TINJAUAN PUSTAKA
5
kebingungan (4,5%), mati rasa unilateral (2,3%), perubahan kepribadian (1,6%),
diplopia (0,3%) dan gejala lainnya (24,2%), seperti anosmia, apraksia,
keterlambatan kognitif, mengantuk, disfagia, halusinasi, kehilangan ingatan, mual
dan muntah, nyeri, dan leher kaku.11
Sakit kepala yang terkait dengan tumor secara klasik dianggap sebagai sakit
kepala yang memberat, memburuk di pagi hari, dan disertai dengan mual dan
muntah. Namun, pasien dengan tumor otak lebih sering melaporkan sakit kepala
tipe bifrontal. Selain itu, sakit kepala kronis yang persisten disertai mual, muntah,
kejang, perubahan pola sakit kepala, gejala neurologis, atau memburuk dengan
perubahan posisi harus dicurigai sebagai gejala tumor otak dan segera dilakukan
evaluasi untuk menegakkan diagnosis. Disfungsi kognitif (misalnya bahasa,
perhatian, fungsi eksekutif) sering terjadi pada orang dengan tumor otak dan dapat
disebabkan oleh tumor, epilepsi terkait tumor, pengobatan, tekanan psikologis, atau
kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Gejala neurologis umum dapat berkembang
menjadi ensefalopati dan demensia, yang mungkin merupakan gejala yang
muncul.13,14,15
Ketika pasien dicurigai menderita tumor otak, funduskopi dan pemeriksaan
neurologis yang lengkap harus dilakukan sebagai data tambahan pada riwayat
penyakit dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan ini harus mencakup penilaian status
mental, saraf kranial, dan fungsi motorik, sensorik, dan serebelar.16
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi lesi primer susunan saraf pusat dilakukan berdasarkan derajat
keganasan (grading). WHO derajat I untuk tumor dengan potensi proliferasi rendah,
kurabilitas pasca reseksi cukup baik. WHO derajat II untuk tumor bersifat infiltratif,
aktivitas mitosis rendah, namun sering timbul rekurensi. Jenis tertentu cenderung
untuk bersifat progresif ke arah derajat keganasan yang lebih tinggi. Pada WHO
derajat III didapatkan gambaran aktivitas mitosis jelas, kemampuan infiltrasi tinggi,
dan terdapat anaplasia. Sementara, pada WHO derajat IV terlihat mitosis aktif,
6
cenderung nekrosis, pada umumnya berhubungan dengan progresivitas penyakit yang
cepat pada pra/ pascaoperasi.18
7
Diffuse midline glioma 9385/3 Tumors of the
H3 K27M mutant * pineal region:
Oligodendroglioma, IDH
mutant and 1p / 19q 9450/3 Pineocytoma 9361/1
codeleted
Pineal
parenchymal
Oligodendroglioma,
9450/3 tumor of 9362/3
NOS
intermediate
differentiation
Anaplastic
oligodendroglioma, IDH
9451/3 Pineoblastoma 9362/3
mutant and 1p / 19q
codeleted
Anaplastic
Papillary tumor of
oligodendroglioma, 9451/3 9395/3
the pineal region
NOS
Embryonal
Oligoastrocytoma, NOS 9382/3
tumors:
Medulloblastoma,
Anaplastic
9382/3 Genitcally
oligoastrocytoma, NOS
defined
Medulloblastoma,
Other astrocytic tumors: 9475/3*
WNT activated
Medulloblastoma,
Pilocytic astrocytoma 9421/1 SHH activated 9476/3*
and TP53 mutant
Medulloblastoma,
SHH activated
Pilomyxoid astrocytoma 9425/3 9471/3*
and TP53
wildtype
Medulloblastoma,
Subependymal giant
9384/1 non WNT / non 9477/3*
cell astrocytoma
SHH
Pleomorphic Medulloblastoma,
9424/3
xanthoastrocytoma group 3
anaplastic pleomorphic Medulloblastoma,
9424/3
xanthoastrocytoma group 4
Medulloblastoma,
Ependymal tumors: histologically
defined
Medulloblastoma,
Subependymoma 9383/1 9470/3
classic
Medulloblastoma,
Myxopapillary
9394/1 desmoplastic / 9471/3
ependymoma
nodular
Medulloblastoma
Ependymoma 9391/3 9471/3
with extensive
8
nodularity
Medulloblastoma,
Papillary ependymoma 9393/3 large cell / 9474/3
anaplastic
Medulloblastoma,
Clear cell ependymoma 9391/3 9470/3
NOS
Embryonal tumor
with multilayered
Tanycytic ependymoma 9391/3 9478/3*
rosettes, C19MC
altered
Embryonal tumor
Ependymoma, RELA 9396/3
with multilayered 9478/3
fusion positive *
rosettes, NOS
Anaplastic Medulloepithelio
9392/3 9501/3
ependymoma ma
CNS
Other gliomas: 9500/3
neuroblastoma
CNS
Chordoid glioma of the
9444/1 ganglioneuroblas 9490/3
third ventricle
toma
CNS embryonal
Angiocentric glioma 9431/1 9473/3
tumor, NOS
Atypical teratoid
astroblastoma 9430/3 9508/3
rhabdoid tumor
CNS embryonal
Choroid plexus tumors: tumor with 9508/3
rhabdoid features
Tumors of the
Choroid plexus cranial and
9390/0
papilloma paraspinal
nerves:
Atypical choroid plexus
9390/1 Schwannoma 9560/0
papilloma
Choroid plexus Cellular
9390/3 9560/0
carcinoma schwannoma
Plexiform
9560/0
schwannoma
2.1.3 Diagnosis
A. Diagnosis Radiologis
Neuroimaging adalah sarana yang penting untuk menemukan lokasi lesi dan
dapat menentukan diagnosa dan karakter keganasan dari tumor. Radiografi cranium
dapat menunjukkan adanya kelainan di sella turcica, menunjukkan adanya tumor
pituitari atau erosi tulang seperti yang terdapat pada pasien dengan meningioma,
9
serta klasifikasi astrocytoma, oligodendroglioma, atau low grade meningioma.
Angiografi serebral membantu membedakan tumor dari malformasi vaskular atau
aneurisma, dan dapat juga menunjukkan feeding arteri dari tumor, yang dapat
membantu dalam tatalaksana pembedahan. 16,18
CT scan dan MRI otak dengan kontras saat ini menjadi sarana pencitraan
yang paling banyak digunakan. Scan MRI otak menjadi sarana pencitraan pilihan
untuk tumor otak. Scan MRI Ini memungkinkan untuk melihat tumor melalui
bidang aksial, koronal, dan sagital, sehingga memberikan gambaran tiga dimensi
dari tumor dan keterkaitannya dengan struktur sekitarnya. Scan MRI memiliki
resolusi kontras jaringan yang lebih besar daripada CT Scan dan memungkinkan
untuk melihat tidak hanya lesi yang sangat kecil, tetapi juga lesi di temporal, di
lobus frontal inferior atau fossa posterior, dan di dasar tengkorak. Zat paramagnetik
asam gadolinium-diethylenetriamine pentaacetic membantu untuk menentukan lesi
intrakranial, untuk membedakan neoplasma dari lesi lain, dan untuk
mengidentifikasi bahkan perubahan minimal dari gambaran tumor selama
perawatan. Scan MRI dengan gadolinium juga berguna dalam mendiagnosis
metastasis leptomeningeal. 16,18
Positron Emission Tomography (PET) dan Single Positron Emission
Computed Tomography (SPECT) kurang bermanfaat dalam diagnosis, tetapi kedua
pemindaian ini dapat membantu membedakan nekrosis tumor dengan nekrosis yang
diinduksi radiasi. Pemeriksaan lainnya yaitu pemeriksaan MR spektroskopi masih
dalam tahap penelitian, namun pemeriksaan MR spektroskopi memiliki potensi
untuk menjadi sarana diagnostik non-invasif yang baik untuk membedakan low
grade glioma dan anaplastik glioma. 16,18
B. Diagnosis Patologis
Tumor otak primer diklasifikasikan secara histologis berdasarkan klasifikasi
dari World Health Organization (WHO). Tumor otak primer yang paling sering
adalah glioma, yang diklasifikasikan berdasarkan jenis sel sebagai tumor astrositik,
tumor oligodendroglial, atau glioma campuran. Tingkat keganasan didasarkan pada
10
seluleritas, adanya mitosis, proliferasi endotel vaskular, dan nekrosis. Untuk
penilaian yang akurat, ahli patologi perlu mengetahui apakah pasien mendapatkan
radioterapi atau kemoterapi sebelumnya, karena nekrosis jaringan yang tampak
pada pemeriksaan dapat disebabkan oleh radioterapi dan kemoterapi dan
menyerupai nekrosis yang disebebkan oleh beberapa tumor ganas, terutama
glioblastoma multiforme. Beberapa skema klasifikasi telah dikembangkan untuk
menilai glioma ganas. 16,18
Gambaran histologis merupakan penentu penting dari prognosis. Daumas-
Duport et al menentukan bahwa lamanya kelangsungan hidup pasca operasi
berbanding terbalik dengan jumlah gambaran histologis dari tingkat keganasan,
seperti nukleus atypic, mitosis, proliferasi endotel vaskular, dan nekrosis yang
ditemukan pada tumor. Dari sudut pandang praktis, sistem penilaian dengan grading
cocok untuk tumor pada pasien dewasa karena tumor anaplastik low grade (grade
II) cenderung berkarakter lebih agresif dan perlu diperlakukan sebagai tumor
anaplastik daripada sebagai low grade tumor. Glioma yang terjadi sebelum usia 10
tahun dan setelah usia 45 tahun memiliki kecenderungan lebih besar untuk tidak
berdiferensiasi dan dikaitkan dengan karakter yang lebih agresif dan kelangsungan
hidup pasca operasi yang lebih rendah. Oligodendroglioma dan oligoastrositoma
campuran memiliki prognosis yang lebih baik. Penentuan pola proliferasi sel tumor,
menggunakan penentuan indeks mitosis dengan bromodeoxyuridine (BUdR) atau
antigen nuklir Ki-67 atau sitometri aliran, sedang diselidiki sebagai cara untuk
menentukan prognosis. Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian telah berfokus
pada mendefinisikan perubahan genetik dan interaksi antara gen tumorsuppressor,
onkogen dan produknya, faktor pertumbuhan, dan sistem enzim.16,18
11
serebrospinal. Hal tersebut baik lokasi tumor, ukuran, derajat maupun obstruksi LCS
akan menyebabkan perubahan pada aktivitas elektrik otak.18
Abnormalitas EEG pada tumor otak bergantung pada derajat keganasan
tumor. Perubahan EEG terutama berasal dari gangguan yang terbatas pada parenkim
otak. Secara teori, pada tumor otak derajat I dan II atau low grade tumor adalah tumor
yang tumbuh lambat sehingga abnormalitas EEG yang muncul lebih banyak teradi
akibat perubahan metabolisme pada jaringan sekitar tumor, berupa perubahan pH,
perubahan morfologi, perubahan asam amino serta perubahan ion pada area
peritumoral yang mengakibatkan iritasi pada jaringan otak, sehingga perubahan EEG
yang lebih banyak ditemukan pada low grade tumor adalah aktifitas epileptiform.
Sedangakan pada high grade tumor yaitu tumor derajat III dan IV yang merupakan
tumor yang tumbuh cepat, abnormalitas EEG biasanya ditemukan lebih menyeluruh
dan lebih kompleks berupa gelombang lambat dengan amplitudo yang lebih tinggi
dibandingkan low grade tumor, perlambatan latar belakang dan juga dapat disertai
dengan aktifitas epileptiform. Meski demikian, kejang lebih sering terjadi pada low
grade tumor dibandingkan pada high grade tumor, belum diketahui alasan pasti
mengapa demikian, namun perubahan metabolisme peri tumoral pada low grade
tumor dan harapan hidup yang rendah pada high grade tumor yang menyebabkan
penderita biasnya tidak bertahan hidup cukup lama untuk mendapatkan kejang.18
12
maupun general, dan dapat berbeda berdasarkan jenis tumor, lokasi, waktu dan tahap
pertumbuhan tumor tersebut. 18,19
13
Gambar 1. FIRDA pada pasien dengan glioma subkortikal menujukkan high voltage,
bisynchronous, and well formed delta waves.
14
Gambar 2. EEG menunjukkan pola slow alpha activity pada pasien berusia 46 tahun
dengan glioma, area yang ditandai menunjukkan disturbed alpha rhythms.
15
Gambar 3. EEG menunjukkan pola slow beta activity pada pasien berusia 56 tahun
dengan tumor parenkim. Area yang ditandai menunjukkan abnormal beta rhythms
16
Gambar 4. EEG menunjukkan left temporal PLEDs plus pada pasien berusia 51
dengan gliomas menunjukkan rhythmic ictal discharge
Gambar 5. EEG menujukkan right central spike-and-slow wave IEDs dan focal
slowing pada pasien dengan tumor frontal kanan dan partial seizures
17
Gambar 6. EEG menunjukkan aktivitas TIRDA pada pasien berusia 46 tahun dengan
glioblastoma. Area yang ditandai menunjukkan abnormal delta rhythms
F. Kejang
Kejang dijumpai pada 50% pasien dengan tumor otak. Dua puluh hingga
empat puluh persen pasien mengalami kejang pada saat tumor didiagnosis, dan 20-
45% dari pasien yang awalnya tidak datang dengan kejang akhirnya terdiagnosis
tumor atak. Kejang serngnya terjadi pada pasien dengan tumor yang bersifat intra-
aksial atau infiltratif, seperti astrositoma, dan ekstraaxial atau distorsi, seperti
meningioma. Tumor yang terletak di daerah limbik, terutama lobus temporal, dan di
motorik primer atau sekunder atau korteks sensorik, dianggap sebagai epileptogenik.
Semiologi kejang yang paling umum adalah parsial sederhana, diikuti oleh parsial
kompleks meskipun kejang spesifik tergantung pada lokasi epileptogen. Sekitar
setengah dari pasien juga mengalami kejang umum sekunder. Kejang terkait tumor
juga terjadi lebih sering pada pasien berusia lebih muda dibandingkan pada pasien
yang lebih tua.18,19
18
2.1.5 Gambaran EEG Pada Beberapa Jenis Tumor Otak
1. Meningioma
Sebagai tumor ekstra-aksial, meningioma menekan otak tetapi tidak
menyebabkan banyak kerusakan pada jaringan otak. Sehingga, meningioma fossa
anterior atau medial, jarang menyebabkan perubahan pada gambaran EEG. Kecuali
pada meningioma berukuran besar, mungkin menyebabkan perubahan EEG akibat
konveksitas yang ditimbulkan. Perubhan pada gambaran EEG yang dapat dilihat
umumnya berupa perlambatan fokal, FIRDA, atau asimetris gelombang beta.
Aktifitas epileptiform terdapat pada sebagian kecil pasien, meski angka kejadian
kejang pada meningioma cukup besar.18
2. Glioma
Glioma berasal dari tiga jenis sel glial di otak yaitu astrosit, oligodendrosit
dan sel ependymal. Glioma tumbuh lambat seperti oligodendroglioma dan fibrillary
astrositoma (kecuali tumor pada struktur dalam) sering kali bisa dibedakan dari tumor
yang tumbuh lebih cepat seperti astrocytoma anaplastik dan glioblastoma multiforme.
Dengan tumor yang lebih jinak dan relatif terbatas, kelainan cenderung terlokalisasi
dan lebih sering berupa irama theta. Glioma indolen biasanya menyebabkan kejang,
dan aktivitas epileptiform mungkin muncul sebelum munculnya gambaran
perlambatan secara signifikan diikuti munculnya gelombang delta 2-3 Hz. Namun
kemudian, focal PDA menjadi persisten. Pada tumor yang tumbuh cepat, kelainan
yang muncul relatif lebih menyeluruh dan latar belakang (khususnya irama alfa) lebih
terganggu dan tidak teratur. Glioblastoma menghasilkan kelainan yang paling
menyeluruh, paling lambat (seringkali 1 Hz atau kurang) dan paling sering (100
tumor menyebabkan PDA, dengan perubahan yang nyata pada irama latar belakang,
dan adanya gelombang PDA yang datar (delta lambat amplitudo rendah berkurang)
akibat nekrosis yang disebabkan oleh glioblastoma.18
19
3. Tumor Glioneural
Tumor glioneuronal sangat epileptogenik. Secara elektrografis, glioneural
dapat dikaitkan dengan gambaran aktifitas epileptiform berupa gelombang paku
kontinyu dan spike-burst.18
2. Lobus Temporal
Temporal Glioma pada umumnya paling mudah ditemukan pada gambaran
EEG, yaitu gambaran PDA di lokasi tumor yang ditemukan pada 80% pasien,
Tumor pada lokasi lainnya, misal pada thalamus, juga menyebabkan gelombang
delta pada temporal, meskipun gambaran gelombang delta fokal akan lebih
meyakinkan sebagai petunjuk lokasi tumor bila disertai perlambatan irama latar
belakang.20
20
Bila terdapat tumor pada area ini, irama alfa dapat muncul dan PDA pada
lokasi tumor, sedangkan EEG pada hemisfer kontralateral seringnya normal.
Karena tumor pada lokasi ini sering disertai kejang, maka dapat ditemukan
epileptiform discharges intraiktal. Gambaran ini mirip dengan lesi non-kanker
seperti mesial-temporat sklerosis, terutama bila tumor terletak lebih medial,
seperti ganglioma dan dysembrioplastic neuroepithelial tumor. 20
21
Meningioma oksipital, terutama tentorium, dapat menyebabkan perubahan EEG
fokal. Latar belakang alfa jarang normal dan dapat terganggu baik ipsilateral
maupun bilateral. Epilepsi discharge intraiktal jarang terjadi.22
22
9. Tumor Infratentorial
- Batang otak dan serebelum :
EEG lebih sering abnormal pada anak-anak.
Perlambatan paling sering terjadi posterior dan bilateral.
IRDA dapat diamati, terutama jika terdapat hidrosefalus.
- Cerebellopontine Angel (neuroma akustik) :
EEG biasanya normal, terutama bila ukuran tumor kecil.
Pelambatan biasanya bersifat sementara atau pada temporal oksipital.
Perlambatan sering intermitten dan dapat ipsilateral, bilateral atau dominan
kontralateral.22
23
Gambar 7. Tampak proliferasi sel-sel piloid dengan sitoplasma memanjang. Serat
Rosenthal bersifat asidofilik terlihat di area ini (panah).
24
infiltrat inflamasi perivaskular dan makrofag yang sarat hemosiderin terdeteksi
pada beberapa tumor. Gambaran mitosis yang tersebar dan nekrosis tipe infark
dapat diidentifikasi dalam astrositoma pilositik khas lain. Area dengan pola
pertumbuhan infiltratif luas disertai gambaran ganglion normal yang
menghasilkan tampilan "trapped neuron" dapat dilihat pada beberapa tumor,
infiltrasi ke leptomeninges di atasnya kadang-kadang dapat terlihat.23,24
B. Fibrillary Astrocytoma
Secara morfologis tampak adanya proliferasi "fibrillary astrocytes" dengan
diferensiasi baik dan memanjang, tidak teratur dan tampak adanya inti
hiperkromatik yang memunculkan kontur bersudut dengan banyak bentuk koma
dengan sedikit inti (Gambar 9). Proses sitoplasma tipis berasal dari sitoplasma
25
dan membentuk latar belakan seperti fibrin yang bertautan. Dapat terlihat variasi
morfologis termasuk proliferasi gemistosit dan protoplasma astrosit. Gemistosit
mengandung sitoplasma acidophilic globular dengan membran yang berbeda,
nukleus ireguler eksentrik, dan sitoplasma yang tebal. Protoplasma astrosit di sisi
lain menunjukkan proses sitoplasma multi-polar dan tumbuh di latar belakang
myxoid, membentuk mikrokista. Gambaran anaplasia kurang dan mitosis
umumnya tidak terdeteksi. GFAP positif dipandang sebagai proses
penyeberangan yang serampangan di mana nuklei tumor "telanjang" terjerat, dan
sebagai kepekatan sitoplasma yang padat mengelilingi nuklei. Gemistosit
menunjukkan positif GFAP sitoplasma positif.25,26
26
C. Glioblastoma Multiforme
Tumor ini merupakan yang paling ganas dan tumor otak primer yang paling
sering. Gambaran penting untuk diagnosis GBM adalah proliferasi mikrovaskular
(MVP) dan/atau nekrosis. Proliferasi mikrovaskuler yang tampak sebagai
hipertrofi endotel, hiperplasia endotel dan pembuluh glomeruloid, di mana
terdapat seberkas endotelium yang berlapis-lapis disertai dengan otot-otot polos
dan pericytes (Gambar 10). Sesuai dengan namanya, glioblastoma “multiforme”
ditandai dengan populasi sel heterogen dengan proliferasi sel-sel tumor raksasa
fibrillary, gemistocytic dan tersebar (Gambar 11). Berdasarkan asal sel, GBM
dibagi menjadi tipe primer (tipe II) dan sekunder (tipe I). GBM primer adalah
tumor yang muncul pada pasien usia lanjut, ditandai dengan riwayat penyakit
yang singkat dan muncul de-novo tanpa adanya tumor low grade terdeteksi
sebelumnya. GBM sekunder muncul pada pasien yang lebih muda dengan
riwayat penyakit yang panjang dan biasanya didahului oleh astrositoma low
grade. Prognosis lebih baik untuk tumor sekunder. Akan tetapi GBM primer
ataupun sekunder tidak dapat dibedakan berdasarkan gambaran morfologis.
Namun adanya trombosis pembuluh darah besar dengan area nekrosis yang luas
seperti infark muncul lebih umum pada GBM primer. Secara imunohistokimia
reaktivitas untuk P53, MGMT dan IDH1 lebih sering pada GBM sekunder,
sedangkan hasil positig untuk EGFR lebih banyak pada GBM primer.26
27
Gambar 9. Proliferasi mikrovaskular dengan pola pertumbuhan glomeruloid
Gambar 10. GBM dengan sel besar dengan sitoplasma asidofilik yang melimpah
di sudut kiri atas, dan dengan inklusi intranuklear terlihat pada sel tumor raksasa.
Kanan bawah terdapat sel-sel yang lebih kecil. Terdapat banyak mitosis (panah).
28
Tabel 2. Derajat Keganasan Tumor Otak Menurut WHO (2016)17 :
WHO Grades of Select CNS Tumours
Diffuse astrocytic and Papillary glioneuronal
I
oligodendroglial tumors: tumor
Diffuse astrocytoma, IDH Rosette forming
II I
mutant glioneuronal tumor
Anaplastic astrocytoma,
III Central neurocytoma II
IDH mutant
Glioblastoma, IDH wild Extraventricular
IV II
type neurocytoma
Cerebellar
Glioblastoma IDH mutant IV II
liponeurocytoma
Diffuse midline glioma H3 Tumors of the pineal
IV
K27M mutant region:
Oligodendroglioma, IDH
mutant and 1p / 19q II Pineocytoma I
codeleted
Anaplastic
Pineal parenchymal II
oligodendroglioma, IDH
III tumor of intermediate or
mutant and 1p / 19q
differentiation III
codeleted
Other astrocytic tumors: Pineoblastoma IV
II
Papillary tumor of the
Pilocytic astrocytoma I or
pineal region
III
Subependymal giant cell
I Embryonal tumors:
astrocytoma
Pleomorphic Medulloblastoma (All
II IV
xanthoastrocytoma subtypes)
Embryonal tumor with
anaplastic pleomorphic
III multilayered rosettes, IV
xanthoastrocytoma
C19MC altered
Ependymal tumors: Medulloepithelioma IV
CNS embryonal tumor,
Subependymoma I IV
NOS
Myxopapillary Atypical
I IV
ependymoma teratoid/rhabdoid tumor
CNS embryonal tumor
Ependymoma II IV
with rhabdoid features
II
Ependymoma, RELA Tumors of the cranial
or
fusion positive and paraspinal nerves:
III
Anaplastic ependymoma III Schwannoma I
29
Other gliomas: Neurofibroma I
Angiocentric glioma I Perineurioma I
II,
Malignant peripheral
Chordoid glioma of the III,
II nerve sheath tumor
third ventricle or
(MPNST)
IV
Choroid plexus tumors: Meningiomas:
Choroid plexus papilloma I Meningioma I
Atypical choroid plexus
II Atypical meningioma II
papilloma
Anaplastic (malignant)
Choroid plexus carcinoma III III
meningioma
Mesenchymal,
Neuronal and mixed
nonmeningothelial
neuronal glial tumors:
tumors:
I, II
Dysembryoplastic Solitary fibrous tumor /
I or
neuroepithelial tumor hemangiopericytoma**
III
Gangliocytoma I Hemangioblastoma I
Ganglioglioma I Craniopharyngioma I
Granular cell tumor of
Anaplastic ganglioglioma III I
the sellar region
Dysplastic cerebellar
gangliocytoma (Lhermitte- I Pituicytoma I
Duclos disease)
Desmoplastic infantile
astrocytoma and I Spindle cell oncocytoma I
ganglioglioma
D. Indeks Proliferasi
Meskipun pewarnaan secara konvensional dengan menggunakan
Hematoksilin-eosin penting untuk diagnosis, namun sejak 2 dekade terakhir
neuropatologi sangat terbantu dengan adanya teknologi imunohistokimia. Beberapa
penanda dari imunohistokimia telah ditemukan untuk diagnostik neuro-onkologi,
sejak glial fibrillary acidic protein (GFAP) ditemukan.27
Atrositoma dibedakan ke dalam 4 derajat pada klasifikasi WHO tahun 2000.
Sangat penting untuk dapat membedakan astrositoma grade 2 dengan grade 3 karena
hal ini sangat membedakan tatalaksana dan prognosis dari pasien tersebut. Klasifikasi
dari WHO tersebut didasarkan oleh akitifitas proliferasi dari sel-sel neoplastik yang
30
ditemukan. Berbagai studi telah mendemonstrasikan korelasi positif antara Ki-67
dengan grade dari tumor berdasarkan klasifikasi WHO. Ki-67 sangat berguna dalam
membantu menetukan grading dari astrositoma dan ekspresi dari Ki-67 proporsional
dengan grading WHO. Batas yang digunakan untuk membedakan antara astrositoma
grade 2 dan grade 3 adalah <9% dan >9% (Takei, 2007). Studi lainnya mengatakan
bahwa nilai Ki-67 kurang dari 10% memiliki median angka keselamatan yang lebih
panjang secara sigifikan dibandingkan dengan nilai Ki-67 lebih dari 10%.27
Indeks proliferasi merupakan marker poten yang dapat mengestimasi
pertumbuhan dari neoplasma secara kuantitatif dan sangat berguna untuk menentukan
prognosis pada pasien-pasien dengan neoplasma. Berbagai metode telah digunakan
untuk mengestimasi indeks proliferasi pada tumor susunan saraf pusat dan dari
berbagai metode tersebut, metode yang paling poten adalah dengan Ki-67 labeling
index. Ki-67 terbukti memiliki nilai diagnostik dan prognostik pada tumor-tumor
astrositik.27
Ki-67 adalah antibodi monoklonal IgG1 class yang pertama kali ditemukan
oleh Gerdes et al pada tahun 1983. Ki-67 dapat mengenali antigen inti yang ada pada
sel yang sedang berproliferasi dan tidak ada pada sel yang dorman. Antigen ini
diekspresikan pada seluruh fase dari siklus sel kecuali G0 dan fase awal dari G1. Pada
awalnya Ki-67 memiliki masalah praktis karena hanya dapat digunakan pada jaringan
segar atau jaringan yang telah dibekukan karena fiksasi sangat mengurangi
pewarnaan imunologi. Dengan ditemukannya antibodi MIB-1 yang dapat mengenali
antigen Ki-67 pada jaringan yang difiksasi dengan formalin atau pada jaringan yang
ditanamkan pada farafin sangat meningkatkan nilai deteksi dari antigen Ki-67
tersebut. 28
Ki-67 secara kuantitatif terkait dengan mitotik indeks melalui perbedaan
dari perbedaan waktu siklus sel dan dapat menunjukan perbedaan grading
malignansi pada tumor-tumor astrositik. Oleh karena itu Ki-67 diharapkan dapat
menjadi parameter proliferasi yang penting untuk menentukan faktor-faktor
prognosis lainnya. Ekspresi dari Ki-67dan gen p53 pada pilocytic astrocytoma dan
diffuse astrositoma secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan high grade
31
astrositoma. Namun tidak ada perbedaan ekspresi yang signifikan antara pilocytic
astrositoma dan diffuse astrocytoma. Ki-67 dikatakan merupakan penanda yang
lebih baik untuk membedakan grading astrositoma serta untuk menentukan
outcome pada pasien dibandingkan dengan p53. Relevansi antara prognosis dengan
ekspresi p53 juga masih diperdebatkan. Mutasi pada gen p53 meningkatkan
treshold untuk terjadinya apoptosis pada sel-sel yang mengalami gangguan rantai
DNA sehingga mutasi pada gen ini memberikan dampak hilangnya kemampuan
menginduksi apoptosis.29
Gambar 12. Ki-67 pada (a) grade 1 astrositoma, (b) grade II astrositoma, (c) grade III
astrositoma, dan (d) grade IV astrositoma.29
32
Kerangka Teori
Perubahan morfologi
Perubahan pH
Nekrosis Deposit
Perubahan ion level
fokal Hemosiderin
Perubahan asam
jaringan otak
amino
Perubahan reseptor
NMDA Epileptogenesis
Perubahan mGlur
Perubahan Enzim Perlambatan
Peroksidasi membran fokal, Aktifitas
lipid Perlambatan epileptiform
Immunologi latar
peritumoral belakang,
Komunikasi
Interselular
Plastisitas
Aktifitas Neuron
epileptiform Abnormalitas EEG
33
Kerangka Konsep
Faktor sosiobiologis :
- Usia
- Jenis kelamin
Faktor Tumor :
- Lokasi
- Gejala klinis
- Derajat keganasan
- Gambaran Imaging
Gambaran EEG
34