Anda di halaman 1dari 205

EVALUASI PROSES PROGRAM REHABILITASI

LOW VISION YAYASAN LAYAK JAKARTA


DALAM UPAYA PENCEGAHAN KEBUTAAN
PADA ANAK
 

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi


Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos.)

Disusun oleh :

Habib Rachman Aji


NIM. 11150541000020

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
 

Scanned by CamScanner
 

Scanned by CamScanner
 

Scanned by CamScanner
ABSTRAK
Habib Rachman Aji
Evaluasi Proses Program Rehabilitasi Low Vision Yayasan
Layak Jakarta Dalam Upaya Pencegahan Kebutaan Pada
 
Anak
Gangguan penglihatan merupakan permasalahan yang
banyak dialami oleh anak-anak di negara berkembang. Kelainan
refraksi tidak terkoreksi, katarak, glaucoma, dan gangguan
penglihatan yang di alami sejak masa kanak-kanak merupakan
beberapa hal yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan
penglihatan. Harus ada upaya pencegahan yang dilakukan supaya
gangguan yang dialami anak tidak semakin parah dan anak
terhindar dari kebutaan.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
evaluasi proses. Evaluasi dilakukan berdasarkan empat kriteria
yang terdiri dari standar praktik terbaik (best standard practice),
kebijakan, tujuan proses (process goal), dan kepuasan klien.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
jenis penelitian deskriptif. Sementara tekhnik pengumpulan data
dilakukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Untuk
pemilihan informan pada penelitian ini menggunakan tekhnik
purposive sampling, yaitu sample yang dimbil dengan sengaja.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sarana dan
prasarana serta tahapan rehabilitasi telah memenuhi standar dan
sesuai dengan ketetapan pemerintah. Sasaran layanan dan sumber
daya manusia yang tersedia saat ini juga sudah sesuai dengan
kebijakan yang berlaku. Layanan Low Vision Yayasan Layak
telah terintegrasi dengan beberapa rumah sakit, sekolah dan kader
masyarakat, akan tetapi mereka masih harus memperluas jaringan
layanan dan meningkatkan kualitas pelayanan. Berdasarkan
informasi dari para informan sejauh ini para petugas sudah sangat
bisa diandalkan, mereka sangat cepat dan tanggap, petugas sangat
peduli kepada klien dan orang tua, apa yang diberikan sudah
sangat meyakinkan dan bukti bahwa petugas serius dalam
melayani sudah sangat jelas terlihat.
Kata kunci : Evaluasi Proses, Low Vision, Kebutaan, Anak

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


 

Alhamdulillahirabbil’aalamiin, segala puji serta syukur


kepada Illahi Rabbi yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Evaluasi Program Program Rehabilitasi Low Vision Yayasan Layak
Jakarta Dalam Upaya Pencegahan Kebutaan Pada Anak . Dan tidak
lupa sholawat serta salam penulis sanjungkan kepada baginda
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa seluruh umatnya
dari zaman kegelapan ilmu hingga zaman kemudahan
mendapatkan sebuah ilmu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan, baik dari segi isi, maupun bentuk penyajiannya.
Oleh karna itu, kritik dan saran yang sangat membangun dari
berbagai pihak akan penulis terima dengan tangan terbuka serta
sangat diharapkannya. Karena sesungguhnya kesempurnaan
hanya milik Allah SWT.
Berkat keridhoan dari Allah SWT, akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan. Serta tak lupa peneleti menyampaikan ungkapan
banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan, motivasi, dan arahan-arahan terhadap
peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skiripsi ini.
Dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan ucapan
terimakasih kepada:

ii
1. Bapak Suparto, M.Ed., Ph.D, sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ibu Dr. Siti Napsiyah Ariefuzzaman, MSW sebagai Wakil
 
Dekan Bidang Akademik. Bapak Dr. Shihabuddin Noor, MA
sebagai Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum. Bapak
Drs. Cecep Sastrawijaya, MA sebagai Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan.
2. Bapak Ahmad Zaky, M.Si, sebagai Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
sebagai dosen pembimbing skripsi dengan kesabarannya dan
rela meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan
serta Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA selaku Sekretaris
Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Ibu Ellies Sukmawati, M.Si sebagai pembimbing akademik
4. Seluruh Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang
telah banyak memberikan ilmu dan pengalamannya kepada
peneliti, semoga apa yang diberikan akan bermanfaat di masa
yang akan datang.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
dan Civitas Akademika yang telah memberikan sumbangan
wawasan dan keilmuan dan membimbing peneliti selama
menjalani perkulian di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, peneliti ucapkan terimakasih karena telah membantu

iii
dalam memberikan referensi buku, jurnal, maupun skripsi
dari penelitian-penelitian terdahulu.
7. Kepada kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan
 
dukungan moril dan materiil serta doa sehingga proses
penelitian ini berjalan dengan lancar.
8. Kepada Ibu Dra. Frida Girsang selaku pengurus Yayasan
Layak. Kepada Ibu Lucia Rusmiyati, S.Sos, Ibu Natalia
Christiani , S.I.Pol, Bapak Indra Permana, A.Md.RO dan
kepada seluruh pengurus dan Yayasan yang dengan
kesediannya memberikan informasi secara detail.
9. Kepada teman-teman KUACI, Refiandi Riansah, Galuh Harry
Setiawan, Alvin Anggara, Alif Shoffan, Gilang Arief
Fathurraman, Muhammad Fathin, Sri Wahyuni, Riska
Hariyana, Devi Anggraini yang membantu untuk memberi
hiburan dan semangat kepada penulis.
10. Kepada Alvionita Rizqi Aulia, Puteri Nur Farieda dan semua
teman-teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 20115 yang
telah memberikan semangat dan membantu penulis dalam
penulisan skripsi ini
11. Kepada Muhammad Adam Syaefullah dan Yunandika Dwiki
yang seringkali membantu penulis untuk merefresh pikiran.

iv
DAFTAR ISI

 
ABSTRAK ........................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ........................................................... viii
DAFTAR TABEL................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1


B. Pembatasan Masalah ....................................................... 7
C. Rumusan Masalah ........................................................... 7
D. Tujuan dan Manfaat ........................................................ 8
E. Metodologi Penelitian ..................................................... 8
F. Tinjauan Pustaka ............................................................. 15
G. Sistematika Penulisan...................................................... 16

BAB II LANDASAN TEORI


A. Evaluasi Program ............................................................. 19
1. Pengertian Evaluasi Program ....................................... 19
2. Tujuan Evaluasi Program ............................................. 21
3. Manfaat Evaluasi program ........................................... 22
4. Model Evaluasi ............................................................. 23
B. Rehabilitasi Low Vision .................................................... 28
1. Pengertian Rehabilitasi ................................................. 28
2. Sasaran Rehabilitasi ..................................................... 29
3. Tahapan Rehabilitasi .................................................... 29

v
4. Kualifikasi Sumber Daya Manusia Dalam Pelaksanaan
Rehabilitasi .................................................................. 30
5. Standar Sarana Dan Prasarana Pelaksana
 
Rehabilitasi ................................................................... 31
6. Definisi Low Vision ..................................................... 34
7. Karakteristik Low Vision .............................................. 35
C. Pencegahan Kebutaan Pada Anak .................................... 36
1. Definisi Kebutaan Pada Anak ...................................... 36
2. Ciri-Ciri Kebutaan Pada Anak ..................................... 37
3. Faktor Penyebab Kebutaan Anak ................................. 40
4. Strategi Pencegahan Kebutaan Pada Anak ................... 43
D. Kerangka Berpikir ............................................................ 46
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN LAYAK
A. Profil Yayasan Layak ....................................................... 47
1. Sejarah Yayasan Layak ................................................ 47
B. Visi, Misi dan Kegiatan Yayasan Layak .......................... 48
1. Visi Yayasan Layak...................................................... 48
2. Misi Yayasan Layak ..................................................... 48
3. Kegiatan Yayasan Layak .............................................. 49
C. Struktur Manajemen Lembaga ......................................... 51
D. Alur dan Prosedur Pelayanan ........................................... 52
E. Pendanaan dan Kerjasama ................................................ 55
BAB IV ANALISIS DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Evaluasi Proses Program Rehabilitasi Low Vision........... 57
1. Standar Praktik Terbaik (Best Standard Practice) ....... 57
2. Kebijakan...................................................................... 86
3. Tujuan Proses (Process Goal) ...................................... 92

vi
4. Kepuasan Klien ............................................................ 94
BAB V PEMBAHASAN
A. Evaluasi Proses Program Rehabilitasi Low Vision........... 111
1.  Standar Praktik Terbaik (Best Standard Practice) ........... 111
2. Kebijakan ......................................................................... 119
3. Tujuan Proses (Process Goal).......................................... 121
4. Kepuasan Klien ................................................................ 122
B. Islamic Human Service Organization .............................. 128
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................... 133
1. Evaluasi Proses Program Rehabilitasi Low Vision ........... 133
2. Hasil Evaluasi Proses Program Rehabilitasi
Low Vision ........................................................................ 135
B. Saran ................................................................................. 137
DAFTAR PUSTAKA .......................................................... 139
LAMPIRAN ......................................................................... 143

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Ruang Refraksionis Optisien .............................. 60

 
Gambar 2 Meja Kerja Refraksionis Optisien ....................... 60

Gambar 3 Ruang Tunggu dan Tempat Pendaftaran ............ 63

Gambar 4 Ruang Administrasi ............................................ 65

Gambar 5 Ruang Rehabilitasi .............................................. 67

Gambar 6 Trial Set .............................................................. 70

Gambar 7 Streak Retynoscope ............................................. 71

Gambar 8 Snellen Chart Untuk Jarak Dekat ....................... 72

Gambar 9 Snellen Chart Untuk Jarak Jauh ......................... 73

Gambar 10 Lea Grating ....................................................... 74

Gambar 11 Boneka, Buku dan Mainan ............................... 74

Gambar 12 Alat Bantu Optik ............................................... 76

Gambar 13 Alat Bantu Non Optik ....................................... 77

viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Rancangan Informan ............................................... 13

Tabel 2 Tekhnik Pemeriksaan Data Kualitatif ..................... 14


 

Tabel 3 Rincian Program ...................................................... 49

Tabel 4 Struktur Manajemen Lembaga ................................ 51

Tabel 5 Latar Belakang Pendidikan Petugas ........................ 90

Tabel 6 Jabatan Usia dan Status Pernikahan ........................ 91

ix
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


 

Gangguan penglihatan (Visual Impairment)


merupakan suatu permasalahan yang banyak dialami oleh
anak-anak di beberapa negara berkembang, Indonesia
merupakan salah satunya. UNICEF (United Nations
Children's Fund) mencatat sebanyak 1,4 juta anak mengalami
gangguan penglihatan dengan perincian 1 juta di kawasan
Asia, dan 400 ribu di kawasan Afrika (Depkes, 2018).
Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi menjadi penyebab
utama gangguan penglihatan, diikuti dengan katarak,
glaucoma, dan gangguan penglihatan yang di alami sejak
masa kanak-kanak. Kementrian Kesehatan Rebuplik
Indonesia menegaskan harus ada upaya penanggulanan
gangguan penglihatan maupun kebutaan sejak dini karena
angka gangguan penglihatan kini telah meningkat tajam.
Menurut World Health Organization (WHO) urutan
kondisi penglihatan manusia terbagi menjadi empat bagian
yaitu penglihatan normal, gangguan penglihatan sedang,
gangguan penglihatan berat, dan yang terakhir buta
(Asrorudin 2014, 7). Apabila orang-orang dengan gangguan
penglihatan sedang tidak mendapat pelayanan yang maksimal
maka itu akan mengakibatkan gangguan penglihatan yang
semakin parah dan tidak menutup kemungkinan akan
mengalami kebutaan. Untuk itu perlu adanya pencegahan
2

gangguan penglihatan tertutama pada anak. Selanjutnya


WHO memberi pernyataan bahwa 500 anak buta tiap tahun
atau 1 di antara 1.000 anak mengalami kebutaan per menit.
 
Sementara angka kebutaan di Indonesia mencapai 3% dan
sebanyak 81% karena katarak (Depkes, 2018).
Dijelaskan dalam Jurnal e-Clinic (eCI) gangguan
penglihatan merupakan masalah yang tidak dapat di anggap
remeh, terutama pada anak. Karena 80% informasi selama 12
tahun pertama pada kehidupan anak di dapat melalui
penglihatan (Dalope 2017, 171). Setidaknya setiap 6 bulan
sekali orang tua harus membawa anaknya untuk melakukan
pemeriksaan mata. Pemeriksaan mata secara berkala
merupakan cara yang tepat yang dapat dilakukan oleh orang
tua untuk mencegah anak mengalami gangguan penglihatan.
Untuk membantu dan mendukung anak yang
mengalami gangguan penglihatan dalam melakukan
kegiatannya, tentu bukan hanya orang tua saja yang berperan,
guru sebagai orang tua di sekolah pun juga memiliki peran
yang tidak kalah penting. Orang tua dituntut untuk selalu
mengetahui semua kegiatan yang dilakukan oleh sang anak.
Karena di beberapa kasus gangguan penglihatan yang
bertambah parah disebabkan oleh aktivitas anak di luar
rumah, dimana tidak ada orang tua yang mengawasi mereka.
Sudah selayaknya para orang tua mengawasi, menjaga serta
merawat anak-anak mereka. Sebagaimana telah diingatkan
oleh Allah SWT. Dalam surat An-Nisa/4: 9 :
3

ً‫وَ ْليَخْشَ الَّرِينَ َلىْ َتسَكُىا ِمنْ خَلْفِهِ ْم ُذ ّزِيَّة‬


‫ضِعَافًا خَافُىا عََل ْيهِمْ فَلْ َيتَّقُىا اللَّه وَ ْليَقُىلُىا قَىْلًا‬
 

َ‫سدِيدًا‬
َ
―Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)
mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar.‖
Ayat diatas menjelaskan bahwa orang tua diawajibkan
untuk merawat, memberikan makanan, minuman, pakaian dan
lain sebagainya yang diperlukan untuk anak-anak sesuai
dengan pertumbuhan fisik dan jiwa mereka. Hal itu dilakukan
untuk mendukung tumbuh kembang mereka, sehat baik
jasmani dan rohani. Jika semua hal itu dapat terpenuhi maka
sejahteralah hidup mereka.
Dalam beberapa kasus ditemukan kekeliruan orang tua
dalam merawat dan menjaga aktivitas anak dengan gangguan
penglihatan. Seperti halnya contoh kasus seorang anak
berusia 9 tahun bernama Imam yang penglihatannya semakin
memburuk karena sering lupa diri jika bermain bola dengan
teman-temannya. Sang Ibu mengatakan bahwa dirinya kurang
telaten dalam mengikuti keseharian anaknya di sekolah,
beliau juga tidak mengetahui bahwa sang anak sering
4

menyundul bola. Ahli refraksi yang memeriksa Imam


mengatakan kebiasaan menyundul bola sangat berpengaruh
terhadap penglihatannya kini semakin memburuk (detik,
 
2015). Itulah mengapa orang-orang yang berada di sekitar
sang anak sangat dibutuhkan perannya untuk menjaga dan
mencegah gangguan penglihatan yang semakin memburuk.
Yang harus diingat adalah merawat dan menjaga anak yang
mengalami gangguan penglihatan membutuhkan kesabaran
dan ketelatenan.
Dengan angka kebutaan yang sudah mencapai 3%,
permasalahan gangguan penglihatan ini tidak lagi dianggap
menjadi permasalahan kesehatan saja melainkan sudah
menjadi permasalahan sosial. Untuk itu pemerintah dan di
bantu oleh lembaga yang menangani permasalahan ini perlu
mengambil tindakan untuk menuntaskan atau sekedar
mengurangi peningkatan angka kebutaan di Indonesia.
Terkait permasalahan ini ada suatu yayasan yang telah
bekerja dalam hal mengurangi dan mencegah peningkatan
angka kebutaan di Indonesia khususnya anak-anak. Yayasan
Pelayanan Anak dan Keluarga, atau yang biasa disebut
Yayasan Layak adalah sebuah yayasan yang sampai saat ini
bergerak dalam bidang pelayanan untuk anak dan keluarga.
Sejak tahun 2015 Layak bekerjasama dengan Christian Blind
Mission (CBM) dan Standart Chartered Bank (CBM)
mengembangkan program low vision dan juga pencegahan
kebutaan di Indonesia melaui program Seeing Is Believing
(SIB) dengan melakukan rehabilitasi low vision yang
5

dilakukan untuk daerah Jabodetabek dan Sulawesi Selatan


(Layak, 2018).

Low Vision Yayasan Layak menjadikan anak berusia


 

0-18 tahun sebagai fokus populasi target layanan (meskipun


tidak menutup kemungkinan terdapat orang dewasa yang
perlu mendapatkan pelayanan) karena mereka menganggap
bahwa anak-anak masih memiliki masa depan yang panjang
oleh karena itu perlu dipersiapkan perkembangannya sedini
mungkin. Low Vision Yayasan Layak berupaya untuk
mengembangkan model layanan low vision yang
komprehensif dan terintegrasi antara pelayanan kesehatan,
pendidikan dan masyarakat, peningkatan kapasistas Sumber
Daya Manusia (SDM) tentang penanganan low vision
disemua level layanan seperti dokter mata, refraksionis,
perawat kesehatan mata, guru Sekolah Luar Biasa, guru
sekolah umum dan inklusi, masyarakat dan lain sebagainya
(Layak 2018).
Sampai dengan bulan Agustus 2018, jumlah anak
dengan gangguan penglihatan, low vision, dan disabilitas
yang lain yang telah menerima layanan dari Low Vision
Yayasan Layak berjumlah 1.302 anak. Jumlah itu terbagi di
dua kota, yaitu DKI Jakarta berjumlah 752 anak dan di
Makassar berjumlah 550 anak. Dari jumlah penerima layanan
tersebut sebagian besar rujukan berasal dari bidang
Pendidikan (Sekolah Luar Biasa & Inklusi ), layanan
kesehatan ( rumah sakit, klinik mata, praktek dokter, optik)
6

dan kader masyarakat ( RBM, dan Panti Sosial) (Layak,


2018). Untuk kedepannya tentu akan ada peningkatan jumlah
klien yang akan dilayani. Oleh karena itu penulis
 
berkeinginan untuk melakukan evaluasi karena penulis
menilai bahwa program rehabilitasi Low Vision Yayasan
Layak telah banyak membantu orang dengan gangguan
penglihatan khususnya anak-anak. Dari hasil evaluasi ini
nantinya pihak Low Vision Yayasan Layak akan
meningkatkan kualitas pelayanan mereka dan memperbaiki
jika ada kekurangan.
Peneliti menganggap bahwa permasalahan gangguan
penglihatan memang sangat penting untuk dibahas dan
peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam program
pencegahan kebutaan khususnya pada anak. Yang akan
dibahas nantinya adalah evaluasi dari proses pelaksanaan
program. Secara umum evaluasi merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan untuk menentukan sejauh mana tujuan
program dapat tercapai. Evaluasi dianggap penting untuk
dilakukan, karena dalam kegiatan evaluasi tersebut pelaksana
program dapat mengidentifikasi kekurangan supaya dapat
diperbaiki dan juga kelebihan untuk memperkuat program itu
sendiri.
Pietrzak, Ramler, Renner, Ford, dan Gilbert
mengemukakan tiga model evaluasi, diantaranya adalah
evaluasi input, evaluasi proses, dan evaluasi hasil (Adi 2001,
127). Akan tetapi dalam penelitian ini peneliti lebih berfokus
pada evaluasi prosesnya saja. Evaluasi proses biasa digunakan
7

untuk menilai keseluruhan proses suatu program. Dan


penilaian tersebut akan dikaji berdasarkan empat kriteria yang
dianggap relevan, yaitu standar praktik terbaik (best standard
 
practice), kebijakan, tujuan proses (process goal) dan juga
kepuasan klien. Dari hasil evaluasi tersebut nantinya
diharapkan akan menjadi referensi untuk Low Vision Yayasan
Layak dalam meningkatkan kualitas program pencegahan
kebutaan. Oleh karena itu peneliti menuangkannya dalam
sebuah skripsi yang berjudul EVALUASI PROGRAM
REHABILITASI LOW VISION YAYASAN LAYAK
JAKARTA DALAM UPAYA PENCEGAHAN
KEBUTAAN PADA ANAK.
B. Pembatasan Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang masalah yang
telah ditulis di atas maka peneliti membatasi masalah yang
dibahas dalam penelitian ini yaitu Evaluasi Proses Program
Rehabilitasi Low Vision Yayasan Layak Jakarta Dalam Upaya
Pencegahan Kebutaan Pada Anak.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana evaluasi proses program Rehabilitasi Low Vision
Yayasan Layak?
2. Bagaimana hasil evaluasi proses program rehabilitasi Low
Vision Yayasan Layak?
8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
 
mengetahui.
a. Bagaimana proses dari berjalannya program yang
sedang dijalankan oleh Low Vision Yayasan Layak?
2. Manfaat penelitian
a. Manfaat Akademis
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan bahan
kajian bagi para peneliti lain, masyarakat umum
tentang program dari Low Vision Yayasan Layak dan
juga kontribusi Orang tua dalam merawat anak dengan
gangguan penglihatan.
b. Manfaat Praktis
1) Sebagai sarana evaluasi untuk Low Vision
Yayasan Layak sehingga mampu untuk
menciptakan ide-ide baru dan memaksimalkan
program yang sudah dijalankan.
2) Sebagai sumber informasi yang berguna bagi
pembaca, khususnya bagi mahasiswa/i
Kesejahteraan Sosial dalam mengetahui peran Low
Vision Yayasan Layak dalam mencegah kebutaan
pada anak.
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan
pendekatan kualitatif. Metodologi kualitatif menurut
9

Bogdan dan Taylor (1975) adalah suatu prosedur


penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
 
diamati (Prastowo 2016, 22). Pendekatan secara kualitatif
dipilih karena peneliti ingin menggambarkan setting sosial
secara lengkap mengenai proses rehabilitasi low vision
yang dilakukan oleh Low Vision Yayasan Layak.
Penelitian ini juga berusaha untuk menggambarkan sistem
dari berbagai komponen dan faktor yang berkaitan dalam
pemberian pelayanan kepada anak dengan gangguan
penglihatan guna mencegah kebutaan.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan peneliti gunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut
Sarantakos penelitian deskriptif biasanya dilakukan untuk
menggambarkan sistem sosial, hubungan sosial atau
kejadian sosial, memberikan informasi sebagai latar
belakang tentang suatu pokok masalah maupun untuk
membangkitkan penjelasan atau eksplanasi (Suharjito
2014, 50). Data yang akan diperoleh nantinya berasal dari
wawancara, foto, dan juga dokumen milik pribadi
3. Sumber data
a. Data Primer merupakan data yang didapat dari
sumber-sumber utama yaitu Low Vision Yayasan
Layak, guru, serta masyarakat yang telah menerima
program dari Low Vision Yayasan Layak.
10

b. Data Sekunder merupakan data yang didapat dari


berbagai macam literatur yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian, diantaranya adalah: buku,
 
brosur, internet, dan lain sebagainya.
4. Tekhnik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa metode
pengumpulan data, diantaranya adalah :
a. Observasi
Observasi dapat diartikan sebagai alat pengumpul
data yang dapat dilakukan secara spontan dan dapat pula
dengan daftar isian yang telah disiapkan sebelumnya
(Subagyo 2011, 63).
Observasi yang akan peneliti lakukan adalah
observasi partisipasi sebagian (partical participation)
karena Yayasan Layak merupakan Yayasan non-panti
alhasil peneliti akan mencoba untuk ikut dalam beberapa
kegiatan dari Low Vision Yayasan Layak kepada
masyarakat. Dalam observasi yang bersifat partisipasi
sebagian ini peneliti hanya akan mengambil sebagian
yang dianggap penting untuk dilakukan pengamatan yaitu
seperti bagaimana proses pemberian layanan, dan juga
sarana dan prasarana.
b. Wawancara
Wawancara merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung
dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada
11

informan (Subagyo 2011, 39). Orang yang akan peneliti


pilih untuk dijadikan informan adalah para staff dari Low
Vision Yayasan Layak, dan beberapa guru serta
 
masyarakat yang telah menerima pelayanan dari Low
Vision Yayasan Layak.
Peneliti akan mencoba membangun kepercayaan
terhadap informan dengan cara membuat proses
wawancara berjalan santai dan tidak tergesa-gesa sehingga
nantinya peneliti akan mendapatkan informasi yang
mendalam dari para informan yang telah dipilih.
c. Dokumentasi
Tekhnik dokumentasi yang digunakan dalam
penelitian ini berupa foto dan juga sumber lain yang
berkaitan dengan Low Vision Yayasan Layak.
5. Tekhnik Anaisis Data
Analisis data merupakan suatu proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola,
kategori, dan satuan uraian dasar sehingga nantinya dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
berdasarkan data yang diperoleh (Moleong 1997, 103).
Proses analisis data dimulai dengan reduksi data
yang dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian yang didapat dari data yang tersedia di
lapangan. Langkah kedua yang harus dilakukan adalah
penyajian data yang dilakukan dengan cara menyusun
informasi sehingga nantinya bisa dilakukan penarikan
kesimpulan. Bentuk penyajian data kualitatif dapat berupa
12

teks naratif, matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Dan


yang langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan yang
dapat digunakan untuk mengambil tindakan tertentu
 
(Sutopo dan Adrianus Arief 2010, 7–8).
6. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang diambil oleh peneliti dalam
mencari informasi dan data-data terkait dengan objek
penelitian adalah Low Vision Yayasan Layak di
daerah Tanjung Barat, Jakarta Selatan, beberapa
sekolah inklusi, dan beberapa tempat umum yang
telah dijadikan sebagai lokasi pelaksanaan program
dari Low Vision Yayasan Layak.
b. Waktu Penelitian
Waktu penelitian atau kegiatannya terhitung mulai
bulan Februari 2019 sampai dengan bulan Juni 2019.
7. Tekhnik Pemilihan Informan
Menurut Bogdam & Biklen informan adalah
seseorang yang bersedia memberikan informasi terkait
situasi dan kondisi latar penelitian. Manfaat informan bagi
peneliti adalah agar dalam waktu yang relatif singkat
peneliti akan mendapatkan banyak informasi yang
terjangkau (Moleong 1997, 90).
Strategi sampling yang peneliti gunakan adalah
Purposive Sampling yaitu pengambilan sample yang
sesuai dengan kriteria, pemikiran atau pengetahuan
peneliti (Nursiyono 2014, 25). Dalam pelaksanannya
13

peneliti akan mencoba untuk mencari informasi dari para


staff Low Vision Yayasan Layak sebagai pelaksana
program, guru di sekolah inklusi dan juga Sekolah Luar
 
Biasa (SLB) sertajuga beberapa orang tua atau pengasuh
dan juga beberapa klien.
Tabel 1
Rancangan Informan
No Informan Informasi Yang Jumlah
Dicari
1. Pengurus Gambaran umum 1
Yayasan Layak Yayasan Layak
2. Penanggung Evaluasi proses 1
jawab program program
3. Refraksionis Evaluasi proses 1
program
4. Guru Inklusi & Pelaksanaan 2
Guru Sekolah pemberian
Luar Biasa layanan
5. Keluarga atau Pelaksanaan 2
pengasuh pemberian
layanan
6. Klien Pelaksanaan 3
pemberian
layanan
14

8. Tekhnik Keabsahan Data


Empat kriteria yang biasa digunakan untuk
melakukan pemeriksaan data penelitian kualitatif, terdiri
 
dari kredibilitas, keterangan, kebergantungan, dan
kepastian. Untuk lebih jelasnya kriteria tersebut akan
digambarkan dalam bentuk tabel berikut ini :
Tabel 2
Teknik Pemeriksaan Data Kualitatif
Kriteria Tekhnik Pemeriksaan
Kredibilitas 1. Perpanjangan
keikutsertaan
2. Ketekunan pengamatan
3. Triangulasi
4. Pengecekan sejawat
5. Kecukupan referensial
6. Kajian kasus negatif
7. Pengecekan anggota
Keterangan 8. Uraian rinci
Kebergantungan 9. Audit kebergantungan
Kepastian 10. Audit kepastian

Dari keempat kriteria tersebut peneliti hanya akan


menggunakan kriteria kredibilitas dengan tekhnik
pemeriksaan berupa triangulasi. Adapun pengertian
triangulasi adalah tekhnik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan hal lain di luar data itu sendiri untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding dari data
15

yang sudah di dapat (Moleong 2007, 330). Untuk


triangulasi dalam penelitian ini peneliti menggunakan
triangulasi sumber dengan cara memastikan kebenaran
 
data dari hasil pengamatan terhadap rehabilitasi low vision
melalui beberapa sumber, yaitu pengurus lembaga,
koordinator program, rehab worker, refraksionis optisien,
orang tua, guru, dan juga klien.
F. Tinjauan Pustaka
Kebutuhan Pelayanan Sosial Penyandang Cacat.
―Hasil kajian menunjukkan bahwa penyandang cacat tubuh
membutuhkan adanya pengakuan akan keberadaan mereka
sebagai individu dan makluk sosial. Karena bagaimanapun
mereka memiliki kemampuan dan potensi yang tidak jauh
berbeda dengan orang normal. Mereka juga membutuhkan
adanya pengakuan dan penerimaan dari orangtua, keluarga
dan masyarakat dengan kondisinya. Mereka pun juga
membutuhkan kemudahan untuk mengakses pelayanan umum
yang dapat mendukung segala aktivitasnya dan akses
pekerjaan sesuai dengan kemampuannya. (Jurnal Informasi,
Vol. 16, No. 01 Tahun 2011 by Eny Hikmawati dan
Chatarina Rusmiyati).
Model Pelayanan Aksesibilitas Bagi Anak
Penyandang Disabilitas Melalui Pusat Layanan Terpadu
di Kota Pangkal Pinang. ―Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa model Pelayanan Aksesibilitas bagi Anak Penyandang
Disabilitas (PLTAPD) sangat diperlukan oleh Anak
Penyandang Disabiliatas (APD) dan keluarga. PLTAPD
16

didirikan untuk memberikan kemudahan bagi APD, sehingga


pelayanan sosial yang dibutuhkan APD (pendidikan,
kesehatan, terapi, sarana prasarana serta pengembangan
 
potensi dan bakat) secara komprehensif, terpadu, terintegrasi,
dan berkelanjutan dapat dijangkau. Model PLTAPD ini
diadakan dengan maksud untuk memberikan pelayanan
psikososial yang terarah, terintegrasi dan berkelanjutan bagi
APD dan keluarga, serta masyarakatat atau Lembaga Rujukan
APD dalam penanganan APD, sehingga hak APD untuk
hidup, tumbuh kembang, mendapat perlindungan, jaminan,
serta APD mendapatkan perawatan khusus yang dibutuhkan
APD. (Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosia, Vol. 16, No. 2
Tahun 2017 by Anggun Dabella Ningrum, Neni
Kusumawardhani, R.Enkeu Agiati).
Keterkaitan antara beberapa penelitian diatas dengan
penelitian ini adalah, dalam penelitian ini akan dibahas
keterlibatan orangtua, masyarakat, dan yayasan yang bergerak
dibidang pelayanan anak (Yayasan Layak) dalam
memperlakukan serta mengatasi masalah gangguan
penglihatan pada anak dan juga ingin mengetahui apakah
program yang telah dijalankan oleh Yayasan Low Vision
Layak berjalan sesuai rencana atau tidak.
G. Sistematika Penulisan
Agar pembahasan ini menjadi sistematis dan mudah
analisa materi yang tertulis di skripsi ini, maka peneliti akan
menjelaskan sistematika penulisan. Secara garis besar skripsi
ini terdiri dari 6 (enam) bab dengan beberapa sub bab. Agar
17

mendapat arah dan gambaran yang jelas mengenai yang


tertulis, berikut ini adalah sistematika penulisannya secara
lengkap:
 
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas Latar Belakang Masalah, Identifikasi
Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Review Kajian Terdahulu dan Sistematika
Penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan tentang Landasan Teori yang
memperjelas dan memperkuat pemahaman teoritis
relevansinya dengan penelitian ini. Maka dalam bab ini akan
menjelaskan tentang dampak dari program Low Vision
Yayasan Layak dalam upaya meningkatkan kepedulian
masyarakat terhadap anak dengan low vision.
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA
Bab ini menjelaskan tentang profile secara keseluruhan dari
Yayasan Layak.
BAB IV ANALISIS DATA DAN TEMUAN
PENELITIAN
Bab ini menjelaskan analisis deskripstif tentang evaluasi
proses program yang dijalankan oleh Low Vision Yayasan
Layak.
BAB V PEMBAHASAN
Bab ini menjalaskan uraian hasil penelitian
BAB VI PENUTUP
Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran.
18

 
19

BAB II
LANDASAN TEORI

A.  Evaluasi Program


1. Pengertian Evaluasi Program

Evaluasi program terdiri dari dua suku kata yaitu


evaluasi dan program. Secara harfiah kata evaluasi berasal
dari bahasa Inggris yaitu ―evaluation‖ dan dalam bahasa
Indonesia berarti penilaian atau penaksiran (Sudijono
2011, 1). Sedangkan menurut istilah evaluasi merupakan
kegiatan yang sebelumnya sudah direncanakan untuk
mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan
beberapa instrument dan hasilnya akan dibandingkan
dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.
Anne Anastasi mengartikan evaluasi bukan
sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan, melainkan
kegiatan yang dilakukan untuk menilai sesuatu secara
terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan atas tujuan
yang jelas (Thoha 2003, 1). Dapat ditarik kesimpulan
bahwa evaluasi merupakan penilaian terhadap suatu
kegiatan atau aktivitas yang sedang berjalan yang
bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari
kegiatan atau aktivitas tersebut.
Secara konseptual evaluasi merupakan jantung
perubahan dan perkembangan dalam suatu organisasi,
program, kegiatan atau institusi. Tanpa evaluasi yang
20

baik, suatu organisasi akan kesulitan untuk


mengembangkan programnya. Dalam mengadakan sebuah
evaluasi, ada beberapa hal yang harus dibahas, yaitu apa
 
yang menjadi bahan evaluasi, bagaimana proses evaluasi,
kapan evaluasi akan dilakukan, mengapa perlu diadakan
evaluasi, dimana proses evaluasi diadakan dan siapa saja
pihak yang terlibat dalam evaluasi (Sudaryono 2012, 9).
Pengertian program terbagi menjadi dua, yaitu
pengertian secara khusus dan umum. Secara khusus,
program dapat diartikan sebagai rencana atau suatu
kegiatan yang akan dilakukan di kemudian hari.
Sedangkan pengertian secara umum, program seringkali
dikaitkan langsung dengan evaluasi yang kemudian
didefinisikan sebagai kegiatan yang merupakan realisasi
atau implementasi dari suatu kebijakan yang berlangsung
dalam proses yang berkesinambungan dan terjadi dalam
suatu organisasi yang melibatkan banyak orang. Dengan
kata lain suatu rancangan program tak luput dari evaluasi
(Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar 2004, 2)
Evaluasi Program menurut Ralph Tyler (1950)
adalah proses untuk mengetahui apakah suatu tujuan
sudah dapat terealisasikan. Definisi yang lebih diterima
masyarakat luas dikemukakan oleh dua orang ahli
evaluasi yaitu Cronbach dan Stufflebeam. Mereka
mengemukakan bahwa evaluasi program adalah sebuah
upaya yang dilakukan untuk menyediakan informasi yang
21

nantinya akan disampaikan kepada pengambil keputusan


(Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar 2004, 4).
Dari beberapa pengertian diatas ditarik kesimpulan
 
bahwa evaluasi program merupakan suatu bentuk kegiatan
untuk menilai dan mengetahui apakah suatu program
dapat berjalan sesuai rencana atau tidak. Dimana hasil
evaluasi yang dilakukan nantinya akan dilaporkan kepada
petinggi atau pemimpin yang memiliki kewenangan untuk
mengambil keputusan berdasarkan apapun hasil dari
evaluasi.

2. Tujuan Evaluasi Program


Menurut (Sudjana 2009) terdapat lima tujuan dari
evaluasi program, diantaranya ialah:
a. Memberikan masukan bagi perencana program.
b. Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan yang
berkaitan dengan tindak lanjut, perluasan atau
penghentian program.
c. Memberikan masukan bagi pengambil keputusan jika
diperlukan modifikasi atau perbaikan program.
d. Memberikan masukan yang berkenaan dengan faktor
pendukung dan juga penghambat program.
e. Memberikan masukan untuk kegiatan motivasi dan
pembinaan bagi penyelenggara, dan pelaksana
program.
22

3. Manfaat Evaluasi
Feurstein (1990) dalam (Adi 2001, 127–28)
menyatakan 10 alasan mengapa suatu evaluasi perlu
 
dilakukan:
a. Pencapaian. Untuk melihat apa saja yang telah
dicapai.
b. Mengukur kemajuan. Melihat kemajuan dari
program yang sedang berjalan.
c. Meningkatkan pemantauan. Agar untuk kedepannya
tercapai manajemen yang lebih baik.
d. Mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan. Agar
dapat memperkuat program itu sendiri.
e. Melihat apakah usaha sudah dilakukan secara
efektif. Guna melihat perbedaan apa yang terjadi
setelah diterapkan suatu program.
f. Biaya dan manfaat. Melihat apakah biaya yang
dikeluarkan cukup masuk akal.
g. Mengumpulkan informasi. Guna merencanakan dan
mengelola kegiatan program secara lebih baik.
h. Berbagi pengalaman. Guna melindungi pihak lain
agar tidak terjebak dalam kesalahan yang sama,
ataupun mengajak orang lain untuk ikut melaksanakan
metode yang serupa bila metode yang dijalankan telah
berjalan dengan baik.
i. Meningkatkan keefektifan. Agar dapat memberikan
dampak yang lebih luas.
23

j. Memungkinkan terciptanya perencanaan yang


lebih baik. Karena memberikan kesempatan untuk
mendapatkan masukan dari masyarakat, komunitas
 
fungsional dan komunitas lokal.

4. Model Evaluasi
Dalam melakukan suatu evaluasi tentunya akan
ada beberapa model yang digunakan dalam evaluasi
tersebut. Pietrzak dkk dalam (Adi 2001, 128–29)
mengemukakan pendapat mereka terkait tiga model
evaluasi yang dapat digunakan. Ketiga model tersebut
antara lain :

a. Evaluasi Input
Evaluasi input berfokus pada tiga aspek yang
terdapat dalam pelaksanaan suatu program. Tiga tiga
aspek tersebut adalah adalah klien, staf, dan juga
program. Pietrzak dan kawan-kawan menjelaskan
bahwa aspek klien meliputi karakteristik demografi
klien, seperti susunan anggota keluarga dan berapa
anggota yang ditanggung. Aspek staf meliputi
demografi dari staf, seperti latar belakang pendidikan
staf, dan pengalaman staf. Sedangkan aspek program
meliputi durasi layanan yang diberikan, dan sumber-
sumber yang tersedia.
Pietrzak mengemukakan empat kriteria yang dikaji
dalam evaluasi input, baik secara individu ataupun
keseluruhan. Kriteria tersebut adalah tujuan objektif,
24

penilaian terhadap kebutuhan komunitas, standar dari


suatu praktek yang terbaik dan biaya per-unit dari
setiap layanan.
 
b. Evaluasi Proses
Evaluasi proses merupakan evaluasi yang berfokus
pada aktivitas program yang melibatkan interaksi
antara klien dengan staf terdepan (line staff) yang
merupakan pusat dari pencapaian dari tujuan program.
Evaluasi proses digunakan untuk menilai, dan
menganalisa program yang sedang berjalan secara
keseluruhan.
Analisa dan penilaian yang telah dilakukan akan
dikaji berdasarkan empat kriteria yaitu standar praktik
terbaik (best standard practice), kebijakan, tujuan
proses (process goal), dan juga kepuasan klien.
Evaluasi proses bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana rencana yang telah dibuat dapat diterapkan,
hambatan apa yang ditemui di lapangan, dan apa saja
yang harus diperbaiki.
c. Evaluasi Hasil
Evaluasi hasil diarahkan pada evaluasi
keseluruhan dampak (overall impact) dari suatu
program terhadap penerima layanan.
Dari penjelasan model evaluasi diatas, peneliti
akan melakukan evaluasi terhadap program yang sedang
dijalankan oleh Yayasan Low Vision Layak, tetapi peneliti
hanya akan berfokus kepada evaluasi prosesnya saja. Hal
25

ini dilakukan agar pembahasan dalam penelitian ini tidak


terlalu luas dan tetap sesuai dengan batasan masalah yang
telah di tentukan.
 
Seperti yang telah dijelaskan diatas, dalam model
evaluasi menurut Pietrzak dkk terdapat empat kriteria
dalam evaluasi proses. Kriteria tersebut antara lain :
a. Standar Praktek Terbaik (Best Standard Practice)
Standar praktek terbaik yang lebih dikenal dengan
Standar Operating Procedure merupakan suatu
pedoman yang mengatur semua prosedur operasional
yang ada di dalam suatu organisasi yang digunakan
untuk memastikan bahwa setiap keputusan, langkah,
atau tindakan dan penggunaan semua fasilitas yang
dilaksanakan oleh orang-orang di dalam suatu
organisasi telah berjalan secara efektif, konsisten,
sesuai standar, dan sistematis (Tambunan 2008, 3).
Dalam penjelasan lain mengartikan standar praktik
adalah suatu norma atau aturan dan penegasan tentang
mutu pekerjaan yang dianggap baik, tepat, dan benar
yang dirumuskan dan digunakan sebagai pedoman
dalam pemberian layanan (Departemen Kesehatan
1988, 3). Stadar praktek terbaik menekankan pada
proses berpikir kreatif yang bertujuan tidak saja untuk
melakukan perbaikan terus-menerus guna
meningkatkan kualitas produk atau jasa, namun juga
melakukan perubahan manajemen dan organisasi agar
26

suatu perusahaan atau lembaga dapat tetap maju dan


berkembang (Kusnoto 2001, 2).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
 
standar praktek merupakan suatu peraturan untuk para
anggota dalam suatu lembaga atau organisasi yang
dibuat untuk meningkatkan mutu pekerjaan dan
menjaga agar setiap bentuk pekerjaan dan tindakan
yang dilakukan dapat berjalan dengan semestinya.
Dua jenis standar yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah:
1) Standar sarana dan prasarana, peralatan serta
kondisi dimana suatu pelayanan diberikan dan
juga apa saja unsur yang menunjang pelayanan
tersebut.
2) Standar proses mencakup tentang proses
pemberian layanan atau urutan kegiatan.
b. Kebijakan
Kebijakan (policy) adalah sebuah instrument
pemerintahan, bukan hanya dalam artian government
yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan
juga menyangkut governance yang menyentuh
pengelolaan sumber daya publik. Pada intinya
kebijakan merupakan suatu keputusan atau pilihan
tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan
dan pendistribusian sumber daya alam, finansial dan
manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat
27

banyak, penduduk, masyarakat atau warga negara


(Suharto 2013, 3).
c. Tujuan Proses (Process Goal)
 
Menurut Katz & Kahn (1978) dalam Jurnal
Manajemen Pendidikan menjalaskan bahwa dalam
sebuah organisasi, tujuan diartikan sebagai suatu
kerangka kerja yang terdiri dari perilaku tertentu dan
tindakan yang sesuai dengan ekspektasi pimpinan
dalam sebuah organisasi (Subarino 2012, 53).
Tujuan harus dibuat secara realistis, fleksibel, jelas
perumusannya, dapat terukur kemajuannya, dan dapat
dirancang untuk jangka pendek, menengah, maupun
jangka panjang (Fattah 2016, 49). Dengan kata lain,
tujuan dapat diartikan sebagai hasil akhir yang ingin
dicapai oleh suatu organisasi atau lembaga yang
sebelumnya telah dirancang dan diketahui oleh semua
pihak.
d. Kepusan Klien
Kepuasan konsumen atau dalam hal ini disebut
klien merupakan suatu sikap secara keseluruhan yang
ditunjukan konsumen atau klien atas suatu barang atau
jasa yang telah mereka peroleh atau gunakan (Mowen
2002, 89). Kepuasan juga dapat diartikan sebagai
suatu keadaan dimana jasa/produk yang telah
diberikan sesuai dengan ekspektasi konsumen atau
klien. Jika produk dan jasa dapat memenuhi
ekspektasi konsumen atau klien maka mereka akan
28

puas, namun jika tidak dapat memenuhi harapan para


konsumen atau klien akan kecewa (Sangadji dan
Sopiah 2013, 181).
 
Menurut Zeithml, Bitner dan Gremler (2009)
dalam Jurnal Administrasi Bisnis dari (Apriyani dan
Sunarti 2017, 3)mengungkapkan bahwa ada lima
dimensi kualitas pelayanan, diantaranya adalah :
1) Keandalan (Reliability), yaitu kemampuan
untuk memberikan jasa yang dijanjikan secara
handal dan tepat sasaran.
2) Ketanggapan (Responsiveness), yaitu
kemampuan untuk bersikap cepat dan tanggap
dalam melayani.
3) Keyakinan (Assurance), yaitu kemampuan
para staf untuk memunculkan rasa yakin dan
percaya dengan pengetahuan, sopan santun dan
kemampuan yang mereka miliki.
4) Kepedulian (Empathy), yaitu kemampuan
untuk membangun rasa kepedulian dan
perhatian kepada para klien.
5) Bukti Langsung (Tangible), yaitu berupa
fasilitas fisik, peralatan, staf, dan penampilan
perorangan.
B. Rehabilitasi Low Vision
1. Pengertian Rehabilitasi
Rehabilitasi menurut Glosarium Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial tahun 2009 adalah suatu bentuk
29

kegiatan refungsionalisme dan juga pengembangan yang


dilakukan supaya seseorang mampu melaksanakan fungsi
sosialnya dan menjalankan kehidupannya seperti sedia
 
kala (UU No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial). Sementara Suparlan (1993) mengemukakan
bahwa rehabilitasi merupakan suatu bentuk kegiatan yang
dilakukan untuk memperbaiki dan mengembangkan
kondisi fisik seseorang, serta kemampuan mentalnya
sehingga orang tersebut dapat mengatasi masalah berbagai
masalah yang dialami oleh dirinya dan keluarganya.
(Salsabila, Krisnani, dan Apsari 2018, 199).
2. Sasaran Rehabilitasi
Sasaran dari rehabilitasi sosial yang dalam hal ini
ditujukan kepada penyandang disabilitas telah diatur pada
pasal 6 Peraturan Menteri Sosial Nomor 7 tahun 2017
tentang Standar Habilitasi dan Rehabilitasi Sosial
Penyandang Disabilitas, yaitu (Kementrian Sosial 2017):
a. Penyandang Disabilitas
b. Keluarga/wali/pendamping; dan
c. Masyarakat
3. Tahapan Rehabilitasi
Berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam
melakukan rehabilitasi sesuai dengan standar pelayanan
rehabilitasi sosial berdasarkan Peraturan Menteri Sosial
Nomor 7 tahun 2017 tentang Standar Habilitasi dan
Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas (Kementrian
Sosial 2017) :
30

a. Tahap pendekatan awal


b. Tahap pengungkapan dan pemahaman masalah
c. Tahap penyusunan rencana pemecahan masalah
 
d. Tahap pemecahan masalah
e. Tahap resosialisasi
f. Tahap terminasi
g. Tahap bimbingan lanjut
4. Kualifikasi Sumber Daya Manusia Dalam
Pelaksanaan Rehabilitasi
Pada Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia
nomor 16 tahun 2017 tentang standar nasional sumber
daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial pasal 4
ayat 1 dijelaskan bahwa sumber daya manusia
penyelenggara kesejahteraan sosial terdiri atas (Pusat
Pengembangan Profesi Pekerjaan Sosial Republik
Indonesia 2018) :
a. Tenaga Kesejahteraan Sosial
b. Pekerja Sosial
c. Relawan Sosial
d. Penyuluh Sosial
Sebelumnya dalam pasal 1 telah dijelaskan
pengertian dari keempat profesi diatas. Diantaranya
adalah pada pasal 1 ayat 4 dijelaskan bahwa tenaga
kesejahteraan sosial adalah seseorang yang dilatih dan
dididik secara professional untuk menjalankan tugas-tugas
pelayanan dan penanganan masalah sosial , atau seseorang
yang bekerja di lembaga sosial baik pemerintah ataupun
31

swasta yang menjalankan tugas-tugas kesejahteraan


sosial.
Selanjutnya pada ayat 5 menjelaskan bahwa
 
pekerja sosial adalah seseorang yang bekerja di lembaga
sosial milik pemerintah ataupun swasta yang memiliki
kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan juga
memiliki kepedulian dalam pekerjaan sosial yang dapat
diperoleh dari pendidikan, pelatihan serta pengalaman
praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas
pelayanan dan penanganan masalah sosial.
Pada ayat 6 menjelaskan bahwa relawan sosial
adalah seseorang atau kelompok masyarakat, baik yang
berlatar belakang pekerjaan sosial maupun non pekerjaan
sosial, yang bertugas melaksanakan kegiatan
penyelenggaraan di bidang sosial bukan di instansi sosial
pemerintah atas kehendak sendiri dengan atau tanpa
imbalan.
Pada ayat 7 menjelaskan bahwa penyuluh sosial
adalah seseorang yang bertugas dan bertanggung jawab
melaksanakan kegiatan penyuluhan sosial di bidang
penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
5. Standar Sarana Dan Prasarana Pelaksana Rehabilitasi
Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
nomor 39 tahun 2012 tentang penyelenggaraan
kesejahteraan sosial (Kementrian Pertahanan Republik
Indonesia 2012). Pada pasal 41 tertulis aturan tentang
32

standar minimum sarana dan prasarana pusat rehabilitasi


sosial. Berikut isi dari pasal tersebut :
a. Perkantoran yang terdiri dari ruang pimpinan, ruang
 
kerja staf, ruang rapat, ruang tamu, ruang
dokumentasi, ruang data dan informasi, ruang
perpustakaan, kamar mandi, dan dapur;
b. Pelayanan teknis yang terdiri dari ruang asrama, ruang
pengasuh, ruang diagnose, ruang konseling
psikososial, ruang instalasi produksi, ruang olahraga
dan pembinaan fisik, ruang bimbingan mental dan
sosial, ruang praktik keterampilan dan ruang kesenian;
c. Pelayanan umum yang terdiri dari ruang makan, ruang
belajar, ruang ibadah, ruang kesehatan, aula, pos
keamanan, ruang tamu, gudang, kamar mandi, tempat
parkir, dan rumah dinas/pengurus
d. Tenaga pelayanan sosial yang terdiri dari tenaga
administrasi, tenaga keuangan, tenaga fungsional, dan
tenaga keamanan;
e. Peralatan yang terdiri dari peralatan penunjang
perkantoran, peralatan komunikasi, penerangan,
instalasi udara dan air bersih, peralatan bantu bagi
penerima layanan, dan peralatan penunjang pelayanan
teknis;
f. Alat transportasi yang terdiri dari alat transportasi
perkantoran dan alat transportasi penerima layanan;
dan
g. Sandang dan pangan bagi penerima layanan.
33

Ada unsur penting yang mendukung keberhasilan


dari proses rehabilitasi yang dilakukan oleh Low Vision
Yayasan Layak, yaitu kepedulian. Berkaitan dengan
 
landasan teori yang dibahas pada bab ini, peneliti
menggunakan teori kepedulian dari Kristen Swanson
sebagai teori pendukung dimana kepedulian terdiri dari
lima kategori atau proses (Swanson 1991, 163–65),
diantaranya ialah :
Knowing adalah memahami sebuah peristiwa yang
bermakna bagi klien. Mempertahankan kepercayaan
adalah dasar dari teori ini. Knowing adalah cara untuk
memahami pengalaman hidup klien, menggali lebih
dalam informasi klien secara detail, peka terhadap
petunjuk verbal dan non verbal, fokus kepada satu tujuan
rehabilitasi, melibatkan orang yang memberi asuhan, serta
orang yang diberi asuhan dan menyamakan persepsi
antara petugas dan klien.
Being with tidak hanya hadir secara fisik, tetapi
juga lewat komunikasi, mencoba memahami apa yang
diarasakan oleh klien klien dan mencoba untuk memberi
dukungan, kenyamanan dan apapun yang dibutuhkan
klien.
Doing for berarti bersama - sama melakukan
tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi kebutuhan
yang diperlukan, kenyamanan, menjaga privasi dan
martabat klien.
34

Enabling adalah memberdayakan dan


memfasilitasi klien supaya klien mampu untuk melewati
masa transisi dalam hidupnya dan melewati setiap
 
peristiwa dalam hidupnya yang belum pernah dialami
Maintaining belief ialah cara menumbuhkan
keyakinan seseorang dalam melalui setiap peristiwa hidup
dan masa-masa transisi dalam hidupnya serta menghadapi
masa depan dengan penuh keyakinan, meyakini
kemampuan orang lain, menumbuhkan sikap optimis,
membantu menemukan arti atau mengambil hikmah dari
setiap peristiwa, dan selalu ada untuk orang lain dalam
situasi apa pun.
6. Definisi Low Vision
Low Vision merupakan salah satu kondisi
terganggunya penglihatan seseorang. Gangguan
penglihatan diartikan sebagai menurunnya fungsi
penglihatan seseorang yang bisa diakibatkan oleh virus
atau penyakit, kecelakaan, dan lain sebagainya. Tingkat
fungsi penglihatan menurut World Health Organization
dibagi menjadi empat, yaitu penglihatan normal,
gangguan penglihatan sedang, gangguan penglihatan
berat, dan yang terakhir adalah buta. Gangguan
penglihatan sedang hingga berat bisa disebut Low Vision
(Asrorudin 2014, 7).
Menurut Anastasia Widjajanti dan Immanuel
Hitipeuw Low Vision adalah suatu kondisi dimana
seseorang mengalami kecacatan visual, tetapi masih
35

memiliki sisa penglihatan yang dapat digunakan untuk


membaca dengan ukuran yang diperbesar. Kemudian
Hallahan dan Kauffman mengatakan bahwa Low Vision
 
adalah mereka yang dapat membaca huruf bercetak tebal
mereka yang membutuhkan alat bantu (Firtiyaldi,
Sopandi, dan Efrina Elsa 2013, 397).
Secara umum Low Vision merupakan kondisi
dimana seseorang mengalami gangguan pada penglihatan
tetapi masih memiliki sisa penglihatan yang dapat
digunakan untuk membaca, menulis, dan melakukan
kegiatan dengan bantuan alat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa rehabilitasi low
vision adalah suatu usaha untuk mengembalikan kembali
fungsi penglihatan yang telah menurun ataupun rusak,
sehingga seseorang yang telah menjalankan rehabilitasi
tersebut mampu untuk melakukan kegiatannya secara
mandiri.
7. Karakteristik Low Vision
Berikut ini adalah karakteristik anak dengan low
vision yang biasanya sangat jelas terlihat menurut
(Agustyawati dan Solicha 2009, 14) :
a. Membaca dan menulis dengan jarak yang sangat dekat
b. Hanya mampu membaca huruf yang berukuran besar
c. Mata putih di tengah mata (katarak) atau kornea
(bagian bening di depat mata) terlihat berkabut
d. Terlihat tidak menatap lurus kedepan
36

e. Memicingkan mata atau mengerutkan kening saat


cahaya terang atau melihat sesuatu
f. Lebih sulit melihat pada malah hari daripada siang
 
hari
g. Pernah menjalani operasi mata
C. Pencegahan Kebutaan pada Anak
1. Definisi Kebutaan pada Anak
Kebutaan atau buta merupakan salah satu
golongan dari suatu kondisi terganggunya sistem
penglihatan yang biasanya disebut Tunanetra. Tunanetra
diartikan sebagai gangguan atau kelainan yang terjadi
pada indra penglihatan seseorang yang mengganggu
aktivitasnya sehingga mereka membutuhkan alat bantu
untuk membantunya dalam beraktivitas. Dalam dunia
medis tunanetra dibagi menjadi dua golongan atau jenis,
yaitu buta total (blind) dan low vision (Pandji dan Winda
Wardhani 2013, 4).
Orang yang mengalami buta total (blind) sulit
untuk melihat objek bahkan di depan wajahnya sekalipun
tetapi adapula yang mampu untuk melihat sinar atau
cahaya yang dapat dimanfaatkan untuk bergerak.
Sedangkan low vision adalah mereka yang harus
mendekat, atau menjauhkan matanya jika melihat suatu
objek, atau mereka yang memiliki pandangan kabur ketika
melihat suatu objek. Orang yang mengalami kebutaan
tidak dapat menggunakan alat bantu dan huruf lain selain
huruf braille, sementara orang yang mengalami low
37

vision, para penderita dapat menggunakan kacamata atau


alat bantu lain sesuai dengan kebutuhan (Smart 2010, 36).
Seorang anak dapat dikatakan buta jika usianya
 
dibawah 16 tahun dengan tajam penglihatan yang telah
dikoreksi kurang dari 3/60 (menghitung jari pada jarak 3
meter) atau lapang pandang penglihatannya hanya
mencapai 10 atau bahkan kurang dari itu. Tetapi pada
anak dengan gangguan penglihatan yang buruk (tajam
penglihatan dengan koreksi pada mata bagus lebih dari
3/60 tetapi kurang dari 6/60) walaupun tidak termasuk
dalam klasifikasi buta, tetap membutuhkan cara
pendidikan khusus yang tidak boleh diabaikan (World
Health Organization 1999, 2).
2. Ciri-Ciri Kebutaan pada Anak
Ada ciri-ciri khusus dan juga gejala yang
sebaiknya diperhatikan oleh para orang tua terkait dengan
kondisi penglihatan sang anak (Smart 2010, 37),
diantaranya sebagai berikut :
a. Fisik
Jika diperhatikan secara seksama kondisi anak-
anak tunanetra (baik buta total maupun low vision)
tidak berbeda dengan anak-anak yang kondisi
penglihatannya masih sehat. Yang membedakannya
adalah organ penglihatannya. Berikut ini adalah
beberapa gejala yang dapat diamati :
1) Mata juling
2) Sering mengedipkan mata
38

3) Menyipitkan mata
4) Kelopak mata berwarna merah
5) Infeksi pada mata
 
6) Gerakan mata tidak beraturan dan bergerak cepat
7) Mata selalu mengeluarkan air mata, dan
8) Kulit mengalami pembengkakan ditempat bulu
mata tumbuh.
b. Perilaku
Anak-anak tunanetra umumnya menunjukan
perilaku tertentu yang cenderung berlebihan. Itu dapat
diamati sejak dini, seperti :
1) Sering menggosok mata
2) Menutup mata atau melindungi salah satu
matanya, memiringkan kepala, atau
mencondongkan kepala ke depan
3) Sukar membaca atau mengerjakan hal lain
yang mengandalkan kerja mata
4) Sering berkedip dan cepat marah bila
mengerjakan sesuatu
5) Sulit untuk melihat objek yang jauh
6) Tidak terlalu tertarik untuk melihat gambar
dan menulis
7) Terlihat janggal apabila beraktivitas yang
membutuhkan kerja tangan dan mata, dan
8) Banyak mengeluh perihal ketidakmampuan
dalam melihat
39

c. Psikis
Selain perilaku, kondisi psikis juga dapat terlihat
secara jelas, seperti :
 
1) Perasaan mudah tersinggung
Anak-anak tunanetra akan mudah tersinggung
karena mereka kurang mendapatkan
rangsangan visual sehingga mereka cenderung
emosional ketika orang lain membicarakan
hal-hal yang tidak bisa mereka lakukan.
2) Mudah curiga
Pada dasarnya setiap orang memiliki rasa
curiga, tetapi perasaan curiga yang dirasakan
oleh anak-anak tunanetra biasanya melebihi
rasa curiga yang dirasakan oleh orang normal.
Kadang kala mereka akan curiga dengan
orang-orang yang berniat ingin membantu.
Oleh karna itu perlu ada pendekatan yang
dilakukan agar anak-anak yang mengalami
gangguan penglihatan dapat mengenal dan
mengerti bahwa tidak semua orang bersifat
jahat.
3) Ketergantungan yang belebihan
Anak-anak tunanetra, khususnya yang telah
kehilangan seluruh penglihatannya memang
harus dibantu dalam suatu hal, akan tetapi
tidak perlu dilakukan untuk semua kegiatan,
seperti makan, minum, dan mandi. Yang harus
40

dilakukan adalah mengawasi agar mereka


merasa aman walaupun menjalankan
aktivitasnya secara mandiri.
 
3. Faktor Penyebab Kebutaan
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang
mengalami kebutaan (Smart 2010, 41),antara lain :
a. Pre-natal (dalam kandungan)
Kebutaan pada masa pre-natal sangat erat
kaitannya dengan riwayat penyakit yang diturunkan
oleh orang tua atau kelainan yang dialami pada masa
awal kehamilan.
1) Keturunan
Pernikahan pasangan yang keduanya mengalami
tunanetra biasanya dapat melahirkan anak dengan
kekurangan yang sama, yaitu tunanetra walaupun
tidak diketahui tunanetra seperti apa yang akan
dialami sang anak. Selain itu, jika salah satu orang
tua adalah tunanetra, nantinya sang anak juga akan
menjadi tunanetra. Ketunanetraan yang
disebabkan oleh faktor keturunan disebut dengan
Retinitis Pigmentosa, yaitu suatu penyakit pada
retina yang umumnya disebabkan oleh faktor
keturunan.
2) Pertumbuhan anak dalam kandungan
Ketunanetraan disebabkan oleh pertumbuhan anak
di dalam kandungan bisa disebabkan oleh :
41

a) Gangguan yang dialami oleh ibu saat


mengandung
b) Adanya penyakit menahun, seperti
 
Tuberculosis (TBC) sehingga sel-sel darah
tertentu selama pertumbuhan janin dalam
kandungan menjadi rusak.
c) Infeksi yang dialami oleh ibu hamil akibat
terkena penyakit Rubella atau cacar air yang
dapat menyebabkan rusaknya mata, telinga,
jantung, serta sistem saraf pusat pada janin
yang sedang berkembang.
d) Infeksi karena penyakit kotor, yaitu
Toxoplasmosis, Trachoma, dan tumor. Tumor
sendiri dapat terjadi pada otak yang
berhubungan dengan indra penglihatan atau
pada bagian bola mata.
e) Kekurangan vitamin tertentu yang dapat
menyebabkan gangguan pada mata sehingga
sang anak kehilangan fungsi penglihatannya.
b. Post-natal
Post-natal merupakan periode setelah bayi
dilahirkan. Gangguan penglihatan bisa saja dialami
pada masa-masa seperti berikut :
1) Kerusakan pada mata atau saraf mata yang
terjadi saat proses persalinan yang diakibatkan
oleh benturan alat atau benda keras.
42

2) Pada proses persalinan sang ibu terkena


penyakit genorrhoe dan bayi yang berada di
kandungan menjadi tertular sehingga setelah
 
lahir sang bayi akan mengalami sakit dan juga
mengakibatkan hilangnya kemampuan untuk
melihat.
3) Mengalami kecelakaan, seperti masuknya
benda keras dan tajam, cairan kimia yang
berbahaya, kecelakaan lalulintas dan lain
sebagainya yang membuat rusaknya
penglihatan anak.
Selain pada masa pre-natal dan post-natal yang
dijelaskan diatas, ada beberapa penyakit mata yang bisa
menjadi faktor penyebab seseorang kehilangan
penglihatannya, seperti :
a) Xeropthalmia, yaitu penyakit yang disebabkan
oleh kurangnya vitamin A.
b) Trachoma, yaitu penyakit yang disebabkan
oleh adanya virus chilimidezoon trachomanisi.
c) Catarac, yaitu penyakit mata yang menyerang
bola mata yang menyebabkan lensa mata
menjadi keruh dan membuat mata berwarna
putih jika dilihat dari luar.
d) Glaucoma, yaitu penyakit mata yang
disebabkan bertambahnya cairan di dalam bola
mata sehingga membuat tekanan yang ada
dalam bola mata meningkat.
43

e) Diabetik Retinopathy, yaitu gangguan yang


terjadi pada retina mata yang disebabkan oleh
penyakit diabetes militus.
 
f) Macular Degeneration, yaitu suatu kondisi
dimana bagian tengah pada mata mengalami
gangguan seseorang tidak bisa melihat lurus
kedepan.
g) Retinopathy of Prematurity, yaitu kondisi yang
terjadi ketika seorang anak terlahir prematur.
4. Strategi Pencegahan Kebutaan pada Anak
Berbagai variasi strategi telah dikembangkan
untuk mengatasi penyebab kebutaan yang terjadi pada
anak. Strategi yang selama ini dilakukan cenderung
menggunakan pendekatan kesehatan masyarakat daripada
perawatan mata itu sendiri, karena banyak faktor yang
saling berkaitan dengan penyebab terjadinya kebutaan
pada anak (World Health Organization 1999, 31). Tiga
tingkat pencegahan yang dapat membuat anak terhindar
dari kebutaan adalah :
a. Pencegahan Primer, yaitu pencegahan supaya penyakit
tidak menyebar ke masyarakat.
b. Pencegahan Sekunder, yaitu mencegah supaya tidak
ada komplikasi penyakit yang nantinya akan
mengancam terjadinya gangguan penglihatan dan
kebutaan.
44

c. Pencegahan Tersier, mengurangi semaksimal mungkin


gangguan penglihatan akibat yang terjadi karena
cedera atau penyakit yang dialami sebelumnya.
 
WHO (1999) memaparkan strategi utama dalam
mencegah penyakit yang dapat menimbulkan kebutaan
pada anak, diantaranya ialah :
a. Profilaksis, yaitu cara pengobatan untuk pencegahan
primer terhadap suatu penyakit. Contohnya adalah
penggunaan metode Crede (penggunaan obat tetes
mata yang mengandung larutan perak nitrat sebanyak
1%) untuk melindungi bayi yang baru lahir dari
berbagai macam penyakit yang bisa menyebabkan
rusaknya penglihatan.
b. Imunisasi, yaitu strategi pencegahan primer lainnya,
yang bisa digunakan untuk mencegah penyakit infeksi
yang berpotensi merusak penglihatan bayi, seperti
campak dan rubella
c. Perawatan antenatal yang baik. Wanita yang sedang
mengandung dapat dilakukan pemeriksaan medis
untuk mengetahui apakah sang ibu terindikasi terkena
penyakit Gonorrhoeae atau infeksi bakteri menular.
Pemeriksaan tersebut sangat berguna untuk mencegah
sang anak mengalami gangguan penglihatan.
d. Perawatan neonatal, merupakan perawatan yang perlu
dilakukan untuk bayi yang baru lahir, seperti
mempertahankan suhu agar selalu dalam batas normal,
pemberian vitamin K, dan sebagainya.
45

e. Perbaikan gizi, merupakan strategi yang sangat


ampuh untuk mencegah timbulnya berbagai macam
penyakit, terutama yang dapat memicu rusaknya
 
penglihatan pada anak.
f. Pendidikan, pendidikan merupakan salah satu strategi
pencegahan dengan cara melakukan sosialisasi kepada
masyarakat yang dilakukan untuk meningkatkan
kepedulian masyarakat mengenai penyebab kebutaan
dan pencegahannya pada anak-anak.
g. Pengenalan diri serta pengobatan, strategi tersebut
dilakukan untuk menangani penyakit yang berpotensi
merusak penglihatan pada anak.

h. Meningkatkan higiene dan perawatan, terutama


selama anak mengalami gangguan penglihatan.
Caranya dengan mengurangi insiden atau aktivitas lain
yang dapat memperparah gangguan penglihatan pada
anak.
46

D. Kerangka Berpikir

EVALUASI PROSES PROGRAM SEEING IS


  BELIEVING YAYASAN LOW VISION LAYAK
DALAM UPAYA PENCEGAHAN KEBUTAAN PADA

EVALUASI
PROSES

BEST TUJUAN KEPUASA


KEBIJAKAN
STANDAR PROSES N KLIEN
PRACTICE

1. STANDAR 1. KRITERIA 1. KEANDALAN


SARANA & KLIEN
1. HASIL 2. CEPAT
PRASARANA 2. KRITERIA
PEMBERIAN TANGGAP
SUMBER
LAYANAN
2. STANDAR DAYA 3. KEYAKINAN
PROSES MANUSIA 4. KEPEDULIAN
5. BUKTI
LANGSUNG
47

BAB III
GAMBARAN UMUM YAYASAN LAYAK
A. Profil Yayasan Layak
 
1. Sejarah Yayasan Layak
Yayasan Layak adalah yayasan yang bergerak di
bidang pelayanan anak dan keluarga. Sejak tahun 2001
Yayasan Layak telah dirintis oleh para pekerja sosial yang
sudah memiliki pengalaman dalam bidang pemecahan
masalah-masalah sosial dan pemberdayaan masyarakat,
seperti HIV/AIDS, low vision, anak jalanan, kesejahteraan
anak, pendidikan keluarga, korban perdagangan
orang/human trafficking termasuk anak yang dilacurkan.
Pada April 2003, LAYAK diaktenotariskan secara legal
menjadi Yayasan (Yayasan Layak, 2018).
Nama Lembaga : Yayasan Layak (Pelayanan Anak
dan Keluarga
Alamat
Kantor Sekretariat : Jl. Kartini Raya/Citayam III, Gang
Texas No. 4 RT. 003/ RW. 002
Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat
Kantor Low Vision : Jl. Nangka No. 1 Tanjung Barat
Jagakarsa, Jakarta Selatan
Telepon : (021) 777-4735,
Fax (021) 777-4735
Email :yayasan_layak@yahoo.com/
admin@layak.or.id
Website : https://layak.or.id
48

Penanggung Jawab : Evie Suranta Tarigan (Ketua


Umum Dewan Pengurus Yayasan)
/ No. Hp 0813-1740-4019
 
No. Rekening : Bank Mandiri, 157-00-0481587-5
a.n Yayasan Layak
Berdiri : Tahun 2003. Akte Notaris
Soekardiman, S. H No. 3 Tanggal 8 April 2003 dan No.
26 tanggal 28 Juli 2005. Diperbaharui dengan Akte
Notaris Zetsplayers Tarigan, S. H No. 24 tanggal 19
Desember 2014
Pengesahan : Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia (HAM) Republik
Indonesia Nomor: AHU-AH.
01.06-1167
B. Visi, Misi Dan Kegiatan Yayasan Layak
1. Visi Yayasan Layak
Terwujudnya anak dan keluarga yang berdaya.
2. Misi Yayasan Layak
a. Memberdayakan anak dan keluarga melalui
penjangkauan dan pendampingan, layanan
manajemen kasus, mitigasi dampak, pendidikan dan
pelatihan, konseling dan advokasi, dengan metode,
nilai dan prinsip-prinsip pekerjaan sosial.
b. Mengupayakan kemandirian organisasi untuk
keberlanjutan pelayanan.
49

3. Kegiatan Yayasan Layak


Sejak berdiri hingga saat ini Yayasan Layak
sudah melakukan beberapa program yaitu:
 
Tabel 3
Rincian Program Terlaksana
No Program Periode Sumber
Kerjasama Dana
1 Manajemen 2005 – ASA/FHI-
Kasus HIV AIDS 2010 USAID &
di Jakarta dan KEMKES
Training
Manajemen
Kasus di 12
provinsi di
Indonesia
2 Reintegrasi Anak 2006- IOM
Korban 2008
Perdagangan
Orang di Jakarta
3 Penjangkauan 2009- Global
dan 2015 Fund-
Pendampingan PKBI
Populasi Kunci
4 Intervensi 2011- SUM I-
Komprehensif 2012 USAID
Untuk Korban
Penyalahgunaan
Narkoba di DKI
Jakarta
5 Memfasilitasi 2013- KEMENS
Management 2014 OS
Bantuan Sosial
Untuk Anak
50

Dengan HIV
AIDS dari
Keluarga Tidak
Mampu Berusia
 
< 5 Tahun
6 Program 2015- CBM-
Penanganan 2020 Standart
Anak dengan Chartered
Kebutaan, Low Bank
Vision dan
Kerusakan
Penglihatan
lainnya di
Sulawesi Selatan
dan DKI Jakarta
7 Asistensi Korban 2015- IFRC-
Trafficking dan 2017 European
Migrasi Aman di Union
Kabupaten
Indramayu
8 HIV AIDS 2016- AHF
Testing dan Care 2019
Program
9 Penjangkauan 2014- LAYAK
dan Pelayanan Sekaran
Manajemen g
Kasus HIV AIDS
di Berastagi Kab.
Karo-Sumatera
Utara
10 Program 2014-2018 LAYAK
Penanggulangan
HIV dan AIDS di
Brastagi, Sumatera
51

Utara
11 Asistensi Korban Oktober IFRC
Trafficking dan 2015-
Migrasi Aman di September
 
Kabupaten 2017
Indramayu, Jawa
Barat
12 HIV/AIDS Testing Juli 2016- AHF
and Care Program Juni 2019
di Jakarta
Sumber : Dokumen Yayasan Layak
Total penerima manfaat : 129.810 orang, terdiri
dari penerima manfaat Program Penanggulangan HIV
AIDS 95.070 (Sosialisasi dan tes HIV (88.492),
Training (1.496), Pendampingan ODHA (5.154),
Human Trafficking dan Low Vision 34.740 orang.
Wilayah kegiatan Yayasan LAYAK yaitu Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Jawa Barat,
Sulawesi Selatan dan Tanah Karo (Sumatera Utara)
(Layak 2018).
C. Struktur Manajemen Lembaga
Tabel 4
Struktur Manajemen Lembaga
No Nama Posisi Pendidikan
1 Sumarni Surbakti, Ketua Dewan S2
MBA Pembina
2 Brigjen TNI dr. Anggota S2
Alexander Dewan
Kaliaga Ginting Pembina
S, SpP, PCCP
52

3 Yeremias Wutun, Anggota S2


M. Si Dewan
Pembina
4 Dra. Jenny Dewan S1
 
Tarigan Pengawas
5 Dra. Evie Suranta Ketua Umum S1
Tarigan Dewan
Pengurus
6 Dra. Frida Murni Ketua I Dewan S1
Girsang Pengurus
7 Lucia Rusmiyati, Ketua II Dewan S1
S.Sos Pengurus
8 Ribka Pittaria, Sekretaris S2
M.Si
9 Erna Ferdiana Bendahara D3
Indiaswari
Sumber : Dokumen Yayasan Layak
D. Alur Pelayanan Rehabilitasi Low Vision
Berdasarkan program Lembaga Pelayanan Anak dan
Keluarga, dalam memberikan pelayananya terbagi dalam
beberapa poin, yakni: (a) Tes fungsi penglihatan, (b) Memberi
saran menggunakan penglihatan secara optimal (c) Peresepan
dan latihan menggunakan alat bantu penglihatan (optik dan
non optik) (d) Mobilitas, bagaimana bergerak aman
dilingkungan rumah, sekolah dan sebagainya, (e) Bagaimana
melakukan aktivitas sehari-hari, (f) Evaluasi fungsi
penglihatan anak berkebutuhan khusus (g) Follow up di
rumah dan di sekolah (h) Konseling dan memberikan panduan
untuk modifikasi lingkungan.
53

Sejak tahun 2015 hingga saat ini Yayasan Layak telah


memberikan bantuan sebagai penerima manfaat sebanyak 432
yang berasal dari rujukan dokter, sekolah luar biasa dan
 
pengajuan mandiri. Populasi klien ini merupakan anak-anak
yang tinggal di Jabodetabek, rujukan dari rumah sakit
Kalimantan, Tegal dan Medan. Adapun mengenai biaya
pemberian bantuan akan tergantung dengan kondisi ekonomi
orang tua, jika orang tua dianggap mampu, maka seluruh
proses bantuan dikenakan biaya, jika keluarga dianggap
kurang mampu maka layanan akan diberikan secara cuma-
cuma (semua ini akan diidentifikasi melalui penilaian
pekerjaan dan pendapatan orang tua yang telah dibikin form).
Prosedur Penjalinan Kerjasama Program Rehabilitasi
Low Vision
Yayasan LAYAK Low

RUMAH SEKOLAH RUMAH


SAKIT

Dalam menjangkau klien, Yayasan Layak


melakukannya dengan tiga cara, yaitu melakukan kerjasama
dan menjalin jaringan kepada Rumah Sakit (sejauh ini banyak
mendapatkan rujukan dari Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) bagi anak yang mengalami
gangguan low lision), lalu melakukan sosialisasi dan edukasi
ke Sekolah Luar Biasa (SLB) dan sekolah inklusi untuk
54

menjaring klien serta menerima laporan dari klien yang


berkunjung secara mandiri.
Setelah mendapatkan klien (yang target utamanya
 
adalah anak-anak) Low Vision Yayasan Layak kemudian
melakukan tes bagi calon klien. Tes ini dilakukan dalam 2
cara, yakni tes yang disebut clinical assessment dimana tes
tersebut merupakan tes ketajaman penglihatan bagi anak.
Seorang anak dikatakan low vision jika memiliki ketajaman
mata kurang atau sama dengan 6/18 (6 meter 18 Matriks).
Setelah anak mendapatkan tes ini, kemudian anak akan
melakukan functional assessment yang merupakan pengkajian
fungsi penggunaan mata pada anak dalam melakukan
kegiatan keseharianya (makan, belajar dan lainnya). Semua
tes ini dilakukan dengan menyertakan observasi dan
wawancara baik pada anak (yang memiliki kemampuan
komuniaksi baik) atapun kepada orangtua.
Setelah melakukan rangkaian tes diatas, anak sebagai
klien akan mendapatkan proses rehabilitasi dan penerimaan
layanan meliputi pelatihan cara penggunaan alat bantu
penglihatan (baik optik ataupun non-optik), pemberian alat
optik dan non-optik, adapun peralatan optik meliputi
kacamata, alat pembesar dan lain-lainnya, dan non optik
meliputi buku bergaris, lampu dan lain-lainnya, semua alat ini
digunakan untuk membantu anak dengan low vision
meningkatan fungsi penglihatan. Low Vision Yayasan Layak
juga telah bekerja sama kepada Rumah Sakit Cicendo
55

(Bandung) untuk pelayanan operasi katarak bagi penderita


katarak.
Kemudian, setelah pemberian layanan tersebut Low
 
Vision Yayasan Layak akan melakukan tindakan lanjutan
dengan berkunjung ke rumah dan sekolah untuk
memberitauhukan orang tua dan guru agar memberikan
perhatian khusus bagi anak dengan low vision (misalnya
dengan mempersilahkan anak untuk duduk lebih dekat
dengan papan tulis). Terminasi akan dilakukan ketika anak
dianggap dapat mandiri baik dalam memahamai penggunaan
alat penglihatan maupun dalam melakukan aktivitas sehari-
harinya (Layak 2018).
E. Pendanaan dan Kerjasama
Dalam menjalankan kegiatannya Yayasan Layak tidak
bekerja sendiri. Ada beberapa lembaga yang menjadi rekan
kerja dan juga memberikan dana agar kegiatan yang
dijalankan berjalan sesuai rencana. Beberapa lembaga yang
dimaksud antara lain :
1. Kementerian Sosial Republik Indonesia
2. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)
3. Aids Healthcare Foundation (AHF)
4. Komisi Penanggulangan Aids (KPA)
5. Standard Chartered Bank (SCB)
6. International Federation of Red Cross (IFRC)
7. United States Agency International Development
(USAID)
8. The Global Fund
56

9. International Organization for Migration (IOM)


10. European Union

 
57

BAB IV
ANALISIS DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Evaluasi Proses Program Rehabilitasi Low Vision


 

Bab sebelumnya yang membahas evaluasi program


dijelaskan bahwa ada tiga model evaluasi menurut Pietrzak
dkk, yaitu evaluasi input, proses, dan hasil. Namun pada
penelitian ini peneliti hanya akan fokus kepada evaluasi
prosesnya saja. Adapun yang akan dievaluasi adalah program
rehabilitasi low vision yang dijalankan oleh Yayasan Layak.
Ada empat kriteria dalam evaluasi proses,
diantaranya ialah standar praktik terbatik (best standard
practice), kebijakan, tujuan proses, dan kepuasan klien.
Berikut ini akan dijelaskan penjelasan dari keempat kriteria
diatas.
1. Standar Praktik Terbaik (Best Standar Practice)
Standar praktik merupakan suatu bentuk aturan
untuk para anggota dalam suatu lembaga atau organisasi
yang dibuat untuk meningkatkan mutu pekerjaan dan
menjaga agar setiap bentuk pekerjaan dan tindakan yang
dilakukan dapat berjalan dengan semestinya. Berikut ini
akan dibahas standar praktek yang ada di Low Vision
Yayasan Layak :
a) Standar Sarana dan Prasarana
Standar sarana dan prasarana ini berisi
pembahasan terhadap setiap ruangan dan juga
58

peralatan yang tersedia di Low Vision Yayasan Layak.


Berikut pembahasannya :
1) Ruangan Refraksionis Optisien
 
Refraksionis Optisien (RO) merupakan
profesi yang memiliki wewenang untuk
melakukan pemeriksaan mata dasar atau dalam
istilah Low Vision Yayasan Layak disebut clinical
assessment, melakukan pemeriksaan refraksi,
menetapkan hasil pemeriksaan dan juga
menyiapkan alat bantu untuk para klien.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan
peneliti melihat bahwa dalam ruangan RO
tersebut, seluruh kegiatan yang berhubungan
dengan pemeriksaan secara klinis dilakukan.
Berikut ini dijelaskan oleh Bapak Indra Permana
selaku refraksionis optisien di Low Vision
Yayasan Layak tentang apa saja yang dilakukan di
dalam ruangan tersebut :
“Kalau di ruangan ini sih ya tadi kita
melakukan assessment penglihatan, jadi kita
ngukur tajam penglihatannya seberapa,
terus ukuran kacamatanya seberapa nah
nanti misalkan dia butuh pembesarannya
berapa kita hitung disini juga. Butuh
telescope kah atau magnifier kah, kita ehh
hitungnya disini, terus kita latih disini juga,
gitu. Dan sejauh ini saya kira ruangan udah
gaada masalah, udah cukup untuk dilakukan
pemeriksaan disini” (Indra, 2019)
59

Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa


ruangan refraksionis optisien tersebut memang
dirancang untuk kegiatan yang bersifat klinis.
 
Sejauh ini memang ruangan tersebut dirasa telah
memadai untuk melakukan pemeriksaan.

Berdasarkan hasil observasi peneliti melihat


bahwa ruangan refreaksionis optisien berukuran
3,6 m x 3,3 m. Ruangan tersebut dirasa memadai
untuk pelaksanaan pemeriksaan mata karena
biasanya jarak antara klien dengan snellen chart
berjarak sekitar 3 meter ketika tes penglihatan
jauh. Akan tetapi bukan hanya ukuran ruangan
saja yang dianggap penting, kondisi pencahayaan
juga perlu untuk diperhatikan. Seperti penjelasan
yang diberikan oleh Ibu Natalia selaku koordinator
program rehabilitasi Low Vision Yayasan Layak
sebagai berikut:
“Ruangan memang di setting untuk
kebutuhan assessment clinical, jadi misalnya
cahayanya seperti apa yang dibutuhkan
terus ehh ruangan tidak boleh terlalu
crowded atau ramai, misalnya seperti itu.
Karena pertimbangannya itu tadi kalau
kontras dari atas berubah akan
mempengaruhi hasil tesnya. Dan kalau itu
tadi sudah terpenuhi ya kita anggap ruangan
ini udah cukup” (Natalia, 2019)
60

Gambar 1
Ruang Refraksionis Optisien

S
Sumber : Dokumentasi pribadi

Gambar 2
Meja Kerja Refraksionis Optisien

Sumber : Dokumentai Pribadi

Dari pernyataan narasumber dan hasil


dokumentasi peneliti dapat terlihat alat-alat telah
disusun secara teratur, dari segi pencahayaan juga
cukup mendukung para klien untuk bergerak, dan
ruangan tersebut memang dijaga untuk selalu
61

bersih agar klien merasa nyaman saat diperiksa.


Hal itu juga diyakini oleh Ibu Dian, salah satu
orang tua klien yang datang untuk mendampingi
 
anaknya melakukan pemeriksaan, berikut jawaban
Ibu Dian ketika ditanya bagaimana kondisi ruang
refraksionis optisien :

“Waktu itu pas datang saya lihat ada etalase


tapi saya ga terlalu paham ada apa di
dalamnya, saya fokus ke anak. Yang
kelihatan banget ya itu ada laptop di meja,
ruangannya bersih, rapih, ya gitu doang, ga
terlalu merhatiin ada apa aja” (Dian, 2019)

Dari hasil wawancara dan observasi diatas


dapat ditarik kesimpulan bahwa sejauh ini ruangan
yang digunakan untuk melakukan clinical
assessment telah cukup memadai untuk melakukan
pemeriksaan diruangan tersebut. Para petugas juga
berupaya untuk memperhatikan unsur pendukung
dari ruangan tersebut, seperti kerapihan,
pencahayaan, dan juga kebersihan karena unsur
tersebut memang mempengaruhi kenyamanan dari
para klien.
2) Ruang Tunggu
Ruang tunggu yang tersedia di Low Vision
Yayasan Layak diperuntukkan bagi klien beserta
keluarganya yang menunggu giliran untuk
diperiksa oleh refraksionis optisien. Posisi ruang
tunggu bersebelahan dengan ruang refraksionis
62

optisien, alhasil itu memudahkan klien saat


diperiksa. Tidak jarang pula di ruang tunggu
tersebut para petugas lainnya menghibur dan
 
mengajak bermain para klien yang sebagian besar
anak-anak agar merasa tenang dan tidak menangis
saat menunggu giliran. Ruang tunggu yang
tersedia di Low Vision Yayasan Layak dibuat
multifungsi atau dapat digunakan untuk kegiatan
apapun. Seperti yang dijelaskan oleh Ibu Natalia
berikut ini:
“…sebenernya ga hanya sebagai ruang
tunggu, ruang registrasi, ruang bermain dan
ruang untuk latihan. Karena kita letakkan
juga beberapa alat untuk latihan. Atau anak-
anak juga bisa kita lakukan tes setelah
assessment clinical mungkin bisa latihan
membaca, menulis atau latihan ehh untuk
koordinasi mata dengan tangan misalnya
dengan mewarnai.‖ (Natalia, 2019)

Gambar 3
Ruang Tunggu Dan Tempat Pendaftaran

Sumber : Dokumentasi pribadi


63

Ruang tunggu yang tersedia di Low Vision


Yayasan Layak berukuran 6 m x 3,3 m. Ruang
tunggu ini memang menjadi ruangan terluas
 
karena menjadi satu dengan tempat pendaftaran,
jadi khususnya para orang tua yang datang untuk
mendampingi sang anak tetap dapat mengawasi
anaknya bermain ketika orang tua mendapat
arahan atau informasi yang diberikan oleh
recepsionist. Sebagaimana yang dijelaskan oleh
Ibu Luci berikut ini :
“Ada ruang penerimaan tamu disana ada
recepsionist yang membantu klien dan
keluarga untuk ehhh dia bisa nunggu dan
bermain disitu karna kita sediain mainan,
dan terus juga orang tua mendapat
informasi layanan yang ada disini”

Walaupun ruang tunggu dan tempat


pendaftaran dijadikan dalam satu ruangan, pihak
Low Vision Yayasan Layak berupaya untuk
membuat ruang tersebut nyaman dan tidak lupa
pula pemilihan warna setiap peralatan juga
menjadi perhatian karena dengan penggunaan
warna-warna terang itu akan sedikit membantu
anak-anak dengan gangguan penglihatan untuk
bergerak dan melatih penglihatannya.
Sebagaimana dijelaskan oleh Bapak Indra sebagai
berikut :
“Di ruangan tunggu itu sudah tersedia
bangku dengan warna yang agak terang,
64

anak-anak bisa bermain disitu. Ehh sudah


cukup nyaman untuk menunggu saat mau
diperiksa.” (Indra, 2019)

Hal senada juga diyakini oleh Ibu Dian


 

sebagai berikut :

“Ya nyaman sih kalau kita nunggu, apalagi


ruangannya ber-AC gitu ya, buat nunggu
sama anak ya nyaman.” (Dian, 2019)

Berdasarkan observasi dan hasil wawancara


diatas dapat terlihat bahwa pihak Low Vision
Yayasan Layak cukup memperhatikan unsur
kenyaman pada ruang tunggu yang tersedia. Mulai
dari beberapa perlengkapan yang dibuat ramah
anak dengan pemilihan warna terang yang
membantu klien untuk merangsang
penglihatannya, menyediakan mainan atau alat
lain yang berguna sebagai hiburan bagi anak-anak
dan karena ruangan ini lebih luas dari ruangan
lainnya alhasil berbagai macam aktivitas klien
dapat dilakukan di ruangan ini.
3) Ruang Manajemen
Hasil observasi yang peneliti lakukan adalah
peneliti melihat bahwa ruang manajemen tidak
terlalu besar. Ruang ini berukuran 3,3 m x 2,7 m
dan bersifat multifungsi, selain digunakan sebagai
ruang kerja, ruang manajemen ini juga digunakan
65

untuk rapat koordinasi para petugas beserta para


pengurus.
Gambar 4
 
Ruang Administrasi

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Dari hasil dokumentasi diatas terlihat hanya


ada dua meja berukuran sedang yang digunakan
para petugas lain. Salah satu meja kerja diruangan
tersebut diisi oleh petugas bagian keuangan, dan
meja lainnya biasanya digunakan para pengurus
yayasan apabila mereka datang untuk melakukan
pertemuan. Berikut penjelasan Ibu Lia mengenai
ruang kerja yang tersedia :

“…Kami harus akui ruangan rapat dan


ruang administrasi sebenernya perlu
ruangan cukup besar dari ruangan yang
tersedia sekarang, cuma karena
keterbatasan itu tadi dan kita lebih
mengutamakan ruangan untuk assessment
lebih besar jadi ruangan untuk manajemen
66

itu sebenernya kecil dan itu tidak terlalu


ideal sih untuk kebutuhan, tapi karena
tersedianya segitu ya kita manfaatkan”
(Natalia, 2019)
 
Walaupun ruangan tersebut terlihat cukup
sempit akan tetapi para petugas dan pengurus
menganggap ruang tersebut sudah cukup memadai
dan mendukung untuk melakukan pekerjaan. Hal
itu diyakini oleh Ibu Frida selaku salah satu
pengurus Low Vision Yayasan Layak, berikut
pernyataannya:
“Sejauh ini sarana dan prasarana, ruangan
dan alat-alat yang digunakan saya rasa
sudah cukup memadai ya. Dengan kondisi
yang ada inipun masih bisa dimanfaatkan
atau optimalkan ruangan-ruangan yang ada
ini, intinya sih masih bisa dioptimalkan.”
(Frida, 2019)

Dari hasil observasi dan wawancara diatas


dapat ditarik kesimpulan bahwa ruangan
administrasi yang tersedia di Low Vision Yayasan
Layak memang dianggap kurang ideal oleh
beberapa petugas, namun para petugas berupaya
untuk memaksimalkan ruangan yang ada tersebut
dan mencoba untuk memanfaatkan ruangan
tersebut untuk melakukan berbagai macam
kegiatan.
4) Ruang Rehabilitasi
Ruang rehabilitasi digunakan bagi para balita
atau anak difable yang tidak memungkinkan untuk
67

diperiksa di ruangan refraksionis optisien. Di


ruangan ini para petugas melakukan tes fungsional
yaitu penilaian fungsi penggunaan mata pada anak
 
dalam melakukan kegiatan keseharianya (makan,
belajar dan lainnya). Akan tetapi bukan hanya tes
fungsional saja yang dilakukan diruangan tersebut,
melainkan tes klinikal juga bisa dilakukan
diruangan tersebut apabila klien balita merasa
tidak nyaman bila diperiksa di ruangan
refraksionis optisien, karena diruangan rehab
tersebut tersedia mainan dan juga tersedia matras
dengan warna cerah yang diharapkan membuat
para klien merasa nyaman saat diperiksa.
Gambar 5
Ruang Rehabilitasi

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Ruang rehabilitasi ini berukuran 4,2 m x 3 m.


Walaupun terdapat dua meja kerja di ruangan
68

tersebut akan tetapi ruangan ini tetap dibuat


senyaman dan menarik mungkin agar anak-anak
yang diperiksa diruang tersebut tidak merasa takut.
 
Dalam ruangan tersebut tersedia beberapa mainan
seperti bola-bola dan boneka yang digunakan
untuk melakukan functional assessment. Meja di
ruang tersebut merupakan meja kerja dari petugas
rehab worker dan koordinator program.

Berikut ini hasil wawancara dengan Ibu Lia


terkait kegiatan apa saja yang dilakukan di ruang
rehabilitasi :
“terkadang klien juga bisa dilakukan
pemeriksaan disini kalau memang tidak
memungkinkan dilakukan pemeriksaan di
ruangan klinikal, contohnya misalkan klien
bayi, karena disana tidak tersedia matras,
yang tersedia matras hanya disini, jadi
mungkin petugasnya yang kesini, jadi ga
harus ini jadi ruangan fungsional.” (Natalia,
2019)

Hal senada diungkapkan oleh Bapak Indra


sebagai berikut :
“Di ruang rehab ehh kita merehab
seseorang yang membutuhkan konseling,
atau observasi binaan kepada anak,
terutama anak-anak yang memang ruangan
itu kita desain ramah untuk anak-anak.”
(Indra, 2019)

Dari hasil wawancara diatas dapat ditarik


kesimpulan bahwa setiap ruangan yang tersedia di
69

Low Vision Yayasan Layak bersifat multifungsi.


Semua kegiatan dapat dilakukan dimanapun
tergantung situasi yang terjadi di lapangan. Dan
 
dengan keterbatasan ruangan yang tersedia, para
petugas berupaya untuk memanfaatkan setiap
ruangan semaksimal mungkin.

5) Peralatan
Peralatan yang digunakan oleh para petugas
Low Vision Yayasan Layak terdiri menjadi dua
jenis, yaitu alat pemeriksaan, dan alat bantu. Alat
juga dibagi menjadi dua, yaitu alat bantu optik dan
juga alat bantu non-optik.
a) Alat Pemeriksaan
Berdasarkan observasi peneliti lakukan
terlihat bahwa beberapa alat yang digunakan oleh
Low Vision Yayasan Layak sama dengan alat yang
digunakan oleh klinik mata atau dokter sepesialis
mata. Contohnya tersedia alat yang berbentuk
papan yang disebut Snellen Chart yang digunakan
untuk mendeteksi jarak pandang seseorang, dan
ada pula alat yang digunakan untuk mengetahui
ukuran minus atau plus mata seseorang. Bapak
Indra selaku refraksionis optisien menjelaskan
alat-alat yang digunakan untuk memeriksa mata
klien sebagai berikut:
“…ehh alat tes itu sendiri kan ada yang
namanya chart, ada yang bertuliskan angka,
70

huruf, symbol, trus ada chart untuk ngetes


untuk bayi, trus untuk anak-anak disabilitas
yang sulit untuk diarahkan. Nah itu alat tes
untuk ngecek tajam penglihatannya. Kalau
  alat tes untuk ngecek ukurannya ada
namanya trial set, trial set itukan dia ehh
buat nentuin ini minus berapa, atau plus
berapa. Nah trus ada namanya juga streak
retinoscope , itu juga hampir sama, jadi
kalau misalkan ehh anak bayi yang sulit
untuk menanyakan lebih jelas mana yang ini
atau yang ini, jadi kita pakai streak itu”
(Indra, 2019)
Gambar 6
Trial Set

Sumber : Dokumentasi pribadi


71

Gambar 7
Streak Retinoscope

Sumber : Dokumentasi pribadi

Gambar 6 tersebut merupakan sebuah koper


yang diisi oleh banyak lensa baik itu minus, plus,
dan juga silinder. Dimana nantinya lensa itu akan
diletakan pada kacamata peraga yang akan
digunakan oleh klien untuk mengukur tajam
penglihatannya. Sedangkan gambar 7 adalah
streak retinoscope yang berguna untuk
menganalisa reflek dari retina yang dapat dilihat
melalui pupil mata yang bertujuan untuk
menentukan kelainan refraksi.
Menurut petugas refraksionis optisien alat
yang tersedia saat ini dirasa telah cukup memadai
dan sangat membantu untuk mengetahui seberapa
parah gangguan penglihatan yang dialami. Hal itu
72

juga diperkuat oleh Ibu Frida pada pernyataannya


berikut ini:
“Alat yang tersedia ini sudah sesuai standar
  sih. Hmm kalau menurut saya, semua sarana
pendukungnya itu sudah diatas standar
minimum” (Indra, 2019)

Hal yang sama juga dijelaskan oleh Bapak


Indra terkait ketersediaan alat bantu.
“Kalau alat sih ya udah lengkap semua,
semuanya ada, ya udah bagus sih”

Gambar 8
Snellen Chart Untuk Jarak Dekat

Sumber : Dokumentasi pribadi


73

Gambar 9
Snellen Chart Untuk Jarak Jauh

Sumber : Dokumentasi pribadi

Dua gambar diatas bernama Snellen Chart


yang jarak pandang klien. Jika gambar 8
digunakan untuk memeriksa penglihatan jauh
dekat, gambar 9 digunakan untuk memeriksan
penglihatan jauh klien. Berdasarkan hasil
observasi peneliti melihat bahwa pihak yayasan
tidak hanya mempunyai satu buah snellen chart
dari dua jenis yang berbeda tersebut. Pihak
yayasan menyediakan lebih dari satu unit untuk
persediaan jika ada kerusakan atau kehilangan.
Jika dalam satu hari ada lebih dari satu tempat
yang harus dikunjungi para petugas akan
berpencar ke beberapa tempat dan masing-masing
petugas yang berpencar tersebut membawa snellen
chart sesuai dengan kebutuhan.
74

Gambar 10
Lea Grating

Sumber : Dokumentasi pribadi

Gambar 10 ini juga merupakan alat bantu


yang bernama Lea Grating yang digunakan untuk
melakukan pemeriksaan kepada anak bayi, klien
yang belum mengenal huruf atau anak dengan
disabilitas lain yang sulit untuk diajak
berkomunikasi.
Gambar 11
Boneka, Buku, Dan Mainan
75

Gambar 10 merupakan lemari yang berisi


dengan alat-alat yang biasanya digunakan para
petugas untuk membantu memeriksa klien berusia
 
balita ataupun anak-anak dengan gangguan
penglihatan yang sudah cukup parah. Seperti
halnya boneka dengan warna yang cerah itu
berfungsi untuk melihat apakah sang klien
merespon bila ada sesuatu yang bergerak di
hadapannya. Lalu tersedia juga buku bacaan untuk
anak-anak yang digunakan untuk melihat apakah
klien mampu untuk membaca atau tidak.

b) Alat Bantu
Selain alat-alat untuk memeriksa klien, Low
Vision Yayasan Layak juga menyediakan alat
bantu yang akan diberikan sesuai dengan
kebutuhan para klien. Alat bantu itu sendiri
dibagai menjadi dua jenis, yaitu alat bantu optik,
dan non-optik.
76

Gambar 12
Alat Bantu Optik

Sumber : Dokumentasi pribadi

Gambar diatas merupakan contoh alat bantu


yang disediakan dan diberikan oleh Low Vision
Yayasan Layak kepada para klien sesuai
kebutuhan mereka. Pada rak pertama berisi
kacamata baik itu kacamata untuk membantu
dalam melihat jauh dan juga kacamata untuk
melindungi mata dari cahaya matahari. Kacamata
yang diberikan kepada klien memang didesain
semenarik mungkin, itu bertujuan supaya klien
merasa suka dan memakainya setiap saat.

Untuk rak yang kedua merupakan beberapa


alat bantu yang dapat digunakan untuk melihat
jauh maupun dekat. Untuk benda berbentuk
tabung hitam disebut telescope atau teropong yang
77

digunakan untuk melihat jarak jauh. Fungsinya


sama dengan kacamata, tetapi penggunaan
teropong itu lebih sulit daripada kacamata. Klien
 
harus memutar gagang teropong tersebut untuk
mencari titik fokusnya. Beberapa klien memang
merasa kesulitan jika harus menggunakan
teropong. Untuk alat berwarna putih dengan kaca
pembesar diujungnya digunakan untuk membaca
dengan jarak dekat, alat itu bernama hand
magnifier atau bisa disebut kaca pembesar.
Gambar 13
Alat Bantu Non-Optik

Sumber : Dokumentasi pribadi

Gambar diatas merupakan salah satu alat


bantu non-optik yang dapat digunakan klien untuk
belajar, membaca, dan menulis. Dalam gambar 12
78

ada sebuah buku yang bersandar pada alat yang


diberi nama penyangga buku. Penyangga buku
memang direkomendasi oleh Low Vision Yayasan
 
Layak yang berguna untuk menjaga agar anak-
anak dengan gangguan penglihatan dapat
membaca dengan jarak yang tidak terlalu jauh.
Diatas kertas pada buku tersebut juga tersedia alat
yang bernama typoscope yang berfungsi
membantu klien untuk membaca dengan lurus dan
sesuai dengan barisannya. Dan alat terakhir adalah
lampu yang berguna untuk memberi peneragan
kepada klien saat melakukan aktivitas dengan
jarak dekat.
Berdasarkan penjelasan yang disampaikan
oleh pengurus dan para petugas dapat ditarik
kesimpulan bahwa kini alat yang tersedia sudah
cukup banyak dimana setiap alat memiliki fungsi
yang berbeda dan semua itu telah sangat
membantu proses rehabilitasi low vision, dan
semua alat yang pemeriksaan mata dirasa telah
diatas standar minimum.
b) Standar Proses
Standar proses adalah standar tentang proses
pemberian layanan yang urutan pemberian layanan.
Adapun tahapan rehabilitasi Low Vision Yayasan
Layak adalah sebagai berikut :
1) Wawancara awal ( Intake)
79

Wawancara pada dasarnya merupakan suatu


proses penggalian informasi seputar kehidupan
klien. Jika dalam prosedur yang dijalankan oleh
 
Low Vision Yayasan Layak wawancara awal ini
berguna untuk mengetahui riwayat penyakit klien,
permasalahan yang dialami dan penyebab
terjadinya permasalahan tersebut.
Berikut penjelasan Ibu Luci tentang tahap
awal yang dilakukan oleh petugas Low Vision
Yayasan Layak :
“Tahapan pertama yaitu kita melakukan
intake dahulu kepada klien untuk
mengetahui informasi tentang eehh identitas
klien, riwayat klien, dan juga permasalahan
klien yang selanjutnya akan memudahkan
kita untuk melakukan assessment. Dan dari
intake itu kita tau solusi apa yang pas untuk
si anak.” (Luci, 2019)

Ibu Lia juga menjelaskan hal yang sama


terkait tahap awal dari proses rehabilitasi. Berikut
penjelasannya :
“Selain pendaftaran diawal selanjutnya ada
take interview. Kita mengambil hasil
interview orang tua, kita mencatat semua
hasil medisnya seperti apa, sejauh mana
mereka sudah melakukan pengobatan,
bagaimana riwayat sejak lahir, kemudian
info-info berkaitan dengan klien. Itu semua
kita ambil diawal.” (Natalia, 2019)

Wawancara awal ini biasanya juga


digunakan untuk menjalin relasi dengan klien
80

supaya dalam diri para klien muncul rasa


kepercayaan terhadap para petugas. Jika sudah
terbangun relasi yang baik nantinya diharapkan
 
klien bersikap kooperatif dan mau untuk
mengikuti arahan yang diberikan oleh para
petugas.
2) Clinical Assessment
Clinical assessment adalah pemeriksaan
yang dilakukan untuk mengetahui seberapa parah
kelainan refraksi yang dialami klien. Untuk tahap
clinical assessment ini klien harus menyerahkan
hasil diagnosa dari dokter mata, namun apabila
klien belum mendapatkan hasil diagnosa dari
dokter mata, pihak Low Vision Yayasan Layak
akan memberikan rujukan untuk klien dapat
melakukan pemeriksaan ke dokter mata terlebih
dahulu. Seperti yang dijelaskan Ibu Lia berikut ini:
“Kalau klien datang dengan rujukan dari
rumah sakit dan membawa diagnosa itu bisa
kita tindak lanjuti dengan rehabnya. Jadi
kita tau dari hasil itu apa yang harus kita
lakukan. Sedangkan kalau klien datang
dengan inisiatif sendiri, misalnya liat brosur,
dia tetap kita layani. Prosedurnya sama,
registrasi, interview awal, pengambilan
informasi detail, tetapi kemudian, ya tetep
klien ini harus melewati fase pemeriksaan
dokter mata. Jadi kita akan rujuk dulu ke
dokter mata, kemudian akan kita lanjuti
rehabilitasinya seperti apa. Jadi diagnosa
itu sangat penting karena rehabilitasi ini
81

basisnya dari hasil diagnosa dokter.”


(Natalia, 2019)

Selanjutnya jika klien telah menyerahkan


  hasil diagnosa dari dokter, para petugas akan
melakukan beberapa tes dan penilaian lagi lalu
kemudian klien akan diberikan masukan dan para
petugas akan meresepkan alat bantu sesuai dengan
kebutuhannya. Seperti yang dijelaskan oleh Ibu
Lia terkait tujuan dilakukannya clinical
assessment berikut ini :
“Clinical assessment ini tujuannya untuk
menilai apa yang mampu dia lakukan,
misalnya visus awalnya gimana, apa yang
bisa dia lihat, sama apa yang menjadi
penyebabnya. Kemudian kita nilai sejauh
mana hasil penilaian kita ini untuk fungsi
penglihatannya. Apakah dia sulit melihat
warna, contrasnya sulit, lapang pandangnya
gimana. Kemudian setelah itu kita
meresepkan alat bantu yang dibutuhkan.”
(Natalia, 2019)

3) Functional Assessment
Jika tahap clinical assessment telah dilalui
dan alat bantu telah diresepkan, para petugas akan
melakukan pelatihan dalam menggunakan alat
bantu. Berdasarkan observasi peneliti melihat
latihan yang dilakukan oleh klien meliputi latihan
menulis, membaca baik jarak dekat maupun jauh
dan juga melatih aktivitas lain yang biasanya
dilakukan oleh klien.
82

Berikut ini penjelasan Ibu Lia terkait hal apa


saja yang dilakukan pada tahap functional
assessment :
 
“Setelah diresepkan alat bantu tadi si klien
ini diarahkan untuk functional. Dia harus
dilatih dulu gimana cara pakainya. Nah
yang ngelatih pasti orang functional.
Functional kan menilai ehh aktivitas apa
yang bisa digunakan alat bantunya,
misalkan tes membaca dan menulis. Nah alat
itu akan dilatihkan ke si klien supaya dia
bisa melakukan untuk aktivitas
kesehariannya.” (Natalia, 2019)

Peneliti melihat bahwa pelaksanaan


functional assessment dan clinical assessment
dapat dilakukan dalam satu ruangan. Tetapi tidak
jarang functional assessment dilakukan diruangan
terpisah, itu terjadi apabila klien merasa tidak
nyaman atau butuh suasana lain saat diperiksa.
Biasanya itu terjadi pada saat para petugas
melakukan pemeriksaan terhadap anak-anak
dengan tipe disabilitas lain.
4) Follow Up
Setelah klien mendapatkan alat bantu para
petugas melakukan follow up atau tindak lanjut.
Follow up tersebut biasanya dilakukan dengan
cara menelfon klien atau keluarganya dan bertanya
perihal penggunaan alat bantu. Dari hasil follow up
para petugas akan mengetahui apakah alat bantu
83

yang diberikan berguna atau tidak. Seperti yang


dijelaskan oleh Ibu Luci berikut ini :
“Setelah mereka mendapatkan alat bantu,
  kita akan melakukan follow up. Kita akan
tanya apakah alat bantunya digunakan atau
tidak.” (Luci, 2019)

Hal yang sama juga dijelaskan oleh Ibu Lia.


Berikut penjelasannya :
“Setelah dapat kacamata atau alat bantu
lain, ada namanya masa adaptasi alat bantu.
Nah selama masa adaptasi alat bantu itu
kita cukup melakukan follow up telfon untuk
mengetahui gimana perkembangannya,
dalam kegiatan apa dia pakai alat bantu itu,
dalam satu hari apakah dipakai terus
alatnya. Kita memastikan kalau selama masa
adaptasi itu dia tidak ada kesulitan.”
(Natalia, 2019)

5) Evalusi
Tahap selanjutnya adalah tahap evaluasi.
Sama halnya dengan follow up, pada tahap
evaluasi ini para petugas juga akan menghubungi
klien atau orang tuanya terkait penggunaan alat
bantu. Tetapi yang menjadi perbedaan adalah jika
follow up bisa dilakukan kapan saja tanpa ada
perencanaan waktu dalam melakukannya, evaluasi
dilakukan setiap 1-3 bulan sekali.
Ibu Lia menjelaskan prosedur pelaksanaan
evaluasi sebagai berikut :
“Evaluasi penggunaan alat bantu bisa kita
lakukan antara sebulan, dua bulan atau tiga
84

bulan. Kita tanya bagaimana selama itu dia


ada kesulitan ga menggunakannya. Kalau
dia kesulitan kita latih lagi. Kalau dia tidak
ada kesulitan berarti ya sudah dilanjutkan
  sampai evaluasi enam bulan kedepan.”
(Natalia, 2019)

Pada tahap follow up dan evaluasi ini pada


intinya adalah melihat perkembangan dari diri
klien. Apabila alat bantu yang diberikan tidak
digunakan dengan alasan apapun seperti patah,
hilang, merasa pusing dan tidak nyaman saat
digunakan maka petugas harus melakukan
pemeriksaan lagi dan meresepkan kembali alat
bantu untuk klien. Seperti yang dijelaskan oleh Ibu
Lia berikut ini :
“Kalau memang saat di evaluasi dan
diketahui kacamata jarang dipakai, patah
dan lain sebagainya berarti si optisien harus
mengecek ulang.” (Natalia, 2019)

Evaluasi akan terus dilakukan apabila klien


belum merasa terbantu dengan adanya alat bantu.
Namun apabila setelah dilakukan beberapa kali
evaluasi dan hasilnya adalah klien merasa terbantu
dengan alat bantu yang dimiliki dan merasa telah
cukup mandiri untuk melaksanakan aktivitas maka
para petugas akan membahas kasus tersebut dan
merencanakan tindakan apa yang harus dilakukan
selanjutnya.
85

6) Terminasi
Secara umum terminasi dapat diartikan
sebagai pemutusan atau pengakhiran hubungan.
 
Pada tahap ini biasanya berkoordinasi dengan
pihak lembaga terkait kelanjutan dari proses
pemberian layanan. Setelah itu pihak lembaga
akan menghubungi para klien atau orang tua dan
mempertanyakan apakah klien masih
membutuhkan pelayanan atau tidak.
Berikut adalah penjelasan oleh Bapak Indra
mengenai kapan waktu yang tepat untuk
memberhentikan pelayanan kepada klien :
―Oke jadi kalau yang low vision ketika kita
memberhentikan pelayanannya pertama itu
mereka bisa saja sudah meninggal. Kemudian jika
mereka low vision yang penglihatannya sudah
buta itu yang kita hentikan. Terus yang disabilitas
itu kebanyakan yang penglihatannya hanya butuh
kacamata dan kacamata sudah membantu itupun
kita selesaikan pelayanannya. Dan ada juga kalau
misalkan dari keluarganya sudah tidak
menginginkan lagi pelayanannya kita
berhentikan.‖ (Indra, 2019)

Apabila memang klien tidak membutuhkan


layanan lagi karena sudah mandiri atau memang
sudah tidak dapat terlayani lagi (dalam hal ini
kondisi penglihatan semakin memburuk dan
mengalami kebutaan) maka para petugas akan
menghubungi pihak klien atau keluarga untuk
86

membahas proses terminasi atau pemberhentian


layanan.
2. Kebijakan
 
Kebijakan yang dibahas dalam penelitian ini
adalah kebijakan dari Low Vision Yayasan Layak yang
berkaitan dengan klien dan sumber daya manusia.
a) Klien
Berdasarkan hasil observasi peneliti sering
melihat bahwa para klien yang datang didominasi
oleh anak-anak. Tetapi kadang kala ada beberapa
klien dewasa yang melakukan pemeriksaan disana.
Layanan yang diberikan oleh Low Vision Yayasan
Layak ditujukan untuk anak-anak yang memang
mengalami gangguan pada penglihatan atau anak
disabilitas lainnya yang juga mengalami gangguan
penglihatan. Walaupun anak-anak yang menjadi
sasaran utama dari program ini, tidak menutup
kemungkinan orang dewasa dengan gangguan
penglihatan atau membutuhkan rehabilitasi low
vision akan dilayani. Berikut penjelasan Ibu Luci
terkait siapa saja yang berhak mendapatkan
pelayanan :
“Ehh mereka yang jelas kalau untuk
program kita adalah di khususkan untuk
anak-anak yaitu usia 0-18 tahun dan mereka
yang memiliki disabilitas lain yang juga
mengalami gangguan penglihatan dan
mereka yang usia produktif.” (Luci, 2019)
87

Hal yang sama dijelaskan pula oleh Bapak


Indra sebagai berikut :
“Yang berhak menerima pelayanan low
  vision ya yang pasti mereka yang memiliki
eehh keterbatasan dalam melihat dalam
artian ini ya low vision itu sendiri. Itu sama
anak-anak disabilitas. Ya orang dewasa
dengan low vision atau orang dewasa
dengan disabilitas pun kita layanin” (Indra,
2019)

Sejak tahun 2015 Low Vision Yayasan Layak


bekerjasama dengan Standard Chartered Bank
memberikan bantuan kepada para klien khususnya
anak-anak yang mengalami kesulitan dalam
kehidupan perekonomiannya. Berikut ini Ibu Lia
memberi penjelasan terkait bantuan yang
diberikan kepada klien :
“Untuk pembiyayaan karena ini kami
sampai 2020 masih menjalankan program
seeing is believing jadi kami tidak
melakukan pengechargean (pemungutan
biaya) dalam pemeriksaan, kami juga
memberikan subsidi bagi ehh pengadaan
alat bantu. Jadi yang dibantu itu
pemeriksaan dan alat bantunya yang
bersubsidi. Tapi nanti kedepannya mungkin
ehh kalau program ini sudah selesai,
mungkin pasien tidak bisa mendapatkan
semua subsidi, dalam arti mungkin
pemeriksaan bisa jadi ehh tidak berbayar
tetapi alat bantu harus membayar full,
karena sudah tidak ada yang support. Atau
misalnya pasien kategori orang yang
mampu, dia memang harus memberikan ehh
sumbangan atau kontribusi untuk pelayanan
88

juga, dan ini nantinya dipergunakan untuk


membantu klien low vision yang kurang
mampu.” (Natalia, 2019)

Dari hasil wawancara diatas dapat ditarik


 

kesimpulan bahwa anak berusia 0-18 tahun


merupakan target utama dari program rehabilitasi
Low Vision Yayasan Layak. Low Vision Yayasan
Layak juga memberikan alat bantu bagi para klien.
Akan tetapi subsidi pemberian alat bantu hanya
berlaku untuk anak-anak berusia 0-18 tahun. Bagi
klien yang masuk kategori mampu diwajibkan
untuk membayar full atau bisa mencicilnya.
Sementara untuk klien yang masuk kategori
kurang mampu dapat membayar setengah harga
atau tidak membayar sama sekali dengan sayarat
harus menyerahkan surat keterangan tidak mampu
dari Rukun Tetangga (RT) atau Rukun Warga
(RW) di tempat klien tinggal. Pembayaran yang
dilakukan oleh para klien itu disebut dengan biaya
kontribusi. Biaya kontribusi bertujuan supaya para
klien dan juga orang tua lebih menjaga dan
memanfaatkan alat bantu yang diberikan dengan
sungguh-sungguh. Biaya kontribusi tersebut
nantinya akan digunakan untuk membantu para
klien yang memang tidak mampu sama sekali
untuk membayar atau bisa disebut dengan subsidi
silang.
89

b) Sumber Daya Manusia


Berdasarkan observasi dan wawancara
peneliti, para petugas yang saat ini bekerja di
 
Yayasan Layak baik itu untuk program HIV/AIDS
dan low vision sebagian besar berlatar belakang
ilmu sosial. Akan tetapi untuk program low vision
memang ada satu orang yang berasal dari bidang
keilmuan lain, yaitu refraksionis optisien. Karena
untuk jenis pekerjaan tersebut memang dibutuhkan
orang yang telah mempelajari semua hal yang
berkaitan dengan penyakit mata dan tata cara
penanganannya.
Pihak pengurus pun menerangkan bahwa
dalam proses recruitment petugas Low Vision
Yayasan Layak mencari orang-orang yang
setidaknya memiliki pengalaman dan latar
belakang pendidikan yang sesuai dengan program
yang dijalankan oleh yayasan. Seperti yang
dijelaskan oleh Ibu Frida sebagai berikut :
“Untuk rehabilitasi low vision ya memang
kita harus menseleksi mereka yang kalau
boleh punya pengalaman gitu. Satu dalam
penanganan anak karena sasaran kita
adalah anak-anak. Kemudian latar belakang
pendidikan mereka tentunya menjadi
pertimbangan. Misalnya refraksionis
optisien ya dia harus berlatar pendidikan
itu, harus dari sekolah itu. Karena hmm
kompetensi yang dibutuhkan memang harus
mereka yang berlatar pendidikan itu, gitu.
90

Kemudian ehh untuk rehabilitasinya itu dari


ehh social worker atau ada juga dari bidang
ilmu yang lain tetapi mereka sudah
mempunyai pengalaman menangani anak
  dengan gangguan penglihatan.” (Frida,
2019)

Hal yang sama juga dijelaskan oleh Ibu Lia


berikut ini :
“Sejauh ini sih staf yang terlibat di kami itu
merupakan staf ahli. Dalam arti mereka
sudah dibekali dengan pelatihan, dengan
basic-basic ehhh penanganan rehabilitasi
low vision. Secara kualitas mereka sudah
ada.”

Tabel 5
Latar Belakang Pendidikan Petugas

Nama Pendidikan Terakhir


Lucia Rusmiyati, S.Sos Strata 1 Kesejahteraan
Sosial
Natalia Christina, S. IP Strata 1 Ilmu Politik
Indra Permana, Diploma 3 Refraksi Optisi
Amd.RO

Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa para


petugas yang terjun langsung ke masyarakat dan
melakukan proses rehabilitasi low vision memiliki
latar belakang yang berkaitan dengan program
rehabilitasi tersebut. Terlebih lagi para petugas
tersebut telah menjalani pelatihan-pelatihan yang
91

secara tidak langsung mendukung mereka untuk


memberikan layanan yang lebih maksimal.
Selain latar belakang pendidikan dan juga
 
pengalaman kerja, pihak yayasan juga melihat usia
sebagai penilaian untuk merekrut para petugas.
Standar maksimal usia yang ditetapkan oleh pihak
yayasan adalah 35 tahun. Karena usia tersebut
merupakan usia produktif dan kesempatan
seseorang untuk berkembang dan
mengimplementasikan ilmunya di Low Vision
Yayasan Layak terbilang masih cukup panjang.
Seperti yang dijelaskan oleh Ibu Luci berikut ini :
“Kalau usia sih ya jangan terlalu tua juga,
paling tidak yang 35 tahun batas untuk
melamar kerja disini. Karena di umur segitu
kan pasti udah banyak pengalaman, dan
masih kuat juga untuk mobilitas kesana-
kesini.” (Luci, 2019)

Tabel 6
Jabatan Usia dan Status Perkawinan
Nama Jabatan Usia Status
Perkawinan
Lucia Rehab 47 Menikah
Rusmiyati worker Tahun
Natalia Koordinator 43 Menikah
Christiani program Tahun
Indra Permana Refraksionis 23 Belum
Optisien Tahun Menikah
92

Dari tabel diatas terlihat bahwa usia para


petugas masuk kategori usia produktif dan
 
memang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan
oleh pihak Low Vision Yayasan Layak. Dengan
adanya petugas senior diharapkan akan membantu
petugas lainnya yang berusia muda untuk
mengembangkan bakat dan kemampuannya dalam
bidang pelayanan sosial.
Sejauh ini para petugas yang bekerja
memberikan layanan rehabilitasi low vision dirasa
telah cukup solid dan bekerja dengan baik. Itu
terlihat dari pembagian tugas yang berlangsung
saat klien diperiksa. Saat petugas refraksionis
optisien melakukan pemeriksaan petugas lainnya
mencoba mengajak klien untuk berinteraksi. Itu
bertujuan untuk membuat kesan santai dan tidak
menegangkan pada saat klien diperiksa. Dengan
penerapan ilmu yang telah dimiliki memang
sangat membantu untuk mempermudah jalannya
proses rehabilitasi.
3. Tujuan Proses
Tujuan yang ingin dicapai oleh Low Vision
Yayasan Layak adalah terciptanya model layanan Low
Vision yang komprehensif dan terintegrasi antara
pelayanan kesehatan, pendidikan dan masyarakat. Hal itu
93

dijelaskan oleh Ibu Lia selaku koordinator program


rehabilitasi low vision sebagai berikut :
“Ya kalau tujuan dari rehabilitasi ini kan kita
  ingin mewujudkan pelayanan yang komprehensif
jadi ehh terhubung antara layanan kesehatan dan
pendidikan, nah itu yang sedang kita upayakan
kan. Sejauh ini ehh beberapa klien yang kita
temukan di sekolah akhirnya juga dapat
terintegrasi untuk ke layanan kesehatan, misalnya
mereka yang awalnya gatau harus ke dokter
mereka akhirnya bisa akses ke dokter. Atau
mereka yang tadinya belum operasi akhirnya bisa
tertangani untuk dioperasi walaupun mungkin
lewat jalur bpjs atau lewat jalur yang lain.”
(Natalia, 2019)

Ibu Luci juga memberikan tanggapannya terkait


pencapaian target dari Low Vision Yayasan Layak :
“Kalau untuk tujuan kesana semua sedang
berproses, ada beberapa yang sudah dicapai dan
ada juga yang memang belum dicapai. Dan itulah
yang selama ini kita mencoba untuk meningkatkan
kinerja kita dan juga kerjasama kita sehingga ehh
target-target yang memang harus kita lampaui
bisa dapat dicapai.” (Luci, 2019)

Dari penjelasan yang diberikan oleh Ibu Lia dan


Ibu Luci diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa walaupun
sudah banyak anak-anak yang terlayani dengan baik akan
tetapi dari pihak yayasan masih berupaya untuk
menciptakan pelayanan rehabilitasi low vision yang
komprehensif dan terintgerasi dengan bidang lainnya.
Dengan memanfaatkan kinerja dan kerjasama, para
petugas berharap apa yang mereka lakukan selama ini
dapat mencapai target. Low Vision Yayasan Layak juga
94

berusaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang


mereka berikan. Hal itu tertuang dalam hasil wawancara
peneliti dengan Ibu Frida sebagai berikut :
 
“Kualitas pelayanan ini kami harus terus eehh
harus terus diupayakan supaya lebih baik dan
lebih meningkat gitu. Saya tidak bilang sekarang
ini tidak berkualitas, semua ini sih sudah
berkualitas tetapi ehh kita memang masih
berproses bagaimana kita meningkatkan kualitas
pelayanan kita.” (Frida, 2019)

4. Kepuasan Klien
Kepuasan juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan
dimana jasa/produk yang diberikan sesuai dengan apa
yang mereka harapkan. Adapun tingkat kepuasan klien
dinilai berdasarkan :
a. Keandalan (reliability)
Keandalan adalah kemampuan untuk memberikan
jasa yang dijanjikan dengan tepat waktu, handal dan
akurat. Jam kerja yang berlaku di Low Vision Yayasan
Layak dimulai pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00
WIB. Proses pemberian layanan harus diawali dengan
perjanjian, pihak klien harus membuat janji terlebih
dahulu dengan para petugas, supaya para petugas
dapat mempersiapkan segala sesuatunya terlebih
dahulu, begitu juga sebaliknya, jika para petugas ingin
melakukan pemeriksaan atau kunjungan di berbagai
tempat, mereka akan membuat janji dengan
perwakilan orang yang tempatnya akan dikunjungi.
95

Sejauh ini Low Vision Yayasan Layak selalu


berusaha datang sesuai dengan waktu yang dijanjikan.
Seperti yang dijelaskan oleh Ibu Evi selaku pengasuh
 
di Panti Sosial Bina Netra Bekasi berikut ini :
“Iyah on time. Datangnya selalu on time. Eehh
misal janji jam 9 paling jam setengah 9 eehh udah
dateng kan, siap-siap dulu, eheh nanti pas jam 9
kita udah mulai ehh mulai pemeriksaan, gitu.”
(Evi, 2019)

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa para


petugas berusaha datang lebih awal karena untuk
mempersiapkan alat-alat yang mereka bawa
membutuhkan waktu yang cukup lama, terlebih lagi
kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki,
sehingga datang lebih awal merupakan pilihan yang
harus dilakukan dan karena itu mereka mampu untuk
memberikan pelayanan sesuai dengan waktu yang
dijanjikan.
Program rehabilitasi low vision yang dijalankan
oleh Low Vision Yayasan Layak dinilai telah tepat
sasaran, dimana anak-anak yang memang menjadi
target dari program tersebut telah berhasil ditangani
oleh para petugas. Sebagaimana penjelasan dari Ibu
Evi berikut ini :
“Kalo menurut penglihatan saya sih ya rata-rata
anak-anak disini emang sudah terlayani ya mas,
karna mereka tau siapa aja yang masih perlu
dapet pelayanan dan siapa aja yang gabisa
ditanganin lagi. Eehh trus anak-anak yang emang
96

butuh banget alat bantu ya udah dikasih alat


bantu dari Yayasan Layak.” (Evi, 2019)

Hal yang sama dijelaskan juga oleh Ibu Atik


  selaku guru sekolah inklusi yang sudah empat tahun
bekerjasama dengan Low Vision Yayasan Layak :
“Eehh yang diberikan oleh Yayasan Layak itu ehh
menurut saya sangat tepat sasaran diantaranya
karena diawali oleh assessment dari beberapa
anak ya kan, itu satu kemudian dari assessment itu
kemudian diberikan kepada anak-anak yang
memang dari hasil assessment itu ehh anak-anak
itu perlu mendapatkan layanan dari Yayasan
Layak.” (Atik, 2019)

Jika dilihat dari penjelasan dari Ibu Atik diatas


dapat dilihat bahwa Low Vision Yayasan Layak
melakukan assessement awal untuk mengetahui apa
penyebab dari terganggunya penglihatan anak
tersebut, dan melihat seberapa parah gangguan yang
dialami, dan setelah itu jika memang anak-anak
tersebut membutuhkan bantuan maka untuk
kedepannya mereka akan mendapatkan layanan
selanjutnya dari Low Vision Yayasan Layak.
Dari hasil wawancara diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa sejauh ini para petugas telah
berupaya untuk menjalankan tugasnya sesuai dengan
waktu yang telah dijanjikan, layanan yang diberikan
pun ini telah diberikan kepada anak-anak yang
memang mengalami gangguan penglihatan yang
cukup serius sehingga membutuhkan penangan ekstra.
97

Jadi, dengan kata lain unsur yang ada dalam reliability


yaitu tepat waktu, handal dan tepat sasaran telah
terpenuhi.
 

b. Ketanggapan (Responsiveness)
Ketanggapan adalah kemampuan untuk membantu
klien dengan cara memberikan suatu pelayanan cepat
dan tanggap dalam melayani dan menangani
permasalahan yang timbul pada klien.
Ibu Atik memberikan tanggapannya terkait sikap
cepat tanggap para petugas Low Vision Yayasan
Layak.
”Ya sangat cepat dan tanggap, diantaranya
contohnya saja ketika saya diberi tahukan bahwa
ada pembagian kacamata banyak, ada anak yang
tidak terdaftar tetapi kemudian diperiksa atau di
assessment itu anak itu seharusnya menggunakan
kacamata dan harus diberikan layanan, maka
Yayasan Layak ini cepat sekali melayani, jadi
tidak hanya apa yang ditemukan saat assessment
pada satu itu tetapi saat ada tambahan-tambahan
maka mereka cepat sekali untuk memberikan alat-
alat atau bantuan.” (Atik, 2019)

Tidak hanya cepat dan tanggap dalam memberikan


alat bantu, tetapi para petugas Low Vision Yayasan
Layak berupaya untuk cepat dalam mengambil
tindakan saat ada klien yang membutuhkan bantuan
medis.
Seperti yang dijelaskan oleh Ibu Evi dibawah ini :
“..,waktu itu pernah kita ehh ada anak kita yang
katarak gitu ya, nah setelah dilakukan
98

pemeriksaan dari Yayasan Layak ini bahwa anak


ini harus dioperasi, tapi kendalanya dari si pihak
orang tua, kita kan dari panti ya, dari balai
gitukan, dari balai kan gabisa memutuskan
  sepihak bahwa anak ini harus dioperasi gitu kan,
kan anak ini juga punya orang tua gitu jadinya
kita gabisa kasih keputusan, dan setelah kita
memberitahukan orang tuanya, lalu orang tuanya
menolak untuk dioperasi.” (Evi, 2019)

Sikap cepat dan tanggap juga dirasakan oleh AM


salah satu klien Low Vision Yayasan Layak yang kini
bersekolah di sekolah inklusi yaitu SMP 226 Jakarta.
Berikut penjelasannya :
“Hmm sebenernya respon mereka cepet sihh kak,
pernah kan dulu ditanya gimana alat bantu yang
dikasih, trus saya bilang ga nyaman, pusing gitu.
Trus beberapa hari kemudian ya dicobain alat
bantu lain. Tapi masalahnya emang ada di diri
saya, alat bantu kaya gimanapun juga tetep pusing
kalo saya pakai.” (AM, 2019)

Dari hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa


Low Vision Yayasan Layak bukan hanya cepat dan
tanggap dalam memberikan alat bantu kepada klien,
akan tetapi mereka juga berusaha untuk tanggap
dalam memberikan tindakan terbaik yang harus
dilakukan jika situasinya dapat membahayakan klien
walaupun pada akhirnya orang tua atau keluarga yang
dapat memutuskan.
c. Keyakinan (Assurance)
Keyakinan dalam hal ini meliputi pengetahuan,
sopan santun dan kemampuan para staf untuk
99

memunculkan rasa keyakinan dan kepercayaan dari


klien.
Pembagian tugas di Low Vision Yayasan Layak
 
telah disusun sesuai dengan kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki oleh para petugas. Dari
setiap kegiatan pemeriksaan dilakukan oleh tiga orang
yang memiliki latar belakang ilmu yang berbeda.
Seperti Ibu Lia yang berlatar belakang ilmu politik
tetapi telah sering mengikuti pelatihan untuk
menangani anak-anak difable, Ibu Luci yang memang
seorang pekerja sosial yang bertugas untuk membantu
proses rehabilitasi dengan menggunakan metode dan
tekhnik pekerja sosial, dan Bapak Indra yang telah
menyelesaikan studinya dalam bidang refraksi optisi.
Dari hasil observasi peneliti menilai bahwa para
petugas telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan
bidang keilmuwan yang mereka tekuni sebelumnya
dan mengimplementasikan pengetahuan yang mereka
miliki. Apa yang selama ini petugas berikan kepada
para klien dirasa telah cukup membantu. Hal itu
terungkap pada penjelasan Ibu Atik berikut ini :
“Saat ini saya sangat yakin dengan mereka,
karena selama ini apa yang diberikan kepada
anak-anak ternyata sangat berguna dan sangat
bermanfaat bagi anak-anak tersebut.” (Atik,
2019)
100

Ibu Evi juga memberikan tanggapannya terkait


kepercayaannya kepada para petugas, berikut
penjelasannya :
 
“Saya mah percaya aja mas, soalnya kan sampe
sekarang ini aja kalau misalkan memang ada yang
butuh bantuan, bantuan alat kacamata atau kaca
pembesar, mereka langsung cepat tanggap gitu,
langsung memberikan.” (Evi, 2019)

Selain pengetahuan yang harus dimiliki oleh para


petugas, kesopanan juga dianggap suatu hal yang
penting dalam proses pemberian layanan. Berikut
jawaban Ibu Dian saat ditanya sikap sopan santun para
petugas selama ini :
“Kalo sama saya dan anak-anak ya sopan banget
mas, udah baik banget deh mereka.”

Kesimpulan dari hasil wawancara diatas dapat


dilihat bahwa dengan pengetahuan dan pengalaman
yang dimiliki oleh para petugas telah berhasil dalam
memberikan pertolongan dan menimbulkan rasa
kepercayaan kepada para petugas. Apa yang diberikan
oleh para petugas dirasa telah membantu dan sikap
positif yang ditunjukkan oleh para petugas juga
mendukung munculnya rasa kepercayaan atau
keyakinan khususnya dari para orang tua dan juga
guru.
d. Kepedulian (Emphaty)
Kepedulian yang dimaksud dalam pembahasan ini
adalah kemampuan untuk membina hubungan,
101

perhatian, memberi dukungan dan memahami


kebutuhan para klien. Menjalin hubungan dan
memberikan perhatian kepada para klien merupakan
 
suatu hal yang harus dilakukan, karena dengan
memberikan perhatian dan menjalin hubungan sebaik
mungkin secara tidak langsung akan memberikan
semangat dan kepercayaan diri dalam diri klien.
Ibu Dian menceritakan salah satu bentuk perhatian
yang diberikan oleh petugas Low Vision Yayasan
Layak sebagai berikut :
“Iya waktu anak saya operasi kan harus check up
nah bu Luci yang cerewet. “Ibu ayo kita ke RSCM,
kapan ibu bisanya, biar gaada apa-apa lebih enak
bu kalau kita check lebih awal” Saya bukannya
ngebelakangin keperluan anak mas, saya juga kan
masih punya anak kecil, repot jadinya. Kadang
saya juga malu terlalu banyak yang dibantu, tapi
itu juga udah alhamdulillah banget mas.” (Dian,
2019)

Dari penjelasan Ibu Dian diatas dapat dilihat


bahwa para petugas berusaha untuk berinisiatif
mengajak orang tua untuk lebih aktif dan sadar bahwa
peran orang tua penting dalam proses rehabilitasi yang
dijalankan oleh sang anak.
Sikap peduli yang diberikan oleh para petugas
juga dirasakan oleh Ibu Atik, berikut penjelasannya :
“Ya mereka sangat peduli mas, bagaimana tidak
peduli karena ehh memang diantaranya adalah
ehh sasarannya tepat, dan ketika ketumu anak
yang memang ehh tadinya ga terdaftar akhirnya
pas mereka lihat si anak dan memang
102

membutuhkan pelayanan langsung di daftarkan.”


(Atik, 2019)

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa


  para petugas serius dalam mencari dan kemudian
menangani anak-anak yang memang mengalami
gangguan penglihatan. Itu terlihat pada jawaban Ibu
Atik diatas dimana respon para petugas cukup cepat
jika mengetahui ada anak-anak yang mengalami
gangguan penglihatan tetapi mereka belum
mendapatkan pelayanan.
e. Bukti Langsung (Tangible)
Bukti langsung yang dimaksud berupa fasilitas
fisik yang bisa dirasakan langasung oleh para klien
dan orang tuanya, peralatan, staf, dan penampilan
perorangan. Untuk fasilitas tentu merupakan hal
penting yang akan mempengaruhi puas atau tidaknya
klien terhadap suatu layanan yang diberikan. Pihak
Low Vision Yayasan Layak telah mendesain setiap
ruangan seramah mungkin bagi anak dengan
gangguan penglihatan. Kebersihan setiap ruangan pun
juga selalu diperhatikan. Peneliti melihat seluruh
ruangan di Low Vision Yayasan Layak selalu
dibersihkan di pagi hari ketika para petugas belum
sampai ke yayasan. Salah satu klien berinisial ―S‖
menceritakan pengalamannya ketika datang ke kantor
Low Vision Yayasan Layak, berikut ulasannya :
103

“Hmm menurut aku bagus sih kak, pas masuk itu


kan disitu ada kaya sofa gitu, trus pas diperiksa
itu masuk ruangan, ya gitu bersih deh menurut
aku. Trus waktu itu pernah ke toiletnya, nyaman
  sih. Disana kan juga bangku dan yang lain
warnanya cerah, buat aku sih itu ngebantu.” (S,
2019)

Dari penjelasan diatas dapat terlihat bahwa


fasilitas fisik yang telah didesain seramah mungkin
bagi anak dengan gangguan penglihatan cukup
membantu sang klien dalam melakukan aktivitas.
Kebersihan juga merupakan hal utama yang
mendukung timbulnya rasa nyaman dalam diri klien.
Hal lain yang harus diperhatikan dalam proses
pemberian layanan adalah penampilan para petugas
dalam melayani. Tidak dapat dipungkiri bahwa
penampilan merupakan cerminan sosok dan citra diri
yang sangat berperan terhadap penilaian orang lain
khususnya klien terhadap para petugas. Selama
peneliti melakukan observasi peneliti melihat bahwa
penampilan para petugas selalu bersih dan sopan,
terkadang para petugas berpakaian seragam dan itu
menunjukan bahwa mereka bekerja secara
professional.
Ibu Atik menyampaikan pendapatnya mengenai
penampilan para petugas saat memberikan layanan,
berikut pernyataannya :
“Kalau untuk penampilan para petugas ya
selayaknnya orang bekerja mas, terampil, rapih,
104

bersih kemudian ya sopan dan santun.” (Atik,


2019))

Selain fasilitas fisik dan penampilan, alat yang


  digunakan pun juga memberi pengaruh dalam
terciptanya kepuasan dan kepercayaan klien terhadap
petugas. Berdasarkan observasi, peneliti melihat
bahwa jika para petugas akan melakukan pemeriksaan
di suatu tempat, alat-alat telah dipersiapkan dan
dimasukkan ke dalam mobil sehari sebelum
keberangkatan. Mereka juga memastikan bahwa tidak
ada alat yang tertinggal yang nantinya akan membuat
mereka kesulitan dalam melakukan pemeriksaan
terhadap klien.
Berikut tanggapan Ibu Evi terkait alat-alat yang
digunakan oleh petugas Low Vision Yayasan Layak :
“Alat-alatnya lengkap kok, untuk memeriksa si
klien-klien disini kan. Cukup lengkap sih mas
menurut saya. Jadinya meyakinkan juga bahwa
ehhh yayasan layak emang serius buat nanganin.”
(Evi, 2019)

Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Atik


berikut ini :
“Kemudian alat-alatnya untuk refraksi itu ya itu
menurut saya karna saya bukan ahlinya sangat
lengkap.” (Atik, 2019)

Dari semua penjelasan para informan diatas dapat


disimpulkan bahwa para petugas telah memberikan
bukti secara langsung bahwa mereka serius untuk
menolong anak-anak yang mengalami gangguan
105

penglihatan. Semua sikap serta perlakuan para petugas


kepada klien dapat dilihat semua itu mencerminkan
telah bekerja secara professional, dan mengerti betul
 
apa yang harus dilakukan dalam menangani
permasalahan gangguan penglihatan yang berbeda-
beda.
106

 
107

BAB V

PEMBAHASAN

  Pada bab ini akan dijelaskan hasil penelitian yang telah


peneliti lakukan dan akan dikaitkan dengan latar belakang
masalah serta teori yang ditulis pada bab 2. Pada bab 2 telah
dijelaskan bahwa ada tiga model yang digunakan dalam evaluasi.
Menurut pietrzak dkk model evaluasi tersebut adalah evaluasi
input, evaluasi proses, dan evaluasi hasil (Adi 2001, 128–29).
Evaluasi input berfokus pada tiga unsur yang terdapat dalam
pelaksanaan suatu program. Tiga unsur atau variabel tersebut
terdiri dari klien, staf dan program. Selanjutnya evaluasi proses
berfokus kepada aktivitas program yang melibatkan interaksi
antara klien dengan staf terdepan yang merupakan pusat dari
tujuan program. Evaluasi atau penilaian terhadap proses akan
dilakukan berdasarkan empat kriteria, yaitu standar praktik
terbaik (best standard practice), kebijakan, tujuan proses, dan
kepuasan klien. Model evaluasi yang ketiga adalah evaluasi hasil.
Evaluasi hasil ini diarahkan pada evaluasi keseluruhan dampak
dari suatu program.
Seperti yang sudah disebutkan pada bab sebelumnya,
peneliti hanya akan berfokus untuk melakukan evaluasi proses
terhadap program rehabilitasi low vision yang dijalankan oleh
Yayasan Layak. Program rehabilitasi low vision ini ditujukan
untuk anak-anak dengan gangguan penglihatan baik sedang
maupun berat, dan juga anak-anak dengan tipe disabilitas lainnya
yang juga mengalami gangguan pada penglihatan. Meskipun
108

target utama dari program tersebut adalah anak-anak, pihak Low


Vision Yayasan Layak juga bersedia melayani para orang dewasa
yang memang membutuhkan rehabilitasi low vision.
 
Program rehabilitasi low vision yang dijalankan oleh Low
Vision Yayasan Layak secara garis besar bertujuan untuk
mencegah gangguan penglihatan yang semakin parah atau juga
kebutaan. Dalam menjalankan program ini Low Vision Yayasan
Layak tidak bekerja sendiri, Yayasan Layak bekerjasama dengan
Standard Chartered Bank yang juga menjalankan program SIB
(Seeing Is Believing). Program SIB ini juga merupakan sebuah
bentuk dari kampanye Global Vision 2020 dimana tujuannya
adalah menghapuskan kebutaan sebelum tahun 2020. Untuk
mendukung keberhasilan dari program tersebut Low Vision
Yayasan Layak menjalankan program rehabilitasi low vision yang
telah dilaksanakan sejak tahun 2015.
Permasalahan kebutaan terutama pada anak merupakan
masalah yang sangat serius. Karena informasi yang diterima
olehanak selama 12 tahun pertamanya didapat melalui
penglihatan (Dalope 2017, 171). Tentunya banyak hal yang
menyebabkan seorang anak mengalami kebutaan. Seperti yang
telah dijelaskan pada bab 2 ada beberapa faktor yang
menyebabkan seseorang mengalami kebutaan. Yang pertama
adalah Pre-natal (dalam kandungan). Faktor penyebab kebutaan
pada masa pre-natal sangat erat kaitannya dengan riwayat dari
orang tua atau kelainan yang dialami seorang ibu saat
mengandung, seperti munculnya penyakit Tuberculosis (TBC),
terjangkit Rubella infeksi karena kotoran seperti Toxoplasma,
109

Trachoma dan juga kekurangan vitamin tertentu. Faktor kedua


adalah Post-natal. Post-natal merupakan masa setelah bayi
dilahirkan. Pada masa ini gangguan penglihatan bisa saja dialami
 
pada saat proses persalinan dan merusak kerusakan pada mata,
atau pada waktu persalinan sang ibu mengalami penyakit menular
tertentu sehingga itu tertular pada bayi yang mengakibatkan
penglihatannya rusak. Selain kedua masa tadi, ada beberapa
penyakit mata yang juga bisa menyebabkan seseorang kehilangan
penglihatannya, seperti yang banyak terjadi adalah penyakit
katarak, yaitu penyakit mata yang menyebabkan lensa mata
menjadi keruh dan terlihat berwarna putih jika dilihat orang lain,
glaucoma, yaitu penyakit yang disebabkan bertambahnya cairan
dalam bola mata sehingga terkanan dalam bola mata meningkat
dan masih banyak lagi. Dalam beberapa kasus juga sering
ditemukan bahwa kecelakaan dapat mengakibatkan seseorang
mengalami kerusakan pada matanya.
Low Vision Yayasan Layak menyadari akan pentingya
mencegah seorang anak mengalami gangguan penglihatan berat
dan kebutaan. Karena menurut mereka seorang anak masih
memiliki masa depan yang panjang, oleh karena itu perlu
dipersiapkan perkembangannya sedini mungkin. Rehabilitasi
merupakan suatu cara yang tepat untuk mencegah agar gangguan
penglihatan yang diderita anak tidak semakin parah. Menurut
Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial tahun 2009
Rehabilitasi sendiri diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan
refungsionalisme dan juga pengembangan yang dilakukan supaya
seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya dan
110

menjalankan kehidupannya seperti sedia kala (UU No. 11 tahun


2009 tentang Kesejahteraan Sosial) (Salsabila, Krisnani, dan
Apsari 2018, 199). Dalam mencari anak-anak yang membutuhkan
 
rehabilitasi low vision Yayasan Layak bekerjasama dengan
layanan kesehatan (rumah sakit, klinik mata, praktek dokter, dan
optik), sekolah luar biasa (SLB) dan juga sekolah inklusi, serta
kader masyarakat yang sebelumnya juga telah mengikuti
sosialisasi atau pelatihan terkait gangguan penglihatan.
Selain rehabilitasi yang dilakukan seperti melakukan
pemeriksaan, memberikan alat bantu dan melakukan tindak lanjut
kepada klien, Low Vision Yayasan Layak tidak melupakan unsur
yang mendukung proses rehabilitasi. Unsur yang berperan
penting dalam proses rehabilitasi tersebut adalah kepedulian.
Seperti yang sudah dijelaskan pada bab 2, kepedulian memiliki
lima kategori. Yang pertama adalah knowing, yaitu para petugas
berusaha untuk memahami peristiwa yang memiliki makna dalam
kehidupan klien. Peristiwa ini biasanya penyebab rusaknya
penglihatan klien. Kedua adalah being with, yaitu para petugas
tidak hadir secara fisik, tetapi juga lewat komunikasi dengan cara
lain, berusaha memberikan dukungan dan juga kenyamanan.
Ketiga adalah doing for, yaitu bersama-sama melakukan tindakan
yang bisa dilakukan untuk keberhasilan proses rehabilitasi.
Keempat adalah enabling, yaitu kemampuan untuk
memberdayakan klien, memfasilitasi, mendukung dan mencari
solusi alternatif yang dapat membantu klien. Yang terakhir adalah
maintaining belief, yaitu menumbuhkan keyakinan dalam diri
111

klien, dan juga menumbuhkan sikap optimis bahwa klien juga


dapat beraktivitas layaknya orang dengan penglihatan normal.
Bukan hanya memberikan kepedulian kepada klien, para
 
petugas juga berusaha untuk membuat orangtua, keluarga dan
juga masyarakat lebih peduli dan sadar bahwa anak-anak dengan
gangguan penglihatan membutuhkan support dan pengakuan
bahwa sebenarnya mereka juga masih dapat beraktivitas
walaupun mereka memiliki kekurangan.

A. Evaluasi Proses Program Rehabilitasi Low Vision

Secara garis besar evaluasi proses digunakan untuk


menilai, dan menganalisa program yang sedang berjalan
secara keseluruhan. Dalam evaluasi yang dilakukan tersebut
biasanya akan muncul hal-hal yang dianggap kurang dan
harus ditingkatkan atau bahkan kelebihan yang harus terus
dipertahankan. Karena salah satu manfaat dari dilakukannya
evaluasi adalah mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan
agar dapat memperkuat program itu sendiri (Adi 2001, 127–
28).
Evaluasi atau penilaian yang dilakukan akan dikaji
berdasarkan empat kriteria, yaitu standar praktik terbaik (best
standard practice), kebijakan, tujuan proses, dan kepuasan
klien. Berikut pembahasan dari keempat kriteria tersebut :

1. Standar Praktik Terbaik (Best Standard Practice)


Standar praktik dapat diartikan sebagau suatu
norma atau aturan dan penegasan tentang mutu
112

pekerjaan yang dianggap baik tepat, dan benar yang


dirumuskan dan digunakan sebagai pedoman dalam
pemberian layanan (Departemen Kesehatan 1988, 3).
 
Norma atau aturan tersebutlah yang dijadikan sebagai
panduan oleh anggota dalam suatu lembaga atau
organisasi agar setiap bentuk pekerjaan atau tindakan
yang dilakukan dapat berjalan dengan semestinya.
Dalam penelitian ini ada dua jenis standar yang
akan dibahas, antara lain ialah :
a. Standar Sarana & Prasarana
Pada bab sebelumnya telah dibahas sarana dan
prasarana, beberapa fasilitas dan juga peralatan yang
digunakan dalam proses rehabilitasi low vision. Dan
jika melihat Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 39 tahun 2012 tentang
penyelenggaraan kesejahteraan sosial pasal 41 yang
telah dijabarkan di bab 2, bebarapa hal penting yang
menjadi standar dalam pelaksanaan rehabilitasi
sosial atau dalam hal ini rehabilitasi low vision telah
terpenuhi. Berikut pembahasannya :
Pertama adalah ruang perkantoran yang
dimaksud pada pasal 41 tersebut beberapa
diantaranya telah terpenuhi seperti halnya ruang
kerja bagi para pimpinan ataupun petugas seperti
petugas refraksionis optisien, petugas rehab, petugas
administrasi, dan juga receptionist.
113

Selanjutnya ada ruang teknis yang tersedia dia


Low Vision Yayasan Layak berupa ruang clinical
assessment dan juga functional assessment. Dua
 
ruangan tekhnis ini sudah ideal untuk pelaksanaan
pemeriksaan klien, karena memang dua ruangan ini
memiliki ukuran yang cukup luas, yaitu 3,6 m x 3,3
m untuk ruangan refraksionis optisien dan 4,2 m x 3
m untuk ruangan rehabilitasi. Beberapa ruangan
yang tertera pada pasal 41 tersebut memang tidak
semuanya terpenuhi karena pengurus dan para
petugas juga meyakini bahwa Low Vision Yayasan
Layak memiliki keterbatasan ruangan sehingga
mereka memaksimalkan ruangan yang ada untuk
melakukan rehabilitasi.
Ketiga adalah ruang untuk umum dimana
tersedia ruang tunggu yang menjadi ruangan yang
paling luas yang berukuran 6 m x 3,3 m, gudang
yang cukup untuk menyimpan semua file dan
peralatan, kamar mandi yang didesain ramah bagi
anak low vision dan dijaga untuk selalu tetap bersih
dan juga tempat parkir bagi keluarga klien yang
datang dengan membawa kendaraan.
Keempat adalah tenaga pelayanan sosial yang
terdiri dari petuguas keuangan, receptionist,
refraksionis optisien, dan juga petugas rehab. Untuk
petugas lapangan sejauh ini telah memenuhi
kualifikasi yang ditetapkan oleh lembaga.
114

Kelima adalah peralatan yang pada bab


sebelumnya telah dijelaskan berbagi macam alat
baik untuk memeriksa klien seperti trial set, streak
 
retinoscope, dan juga snellen chart. Selain alat
untuk memeriksa klien, Low Vision Yayasan Layak
juga menyediakan alat bantu optik seperti kacamata,
hand magnifier, serta telescope dan juga alat bantu
non optik seperti penyangga buku, typoscope dan
juga lampu belajar. Semua alat yang digunakan
tersebut sudah sangat lengkap untuk melakukan
pemeriksaan terhadap klien. Akan tetapi harus ada
peningkatan kualitas dari alat tersebut setiap
tahunnya.
Keenam yaitu alat transportasi berupa mobil
yang biasanya digunakan untuk membawa petugas
berpindah-pindah tempat untuk memberikan
pelayanan dan juga sosialisasi. Tidak jarang juga
alat transportasi tersebut digunakan untuk
menjemput dan mengantar klien. Mobil milik Low
Vision Yayasan Layak sejauh ini sangat membantu
para klien yang datang jika klien tersebut tidak
mempunyai kendaraan.
Terakhir adalah pangan yang biasanya
diberikan oleh para petugas yang dapat berupa snack
atau makan siang. Pangan yang diberikan kepada
para klien secara tidak langsung membuat para klien
dan keluarganya merasa nyaman dan percaya bahwa
115

Low Vision Yayasan Layak benar-benar peduli


dengan para kliennya.
Walaupun dari Peraturan Pemerintah Republik
 
Indonesia nomor 39 tahun 2012 tentang
penyelenggaraan kesejahteraan sosial pasal 41 tidak
semuanya terpenuhi, akan tetapi sarana dan
prasarana serta fasilitasi yang tersedia di Low Vision
Yayasan Layak sudah mewakili dan dapat
menunjang program rehabilitasi low vision.
b. Standar Proses
Standar proses dalam penelitian ini dimaksud
sebagai tahapan-tahapan pemberian layanan yang
diberikan oleh Low Vision Yayasan Layak. Seperti
yang dijelaskan pada bab sebelumnya pengurus dan
petugas dari Low Vision Yayasan telah menjelaskan
bagaimana proses pemberian layanan yang mereka
lakukan. Dalam mencari klien Low Vision Yayasan
Layak bekerjasama dengan berbagai bidang, yaitu
bidang kesehatan dan juga bidang pendidikan.
Dalam bidang kesehatan, sejauh ini Low Vision
Yayasan Layak telah bekerjasama dengan beberapa
rumah sakit atau pusat layanan kesehatan seperti
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM),
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Dalam
bidang pendidikan Low Vision Yayasan Layak
bekerjasama dengan beberapa Sekolah Luar Biasa
(SLB) dan juga sekolah inklusi, dan juga
116

bekerjasama dengan para kader masyarakat yang


telah mengikuti sosialiasi tentang gangguan
penglihatan.
 
Seluruh tahapan rehabilitasi yang dijalankan
oleh para petugas telah sesuai dengan tahapan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah dalam Peraturan
Menteri Sosial Nomor 7 Tahun 2017 tentang standar
Habilitasi dan Rehabilitasi Sosial Penyandang
Disabilitas. Para klien yang datang diarahkan
kebagian pendaftaran dan bersamaan dengan itu
para petugas melakukan pendekatan awal, mencoba
menjalin relasi dan melontarkan beberapa
pertanyaan yang berkaitan dengan latar belakang
klien. Pada tahap pertama inilah proses konsultasi
awal dilakukan dan bersamaan dengan itu para
petugas akan mengidentifikasi masalah klien.
Tahap kedua adalah pengungkapan dan
pemahaman masalah. Dalam tahap ini biasanya para
petugas mengumpulkan data dan informasi dari
keluarga terdekat. Jika klien memiliki riwayat medis
seringkali para petugas juga bertanya terkait riwayat
penyakit dari klien dan membahas itu dengan
keluarganya.
Pada tahap pertama dan kedua para petugas
berusaha untuk mengetahui lebih dalam atau dalam
kategori kepedulian yang telah ditulis pada bab 2
adalah knowing. Para petugas berusaha untuk
117

memahami sebuah peristiwa yang memiliki makna


dalam kehidupan klien. Selaian itu petugas juga
berusaha untuk peka terhadap petunjuk verbal dan
 
non-verbal dan fokus kepada proses rehabilitasi.
Pada dua tahap awal tersebut tindakan para petugas
juga masuk ke dalam kategori being with, dimana
para petugas mencoba berbagi perasaan dengan
klien, mencoba menawarkan bantuan selama klien
menjalani proses rehabilitasi.
Tahap ketiga adalah penyusunan rencana
pemecahan masalah. Dalam tahap ini petugas
beserta klien dan keluarganya bersama-sama
membuat skala prioritas kebutuhan klien. Petugas
juga akan merujuk klien ke beberapa rumah sakit
jika klien memang butuh tindakan medis. Dalam
tahap ini juga dilakukan kesepakatan jadwal
pelaksanaan dari pemecahan masalah.
Tindakan yang dilakukan oleh para petugas di
tahap ketiga ini masuk kedalam kategori doing for
yaitu bersama-sama melakukan sesuatu tindakan
yang mungkin untuk dilakukan dan juga
mengantisipasi kebutuhan klien.
Tahap selanjutnya adalah pemecahan masalah.
Pada tahap ini klien diperiksa lebih lanjut terkait
gangguan penglihatannya. Seperti yang dijelaskan
pada bab sebelumnya. Pemeriksaan yang dilakukan
adalah tes klinikal dan fungsional. Setelah itu klien
118

akan menerima bimbingan dan dilatih menggunakan


alat bantu setelah alat bantu yang diperlukan sudah
tersedia klien akan langsung diberikan kepada klien.
 
Bimbingan dan pelatihan perihal alat bantu
yang dilakukan oleh para petugas masuk kedalam
kategori enabling, yaitu para petugas berusaha untuk
memfasilitasi klien, memberikan informasi,
menjelaskan dan mendukung klien untuk
menghadapi permasalahannya sehingga diharapkan
proses rehabilitasi yang dijalankan oleh klien
berjalan lancar.
Tahap kelima adalah resosialiasi. Pada tahap
ini petugas melibatkan keluarga dengan tujuan
keluarga mengetahui apa saja yang dibutuhkan klien
dan bagaimana memperlakukan klien dengan baik
dan benar. Contohnya para petugas memberikan
informasi bahwa klien tidak mampu melihat tulisan
kecil, maka keluarga khususnya orang tua harus
memperlihatkan tulisan-tulisan dengan ukuran yang
diperbesar
Tahap keenam adalah terminasi. Pada tahap ini
para petugas mengidentifikasi keberhasilan yang
telah dicapai dari rehabilitasi yang dilakukan.
Terminasi atau pemutusan hubungan biasanya
dilakukan apabila tujuan rehabilitasi telah tercapai,
klien dirujuk ke lembaga lain, klien mengundurkan
diri, atau klien meninggal dunia.
119

Tahap yang terakhir adalah bimbingan lanjut,


yaitu merupakan kegiatan pemantauan atau evaluasi
pascapelayanan kepada klien.
 
Hal yang dilakukan oleh para petugas pada
tahap kelima dan bisa juga sampai tahap terakhir
dapat dikategorikan kedalam maintaining belief,
yaitu menumbuhkan keyakinan klien dalam
menghadapi peristiwa hidupnya dan juga masa
transisi dalam hidupnya. Petugas juga memberikan
semangat agar klien mampu menghadapi masa
depannya dengan penuh keyakinan.
Secara keseluruhan tahapan rehabilitasi yang
dijalankan oleh Low Vision Yayasan Layak telah
sejalan dengan peraturan dari menteri sosial,
walaupun ada sedikit perbedaan yaitu Low Vision
Yayasan Layak menempatkan terminasi di bagian
paling akhir dari tahapan pelayanan. Jadi jika
yayasan telah melakukan terminasi dengan klien itu
berarti sudah tidak akan kegiatan konsultasi yang
dilakukan klien dengan para petugas.
2. Kebijakan
Kebijakan dalam penelitian ini membahas siapa
saja yang layak mendapat pelayanan dan bantuan serta
membahas kriteria seperti apa yang harus dimiliki oleh
para sumber daya manusia yang bertugas di Low Vision
Yayasan Layak.
120

Dalam latar belakang masalah telah tertulis bahwa


Low Vision Yayasan Layak menjadikan anak berusia 0-
18 tahun sebagai target utama dari program rehabilitasi
 
low vision. Dalam hasil temuan telah diketahui bahwa
memang banyak anak-anak dengan gangguan
penglihatan yang telah dilayani dan menjalankan semua
tahapan rehabilitasi low vision. Alat bantu bersubsidi
bagi klien yang kurang mampu pun juga telah diberikan
kepada anak-anak yang memang membutuhkan.
Untuk sumber daya manusia yang bekerja di Low
Vision Yayasan Layak saat ini dirasa telah relevan
dengan kriteria yang ditetapkan oleh pihak Yayasan
Layak dan juga sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial
Republik Indonesia nomor 16 tahun 2017 tentang
standar nasional sumber daya manusia penyelenggara
kesejahteraan sosial.
Pada pasal 4 ayat 1 dijelaskan bahwa sumber daya
manusia penyelenggara kesejahteraan sosial terdiri atas :
a. Tenaga Kesejahteraan Sosial
b. Pekerja Sosial
c. Relawan Sosial
d. Penyuluh Sosial
Jika dilihat dalam pembahasan pada bab
sebelumnya perihal kebijakan Low Vision Yayasan
Layak tentang kualifikasi para petugas dirasa sudah
cukup relevan. Dimana untuk petugas lapangan yang
saat ini dimiliki oleh Low Vision Yayasan Layak diisi
121

oleh dua orang petugas yang bukan merupakan pekerja


professional tetapi telah dilatih dan dididik secara
professional untuk menjalankan tugas pelayanan dan
 
penanganan masalah sosial dan juga satu orang pekerja
professional yang yang memiliki kompetensi dan
profesi pekerjaan sosial, dan juga memiliki kepedulian
dalam pekerjaan sosial yang dapat diperoleh dari
pendidikan, pelatihan serta pengalaman praktik
pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas
pelayanan dan penanganan masalah sosial.
3. Tujuan Proses (Process Goal)
Secara umum tujuan merupakan target yang
bersifat luas yang ingin dicapai oleh suatu organisasi
atau lembaga. Pada latar belakang telah dijelaskan
bahwa tujuan utama dari program rehabilitasi low vision
Yayasan Layak adalah pencegahan kebutaan khususnya
pada anak. Untuk mendukung target tersebut Yayasan
Layak berupaya untuk mengembangan model layanan
rehabilitasi yang komprehensif dan terintergrasi dengan
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan masyarakat. Low
Vision Yayasan Layak juga berupaya menanamkan
sikap peduli terhadap keluarga klien khususnya orang
tua karena dengan kepedulian tersebut nantinya akan
membantu klien dalam proses rehabilitasi.
Seperti yang telah dijabarkan pada bab
sebelumnya bahwa Low Vision Yayasan Layak
bekerjasama dengan tenaga pendidik atau guru baik di
122

Sekolah Luar Biasa (SLB) maupun di sekolah inklusi.


Dan kerjasama yang terjalin tersebut merupakan hasil
dari proses yang dijalani para petugas selama ini. Dalam
 
kerjasama tersebut pihak Low Vision Layak dan juga
pihak sekolah mencari anak-anak yang memang
mengalami gangguan pada penglihatan yang kemudian
ditangani oleh para petugas sehingga anak-anak tersebut
dapat terbantu dalam melakukan aktivitas sehari-hari
dan juga dapat mencegah terjadinya gangguan
penglihatan yang semakin parah. Sampai saat ini
petugas berupaya untuk menyadarkan para orang tua
atau keluarga terdekat untuk lebih peduli dan bertindak
cepat jika klien membutuhkan penanganan medis.
4. Kepuasan Klien
Kepuasan klien dapat diartikan sebagai suatu
keadaan dimana hasil dari suatu jasa sesuai dengan
harapan klien. Jika jasa yang diberikan dapat memenuhi
harapan para klien tentunya mereka akan merasa puas,
dan sebaliknya jika jasa yang diberikan tidak memenuhi
ekspektasi para klien mereka akan merasa tidak puas
dengan suatu pelayanan. Sejauh ini pernyataan para
informan seperti klien, orang tua dan guru bersifat
positif dan sebagian besar dari mereka mengatakan
bahwa mereka puas dengan apa yang diberikan oleh
para petugas.
Menurut Zeithml, Bitner dan Gremler (2009)
dalam Jurnal Adminstrasi Bisnis dari (Apriyani dan
123

Sunarti 2017, 3) memaparkan lima dimensi dalam


kualitas pelayanan diantaranya adalah keandalan
(reliability), daya tanggap (responsiveness), keyakinan
 
(assurance), kepedulian (empathy) dan bukti langsung
(tangible).
Keandalan (reliability) adalah kemampuan para
petugas dalam memberikan jasa atau pelayanan sesuai
dengan janji yang telah disepakati pada awal pertemuan
dengan handal dan akurat.
Berdasarkan hasil temuan penelitian peneliti telah
mengetahui pendapat para klien, guru dan orang-orang
terdekat klien bahwa sejauh ini program dari rehabilitasi
low vision berjalan dengan baik, sesuai rencana dan
tepat sasaran. Klien yang memang membutuhkan
rehabilitasi telah diobservasi dan ditangani sesuai hasil
observasi dan juga hasil diagnosa dari tenaga medis
yang sebelumnya menangani klien tersebut.
Para klien juga telah mendapatkan alat bantu
sesuai dengan kebutuhan mereka. Salah satu informan
bernama Ibu Atik yang berprofesi sebagai guru di salah
satu sekolah inklusi di Jakarta Selatan mengatakan
bahwa sejauh ini memang anak-anak yang dilayani,
yang mendapat alat bantu adalah anak-anak yang
mengalami kesulitan dalam melihat dan membutuhkan
alat bantu. Informan tersebut juga menilai bahwa sejauh
ini program dari Low Vision Yayasan Layak telah tepat
pada sasaran.
124

Ketanggapan (responsiveness) adalah


kemampuan yang harus dimiliki oleh para petugas untuk
membantu para klien dengan cepat, tepat dalam
 
menghadapi permintaan, pertanyaan, keluhan dan juga
permasalahan yang dialami oleh klien.
Pada bab sebelumnya beberapa informan bercerita
bahwa sejauh ini respon para petugas Low Vision
Yayasan Layak cukup cepat jika ada klien yang
mengalami masalah. Ibu Atik bercerita bahwa pada saat
Low Vision Yayasan Layak membagikan kacamata
kepada klien yang bersekolah disana, ada beberapa anak
yang belum mendapatkan alat bantu, lantas Ibu Atik
melapor kepada para petugas dan membuat janji untuk
bertemu di sekolah. Beberapa hari setelahnya para
petugas datang dan melakukan pemeriksaan ulang
kepada anak tersebut dan selanjutnya meresepkan alat
bantu. Itu adalah salah satu alasan pernyataan Ibu Atik
yang mengatakan bahwa para petugas cukup cepat dan
tanggap jika terdapat masalah pada klien.
Pendapat lain disampaikan oleh Ibu Evi selaku
pengasuh di Panti Sosial Bina Netra Tan Miyat. Beliau
bercerita bahwa pernah ada anak panti yang merupakan
klien dari Low Vision Yayasan Layak mengalami
katarak. Ibu Evi mencoba memberi informasi kepada
para petugas dan dilain hari petugas melakukan
pemeriksaan kepada klien tersebut. Dari hasil
pemeriksaan petugas mengatakan bahwa klien harus
125

dioperasi atau tindakan medis lainnya. Walaupun pada


akhirnya klien tersebut tidak jadi di operasi karena
terbentur izin dari orang tua, akan tetapi menurut
 
penilaian Ibu Evi sejauh ini para petugas telah bersikap
cepat dan tanggap dalam menangani klien.
Keyakinan (assurance) adalah kemampuan yang
harus dimiliki oleh pemberi layanan atau petugas untuk
memunculkan rasa percaya dan yakin bahwa para
petugas mampu untuk membantu klien. Keyakinan ini
mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan
sifat lain yang dapat dipercaya oleh para klien.
Jika menilai dari pengetahuan dan kemampuan
para petugas sejauh ini para petugas telah menerapkan
ilmu yang sebelumnya sudah mereka dapat. Baik itu
ilmu yang didapat saat mereka menjalankan studi atau
ilmu yang didapat dari pelatihan-pelatihan yang terus
mereka ikuti sampai sekarang. Dari pelatihan tersebut
tentunya para petugas mendapatkan ilmu baru yang bisa
diterapkan dalam program rehabilitasi low vision.
Apapun permasalahan yang dialami klien para
petugas selalu berkoordinasi dan mencari jalan terbaik
untuk membantu klien tersebut. Sejauh ini respon dari
orang-orang terdekat klien terhadap kemampuan para
petugas untuk menangani sudah sangat positif.
Selain pengetahuan dan kemampuan hal lain yang
berpengaruh dalam timbulnya kepercayaan klien dan
keluarganya adalah kesopanan. Berdasarkan penilaian
126

keluarga klien sejauh ini para petugas telah bersikap


ramah dan sopan baik itu sopan kepada klien ataupun
keluarganya. Secara tidak langsung sikap sopan yang
 
ditunjukkan oleh para petugas akan memunculkan kesan
nyaman dan tentunya kepercayaan dari klien beserta
keluarganya terhadap para petugas.
Kepedulian (empathy) adalah kemampuan para
petugas untuk membangun rasa peduli dan perhatian
kepada klien. Para petugas juga harus memahami
keinginan dan juga kebutuhan dari para klien.
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti
lakukan sebagian besar menyatakan bahwa mereka
merasakan kepedulian dari para petugas. Seperti halnya
pernyataan Ibu Dian yang anaknya baru saja operasi
katarak dan harus melakukan medical check up ke
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Beliau
bercerita bahwa para petugaslah yang rajin untuk selalu
mengajak klien pergi ke RSCM untuk dilakukan
pemeriksaan.
Dari hasil wawancara lainnya, Ibu Atik
mengatakan bahwa kepedulian yang ditunjukkan oleh
para petugas adalah dengan cara berusaha melayani
anak-anak yang mengalami gangguan penglihatan tetapi
belum tertangani oleh Low Vision Yayasan Layak.
Dari kedua contoh pernyataan diatas terlihat
bahwa kepedulian yang petugas berikan dilakukan
dengan berbagai macam cara. Cara pertama dilakukan
127

bukan semata-mata untuk bersikap peduli kepada klien,


tetapi para petugas berupaya untuk memunculkan
kesadaran dalam diri orang tua bahwa anak dengan
 
gangguan penglihatan memang harus mendapatkan
pelayanan secara cepat, terutama anak-anak yang
mengalami kerusakan mata yang parah. Cara kedua
menjelaskan bahwa target utama dari program
rehabilitasi low vision adalah anak-anak yang
mengalami gangguan penglihatan. Jika petugas melihat
bahwa ada anak yang mengalami kesulitan dalam
melihat maka para petugas akan berusaha untuk
menolong dan melayani anak tersebut.
Bukti langsung (tangible) dalam hal ini adalah
kemampuan dari Low Vision Yayasan Layak dalam
menunjukkan eksistensinya pada masyarakat. Fasilitas
fisik, peralatan, dan penampilan perorangan merupakan
bukti yang diberikan oleh pemberi layanan.
Untuk fasilitas di Low Vision Yayasan Layak saat
ini dinilai cukup bagus oleh beberapa informan. Selain
menata setiap ruangan untuk selalu bersih dan rapih,
para petugas juga telah mendesain ruangan tersebut
terlihat ramah anak terutama bagi mereka yang
mengalami kesulitan dalam melihat. Seperti pernyataan
salah satu klien berinisial ―S‖, dia mengatakan bahwa
pemilihan warna dari setiap peralatan yang tersedia di
Low Vision Yayasan Layak sangat membantu dirinya
dalam bergerak.
128

Bukti lain yang harus diberikan para petugas


adalah penampilan. Berdasarkan observasi peneliti
biasanya para petugas menggunakan seragam yang telah
 
dibuat oleh Yayasan Layak yang menunjukan secara
jelas identitas para petugas. Salah satu informan, yaitu
Ibu Atik juga mengatakan bahwa selama beliau bertemu
para petugas beliau melihat bahwa penampilan atau cara
berpakaian para petugas sudah sangat meyakinkan.
Bukti yang terakhir adalah peralatan. Pada bab
sebelumnya peneliti telah menjelaskan beberapa alat
yang dipakai oleh petugas beserta gambarnya. Itu
merupakan sebagian kecil dari alat yang digunakan.
Menurut pengurus dan para petugas peralatan yang
digunakan saat ini telah cukup dan memenuhi standar,
dan menurut para klien alat yang digunakan sudah
sangat lengkap dan dapat digunakan untuk melakukan
berbagai jenis pemeriksaan mata.
B. Islamic Human Service Organization
Islamic Human Service Organization merupakan
organisasi pelayanan sosial yang bersifat islami. Organisasi
ini membawa misi sosial untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat atas dasar nilai-nilai keagamaan,
kemanusiaan, solidaritas, kedermawanan dan kebersamaan
sehingga nantinya akan tercipta suatu kondisi yang disebut
sebagai kesejahteraan.
Kesejahteraan dapat diartikan sebagai kondisi
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan seseorang sesuai dengan
129

standar yang berlaku di lingkungannya. Kesejahteraan sosial


dengan demikian merupakan suatu kondisi terpenuhinya
kebutuhan pokok seseorang sehingga orang tersebut dapat
 
menjalankan fungsi sosialnya dengan wajar.
Kesejahteraan sering kali dibahas dalam kitab suci
umat islam, yaitu Al-Qur’an. Sebagai contoh dalam Al-
Qur’an dibahas bahwa kehidupan di dunia ini layaknya
sebuah panggung sandiwara yang bersifat singkat. Al-Qur’an
merupakan sumber makna bagi kehidupan manusia sehingga
kehidupan manusia yang relatif singkat tersebut dapat
menjadi lebih berharga dan bermakna dengan cara hidup
rukun dan tidak saling menindas suatu kaum yang lemah
seperti orang-orang dengan kebutuhan khusus (difable).
Perlu adanya kesadaran dari para masyarakat untuk
membantu para difable dan suatu wadah yang menjadikan
bantuan tersebut lebih terstruktur. Untuk itulah suatu
organisasi pelayanan sosial dibentuk. Orang-orang dalam
suatu organisasi tersebut tidak dapat bekerja sendiri, butuh
peran masyarakat untuk menciptakan kehidupan yang damai
bagi para difable.
Low Vision Yayasan Layak selalu berusaha
mengajak masyarakat untuk lebih peduli dengan anak-anak
yang mengalami gangguan penglihatan. Berkat kerjasama
dari para orangtua, guru, dokter dan masyarakat luas, anak-
anak dengan gangguan penglihatan dapat tertangani. Seperti
yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dalam surat Al –
Maidah/5:2 yang berbunyi :
130

ٰ‫وَتَعَاوَنُىا عَلًَ الْبِّرِ وَالّتَقْىَي‬


“Dan tolong - menolonglah kamu dalam
  (mengerjakan) kebajikan dan takwa”
Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa memang
Allah swt. menginginkan para umatnya untuk bersatu, rukun,
dan bersama-sama melakukan suatu hal yang baik dan
bermanfaat. Dan Allah swt. pun menjelaskan keuntungan dari
berbuat baik di dalam surat Al-An’am/6:160 berikut ini :

‫مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشّْرُ أَمْثَالِهَا‬


“Barang siapa membawa amal yang baik, maka
baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya”
Low Vision Yayasan Layak terus memberikan
edukasi, masukan dan membangun kepedulian bagi orang-
orang yang berada di sekitar anak dengan gangguan
penglihatan, terutama orangtua untuk lebih aware, dan juga
lebih teliti jika menemukan sesuatu yang janggal pada anak.
Karena sudah menjadi kewajiban para orang tua untuk
merawat dan menjaga anak-anak mereka. Seperti arti dari
surat An-Nisa ayat 9 yang berbunyi ―Dan hendaklah takut
kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah
mereka mengucapkan perkataan yang benar‖
131

Ayat diatas menjelaskan bahwa orang tua


diawajibkan untuk merawat, memberikan makanan,
minuman, pakaian dan lain sebagainya yang diperlukan untuk
 
anak-anak sesuai dengan pertumbuhan fisik dan jiwa mereka.
Hal itu dilakukan untuk mendukung tumbuh kembang
mereka, sehat baik jasmani dan rohani. Jika semua hal itu
dapat terpenuhi maka sejahteralah hidup mereka.
132

 
133

BAB VI

PENUTUP

A.  Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah peneliti pada bab-bab
sebelumnya, maka pada bab ini peneliti akan menjelaskan
kesimpulan dari hasil evaluasi proses program rehabilitasi low
vision Yayasan Layak Jakarta berdasarkan empat
kriteriadalam upaya pencegahan kebutaan pada anak. Berikut
ini kesimpulan dari penelitian ini:
1. Evaluasi Proses Program Rehabilitasi Low Vision
Standar Praktik Terbaik (Best Standard Practice)
yang dimaksud dalam penelitian ini terbagi menjadi dua jenis,
yaitu standar sarana dan prasarana yang membahas ruagan
dan peralatan dan juga standar proses. Beberapa ruangan yang
tersedia di Low Vision Yayasan Layak Jakarta antara lain
ruang refraksionis optisien, ruang tunggu, ruang manajemen
yang juga dipakai untuk mengadakan rapat koordinasi dan
juga ruang rehabilitasi. Lalu untuk alat yang digunakan
petugas untuk memeriksa klien terdiri dari trial set, streak
retinoscope, snellen chart, dan juga Lea Gratting. Low Vision
Yayasan Layak juga memberikan alat bantu untuk klien
berupa kacamata, hand magnifier, digital magnifier,
telescope, typoscope dan juga penyangga buku. Dan untuk
proses pemberian layanan diawali dengan wawancara awal,
clinical assessment, functional assessment, follow up,
evaluasi, dan terminasi.
134

Kebijakan yang dibahas dalam penelitian ini mencakup


kebijakan terhadap pemilihan klien dan juga penerimaan
sumber daya manusia. Low Vision Yayasan Layak
 
menetapkan bahwa target utama dari program rehabilitasi
Low Vision adalah anak usia 0-18 tahun, anak disabilitas
dengan gangguan penglihatan, dan juga orang dewasa yang
membutuhkan rehabilitasi. Sementara untuk penerimaan klien
Low Vision Yayasan Layak tidak menetapkan spesifikasi
khusus bagi orang yang ingin melamar menjadi petugas, akan
tetapi yang terpenting adalah memiliki pengalaman dalam
bidang penanganan anak disabilitas.
Tujuan Proses (Process Goal). Tujuan utama yang
ingin dicapai oleh Low Vision Yayasan Layak adalah
terciptanya model layanan yang komprehensif dan terintegrasi
antara layanan kesehatan, pendidikan dan masyarakat
sehingga nantinya gangguan penglihatan berat dan kebutaan
dapat dicegah.
Kepuasan klien yang dibahas dalam penelitian ini
adalah keandalan (reliability) yang menjelaskan apakah
layanan yang diberikan telah tepat sasaran dan para petugas
dapat diandalkan, ketanggapan (responsiveness) yang
menjelaskan apakah para petugas telah bersikap cepat dan
tanggap dan pada situasi seperti apa para petugas bersikap
cepat dan tanggap, keyakinan (assurance) yang membahas
apakah klien dan orang-orang terdekat klien sudah percaya
dan yakin dengan kemampuan para petugas, kepedulian
(empathy) yang membahas apakah para petugas memiliki
135

sifat peduli dan bagaimana kepedulian itu ditunjukkan, dan


juga bukti langsung (tangible) yang menjelaskan bukti apa
saja yang diberikan oleh para petugas untuk lebih meyakinkan
 
klien bahwa mereka sepenuh hati dalam melayani.
2. Hasil Evaluasi Proses Program Rehabilitasi Low
Vision
Sejauh ini setiap ruangan yang tersedia disana dirasa
telah cukup untuk melaksanakan proses rehabilitasi. Hanya
saja para petugas merasa untuk ruang manajemen yang juga
dipakai sebagai ruang rapat dirasa agak sempit yang membuat
mobilitas para petugas sedikit terganggu. Tetapi walaupun
begitu mereka tetap memanfaatkan ruangan tersebut
semaksimal mungkin. Sementara untuk peralatan baik alat
untuk memeriksa klien maupun alat bantu baik itu optik
maupun non optik dinilai telah cukup dan memenuhi standar.
Untuk standar proses, Low Vision Yayasan Layak telah
menjalankan proses rehabilitasi sesuai dengan Peraturan
Menteri Sosial nomor 7 tahun 2017 tentang standar habilitasi
dan rehabilitasi sosial penyandang disabilitas.
Low Vision Yayasan Layak memberikan subsidi dalam
pemberian alat bantu. Dalam pemberian subsidi tersebut para
petugas telah mencari data seputar klien terlebih dahulu, jika
dirasa memenui kriteria maka klien tersebut akan menerima
subsidi. Untuk klien dan keluarga yang merasa cukup mampu
dapat langsung melunasinya langsung atau mencicilnya.
Sementara bagi klien yang merasa kurang mampu dapat
membayar setengah harga bahkan sama sekali tidak
136

membayar dengan syarat klien harus memberikan surat


keterangan tidak mampu dari RT ataupun RW di tempat klien
tinggal. Sementara untuk sumber daya manusia yang telah
 
tersedia telah memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh
lembaga, akan tetapi dibutuhkan petugas tambahan untuk
membantu menjalani program rehabilitasi tersebut.
Tujuan Low Vision Yayasan Layak kini sudah ada yang
tercapai, yaitu layanan yang diberikan telah terintegrasi
dengan beberapa rumah sakit, sekolah dan kader masyarakat,
akan tetapi mereka masih harus memperluas jaringan layanan,
meningkatkan kualitas layanan dan menjalin kerjasama
dengan rumah sakit, sekolah dan kader masyarakat yang lebih
banyak supaya akan lebih banyak anak dengan gangguan
penglihatan yang tertangani.
Para petugas berupaya untuk bersikap positif kepada
para klien dan keluarganya. Sejauh ini layanan yang diberikan
telah menyasar kepada orang khususnya anak-anak yang
mengalami gangguan penglihatan.
Beberapa informan mengatakan bahwa para petugas
telah bersikap cepat dan tanggap jika ada masalah yang
dialami oleh klien. Untuk bersikap cepat dan tanggap dalam
melayani klien para petugas berkoordinasi dan membuat skala
prioritas mengenai permasalahan yang dialami oleh beberapa
klien.
Salah satu informan yang merupakan seorang guru di
sekolah inklusi mengatakan guru di sekolah tersebut telah
percaya dengan kemampuan para petugas karena apa yang
137

diberikan sejauh ini telah bermanfaat bagi anak-anak di


sekolah tersebut.
Para petugas berusaha untuk menjalin hubungan sebaik
 
mungkin dan membangun kepedulian dengan klien beserta
keluarganya dengan cara rutin bertukar kabar dan bertanya
terkait kondisi para klien.
Bukti bahwa Low Vision Yayasan Layak berusaha
menjaga kepuasan klien adalah dengan cara menjaga
penampilan, bersikap seramah mungkin dan juga
menyediakan fasilitas yang ramah bagi anak-anak dengan
gangguan penglihatan.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan dari hasil
penelitian ini, peneliti merasa bahwa perlu untuk memberikan
saran-saran kepada Low Vision Yayasan Layak dan yang
terkait di dalamnya:
1. Untuk Low Vision Yayasan Layak
a. Low Vision Yayasan Layak harus
mempertahankan dan mungkin dapat
meningkatkan kualitas pelayanan sehingga akan
lebih banyak para orang tua yang merasa terbantu
dengan kehadiran Low Vision Yayasan Layak
b. Peneliti melihat bahwa dengan keterbatasan para
petugas membuat pekerjaan dari masing-masing
petugas begitu banyak dan menumpuk. Oleh
karena itu mungkin para pengurus dapat
138

menambah sumber daya manusia untuk membantu


para petugas sudah ada.
c. Berdasarkan harapan dari para guru dan pengasuh,
 
mereka berharap bahwa ada evaluasi rutin yang
dilakukan kepada klien terkait penggunaan alat
bantu.
d. Informasi yang diberikan kepada guru sekolah
inklusi maupun sekolah luar biasa perihal
perkembangan klien harus lebih jelas dan lengkap.
2. Untuk Orang tua
a. Kesadaran para orang tua terhadap gangguan
penglihatan yang dialami sang anak semakin
meningkat.
b. Peneliti mengharapkan para orang tua lebih
kooperatif dengan para petugas Low Vision
Yayasan Layak sehingga proses rehabilitasi yang
dijalankan oleh klien dapat berjalan lancar.
3. Untuk Sekolah
a. Perlu adanya penambahan kapasitas guru (sekolah
inklusi) yang mengerti bagaimana menangani
anak-anak dengan gangguan penglihatan.
4. Pemerintah
a. Pemerintah harus lebih serius lagi dalam
menangani permasalahan gangguan penglihatan
khususnya pada anak-anak.
139

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 2001. Pemberdayaan, Pengembangan


Masyarakat, dan Intervensi Komunitas: Pengantar Pada
Pemikiran dan Pendekatan Praktis. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
Agustyawati, M.Phil, dan Solicha. 2009. Psikologi Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Jakarta.
Apriyani, Dwi Aliyyah, dan Sunarti. 2017. ―Jurnal Administrasi
Bisnis. Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan
Konsumen (Survei pada Konsumen The Little A Coffee
Shop Sidoarjo),‖ 2, 51: 3.
Arikunto, Suharsimi, dan Cepi Safrudin Abdul Jabar. 2004.
Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Asrorudin, Muhammad. 2014. ―Dampak Gangguan Penglihatan
dan Penyakit Mata terhadap Kualitas Hidup (Vision-
Related Quality of Live) pada Populasi Gangguan
Penglihatan Berat dan Buta Indonesia; Subpenelitian
Studi Validasi Data Kebutaan Hasil RISKESDAS 2013
dan Identifikasi Etiologinya.‖ Jakarta: Universitas
indonesia.
Dalope, Junifer M.L. 2017. ―Jurnal e-Clinic (eCI). Prevalansi
Penurunan Visus pada Siswa Berkebutuhan Khusus di
SLB Kasih Angelia Kota Bitung Tahun Ajaran
2017/2018,‖ 2, 5: 171.
Departemen Kesehatan. 1988. Standar Praktek Keperawatan.
Depkes. 2018. ―Indonesia Perlu Waspadai Gangguan
Penglihatan.‖ 2018.
http://www.depkes.go.id/article/view/18110100003/indon
esia-perlu-waspadai-gangguan-penglihatan.html.
detik, health. 2015. ―Cerita Nurul Besarkan Anak Bungsunya
Yang Low Vision,‖ 2015. https://health.detik.com/berita-
detikhealth/d-3048504/cerita-nurul-besarkan-anak-
bungsunya-yang-low-vision.
Fattah, Nanang. 2016. Manajemen Stratejik Berbasis Nilai.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
140

Firtiyaldi, Aidil, Asep Ahmad Sopandi, dan Efrina Elsa. 2013.


―Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus. Meningkatkan
Kemampuan Menulis Jenis Tulisan Balok Melalui Media
Writing Frame Pada Anak Low Vision Kelas II Di SLB
  Fan Redha Padang,‖ 3, 2 (September): 397.
Kementrian Pertahanan Republik Indonesia. 2012. ―Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012
Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.‖
www.kemhan.go.id.
Kementrian Sosial. 2017. ―Peraturan Menteri Sosial Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Standar
Habilitasi Dan Rehabilitasi Sosial Penyandang
Disabilitas.‖ jdih.kemsos.go.id.
Kusnoto, Hendro. 2001. Praktek Manajemen Terbaik Di Dunia.
Bogor: IN MEDIA.
Layak, Yayasan. 2018. ―Profile Yayasan Layak.‖
https://yayasanlayak.wordpress.com/profile-yayasan-
layak/.
Moleong, Lexy J. 1997. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
———. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Mowen, John C. 2002. Perilaku Konsumen. 2. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Nursiyono, Joko Ade. 2014. Kompas Teknik Pengambilan
Sampel. Bogor: IN MEDIA.
Pandji, Dewi, dan Winda Wardhani. 2013. Sudahkah Kita Ramah
Anak Special Needs? Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Prastowo, Andi. 2016. Metode Penelitian Kualitatif Dalam
Perspektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Pusat Pengembangan Profesi Pekerjaan Sosial Republik
Indonesia. 2018. ―Peraturan Menteri Sosial Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Standar
Nasional Sumber Daya Manusia Penyelenggara
Kesejahteraan Sosial.‖ Permensos Nomor 16 Tahun 2017
(blog). 2018. p4s.kemsos.go.id.
141

Salsabila, Nida, Hetty Krisnani, dan Nurliana Cipta Apsari. 2018.


―Jurnal Pekerjaan Sosial. Rehabilitasi Sosial Bagi Remaja
Dengan Disabilitas Sensorik,‖ 3, 1: 199.
Sangadji, Etta Mamang, dan Sopiah. 2013. Perilaku Konsumen  :
  Pendekatan Praktis Disertai Himpunan Jurnal Penelitian.
Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET.
Smart, Aqila. 2010. Anak Cacat Bukan Kiamat. Yogyakarta:
KATAHATI.
Subagyo, P. Joko. 2011. Metode Penelitian Dalam Teori dan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Subarino. 2012. ―Jurnal Manajemen Pendidikan. Penetapan
Tujuan Dan Keadilan Organisasi Serta Dampaknya
Terhadap Efektivitas Sekolah  : Sebuah Kajian
Eksplorasi,‖ 1, , 53.
Sudaryono. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suharjito, Didik. 2014. Pengantar Metodologi Penelitian. Bogor:
IPB Press.
Suharto, Edi. 2013. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik.
Bandung: Alfabeta.
Sutopo, Ariesto Hadi, dan Adrianus Arief. 2010. Terampil
Mengolah Data Kualitatif Dengan NVIVO. 2010:
Kencana.
Swanson, Kristen M. 1991. ―Empirical Development Of a Middle
Range Theory of Caring,‖ 3, 40 (Juni): 163–65.
Tambunan, Rudi M. 2008. Tekhnik Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Maiestas Persada.
Thoha, M. Chabib. 2003. Tekhnik Evaluasi Pendidikan. 2003:
Rajagrafindo Persada.
World Health Organization. 1999. Pencegahan Kebutaan Pada
Anak. Indonesia: EGC Medical Publisher.
 
143

LAMPIRAN
144

Lampiran 1
Pernyataan Lulus Ujian Seminar Proposal

 
145

Lampiran 2
  Surat Permohonan Bimbingan Skripsi
146

Lampiran 3
Surat Izin Penelitian

 
147

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PENGURUS


YAYASAN LAYAK

Hari/Tanggal :
Waktu
  :
Tempat :
Nama Informan :
Jabatan :
1. Bagaimana tanggapan Anda mengenai sarana dan prasarana
serta peralatan yang tersedia di Low Vision Yayasan Layak ?
2. Apakah setiap ruangan yang tersedia di Low Vision Yayasan
Layak sudah sesuai dengan standar?
3. Bagaimana alur pemberian layanan yang diberikan oleh Low
Vision Yayasan Layak?
4. Bagaimana sistem recruitment petugas yang berlaku di Low
Vision Yayasan Layak?
5. Apakah para petugas telah bekerja dengan baik?
6. Apakah tujuan dari pemberian layanan telah tercapai?
7. Apakah ada hambatan yang dialami Low Vision Yayasan
Layak dalam mencapai tujuan?
8. Apakah ada keluhan yang datang dari klien ataupun keluarga
klien terkait pemberian layanan?
9. Bagaimana strategi Low Vision Yayasan Layak dalam
memperkenalkan rehabilitasi low vision kepada masyarakat?
148

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK KOORDINATOR


PROGRAM

Hari/Tanggal :
Waktu
  :
Tempat :
Nama :
Jabatan :
1. Bagaimana tanggapan Anda mengenai sarana dan prasarna
serta peralatan yang tersedia di Low Vision Yayasan Layak?
2. Apakah ruang yang tersedia di Low Vision Yayasan Layak
sudah memenuhi standar?
3. Bagaimana alur pemberian layanan yang diberikan oleh Low
Vision Yayasan Layak?
4. Siapa saja yang berhak mendapat pelayanan dari Low Vision
Yayasan Layak?
5. Bagaimana cara membina hubungan dengan petugas lain?
6. Apakah para petugas telah bekerja dengan baik?
7. Apakah tujuan dari pemberian layanan telah tercapai?
8. Bagaimana cara mempertahankan atau meningkatkan
kepuasan klien?
9. Bagaimana cara untuk cepat tanggap dalam menghadapi
permasalahan yang timbul dari klien?
10. Bagaimana strategi Low Vision Yayasan Layak dalam
memperkenalkan rehabilitasi low vision kepada masyarakat?
149

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK REHAB WORKER

Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat
  :
Nama :
Jabatan :
1. Bagaimana tanggapan Anda mengenai sarana dan prasarna
serta peralatan yang tersedia di Low Vision Yayasan Layak?
2. Apakah ruang yang tersedia di Low Vision Yayasan Layak
sudah memenuhi standar?
3. Bagaimana alur pemberian layanan yang diberikan oleh Low
Vision Yayasan Layak?
4. Siapa saja yang berhak mendapat pelayanan dari Low Vision
Yayasan Layak?
5. Kualifikasi seperti apa yang ditetapkan oleh Low Vision
Yayasan Layak dalam merekrut petugas?
6. Bagaimana cara membina hubungan dengan petugas lain?
7. Apakah para petugas telah bekerja dengan baik?
8. Apakah tujuan dari pemberian layanan telah tercapai?
9. Bagaimana cara mempertahankan atau meningkatkan
kepuasan klien?
10. Bagaimana cara untuk cepat tanggap dalam menghadapi
permasalahan yang timbul dari klien?
11. Bagaimana strategi Low Vision Yayasan Layak dalam
memperkenalkan rehabilitasi low vision kepada masyarakat?
150

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK REFRAKSIONIS

Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat
  :
Nama :
Jabatan :
1. Bagaimana tanggapan Anda mengenai sarana dan prasarana
serta peralatan yang tersedia di Low Vision Yayasan Layak?
2. Apa saja alat yang digunakan dalam memeriksa klien?
3. Apakah ruangan yang tersedia di Low Vision Yayasan Layak
sudah memenuhi standar?
4. Siapa saja yang berhak menerima layanan dari Low Vision
Yayasan Layak?
5. Bagaimana cara untuk mendekatkan diri kepada klien dan apa
saja yang dilakukan untuk melakukan pendekatan kepada
klien?
6. Apakah para petugas telah bekerja dan membantu Anda
dengan baik?
7. Apakah seorang refraksionis harus menjaga kerahasiaan data
para klien?
8. Bagaimana cara membina hubungan dengan para petugas di
Low Vision Yayasan Layak?
9. Kapan waktu yang tepat bagi Low Vision Yayasan Layak
untuk memberhentikan layanan kepada klien?
10. Apakah tujuan dari pemberian layanan telah tercapai?
11. Bagaimana cara mempertahankan dan meningkatkan
kepuasan klien?
12. Bagaimana cara untuk cepat tanggap dalam menghadapi
permasalahan yang timbul dari klien?
13. Bagaimana strategi Low Vision Yayasan Layak dalam
memperkenalkan rehabilitasi low vision kepada masyarakat?
151

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK ORANG


TUA/PENGASUH

 
Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat :
Nama :
Pekerjaan :

1. Bagaimana pendekatan yang dilakukan oleh petugas kepada


Anda?
2. Apakah petugas telah bekerja dengan baik?
3. Bagaimana respon Anda terhadap pelayanan yang diberikan?
4. Apakah pemberian layanan telah mencapai tujuan sesuai
dengan yang Anda harapkan? (Reliability)
5. Apakah para petugas memberikan pelayanan sesuai dengan
waktu yang dijanjikan? (Reliability)
6. Apakah para petugas telah bersikap cepat dan tanggap dalam
melayani? (Responsivenes)
7. Apakah para petugas bersikap sopan kepada Anda?
(Assurance)
8. Apakah Anda percaya kepada para petugas untuk melayani
dan juga menjaga kerahasiaan seputar anak Anda?
(Assurance)
9. Apakah para petugas memiliki rasa peduli terhadap Anda dan
juga anak? (Empathy)
10. Bagaimana penampilan para petugas saat memberikan
pelayanan? (Tengible)
11. Bagaimana cara petugas memberikan informasi terkait
perkembangan penglihatan anak?
12. Bagaimana fasilitas yang tersedia di Low Vision Yayasan
Layak?
13. Apakah anak menggunakan alat bantu yang telah diberikan
oleh Low Vision Yayasan Layak?
14. Apa harapan Anda untuk pelayanan rehabilitasi low vision
yang berikan oleh Low Vision Yayasan Layak kedepannya?
152

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK GURU INKLUSI &


GURU SEKOLAH LUAR BIASA

Hari/Tanggal
  :
Waktu :
Tempat :
Nama :
Pekerjaan :

1. Kapan ibu/bapak mulai bekerjasama dengan Low Vision


Yayasan Layak?
2. Bagaimana pendapat ibu/bapak mengenai gangguan
penglihatan?
3. Apakah ibu/bapak sudah mendapatkan informasi secara
lengkap tentang gangguan penglihatan pada anak?
4. Siapa yang memberikan informasi terkait masalah
penglihatan pada anak?
5. Apakah para petugas telah bekerja dengan baik?
6. Apakah pelayanan yang diberikan telah tepat sasaran?
7. Apakah para petugas telah bersikap cepat dan tanggap dalam
melayani?
8. Apakah ibu/bapak yakin dengan kemampuan para petugas
untuk memberikan pelayanan?
9. Apakah para petugas memiliki rasa peduli terhadap anak?
10. Bagaimana pendapat ibu/bapak terhadap penampilan dan juga
alat yang digunakan oleh para petugas?
11. Apakah anak memakai alat bantu yang diberikan oleh Low
Vision Yayasan Layak?
12. Apa harapan Anda untuk pelayanan rehabilitasi low vision
yang berikan oleh Low Vision Yayasan Layak kedepannya?
153

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK KLIEN

Hari/Tanggal :
Waktu
  :
Tempat :
Nama :
Pekerjaan :

1. Apakah para petugas bersikap ramah terhadap Anda?


2. Apakah Anda merasa terbantu oleh kehadiran para petugas?
3. Apakah para petugas peduli terhadap Anda?
4. Apakah Anda merasa nyaman dengan para petugas?
5. Apakah Anda percaya bahwa para petugas mampu untuk
menolong Anda?
6. Apakah Anda menggunakan alat bantu yang diberikan oleh
Low Vision Yayasan Layak?
7. Bagaimana fasilitas dan peralatan yang tersedia di Low Vision
Yayasan Layak?
154

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PENGURUS


YAYASAN LAYAK

Hari/Tanggal : Selasa, 07 Mei 2019


Waktu
  : 15.00 - Selesai
Tempat : Kantor Low Vision Yayasan Layak
Jakarta
Nama Informan : Dra. Frida Murni Girsang
Jabatan : Ketua I Dewan Pengurus

1. Bagaimana tanggapan Anda mengenai sarana dan


prasarana serta peralatan yang tersedia di Low Vision
Yayasan Layak ?
Sejauh ini sarana dan prasarana, ruangan dan alat-alat yang
digunakan saya rasa sudah cukup memadai gitu. Karena yang
kita bantu anak dengan gangguan penglihatan, low vision.
Untuk sarana yang ada ini sudah sangat memadai untuk bisa
menjadi lembaga untuk rehab low vision. Untuk alat yang
tersedia ini sudah sesuai standar sih. Hmm kalau menurut
saya, semua sarana pendukungnya itu sudah diatas standar
minimum.

2. Apakah setiap ruangan yang tersedia di Low Vision


Yayasan Layak sudah sesuai dengan standar?
Ya kalau idealnya memang harusnya ehh ada ruangan khusus
untuk konseling, idealnya gitu. Tetapi dengan kondisi yang
ada inipun masih bisa dimanfaatkan atau optimalkan ruangan-
ruangan yang ada ini, intinya sih masih bisa dioptimalkan.

3. Bagaimana alur pemberian layanan yang diberikan oleh


Low Vision Yayasan Layak?
Ya mungkin Habib sudah melihat selama ini ya yang kita
kerjakan itu apa. Karena yang dibantu adalah anak dengan
gangguan penglihatan khususnya low vision. Sehingga hmm
kita ehh klien yang datang ke kita itu bisa rujukan dari rumah
sakit, bisa juga rujukan dari pendidikan, dan masyarakat,
tetapi ehh diawal-awal terutama kita gabisa nunggu, tapi kita
harus outreach. Kita harus keluar, harus menjangkau mereka
gitukan. Dengan apa? Dengan kita bekerjasama dengan ehh
sekolah-sekolah khususnya SLB atau sekolah luar biasa gitu.
Ehh yang sekarang kita tidak semata-mata di SLB A saja
155

(khusus mata), tetapi kita juga menjangkau sekolah luar biasa


b yaitu pendengaran, c masalah intelektual, d masalah ehh
tunadaksa gituya. Kenapa? Karena ehmm anak dengan
gangguan penglihatan itu tidak hanya di SLB A gitu, karena
  ternyata banyak anak disabilitas itu yang juga punya
gangguan penglihatan. Nah selama ini guru atau orang tua
hanya melihat pada ehhm bagian disabilitas yang lebih berat
menurut mereka, misalnya anak-anak masalah pendengaran.
Nah orang tuanya fokus pada bagaimana dia bisa terbantu
dengan bahasa isyarat atau bahasa mimik, tetapi ehh mereka
gapernah berpikir bahwa anak ini mungkin punya masalah
gangguan penglihatan. Nah dalam kenyataannya setelah kita
bekerjasama dengan SLB diluar A, kita temukan banyak anak
gangguan penglihatan atau bahkan dia low vision, tapi dia
punya disabilitas lain. Jadi di SLB kecuali A itu ternyata
masih banyak anak dengan gangguan penglihatan

4. Bagaimana sistem recruitment petugas yang berlaku di


Low Vision Yayasan Layak?
Untuk rehabilitasi low vision ya memang kita harus
menseleksi mereka yang kalau boleh punya pengalaman gitu.
Satu dalam penanganan anak karena sasaran kita adalah anak-
anak. Kemudian latar belakang pendidikan mereka tentunya
menjadi pertimbangan. Misalnya refraksionis optisien ya dia
harus berlatar pendidikan itu, harus dari sekolah itu. Karena
hmm kompetensi yang dibutuhkan memang harus mereka
yang berlatar pendidikan itu, gitu. Kemudian ehh untuk
rehabilitasinya itu dari ehh social worker atau ada juga dari
bidang ilmu yang lain tetapi mereka sudah mempunyai
pengalaman menangani anak dengan gangguan penglihatan.
Jadi kita buka hmm lowongan pekerjaan tapi dengan
persyaratan yang tadi dan paling tidak mereka sudah pernah
bekerja dan berpengalaman khusus dengan anak-anak dan
latar pendidikan yang tadi jadi pertimbangan kami juga.

5. Apakah para petugas telah bekerja dengan baik?


Hmm baik artinya menurut saya sih mereka juga sudah
bekerja secara optimal yah.

6. Apakah tujuan dari pemberian layanan telah tercapai?


156

Kalau dari segi angka pencapaian target itu hmm sudah


mencapai ya sampai pada tahap ini. Tetapi mungkin kualitas
pelayanan ini kami harus terus eehh harus terus diupayakan
supaya lebih baik dan lebih meningkat gitu. Saya tidak bilang
  sekarang ini tidak berkualitas, semua ini sih sudah berkualitas
tetapi ehh kita memang masih berproses bagaimana kita
meningkatkan kualitas pelayanan kita.

7. Apakah ada hambatan yang dialami Low Vision Yayasan


Layak dalam mencapai tujuan?
Yang jadi hambatan itu kesadaran dari orang tua. Kesadaran
untuk misalnya harus datang kembali untuk cek ulang
penggunaan alat bantu kalau emang dia harus pakai alat
bantu. Atau yang lain mungkin kendala anak dirumah atau
kendala anak di sekolah terkait dengan penglihatan, nah orang
tua itu kurang berinisiatif gituloh. Kurang berinisiatif untuk
datang atau telefon. Jadi inisiatif itu masih kalau yang saya
lihat masih lebih banyak dari kita, gitu. Misalkan kita
jadwalkan nih untuk control 3 bulan kedepan kalau kita tidak
telefon pada gadateng. Bahkan kalau kita sampai lupa
akhirnya lupa nelefon akhirnya dia bisa setahun ga dateng,
nelfon pun tidak. Jadi ehm kesadaran orangtua itu masih
perlulah kita dorong gitu ya supaya mereka aware, atau
menyadari ―ini kebutuhan anakku‖. Makanya setiap kali ada
pemeriksaan anak kan ada juga konseling yang kita berikan,
dan upaya penyadaran orang tua itu. Selain orang tua, guru
juga termasuk. Harapan kita kan layanan rehabilitasi low
vision ini kan harusnya komprehensif, guru pun harus sadar
―ohiya anak ini kenapa ya sudah ikut rehabilitasi di layak tapi
kok masih sulit ya, bacanya kok masih begitu aja‖. Harusnya
ada kesadaran gutu, telefon kita atau suruh orang tua atau
jadwalkan kesini, hubungi layak untuk di cek ulang. Sangat
sedikit guru yang punya inisiatif seperti itu.
8. Apakah ada keluhan yang datang dari klien ataupun
keluarga klien terkait pemberian layanan?
Kalau saya lihat hasil dari research sama survey yang
kemarin itu ehmm yah sebagian besar menurut saya diatas
90% itu menyatakan puas dengan layanan kita. Kalau say
abaca juga gaada keluhan sih, seperti layanan terlalu lama
atau terlalu berbelit-belit. Saya ga lihat itu sih.
157

9. Bagaimana strategi Low Vision Yayasan Layak dalam


memperkenalkan rehabilitasi low vision kepada
masyarakat?
Kita kan udah mengadakan advokasi juga kepada pemerintah
  dengan pihak pendidikan, sekolah, pihak kementrian
pendidikan, kementrian kesehatan, kementrian sosial gitu ya.
Itu upaya untuk memperkenalkan program ini. Kemudian kita
juga membuat workshop, FGD dengan stakeholders yah dari
lintas sector. Harapannya agar mereka tau ada program ini
dan mereka juga berkontribusi untuk mendukung pelaksanaan
program kita ini. Hal yang lain tentunya dengan poster,
kerjasama kita dengan kader masyarakat. Kita juga sudah
sosialisasi program ini dengan harapan masyarakat juga sadar,
masyarakat juga tau bahwa ada layanan seperti ini.
158

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK KOORDINATOR


PROGRAM

Hari/Tanggal : Selasa, 07 Mei 2019


Waktu
  : 13.30 - Selesai
Tempat : Kantor Low Vision Yayasan Layak
Jakarta
Nama : Natalia Christiani, S.I.Pol.
Jabatan : Koordinator Program

11. Bagaimana tanggapan Anda mengenai sarana dan


prasarna serta peralatan yang tersedia di Low Vision
Yayasan Layak?
Oke sarana dan prasarana yang kami sediakan itu sebisa
mungkin kami menerapkan prinsip dari rehabilitasi yang kita
tangani. Karena disini menangani low vision jadi kita
menyediakan fasilitas sesuai kebutuhan anak-anak low vision.
Jadi kita pertimbangkan kontras, pemilihan warna terus
pencahayaan, posisi. Jadi kita melibatkan semua komponen
penglihatan itu dalam penerapan dan pemilihan fasilitas yang
kita sediakan. Untuk alat pastinya perlu ditambah jumlahnya.
Tapi kita upayakan alat-alat yang dipilih itu satu, yang
berkaitan dengan penanganan low vision, yang kedua ramah
terhadap anak. Jadi kita pilih peralatan atau alat assessment
yang sesuai dengan kebutuhan anak. Setiap tahun harapannya
kita bisa meningkatkan kualitas dari yang bisa kita berikan.

12. Apakah ruang yang tersedia di Low Vision Yayasan


Layak sudah memenuhi standar?
Jadi karena kantor kita ini ga terlalu besar tapi kami setting
beberapa ruangan itu bisa untuk penilaian atau assessment.
Kita ada dua ruangan, assessment clinical dan assessment
functional. Nah kalau clinical berkaitan dengan bagaimana
penilaian secara klinis. Disitu kita harus bisa menentukan alat
bantunya dan lain-lain. Ruangan memang di setting untuk
kebutuhan assessment clinical, jadi misalnya cahayanya
seperti apa yang dibutuhkan terus ehh ruangan tidak boleh
terlalu crowded atau ramai, misalnya seperti itu. Karena
pertimbangannya itu tadi kalau kontras dari atas berubah akan
mempengaruhi hasil tesnya. Dan kalau itu tadi sudah
terpenuhi ya kita anggap ruangan ini udah cukup. Terus kita
159

upayakan ruang tunggu itu multifungsi, sebenernya ga hanya


sebagai ruang tunggu, ruang registrasi, ruang bermain dan
ruang untuk latihan. Anak-anak juga bisa kita lakukan tes
setelah assessment clinical mungkin bisa latihan membaca,
  menulis atau latihan ehh untuk koordinasi mata dengan
tangan misalnya dengan mewarnai. (Kalau ruang kerja
sudah mendukung untuk aktivitas sehari-hari atau
belum?) Kalau mendukung aktivitas sehari-hari si iya, tapi
kami harus akui ruangan rapat dan ruang administrasi
sebenernya perlu ruangan cukup besar dari ruangan yang
tersedia sekarang, cuma karena keterbatasan itu tadi dan kita
lebih mengutamakan ruangan untuk assessment lebih besar
jadi ruangan untuk manajemen itu sebenernya kecil dan itu
tidak terlalu ideal sih untuk kebutuhan, tapi karena
tersedianya segitu ya kita manfaatkan. Terus ruang rehab, jadi
ruang ini juga multifungsi, terkadang eehh klien juga bisa
dilakukan pemeriksaan disini kalau memang tidak
memungkinkan dilakukan pemeriksaan di ruangan klinikal,
contohnya misalkan klien bayi, karena disana tidak tersedia
matras, yang tersedia matras hanya disini, jadi mungkin
petugasnya yang kesini, jadi ga harus ini jadi ruangan
fungsional.

13. Bagaimana alur pemberian layanan yang diberikan oleh


Low Vision Yayasan Layak?
Selain pendaftaran diawal selanjutnya ada take interview. Kita
mengambil hasil interview orang tua, kita mencatat semua
hasil medisnya seperti apa, sejauh mana mereka sudah
melakukan pengobatan, bagaimana riwayat sejak lahir,
kemudian info-info berkaitan dengan klien. Itu semua kita
ambil diawal. Kalau klien datang dengan rujukan dari rumah
sakit dan membawa diagnosa itu bisa kita tindak lanjuti
dengan rehabnya. Jadi kita tau dari hasil itu apa yang harus
kita lakukan. Sedangkan kalau klien datang dengan inisiatif
sendiri, misalnya liat brosur, dia tetap kita layani.
Prosedurnya sama, registrasi, interview awal, pengambilan
informasi detail, tetapi kemudian, ya tetep klien ini harus
melewati fase pemeriksaan dokter mata. Jadi kita akan rujuk
dulu ke dokter mata, kemudian akan kita lanjuti
rehabilitasinya seperti apa. Jadi diagnosa itu sangat penting
160

karena rehabilitasi ini basisnya dari hasil diagnosia dokter.


Setelah dapat diagnosa dokter selanjutnya masuk tahap
clinical assessment ini tujuannya untuk menilai apa yang
mampu dia lakukan, misalnya fisus awalnya gimana, apa
  yang bisa dia lihat, sama apa yang menjadi penyebabnya.
Kemudian kita nilai sejauh mana hasil penilaian kita ini untuk
fungsi penglihatannya. Apakah dia sulit melihat warna,
contrasnya sulit, lapang pandangnya gimana. Kemudian
setelah itu kita meresepkan alat bantu yang dibutuhkan.
Setelah diresepkan alat bantu tadi si klien ini diarahkan untuk
functional. Dia harus dilatih dulu gimana cara pakainya. Nah
yang ngelatih pasti orang functional. Functional kan menilai
ehh aktivitas apa yang bisa digunakan alat bantunya, misalkan
tes membaca dan menulis. Nah alat itu akan dilatihkan ke si
klien supaya dia bisa melakukan untuk aktivitas
kesehariannya. Setelah itu memberikan saran juga dan
terakhir baru alat bantu akan dikasih. Setelah dapat kacamata
atau alat bantu lain, ada namanya masa adaptasi alat bantu.
Nah selama masa adaptasi alat bantu itu kita cukup
melakukan follow up telfon untuk mengetahui gimana
perkembangannya, dalam kegiatan apa dia pakai alat bantu
itu, dalam satu hari apakah dipakai terus alatnya. Kita
memastikan kalau selama masa adaptasi itu dia tidak ada
kesulitan. Evaluasi penggunaan alat bantu bisa kita lakukan
antara sebulan, dua bulan atau tiga bulan. Kita tanya
bagaimana selama itu dia ada kesulitan ga menggunakannya.
Kalau dia kesulitan kita latih lagi. Kalau dia tidak ada
kesulitan berarti ya sudah dilanjutkan sampai evaluasi enam
bulan kedepan. Kalau memang saat di evaluasi dan diketahui
kacamata jarang dipakai, patah dan lain sebagainya berarti si
optisien harus mengecek ulang.

14. Siapa saja yang berhak mendapat pelayanan dari Low


Vision Yayasan Layak?
Pastinya anak atau orang dengan low vision ya yang kita
fokuskan untuk dilayani disini, kemudian anak atau orang
disabilitas yang punya gangguan penglihatan. (Bagaimana
dengan status biaya?) Untuk pembiyayaan karena ini kami
sampai 2020 masih menjalankan program seeing is believing
jadi kami tidak melakukan pengechargean (pemungutan
161

biaya) dalam pemeriksaan, kami juga memberikan subsidi


bagi ehh pengadaan alat bantu. Jadi yang dibantu itu
pemeriksaan dan alat bantunya yang bersubsidi. Tapi nanti
kedepannya mungkin ehh kalau program ini sudah selesai,
  mungkin pasien tidak bisa mendapatkan semua subsidi, dalam
arti mungkin pemeriksaan bisa jadi ehh tidak berbayar tetapi
alat bantu harus membayar full, karena sudah tidak ada yang
support. Atau misalnya pasien kategori orang yang mampu,
dia memang harus memberikan ehh sumbangan atau
kontribusi untuk pelayanan juga, dan ini nantinya
dipergunakan untuk membantu klien low vision yang kurang
mampu.

15. Bagaimana cara membina hubungan dengan petugas


lain?
Setiap Minggu kami ada rapat koordinasi. Tim punya jadwal
untuk mengkomunikasikan apa saja kegiatan yang sudah
dilakukan, mungkin ada tantangan yang dihadapi terus
permasalahan yang mungkin bisa diselesaikan bersama. Nah
di setiap rakor itulah banyak permasalahan yang kita bahas.
Termasuk berkaitan dengan hubungan antar staf.

16. Apakah para petugas telah bekerja dengan baik?


Kalau dilihat dari hasil evaluasi monitoring staf, setiap tahun
kan kami mengadakan evaluasi. Nah dari hasil evaluasi itu
diharapkan ada perbaikan dari pelayanan kami baik yang
diberikan oleh staf, fasilitas ataupun pelayanan itu sendiri.
Staf sudah bekerja dengan sangat baik yah. Sejauh ini sih staf
yang terlibat di kami itu merupakan staf ahli. Dalam arti
mereka sudah dibekali dengan pelatihan, dengan basic-basic
ehhh penanganan rehabilitasi low vision. Secara kualitas
mereka sudah ada.

17. Apakah tujuan dari pemberian layanan telah tercapai?


Ya kalau tujuan dari rehabilitasi ini kan kita ingin
mewujudkan pelayanan yang komprehensif jadi ehh
terhubung antara layanan kesehatan dan pendidikan, nah itu
yang sedang kita upayakan kan. Sejauh ini ehh beberapa klien
yang kita temukan di sekolah akhirnya juga dapat terintegrasi
untuk ke layanan kesehatan, misalnya mereka yang awalnya
162

gatau harus ke dokter mereka akhirnya bisa akses ke dokter.


Atau mereka yang tadinya belum operasi akhirnya bisa
tertangani untuk dioperasi walaupun mungkin lewat jalur bpjs
atau lewat jalur yang lain.
 
18. Bagaimana cara mempertahankan atau meningkatkan
kepuasan klien?
Ya kita ikuti SOP nya saja. Bagaimana kita menangani klien,
bagaimana menghadapi klien, kemudian apa yang kita
sampaikan. Jadi apa yang dibutuhkan klien itu yang kita
berikan. Kalau kita kunjungan ke sekolah ini karena ada
kaitannya dengan rehabilitasi yang kita jalankan. Misalnya
dia ada kesulitan untuk melihat papan tulis. Nah karena itu
ada kaitannya dengan rehabilitasi low vision jadi kunjungan
kita itu selain bertemu dengan guru, menyampaikan apa yang
harus dilakukan untuk membantu anak dikelas kita juga
memberikan informasi tentang layanan kita.

19. Bagaimana cara untuk cepat tanggap dalam menghadapi


permasalahan yang timbul dari klien?
Biasanya kembali ke rakor. Setiap ada kasus kita bahas setiap
Minggu. Nah dari situlah kita tentukan mana yang lebih dulu
diutamakan. Misal klien A membutuhkan tindakan operasi
segera, lalu klien B mungkin minta rujukan ke sekolah, klien
C mungkin butuh bimbingan alat bantu. Jadi kita
penanganannya pasti sesuaikan dengan kebutuhan klien. Tapi
mana yang mendesak itu yang menjadi prioritas.

20. Bagaimana strategi Low Vision Yayasan Layak dalam


memperkenalkan rehabilitasi low vision kepada
masyarakat?
Kita ada beberapa jalur pendekatan, salah satunya dengan
komunitas. Itu untuk menjangkau yang diluar sekolah. Kita
kerjasama dengan kader masyarakat, mensosialisasikan
program kita kemudian melatih kader masyarakat supaya
mereka bisa mengidentifikasi warganya yang mengalami
gangguan penglihatan. Yang kedua kita lewat jalur
pendidikan atau sekolah. Kita melakukan penjangkauan
terutama ke sekolah SLB dan inklusi supaya anak-anak yang
ada di sekolah tersebut yang terindikasi gangguan penglihatan
163

disertai disabilitas mungkin kita bisa bantu. Karena kan


mereka kebanyakan tidak memiliki akses yang sama untuk
fasilitas kesehatan. Dan untuk jalur kesehatan kita melatih
tenaga kesehatan dan rumah sakit pemerintah seperti RSCM,
  Fatmawati, Dr. Soetomo, itu sudah kita latih untuk mereka
melakukan pelayanan low vision sendiri.
164

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK REHAB WORKER

Hari/Tanggal : Selasa, 07 Mei 2019


Waktu : 14.00 - Selesai
Tempat
  : Kantor Low Vision Yayasan Layak
Jakarta
Nama : Lucia Rusmiyati, S. Sos.
Jabatan : Rehab Worker

1. Bagaimana tanggapan Anda mengenai sarana dan


prasarna serta peralatan yang tersedia di Low Vision
Yayasan Layak?
Kalau untuk sarana prasarana yang sudah ada disini kalau
buat saya memang dari awal sudah didesain untuk
memfasilitasi klien low vision. Sehingga untuk fasilitas, untuk
klien sendiri sih sudah cukup memadai ya. Ya walaupun
dengan kondisi tempat yang terbatas tetapi sudah sangat
membantu untuk anak low vision yang hadir disini dan
memudahkan mereka juga mengenali lokasi yang ada disini.
Kalau untuk alat yang ada disini untuk saat ini sudah
mencukupi. Kalau untuk penambahan itu jika ada barang-
barang yang sudah habis stocknya. Kalau untuk fasilitas
assessment sudah cukup memadai.

2. Apakah ruang yang tersedia di Low Vision Yayasan


Layak sudah memenuhi standar?
Untuk pertama ada ruang penerimaan tamu disana ada
receptionist yang membantu klien dan keluarga untuk ehhh
dia bisa nunggu dan bermain disitu karna kita sediain mainan,
dan terus juga orang tua mendapat informasi layanan yang
ada disini. Selanjutnya ada ruangan optisien, untuk ruangan
disana juga sudah memadai untuk pemeriksaan disana. Dan
juga kita disini ada ruangan assessment functional yang bisa
melingkupi dari usia bayi hingga usia dewasa kita lakukan
disini dari yang sekolah hingga tidak sekolah, dan juga
ruangan untuk manajemen disebelah dan juga ada untuk
penyimpanan data-data.

3. Bagaimana alur pemberian layanan yang diberikan oleh


Low Vision Yayasan Layak?
165

Tahapan pertama yaitu kita melakukan intake dahulu kepada


klien untuk mengetahui informasi tentang eehh identitas
klien, riwayat klien, dan juga permasalahan klien yang
selanjutnya akan memudahkan kita untuk melakukan
  assessment baik klinis maupun fungsional. Dan dari intake itu
kita tau solusi apa yang pas untuk si anak. Dan untuk
pelayanan disini tidak cukup datang sekali, tetapi akan
berkelanjutan dan itu biasanya setelah mereka mendapatkan
rehabilitasi disini selanjutnya kita akan follow up untuk tau
alat yang diberikan itu digunakan atau tidak dan selanjutnya
akan kita evaluasi bagaimana penglihatan dan apakah
mendukung aktivitas mereka.

4. Siapa saja yang berhak mendapat pelayanan dari Low


Vision Yayasan Layak?
Ehh mereka yang jelas kalau untuk program kita adalah di
khususkan untuk anak-anak yaitu usia 0-18 tahun dan mereka
yang memiliki disabilitas lain yang juga mengalami gangguan
penglihatan dan mereka yang usia produktif. Dan untuk biaya
yang jelas kita prioritaskan bantuan itu untuk anak-anak usia
0-18 tahun tetapi kita lihat kategori kemampuan mereka.
Kalau mereka mampu mereka bisa membayar full tetapi kalau
mereka kurang mampu itu ada subsidi dari kami.

5. Kualifikasi seperti apa yang ditetapkan oleh Low Vision


Yayasan Layak dalam merekrut petugas?
Yang jelas kita pasti akan melihat latar belakang mereka.
Apakah mereka punya background untuk pelayanan, untuk
komunikasi dengan orang. Sebenarnya tidak ada spesifikasi
tetapi ada prioritas misalnya kessos, terus psikologi.
Pokoknya orang-orang yang memang berhadapan dengan
orang banyak. Kalau untuk pendidikan yang S1, gitu aja
paling. Kalau usia sih ya jangan terlalu tua juga, paling tidak
yang 35 tahun batas untuk melamar kerja disini. Karena di
umur segitu kan pasti udah banyak pengalaman, dan masih
kuat juga untuk mobilitas kesana-kesini.

6. Apakah para petugas telah bekerja dengan baik?


Selama ini kita bekerjasama di dalam tim kita cukup dapat
bekerjasama dengan tim walaupun ada perbedaan tetapi kami
166

dapat saling melengkapi satu sama lain. Kalau menurut saya


sih mereka sudah bekerja secara maksimal.

7.  Bagaimana cara membina hubungan dengan petugas


lain?
Membina hubungan kerjasama dengan staf yaitu kita sendiri
ada rapat koordinasi diantara kita dan juga kadang ada saat
kita makan bersama dengan mereka dan juga lembaga sendiri
ada namanya capacity building jadi semua staf dikumpul kan
nah kita disitu sama-sama dikumpulkan mendapatkan
capacity building dari lembaga dan ada kebersamaan disitu.

8. Apakah tujuan dari pemberian layanan telah tercapai?


Kalau untuk tujuan kesana semua sedang berproses, ada
beberapa yang sudah dicapai dan ada juga yang memang
belum dicapai. Dan itulah yang selama ini kita mencoba
untuk meningkatkan kinerja kita dan juga kerjasama kita
sehingga ehh target-target yang memang harus kita lampaui
bisa dapat dicapai. Itu tidak mudah karena program yang
dijalankan itu sangat besar sedangkan untuk kapasitas staf
sendiri sangat terbatas, tetapi dengan kerjasama kita bisa
melakukan itu.

9. Bagaimana cara mempertahankan atau meningkatkan


kepuasan klien?
Untuk meningkatkan itu kita selalu monitoring kepuasan
mereka. Jadi dari awal kita memberikan layanan kepada
mereka dan dapat memenuhi kebutuhan sang anak dan kita
juga bisa membantu mereka memberikan dukungan jika
kesulitan di sekolah misalnya. Kita bisa membantu mereka
dan itu merupakan sesuatu hal yang maksimal dan juga
mereka dapat merasakan manfaatnya dan juga kita melakukan
salah satunya adalah pertemuan orang tua mengikat mereka
sehingga mereka merasa bahwa masalah itu tidak dialami
oleh mereka sendiri tetapi dialami banyak orang. Jadi bisa
saling mendukung disitu.

10. Bagaimana cara untuk cepat tanggap dalam menghadapi


permasalahan yang timbul dari klien?
167

Biasanya kalau ada masalah mereka hubungi kami dan kita


langsung tanggapi dan kita bantu bagaimana solusi
permasalahan yang bisa kita kasih untuk penyelesaian
mereka.
 

11. Bagaimana strategi Low Vision Yayasan Layak dalam


memperkenalkan rehabilitasi low vision kepada
masyarakat?
Kita melakukan sosialisasi kepada stakeholder dari pihak
pemerintah ataupun swasta, rumah sakit trus lembaga sosial
yang berkaitan dengan permasalahan anak dengan gangguan
penglihatan terus kita bekerjasama dengan pihak sekolah dan
panti dimana ditemukan kasus anak-anak yang punya
gangguan penglihatan terus kita juga melakukan sosialiasi
kepada masyarakat tentang layanan kita disini dan juga apa
yang harus mereka lakukan dalam menemukan kasus
sehingga kita bisa menangkap dan juga membantu
masyarakat yang ada disekitar mereka yang bermasalah
dengan penglihatan.

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK REFRAKSIONIS


168

Hari/Tanggal : Selasa, 30 April 2019


Waktu : 13.00 - Selesai
Tempat : Kantor Low Vision Yayasan Layak
Jakarta
Nama
  : Indra Permana, A.Md.RO
Jabatan : Refraksionis Optisien

1. Bagaimana tanggapan Anda mengenai sarana dan


prasarana serta peralatan yang tersedia di Low Vision
Yayasan Layak?
Kalau sarana prasarana yang tersedia disini semuanya sudah
bagus, dan hampir lengkap juga alat-alatnya pemeriksaannya.
Itu dari ruangan saya ya dari ruangan refraksionis optisien.
Dan untuk ruangan lain seperti di ruangan tunggu itu sudah
tersedia bangku dengan warna yang agak terang, anak-anak
bisa bermain disitu. Ehh sudah cukup nyaman untuk
menunggu saat mau diperiksa. Dan satu lagi ada ruangan
rehab disitu kita merehab seseorang yang membutuhkan
konseling atau observasi binaan kepada anak terutama pada
anak yang memang kita desain untuk ramah untuk anak-anak.

2. Apa saja alat yang digunakan dalam memeriksa klien?


Ehh alat tes itu sendiri kan ada yang namanya chart, ada yang
bertuliskan angka, huruf, symbol, trus ada chart untuk ngetes
untuk bayi, trus untuk anak-anak disabilitas yang sulit untuk
diarahkan. Nah itu alat tes untuk ngecek tajam
penglihatannya. Kalau alat tes untuk ngecek ukurannya ada
namanya trial set, trial set itukan dia ehh buat nentuin ini
minus berapa, atau plus berapa. Nah trus ada namanya juga
streak retinoscope , itu juga hampir sama, jadi kalau misalkan
ehh anak bayi yang sulit untuk menanyakan lebih jelas mana
yang ini atau yang ini, jadi kita pakai streak itu

3. Apakah ruangan yang tersedia di Low Vision Yayasan


Layak sudah memenuhi standar?
Ya secara keseluruhan semuanya sudah bagus, sudah
memenuhi standar.
169

4. Siapa saja yang berhak menerima layanan dari Low


Vision Yayasan Layak?
Yang berhak menerima pelayanan low vision ya yang pasti
mereka yang memiliki eehh keterbatasan dalam melihat
  dalam artian ini ya low vision itu sendiri. Itu sama anak-anak
disabilitas. Ya orang dewasa dengan low vision atau orang
dewasa dengan disabilitas pun kita layanin.

5. Bagaimana cara untuk mendekatkan diri kepada klien


dan apa saja yang dilakukan untuk melakukan
pendekatan kepada klien?
Caranya sih pertama kita memahami dulu si klien ini apa
masalahnya, terus penyakitnya apa. Kita pahami disitu dan
kita coba konselingin mereka, kasih masukan ke mereka.
Mungkin dari situ kita bisa menggali informasi tentang
riwayat penyakitnya, terus riwayat dari keluarga karena itu
bisa sangat berhubungan dengan assessment yang kita
lakukan. Jadi pendekatan diawal pasti kita lebih intens kepada
kliennya.

6. Apakah para petugas telah bekerja dan membantu Anda


dengan baik?
Ya temen-temen rehab pun sudah membantu dalam artian jadi
pekerjaan saya disini saya meresepkan alat bantu dan nanti
temen-temen rehab itu yang akan melatih, mengobservasi dan
melakukan evaluasi. Dan ada lagi yang sekretaris sebagai
penginput data apa yang sudah kita kerjakan selama satu
bulan.

7. Apakah seorang refraksionis harus menjaga kerahasiaan


data para klien?
Ya pastinya semua data pasien kita rahasiakan kalaupun
emang itu kita munculkan dalam bentuk laporan itupun
laporannya hanya untuk internal saja dan paling kita
uploadnya paling kita bisa di brosur dan itu kita harus minta
persetujuan terlebih dulu kepada pasiennya apakah bersedia
atau tidak.

8. Bagaimana cara membina hubungan dengan para petugas


di Low Vision Yayasan Layak?
170

Kita sih disini rutin yah setiap Minggu melakukan rapat


koordinasi. Jadi kita saling berkoordinasi seminggu kedepan
kita akan melakukan apa dan seminggu kebekalang apa saja
yang sudah tercapai dari rencananya, apakah atau tergeser
  atau tidak. Nanti kita bisa sampaikan disitu.

9. Kapan waktu yang tepat bagi Low Vision Yayasan Layak


untuk memberhentikan layanan kepada klien?
Oke jadi kalau yang low vision ketika kita memberhentikan
pelayanannya pertama itu mereka bisa saja sudah meninggal.
Kemudian jika mereka low vision yang penglihatannya sudah
buta itu yang kita hentikan. Terus yang disabilitas itu
kebanyakan yang penglihatannya hanya butuh kacamata dan
kacamata sudah membantu itupun kita selesaikan
pelayanannya. Dan ada juga kalau misalkan dari keluarganya
sudah tidak menginginkan lagi pelayanannya kita
berhentikan.

10. Apakah tujuan dari pemberian layanan telah tercapai?


Kalau tujuan yang saya lihat sih kita ya hampir tercapai
semua, kita sudah melakukan usaha kita semampunya kita
juga menjaring dari sekolah SLB, sekolah inklusi dari
masyarakat. Kita juga sudah berusaha untuk memberikan
informasi bahwa ada pelayanan low vision.

11. Bagaimana cara mempertahankan dan meningkatkan


kepuasan klien?
Nah kalau yang seperti ini kita biasanya konselingin dulu.
Kita kasih saran ke mereka bahwa pelayanan kita ini ga Cuma
sebatas medapatkan alat bantu kemudian selesai. Jadi tetap
ada yang namanya pemeriksaan lanjutan atau evaluasi
lanjutan. Mereka akan tetap kitga kontrol penglihatannya
apakah membaik atau menurun. Jadi dari situ mereka akan
terbuka matanya.

12. Bagaimana cara untuk cepat tanggap dalam menghadapi


permasalahan yang timbul dari klien?
Kalau ini kita lihat dari penyakitnya urgent atau engga.
Misalkan kalau memang urgent kita harus cepat tanggap juga.
171

Kita ajak mereka ke dokter, kita damping mereka, kita bantu


untuk medisnya.

13. Bagaimana strategi Low Vision Yayasan Layak dalam


memperkenalkan rehabilitasi low vision kepada
 
masyarakat?
Oke yang kita kita lakukan sih sejauh ini baru ke perkenalan
kepada ibu-ibu PKK yang dilakukan di wilayah Jakarta
Selatan, dan Utara. Kita melakukan sosialisasi sampai
pelatihan bagaimana cara untuk menjaring anak-anak di
wilayah mereka yang memiliki masalah penglihatan supaya
bisa kita layani. (apakah harus ibu-ibu PKK saja yang
dilatih?) Ya paling kalau kita berbicara masyarakat yang
paling dekat dengan masyarakat itu adalah ibu-ibu PKK. Jadi
mereka yang ada di Posyandu, bahkan ada yang di Puskesmas
juga ada. Jadi mereka yang lebih dekat dengan
masyarakatnya.
172

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK ORANG


TUA/PENGASUH

Hari/Tanggal : Kamis, 09 Mei 2019


Waktu
  : 11.00 - Selesai
Tempat : Kediaman Ibu Dian
Nama : Ibu Dian
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

1. Apakah petugas telah bekerja dengan baik?


Baik banget mas. Ke anak saya baik, ke saya juga baik. Terus
terang saya sampe malu karena dibantu apalagi bantunya
tulus banget.

2. Bagaimana respon Anda terhadap pelayanan yang


diberikan?
Ya bersyukur banget terutama sama Allah ya. Pertolongan
kan dari Allah dan melalui mba Luci dan yang lain jadi
tertolong.

3. Apakah pemberian layanan telah mencapai tujuan sesuai


dengan yang Anda harapkan?
Udah sih kalau kata saya ya. Udah melebihi ya layaknya
orang ngebantu. Malah kaya keluarga, nemenin, ngasih
support. Kan yang pertama itu support mas. Walaupun
keadaan kita susah, terpuruk kalau ada support dan dibantu
pasti akan terbantu juga.

4. Apakah para petugas memberikan pelayanan sesuai


dengan waktu yang dijanjikan?
Tepat waktu banget sih. Malah kadang-kadang mereka yang
nungguin saya.

5. Apakah para petugas telah bersikap cepat dan tanggap


dalam melayani?
Cepet banget mas. Kalau misalkan saya telfon terus cerita
soal keluhan anak saya ya respon mba Luci cepet sih,
langsung nanya kapan saya ada dirumah. Langsung ajak
ketemuan gitu.
6. Apakah para petugas bersikap sopan kepada Anda?
173

Kalo sama saya dan anak-anak ya sopan banget mas, udah


baik banget deh mereka.

7. Apakah Anda percaya kepada para petugas untuk


melayani klien?
 
Percayalah mas. Kita kan bisa lihat perbedaannya mas orang
yang tulus sama yang engga. Udah keliatan dari perilaku dan
sikapnya.

8. Apakah para petugas memiliki rasa peduli terhadap Anda


dan juga anak?
Iya jelas peduli banget mas. Dulu sama mba Luci dianterin
malah kacamata untuk anak saya. Disuruh coba dulu buat
baca-baca. Terus juga waktu itu anak saya operasi kan harus
check up nah bu Luci yang cerewet. ―Ibu ayo kita ke RSCM,
kapan ibu bisanya, biar gaada apa-apa lebih enak bu kalau
kita check lebih awal‖ Saya bukannya ngebelakangin
keperluan anak mas, saya juga kan masih punya anak kecil,
repot jadinya. Kadang saya juga malu terlalu banyak yang
dibantu, tapi itu juga udah alhamdulillah banget mas.
9. Bagaimana penampilan para petugas saat memberikan
pelayanan?
Rapih mas. Sopan-sopan banget.

10. Bagaimana cara petugas memberikan informasi terkait


perkembangan penglihatan anak?
Ya dateng, duduk terus ngobrol. Bawa alat-alatnya malah
buat ngetes jarak pandangnya. Bawa telescope, kacamata.
Lengkap deh mas.

11. Bagaimana sarana dan prasarana serta peralatan yang


tersedia di Low Vision Yayasan Layak?
Kalau dari ruang tunggu ya nyaman sih kalau kita nunggu,
apalagi ruangannya ber-AC gitu ya, buat nunggu sama anak
ya nyaman. Waktu itu pas datang saya lihat ada etalase tapi
saya ga terlalu paham ada apa di dalamnya, saya fokus ke
anak. Yang kelihatan banget ya itu ada laptop di meja,
ruangannya bersih, rapih, ya gitu doang, ga terlalu merhatiin
ada apa aja.
174

12. Apakah anak menggunakan alat bantu yang telah


diberikan oleh Low Vision Yayasan Layak?
Kacamata dan alat bantu lain ga ngebantu mas. Karena dari
dokter matanya dulu bilang anak saya sudah kena syarafnya.
  Kalau pake kacamata malah untuk baca dala waktu 30 menit
udah sakit matanya. Kata dokter juga udah gabisa dipaksain

13. Apa harapan Anda untuk pelayanan rehabilitasi low


vision yang berikan oleh Low Vision Yayasan Layak
kedepannya?
Saya mah berharap ya Yayasan Layak kan udah bagus, ya
semoga lebih berkembang. Lebih majulah. Karna masih
banyak yang orang-orang yang kaya saya.

Desi Liansari
175

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK ORANG


TUA/PENGASUH

Hari/Tanggal : Jum’at, 03 Mei 2019


Waktu
  : 14.00 - Selesai
Tempat : Panti Sosial Bina Netra Tan Miyat Bekasi
Nama : Ibu Evi
Pekerjaan : Pengasuh PSBN Tan Miyat Bekasi

1. Apakah petugas telah bekerja dengan baik?


Menurut saya sih ya sudah baik banget apa yang selama ini
mereka kerjakan.

2. Bagaimana respon Anda terhadap pelayanan yang


diberikan?
Respon kita sih menanggapinya dengan baik ya mas ya.
Segala yang dateng ke kita ya kita respon dengan baik, anak-
anak nerima para petugas dari Layak, Dari Layak juga
melayani anak-anak dengan ramah.

3. Apakah pemberian layanan telah mencapai tujuan sesuai


dengan yang Anda harapkan?
Untuk tercapai atau engganya gimana ya mas ya. Mereka kan
ngasih alat bantu ke kita. Nah dari kekurangannya kita nih
anak-anak ini paling males untuk pakai alat bantu yang udah
diberikan itu. Kalau misalkan mereka memakai bantuannya
mungkin udah ada hasilnya. Karena mereka jarang-jarang
pakai. Dipakainya kalau kita udah ngomel, terus kalau kita
galiat nanti dilepas.

4. Apakah para petugas memberikan pelayanan sesuai


dengan waktu yang dijanjikan?
Iyah on time mas. Datangnya selalu on time. Eehh misal janji
jam 9 paling jam setengah 9 eehh udah dateng kan, siap-siap
dulu, eheh nanti pas jam 9 kita udah mulai ehh mulai
pemeriksaan, gitu.

5. Apakah para petugas telah bersikap cepat dan tanggap


dalam melayani?
Ya sangat cepat dan tanggap, diantaranya contohnya saja
ketika saya diberi tahukan bahwa ada pembagian kacamata
176

banyak, ada anak yang tidak terdaftar tetapi kemudian


diperiksa atau di assessment itu anak itu seharusnya
menggunakan kacamata dan harus diberikan layanan, maka
Yayasan Layak ini cepat sekali melayani, jadi tidak hanya apa
  yang ditemukan saat assessment pada satu itu tetapi saat ada
tambahan-tambahan maka mereka cepat sekali untuk
memberikan alat-alat atau bantuan.

6. Apakah para petugas bersikap sopan kepada Anda?


Itu sih udah pasti mas. Selain karna mereka tamu, dalam
melayani sih mereka sopan.

7. Apakah Anda percaya kepada para petugas untuk


melayani klien?
Saya mah percaya aja mas, soalnya kan sampe sekarang ini
aja kalau misalkan memang ada yang butuh bantuan, bantuan
alat kacamata atau kaca pembesar, mereka langsung cepat
tanggap gitu, langsung memberikan. Dan kalo menurut
penglihatan saya sih ya rata-rata anak-anak disini emang
sudah terlayani ya mas, karna mereka tau siapa aja yang
masih perlu dapet pelayanan dan siapa aja yang gabisa
ditanganin lagi. Eehh trus anak-anak yang emang butuh
banget alat bantu ya udah dikasih alat bantu dari Yayasan
Layak.

8. Apakah para petugas memiliki rasa peduli terhadap Anda


dan juga anak?
Iyah jelas mas. Dari cerita saya tadi ya menunjukan mereka
bener-bener peduli sama anak-anak

9. Bagaimana penampilan para petugas saat memberikan


pelayanan?
Rapih kok mas, sopan. Karena kan memang semestinya kaya
begitu kan.

10. Bagaimana cara petugas memberikan informasi terkait


perkembangan penglihatan anak?
Setiap abis pemeriksaan pasti saya sama Bu Lia kita duduk
bareng lah. Bu Lia ngasih tau gitu bahwa hasilnya seperti ini.

11. Bagaimana sarana dan prasarana serta peralatan yang


tersedia di Low Vision Yayasan Layak?
177

Saya sih belum pernah ke kantor Layak yah mas tapi kalau
dilihat dari alat-alat mereka lengkap kok untuk memeriksa
mata si klien ini kan. Ya cukup lengkap dan jadinya
meyakinkan juga bahwa Yayasan Layak memang serius
  dalam melayani.

12. Apakah anak menggunakan alat bantu yang telah


diberikan oleh Low Vision Yayasan Layak?
Beberapa masih dipakai, contohnya Stefanus itu kadang
masih dipakai kacamatanya, kadang juga engga. Ada juga
yang pada saat diberikan itu tiga hari berturut-turut dipakai
dan besok-besoknya engga. Ada yang alesannya patah lah ada
yang gaenak lah dipakainya, ada yang pusing dan sebagainya.

13. Apa harapan Anda untuk pelayanan rehabilitasi low


vision yang berikan oleh Low Vision Yayasan Layak
kedepannya?
Harapan dari saya sih ya semoga Layak ya minimal ini kan
udah lama juga ya hampir setahun ga kesini. Ya semoha rutin
setahun sekali dateng kesini. Dan semoga lebih baik lagi
kedepannya.

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK GURU INKLUSI &


GURU SEKOLAH LUAR BIASA

Hari/Tanggal : Senin, 29 April 2019


178

Waktu : 10.00 - Selesai


Tempat : SMPN 226 Jakarta Selatan
Nama : Ibu Atik
Pekerjaan : Guru
 
1. Kapan ibu/bapak mulai bekerjasama dengan Low Vision
Yayasan Layak?
Sekitar tahun 2015 mas.

2. Bagaimana pendapat ibu/bapak mengenai gangguan


penglihatan?
Mengenai gangguan penglihatan terutama pada anak-anak di
SMP 226 ini yah ada anak yang memang gangguan
penglihatan itu dari sejak awal ,ada yang karna sakit, ada
yang karena kejang, kecelakaan. Kemudian berpengaruh pada
layanan yang diberikan kepada anak-anak di sekolah ini.

3. Apakah ibu/bapak sudah mendapatkan informasi secara


lengkap tentang gangguan penglihatan pada anak?
Kalau yang bersekolah disini secara lengkap sudah. Terutama
dari orang tua, kemudian dari hasil assessment dari Yayasan
Layak ataupun Mitra Netra dan juga dokter mata. (Apakah
Ibu mendapatkan formulir saran yang diberikan oleh
petugas Low Vision Yayasan Layak?) Untuk formulir saran
itu saya belum lihat karena itu dikasih kepada para wali kelas
dari masing-masing anak mas.

4. Apakah para petugas telah bekerja dengan baik?


Sejauh ini menurut sayasih sudah sangat baik mas.

5. Apakah pelayanan yang diberikan telah tepat sasaran?


Eehh yang diberikan oleh Yayasan Layak itu ehh menurut
saya sangat tepat sasaran diantaranya karena diawali oleh
assessment dari beberapa anak ya kan, itu satu kemudian dari
assessment itu kemudian diberikan kepada anak-anak yang
memang dari hasil assessment itu ehh anak-anak itu perlu
mendapatkan layanan dari Yayasan Layak.

6. Apakah para petugas telah bersikap cepat dan tanggap


dalam melayani?
179

Ya sangat cepat dan tanggap, diantaranya contohnya saja


ketika saya diberi tahukan bahwa ada pembagian kacamata
banyak, ada anak yang tidak terdaftar tetapi kemudian
diperiksa atau di assessment itu anak itu seharusnya
  menggunakan kacamata dan harus diberikan layanan, maka
Yayasan Layak ini cepat sekali melayani, jadi tidak hanya apa
yang ditemukan saat assessment pada satu itu tetapi saat ada
tambahan-tambahan maka mereka cepat sekali untuk
memberikan alat-alat atau bantuan.

7. Apakah ibu/bapak yakin dengan kemampuan para


petugas untuk memberikan pelayanan?
Saat ini saya sangat yakin dengan mereka, karena selama ini
apa yang diberikan kepada anak-anak ternyata sangat berguna
dan sangat bermanfaat bagi anak-anak tersebut.

8. Apakah para petugas memiliki rasa peduli terhadap


anak?
Ya mereka sangat peduli mas, bagaimana tidak peduli karena
ehh memang diantaranya adalah ehh sasarannya tepat, dan
ketika ketumu anak yang memang ehh tadinya ga terdaftar
akhirnya pas mereka lihat si anak dan memang membutuhkan
pelayanan langsung di daftarkan.

9. Bagaimana pendapat ibu/bapak terhadap penampilan


dan juga alat yang digunakan oleh para petugas?
Kalau untuk penampilan para petugas ya selayaknnya orang
bekerja mas, terampil, rapih, bersih kemudian ya sopan dan
santun. Kemudian alat-alatnya untuk refraksi itu ya itu
menurut saya karna saya bukan ahlinya sangat lengkap.

10. Apakah anak memakai alat bantu yang diberikan oleh


Low Vision Yayasan Layak?
Ya yang di assessment oleh Yayasan Layak dan memang itu
memerlukan alat bantu sebagian besar telah menggunakan
alat yang diberikan itu mas.

11. Apa harapan Anda untuk pelayanan rehabilitasi low


vision yang berikan oleh Low Vision Yayasan Layak
kedepannya?
180

Yang jelas adalah terlayaninya anak-anak yang memang


membutuhkan. Dimulai dari assessment kemudian jika dari
hasil assessment tersebut memerlukan alat atau media yang
ada di Yayasan Layak untuk di sekolah umum ini tidak ada
  ya tentu saja saya berharap banyak agar anak-anak ini
terlayani dengan baik.

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK GURU INKLUSI &


GURU SEKOLAH LUAR BIASA

Hari/Tanggal : Jum’at, 10 Mei 2019


Waktu : 10.00 - Selesai
Tempat : SLB Frobel Montessori Depok
Nama : Ibu Sri
Pekerjaan : Guru
181

1. Kapan ibu/bapak mulai bekerjasama dengan Low Vision


Yayasan Layak?
Udah sekitar 2 tahun sih mas kalau saya gak salah.
 
2. Bagaimana pendapat ibu/bapak mengenai gangguan
penglihatan?
Untuk anak-anak low vision ini kan harus kita perhatikan
banget ya. Seperti lokasi tempat duduk dan pencahayaan
harus diperhatikan. Kalau siswa saya sendiri kan ada dua.
Alat bantunya juga kalau ada yang rusak nanti saya
sampaikan ke Yayasan Layak.

3. Apakah ibu/bapak sudah mendapatkan informasi secara


lengkap tentang gangguan penglihatan pada anak?
Kalau untuk medisnya ada beberapa yang belum, tetapi untuk
pemeriksaan disini kita sudah dapat informasi dari petugas
Layak mas. (Apakah Ibu mendapatkan formulir saran
yang diberikan oleh petugas Low Vision Yayasan Layak?
Dan apakah itu sudah membantu) Kita harus lihat dari
anaknya juga ya mas, kadang ada saran-saran yang bisa
dipakai, ada yang engga juga sih sebetulnya. Jadi tidak
semuanya bisa diterapkan. Kadang kalo saran itu gabisa ya
kita coba cari cara lain. Tapi sejauh ini informasi yang
diberikan petugas Layak sudah cukup membantu sih.

4. Apakah para petugas telah bekerja dengan baik?


Sejauh ini sudah baik mas. Kooperatif juga sih mereka

5. Apakah pelayanan yang diberikan telah tepat sasaran?


Sebetulnya kalau dari Layaknya sendiri sudah koordinasinya
sudah bagus, Cuma kadang orang tua itu ada yang malas kan.
Kan sudah di tes disini terus disuruh ke kantor Layak, tapi
orang tuanya gak ada waktu dan segala macam, terus jadinya
ke pending dan sampai sekarang tidak di cek lagi. Jadi
mungkin perlu jembatan lagi untuk ke orang tua muridnya ya.
Kalau guru sendiri kadang ngerasa susah untuk mengurus si
anak.
6. Apakah para petugas telah bersikap cepat dan tanggap
dalam melayani?
182

Selama ini respon mereka lumayan cepet sih mas. Kalau


memang saya melapor ada yang rusak itu ya mereka
tanggapin secara cepat.

7. Apakah ibu/bapak yakin dengan kemampuan para


 
petugas untuk memberikan pelayanan?
Yakin mas. Ya saya sih yakin aja sama mereka yah.

8. Apakah para petugas memiliki rasa peduli terhadap


anak?
Untuk petugas lama sih ya iya mas. Kalau petugas baru sih ya
kita juga komunikasinya masih kurang. Kalau yang lama kaya
Bu Lia dan yang lain itu aktif. Kalau Bu Luci udah lama
banget ya mas ga kesini. Terakhir ketemu pun pas Bu Luci
nikahan. Tapi terakhir kita ke kantor juga uang transport juga
diganti sama mereka. Ganti uangnya itu juga dengan cara
yang sopan. Trus kan diperiksanya lama dan mereka sediain
makan siang. Mereka juga pernah bilang kalau kita ada
kenalan yang punya masalah keuangan dan kendala dalam
penglihatan itu kita disuruh rekomendasikan ke Layak. Dan
mereka datengin.

9. Bagaimana pendapat ibu/bapak terhadap penampilan


dan juga alat yang digunakan oleh para petugas?
Menurut saya alat yang digunakan mereka sangat cukup ya.
Semua alatnya ada loh mereka. Jadi waktu pemeriksaan di
sekolah ada anak asuh saya ga cuma sekali di cek, tapi
berkali-kali. Lalu mereka saranin saya untuk bawa anaknya
ke kantor karna disana ada alat lebih dan mau dicoba lagi.
Mereka ga pelit ilmu, ga pelit tenaga dan ga pelit alat.

10. Apakah anak memakai alat bantu yang diberikan oleh


Low Vision Yayasan Layak?
Kalau untuk anak-anak disini ya kita haruskan untuk dipakai
ya mas kacamatanya. Supaya tau juga apakah itu berguna atau
engga. Kalau anaknya gamau pakai ya nanti kita hubungi
orang Layak terus nanti diperiksa lagi sama mereka.

11. Apa harapan Anda untuk pelayanan rehabilitasi low


vision yang berikan oleh Low Vision Yayasan Layak
kedepannya?
183

Ya semoga tetap berjalan, evaluasi terhadap anak tetap ada,


pengecekan juga tetap berkala.

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK KLIEN

Hari/Tanggal : Rabu, 15 Mei 2019


184

Waktu : 14.30 - Selesai


Tempat : Kediaman klien
Nama : SP
Pekerjaan : Pelajar
 
1. Apakah para petugas bersikap ramah terhadap Anda?
Iya ramah kak. Kalau aku dateng mereka ngomong ―sini
duduk dulu ya‖ terus yaudah aku duduk.

2. Apakah Anda merasa terbantu oleh kehadiran para


petugas?
Ya lumayan sih lumayan kebantu. Jadi bisa baca.

3. Apakah para petugas peduli terhadap Anda?


Iya peduli kak. Wali kelas aku juga dikasih tau kalau aku
butuh bantuan jadi ya gitu dan setiap hari malah ada jadwal
piket buat jagain aku.

4. Apakah Anda merasa nyaman dengan para petugas?


Ya nyaman dan biasa aja gitu ga takut atau apa. Pokoknya
nyaman aja sih kak sama mereka.

5. Apakah Anda percaya bahwa para petugas mampu untuk


menolong Anda?
Gimana ya kak aku kan baru berapa kali juga ke kantor
Layak. Belum kenal banget jadi ya mungkin percaya sih tapi
ya gitu deh aku juga bingung. Butuh waktu juga untuk
percaya sepenuhnya sama mereka kak.

6. Apakah Anda menggunakan alat bantu yang diberikan


oleh Low Vision Yayasan Layak?
Kan alat bantunya ada dua tuh, ada kaca pembesar sama yang
teropong gitu ya. Kalau aku sih sering pakenya yang kaca
pembesar Soalnya kalau teropong itu kan fokusinnya aja lama
jadi tangannya pegel terus jarang pakai. Terus karena di
sekolah kan ada temen yang bantuin jadi jarang dipakai gitu.

7. Bagaimana fasilitas, peralatan yang tersedia di Low Vision


Yayasan Layak?
185

Hmm menurut aku bagus sih kak, pas masuk itu kan disitu
ada kaya sofa gitu, trus pas diperiksa itu masuk ruangan, ya
gitu bersih deh menurut aku. Trus waktu itu pernah ke
toiletnya, nyaman sih. Disana kan juga bangku dan yang lain
  warnanya cerah, buat aku sih itu ngebantu.

―SP‖
186

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK KLIEN

Hari/Tanggal : Selasa, 30 April 2019


 
Waktu : 10.00 - Selesai
Tempat : SMPN 226 Jakarta Selatan
Nama : AM
Pekerjaan : Pelajar

1. Apakah para petugas bersikap ramah terhadap Anda?


Iya kak ramah kok mereka kalau ketemu sama saya.

2. Apakah Anda merasa terbantu oleh kehadiran para


petugas?
Terbantu sih kak cuma ada beberapa kendala gitu di mata
saya. Kalau gunain alat kelamaan jadi pusing gitu kak.
(Kalau ada kendala gitu terus para petugas langsung
merespon atau tidak?) Hmm sebenernya respon mereka
cepet sihh kak, pernah kan dulu ditanya gimana alat bantu
yang dikasih, trus saya bilang ga nyaman, pusing gitu. Trus
beberapa hari kemudian ya dicobain alat bantu lain. Tapi
masalahnya emang ada di diri saya, alat bantu kaya
gimanapun juga tetep pusing kalo saya pakai.

3. Apakah para petugas peduli terhadap Anda?


Iya yang saya rasain sampai sekarang sih mereka peduli gitu
kak.

4. Apakah Anda merasa nyaman dengan para petugas?


Ya nyaman banget kak. Kalau ngobrol juga santai sih, gak
tegang.
5. Apakah Anda percaya bahwa para petugas mampu untuk
menolong Anda?
Percaya sih kak. Tapi itu kan tadi yang saya bilang, saya
kalau pakai alat pusing. Alat yang kaya gimanapun juga sama
aja kak, pusing.

6. Apakah Anda menggunakan alat bantu yang diberikan


oleh Low Vision Yayasan Layak?
187

Ya ga kepakai dan saya balikin lagi kak. Waktu itu dikasih


teropong juga saya balikin lagi ke Layak akhirnya.
7. Bagaimana fasilitas dan peralatan yang tersedia di Low
Vision Yayasan Layak?
  Saya jarang ke kantor sih kak. Jadi lupa disana ada apa aja.
Tapi menurut saya sih canggih kak. Keren gitu alat-alat yang
mereka pakai. Bajunya juga rapih gitu gak ada yang
berantakan.

―AM‖

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK KLIEN


188

Hari/Tanggal : Jum’at, 03 Mei 2019


Waktu : 14.30 - Selesai
Tempat : Panti Sosial Bina Netra Bekasi
Nama :A
Pekerjaan
  : Pelajar

1. Apakah para petugas bersikap ramah terhadap Anda?


Baik kak. Kalau saya ketemu Bu Lia dia selalu bilang
―kacamatanya dipakai ya‖.

2. Apakah Anda merasa terbantu oleh kehadiran para


petugas?
Ya merasa terbantu sih. Tapi kadang-kadang kalau lagi males
pakai kacamata ya ga dipakai kak. Kalau lagi mau ya dipakai.

3. Apakah para petugas peduli terhadap Anda?


Iya peduli kak. Gak cuma sama saya, sama anak yang lain
disini juga peduli mereka.
4. Apakah Anda merasa nyaman dengan para petugas?
Ya nyaman sih kak kalau diperiksa terus ngobrol sama
mereka.
5. Apakah Anda percaya bahwa para petugas mampu untuk
menolong Anda?
Iya percaya kak. Buktinya saya dikasih kacamata kan.
Temen-temen saya yang matanya kaya saya juga dikasih
kacamata sama mereka.
6. Apakah Anda menggunakan alat bantu yang diberikan
oleh Low Vision Yayasan Layak?
Saya pakai kalau emang saya mau pakai kak. Tapi kadang-
kadang suka ribet gitu jadinya saya males untuk pakai
kacamatanya.
7. Bagaimana fasilitas dan peralatan yang tersedia di Low
Vision Yayasan Layak?
Saya belum pernah kesana kak. Kalau untuk alat sih semua
alatnya keren sih kak. Waktu itu dites pakai kacamata terus
disuruh lihat gambar. Kalau kita kurang lihat nanti diganti
lagi kacanya. Saya juga disuruh lihat angka terus warna juga
pernah.
189

Catatan Observasi Penelitian

Tanggal : 30 April 2019


 
Waktu : Pukul 13.30 WIB
Tempat : Low Vision Yayasan Layak Jakarta
Fokus Observasi : Ruang tunggu
Hasil Observasi
Ruangan yang pertama kali peneliti observasi adalah ruang
tunggu. Dalam ruangan tersebut tersedia satu sofa dengan warna
cerah dan pada saat itu sofa tersebut berwarna hijau. Selanjutnya
disisi kanan sofa tersebut tersedia meja kecil yang dapat
dibongkar pasang yang diatasnya tersedia kotak mainan untuk
anak-anak yang sedang menunggu untuk dipanggil. Sementara di
sisi kiri tepatnya di dekat pintu masuk terdapat 2 (dua) kursi yang
bisa digunakan saat bagi klien. Selanjutnya di seberang sofa
terdapat meja kecil yang digunakan untuk meletakan beberapa
brosur dan juga air minum serta permen bagi para klien atau
keluarga klien. Lalu terdapat meja komputer dan satu kursi yang
berwarna senada dengan meja komputer tersebut. Komputer yang
tersedia dia ruang tunggu digunakan sebagai contoh alat bantu
berupa kaca pembesar yang dinamakan electronic magnifier.
Ruang tunggu tersebut juga tersedia meja receptionist yang akan
menjadi orang pertama yang menerima klien beserta keluarga. Di
meja tersebut tersedia komputer untuk menginput data, printer
dan rak-rak yang digunakan untuk menyimpan file-file penting.

Tanggal : 30 April 2019


Waktu : Pukul 13.40 WIB
Tempat : Low Vision Yayasan Layak Jakarta
Fokus Observasi : Ruang Refraksionis Optisien
190

Hasil Obervasi
Ruang refraksionis optisien berada tepat di samping kiri
dari sofa yang ada di ruang tunggu. Dalam ruangan tersebut
 

tersedia 2 (dua) kursi berukuran sedang yang diletakkan


menempel tembok yang digunakan klien untuk duduk saat
diperiksa, dan juga tersedia 2 (dua) kursi kecil berwarna merah
muda dan hijau yang dapat dilipat dan dibawa kemana saja.
Disebelah kiri kursi tersebut ada meja kecil berwarna merah
dengan dua tingkat yang digunakan untuk meletakkan trial set
dan alat pemeriksaan lainnya. Di dekat meja kecil tersebut juga
ada tempat wadah kotak berukuran lumayan besar yang
digunakan untuk meletakkan alat bantu untuk klien, snellen chart,
dan alat tulis lainnya. Selanjutnya di sebelah meja kecil berwarna
merah tersedia lemari berwarna biru dengan yang digunakan
untuk memajang contoh alat bantu dan juga meletakkan beberapa
stock alat-alat pemeriksaan lainnya. Di sisi kiri lemari tersebut
terdapat meja dan kursi refraksionis optisien. Diatas meja
tersebut terdapat banyak file dari para klien, buku catatan dan
streak retinoscpoe untuk memeriksa klien. Dan yang terakhir
pada ruangan tersebut terdapat dua penyangga yang terbuat dari
besi untuk menyangga snellen chart yang berukuran besar.

Tanggal : 7 Mei 2019


Waktu : Pukul 13.00 WIB
Lokasi : Low Vision Yayasan Layak
Fokus Observasi : Ruang kerja atau ruang administrasi
Hasil Observasi
Ruang kerja Low Vision Yayasan Layak ini berada di
sebelah kanan dari sofa yang ada di ruang tunggu. Pada ruangan
ini tersedia 2(dua) meja kerja berukuran sedang dan juga kursi.
Meja pertama digunakan oleh petugas keuangan. Dimana diatas
meja tersebut terdapat komputer serta banyak tumpukan kertas,
191

map dan file-file penting lembaga. dan meja yang satu lagi
biasanya digunakan oleh pengurus untuk mengerjakan tugas-
tugasnya. Pada jam makan siang biasanya meja ini digunakan
untuk meletakkan makanan pada saat jam makan siang. Karena
ruangan
  ini juga digunakan sebagai ruang rapat oleh karena itu di
ruangan ini tersedia papan flipchart.

Tanggal : 7 Mei 2019


Waktu : Pukul 13.10 WIB
Lokasi : Low Vision Yayasan Layak
Fokus Observasi : Ruang rehabilitasi atau ruang functional
assessment
Hasil Observasi
Ruang rehab atau biasa yang disebut ruangan functional
assessment ini berada di sebelah ruang administrasi. Di dalam
ruangan ini terdapat 2(dua) meja kerja dan kursi karena ruangan
ini juga merupakan ruangan dari petugas rehab dan coordinator
program yaitu Ibu Luci dan Ibu Lia. Di meja tersebut terdapat
laptop yang digunakan petugas untuk mengerjakan tugas mereka
dan juga beberapa file yang sedang mereka dalami kasusnya. Di
ruangan ini terdapat satu rak berwarna cokelat dengan empat
tingkat dan lemari berwarna putih dengan dua tingkat. Rak
digunakan untuk meletekkan beberapa file, tas dan juga pajangan
lainnya sedangkan lemari berwarna putih untuk bagian atas
digunakan untuk meletakkan beberapa contoh alat bantu berupa
kacamata, kaca pembesar, telescope dll dan juga beberapa
boneka, sedangkan bagian bawah digunakan untuk meletakkan
buku yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan apakah klien
dapat membaca atau tidak dan alat peraga lainnya. Selain kursi
untuk para petugas, terdapat pula kursi berukuran sedang
berjumlah 2(dua) yang di khususkan bagi para klien dan orang
tua. Yang membuat ruangan ini terasa berbeda adalah di dalam
ruangan ini ada cukup banyak bola-bola kecil dalam jumlah
lumayan banyak yang diletakkan pada jarring-jaring yang
192

digantung dan juga tersedia matras lipat dengan 4(empat) warna


yang berbeda yang digunakan bagi para klien saat mereka di
periksa. Dan yang terakhir di ruangan ini juga tertempel cermin
yang cukup besar yang berguna pada saat memeriksa klien.
 
Tanggal : 7 Mei 2019
Waktu : Pukul 13.30 WIB
Lokasi : Low Vision Yayasan Layak
Fokus Observasi : Gudang atau ruang penyimpanan file dan
alat-alat
Hasil Observasi
Ruangan ini berada diantara ruang tunggu dan dapur.
Ruangan ini biasanya digunakan untuk meyimpan data dan file
seputar klien yang berjumlah sekitar 700-an. Di ruangan ini juga
terdapat rak penyimpanan buku yang berkaitan dengan pelayanan
sosial dan low vision dan juga etalase untuk menyimpan beberapa
peralatan. Peratalan seperti snellen chart berbentuk papan, alat
tulis, kertas, stand banner, dan juga alat bantu bagi para klien
tersimpan di ruangan ini.

Anda mungkin juga menyukai