Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam berdarah dengue adalah demam yang berlangsung
akut menyerang baik orang dewasa maupun anak-anak, tetapi
lebih banyak menimbulkan korban pada anak-anak berusia di
bawah 15 tahun, disertai dengan pendarahan dan dapat
menimbulkan renjatan (syok) yang dapat mengakibatkan kematian
penderita. Anak-anak banyak terserang penyakit demam berdarah
karena sesuai dengan lingkungan mereka sekolah, belajar, dan
bermain, apalagi serangan nyamuk demam berdarah sering dipagi
hari waktu anak-anak beraktivitas. Penyebabnya adalah virus
dengue dan penularannya terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti (Soedarto, 1995).
Indonesia dimasukkan kategori “A” dalam stratifikasi DBD
oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan
tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD,
khususnya pada anak. Data Departemen Kesehatan RI
menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat
peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang
terjangkit penyakit ini (Chen, dkk., 2009).
Pengobatan terhadap virus dengue sampai sekarang
bersifat penunjang agar pasien dapat bertahan hidup. Obat yang
bersifat menyembuhkan belum ditemukan, pengobatan yang
diberikan biasanya bersifat penurun demam dan menghilangkan
rasa sakit pada otot-otot atau sendi-sendi selain harus istirahat
mutlak dan banyak minum, jika suhu tinggi dikompres secara
intensif (Ngastiyah, 1993). Pada DBD, terapi dengan antipiretik
harus diberikan pada pasien dengan hiperpireksia, terutama bagi
yang mempunyai riwayat kejang dan demam. Untuk itu perlu

1
dipertimbangkan pemberian antipiretik yang aman untuk anak.
Dari berbagai standar yang ada, menyebutkan bahwa dalam
tatalaksana DBD pemberian obat antipiretik merupakan pilihan
yang aman dan tepat untuk obat turun panas dan analgesik pada
anak-anak adalah parasetamol (Depkes RI, 2005).
Berdasarkan uraian diatas, demam berdarah merupakan
penyakit yang perlu mendapatkan perhatian khusus, demikian pula
halnya dengan penggunaan obat analgetikuntuk pengobatan
penyakit demam berdarah pada anak. Oleh sebab itu, maka perlu
dilakukannya evaluasi untuk mengetahui kesesuaian pengobatan
berdasarkan standar pengobatan di RSUD Sukoharjo.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Defenisi Demam Berdarah Dengue
2. Bagaimana Etiologi Demam Berdarah Dengue
3. Bagaimana Epidemiologi Demam Berdarah Dengue
4. Bagaimana Cara Penularan Demam Berdarah Dengue
5. Bagaimana Patogenesis Demam Berdarah Dengue
6. Bagaimana Patofisiologi Demam Berdarah Dengue
7. Bagaimana Gejala Utama Demam Berdarah Dengue
8. Bagaimana Pemeriksaan Laboratorium Demam Berdarah
Dengue
9. Bagaimana Diagnosis Demam Berdarah Dengue
10. Bagaimana Diagnosis Banding Demam Berdarah Dengue
11. Bagaimana Penatalaksaan Demam Berdarah Dengue
12. Bagaimana Prognosis Demam Berdarah Dengue
13. Bagaimana Pencegahan Demam Berdarah Dengue
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Defenisi Demam Berdarah Dengue
2. Untuk Mengetahui Etiologi Demam Berdarah Dengue
3. Untuk Mengetahui Epidemiologi Demam Berdarah Dengue
4. Untuk Mengetahui Cara Penularan Demam Berdarah Dengue

2
5. Untuk Mengetahui Patogenesis Demam Berdarah Dengue
6. Untuk Mengetahui Patofisiologi Demam Berdarah Dengue
7. Untuk Mengetahui Gejala Utama Demam Berdarah Dengue
8. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Laboratorium Demam
Berdarah Dengue
9. Untuk Mengetahui Diagnosis Demam Berdarah Dengue
10. Untuk Mengetahui Diagnosis Banding Demam Berdarah
Dengue
11. Untuk Mengetahui Penatalaksaan Demam Berdarah Dengue
12. Untuk Mengetahui Prognosis Demam Berdarah Dengue
13. Untuk Mengetahui Pencegahan Demam Berdarah Dengue

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi
Demam berdarah dengue adalah penyakit yang terdapat
pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot
dan sendi yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama.
B. Etiologi
Virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne
Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus flavivirus,
familio flavivisidae dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN –
1 , DEN – 2 ,DEN – 3, DEN – 4.
Di Indonesia pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak
tahun 1975 di beberapa Rumah Sakit menunjukkan keempat
serotipe di temukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe
DEN – 3 merupakan serotype yang dominan dan diasumsikan
banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.
C. Epidemiologi
Demam berdarah dengue di Indonesia pertama kali dicurigai
terjangkit di Surabaya pada tahun 1968, tetapi kepastian
virologiknya baru diperoleh pada tahun 1970. Demam berdarah
dengue pada orang dewasa dilaporkan pertama kali oleh
Swandana (1970) yang kemudian secara drastis meningkat dan
menyebar ke seluruh Dati I di Indonesia.
Faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran
kasus Demam Berdarah Dengue sangat kompleks, yaitu :
Pertumbuhan penduduk yang tinggi, Urbanisasi yang tidak
terencana dan tidak terkendali, Tidak ada kontrol vektor nyamuk
yang efektif di daerah endemis dan Peningkatan sarana
transportasi. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban
tidak sama di setiap tempat, maka pola terjadinya penyakit agak

4
berbeda untuk setipa tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus
dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus
terbanyak terdapat pada sekitar bulan April–Mei setiap tahun.
D. Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada
penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus dan vektor
perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui
nyamuk Aedes Aegypti, Aedes Albopictus, Aedes Polynesiensis
dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini,
namun merupakan vektor yang kurang berperan. Aedes tersebut
mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di
kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8 – 10 hari (extrinsic
incubation period) sebelum dapat di tularkan kembali pada manusia
pada saat gigitan berikutnya. Sekali virus dapat masuk dan
berkembang biak di dalam tubuh nyamuk tersebut akan dapat
menularkan virus selama hidupnya (infektif).
Ditubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4 – 6
hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.
Penularan dari manusia kepada nyamuk dapat terjadi bila nyamuk
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari
sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.
E. Patogenesis
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
dan infeksi pertama mungkin memberi gejala sebagai demam
dengue. Reaksi yang amat berbeda akan tampak bila seseorang
mendapat infeksi yang berulang dengan tipe virus dengue yang
berlainan.
Hipotesis infeksi sekunder (the secamdary heterologous
infection/ the sequential infection hypothesis) menyatakan bahwa
demam berdarah dengue dapat terjadi bila seseorang setelah

5
terinfeksi dengue pertama kali mendapat infeksi berulang dengue
lainnya. Re – infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi amnestif
antibodi yang akan terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan
proliferasi dan transformasi limsofit dengan menghasilkan titik tinggi
antibodi Ig G antidengue.
Disamping itu replikasi virus dengue terjadi juga dalam
limsofit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus
dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya
virus kompleks antigen – antibody (virus antibody complex) yang
selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen
pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitis dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasing dari ruang intravascular ke ruang
ekstravascular.
F. Patofisiologi
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat
penyakit dan membedakan demam dengue dengan demam
berdarah dengue ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler
karena pelepasan zat anafilaktoksin, histamin dan serothin sert
aktivasi sistim kalikrein yang berakibat ekstravasosi cairan
intravascular. Hal ini mengakibatkan berkurangnya volume plasma,
terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipeproteinemia, efusi dan
syok. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari
saat permulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat syok.
G. Gejala Utama
1. Demam
Demam tinggi yang mendadak, terus-menerus berlangsung
selama 2-7 hari, naik turun (demam bifosik). Kadang-kadang
suhu tubuh sangat tinggi sampai 40⁰C dan dapat terjadi kejan
demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada demam
berdarah dengue. Pada saat fase demam sudah mulai menurun

6
dan pasien seajan sembuh hati-hati karena fase tersebut
sebagai awal kejadian syok, biasanya pada hari ketiga dari
demam.
2. Tanda-Tanda Perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien demam berdarah adalah
vaskulopati, trombosipunio gangguan fungsi trombosit serta
koasulasi intravasculer yang menyeluruh. Jenis perdarahan
terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti retekia,
purpura, ekimosis dan perdarahan conjuctiva. Retekia
merupakan tanda perdarahan yang sering ditemukan. Muncul
pada hari pertama demam tetepai dapat pula dijumpai pada hari
ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epitaxis, perdarahan
gusi, melena dan hematemesis.
3. Hepatomegali
Pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit
bervariasi dari haya sekedar diraba sampai 2-4 cm di bawah
arcus costa kanan. Derajat hepatomegali tidak sejajar dengan
beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hepar
berhubungan dengan adanya perdarahan.
4. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala
klinis menghilang setelah demam turun disertai keluarnya
keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, akral
teraba dingin disertai dengan kongesti kulit. Perubahan ini
memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari
perembasan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara.
Pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi
buruk setelah beberapa hari demam pada saat atau beberapa
saat setelah suhu turun, antara 3 – 7, terdapat tanda kegagalan
sirkulasi, kulit terabab dingin dan lembab terutama pada ujung
jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah,

7
nadi cepat, lemah kecil sampai tidak teraba. Pada saat akan
terjadi syok pasien mengeluh nyeri perut.
H. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
Pada demam berdarah dengue umum dijumpai
trobositopenia (<100.000) dan hemokonsentrasi uji tourniquet
yang positif merupakan pemeriksaan penting. Masa pembekuan
masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya
memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan masa
perdarahan biasanya memanjang. Pada analisis kuantitatif
ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan X. Pada
pemeriksaan kimia darah hipoproteinemia, hiponatremia, dan
hipokloremia.
2. Urine
Ditemukan albuminuria ringan.
3. Sumsum Tulang
Gangguan maturasi.
4. Serologi
a. Uji Serologi Memakai Serum Ganda
Serum yang diambil pada masa akut dan masa
konvalegen menaikkan antibodi antidengue sebanyak
minimal empat kali termasuk dalam uji ini pengikatan
komplemen (PK), uji neutralisasi (NT) dan uji dengue blot.
b. Uji Serologi Memakai Serum Tunggal
Ada tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue uji
dengue yang mengukur antibodi antidengue tanpa
memandang kelas antibodinya uji Ig M antidengue yang
mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas Ig.

8
I. Diagnosis
Diagnosis demam berdarah ditegakkan berdasarkan kriteria
diagnosis menurut WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan
laboratoris.
a. Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung
terus menerus selama 2-7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :
 Uji tourniquet positif
 Retekia, ekomosis, epitaksis, perdarahan gusi.
 Hemetamesis dan atau melena.
3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan
tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab
dan pasien tampak gelisah.
b. Kriteria Laboratoris
1. Trombositopenia (100.000 sel/ mm3 atau kurang)
2. Hemokonsentrasi peningkatan hematoksit 20% atau lebih (1)
Dua kriteria pertama ditambah trombositopemia dan
hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit cukup untuk
menegakkan diagnosis klinis demam berdarah dengue.
Derajat Penyakit (WHO, 1997)
 Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu –
satunya manifestasi ialah uji tourniquet positif.
 Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan
spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
 Derajat III Didapatkan kegagalan sirekulasi, yaitu nadi
cepat dan lambat, tekanan mulut, kulit dingin atau
lembab dan penderita tampak gelisah.
 Derajat IV Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan
darah tidak terukur.

9
J. Diagnosa Banding
1. Demam thyphoid
2. Malaria
3. Morbili
4. Demam Chikungunya
5. Leptospirosis
6. Idiophatic Thrombocytopenia Purpura (ITP)(1,2,4)
K. Penatalaksanaan
Pengobatan demam berdarah dengue bersifat simptomatik
dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena muntah atau
nyeri perut yang berlebihan maka cairan intravenaperlu diberikan.
Medikamentosa yang bersifat simptomatis :
a. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es dikepala,
ketiak,
inguinal.
b. Antipiretik sebaiknya dari asetaminofen, eukinin atau dipiron.
c. Antibiotik diberikan jika ada infeksi sekunder.
Cairan pengganti :
 Larutan fisiologis NaCl
 Larutan Isotonis ringer laktat
 Ringer asetat
 Glukosa 5%
L. Prognosis
Kematian akibat demam berdarah dengue cukup tinggi.
M. Pencegahan
Memutuskan rantai penularan dengan cara :
1. Menggunakan insektisida :
a. Malathion (adultisida) dengan pengasapan
b. Temephos (larvasida) dimasukkan ketempat penampungan
air bersih.

10
2. Tanpa Insektisida :
a. Menguras bak mandi dan tempat penampungan air bersih
minimal 1x seminggu.
b. Menutup tempat penampungan air rapat – rapat.
c. Membersihkan halaman rumah dari kaleng – kaleng bekas,
botol-botol pecah dan benda lain yang memungkinkan
nyamuk bersarang.
N. Gambaran Kasus Demam Berarah Dengue Di Kota Blitar, Jawa
Timur Tahun 2015-2017
1. Distribusi
a. Pola Penyakit Demam Berdarah Dengue Berdasarkan
Orang
Hasil penelitian menunjukkan pada tahun 2015 dan
2017, mayoritas kasus demam berdarah terjadi pada laki-
laki, sedangkan pada tahun 2016 mayoritas kasus terjadi
pada perempuan. Pola sebaran kasus demam berdarah
tahun 2015 hingga tahun 2017, paling banyak diderita oleh
kelompok umur 5-14 tahun. Pola kejadian demam berdarah
dibanding jenis kelamin yang menunjukkan kenaikan setiap
tahunnya adalah pada usia 15- 44 tahun. Pola kejadian
demam berdarah akan menurun pada usia ≥ 45 tahun.
b. Pola Penyakit Demam Berdarah Dengue Berdasarkan
Tempat
Nilai incidence rate di kota Blitar tahun 2015 hingga
tahun 2017 dikategorikan dalam IR yang sangat tinggi. Pada
tahun 2016 terjadi peningkatan jumlah penduduk dan jumlah
kasus demam berdarah, namun pada tahun 2017 terjadi
penurunan kasus demam berdarah pada jumlah penduduk
yang tetap

11
c. Pola Penyakit Demam Berdarah Dengue Berdasarkan
Waktu
Tahun 2015 ditemukan pola kasus DBD tertinggi pada
bulan Februari, terdapat 29 kasus yang ditemukan. Pola
rata-rata curah hujan di kota Blitar adalah termasuk tinggi
yaitu 20 kali dalam 1 bulan. Curah hujan tertinggi di Kota
Blitar terjadi pada bulan Desember yaitu 26 kali dalam 1
bulan, namun pada bulan tersebut tidak ditemukan kasus
demam berdarah.
Tahun 2016 ditemukan pola kasus DBD tertinggi pada
bulan Februari dan Maret, terdapat 47 kasus yang
ditemukan. Pola rata-rata curah hujan di kota Blitar pada
bulan Februari dan Maret adalah termasuk tinggi yaitu 25
dan 23 kali dalam 1 bulan. Pada puncak curah hujan
tertinggi pada bulan Oktober terdapat sedikit kasus daripada
bulan-bulan lainnya.
Tahun 2017 ditemukan pola kasus DBD tertinggi pada
bulan Januari, terdapat 28 kasus yang ditemukan. Pola rata-
rata curah hujan di kota Blitar pada bulan Januari adalah
termasuk sedang yaitu 19 dalam 1 bulan. Pada puncak
curah hujan tertinggi pada bulan Februari terdapat kasus
lebih kecil daripada bulan Januari. Pola yang didapatkan
pada masing-masing tahun adalah bila curah hujan berada
dipuncak, maka angka kasus ditemukan tidak terlalu tinggi
daripada bulan-bulan lainnya yang memiliki curah hujan
yang tinggi namun bukan termasuk puncak curah hujan
tertinggi pada tahun tersebut. Pola waktu angka kejadian
DBD terjadi paling sering pada bulan Januari dan Februari.
Kegiatan PSN telah dilaksanakan pada 21
desa/kelurahan. Jumlah petugas PSN yang terlatih
berjumlah 166 orang. Upaya PSN yang telah dilakukan oleh

12
petugas adalah PJB (Pemberantasan Jentik nyamuk
Berkala), larvasidasi. Angka Bebas Jentik (ABJ) di kota Blitar
setiap tahun masih sangat fluktuatif, tahun 2015 adalah
83%, tahun 2016 adalah 87% dan tahun 2017 adalah 79%.
d. Pola Penyakit Demam Berdarah Dengue Berdasarkan
Jenis Kelamin dan Usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik laki-laki
maupun perempuan pernah menjadi kelompok dengan
jumlah kasus demam berdarah tertinggi pada tahun yang
berbeda. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain
yang menunjukkan bahwa tidak terdapat kerentanan
terhadap serangan DBD berkaitan dengan jenis kelamin
(Meisyaroh M., Askar M., 2013). Penelitian lain yang serupa
juga menyatakan bahwa dalam kelompok jenis kelamin
menyatakan bahwa risiko terkena DBD untuk laki-laki dan
perempuan hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin
(Pangemanan, Kundre, & Lolong, 2016). Penelitian lain
dengan hasil berbeda dilakukan di Banjarmasin menemukan
kasus DBD lebih banyak terjadi pada laki-laki (147 orang)
dibandingkan dengan perempuan (98 orang). Beberapa
perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan
salah satunya adalah faktor mobilitas. Laki-laki pada
dasarnya lebih banyak menghabisakan waktunya di luar
rumah, sehingga risiko untuk tergigit nyamuk semakin besar
(Kasman & Ishak, 2018).
Penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas kasus
demam berdarah terjadi pada kelompok umur 5-14 tahun.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di
Thailand yang menunjukkan mayoritas penderita demam
berdarah terjadi pada kelompok ≤ 15 tahun (Limkittikul, Brett,
& L’Azou, 2014). Awal terjadinya epidemic DBD di

13
Indonesia, mayoritas terjadi pada kelompok umur antara 5–9
tahun. Kelompok berisiko terjangkit DBD pada umur < 12
tahun berisiko 19,06 kali terkena DBD dibandingkan
kelompok umur ≥ 12 tahun. Hal ini disebabkan karena daya
tahan tubuh kelompok umur < 12 tahun yang masih rendah
daripada kelompok umur ≥ 12 tahun. (Faldy, Kaunang, &
Pandelaki, 2015). Hasil penelitian lain yang dilakukan di
Denpasar tahun 2012 juga menunjukkan bahwa usia
merupakan salah satu variabel dominan yang berperan
dalam meningkatkan risiko kejadian DBD (Subagia, Sawitri,
& Wirawan, 2013).
e. Pola Penyakit Demam Berdarah Dengue Berdasarkan
Tempat
Kepadatan penduduk di kota Blitar cenderung tinggi
pada tahun 2015 hingga tahun 2017 yaitu mencapai lebih
dari 4200 jiwa/km2. Incidence rate tidak pernah berada pada
posisi ≤ 20%. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian kasus
DBD di Kota Blitar sangat tinggi. Beberapa faktor yang
memengaruhi terjadinya peningkatan kasus demam
berdarah dijelaskan pada penelitian yang dilakukan di
Surabaya yang menunjukkam bahwa tingginya incidence
rate salah satunya disebabkan oleh lemahnya program
upaya pengendalian DBD (Zumaroh, 2013). Pada penelitian
ini menunjukkan bahwa nilai cakupan ABJ semakin menurun
tiap tahunnya. Hal ini membuktikan bahwa terjadi penurunan
upaya pengendalian DBD.
Kota Blitar merupakan daerah dengan mobilitas
penduduk yang padat dengan populasi orang yang tinggi.
Hal ini menyebabkan populasi nyamuk Aedes aegypti
meningkat. Penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yang
menunjukkan bahwa seseorang yang tinggal di suatu daerah

14
dengan tingkat populasi yang tinggi memiliki risiko 16 kali
tertular DBD (Anggraini, 2016). Semakin banyak jumlah
penduduk disuatu wilayah akan meningkatkan kemungkinan
pajanan pada banyak orang. Jika nyamuk menggigit seorang
penderita dalam kondisi viremia maka nyamuk tersebut akan
terinfeksi. Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh nyamuk
akan berkembang biak dalam 8-10 hari dan nyamuk akan
menularkan ke orang lain. Daerah perkotaan dan perdesaan
pinggir kota merupakan tempat yang padat penduduk
sehingga penularan virus dengue melalui gigitan nyamuk
lebih banyak. Sebagian besar penduduk pada pemukiman
baru mrmiliki karier pembawa virus dengan tipe berbeda.
Intervensi yang efektif untuk mengatasi sebaran DBD ini
adalah dengan pengendalian vektorya. Walaupun penduduk
padat, namun jika vektor sedikit dan tidak infektif tentu
penduduk tidak akan menjadi rentan. (Wowor, 2017).
f. Pola Penyakit Demam Berdarah Dengue Berdasarkan
Waktu
Penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kasus
demam berdarah tidak selalu disertai dengan curah hujan
yang tinggi. Hal ini bertentangan dengan penelitian lain yang
dilakukan di Surabaya yang menunjukkan bahwa curah
hujan berkolerasi positif dengan kejadian demam berdarah
dengue (Rismawati & Nurmala, 2015). Penelitian yang sama
juga menunjukkan bahwa curah hujan ideal berkolerasi
positif lemah terhadap kejadian demam berdarah
(Rasmanto, Sakka, & Ainurrafiq, 2015). Adanya perbedaan
hasil dengan penelitian lain disebabkan oleh beberapa
faktor. Salah satu faktor yang juga berpengaruh terhadap
kejadian demam berdarah adalah faktor lingkungan

15
2. Frekuensi

(Gambar 1. Pola sebaran kasus DBD di Jawa Timur berdasarkan


tempat tahun 2015-2017)
Kasus DBD dipengaruhi oleh jumlah penduduk pada suatu
wilayah yang dicerminkan melalui perhitungan Incidence Rate
(IR). Incidence Rate dari kota Blitar tahun 2016 adalah 189 per
100.000 orang. Nilai IR tersebut termasuk dalam klasifikasi
sangat tinggi (Kemenkes RI, 2016). Faktor lain yang juga
berpengaruh terhadap kejadian demam berdarah dengue

16
adalah faktor perilaku host. Faktor ini dipengaruhi oleh umur
dan tingkat pendidikan host serta faktor geografis dari wilayah
tempat tinggal host. Faktor umur dan tingkat pendidikan host
akan memengaruhi cara pandang dan perilaku host terhadap
kejadian DBD. Faktor geografis berpengaruh pada perkembang
biakan vektor. Kondisi daerah dengan curah hujan ideal berisiko
lebih besar untuk terjadinya wabah demam berdarah. Curah
hujan yang ideal mengakibatkan air menggenang di suatu
media yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk yang
aman dan relatif masih bersih (misalnya cekungan di pagar
bambu, pepohonan, kaleng bekas, ban bekas, atap atau talang
rumah) (Al-dubai, Ganasegeran, Alwan, Alshagga, & Saif-ali,
2013.
Banyak faktor yang mempengaruhi kasus demam berdarah
yang bila tanpa penanganan yang tepat akan mengakibatkan
kematian. Berbagai upaya pengendalian prevalensi kasus DBD
khususnya pada daerah dengan transmisi yang tinggi atau
persisten, sangat diperlukan. Daerah yang memiliki transmisi
tinggi adalah kota/kabupaten dengan IR yang cenderung tinggi
sehingga membutuhkan pengendalian penyakit yang teliti dan
cepat (Qi et al., 2015).
Salah satu pengendalian DBD yang dilakukan di Indonesia
dan dapat dilakukan oleh semua umur dan dari seluruh jenjang
pendidikan adalah kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN). Pemerintah di Indonesia mencanangkan
pembudidayaan PSN secara berkelanjutan oleh masyarakat
dengan pesan inti 3M plus dan mewujudkan terlaksananya
gerakan 1 rumah 1 Juru Pemantau Jentik (Jumantik).
Keberhasilan kegiatan PSN dapat diukur dengan Angka Bebas
Jentik (ABJ). Apabila ABJ ≥ 95% diharapkan dapat mencegah
atau mengurangi kasus penularan DBD (Kemenkes RI, 2016).

17
Gambar 2. Sebaran Jumlah Kasus DBD dan Rata-Rata Curah Hujan
Berdasarkan Waktu di Kota Blitar Tahun 2015-2017

3. Determinan
a. Faktor-Faktor Penyebab Demam Berdarah Dengue :
 Faktor Pejamu (Target penyakit, inang), dalam hal ini
adalah manusia yang rentan tertular penyakit DBD.
 Faktor penyebar (Vektor) dan penyebab penyakit
(Agen), dalam hal ini adalah virus DEN tipe1—4
sebagai agen penyebab penyakit, sedangkan nyamuk
Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus berperan
sebagai vector penyebar penyakit DBD.
 Faktor Lingkungan, yakni lingkungan yang
memudahkan terjadinya kontak penularan penyakit
DBD.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Demam berdarah dengue (DBD) ialah penyakit yang
terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam,
nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk pada hari kedua.
Virus dengue tergolong dalam grup Flaviviridae dengan 4 serotipe,
DEN – 3, merupakan serotie yang paling banyak. Vektor utama
dengue di Indonesia adalah Aedes Aegypti. Gejala utama demam
berdarah dengue (DBD) adalah demam, pendarahan, hepatomegali
dan syok. Kriteria diagnosis terdiri dari kriteria klinis dan kriteria
laboratoris. Dua kriteria klinis ditambah trombosi penia dan
peningkatan hmatokrit cukup untuk menegakkan diagnosis demam
berdarah dengue. Penatalaksanaan demam berdarah dengue
bersifat simtomatif yaitu mengobati gejala penyerta dan suportif
yaitu mengganti cairan yang hilang.
Pola kejadian DBD di kota Blitar menurut jenis kelamin
terjadi paling banyak pada jenis kelamin laki-laki, seperti tahun
2015 dan 2017. Pola kejadian DBD berdasarkan usia tahun 2015
hingga 2017 paling banyak terjadi pada usia 5-14 tahun. Pola IR di
kota Blitar termasuk tinggi karena setiap tahun memiliki angka > 20
dalam 100.000 penduduk. Pola kejadian DBD berdasarkan waktu
dan jenis kelamin didapati pada masing-masing tahun bila rata-rata
curah hujan maksimal maka angka kejadian DBD justru rendah.
Bila rata-rata curah hujan tinggi namun bukan maksimal maka
angka kejadian DBD akan tinggi. Angka Kejadian DBD ditemui pola
dari masing-masing tahun angka kejadian tertinggi terjadi pada
bulan Januari dan Februari.

19
B. Saran
Dengan diselesaikannya makalah ini diharapkan pembaca
dapat mengetahui konsep penyakit demam berdarah dengue dan
dapat menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Pembaca
sebaiknya mengerti dan memahami bahaya dari penyakit DBD
tersebut, sehingga setiap individu tersebut bisa lebih merasa
khawatir dan mampu menjaga diri dan lingkungannya dari
kemungkinan terserangnya demam berdarah.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadinegoro, Sri Rezeki H. Soegianto, Soegeng. Suroso, Thomas.


Waryadi, Suharyono. TATA LAKSANA DEMAM BERDARAH
DENGUE DI INDONESIA. Depkes & Kesejahteraan Sosial Dirjen
Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan Hidup
2001. Hal 1 – 33.
2. Hendrawanto. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM Jilid I Edisi
Ketiga PERSATUAN AHLI PENYAKIT DALAM INDONESIA.1996
Hal 417 – 426.
3. Janus, Centrin net.id/ binprog.www.plasa.com.2003.
4. Mansjoer, Arif. Triyanti, Kuspuji. Savitri, Rakhmi. Wardani, Wahyu
Ika. Setiowulan, Wiwiek. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Media
Aesculapius FK – UI Edisi ketiga Jilid I. 1999. Hal 428 – 433.
5. Widodo, dr.SPA (K).www. Penyakit Menular info. DEPKES. 4
Januari 2002.

21
22

Anda mungkin juga menyukai