Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PENGENDALIAN TROPIK

RINGKASAN TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT VARIELA

Dosen : Ns. Maritje F. Papilaya., S.Kep., M.Kes

Disusun Oleh Kelompok 6 ( tingkat III.A) :

1. Tiffanny Far-Far
2. Febyanti Rumra
3. Rosmaya Sulan Suat
4. Nuraini Rahayaan
5. Josepus Simon Tahiya

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLIKTEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN TUAL
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
A. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan cacar air (varicella) adalah suportif. Pada beberapa
keadaan, dapat diperlukan penggunaan antivirus.
1. Terapi suportif
Pada anak yang sehat, gejala cacar air (varicella) yang timbul umumnya
ringan dan dapat sembuh sendiri. Terapi simptomatik yang dapat diberikan
berupa:
a) Pengobatan topikal di lesi kulit dapat menggunakan lotio
calamine atau kompres dingin untuk mengurangi rasa gatal
b) Tetap menjaga kebersihan kulit dengan mandi dua kali sehari.
c) Hindari memencet atau memecahkan vesikel, serta berhati-hati
dalam membersihkan badan dengan handuk sehingga vesikel tidak
pecah.
d) Apabila terdapat infeksi sekunder pada lesi kulit, boleh ditambahkan
antibiotik topikal atau sistemik.
e) Penggunaan antihistamin sebagai pereda gatal dapat diberikan
dengan pilihan: difenhidramin 1,25 mg/kg, loratadine 5-10 mg/hari,
dan chlorpheniramine maleate 6-12 mg/hari
f) Penggunaan antipiretik jarang diperlukan. Aspirin berisiko
menimbulkan Sindrom Reye, sedangkan parasetamol cenderung
memperburuk penyakit dan tidak meringankan gejala. Namun
beberapa sumber menyatakan pemakaian parasetamol masih bisa
diberikan.
2. Terapi antivirus
Terapi antivirus tidak diberikan pada kasus cacar air (varicella) tanpa
penyulit. Terapi antivirus diberikan secepatnya pada kasus varicella dengan
penyulit atau pada pasien dengan risiko tinggi. Yang dapat digolongkan sebagai
pasien dengan risiko tinggi adalah:
a) Penderita keganasan atau kelainan limfoproliferatif
b) Pengguna kortikosteroid, seperti anak dengan asma atau dermatitis
atopik
c) Sindroma nefrotik
d) Pasien yang sedang dalam terapi kanker (sitostatik, radioterapi)
e) Defisiensi imun, misalnya pada penderita HIV/AIDS
f) Penyakit kolagen
g) Bayi baru lahir
Terapi antivirus terbukti efektif menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
pada pasien immunocompromise jika diberikan dalam waktu 24 jam sejak
munculnya ruam. Obat antivirus yang dapat menjadi pilihan adalah Asiklovir 80
mg/kgBB/hari per oral dibagi dalam 5 dosis selama 5 hari, atau intravena setiap 8
jam selama 7 hari. Pilihan lain adalah vidarabin 10 mg/kgBB selama 5 hari.
Pada terapi dengan asiklovir, pasien disarankan mendapat cukup hidrasi karena
asiklovir dapat mengkristal di tubulus renal pada keadaan dehidrasi. [1,2,7]

Varicella Zoster Immunoglobulin (VZIG)


a) Varicella zoster Immunoglobulin (VZIG) diberikan sebagai profilaksis paska
pajanan. VZIG diindikasikan untuk :
b) Individu yang memiliki kontraindikasi pemberian vaksinasi varicella
c) Neonatus yang ibunya mengalami gejala varicella dalam 5 hari sebelum
persalinan hingga 2 hari setelah persalinan.
d) Pajanan paska natal pada bayi prematur (usia gestasi <28 minggu atau
berat badan lahir <1.000 gram)
e) Ibu hamil yang terpajan
f) Petugas kesehatan dan individu yang rentan terinfeksi
Dalam memberikan VZIG, harus dipertimbangkan beberapa hal, yaitu :
a) Apakah individu termasuk kelompok risiko tinggi
b) Apakah pajanan memiliki kemungkinan yang besar untuk menimbulkan
penyakit
c) Apakah individu berisiko lebih besar mengalami komplikasi dibandingkan
dengan populasi umum
Varicella zoster Immunoglobulin (VZIG) diberikan dalam kurun waktu 72 jam
paska pajanan atau dalam 96 jam pada pasien immunocompromise. VZIG
dikontraindikasikan pada pasien yang sudah mendapat vaksinasi varicella dan
sudah seropositif.  Dosis yang direkomendasikan adalah 125 IU/10kgBB, dengan
dosis minimal 125 IU dan maksimal 625 IU. VZIG diberikan secara intramuskular.
Pemberian VZIG relatif aman dengan efek samping minimal berupa nyeri
dan bengkak di daerah injeksi pada 1% pasien. Terkadang muncul efek samping
berupa  keluhan gastrointestinal, pusing dan ruam yang terjadi pada <0,2%, dan
syok anafilaktik dan angioedema terjadi hanya pada <0,1% resipien. [2]

B. TUJUAN PENGENDALIAN
Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit cacar air (varicella) yang ada
saat ini adalah pemberian vaksinasi.
1. Vaksinasi
Vaksinasi diberikan dalam bentuk single live-attenuated strain
vaccine (OKA strain) yang sudah terbukti aman, ditoleransi baik dengan
efek samping yang minimal (demam dan ruam minimal), dan memiliki
tingkat perlindungan yang tinggi pada anak usia 1-12 tahun (angka
serokonversi positif mencapai 99,3%). Pemberian vaksin dilakukan
secara subkutan dengan menggunakan dosis 0,5 mL.
Menurut jadwal dari World Health Organization (WHO) dan Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI), vaksinasi varicella rutin diberikan kepada
anak-anak yang belum pernah menderita varicella dengan cara diberikan
1 dosis vaksinasi varicella pada usia di atas 12 bulan, atau sebisa
mungkin sebelum masuk sekolah dasar. Vaksinasi varicella bisa juga
diberikan pada anak berusia lebih dari 13 tahun yang belum pernah
menderita cacar air atau belum divaksin, dengan cara diberikan 2 dosis
vaksinasi cacar air dengan interval minimal 28 hari.
Vaksinasi susulan bisa diberikan kepada siapapun yang belum
pernah mendapat vaksinasi cacar air lengkap dan tidak pernah terkena
cacar air, dengan cara diberikan satu atau dua dosis. Namun harus
diingat bahwa waktu pemberian kedua dosis bergantung kepada usia
individu dan sebaiknya dikonsultasikan lebih lanjut dengan dokter
mengenai waktu pemberiannya.
Menurut jadwal vaksinasi dari Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (Depkes RI), vaksinasi varicella tidak termasuk dalam
imunisasi dasar lengkap. Adapun yang termasuk dalam imunisasi dasar
lengkap adalah imunisasi Hepatitis B, BCG, Polio, kombinasi DPT-
Hepatitis B,  dan Campak.
Ada beberapa individu yang tidak boleh atau sebaiknya menunggu
untuk divaksin cacar air (varicella), yaitu :
a) Pasien dengan reaksi alergi yang mengancam nyawa terhadap
gelatin/agar-agar, antibiotik neomycin atau dosis vaksinasi cacar
air sebelumnya
b) Pasien sakit ringan atau parah saat jadwal suntikan sebaiknya
menunggu sampai sembuh sebelum mendapatkan imunisasi
cacar air
c) Wanita hamil sebaiknya jangan mendapatkan vaksinasi cacar air
sampai melahirkan, dan sebaiknya tidak hamil dalam rentang 1
bulan setelah mendapat vaksinasi cacar air
d) Individu yang memerlukan konsultasi terlebih dahulu dengan
dokter untuk mengetahui apakah vaksinasi cacar air dibutuhkan.
Seperti pada pasien dengan gangguan sistem imun, penderita
kanker, dan pasien yang mengonsumsi steroid
e) Individu yang baru menjalani transfusi darah atau menerima
produk darah sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu mengenai
waktu yang tepat untuk pemberian vaksin
Setelah vaksinasi cacar air (varicella), dapat timbul reaksi, seperti
rasa sakit atau bengkak pada area suntikan, demam, dan ruam ringan.
Pada kasus yang jarang dapat timbul kejang demam ataupun radang
paru-paru. 

C. PENGENDALIAN VEKTOR
Salah satu upaya yang bisa dilakukan dalam pengendalian penyakit menular
adalah dengan pengendalian vektor (serangga penular penyakit) untuk
memutuskan rantai penularan penyakit. Faktor yang penting dalam pengendalian
vektor adalah mengetaui bionomik vektor, yaitu tempat kontak vektor dan
manusia.
Upaya pengendalian vektor dengan menggunakan bahan kimia ternyata
tidak cukup aman, karena walaupun dapat menurunkan populasi vektor dengan
segera, penggunaan bahan kimia yang berlebihan juga mempunyai dampak
yang berlebihan juga mempunyai dampak yang merugikan terhadap lingkungan,
yaitu menurunnya kualitas lingkungan
Selama ini sebenarnya sebagian masyarakat sudah mengetaui cara
pengendalian vektor penyakit dengan perubahan lingkungan, baik lingkungan
fisik maupun lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya. Namun demikian perlu
kiranya peningkatan upaya-upaya tersebut agar pengendalian vektor sebagai
salah satu cara pengendalian penyakit menular dapat berhasil dengan baik.
Untuk itu diperlukan adanya kerjasama dari berbagai sektor terkait agar peran
serta masyarakat dalam upaya pengendalian vektor ini dapat berjalan dengan
baik, sehingga mengurangi resiko terjadinya penularan penyakit dimasyarakat.

D. KEBIJAKAN
1) Pada dasarnya, kebijakan imunisasi di negara Asia Tenggara dan
Indonesia secara khusus diutamakan pada imunisasi bayi dan anak-
anak. Hal itu lantas membuat imunisasi pada dewasa menjadi terabaikan
dan kurang terpublikasi secara luas di masyarakat. Padahal, sangat
banyak penyakit yang dapat dicegah melalui imunisasi pada orang
dewasa.
2) Implementasi imunisasi dewasa di Indonesia sendiri masih sangat
terbatas walaupun perangkat imunisasi yang dibutuhkan telah tersedia.
3) Pada tahun 2003, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia (PAPDI) telah menghasilkan konsensus imunisasi pada
dewasa di Indonesia akan lebih digalakkan.
Jenis vaksin yang direkomendasikan pada orang dewasa (berdasarkan
Jadwal Imunisasi Dewasa 2013) adalah :
1. Vaksin Influenza
2. Vaksin Tetanus, Difteri, Pertusis (Td/Tdap)
3. Vaksin Varicella (cacar air)
4. Vaksin Human Papillomavirus (HPV)
5. Vaksin Zoster
6. Vaksin Measles/Campak, Mumps/Gondongan, Rubella/Campak Jerman
(MMR)
7. Vaksin Hepatitis A
8. Vaksin Hepatitis B
9. Vaksin Typhoid
10. Vaksin Pneumonia (Pneumokokal Polisakarida (PPSV23), Pneumokokal
Konjugat 13-valent (PCV13))
11. Vaksin Meningokokal
12. Vaksin Yellow Fever

E. SASARAN DAN STRATEGI


Sasaran Strategis Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit dalam Renstra Kementerian Kesehatan yaitu meningkatnya
pencegahan dan pengendalian penyakit. Dalam Rencana Aksi Program ini
sasaran tersebut diperkuat dengan beberapa sasaran lain sesuai tugas dan
fungsi Ditjen P2P. Sasaran yang akan dicapai pada akhir tahun 2019 adalah
sebagai berikut :
1) Persentase Cakupan Keberhasilan pengobatan pasien TB/ Succes Rate
(SR) 90%.
2) Prevalensi HIV sebesar < 0,5%
3) Jumlah kabupaten/kota mencapai eliminasi malaria sebesar 300 kab/kota
4) Jumlah provinsi dengan eliminasi kusta sebesar 34 provinsi
5) Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi filariasis sebesar 35
Kabupaten/Kota
6) Penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
tertentu sebesar 40%
7) Kab/Kota yang mampu melaksanakan kesiapsiagaan dalam
penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah
sebesar 100%.
8) Persentase kab/kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) minimal 50 persen sekolah sebesar 50%
9) Jumlah kabupaten/kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan
upaya kesehatan jiwa sebanyak 280 kab/kota.
10) Persentase respon terhadap sinyal SKD KLB dan bencana di wilayah
layanan B/BTKLPP sebesar 90%
11) Persentase pelabuhan/bandara/PLBD yang melaksanakan kesiapsiagaan
dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi
wabah sebesar 100%.
12) Persentase alat angkut sesuai dengan standar kekarantinaan kesehatan
sebesar 100%

DAFTAR PUSTAKA

Medscape. Chickenpox. Apr 2017 [Accessed: 10 Apr 2017]

Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak
Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002. h.
152-159

CDC. Chickenpox (Varicella) Prevention & Treatment. Apr 2016 [Accessed: 16


April 2017];

Anda mungkin juga menyukai