Al Baqarah 168
Apa saja faktor yang mempengaruhi kerja obat?
Apa makna Ny. Rani kemudian dibawa anaknya kembali ke dokter OZ. Saat
dilakukan pemeriksaan tekanan darah, didapatkan hasil 90/60 mmHg?
Bagaimana farmakodinamis kerja obat pada kasus?
Bagaimana bioavaiabilitas obat berdasarkan pemberiannya?
1. Pemberian obat oral paling umum dilakukan karena mudah, aman dan murah.
Absorpsi obat melalui saluran cerna pada umumnya terjadi secara difusi pasif,
karena itu absorpsi mudah terjadi bila obat dalam bentuk non ion dan mudah larut
dalam lemak. Absorpsi obat di usus halus selalu jauh lebih cepat dibandingkan di
lambung karena permukaan epitel usus halus jauh lebih luas dibandingkan dengan
epitel lambung.
2. Sublingual, absorpsi terjadi di mukosa mulut dan rektum walaupun permukaan
absorpsinya tidak terlalu luas. Obat terhindar dari metabolisme lintas pertama di
hati karena aliran darah dari mulut tidak melalui hati melainkan langsung ke V.
Kava superior
3. Pemberian per rektal, diperlukan penderita yang muntah muntah, tidak sadar, dan
pascabedah. Metabolisme lintas pertama di hati lebih sedikit dibandingkan dengan
pemberian per oral karena hanya sekitar 50% obat yang diabsorpsi dari rektum
akan melalui sirkulasi portal. Namun banyak obat
10
mengiritasi mukosa rektum dan absorpsi disana sering tidak lengkap dan tidak
teratur.
4. Pemberian obat secara suntikan (parenteral), (1) efeknya timbul lebih cepat dan
teratur dibandingkan dengan pemberian per oral, (2) dapat diberikan pada penderita
yang tidak kooperatif k, tidak sadar atau muntah-muntah, (3) sangat berguna
dalam
5. keadaan darurat.Pemberian intravena (IV) tidak mengalami tahan absorpsi, maka
kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat, tepat, dan dapat diseuaikan
langsung dengan respons penderita.
6. Suntikan subkutan (SK) hanya boleh digunakan untuk obat yang tidak
menyebabkan iritasi jaringan. Absorpsi terjadi secara lambat dan konstan sehingga
efeknya bertahan lama.
7. Suntikan Intramuskular (IM), kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan
dan kelengkapan absorpsi.
8. Suntikan Intrarekta, yakni suntikan langsung kedalam ruang subarachnoid
spinal, dilakukan bila diinginkan efek obat yang cepat dan setempat pada selaput
otak atau sumbu serebrospinal, seperti pada anastesa spinal atau pengobatan infeksi
SSP yang akut.
9. Suntikan intraperitoneal tidak dilakukan pada manusia karena berbahaya infeksi
dan adesi terlalu besar.
(Farmakologi UI,edisi 4)