Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM SITOHISTOTEKNOLOGI

SEDIAAN APUS (SMEAR) DAN DEMONSTRASI PEMBUATAN PREPARAT


IMUNOHISTOKIMIA

DISUSUN OLEH :
NAMA : DEWI PUSPITA SARI
NIM : P07172317005
TINGKAT : II-A
SEMESTER : III (TIGA)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
PROGRAM STUDI ANALIS KESEHATAN
AMBON
2018
PERCOBAAN 1
SEDIAAN APUS (SMEAR)
A. Pendahuluan
Sediaan apus darah tepi adalah suatu cara yang sampai saat ini masih digunakan
pada pemeriksaan di laboratorium. Prinsip pemeriksaan sediaan apus ini adalah dengan
meneteskan darah lalu dipaparkan di atas objek glass, kemudian dilakukan pengecatan dan
diperiksa dibawah mikroskop. Pemeriksaan apusan darah tepi berfungsi untuk
mengevaluasi morfologi dari sel darah tepi (eritrosit, trombosit, dan leukosit),
mengidentifikasi jumlah leukosit dan trombosit dan mengidentifikasi parasit (misal :
malaria, microfilaria dan trypanosoma).

Sediaan apus tepi terbagi menjadi dua yaitu sediaan darah tipis dan sediaan darah
tebal. Sediaan darah tipis mempunyai ciri-ciri yaitu lebih sedikit membutuhkan darah
untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tebal, morfologinya lebih
jelas. Bentuk parasit plasmodium berada dalam eritrosit sehingga didapatkan bentuk
parasit yang utuh dan morfologinya sempurna. Serta lebih mudah untuk menentukan
spesies dan satdium parasit dan perubahan pada eritrosit yang dihinggapi parasit dapat
dilihat jelas. Sedangkan sediaan darah tebal mempunyai ciri-ciri yaitu membutuhkan
darah lebih banyak untuk pemeriksaan dibanding dengan apusan darah tipis, sehingga
jumlah parasit yang ditemukan lebih banyak dalam satu lapang pandang, sehingga pada
infeksi ringan lebih mudah ditemukan. Sediaan ini mempunyai bentuk parasit yang kurang
utuh dan kurang begitu lengkap morfologinya. (Sandjaja, 2007). Dalam praktikum ini
yang digunakan adalah sediaan darah tipis.

Sediaan apus darah dapat diwarnai dengan berbagai macam metode termasuk
larutan-larutan yang sederhana antara lain : pewarnaan giemsa, pewarnaan acid fast,
pewarnaan gram, pewarnaan wright, dan lain-lain. Pewarnaan giemsa disebut juga
pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak digunakan untuk mempelajari
morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga untuk mengidentifikasi
parasit-parasit darah misal tripanosoma, plasmodium dan lain-lain dari golongan protozoa.
(Maskoeri, 2008).

B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mahasiswa dapat membuat sediaan apus dari
substansi berupa cairan.
C. Metode Kerja
1. Alat dan Bahan :
Alat yang digunakan adalah setting zet, objek glass, mikroskop cahaya, pipet tetes.
Bahan yang digunakan adalah mencit (mus musculus). Methanol, tissue, pewarnaan
giemsa.
2. Cara Kerja
a. Darah diambil dengan memotong ujung ekor mencit (1 mm).

b. Darah diteteskan pada objek glass, kemudian diapus dengan objek glass yang lain
dan dikeringkan pada suhu ruangan.
c. Apusan darah pada objek glass digenangi dengan cara dicelup 3x dalam methanol
kemudian dikeringkan.

d. Apusan darah pada objek glass digenagi dengan pewarnaan giemsa dengan
mengunakan pipet tetes sampai menutupi permukaan objek glass selama kurang
lebih 20 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir dan keringkan pada suhu
ruangan.
e. Apusan darah siap diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 100X.

D. Hasil dan Pembahasan

TROMBOSIT

LEUKOSIT

ERITROSIT

Dari pengamatan yang dilakukan dibawah mikroskop ditemukan eritrosit,


leukosit (netrofil) dan trombosit.
a. Eritrosit
Eritrosit merupakan sel cakram tak berinti berbentuk bikonkaf dengan
pinggiran sirkuler yang tebalnya sekitar 1,5 µm dan pusatnya tipis. Cakram tersebut
memiliki permukaan yang relatif luas untuk pertukaran oksigen melintas membran
sel. (Frandson, 1993). salah satu penyebab naiknya jumlah eritrosit adalah
meningkatnya suhu tubuh, dikarenakan dengan suhu tubuh yang meningkat akan
menyebabkan aktivitas penyerapan oksigen meningkat (Bozorgian dkk., 2011).
Eritrosit rentan terhadap terjadinya peroksidasi lipid karena struktur membran
eritrosit yang kaya asam lemak tak jenuh sehingga membran tidak stabil dan sel lisis
(Adenkola dkk., 2010). Eritrosit (Gambar 2) berfungsi dalam penyediaan oksigen
untuk kebutuhan energi dalam rangka metabolisme karena adanya hemoglobin
(Smith dkk., 1994). Eritrosit berasal dari hemositoblast, proses pembentukannya
dinamakan eritropoiesis (Guyton dan Hall, 2006) dan diatur melalui mekanisme
umpan balik yang dipengaruhi jumlah oksigen dalam darah. Kecepatan eritropoiesis
akan meningkat dengan menurunnya jumlah eritrosit.
Penurunan jumlah eritrosit dapat terjadi apabila prekursor seperti zat besi dan
asam amino yang membantu dalam pembentukan eritrosit kurang. Kurangnya
prekursor tersebut dikarenakan adanya gangguan penyerapan gizi yang berkurang
sehingga dapat memengaruhi organ yang berperan dalam produksi sel darah
(Wardhana dkk., 2001). Gagalnya pembentukan eritrosit akan mengakibatkan
bentuk eritrosit tidak teratur, memiliki membran sangat tipis, besar, bentuknya oval
yang berbeda dengan bentuk normal sehingga dapat memengaruhi pengangkutan
oksigen ke jaringan tubuh (Guyton dan Hall, 2006).
b. Leukosit
Leukosit merupakan sel darah yang memiliki inti. Leukosit memiliki ukuran
sel yang lebih besar, tetapi jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan eritrosit
(Bacha dan Bacha, 2000). Leukosit berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh
terhadap agen infeksi yang cepat dan kuat (Cahyaningsih dkk., 2007). Sistem
pertahanan tersebut dilakukan dengan cara menghancurkan antigen melalui
fagositosis atau pembentukan antibodi. Leukosit sebagian dibentuk di sumsum
tulang dan sebagian di organ limfoid seperti kelenjar limfe, timus, dan tonsil,
kemudian akan diangkut menuju bagian yang mengalami peradangan (Guyton dan
Hall, 2006).bLeukosit dibagi menjadi dua kelompok yaitu granulosit yang terdiri
dari neutrofil, eosinofil, basofil dan kelompok agranulosit terdiri dari monosit dan
limfosit (Cahyaningsih dkk., 2007).
Dalam pengamatan ditemukan jenis leukosit granulosit yaitu neutrofil.
Neutrofil berperan dalam respon imun bawaan (Fitria dan Sarto, 2014). Neutrofil
memiliki masa hidup singkat yaitu sekitar 10 jam dalam sirkulasi. Granula pada
neutrofil tidak bewarna, mempunyai inti sel yang terangkai (kadang terpisah), dan
banyak terdapat granula pada protoplasmanya (Handayani dan Haribowo, 2008).
Adanya peningkatan neutrofil dapat terjadi karena terjadinya stress akut
(Burhanudin, 2015). Adanya sel yang dirusak mikroba akan mengeluarkan sinyal
kimiawi untuk memanggil neutrofil dari darah datang, memasuki jaringan yang
terinfeksi dan menelan serta merusak mikrobia dalam sel tersebut. Ketika terdapat
antigen maka neutrofil merupakan fagosit yang pertama datang, diikuti monosit
yang berkembang menjadi makrofag besar dan aktif. Makrofag akan memfagositosis
antigen dan produknya serta membersihkan sel-sel jaringan yang rusak dan sisa
neutrofil yang dirusak dalam proses fagositosis tersebut (Campbell dkk., 2004).
c. Trombosit
Trombosit merupakan komponen sel darah yang tidak memiliki nukleus
(Gibson, 2003). Trombosit dihasilkan oleh megakariosit dalam sumsum tulang,
memiliki bentuk cakram bikonveks apabila dalam keadaan tidak aktif. Trombosit
pada manusia berdiameter 2-4 μm dan memiliki volume 7-8 fL. Trombosit memiliki
selubung eksternal yang banyak mengandung glikoprotein yang berfungsi sebagai
reseptor. Ketika trombosit berada dalam keadaan tidak aktif maka tidak teragregasi.
Hal ini dikarenakan glikoprotein pada selubung eksternal trombosit mengandung
molekul sialic acid sehingga selubung eksternal tersebut memiliki muatan negatif
yang menyebabkan adanya reaksi tolak-menolak (Setiabudy, 2007; Abrams, 2009
dalam Putra, 2012).
Trombosit berfungsi dalam hemostasis (Gibson, 2003) yang berhubungan
dengan koagulasi darah sebagai fungsi utama trombosit (Fitria dan Sarto, 2014).
Fungsi koagulasi tersebut bermula dari melekatnya trombosit ke kolagen yang
terpapar dalam dinding pembuluh darah yang rusak. Trombosit selanjutnya melepas
ADP (Adenosin Dipospat) sehingga sejumlah besar trombosit bersatu, kemudian
melepaskan lipida yang diperlukan untuk pembentukan bekuan (Waterbury, 2001).
E. Kesimpulan
Dari praktikum apusan darah yang telah dilakukan dengan menggunakan mencit,
ditemukan sel darah yaitu eritrosit yang berbentuk , leukosit (neutrofil) yang berbentuk
dan troombosit yang berbentuk

PERCOBAAN 2
DEMONSTRASI PEMBUATAN PREPARAT IMUNOHISTOKIMIA

A. Pendahuluan
Imunohistokimia adalah suatu metode untuk mendeteksi keberadaan molekul atau
berbagai macam komponen yang terdapat di dalam sel atau jaringan dengan menggunakan
prinsip reaksi antara antigen dengan antibodi. Metode imunohistokimia berdasarkan pada
penggunaan suatu antibodi yang spesifik yang dilabel dengan ikatan kimia pada suatu zat
yang dapat dilihat, tanpa label itu mempengaruhi kemampuan antibodi untuk membentuk
suatu kompleks dengan antigen yang bersangkutan.
Metode imunohistokimia dulunya diperkenalkan dalam mempelajari reaksi imun
organisme. Kepentingan imunohistokimia sangat besar karena pada kenyataannya, kita
dapat menemukan asal sel dari hormon tertentu. Spesifik metode seluruhnya tergantung
pada, apakah antigen yang digunakan dapat dipisahkan tanpa kontaminasi zat lainnya.
Karena itu penting kontrol metode ini yang terdiri atas pemeriksaan kemurniaan antigen
(Geneser 1994).
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mahasiswa dapat membuat preparat imunohistokimia.
C. Metode Kerja
1. Alat dan Bahan :
Alat yang digunakan adalah pinset, gunting, tisu, spuit 3 cc, cawan petri/petri dish, cip,
tissue embeding console, tissue-tek VIP 5 Jc, tempat parafin, kotak parafin untuk
embeding, tissue tek, mikrotom, kuas, waterbath, kaca preparat , hot plate, stainning jar,
gelas ukur, gelas piala/beaker glass, tissue tek DRS, penutup kaca preparat/coverslip,
mikroskop cahaya.

Anda mungkin juga menyukai