SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Ayam lokal merupakan salah satu jenis ternak yang telah lama mengalami
domestikasi dengan sistem pemeliharaan masih dilakukan secara tradisional.
Terdapat beberapa jenis bangsa ayam lokal seperti ayam Kampung, Merawang,
dan Sentul Kampung Kedu (SK Kedu). Populasi ternak unggas pada tahun 2015
untuk ayam buras 285.30 juta ekor, ayam ras petelur 155.01 juta ekor, ayam ras
pedaging 1 528.33 juta ekor. Untuk meningkatkan populasi ayam lokal, penerapan
teknologi Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah satu upaya dalam memperbaiki
nilai genetik dan populasi ayam lokal. Salah satu bahan pengencer yang telah
banyak digunakan adalah Ringer Laktat-Kuning Telur (RL-KT).
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh astaxanthin dan
glutahione dalam pengencer RL-KT terhadap motilitas dan viabilitas spermatozoa
dalam penyimpanan lemari es (4-5 oC). Sebanyak 15 ekor ayam lokal digunakan
sebagai sumber semen, masing-masing terdiri atas 5 ekor merawang, 5 ekor
kampung dan 5 ekor SK kedu. Penelitian ini terdiri atas tiga tahap: (I) penentuan
dosis asthaxanthin (0.004%, 0.005%) and glutathione (0.007%, 0.008%) terhadap
motilitas spermatozoa ayam merawang. (II) motilitas dan viabilitas spermatozoa
dalam pengencer terbaik dari tahap I pada semen ayam merawang, kampung dan
SK kedu. (III) fertilitas spermatozoa setelah IB menggunakan bahan pengencer
RL-KT.
Hasil tahap I, karakteristik semen segar ayam merawang menunjukkan
volume semen sebesar 0.35±0.07 mL, motilitas sebesar 81.80±1.37%, viabilitas
sebesar 92.61±1.93% dan abnormalitas sebesar 2.59±0.20%. Hasil penelitian
semen cair 60 jam penyimpanan menunjukkan astaxanthin dan glutathione pada
berbagai dosis dalam pengencer RL-KT tidak menunjukkan perbedaan terhadap
motilitas spermatozoa (P>0.05). Nilai motilitas (39.00±3.3%) pada jam ke-36
dengan tambahan astaxanthin 0.004% menunjukkan nilai yang lebih tinggi
sehingga dipilih untuk digunakan pada Tahap II.
Hasil tahap II, kualitas semen ketiga jenis ayam menunjukkan volume
semen ayam merawang (0.42±0.04 mL) lebih tinggi (P<0.05) dari ayam kampung
(0.23±0.01 mL) dan SK Kedu (0.16±0.01 mL). Penambahan astaxanthin 0.004%
dapat mempertahankan motilitas spermatozoa yang disimpan sampai 36 jam pada
ayam SK kedu (40.10±1.33%) dan kampung (41.03±2.44%) dan 24 jam pada
ayam merawang (46.41±4.42%). Viabilitas spermatozoa pada ketiga jenis ayam
tergolong tinggi yaitu berkisar antara 59.37±5.65% sampai 65.35±6.25%. Hasil
pada Tahap III, fertilitas spermatozoa menggunakan astaxanthin 0.004% pada
pengencer RL-KT menunjukkan bahwa 7 dari 8 telur yang dikumpulkan
mengalami fertilisasi (87%).
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KUALITAS SPERMATOZOA DALAM MODIFIKASI PENGENCER
RINGER LAKTAT KUNING TELUR DENGAN TAMBAHAN
ASTAXANTHIN DAN GLUTATHIONE PADA TIGA JENIS AYAM LOKAL
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Reproduksi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: drh. Ni Wayan Kurniani Karja, MP, Ph.D
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 sampai
Agustus 2016 ini ialah semen ayam, dengan judul Kualitas Spermatozoa dalam
Modifikasi Pengencer Ringer Laktat Kuning Telur dengan Tambahan Astaxanthin
dan Glutathione pada Tiga Jenis Ayam Lokal.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr drh Tuty L Yusuf, MS, Prof
Dr Dra R Iis Arifiantini, MSi, dan Prof Dr Ir Cece Sumantri MSi selaku
pembimbing atas bimbingan dan arahan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada drh Ni Wayan Kurniani Karja, MP, PhD selaku penguji atas
saran dan masukan yang diberikan kepada penulis. Ucapan yang sama juga
penulis sampaikan kepada Prof Dr drh Mohammad Agus Setiadi selaku Ketua
Program Studi Biologi Reproduksi (BRP) beserta Bapak/Ibu dosen pengasuh
Mata Kuliah Program studi BRP tahun 2014-2017.
Ucapan terima kasih juga diberikan kepada Pak Dadang, Pak Bondan, Pak
Suganda, Ibu Yanti, dan Ibu Tiar beserta semua staf dan pegawai Program Studi
BRP dan staf Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR), Departemen
Klinik Reproduksi dan Patologi (KRP) Institut Pertanian Bogor (IPB) dan staf
Laboratorium Lapang Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak IPB, atas
pelayanan dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama menjalankan
pendidikan dan penelitian.
Ucapan terima kasih juga penulis berikan kepada teman-teman seperjuangan
di Program Studi BRP 2014 serta teman-teman di Kosan Keluarga atas
kebersamaannya. Ungkapan terima kasih yang terdalam juga disampaikan kepada
kedua orang tua tersayang, Drs. Abdullah Kasim dan Ruhaeni SPd atas kasih
sayang, segala doa dan pengorbanan yang telah dicurahkan sepenuh hati, serta
seluruh keluarga atas dukungan dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca serta perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada di Indonesia.
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan dan Lingkup Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Kerangka Pemikiran 3
Hipotesis Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
Karakteristik Ayam Lokal 4
Karakteristik Semen Ayam Lokal 5
Organ Reproduksi Ayam Jantan 5
Organ Reproduksi Ayam Betina 6
Spermatogenesis Ayam 8
Antioksidan 9
Pengencer Semen 10
Teknik Inseminasi Buatan pada Ayam 11
3 METODE 12
Waktu dan Tempat 12
Sumber Semen 12
Alat dan Bahan 12
Metode Penelitian 12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Tahap I Penentuan dosis terbaik RLKT-Astaxanthin dan
RLKT-Glutathione dalam Mempertahankan Motilitas
Spermatozoa Ayam Merawang 15
Tahap II Daya Tahan Spermatozoa Tiga Jenis Ayam (merawang,
SK kedu, kampung) dalam Pengencer RLKT-Astaxanthin 0.004% 18
Tahap III Fertilitas Spermatozoa Hasil IB Semen Cair dalam
Pengencer RLKT-Astaxanthin 0.004% 20
5 SIMPULAN DAN SARAN 21
Simpulan 21
Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22
LAMPIRAN 26
RIWAYAT HIDUP 28
DAFTAR TABEL
1 Komposisi larutan Ringer Laktat Kuning Telur (RL-KT)
2 Komposisi Ringer Laktat Kuning Telur (RL-KT) astaxanthin dan
glutathione dengan konsentrasi berbeda
3 Karakteristik semen segar ayam merawang
4 Rata-rata motilitas spermatozoa ayam merawang dalam pengencer RL-
KT dengan perbandingan dosis astaxanthin dan glutathione
5 Karakteristik semen segar ayam merawang, SK kedu, kampung
6 Daya hidup spermatozoa tiga jenis ayam dalam pengencer RL-KT
dengan tambahan astaxanthin 0.004%
7 Fertilisasi spermatozoa tiga rumpun ayam lokal menggunakan
pengencer RL-astaxanthin 0.004%
DAFTAR GAMBAR
1 Penampilan fisik ayam lokal (a) kampung (b) merawang (c) SK kedu
2 Organ reproduksi ayam jantan
3 Penampang testis ayam
4 Organ reproduksi ayam betina
5 Penampang melintang folikel
6 Diagram Spermatogenesis
7 Spermatozoa hidup dan mati dalam pewarnaan eosin nigrosin
DAFTAR LAMPIRAN
1 Proses Penampungan dan Pengenceran Semen
2 Pelaksanaan Inseminasi Buatan
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam lokal merupakan salah satu jenis ternak yang telah lama
didomestikasikan oleh manusia dengan sistem pemeliharaan masih dilakukan
secara tradisional, terutama di daerah pedesaan. Tahun 2016, hanya sekitar
162.051 populasi ayam ras petelur di Indonesia, 298.673 adalah populasi ayam
buras, dan 1.592.669 merupakan populasi ayam pedaging (Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan 2016). Di Indonesia terdapat beberapa jenis
bangsa ayam lokal seperti ayam Kampung, Merawang, dan Sentul Kampung
Kedu (SK Kedu). Spesies ini populer di masyarakat sebagai sumber bahan pangan
protein. Ayam merawang memiliki spesifikasi khusus, warna bulunya seragam
cokelat kemerahan dan keemasan mirip ayam ras petelur Rhode Island Red. Ayam
merawang di samping merupakan plasma nutfah, juga mempunyai potensi yang
baik untuk dikembangkan dan ditingkatkan produktifitasnya (Suprijatna 2010).
Ayam SK kedu merupakan silangan dari tiga jenis ayam lokal Indonesia
yaitu ayam jantan sentul dikawinkan dengan ayam betina kampung kemudian
hasil dari perkawinan tersebut dikawinkan lagi dengan ayam betina kedu.
Penampilan fisik dan ciri khas Ayam SK kedu adalah bulu yang didominasi oleh
warna hitam berkilauan, kuning, putih, merah kecokelatan dan hijau. Ayam sentul
berasal dari wilayah Ciamis Jawa Barat, mempunyai keunggulan sebagai
penghasil daging dan telur dengan produksi telur 118 butir/tahun (Diwyanto et al.
2011). Ayam kedu berasal dari daerah Kedu, kabupaten Temanggung dan
memiliki keunggulan sebagai produksi telur yang tinggi yaitu 123.9 butir/tahun
(Nataamijaya 2008). Ayam kampung merupakan ayam asli Indonesia yang telah
lama dipelihara dan merupakan salah satu anggota dari ayam lokal yang sangat
potensial di Indonesia. Produksi telur 80 butir/induk/tahun (Wiyanti et al. 2013).
Perkembangbiakan ayam lokal hanya berjalan secara alami sehingga
mutunya kurang baik. Berbagai cara terus diupayakan dalam meningkatkan
populasi dan produksi ternak salah satunya dengan penerapan teknologi
Inseminasi Buatan (IB). Teknologi IB diharapkan dapat meningkatkan nilai
genetik dan populasi ayam lokal. Syarat utama IB harus menggunakan semen
yang berasal dari pejantan yang telah diseleksi libido (keinginan kawin) dan
mempunyai kualitas semen yang baik. Semen yang digunakan untuk IB dapat
berupa semen beku atau pun semen cair. Untuk mengetahui kualitas semen cair
sebelum dilakukan IB perlu dilakukan beberapa uji, meliputi penilaian
makroskopis dan mikroskopis. Penilaian makroskopis meliputi volume, warna,
konsitensi, dan pH, sedangkan penilaian mikroskopis meliputi gerakan massa,
motilitas, viabilitas, morfologi, dan konsentrasi. Menurut Ax et al. (2000), semen
segar yang baik adalah semen yang memiliki motilitas normal sebesar 70-90%
pada suhu penyimpanan 4-6 oC.
Peranan bahan pengencer untuk mempertahankan kualitas semen sangat
penting. Bahan pengencer harus mampu melindungi spermatozoa dari cold shock,
menyediakan suatu penyangga untuk mencegah perubahan pH akibat
pembentukan asam laktat dari hasil metabolisme spermatozoa, mempertahankan
tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit yang sesuai, mencegah pertumbuhan
2
kuman dan memperbanyak volume semen sehingga lebih banyak hewan betina
yang dapat diinseminasi. Ringer laktat adalah salah satu bahan pengencer
fisiologis, Na-Laktat pada ringer laktat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan ion
bikarbonat yang berfungsi untuk mempertahankan keasaman larutan atau sebagai
penyangga larutan serta mempertahankan tekanan osmotik larutan. Asam laktat
tersebut dinetralisir oleh Na sehingga pH larutan tetap seimbang. Ringer laktat yang
ditambahkan dengan kuning telur mampu melindungi spermatozoa dari kejutan
dingin. Kuning telur mengandung asam-asam amino, karbohidrat, vitamin, dan
mineral untuk kebutuhan hidup spermatozoa. Namun pada proses penyimpanan
dapat memicu pembentukan reaksi oksidatif berupa Reactive Oxygen Species
(ROS) yang dapat menurunkan kualitas semen. Terbentuknya ROS dapat
diminimalkan dengan menambahkan antioksidan pada pengencer. Beberapa
antioksidan yang sering digunakan adalah vitamin E, vitamin C, β-karoten, sistein,
glutathione dan astaxanthin.
Glutathione telah digunakan sebagai antioksidan pada semen beku sapi
(Chatterjee et al. 2001; Syarifuddin et al. 2012), semen beku domba (Uysal dan
Bucak 2007), semen beku babi (Whitaker et al. 2008). Astaxanthin juga telah
digunakan pada semen beku sapi (Farzan et al. 2014), pada pria infertil (Comhaire
et al. 2005) dan pada semen ayam kampung dan ayam hutan hijau (Octa et al.
2014; Bebas et al. 2016).
Glutathione adalah antioksidan primer yang bekerja dengan cara
mencegah pembentukan radikal bebas baru. Antioksidan ini mengubah radikal
bebas yang ada menjadi molekul yang kurang mempunyai dampak aktif
(Triwulanningsih et al. 2003). Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang
sifatnya tidak stabil karena mempunyai satu elektron atau lebih yang tidak
berpasangan sehingga untuk memperoleh pasangan elektron, senyawa ini bereaksi
dengan atom atau molekul lain seperti asam lemak tidak jenuh, protein, asam
nukleat atau lipopolisakarida yang berakibat akan menimbulkan senyawa yang
tidak normal (Surai et al. 1998). Penambahan glutathione di dalam pengencer
spermatozoa diharapkan dapat mengurangi atau mencegah timbulnya radikal
bebas yang akan merusak membran plasma, sehingga daya fertilitas spermatozoa
dapat dipertahankan.
Astaxanthin adalah senyawa golongan karotenoid yang banyak dijumpai
pada tanaman laut dengan struktur molekul sedemikian rupa sehingga
membuatnya menjadi aktif sebagai antioksidan (Indrawati et al. 2013). Studi
banding antara astaxanthin dan jenis karoten lainnya telah memperlihatkan bahwa
astaxanthin memiliki aktivitas antioksidan 10 kali lebih kuat dari kelompok
karoten seperti β-karoten, canthaxanthin, lutein, dan zeaxanthin (Naguib 2000).
Astaxanthin memiliki efektivitas 100-500 kali lebih baik dari vitamin E dalam hal
pencegahan peroksidasi lemak secara in vivo (Kurashige et al. 1990).
Penelitian ini bertujuan ingin mempertahankan kualitas semen dari tiga
jenis ayam lokal yaitu ayam kampung, merawang dan Sentul Kampung Kedu (SK
Kedu) serta pengaruh dari pengencer ringer laktat dengan tambahan antioksidan
glutathione dan astaxanthin.
3
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai karakteristik semen tiga
jenis ayam lokal. Menguji kualitas semen cair tiga rumpun ayam lokal pada bahan
pengencer ringer laktat yang telah dimodifikasi dengan penambahan astaxanthin
dan glutathione. Melihat kemampuan fertilisasi spermatozoa tiga jenis ayam lokal
pada bahan pengencer Ringer Laktat yang telah dimodifikasi dengan penambahan
antioksidan astaxanthin.
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia dikenal sebagai salah satu pusat domestikasi ayam di Asia yang
memiliki karakter gen yang khas dengan keragaman genetik yang tinggi. Ayam
kampung asli, merawang, dan SK kedu adalah beberapa contoh spesies yang
banyak dijumpai, yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda pula.
Menurut Suprijatna (2010), ayam lokal secara umum memiliki karakteristik
yang beragam dilihat dari beberapa aspek, di antaranya bentuk jengger yang
sangat beragam, ada yang besar bergerigi, kecil berbentuk ros dan sebagainya.
Bentuk tubuh yang beragam mulai yang ramping sampai yang besar. Bobot
dewasa berkisar 1.25-2.50 kg. Warna bulu sangat beragam, mulai putih, hitam,
cokelat, merah, dan campuran warna tersebut. Warna cakar beragam, putih,
kuning, hitam, dan campuran warna tersebut. Serta warna kulit beragam, putih,
kuning, abu-abu, atau gelap.
Ayam kampung merupakan ayam asli Indonesia yang telah lama dipelihara
dan ayam kampung merupakan salah satu anggota dari ayam lokal yang sangat
potensial di Indonesia (Gambar 1). Ayam kampung dijumpai di semua provinsi,
umumnya ayam kampung banyak dipelihara masyarakat di daerah pedesaan yang
dekat dengan sawah atau hutan. Ayam kampung telah beradaptasi dengan kondisi
lingkungan pemeliharaan yang sederhana (Wiyanti et al. 2013).
Ayam merawang merupakan ayam lokal khas atau lebih dikenal dengan
ayam kampung dari Bangka Belitung. Ayam merawang memiliki spesifikasi
khusus, warna bulunya seragam cokelat kemerahan dan keemasan mirip ayam ras
petelur Rhode Island Red (Gambar 1). Ayam merawang di samping merupakan
plasma nutfah dan aset bagi Bangka Belitung juga mempunyai potensi yang baik
untuk dikembangkan dan ditingkatkan produktifitasnya.
5
Penampilan fisik dan ciri khas ayam kedu adalah bulu yang didominasi oleh
warna hitam berkilauan, pada jantan dewasa terdapat bulu hias berwarna merah,
jingga atau kuning di sekitar leher dan pinggang. Jengger berbentuk bilah tunggal
bergerigi berwarna merah atau merah kehitaman, warna pial sama dengan jengger.
Paruh, kaki, dan cakar berwarna gelap kehitaman, sedangkan warna kuku beragam
antara hitam, putih atau kombinasi keduanya, kulit berwarna putih kusam
(Nataamijaya 2008).
Alat reproduksi ayam jantan (Gambar 2) terbagi dalam tiga bagian utama
yaitu: sepasang testis, sepasang saluran deferens dan kloaka. Testis terletak di
rongga badan dekat tulang belakang melekat pada bagian dorsal dari rongga
abdomen dan dibatasi oleh ligamentum mesorchium dan berdekatan dengan aorta
dan vena cava, atau dibelakang paru-paru bagian depan dari ginjal. Testis
merupakan tempat spermatogenesis berlangsung. Testis berbentuk biji buah
buncis dengan warna putih krem (Gambar 3). Testis terbungkus oleh dua lapisan
tipis transparan, lapisan albugin yang lunak. Bagian dalam dari testis terdiri dari
tubuli seminiferi (85-95% dari volume testis) dimana terjadi spermatogenesis.
Jaringan intersitial yang terdiri dari sel glanduler (sel Leydig) tempat disekresikan
hormon steroid, androgen dan testosteron (Gambar 3). Besar testis tergantung dari
umur, strain, musim dan pakan (Yuwanta 2004).
6
Saluran deferens dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian atas yang
merupakan muara spenna dari testis. Sedangkan bagian bawah yang merupakan
perpanjangan dari saluran epididimis dinamakan saluran deferens. Di dalam
saluran deferens ini sperma mengalami pemasakan dan penyimpanan sebelum
diejakulasikan. Alat kopulasi pada ayam berupa papila (penis) yang mengalami
rudimenter (Yuwanta 2004).
Anatomi alat reproduksi ayam betina terdiri dari dua bagian utama yaitu
ovarium yang merapakan tempat sintesis hormon steroid, gametogenesis dan
perkembangan serta pemasakan kuning telur (ovum). Bagian kedua adalah oviduk
yaitu tempat menerima kuning telur masak, sekresi putih telur dan pembentukan
kerabang telur. Pada ayam hanya ovarium kiri yang berkembang dan berfungsi,
sedangkan bagian kanan mengalami rudimenter (Yuwanta 2004).
Ovarium pada unggas dinamakan pula dengan folikel. Bentuk dari ovarium
ini seperti buah anggur (Gambar 4) dan terletak pada rongga perut berdekatan
dengan ginjal kiri dan tergantung pada ligamentum meso-ovarium. Ovarium
7
terbagi atas dua bagian yaitu cortex pada bagian luar dan medulla pada bagian
dalam. Cortex ini mengandung folikel, pada folikel (ovum) ini terdapat sel-sel
telur. Folikel ini akan masak pada 9-10 hari sebelum ovulasi (Yuwanta 2004).
Proses pembentukan ovum dinamakan vitelogeni (vitelogenesis) yang
dikontrol oleh hormon estrogen kemudian oleh darah diakumulasikan di ovarium
sebagai folikel atau ovum yang kemudian dinamakan yolk atau kuning telur.
Dikenal dua fase perkembangan yolk yaitu fase cepat antara 7-4 hari sebelum
ovulasi dan fase lambat pada 10-8 hari sebelum ovulasi serta pada 2-1 hari
sebelum ovulasi. Folikel dikelilingi oleh pembuluh darah kecuali pada bagian
stigma. Apabila ovum dirasa sudah masak maka stigma akan robek sehingga
terjadi ovulasi. Robeknya stigma ini dikontrol oleh hormon LH (Gambar 5)
(Yuwanta 2004).
Sebagian besar penyusun kuning telur adalah material granuler berupa High
Density Lipoprotein (HDL) dan lipovitellin. Senyawa ini dengan ion kuat dan pH
tinggi akan membentuk komplek fosfoprotein, fosvitin, ion kalsium dan ion besi.
Pada ayam dewasa bertelur setiap hari disintesa 2,5 g protein/hari melalui hati.
Sintesa ini dikontrol oleh hormon estrogen. Hasil sintesa ini bersama-sama
dengan ion kalsium, besi dan zinc membentuk molekul komplek yang mudah larut
kemudian masuk ke dalam kuning telur (Yuwanta 2004).
Oviduk, secara anatomi terbagi ke dalam lima bagian (dari anterior ke
posterior). Panjang dan berat oviduk tergantung dari umur dan kondisi fisiologis
ayam. Pada saat dewasa kelamin panjang total oviduk 70 cm dan berat 40 g
(Yuwanta 2004). Infundibulum mempunyai panjang 9 cm dengan fungsi utama
yaitu menangkap ovum yang masak. Kuning telur berada di bagian ini antara 15-
30 menit. Perbatasan antara infundibulum dan magnum yang dinamakan dengan
sarang spermatozoa merupakan terminal akhir dari laju lintas spermatozoa
sebelum terjadi pembuahan. Magnum, merupakan bagian yang terpanjang dari
oviduk yaitu 33 cm dan tersusun dari glandula tubuler yang sangat sensibel di
mana sintesa dan sekresi putih telur terjadi di sini. Mukosa dari magnum
tersususun dari sel goblet. Sel goblet mensekresikan putih telur kental dan cair.
Kuning telur berada di magnum untuk dibungkus dengan putih telur selama 3.5
jam (Yuwanta 2004).
8
Spermatogenesis Ayam
Antioksidan
Pengencer Semen
Semen segar yang digunakan bersumber dari tiga jenis pejantan ayam lokal
berjumlah lima belas ekor yaitu lima ekor ayam Kampung, lima ekor ayam SK
Kedu dan lima ekor ayam Merawang dengan umur ±1-1.5 tahun (dewasa kelamin)
dan berat badan rata-rata 1.5-2 kg. Ayam SK kedu merupakan ayam persilangan
tiga jenis ayam, yaitu ayam jantan sentul dikawinkan dengan ayam betina
kampung, kemudian hasil dari perkawinan tersebut dikawinkan lagi dengan ayam
betina kedu. Koleksi semen dilakukan dua kali seminggu. Semen yang memenuhi
syarat adalah semen dengan konsentrasi lebih dari 3000 x 106, motilitas lebih dari
80%, dan abnormalitas kurang dari 10%.
Ayam dipelihara pada kandang individu dengan masing-masing kandang
dilengkapi tempat pakan dan minum. Pemberian pakan dan minum dilakukan
setiap hari pada pagi dan sore hari. Jumlah pakan yang diberikan yaitu 100
gram/ekor dengan komposisi protein kasar 18%. Ayam betina yang digunakan
adalah ayam betina arab yang mempunyai tubuh sehat dan telah mencapai masa
dewasa kelamin atau siap untuk dilakukan IB. Dosis IB yang digunakan adalah
100 juta spermatozoa dengan volume 0.25 mL.
Metode Penelitian
Semen diambil dari lima ekor ayam merawang dan diencerkan dengan
pengencer RL-KT dengan tambahan astaxanthin (0.004% dan 0.005%) atau
glutathione (0.007% dan 0.008%), kemudian dibandingkan dengan pengencer RL-
KT tanpa antioksidan sebagai kontrol. Pengamatan dilakukan tiap 12 jam terhadap
persentase motilitas spermatozoa.
Semen yang telah diencerkan disimpan pada suhu 4-5 oC. Pengamatan
motilitas dilakukan setiap 12 jam sekali dengan cara meneteskan semen di atas
gelas objek hangat lalu ditutup dengan gelas penutup, kemudian diamati di bawah
mikroskop pembesaran 40 x 10. Penilaian dinyatakan dalam bentuk persentase.
Tahap ini menggunakan semen dari tiga jenis ayam lokal berjumlah 15 ekor,
yaitu lima ekor merawang, lima ekor SK kedu, dan lima ekor kampung. Semen
dikoleksi dan dievaluasi seperti pada tahap I. Semen hasil koleksi kemudian
diencerkan dengan RL-KT ditambah astaxanthin 0.004% dosis terbaik yang
didapatkan dari Tahap I. Semen yang telah diencerkan kemudian disimpan dalam
lemari es (4-5 oC). Pengamatan dilakukan terhadap persentase motilitas dan
viabilitas spermatozoa setiap 12 jam sekali hingga mencapai 60 jam.
Viabilitas spermatozoa diamati dengan cara membuat preparat ulas. Satu
tetes semen dan pewarna eosin nigrosin dihomogenkan, lalu diulas di atas gelas
objek kemudian dikeringkan. Preparat diperiksa di bawah mikroskop pembesaran
40 x 10, spermatozoa dihitung pada sepuluh lapang pandang dengan jumlah
minimal 200 sel spermatozoa.
15
Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh dianalisis menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL), jika terdapat perbedaan dilakukan uji lanjut Duncan dengan
selang kepercayaan 95%.
Secara umum sel spermatozoa terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Bagian
kepala berisi nukleus, yang di dalamnya terkandung materi genetik (Tuncer et al.
2006), sedangkan gambaran spermatozoa normal pada spesies ayam adalah
berbentuk seperti jarum dengan bagian kepala dan badan panjang serta lebih tebal.
Getachew (2016) melaporkan bahwa bagian kepala spermatozoa ayam berbentuk
panjang, jika dibandingkan dengan spesies lain.
Spermatozoa mati ditandai dengan bagian kepala yang menyerap warna dari
pewarna eosin nigrosin. Spermatozoa abnormal ditandai dengan bentuk badan
yang melengkung (Gambar 7). Bentuk abnormalitas yang ditemukan masuk dalam
kategori abnormalitas sekunder, yaitu hilangnya ekor, ekor melingkar, dan ekor
patah. Menurut Alkan at al. (2002), kerusakan morfologi spermatozoa ayam yang
umum terjadi adalah bagian leher yang membengkok, bagian badan yang rusak
(bengkok, bengkak, melilit, melingkar).
Tabel 6 Daya hidup spermatozoa tiga jenis ayam dalam pengencer RL-KT
dengan tambahan astaxanthin 0.004%
Motilitas (%) Viabilitas (%)
Waktu
Merawang SK kedu Kampung Merawang SK Kedu Kampung
pengama
tan
0 jam 80.00±1.07 81.85±0.64 78.68±0.55 93.25±1.04 94.01±0.02 92.84±1.05
12 jam 57.58±5.56 67.50±1.70 64.70±2.33 80.74±2.85 85.26±4.08 85.89±2.08
24 jam 46.41±4.42 51.45±1.82 49.96±1.93 65.35±6.25 73.89±4.75 75.22±1.44
36 jam 36.91±4.46 40.10±1.33 41.03±2.44 55.68±4.55 59.37±5.65 60.04±0.81
48 jam 26.33±5.13 29.15±1.42 31.56±4.24 39.91±7.27 50.02±7.72 41.52±4.00
60 jam 14.83±2.65 19.40±1.74 22.23±4.92 30.76±3.49 40.50±5.03 34.70±1.32
penelitian ini tidak terbukti dapat memperbaiki kualitas semen. Namun demikian
pada semen beku sapi penambahan astaxanthin 0.5 µM mampu memperbaiki
motilitas spermatozoa (Farzan et al. 2014). Penelitian lain, pada pengencer
glukosa 0.6% yang ditambahkan astaxanthin 0.004% menunjukkan motilitas
spermatozoa yang lebih baik pada semen cair ayam kampung yang disimpan
selama 108 jam (Octa et al. 2014). Semen ayam hutan hijau pada pengencer
laktosa 0.6% yang ditambahkan astaxanthin 0.004% juga menunjukkan motilitas
spermatozoa terbaik pada 48 jam penyimpanan (Bebas et al. 2016). Glukosa dan
laktosa merupakan karbohidrat sederhana yang dapat digunakan oleh spermatozoa
untuk energi. Penelitian ini tidak menggunakan tambahan karbohidrat sehingga
motilitasnya tidak lebih baik.
Penyebab tingginya persentase viabilitas dibandingkan motilitas
spermatozoa dalam penelitian ini karena yang dinilai progresip adalah motilitas,
sedangkan viabilitas adalah persentase hidup mati spermatozoa. Motilitas terjadi
akibat adanya kontraksi serabut-serabut yang ada di bagian ekor, sehingga dengan
pewarnaan mungkin saja tidak menyerap warna tetapi secara fungsional ekor
sudah rusak. Ekor yang rusak pada spermatozoa diindikasikan bahwa spermatozoa
masih hidup tetapi mengalami penurunan motilitas.
Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Volume dan konsentrasi spermatozoa ayam merawang lebih tinggi
dibandingkan ayam SK kedu dan kampung.
2. Semen mampu bertahan dalam waktu 36 jam pada pengencer RLKT dengan
penambahan astaxanthin 0.004% dengan motilitas mencapai 40%.
3. Pengencer RLKT yang ditambahkan astaxanthin 0.004% menghasilkan nilai
rata-rata fertilitas spermatozoa 87%.
Saran
Saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan kualitas spermatozoa adalah:
1. Penambahan karbohidrat pada bahan pengencer RLKT yang telah ditambahkan
dengan astaxanthin 0.004% dapat berupa glukosa atau fruktosa.
2. Penambahan astaxanthin dan glutathione sebagai antioksidan disarankan untuk
pembuatan semen beku.
22
DAFTAR PUSTAKA
Garde JJ, del Olmo A, Soler AJ, Espeso G, Gomendio M, Roldan ERS. 2008.
Effect of egg yolk, cryoprotectant, and various sugars on semen
cryopreservation in endangered Cuvier’s gazelle (Gazella cuvieri). Anim
Reprod Sci. 108:384–401.
Getachew T. 2016. A review article of artificial insemination in poultry. World
Vet J. 6(1):25-33.
Guerin M, Huntley ME, Olaizola M. 2003. Haematococcus astaxanthin:
Applications for human health and nutrition. Trends Biotechnol. 21:210-
216.
Holt WV. 2000. Basic aspects of frozen storage of semen. Anim Reprod Sci. 62:3-
22.
Junaedi, Arifiantini I, Sumantri C, Gunawan A. 2016. Penggunaan Dimethyl
Sulfoxide sebagai krioprotektan dalam pembekuan semen ayam kampung.
J Vet. 17(2):300-308.
Indrawati D, Bebas W, Trilaksana IGNB. 2013. Motilitas dan daya hidup
spermatozoa ayam kampung dengan penambahan astaxanthin pada Suhu
3-5o C. IMV. 2(4):445-452.
Khaeruddin, Sumantri C, Darwati S, Arifiantini I. 2015. Penggunaan minyak
zaitun ekstra virgin ke dalam bahan pengencer semen terhadap kualitas
spermatozoa ayam lokal. JIPTHP. 03(1):46-51
Kurashige M, Okimasu E, Inoue M, Utsumi K. 1990. Inhibition of oxidative
injury of biological membranes by astaxanthin. Physiol. Cem. Phys. &
Med. 22:27-38.
Lenzi A, Gandini L,Lombardo F, Picardo M, Dondero F. 2002. Polyunsaturated
fatty acids of germ cell membranes, glutathione and glutathionedependent
enzyme-PHGPx: from basic to clinic. Contraception. 65:301-304.
Malik A, Haron AW, Yusoff R, Nesa M, Bukar M, Kasim A. 2013. Evaluation of
the ejaculate quality of the red jungle fowl, domestic chicken, and bantam
chicken in Malaysia. Turk J Vet Anim Sci. 37:564-568.
Naguib YMA. 2000. Antioxidant Activities of Astaxanthin and Related
Carotenoids. J Agr Chem. 48:1150-1154.
Nataamijaya AG. 2008. Karakteristik dan Produktivitas Ayam Kedu Hitam. Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor. Bul
Plasma Nutfah. 14(2): 85-89.
Octa IGNAD, Trilaksana IGNB, Bebas W. 2014. Glukosa-astaxanthin
meningkatkan motilitas dan daya hidup spermatozoa ayam kampung yang
disimpan pada suhu 3-5o C. Indonesia Med Vet. 3(1):9-19.
Quinn PJ, Chow YW, White IG. 1980. Evidence that phospholipid protects ram
spermatozoa from cold shock at a plasma membrane site. J Reprod Fertil.
60:403–407.
Rahayu IHS, Suherlan I, Supriatna I. 2005. Kualitas telur tetas ayam merawang
dengan waktu pengulangan inseminasi buatan yang berbeda. J Indon Trop
Anim Agric. 30(3):142-150.
Rakha BA, Ansari MS, Hussain I, Malik MF, Akhter S, Blesbois E. 2015. Semen
characteristics of the Indian Red Jungle Fowl (Gallus gallus murghi). Eur J
Wildl Res. doi:10.1007/s10344-015-0904-x.
24
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
Candling
28
RIWAYAT HIDUP