala potensi yang dimilikinya dengan masyarakat selaku
pemrakarsa utama.

Dari pemahaman diatas, dapat diketahui bahwa ciri desa wisata adalah sebagai berikut:

a. Desa wisata merupakan suatu keterpaduan aktivitas

b. Daya tarik utama dari desa wisata adalah kehidupan masyarakat desa

c. Masyarakat mesti menjadi pemrakarsa dan pelaku utama desa wisata

7
Usulan Teknis

d. Tujuan dari pembangunan desa wisata adalah untuk meningkatkan kesejahteraan


masyarakat desa itu sendiri

Terkait dengan kedudukan masyarakat sebagai pelaku dan tujuan pembangunan desa wisata
selaku katalisator peningkat kesejahteraan, perlu dipahami bilamana untuk kasus di Indonesia, hal
tersebut dapat menjadi salah satu pembeda antara desa wisata (rural tourism) dengan wisata
pedesaan (rural tour). Hal ini perlu dikemukakan, karena seringkali terjadi kasus bilamana individu
atau organisasi/perusahaan tertentu membuka sebuah obyek wisata dan atau menjual aktivitas
wisata dengan latar kehidupan pedesaan selaku daya tarik wisatanya. Dengan kata lain, mereka
mengatasnamakan obyek yang dikelolanya selaku desa wisata, selain aktivitasnya yang juga
dinamakan selaku wisata desa.

Terkait kondisi diatas, terdapat beberapa perbedaan lain yang mencirikan antara desa wisata
dengan wisata pedesaan sebagaimana dapat dilihat dibawah:

Tabel E.1 Perbedaan Antara Desa Wisata dan Wisata Pedesaan

No Keterangan Desa Wisata Wisata Pedesaan


1 Pelaku Utama Masyarakat setempat Pribadi/Organisasi/Perusahaan
Selaku pelaku selain
2 Fungsi masyarakat Selaku termanfaat
selaku termanpaat
Keuntungan
3 Tujuan Kesejahteraan masyarakat
pribadi/organisasi/perusahaan
Bersumber dari
Terbentuk secara hukum
4 Sistem pengelolaan kemampuan keberdayaan
dalam bentuk perusahaan
masyarakat
Segala hal yang
bersumber dari riil Berwujud obyek wisata
Daya tarik dan aktivitas
5 kehidupan masyarakat regular dengan ciri aktivitas
utama
setempat (budaya & wisata yang bersifat artifisial
lingkungannya)
Sumber: Suwanto, 2012

Adapun tujuan dibangunnya desa wisata adalah sebagai berikut:

a. Mendukung program pemerintah dalam pembangunan kepariwisataan dengan


menyediakan obyek wisata alternatif.

b. Menggali segenap potensi desa untuk pembangunan masyarakat sekitar desa wisata.

c. Memperluas lapangan kerja dan lapangan berusaha bagi penduduk desa demi mendorong
meningkatkan pemerataan ekonomi masyarakat.

8
Usulan Teknis

d. Mendorong terjadinya hubungan komunikasi antara masyarakat pedesaan dengan kota.

e. Menekan arus urbanisasi

f. Memperkokoh persatuan bangsa (Mulyadin & Priasukmana 2001)

E.2 METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN


Metodologi merupakan bagian epistemologi yang mengkaji perihal urutan langkah-langkah yang
ditempuh agar pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri Ilmiah. Metodologi juga dapat
dipandang sebagai bagian dari logika yang mengkaji kaidah penalaran yang tepat. Jika kita
membicarakan metodologi maka hal yang tak kalah pentingnya adalah asumsi-asumsi yang
melatarbelakangi berbagai metode yang dipergunakan dalam aktivitas ilmiah.

Dalam kegiatan Pembuatan RDTR Kawasan Strategis Binuang Baru, perlu disusun langkah-langkah
yang tersistematis agar mendapatkan hasil sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan.

Metodologi yang digunakan dalam proses Pembuatan RDTR Kawasan Strategis Binuang Baru
tentunya disesuaikan dengan ruang lingkup dan output yang telah ditetapkan di dalam Kerangka
Acuan Kerja, tetapi tetap mengikuti ketentuan yang diatur dalam peraturan serta pedoman yang
berlaku.

Metodologi Pembuatan RDTR Kawasan Strategis Binuang Baru adalah sebagai Berikut:

1. Melakukan persiapan kegiatan antara lain meliputi:

a. menyiapkan kajian awal data sekunder, minimal mencakup kajian terhadap RTRW
kabupaten, RDTR, RPJPD, RPJMD, kebijakan nasional dan ketentuan sektoral terkait
pemanfaatan ruang.

b. melakukan penetapan awal delineasi.

c. melakukan persiapan teknis pelaksanaan, yang meliputi penyimpulan data awal,


penyiapan metodologi pendekatan pelaksanaaan pekerjaan, penyiapan rencana kerja
rinci, dan penyiapan perangkat survey serta mobilisasi peralatan dan personil yang
dibutuhkan.

2. Melakukan pengumpulan data dan informasi meliputi:

a. Data primer terdiri atas aspirasi masyarakat serta kondisi dan jenis guna lahan atau
bangunan, intensitas ruang, serta konflikkonflik pemanfaatan ruang (jika ada) maupun
infrastruktur perkotaan, kondisi fisik dan sosial ekonomi;

9
Usulan Teknis

b. Data sekunder yang terdiri atas peta dasar dan peta tematik serta data dan informasi lain
sebagaimana tercantum dalam Permen Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No.16 tahun
2018 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan PZ Kabupaten/Kota, serta data sekunder
lainnya yang diperlukan.

c. Peta dasar rupa bumi dan peta tematik yang dibutuhkan, penguasaan lahan, penggunaan
lahan, peta peruntukan ruang, pada skala atau tingkat ketelitian minimal 1 : 5.000.

d. Peta Dasar yang digunakan harus ada Rekomendasi dari Badan Informasi Geospasial (BIG)
dan Instansi Pemerintah terkait.

e. Peta Tematik yang dibutuhkan pada skala peta minimal 1 : 5.000 ;

f. Peta Citra Satelit

3. Melakukan pengumpulan data yang sesuai dengan Data Base Penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) sesuai standar dari Kementrian ATR berupa peta dan data-data sekunder
maupun primer untuk memudahkan dalam proses integrasi di GISTARU yang terdiri dari :

a. Data Dasar (Batas Administrasi),

b. Kependudukan,

c. Ekonomi

d. Fisik dasar dan Lingkungan

e. Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Ruang

f. Sarana dan Prasarana

g. Kebijakan sektoral dan spasial

4. Melakukan pengolahan dan analisis data, antara lain:

a. Analisis Evaluasi RDTR Kecamatan Binuang dengan Permen Agraria dan Tata
Ruang/Kepala BPN No.16 tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan PZ
Kabupaten/Kota dan Peraturan Menteri ATR / BPN No 14 Tahun 2020 Tentang Pedoman
Penyusunan Basis Data Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten Dan Kota,
Serta Peta Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota;

b. Analisis untuk penyusunan RDTR

1) analisis struktur internal;

2) analisis sistem penggunaan lahan;

3) analisis kedudukan dan peran dalam wilayah yang lebih luas;

10
Usulan Teknis

4) analisis sumber daya alam dan fisik atau lingkungan;

5) analisis sosial budaya;

6) analisis kependudukan;

7) analisis ekonomi dan sektor unggulan;

8) analisis transportasi atau pergerakan;

9) analisis sumber daya buatan;

10) analisis kondisi lingkungaan binaan;

11) analisis kelembagaan; dan

12) analisis pembiayaan pembangunan.

c. Analisis untuk peyusunan PZ

1) analisis karakteristik peruntukan, zona dan sub zona berdasarkan kondisi yang
diharapkan (berdasarkan nilai sejarah, lokasi, kerentanan dan risiko bencana, persepsi
maupun preferensi pemangku kepentingan);

2) analisis jenis dan karakteristik kegiatan yang saat ini berkembang dan mungkin akan
berkembang di masa mendatang;

3) analisis kesesuaian kegiatan terhadap peruntukan/zona/sub zona (karakteristik


kegiatan, fasilitas penunjang dll);

4) analisis dampak kegiatan terhadap jenis peruntukan/zona/sub zona;

5) analisis pertumbuhan dan pertambahan penduduk pada suatu zona;

6) analisis gap antara kualitas peruntukan/zona/sub zona yang diharapkan dengan


kondisi yang terjadi di lapangan (peruntukan saat ini, perizinan yang sudah
dikeluarkan; status guna lahan, konflik pemanfaatan ruang);

7) analisis karakteristik spesifik lokasi (obyek strategis nasional/provinsi, ruang dalam


bumi);

8) analisis ketentuan, standar setiap sektor terkait; dan

9) analisis kewenangan dalam perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian


pemanfaatan ruang.

5. Merumuskan konsep muatan RDTR dan disertai pembahasan antar sektor yang meliputi
alternatif konsep rencana, pemilihan konsep rencana, perumusan rencana terpilih menjadi

11
Usulan Teknis

muatan RDTR dan disertai pembahasan antar sektor terkait yang dituangkan dalam Berita
Acara.

6. Merumuskan konsep PZ yang berisi :

a. Penentuan deliniasi blok peruntukan

b. perumusan aturan dasar, yang memuat:

1) ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;

2) ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;

3) ketentuan tata bangunan;

4) ketentuan prasarana minimal;

5) ketentuan khusus;

6) standar teknis;

7) ketentuan pelaksanaan meliputi:

 ketentuan variansi pemanfaatan ruang;

 ketentuan insentif dan disinsentif; dan

c. ketentuan penggunaan lahan yang tidak sesuai (nonconforming situation) dengan


peraturan zonasi;

7. Menyelenggarakan FGD 2 (kali) kali bersama Pemerintah Daerah, dengan target group
stakeholder terkait dalam rangka membahas :

Penetapan dan penyepakatan deliniasi kawasan perencanaan RDTR oleh Dinas terkait

a. Hasil kesepakatan dituangkan dalam berita acara dan peta deliniasi yang diparaf oleh
perwakilan setiap instansi yang hadir.

b. Perumusan Konsep Perencanaan dan Tujuan Penataan Ruang BWP.

c. Perumusan Rencana Struktur Ruang, Rencana Pola Ruang, dan

d. Penetapan Sub BWP yang Diprioritaskan Penanganannya.

e. Perumusan Peraturan Zonasi.

f. Perumusan Ketentuan Pemanfaatan ruang/ Indikasi Program.

8. Membuat laporan keseluruhan proses kegiatan dan produk-produk yang dalam bentuk sistem
pelaporan yang meliputi laporan pendahuluan, laporan antara, dan laporan akhir serta
laporan-laporan lainnya antara lain laporan pembahasan/diskusi/FGD.

12
Usulan Teknis

E.3 METODE ANALISIS PEKERJAAN


E.3.1 Analisis Daya Dukung Fisik dan Lingkungan
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana daya dukung fisik dan lingkungan pada
wilayah kajian, yang meliputi wilayah potensi pengembangan, wilayah kendala dan wilayah
limitasi. Analisis terhadap kondisi fisik kawasan merupakan salah satu faktor yan penting dalam
mendukung pengembangan suatu kawasan. Kondisi fisik dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian,
yaitu:

 Fisik dengan limitasi pengembangan; suatu kondisi fisik yang tidak dapat dikembangkan untuk
suatu kegiatan.

 Fisik dengan kendala pengembangan; suatu kondisi fisik yang dapat dikembangkan untuk
suatu kegiatan akan tetapi terdapat berbaai kendala.

 Fisik dengan kemungkinan pengembanan; suatu kondisi fisik yang dapat dikembangkan untuk
suatu kegiatan tanpa ada kendala.

Untuk mendapatkan kondisi fisik di atas, maka analisis yang perlu dilakukan adalah analisis
superimpose (overlay) dari beberapa kondisi fisik, yaitu:

 Kondisi topografi

 Kondisi geologi

 Kondisi hidrologi

 Kondisi hidrogeologi

 Kondisi jenis tanah

 Dan lain-lain.

Dalam analisis tiap kondisi fisik ini juga diperlukan kriteria-kriteria serta berbagai pertimbangan
untuk mendapatkan hasil kondisi fisik yang sebenarnya. Faktor yang penting dalam analisis
kondisi fisik ini adalah untuk mendapatkan daerah rawan bencana (tanah longsor, gempa bumi,
banjir dll). Dengan diketahui daerah rawan bencana tersebut maka dapat diantisipasi
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.

13
Usulan Teknis

Gambar E.1 Proses Analisis Daya Dukung dan Kesesuaian Lahan


TOPOGRAFI
GEOLOGI
ANALISIS
HIDROLOGI SUPERIMPOSE
(OVERLAY)
HIDROGEOLOGI

JENIS TANAH

LIMITASI KENDALA KEMUNGKINAN


PENGEMBANAN PENGEMBANAN PENGEMBANAN

WILAYAH
WILAYAH POTENSIAL
PERLINDUNGAN PENGEMBANGAN

KRITERIA KRITERIA KEGIATAN


ANALISIS
KESEUAIAN LAHAN FUNGSIONAL KAB.
WILAYAH
- Iklim - Permukiman perkotaan
- Vegetasi - Permukiman Pedesaan
- Potensi SDA - Prasarana & Sarana
- dll WILAYAH WILAYAH - dll
PENGEMBANGAN PENGEMBANGAN
POTENSI KEGIATAN
SUMBERDAYA FUNGSIONAL
ALAM (SDA) KABUPATEN

E.3.2 Analisis Penggunaan Lahan


Analisis ini diperlukan untuk mengetahui pola, luas dan persebaran penggunaan lahan yang ada di
wilayah kajian serta kecendrungan perkembangan penggunaan lahan di masa yang akan datang.
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui pengusaan, peruntukan, pemanfaatan dan
penggunaan lahan/tanah dalam rangka mengendalikan pemanfaatan ruang.

Secara lebih rinci analisis penggunaan lahan dimaksudkan untuk melakukan kajian-kajian
terhadap:

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi pemanfaatan/penggunaan lahan/tanah,


distribusi penggunaan lahan serta interest/kecenderungan swasta dan masyarakat dalam
penguasaan/pemilikan/penggunaan lahan, baik karena pengaruh aspek fisik/lokasi,
ekonomi, harga tanah, aksesibilitas, keunggulan kompetitif, keunggulan komparatif,
keterkaitan sosial maupun aspek lainnya.

2. Bentuk-bentuk penguasaan, pemanfaatan dan penggunaan lahan yang dilakukan


masyarakat dan swasta.

3. Bentuk-bentuk intervensi pemerintah dalam rangka pengendalian pemanfaatan baik


berupa insentive misalnya berupa rangsangan pemerintah kepada swasta untuk
menanamkan modal, maupun bentuk disinsentif misalnya berupa penguasaan/pengaturan

14
Usulan Teknis

yang dilakukan pemerintah antara lain larangan, pengenaan pajak yang tinggi, perijinan
bersyarat, dsb.

Pendekatan proses permodelan pekerjaan ini, salah satu tekniknya menggunakan perangkat
komputer melalui program GIS (Geographic Information System) atau biasa dikenal dengan nama
SIG ( Sistem Informasi Geografis ). Substansi materi GIS yang akan mengawali pekerjaan ini
merupakan salah satu bentuk system informasi yang mengelola data dan menghasilkan informasi
yang beraspek spasial, bergeoferensi dan berbasisi komputer dengan kemampuan memasukan,
menyusun, memanipulasi dan menganalisis data serta menampilkan sebagai suatu informasi.

Setiap feature (titik, garis dan polygon) disimpan dalam angka koordinat X, Y dan untuk konsep
layernya disimpan dalam bentuk coverage. Secara umum dijelaskan sebagai berikut: Setiap layer
pada GIS dalam bentuk coverage terdiri dari feature geografi yang dihubungkan secara topologi
dan berkaitan dengan data atribut, sebagaimana dapat terlihat pada gambar berikut.

Gambar E.2Permodelan Dunia Nyata Dalam Data Spasial GIS

Model data vektor :


Titik, garis, poligon
Hasil dari digitasi, vektorisasi
Layer data

Model data raster :


Pixels
Foto udara, scanned image, citra Integrasi informasi spasial dan
satelit non-spasial (atribut)

Dunia Nyata

E.3.3 Analisis Kependudukan dan Sosial Budaya


Analisis kependudukan bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai aspek-aspek
kependudukan, terutama yang memiliki pengaruh timbal balik dengan perkembangan sosial dan
ekonomi, seperti: kondisi demografi wilayah perencanaan saat ini (laju pertumbuhan, jumlah dan
komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin, tingkat pendidikan, agama, angkatan kerja,
kepadatan penduduk, dependensi rasio dan struktur matapencaharian) dan proyeksi atau
perkiraan kondisinya pada waktu 5 tahun ke depan.

15
Usulan Teknis

Analisis ini diarahkan untuk memperkirakan jumlah dan struktur penduduk (menurut umur, jenis
kelamin, pendidikan, dan mata pencaharian) dikaitkan dengan rencana-rencana yang lain, seperti
rencana pengembangan dan kapasitas/daya tampung suatu kawasan.

Analisis sosial demografi merupakan masukan dalam penyusunan rencana pengembangan sarana
dan prasarana wilayah, rencana penyebaran penduduk, dan rencana struktur dan pola
pemanfaatan ruang.

Perencanaan disusun untuk masa depan, karena itu perlu diketahui keadaan penduduk di masa
depan. Analisa kependudukan merupakan faktor utama untuk mengetahui ciri perkembangan
suatu daerah atau kota. Data penduduk masa lampau sampai tahun terakhir sangat diperlukan
dalam memproyeksikan atau memperkirakan keadaan di masa yang akan datang.

16
Usulan Teknis

Gambar E.3Alur Analisis Demografi

Beberapa teknik analisis yang digunakan untuk menghitung perkembangan penduduk antara lain:

- Analisis digunakan untuk mengetahui jumlah dan tingkat kepadatan


penduduk dikaitkan dengan sumberdaya lahan yang tersedia. Pengukuran kepadatan
dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Kepadatan Penduduk Kasar

Angka kepadatan ini biasanya disebut pula sebagai Kepadatan Penduduk Matriks,
merupakan ratio antara jumlah penduduk persatuan luas wilayah.

2. Kepadatan Penduduk Halus

Kepadatan penduduk halus adalah jumlah penduduk per luas kawasan terbangun.

17
Usulan Teknis

- Komposisi Penduduk

Komposisi penduduk dibedakan menurut umur dan jenis kelamin. Komposisi dimaksud
dibutuhkan dalam perencanaan pengembangan fasilitas pelayanan sosial dan ekonomi.

- Teknik analisis yang digunakan untuk menghitung perkiraan laju


pertumbuhan penduduk.

Perkiraan laju pertumbuhan penduduk diperlukan dalam perencanaan pembangunan daerah,


untuk: (i) memperkirakan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang dibutuhkan
selama kurun waktu pelaksanaan rencana, dan (ii) merubah kecenderungan laju pertumbuhan
penduduk dalam rangka menanggulangi dinamika penduduk yang terlalu pesat. Pertumbuhan
penduduk di suatu daerah dipengaruhi oleh: (1) besarnya kelahiran, (2) besarnya kematian,
dan (3) besarnya migrasi masuk dan migrasi keluar.

Keadaan penduduk pada tahun tertentu dapat dilukiskan sebagai benikut :

Dengan :

Pt = jumlah penduduk pada tahun t

Po = jurnlah penduduk pada tahun dasar

B = jumlah kelahiran

D = Jumlah kematian

Mi = jumlah migrasi masuk

Mo = jumlah migrasi keluar

(B-D) = pertumbuhan penduduk alamiah

(Mi-Mo) = pertumbuhan penduduk migrasi (neto)

Model analisis kependudukan yang dipergunakan sebagai alat bantu dalam pemperkirakan
keadan peduduk pada masa yang akan datang. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui
seberapa besar perkiraan penduduk di masa yang akan datang, yaitu :

1. Metode Bunga Berganda

Pn = P (1+R)n

18
Usulan Teknis

Pn = Jumlah penduduk di daerah yang diselidiki pada tahun n

P = Jumlah penduduk di daerah yang diselidiki pada tahun dasar

R = Tingkat (prosentase) pertambahan penduduk rata-rata setip tahun

(diperoleh dari data masa lalu)

2. Model Analisis regresi linier

Pt = a + bx

Pt = Jumlah penduduk daerah yang diselidiki pada tahun t

X = Nilai yang diambil dari variabel (a,b)

a = P X - P XP

N X - (X)

b = N XP - P XP

N X - (X)

3. Model Analisis Migrasi Penduduk

Ada dua jenis migrasi menurut CSIS (Centre of Strategic and International Studies) yaitu migrasi
selama hidup (Live Time Migration) dan migrasi sementara waktu. Tujan dari analisis ini adalah
untuk mengetahui sejauh mana migrasi penduduk di kawasan, baik yang masuk atau keluar
kawasan. Model analisis ini adalah menggunakan Model Analisis Ravenstein, secara matematis
adalah :

Mij = Pij . f (Zj)


Dij

Mij = Migrasi daerah i ke daerah j

Pij = Penduduk daerah i ke daerah j

19
Usulan Teknis

F (Zj) = Beberapa fungsi Zj, dan Zj ukuran daya tarik daerah

E.3.4 Analisis Sarana dan Prasarana


Analisis sarana dan prasarana dimaksudkan untuk melakukan pengkajian-pengkajian terhadap :

- Kondisi sarana prasarana yang ada (eksisting) yang meliputi antara lain sarana dan prasarana
transportasi, pengairan/irigasi, energi/listrik, telekomunikasi dan pengelolaan lingkungan.

- Kondisi tingkat pelayanan atau pemanfaatan sarana prasarana seperti tersebut di atas dalam
mendukung kegiatan ekonomi dan peningkatan kualitas atau daya dukung lingkungan wilayah
perencanaan.

- Proyeksi kebutuhan sarana dan prasarana, dengan mengacu kepada standar kebutuhan
sarana dan prasarana.

Gambar E.4 Teknik Analisis Sarana dan Prasarana

20
Usulan Teknis

E.3.5 Analisis Struktur Internal BWP


Analisis Kawasan Ibukota Kabupaten Seram Bagian Barat pada wilayah yang lebih luas, dilakukan
untuk memahami kedudukan dan keterkaitan Kawasan Perkotaan Ibukota Kabupaten Seram
Barat dalam sistem regional yang lebih luas dalam aspek sosial, ekonomi, lingkungan, sumber
daya buatan atau sistem prasarana, budaya, pertahanan, dan keamanan. Sistem regional tersebut
berupa sistem kota-kota di Provinsi Kalimantan Selatan, kabupaten atau kota yang berbatasan, di
mana Kawasan Strategis Binuang tersebut dapat berperan dalam perkembangan regional. Oleh
karena itu, dalam analisis regional ini dilakukan analisis pada aspek berikut:

Analisis kedudukan dan keterkaitan sosial-budaya dan demografi Kawasan Ibukota Kabupaten
Seram Bagian Barat pada wilayah yang lebih luas;

1. Analisis kedudukan dan keterkaitan ekonomi pada wilayah yang lebih luas;

2. Analisis kedudukan dan keterkaitan sistem prasarana dengan wilayah yang lebih luas. Sistem
prasarana yang diperhatikan dalam analisis ini adalah sistem prasarana wilayah;

3. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek lingkungan (pengelolaan fisik dan SDA) Kecamatan
Biringkanya pada wilayah yang lebih luas;

4. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek pertahanan dan keamanan; dan

5. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek pendanaan.

Keluaran dari analisis regional, meliputi:

1. Gambaran pola ruang dan sistem jaringan prasarana Kawasan Ibukota Kabupaten Seram
Bagian Barat yang berhubungan dengan wilayah lain yang berbatasan;

2. Gambaran fungsi dan peran kawasan pada wilayah yang lebih luas (kabupaten/kota
berdekatan secara sistemik);

3. Gambaran potensi dan permasalahan pembangunan akan penataan ruang pada wilayah yang
lebih luas terkait dengan kedudukan dan hubungan dengan wilayah yang lebih luas; dan

4. Gambaran peluang dan tantangan pembangunan Kecamatan Biringkanya dalam wilayah yang
lebih luas yang ditunjukkan oleh sektor unggulan.

Keluaran analisis regional digunakan sebagai pertimbangan dalam Penyusunan Materi Teknis
RDTR yang meliputi:

21
Usulan Teknis

1. Penetapan fungsi dan peran kawasan dalam wilayah yang lebih luas yang akan mempengaruhi
pada pembentukan jaringan prasarana terutama lintas sub wilayah/lintas kawasan atau yang
mengemban fungsi layanan dengan skala yang lebih luas dari wilayah kawasan; dan

2. Pembentukan pola ruang kawasan yang serasi dengan kawasan berdekatan terutama pada
wilayah perbatasan agar terjadi sinkronisasi dan harmonisasi dalam pemanfaatan ruang dalam
rangka perwujudan tujuan penataan ruang.

Berikut ini rincian dari analisis wilayah yang lebih luas dan metode analisisnya:

1. Analisis kedudukan dan keterkaitan sosial-budaya dan Kawasan pada wilayah yang lebih luas;

Analisis ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi karakteristik sosial-budaya masyarakat


Kawasan dalam kaitannya dengan karakteristik sosial-budaya di Kabupaten Tapin dan Provinsi
Sulawesi Selatan. Selain itu, analisis ini juga identifikasi dari sisi demografi dikaitkan dengan
karakteristik demografi di wilayah kecamatan lain di Kabupaten Tapin. Pada analisis ini
diperbandingkan jumlah penduduk antar kecamatan di Kabupaten Tapin baik dari sisi
kuantitas maupun kualitas (IPM).

2. Analisis kedudukan dan keterkaitan ekonomi kawasan pada wilayah yang lebih luas;

Analisis ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi struktur ekonomi kawasan dalam
kaitannya dengan struktur ekonomi di Kabupaten Tapin. Pada analisis ini mengidentifikasi
kedudukan struktur ekonomi kawasan dari sisi ekonomi makro pada wilayah Kabupaten
Tapin. Pada analisis ini diperbandingkan kinerja dan struktur ekonomi makro kawasan dengan
kecamatan. Indikator ekonomi makro utama yang diperbandingkan dalam analisis ini adalah
PDRB, selain itu juga indikator lain seperti tabel I-O, kinerja investasi, potensi investasi, kinerja
ekspor-impor dan indikator ekonomi makro lainnya.

3. Analisis kedudukan dan keterkaitan sistem prasarana kawasan dengan wilayah yang lebih
luas.

Analisis ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi sistem prasarana kawasan dalam kaitannya
dengan sistem prasarana wilayah di Kabupaten Tapin. Pada analisis ini mengidentifikasi
kondisi eksisting sistem prasarana wilayah dan rencana sistem prasarana yang sudah
ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Tapin, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan
maupun oleh Pemerintah Pusat. Sistem prasarana yang dikaji adalah prasarana transportasi,
energi/listrik, telekomunkasi, limbah, persampahan, sumber daya air (drainase, air minum),
jalur evakuasi dan ruang evakuasi bencana, serta prasarana lainnya.

4. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek lingkungan (pengelolaan fisik dan SDA) kawasan
pada wilayah yang lebih luas;

22
Usulan Teknis

Analisis ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi kondisi fisik-lingkungan dan sumber daya
alam kawasan dalam kaitannya dengan wilayah kecamatan lain di Kabupaten Seram Bagian
Barat. Pada analisis ini mengidentifikasi kondisi eksisting fisik-lingkungan dan sumber daya
alam dan kebijakan-kebijakan pengelolaan lingkungan dalam kerangka wilayah. Analisis ini
mengulas arti penting lingkungan dan pengelolaan lingkungan di kawasan dalam menjaga
keseimbangan dan kelestarian lingkungan pada wilayah yang lebih luas.

5. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek pendanaan kawasan.

Analisis ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi kondisi dan potensi pendanaan yang
dimiliki kawasan dalam kaitannya dengan wilayah di Kabupaten tapin. Pada analisis ini
mengidentifikasi kedudukan struktur APBD kawasan pada konteks wilayah kabupaten.

23

Anda mungkin juga menyukai