Anda di halaman 1dari 40

KUALITAS SPERMATOZOA DALAM MODIFIKASI PENGENCER

RINGER LAKTAT KUNING TELUR DENGAN TAMBAHAN


ASTAXANTHIN DAN GLUTATHIONE PADA TIGA JENIS AYAM LOKAL

NILA PRATIWI ABDULLAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kualitas Spermatozoa


dalam Modifikasi Pengencer Ringer Laktat Kuning Telur dengan Tambahan
Astaxanthin dan Glutathione pada Tiga Jenis Ayam Lokal adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2017

Nila Pratiwi Abdullah


NIM B352140021
RINGKASAN

NILA PRATIWI ABDULLAH. Kualitas Spermatozoa dalam Modifikasi


Pengencer Ringer Laktat Kuning Telur dengan Tambahan Astaxanthin dan
Glutathione pada Tiga Jenis Ayam Lokal. Dibimbing oleh TUTY L YUSUF, R
IIS ARIFIANTINI dan CECE SUMANTRI.

Ayam lokal merupakan salah satu jenis ternak yang telah lama mengalami
domestikasi dengan sistem pemeliharaan masih dilakukan secara tradisional.
Terdapat beberapa jenis bangsa ayam lokal seperti ayam Kampung, Merawang,
dan Sentul Kampung Kedu (SK Kedu). Populasi ternak unggas pada tahun 2015
untuk ayam buras 285.30 juta ekor, ayam ras petelur 155.01 juta ekor, ayam ras
pedaging 1 528.33 juta ekor. Untuk meningkatkan populasi ayam lokal, penerapan
teknologi Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah satu upaya dalam memperbaiki
nilai genetik dan populasi ayam lokal. Salah satu bahan pengencer yang telah
banyak digunakan adalah Ringer Laktat-Kuning Telur (RL-KT).
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh astaxanthin dan
glutahione dalam pengencer RL-KT terhadap motilitas dan viabilitas spermatozoa
dalam penyimpanan lemari es (4-5 oC). Sebanyak 15 ekor ayam lokal digunakan
sebagai sumber semen, masing-masing terdiri atas 5 ekor merawang, 5 ekor
kampung dan 5 ekor SK kedu. Penelitian ini terdiri atas tiga tahap: (I) penentuan
dosis asthaxanthin (0.004%, 0.005%) and glutathione (0.007%, 0.008%) terhadap
motilitas spermatozoa ayam merawang. (II) motilitas dan viabilitas spermatozoa
dalam pengencer terbaik dari tahap I pada semen ayam merawang, kampung dan
SK kedu. (III) fertilitas spermatozoa setelah IB menggunakan bahan pengencer
RL-KT.
Hasil tahap I, karakteristik semen segar ayam merawang menunjukkan
volume semen sebesar 0.35±0.07 mL, motilitas sebesar 81.80±1.37%, viabilitas
sebesar 92.61±1.93% dan abnormalitas sebesar 2.59±0.20%. Hasil penelitian
semen cair 60 jam penyimpanan menunjukkan astaxanthin dan glutathione pada
berbagai dosis dalam pengencer RL-KT tidak menunjukkan perbedaan terhadap
motilitas spermatozoa (P>0.05). Nilai motilitas (39.00±3.3%) pada jam ke-36
dengan tambahan astaxanthin 0.004% menunjukkan nilai yang lebih tinggi
sehingga dipilih untuk digunakan pada Tahap II.
Hasil tahap II, kualitas semen ketiga jenis ayam menunjukkan volume
semen ayam merawang (0.42±0.04 mL) lebih tinggi (P<0.05) dari ayam kampung
(0.23±0.01 mL) dan SK Kedu (0.16±0.01 mL). Penambahan astaxanthin 0.004%
dapat mempertahankan motilitas spermatozoa yang disimpan sampai 36 jam pada
ayam SK kedu (40.10±1.33%) dan kampung (41.03±2.44%) dan 24 jam pada
ayam merawang (46.41±4.42%). Viabilitas spermatozoa pada ketiga jenis ayam
tergolong tinggi yaitu berkisar antara 59.37±5.65% sampai 65.35±6.25%. Hasil
pada Tahap III, fertilitas spermatozoa menggunakan astaxanthin 0.004% pada
pengencer RL-KT menunjukkan bahwa 7 dari 8 telur yang dikumpulkan
mengalami fertilisasi (87%).

Kata kunci: antioksidan, glutathione, astaxanthin, ringer laktat, spermatozoa,


ayam lokal
SUMMARY

NILA PRATIWI ABDULLAH. Sperm Quality in Lactate Ringer Egg Yolk


Modified with Astaxanthin and Glutathione in Three Types Local Rooster.
Supervised by TUTY L YUSUF, R IIS ARIFIANTINI and CECE SUMANTRI.

Local chicken is generally maintain by farmers with traditionally system,


without certain application of technology. There are several types of local chicken,
such as kampung, merawang and SK kedu. Poultry population in 2015 were
285.30 million of chicken, 155.01 million layers type and 1 528.33 broiler type.
To improve local chicken population, application of Artificial Insemination (AI).
Artificial insemination technology is an effort to increase the genetic value and
population. Suitable extender is needed to reach success rate of AI, which usually
LR-EY has been used as diluent. It can preserve for two or three days as chilled
semen in 4-5 oC.
The research aims to determine the effect of astaxanthin and glutathione as
antioxidant in LR-EY diluent on sperm motility and viability keep in refrigerator
(4-5 oC). Fifteen local roosters used for this research as semen source consist of
kampung, merawang, and SK kedu five head each. The research consist of three
phases of treatment: (I) Determination dose of asthaxanthin (0.004%, 0.005%) and
glutathione (0.007%, 0.008%) to sperm quality in five merawang rooster. (II) The
best quality of dilution on sperm motility and viability of phase I in kampung,
merawang and SK kedu. (III) Fertility rate of AI using chilled semen in LR-EY.
The result from phase I, showed that merawang semen characteristic were
0.35±0.07 mL in volume, 81.80±1.37% in sperm motility, 92.61±1.93% in sperm
viability and 2.59±0.20% in sperm abnormalities. There were no difference
among asthaxanthin and glutathione in LR-EY concentration on sperm motility
until 60 hours of storage (P>0.05). In 36 hours of storage, the higher sperm
motility percentage was in astaxanthin 0.004% (39.00±3.3%).
The result from phase II, showed that the volume of merawang semen
(0.42±0.04 mL) higher than kampung (0.23±0.01 mL) and SK kedu (0.16±0.01
mL). The added of Astaxanthin 0.004% in LR-EY can be maintained sperm
motility until 36 hours in SK kedu rooster (40.10±1.33%), kampung
(41.03±2.44%) and 24 hours in merawang rooster (46.41±4.42%). Viability of
spermatozoa on three types of rooster ranged between 59.37 and 65.35%. The
result from phase III, showed that fertility rate using chilled semen in LR-EY with
astaxanthin 0.004% showed that seven out of eight were fertile eggs (87%).

Key words: antioxidant, glutathione, astaxanthin, lactate ringer, spermatozoa,


local chicken
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KUALITAS SPERMATOZOA DALAM MODIFIKASI PENGENCER
RINGER LAKTAT KUNING TELUR DENGAN TAMBAHAN
ASTAXANTHIN DAN GLUTATHIONE PADA TIGA JENIS AYAM LOKAL

NILA PRATIWI ABDULLAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Reproduksi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: drh. Ni Wayan Kurniani Karja, MP, Ph.D
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 sampai
Agustus 2016 ini ialah semen ayam, dengan judul Kualitas Spermatozoa dalam
Modifikasi Pengencer Ringer Laktat Kuning Telur dengan Tambahan Astaxanthin
dan Glutathione pada Tiga Jenis Ayam Lokal.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr drh Tuty L Yusuf, MS, Prof
Dr Dra R Iis Arifiantini, MSi, dan Prof Dr Ir Cece Sumantri MSi selaku
pembimbing atas bimbingan dan arahan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada drh Ni Wayan Kurniani Karja, MP, PhD selaku penguji atas
saran dan masukan yang diberikan kepada penulis. Ucapan yang sama juga
penulis sampaikan kepada Prof Dr drh Mohammad Agus Setiadi selaku Ketua
Program Studi Biologi Reproduksi (BRP) beserta Bapak/Ibu dosen pengasuh
Mata Kuliah Program studi BRP tahun 2014-2017.
Ucapan terima kasih juga diberikan kepada Pak Dadang, Pak Bondan, Pak
Suganda, Ibu Yanti, dan Ibu Tiar beserta semua staf dan pegawai Program Studi
BRP dan staf Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR), Departemen
Klinik Reproduksi dan Patologi (KRP) Institut Pertanian Bogor (IPB) dan staf
Laboratorium Lapang Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak IPB, atas
pelayanan dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama menjalankan
pendidikan dan penelitian.
Ucapan terima kasih juga penulis berikan kepada teman-teman seperjuangan
di Program Studi BRP 2014 serta teman-teman di Kosan Keluarga atas
kebersamaannya. Ungkapan terima kasih yang terdalam juga disampaikan kepada
kedua orang tua tersayang, Drs. Abdullah Kasim dan Ruhaeni SPd atas kasih
sayang, segala doa dan pengorbanan yang telah dicurahkan sepenuh hati, serta
seluruh keluarga atas dukungan dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca serta perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada di Indonesia.

Bogor, Mei 2017

Nila Pratiwi Abdullah


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan dan Lingkup Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Kerangka Pemikiran 3
Hipotesis Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
Karakteristik Ayam Lokal 4
Karakteristik Semen Ayam Lokal 5
Organ Reproduksi Ayam Jantan 5
Organ Reproduksi Ayam Betina 6
Spermatogenesis Ayam 8
Antioksidan 9
Pengencer Semen 10
Teknik Inseminasi Buatan pada Ayam 11
3 METODE 12
Waktu dan Tempat 12
Sumber Semen 12
Alat dan Bahan 12
Metode Penelitian 12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Tahap I Penentuan dosis terbaik RLKT-Astaxanthin dan
RLKT-Glutathione dalam Mempertahankan Motilitas
Spermatozoa Ayam Merawang 15
Tahap II Daya Tahan Spermatozoa Tiga Jenis Ayam (merawang,
SK kedu, kampung) dalam Pengencer RLKT-Astaxanthin 0.004% 18
Tahap III Fertilitas Spermatozoa Hasil IB Semen Cair dalam
Pengencer RLKT-Astaxanthin 0.004% 20
5 SIMPULAN DAN SARAN 21
Simpulan 21
Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22
LAMPIRAN 26
RIWAYAT HIDUP 28
DAFTAR TABEL
1 Komposisi larutan Ringer Laktat Kuning Telur (RL-KT)
2 Komposisi Ringer Laktat Kuning Telur (RL-KT) astaxanthin dan
glutathione dengan konsentrasi berbeda
3 Karakteristik semen segar ayam merawang
4 Rata-rata motilitas spermatozoa ayam merawang dalam pengencer RL-
KT dengan perbandingan dosis astaxanthin dan glutathione
5 Karakteristik semen segar ayam merawang, SK kedu, kampung
6 Daya hidup spermatozoa tiga jenis ayam dalam pengencer RL-KT
dengan tambahan astaxanthin 0.004%
7 Fertilisasi spermatozoa tiga rumpun ayam lokal menggunakan
pengencer RL-astaxanthin 0.004%

DAFTAR GAMBAR
1 Penampilan fisik ayam lokal (a) kampung (b) merawang (c) SK kedu
2 Organ reproduksi ayam jantan
3 Penampang testis ayam
4 Organ reproduksi ayam betina
5 Penampang melintang folikel
6 Diagram Spermatogenesis
7 Spermatozoa hidup dan mati dalam pewarnaan eosin nigrosin

DAFTAR LAMPIRAN
1 Proses Penampungan dan Pengenceran Semen
2 Pelaksanaan Inseminasi Buatan
1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam lokal merupakan salah satu jenis ternak yang telah lama
didomestikasikan oleh manusia dengan sistem pemeliharaan masih dilakukan
secara tradisional, terutama di daerah pedesaan. Tahun 2016, hanya sekitar
162.051 populasi ayam ras petelur di Indonesia, 298.673 adalah populasi ayam
buras, dan 1.592.669 merupakan populasi ayam pedaging (Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan 2016). Di Indonesia terdapat beberapa jenis
bangsa ayam lokal seperti ayam Kampung, Merawang, dan Sentul Kampung
Kedu (SK Kedu). Spesies ini populer di masyarakat sebagai sumber bahan pangan
protein. Ayam merawang memiliki spesifikasi khusus, warna bulunya seragam
cokelat kemerahan dan keemasan mirip ayam ras petelur Rhode Island Red. Ayam
merawang di samping merupakan plasma nutfah, juga mempunyai potensi yang
baik untuk dikembangkan dan ditingkatkan produktifitasnya (Suprijatna 2010).
Ayam SK kedu merupakan silangan dari tiga jenis ayam lokal Indonesia
yaitu ayam jantan sentul dikawinkan dengan ayam betina kampung kemudian
hasil dari perkawinan tersebut dikawinkan lagi dengan ayam betina kedu.
Penampilan fisik dan ciri khas Ayam SK kedu adalah bulu yang didominasi oleh
warna hitam berkilauan, kuning, putih, merah kecokelatan dan hijau. Ayam sentul
berasal dari wilayah Ciamis Jawa Barat, mempunyai keunggulan sebagai
penghasil daging dan telur dengan produksi telur 118 butir/tahun (Diwyanto et al.
2011). Ayam kedu berasal dari daerah Kedu, kabupaten Temanggung dan
memiliki keunggulan sebagai produksi telur yang tinggi yaitu 123.9 butir/tahun
(Nataamijaya 2008). Ayam kampung merupakan ayam asli Indonesia yang telah
lama dipelihara dan merupakan salah satu anggota dari ayam lokal yang sangat
potensial di Indonesia. Produksi telur 80 butir/induk/tahun (Wiyanti et al. 2013).
Perkembangbiakan ayam lokal hanya berjalan secara alami sehingga
mutunya kurang baik. Berbagai cara terus diupayakan dalam meningkatkan
populasi dan produksi ternak salah satunya dengan penerapan teknologi
Inseminasi Buatan (IB). Teknologi IB diharapkan dapat meningkatkan nilai
genetik dan populasi ayam lokal. Syarat utama IB harus menggunakan semen
yang berasal dari pejantan yang telah diseleksi libido (keinginan kawin) dan
mempunyai kualitas semen yang baik. Semen yang digunakan untuk IB dapat
berupa semen beku atau pun semen cair. Untuk mengetahui kualitas semen cair
sebelum dilakukan IB perlu dilakukan beberapa uji, meliputi penilaian
makroskopis dan mikroskopis. Penilaian makroskopis meliputi volume, warna,
konsitensi, dan pH, sedangkan penilaian mikroskopis meliputi gerakan massa,
motilitas, viabilitas, morfologi, dan konsentrasi. Menurut Ax et al. (2000), semen
segar yang baik adalah semen yang memiliki motilitas normal sebesar 70-90%
pada suhu penyimpanan 4-6 oC.
Peranan bahan pengencer untuk mempertahankan kualitas semen sangat
penting. Bahan pengencer harus mampu melindungi spermatozoa dari cold shock,
menyediakan suatu penyangga untuk mencegah perubahan pH akibat
pembentukan asam laktat dari hasil metabolisme spermatozoa, mempertahankan
tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit yang sesuai, mencegah pertumbuhan
2

kuman dan memperbanyak volume semen sehingga lebih banyak hewan betina
yang dapat diinseminasi. Ringer laktat adalah salah satu bahan pengencer
fisiologis, Na-Laktat pada ringer laktat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan ion
bikarbonat yang berfungsi untuk mempertahankan keasaman larutan atau sebagai
penyangga larutan serta mempertahankan tekanan osmotik larutan. Asam laktat
tersebut dinetralisir oleh Na sehingga pH larutan tetap seimbang. Ringer laktat yang
ditambahkan dengan kuning telur mampu melindungi spermatozoa dari kejutan
dingin. Kuning telur mengandung asam-asam amino, karbohidrat, vitamin, dan
mineral untuk kebutuhan hidup spermatozoa. Namun pada proses penyimpanan
dapat memicu pembentukan reaksi oksidatif berupa Reactive Oxygen Species
(ROS) yang dapat menurunkan kualitas semen. Terbentuknya ROS dapat
diminimalkan dengan menambahkan antioksidan pada pengencer. Beberapa
antioksidan yang sering digunakan adalah vitamin E, vitamin C, β-karoten, sistein,
glutathione dan astaxanthin.
Glutathione telah digunakan sebagai antioksidan pada semen beku sapi
(Chatterjee et al. 2001; Syarifuddin et al. 2012), semen beku domba (Uysal dan
Bucak 2007), semen beku babi (Whitaker et al. 2008). Astaxanthin juga telah
digunakan pada semen beku sapi (Farzan et al. 2014), pada pria infertil (Comhaire
et al. 2005) dan pada semen ayam kampung dan ayam hutan hijau (Octa et al.
2014; Bebas et al. 2016).
Glutathione adalah antioksidan primer yang bekerja dengan cara
mencegah pembentukan radikal bebas baru. Antioksidan ini mengubah radikal
bebas yang ada menjadi molekul yang kurang mempunyai dampak aktif
(Triwulanningsih et al. 2003). Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang
sifatnya tidak stabil karena mempunyai satu elektron atau lebih yang tidak
berpasangan sehingga untuk memperoleh pasangan elektron, senyawa ini bereaksi
dengan atom atau molekul lain seperti asam lemak tidak jenuh, protein, asam
nukleat atau lipopolisakarida yang berakibat akan menimbulkan senyawa yang
tidak normal (Surai et al. 1998). Penambahan glutathione di dalam pengencer
spermatozoa diharapkan dapat mengurangi atau mencegah timbulnya radikal
bebas yang akan merusak membran plasma, sehingga daya fertilitas spermatozoa
dapat dipertahankan.
Astaxanthin adalah senyawa golongan karotenoid yang banyak dijumpai
pada tanaman laut dengan struktur molekul sedemikian rupa sehingga
membuatnya menjadi aktif sebagai antioksidan (Indrawati et al. 2013). Studi
banding antara astaxanthin dan jenis karoten lainnya telah memperlihatkan bahwa
astaxanthin memiliki aktivitas antioksidan 10 kali lebih kuat dari kelompok
karoten seperti β-karoten, canthaxanthin, lutein, dan zeaxanthin (Naguib 2000).
Astaxanthin memiliki efektivitas 100-500 kali lebih baik dari vitamin E dalam hal
pencegahan peroksidasi lemak secara in vivo (Kurashige et al. 1990).
Penelitian ini bertujuan ingin mempertahankan kualitas semen dari tiga
jenis ayam lokal yaitu ayam kampung, merawang dan Sentul Kampung Kedu (SK
Kedu) serta pengaruh dari pengencer ringer laktat dengan tambahan antioksidan
glutathione dan astaxanthin.
3

Tujuan dan Lingkup Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai karakteristik semen tiga
jenis ayam lokal. Menguji kualitas semen cair tiga rumpun ayam lokal pada bahan
pengencer ringer laktat yang telah dimodifikasi dengan penambahan astaxanthin
dan glutathione. Melihat kemampuan fertilisasi spermatozoa tiga jenis ayam lokal
pada bahan pengencer Ringer Laktat yang telah dimodifikasi dengan penambahan
antioksidan astaxanthin.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat mendapatkan bahan pengencer


semen ayam yang baik sehingga meningkatkan kualitas semen cair untuk tujuan
inseminasi buatan.

Kerangka Pemikiran

Spermatozoa ayam mempunyai sifat lebih sensitif terhadap lingkungan


sehingga membutuhkan suatu lingkungan pengencer yang dapat memperpanjang
hidup spermatozoa pada suhu dingin dan melindungi spermatozoa dari cold shock.
Semen ayam mengandung unsur elektrolit berupa asam klorida, kalsium, kalium,
natrium dan magnesium. Larutan Ringer laktat memiliki kandungan sodium
klorida yang sama dengan unsur-unsur elektrolit dari plasma semen ayam seperti
natrium, klorida, kalsium, dan magnesium. Kuning telur mengandung asam-asam
amino, karbohidrat, vitamin, dan mineral untuk kebutuhan hidup spermatozoa
sehingga mampu melindungi spermatozoa dari cold shock. Proses pengenceran
dapat memicu terbentuknya radikal bebas (oksidan), yaitu molekul yang
kehilangan satu buah elektron dari pasangan elektron bebasnya. Hal tersebut
menyebabkan suatu molekul akan terpecah menjadi radikal bebas yang
mempunyai elektron tak berpasangan sehingga mudah sekali bereaksi dengan
molekul lain. Terbentuknya radikal bebas pada proses pengenceran dapat
menurunkan kualitas semen sehingga perlu ditambahkan antioksidan. Glutathione
adalah salah satu antioksidan yang mempunyai peranan dalam melindungi sel dari
kerusakan akibat sifat toksik yang disebabkan oleh jenis oksigen reaktif Reactive
Oxygen Species (ROS). Astaxanthin adalah senyawa golongan karotenoid dengan
struktur molekul sedemikian rupa sehingga membuatnya menjadi aktif sebagai
antioksidan. Secara khusus, astaxanthin berperan sebagai antioksidan yang unggul
dan kuat. Dari penelitian ini, dengan penambahan antioksidan astaxanthin dan
glutathione diharapkan dapat memperpanjang hidup spermatozoa dan
meningkatkan kualitas semen cair setelah pengenceran sehingga bisa digunakan
untuk keperluan inseminasi buatan.

Hipotesis Penelitian

1. Semakin tinggi konsentrasi astaxanthin dan glutathione dapat lebih lama


mempertahankan hidup spermatozoa.
4

2. Penambahan astaxanthin sebagai antioksidan ke dalam ringer laktat dapat


meningkatkan fertilitas pada ketiga jenis ayam.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Ayam Lokal

Indonesia dikenal sebagai salah satu pusat domestikasi ayam di Asia yang
memiliki karakter gen yang khas dengan keragaman genetik yang tinggi. Ayam
kampung asli, merawang, dan SK kedu adalah beberapa contoh spesies yang
banyak dijumpai, yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda pula.
Menurut Suprijatna (2010), ayam lokal secara umum memiliki karakteristik
yang beragam dilihat dari beberapa aspek, di antaranya bentuk jengger yang
sangat beragam, ada yang besar bergerigi, kecil berbentuk ros dan sebagainya.
Bentuk tubuh yang beragam mulai yang ramping sampai yang besar. Bobot
dewasa berkisar 1.25-2.50 kg. Warna bulu sangat beragam, mulai putih, hitam,
cokelat, merah, dan campuran warna tersebut. Warna cakar beragam, putih,
kuning, hitam, dan campuran warna tersebut. Serta warna kulit beragam, putih,
kuning, abu-abu, atau gelap.
Ayam kampung merupakan ayam asli Indonesia yang telah lama dipelihara
dan ayam kampung merupakan salah satu anggota dari ayam lokal yang sangat
potensial di Indonesia (Gambar 1). Ayam kampung dijumpai di semua provinsi,
umumnya ayam kampung banyak dipelihara masyarakat di daerah pedesaan yang
dekat dengan sawah atau hutan. Ayam kampung telah beradaptasi dengan kondisi
lingkungan pemeliharaan yang sederhana (Wiyanti et al. 2013).

Gambar 1 Penampilan fisik ayam lokal (a) kampung (b) merawang


(c) SK kedu

Ayam merawang merupakan ayam lokal khas atau lebih dikenal dengan
ayam kampung dari Bangka Belitung. Ayam merawang memiliki spesifikasi
khusus, warna bulunya seragam cokelat kemerahan dan keemasan mirip ayam ras
petelur Rhode Island Red (Gambar 1). Ayam merawang di samping merupakan
plasma nutfah dan aset bagi Bangka Belitung juga mempunyai potensi yang baik
untuk dikembangkan dan ditingkatkan produktifitasnya.
5

Penampilan fisik dan ciri khas ayam kedu adalah bulu yang didominasi oleh
warna hitam berkilauan, pada jantan dewasa terdapat bulu hias berwarna merah,
jingga atau kuning di sekitar leher dan pinggang. Jengger berbentuk bilah tunggal
bergerigi berwarna merah atau merah kehitaman, warna pial sama dengan jengger.
Paruh, kaki, dan cakar berwarna gelap kehitaman, sedangkan warna kuku beragam
antara hitam, putih atau kombinasi keduanya, kulit berwarna putih kusam
(Nataamijaya 2008).

Karakteristik Semen Ayam Lokal

Karakteristik semen ayam lokal pada umumnya memiliki volume yang


sedikit. Berdasarkan laporan Rahayu et al. (2005) volume semen ayam merawang
sebesar 0.40 mL, motilitas sebesar 90%, dan konsentrasi sebesar 2.9x109
spermatozoa/mL. Berdasarkan laporan Soeparna et al. (2010) volume semen ayam
sentul sebesar 0.33 mL dengan motilitas sebesar 71.95%, pH 7.42 dan konsentrasi
sebesar 3031.40.
Volume semen tergantung dari breed, spesies dan metode penampungan.
Volume semen ayam sangat sedikit tetapi memiliki konsentrasi spermatozoa yang
tinggi. Volume yang ditampung dengan metode pemijatan akan lebih banyak jika
dibandingkan dengan penampungan semen saat perkawinan alami. Konsentrasi
sperma tergantung pada umur, bangsa ternak, bobot badan serta frekuensi
penampungan.
Volume semen ayam kampung berdasarkan laporan Wiyanti et al. (2013)
sebesar 0.30 mL dengan motilitas sebesar 77% dan konsentrasi sebesar
313±29.30. Menurut Sopiyana et al. (2006) ayam kampung memiliki volume
semen sebesar 0.28±0.05, motilitas 81.63±3.54 dengan konsentrasi sebesar
1.355±128.62.

Organ Reproduksi Ayam Jantan

Alat reproduksi ayam jantan (Gambar 2) terbagi dalam tiga bagian utama
yaitu: sepasang testis, sepasang saluran deferens dan kloaka. Testis terletak di
rongga badan dekat tulang belakang melekat pada bagian dorsal dari rongga
abdomen dan dibatasi oleh ligamentum mesorchium dan berdekatan dengan aorta
dan vena cava, atau dibelakang paru-paru bagian depan dari ginjal. Testis
merupakan tempat spermatogenesis berlangsung. Testis berbentuk biji buah
buncis dengan warna putih krem (Gambar 3). Testis terbungkus oleh dua lapisan
tipis transparan, lapisan albugin yang lunak. Bagian dalam dari testis terdiri dari
tubuli seminiferi (85-95% dari volume testis) dimana terjadi spermatogenesis.
Jaringan intersitial yang terdiri dari sel glanduler (sel Leydig) tempat disekresikan
hormon steroid, androgen dan testosteron (Gambar 3). Besar testis tergantung dari
umur, strain, musim dan pakan (Yuwanta 2004).
6

Gambar 2 Organ reproduksi ayam jantan (Sumber: Say 1995)

Saluran deferens dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian atas yang
merupakan muara spenna dari testis. Sedangkan bagian bawah yang merupakan
perpanjangan dari saluran epididimis dinamakan saluran deferens. Di dalam
saluran deferens ini sperma mengalami pemasakan dan penyimpanan sebelum
diejakulasikan. Alat kopulasi pada ayam berupa papila (penis) yang mengalami
rudimenter (Yuwanta 2004).

Gambar 3 Penampang testis ayam (Sumber: Etches 1996)

Organ Reproduksi Ayam Betina

Anatomi alat reproduksi ayam betina terdiri dari dua bagian utama yaitu
ovarium yang merapakan tempat sintesis hormon steroid, gametogenesis dan
perkembangan serta pemasakan kuning telur (ovum). Bagian kedua adalah oviduk
yaitu tempat menerima kuning telur masak, sekresi putih telur dan pembentukan
kerabang telur. Pada ayam hanya ovarium kiri yang berkembang dan berfungsi,
sedangkan bagian kanan mengalami rudimenter (Yuwanta 2004).
Ovarium pada unggas dinamakan pula dengan folikel. Bentuk dari ovarium
ini seperti buah anggur (Gambar 4) dan terletak pada rongga perut berdekatan
dengan ginjal kiri dan tergantung pada ligamentum meso-ovarium. Ovarium
7

terbagi atas dua bagian yaitu cortex pada bagian luar dan medulla pada bagian
dalam. Cortex ini mengandung folikel, pada folikel (ovum) ini terdapat sel-sel
telur. Folikel ini akan masak pada 9-10 hari sebelum ovulasi (Yuwanta 2004).
Proses pembentukan ovum dinamakan vitelogeni (vitelogenesis) yang
dikontrol oleh hormon estrogen kemudian oleh darah diakumulasikan di ovarium
sebagai folikel atau ovum yang kemudian dinamakan yolk atau kuning telur.
Dikenal dua fase perkembangan yolk yaitu fase cepat antara 7-4 hari sebelum
ovulasi dan fase lambat pada 10-8 hari sebelum ovulasi serta pada 2-1 hari
sebelum ovulasi. Folikel dikelilingi oleh pembuluh darah kecuali pada bagian
stigma. Apabila ovum dirasa sudah masak maka stigma akan robek sehingga
terjadi ovulasi. Robeknya stigma ini dikontrol oleh hormon LH (Gambar 5)
(Yuwanta 2004).

Gambar 4 Organ reproduksi ayam betina (Sumber: Say 1995)

Sebagian besar penyusun kuning telur adalah material granuler berupa High
Density Lipoprotein (HDL) dan lipovitellin. Senyawa ini dengan ion kuat dan pH
tinggi akan membentuk komplek fosfoprotein, fosvitin, ion kalsium dan ion besi.
Pada ayam dewasa bertelur setiap hari disintesa 2,5 g protein/hari melalui hati.
Sintesa ini dikontrol oleh hormon estrogen. Hasil sintesa ini bersama-sama
dengan ion kalsium, besi dan zinc membentuk molekul komplek yang mudah larut
kemudian masuk ke dalam kuning telur (Yuwanta 2004).
Oviduk, secara anatomi terbagi ke dalam lima bagian (dari anterior ke
posterior). Panjang dan berat oviduk tergantung dari umur dan kondisi fisiologis
ayam. Pada saat dewasa kelamin panjang total oviduk 70 cm dan berat 40 g
(Yuwanta 2004). Infundibulum mempunyai panjang 9 cm dengan fungsi utama
yaitu menangkap ovum yang masak. Kuning telur berada di bagian ini antara 15-
30 menit. Perbatasan antara infundibulum dan magnum yang dinamakan dengan
sarang spermatozoa merupakan terminal akhir dari laju lintas spermatozoa
sebelum terjadi pembuahan. Magnum, merupakan bagian yang terpanjang dari
oviduk yaitu 33 cm dan tersusun dari glandula tubuler yang sangat sensibel di
mana sintesa dan sekresi putih telur terjadi di sini. Mukosa dari magnum
tersususun dari sel goblet. Sel goblet mensekresikan putih telur kental dan cair.
Kuning telur berada di magnum untuk dibungkus dengan putih telur selama 3.5
jam (Yuwanta 2004).
8

Isthmus mempunyai panjang 10 cm dan telur berada di bagian ini antara 1


jam 15 menit sampai 1.5 jam. Isthmus bagian depan yang berdekatan dengan
magnum berwarna putih sedangkan 4 cm terakhir dari isthmus mengandung
banyak pembuluh darah sehingga memberikan warna merah. Uterus, disebut pula
glandula kerabang telur yang panjangnya 10 cm, pada bagian ini terjadi dua
phenomena yaitu hidratasi putih telur atau plumping kemudian terbentuk karabang
telur. Warna dari kerabang telur yang terdiri atas sel phorphirin akan terbentuk di
bagian ini pada akhir dari mineralisasi kerabang telur. Lama mineralisasi antara
20-21 jam (Yuwanta 2004).

Gambar 5 Penampang melintang folikel (Sumber: Bahr dan Johnson 1991)

Vagina, bagian ini hampir dikatakan tidak terdapat sekresi di dalam


pembentukan telur. Telur melewati vagina dengan cepat yaitu sekitar 3 menit. 30
menit setelah pengeluran akan terjadi kembali ovulasi. Kloaka adalah bagian
ujung luar dari oviduk tempat dikeluarkannya telur. Total waktu yang diperlukan
untuk pembentukan sebutir telur adalah 25-26 jam. Inilah salah satu penyebab
mengapa ayam tidak mampu bertelur 2 lebih dari satu butir/hari (Yuwanta 2004).

Spermatogenesis Ayam

Spermatogenesis yaitu proses pembentukan sel sperma yang terjadi di


epitelium (tubuli) seminiferi di bawah kontrol hormon gonadotropin dari hipofisis
(pituitaria bagian depan) (Gambar 6). Tubuli seminiferi ini terdiri atas sel Sertoli
dan sel germinalis. Spermatogenesis terjadi dalam 3 fase yaitu spermatogonial,
meiosis dan spermiogenesis dan butuh waktu 13-14 hari (Yuwanta 2004). Awal
dari Spermatogenesis dengan pembelahan meiotik dari spermatosit I menjadi
spermatosit II dengan waktu waktu 6 hari, kemudian dilanjutkan dengan
pembelahan meiotik II (0.5 hari). Dari spermatid bulat yang berlangsung selama
2.5 hari, kemudian memanjang untuk menjalani pemasakan selama 8 hari.
9

Gambar 6 Diagram Spermatogenesis


(Sumber: https://www.hindawi.com/journals/ije/2013/360986/fig1/)

Antioksidan

Antioksidan merupakan molekul yang mampu memperlambat atau


mencegah proses oksidasi molekul lain. Oksidasi adalah reaksi kimia yang dapat
menghasilkan radikal bebas, sehingga memicu reaksi berantai yang dapat merusak
sel. Berbagai macam antioksidan telah banyak digunakan dalam proses
pengenceran semen. Menurut Holt (2000), Antioksidan mempunyai fungsi
melindungi spermatozoa dari radikal bebas selama proses penyimpanan.
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa golongan
fenolik dan polifenolik. Senyawa-senyawa golongan tersebut banyak terdapat di
alam, terutama tumbuh-tumbuhan dan memiliki kemampuan menangkap radikal
bebas. Beberapa contoh antioksidan yang banyak ditemui di antaranya vitamin E,
vitamin C, selenium, β-karoten, sistein, glutathione dan astaxanthin.
Glutathione (C10H17N3O6S, γ Glu-CysH-Gly, tripeptida atau GSH, BM
307.33 g/mol) adalah salah satu antioksidan yang mempunyai peranan dalam
melindungi sel dari kerusakan akibat sifat toksik yang disebabkan ROS (Lenzi et
al. 2002). Menurut Gadea et al. (2013), glutathione adalah tripeptide yang
didistribusikan ke dalam sel hidup. Memegang peran penting dalam mekanisme
pertahanan intraseluler terhadap stres oksidatif. Glutathione dapat mengurangi
terjadinya reaksi reduksi-oksidasi (redoks) di dalam sel yang menyebabkan
rusaknya DNA akibat meningkatnya konsentrasi hidrogen peroksida. Glutathione
juga memegang peranan penting sebagai modulator homeostasis seluler, meliputi
10

detoksifikasi metal dan oksiradikal. Selanjutnya, dikatakan bahwa glutathione


dapat menonaktifkan metal toksik dan menurunkan interaksi antara metal dengan
proses-proses kimiawi yang esensial (Ringwood dan Conners 2000).
Glutathione berfungsi mencegah terjadinya peroksidasi lipida membran
plasma sel spermatozoa selama proses pembekuan semen, sehingga dapat
meningkatkan motilitas dan integritas akrosom setelah thawing. Glutathione juga
berfungsi dalam proses transpor asam amino, sintesis DNA dan protein, serta
menurunkan ikatan disulfida (Holt 2000),
Astaxanthin adalah salah satu kelompok pigmen alami yang dikenal sebagai
karotenoid. Menurut Fassett dan Coombes (2011), Astaxanthin adalah pigmen
karotenoid paling umum dalam organisme laut, yang diproduksi oleh alga, bakteri
dan jamur. Astaxanthin diklasifikasikan sebagai xanthophyll II, yang berarti
"daun-daun Kuning". Di alam, karotenoid diproduksi oleh tanaman.
Astaxanthin mengandung ikatan rangkap terkonjugasi, termasuk dalam
kelompok hidroksil dan keto, memiliki sifat lipofilik maupun hidrofil. Warna
merah merupakan ikatan rangkap terkonjugasi yang bertindak sebagai antioksidan
yang kuat dengan menyumbang elektron dan bereaksi dengan radikal untuk
mengkonversi mereka untuk menjadi produk yang lebih stabil dan menghentikan
reaksi berantai dari radikal bebas dalam berbagai organisme hidup (Guerin et al.
2003). Astaxanthin menunjukkan aktivitas biologis yang lebih baik daripada
antioksidan lain (Ambati et al. 2014).
Studi banding antara astaxanthin dan jenis karoten lainnya telah
memperlihatkan bahwa astaxanthin memiliki aktivitas antioksidan 10 kali lebih
kuat dari kelompok karoten seperti β -karoten, canthaxanthin, lutein, dan
zeaxanthin (Naguib 2000). Astaxanthin memiliki efektivitas 100-500 kali lebih
baik dari vitamin E dalam hal pencegahan peroksidasi lemak secara in vivo
(Kurashige et al. 1990). Percobaan dengan penambahan β-karoten dengan
konsentrasi 0.002% pada pengencer Tris mampu mempertahankan kualitas semen
domba garut selama penyimpanan pada suhu dingin (Rizal 2005).

Pengencer Semen

Pengencer semen memiliki kandungan karbohidrat, laktosa, fruktosa, dan


mempunyai fungsi mempertahankan hidup spermatozoa dalam waktu yang lama,
mempunyai daya preservasi yang tinggi, mengandung unsur-unsur yang sesuai
dengan sifat fisik dan kimiawi semen (Garde et al. 2008). Pengencer yang baik
harus memiliki fungsi menyediakan nutrisi yang digunakan sebagai sumber
energi. Melindungi spermatozoa dari kerusakan akibat pendinginan. Menyediakan
media yang bersifat penyangga untuk melindungi spermatozoa dari kerusakan
akibat perubahan pH. Mengatur keseimbangan osmotik dan keseimbangan
elektrolit yang tepat bagi spermatozoa, serta menghambat pertumbuhan kuman.
Semen ayam mempunyai konsentrasi spermatozoa yang tinggi dengan
volume ejakulat yang relatif rendah. Oleh karena itu untuk meningkatkan efisiensi
pengunaannya maka perlu dilakukan pengenceran (Saleh dan Isyanto 2011).
Pengenceran semen ayam bertujuan untuk meningkatkan volume semen sehingga
lebih banyak betina yang bisa diinseminasi, dan untuk mempertahankan daya
11

hidup spermatozoa selama penyimpanan sehingga akan mempermudah


pendistribusiannya.
Bahan pengencer semen ayam telah banyak dikembangkan untuk
mendukung program IB dan sebagian besar dianggap berhasil di antaranya adalah
Beltsviue Poultry Semen Extender (BPSE), NaCl fisiologis, dekstrosa, dan ringer
laktat. Larutan ringer laktat terdiri atas bermacam-macam garam mineral yang
memiliki daya penyangga pH (buffer) dan isotonik yang dapat mendukung
motilitas spermatozoa dalam waktu yang lebih lama. Semen ayam mengandung
unsur elektrolit berupa asam klorida, kalsium, kalium, natrium, dan magnesium.
Larutan ringer laktat memiliki kandungan sodium chloride yang sama
dengan unsur-unsur elektrolit dari plasma semen ayam seperti natrium, klorida,
kalsium, dan magnesium. Larutan pengencer yang hipertonik (larutan yang
tekanan osmosisnya lebih tinggi) mengakibatkan air sel akan keluar dan terjadi
hidrolisis. Sebaliknya bila ditempatkan dalam larutan yang tekanan osmosisnya
lebih rendah (hipotonik), air akan masuk ke dalam sel, sehingga sel
menggelembung. Bila perbedaan tekanan osmosis lebih rendah maka dinding sel
akan pecah, oleh karena itu dalam penggunaan larutan pengencer harus memiliki
tekanan osmosis yang sama (isotonik) dengan kondisi kebutuhan spermatozoa,
agar tidak terjadi penurunan motilitas (Solihati et al. 2006).

Teknik Inseminasi Buatan pada Ayam

Inseminasi buatan pada unggas dilaporkan pertama kali dilakukan pada


tahun 1936 (Getachew 2016). Inseminasi buatan pada ayam dilakukan dalam dua
tahap, yaitu 1) semen dikoleksi dari pejantan dan 2) semen diinseminasikan pada
betina, dengan tujuan akhir adalah menghasilkan telur yang fertil (Bakst dan
Dymond 2013). Terdapat dua metode yang dikembangkan dalam inseminasi
buatan pada ayam yaitu metode deposisi semen intra vagina yaitu dengan
memasukkan batang gun sedalam 3-4 cm pada daerah vagina dan deposisi semen
intra uterin yaitu dengan memasukkan gun sedalam 7-8 cm pada daerah Uteri
Vagina Junction (UVJ).
Untuk mendapatkan fertilitas spermatozoa yang optimal dalam pelaksanaan
IB, maka faktor dosis, waktu, dan interval IB perlu diperhatikan. Interval IB yang
pendek dengan dosis yang sesuai lebih efisien dalam mempertahankan fertilitas
telur daripada interval IB yang panjang dengan dosis yang tinggi (Bakst dan
Dymond 2013). Inseminasi buatan yang dilakukan pada beberapa jam sebelum
dan sesudah oviposisi menghasilkan fertilitas telur yang rendah, karena sebagian
spermatozoa yang dideposisikan akan didoromg keluar dari vagina oleh adanya
kontraksi oviduk yang berhubungan dengan oviposisi. Untuk mendapatkan
fertilitas telur yang tinggi dan untuk menghasilkan kulit telur yang sudah
mengeras di dalam uterus maka IB hendaknya dilakukan 4-4.5 jam setelah
oviposisi antara jam 14.00-16.00.
12

3 MATERI DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi


(URR), Divisi Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik Reproduksi dan
Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan dan di Kandang Pemuliaan Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari
hingga Agustus 2016. Penelitian ini telah disetujui oleh komisi etik hewan dengan
nomor 11-2016 IPB.
Sumber Semen

Semen segar yang digunakan bersumber dari tiga jenis pejantan ayam lokal
berjumlah lima belas ekor yaitu lima ekor ayam Kampung, lima ekor ayam SK
Kedu dan lima ekor ayam Merawang dengan umur ±1-1.5 tahun (dewasa kelamin)
dan berat badan rata-rata 1.5-2 kg. Ayam SK kedu merupakan ayam persilangan
tiga jenis ayam, yaitu ayam jantan sentul dikawinkan dengan ayam betina
kampung, kemudian hasil dari perkawinan tersebut dikawinkan lagi dengan ayam
betina kedu. Koleksi semen dilakukan dua kali seminggu. Semen yang memenuhi
syarat adalah semen dengan konsentrasi lebih dari 3000 x 106, motilitas lebih dari
80%, dan abnormalitas kurang dari 10%.
Ayam dipelihara pada kandang individu dengan masing-masing kandang
dilengkapi tempat pakan dan minum. Pemberian pakan dan minum dilakukan
setiap hari pada pagi dan sore hari. Jumlah pakan yang diberikan yaitu 100
gram/ekor dengan komposisi protein kasar 18%. Ayam betina yang digunakan
adalah ayam betina arab yang mempunyai tubuh sehat dan telah mencapai masa
dewasa kelamin atau siap untuk dilakukan IB. Dosis IB yang digunakan adalah
100 juta spermatozoa dengan volume 0.25 mL.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan di antaranya mikroskop, kertas indikator pH, neubaur


chamber, microtube, heating table, lemari es, tabung eppendorf. Bahan yang
digunakan adalah semen segar, astaxanthin, glutathione, kuning telur, ringer
laktat, spuit tuberculin, NaCl fisiologis, larutan formol salin, eosin nigrosin,
penisilin, streptomisin.

Metode Penelitian

Penelitian terdiri dari 3 tahap: Tahap I penentuan dosis RLKT-astaxanthin


dan RLKT-glutathione dalam mempertahankan motilitas spermatozoa ayam
merawang. Tahap II daya tahan spermatozoa ayam merawang, SK kedu, dan
kampung dalam pengencer RLKT-astaxanthin 0.004%. Tahap III fertilitas
spermatozoa hasil IB semen cair dalam pengencer RLKT-astaxanthin 0.004%.
13

Tahap I Penentuan dosis RLKT-Astaxanthin dan RLKT-Glutathione dalam


mempertahankan motilitas spermatozoa ayam merawang

Semen diambil dari lima ekor ayam merawang dan diencerkan dengan
pengencer RL-KT dengan tambahan astaxanthin (0.004% dan 0.005%) atau
glutathione (0.007% dan 0.008%), kemudian dibandingkan dengan pengencer RL-
KT tanpa antioksidan sebagai kontrol. Pengamatan dilakukan tiap 12 jam terhadap
persentase motilitas spermatozoa.

Persiapan Media Pengencer


Pembuatan larutan RL-KT dibuat dengan cara mencampur RL dengan
kuning telur (Tabel 1), larutan dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer
selama 10 menit, disentrifugasi pada kecepatan 3000 x g selama 15 menit.

Tabel 1 Komposisi larutan Ringer Laktat Kuning Telur (RL-KT)


Bahan mL
Ringer Laktat (mL) 95.00
Kuning Telur (mL) 05.00
pH 6.8
Total (mL) 100.00

Penelitian ini menggunakan modifikasi pengencer RL-KT dengan dosis


astaxanthin (0.004%, 0.005%) dan glutathione (0.007%, 0.008%) serta
penambahan antibiotik penisilin dan streptomisin pada masing-masing larutan.

Tabel 2 Komposisi Ringer Laktat Kuning Telur (RL-KT) astaxanthin dan


glutathione dengan konsentrasi berbeda
Bahan penyusun A 0.004 % A 0.005 % G 0.007 % G 0.008 %
RL-KT (mL) 100 100 100 100
Astaxanthin (mg) 4 5 - -
Glutathione (mg) - - 7 8
Penisilin (IU mL-1) 1000 1000 1000 1000
Streptomisin (mg) 1000 1000 1000 1000

Koleksi dan Evaluasi Semen


Pada tahap ini hanya digunakan satu jenis ayam, yaitu merawang. Semen
dikoleksi dengan teknik pemijatan pada daerah kloaka sampai terjadi pengeluaran
semen. Setelah semen dikoleksi kemudian dievaluasi makroskopis dan
mikroskopis. Evaluasi makroskopis meliputi, volume: semen diukur
menggunakan pipet 1 ml dilengkapi pipet filter. Warna diamati secara visual
(keputihan, putih susu, krem). Konsistensi dievaluasi dengan memiringkan tabung
dan mengembalikan pada posisi semula (sedang, kental). Derajat keasamaan (pH)
diukur menggunakan kertas indikator pH.
Evaluasi mikroskopis meliputi, gerakan massa dievaluasi dengan cara
meneteskan semen di atas gelas objek, diamati di bawah mikroskop pembesaran
10 x 10, dengan penilaian sangat baik (+++), baik (++), lumayan (+) dan buruk
(0). Motilitas spermatozoa dievaluasi dengan cara mencampur satu tetes semen
dengan NaCl fisiologis secukupnya, diletakkan pada gelas objek. Diamati di
bawah mikroskop pembesaran 40 x 10. Motilitas dinilai dengan melihat
14

perbandingan antara spermatozoa yang bergerakan progresif dengan gerakan


spermatozoa yang lain pada lima lapang pandang, nilai motilitas dinyatakan dalam
persen.
Viabilitas spermatozoa diamati dengan cara membuat preparat ulas. Masing-
masing satu tetes semen dan pewarna eosin nigrosin dihomogenkan, lalu diulas di
atas gelas objek kemudian dikeringkan. Preparat diperiksa di bawah mikroskop
pembesaran 40 x 10, spermatozoa dihitung pada sepuluh lapang pandang dengan
jumlah minimal 200 sel spermatozoa. Spermatozoa yang hidup tidak menyerap
warna sedangkan spermatozoa yang mati menyerap warna merah ungu. Morfologi
spermatozoa dihitung dengan mengamati spermatozoa yang normal dan abnormal
minimal 200 sel spermatozoa pada sepuluh lapang pandang di bawah mikroskop
pembesaran 40 x 10. Konsentrasi spermatozoa per mL dihitung menggunakan
kamar hitung Neubauer. Semen diencerkan 500 kali (998 µL formolsalin dan 2
µL semen). Jumlah spermatozoa dari lima kotak hitung Neubauer diamati di
bawah mikroskop pembesaran 40 x 10 dan jumlah sel spermatozoa dikalikan 25 x
106.

Pengenceran Semen dan Penambahan Antioksidan


Semen yang berasal dari 5 ekor ayam merawang, dicampur menjadi satu,
kemudian dibagi ke dalam 5 tabung dengan volume yang sama. Masing-masing
semen diencerkan seperti pada Tabel 2. Dosis konsentrasi yang digunakan sebesar
100 x 106 dan dosis volume sebesar 0.25 mL. Dengan rumus pengenceran:

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑥 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑥 𝑀𝑜𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠


× 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖

Semen yang telah diencerkan disimpan pada suhu 4-5 oC. Pengamatan
motilitas dilakukan setiap 12 jam sekali dengan cara meneteskan semen di atas
gelas objek hangat lalu ditutup dengan gelas penutup, kemudian diamati di bawah
mikroskop pembesaran 40 x 10. Penilaian dinyatakan dalam bentuk persentase.

Tahap II Daya tahan spermatozoa ayam merawang, SK kedu, dan kampung


dalam pengencer RLKT-Astaxanthin 0.004%

Tahap ini menggunakan semen dari tiga jenis ayam lokal berjumlah 15 ekor,
yaitu lima ekor merawang, lima ekor SK kedu, dan lima ekor kampung. Semen
dikoleksi dan dievaluasi seperti pada tahap I. Semen hasil koleksi kemudian
diencerkan dengan RL-KT ditambah astaxanthin 0.004% dosis terbaik yang
didapatkan dari Tahap I. Semen yang telah diencerkan kemudian disimpan dalam
lemari es (4-5 oC). Pengamatan dilakukan terhadap persentase motilitas dan
viabilitas spermatozoa setiap 12 jam sekali hingga mencapai 60 jam.
Viabilitas spermatozoa diamati dengan cara membuat preparat ulas. Satu
tetes semen dan pewarna eosin nigrosin dihomogenkan, lalu diulas di atas gelas
objek kemudian dikeringkan. Preparat diperiksa di bawah mikroskop pembesaran
40 x 10, spermatozoa dihitung pada sepuluh lapang pandang dengan jumlah
minimal 200 sel spermatozoa.
15

Tahap III Fertilitas spermatozoa hasil IB semen cair dalam pengencer


RLKT-Astaxanthin 0.004%

Pelaksanaan Inseminasi Buatan


Inseminasi buatan menggunakan pengencer dengan konsentrasi antoksidan
terbaik (astaxanthin 0.004%). Dosis IB yang digunakan 100 juta spermatozoa
dengan volume 0.25 mL. Inseminasi buatan dilakukan sekali pada waktu sore hari
dengan prosedur awal yaitu membersihkan kotoran yang menempel di kloaka dan
sekitarnya dengan menggunakan kapas yang diberi NaCl fisiologis. Semen
dimasukkan ke dalam kloaka sepanjang 4 cm menggunakan spuit tuberculin (1
cc).

Koleksi Telur dan Pemeriksaan Fertilitas Spermatozoa


Pengumpulan telur dimulai pada hari ke-2 setelah dilakukan IB. Telur diberi
label berupa tanggal pengumpulan dan disusun di rak telur dan disimpan pada
suhu ruang (27 oC) sebelum dimasukkan ke dalam inkubator. Telur yang telah
ditampung dimasukkan ke dalam inkubator pada hari ke-4 koleksi. Fertilitas
spermatozoa diuji pada hari ke-5 masa inkubasi dengan teknik candling,
kemudian menghitung persentase telur yang memperlihatkan adanya
perkembangan embrio.

Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh dianalisis menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL), jika terdapat perbedaan dilakukan uji lanjut Duncan dengan
selang kepercayaan 95%.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap I Penentuan dosis RLKT-Astaxanthin dan RLKT-Glutathione dalam


Mempertahankan Motilitas Spermatozoa Ayam Merawang

Karakteristik spermatozoa hasil evaluasi makroskopis, semen segar ayam


merawang menunjukkan volume semen 0.35±0.07 mL, warna putih susu dengan
konsistensi semen kental. pH semen yang diperoleh adalah 6.95±0.01. Evaluasi
mikroskopis menunjukkan nilai gerakan massa spermatozoa sangat baik (+++),
motilitas spermatozoa menunjukkan nilai 81.80±1.37% dengan viabilitas
spermatozoa 92.61±1.93%. Abnormalitas spermatozoa menunjukkan nilai
2.59±0.20% dan konsentrasi spermatozoa mL-1 adalah 4240±134 juta/mL (Tabel
3). Hasil ini tidak berbeda jauh dengan Rahayu et al. (2005) bahwa volume semen
ayam merawang yang didapatkan sebesar 0.4 mL, motilitas sebesar 90% dengan
konsentrasi sebesar 2.9x109 spermatozoa/mL.
Getachew (2016) melaporkan umumnya kualitas semen ayam lokal
mempunyai volume rata-rata antara 0.2 sampai 0.5 mL, pH berkisar 7.2 sampai
7.6. Motilitas sebesar 60 sampai 80% dengan viabilitas berkisar antara 85 sampai
90%. Tabatabaei et al. (2009) juga melaporkan bahwa motilitas semen ayam lokal
16

pada umumnya sebesar 86.5±0.78% dengan viabilitas sebesar 89.63±1.32%,


sedangkan berdasarkan laporan penelitian Rakha et al. (2015), motilitas
spermatozoa pada spesies Red Jungle Fowl hanya sebesar 63.5±4.0% dengan
viabilitas sebesar 92.4±0.8%.

Tabel 3 Karakteristik semen segar ayam merawang


Parameter Rata-rata±SEM
Makroskopis
Volume (mL) 0.35±0.07
Warna Putih susu
Konsistensi Kental
pH 6.95±0.01
Mikroskopis
Gerakan Massa +++
Motilitas spermatozoa (%) 81.80±1.37
Viabilitas spermatozoa (%) 92.61±1.93
Abnormalitas spermatozoa (%) 2.59±0.20
Konsentrasi spermatozoa (x106 sel/mL) 4240±134
Ket: +++ (sangat baik)

Secara umum sel spermatozoa terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Bagian
kepala berisi nukleus, yang di dalamnya terkandung materi genetik (Tuncer et al.
2006), sedangkan gambaran spermatozoa normal pada spesies ayam adalah
berbentuk seperti jarum dengan bagian kepala dan badan panjang serta lebih tebal.
Getachew (2016) melaporkan bahwa bagian kepala spermatozoa ayam berbentuk
panjang, jika dibandingkan dengan spesies lain.
Spermatozoa mati ditandai dengan bagian kepala yang menyerap warna dari
pewarna eosin nigrosin. Spermatozoa abnormal ditandai dengan bentuk badan
yang melengkung (Gambar 7). Bentuk abnormalitas yang ditemukan masuk dalam
kategori abnormalitas sekunder, yaitu hilangnya ekor, ekor melingkar, dan ekor
patah. Menurut Alkan at al. (2002), kerusakan morfologi spermatozoa ayam yang
umum terjadi adalah bagian leher yang membengkok, bagian badan yang rusak
(bengkok, bengkak, melilit, melingkar).

Gambar 7 spermatozoa dalam pewarnaan eosin nigrosin, menampilkan (a) spermatozoa


hidup; (b) spermatozoa abnormal; (c) spermatozoa mati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa motilitas spermatozoa ayam


merawang yang disimpan selama 60 jam berkisar antara 4.00±1.0% sampai
21.00±5.1%, di mana dosis astaxanthin 0.004% memiliki motilitas lebih tinggi
17

(21.00±5.1%) dibandingkan dengan dosis astaxanthin 0.005%, glutathione


0.007%, dan glutathione 0.008%.
Pengamatan motilitas sebesar ±40% bertahan pada jam ke-36 dalam dosis
astaxanthin 0.004%, di mana motilitasnya menunjukkan tidak berbeda nyata
dibanding kontrol (P<0.05), sedangkan pada pengencer lainnya yaitu astaxanthin
0.005%, glutathione 0.007%, dan glutathione 0.008% hanya bertahan selama 24
jam (Tabel 4). Dosis astaxanthin 0.004% menunjukkan lama penyimpanan yang
sedikit lebih lama yaitu 36 jam, sehingga dipilih untuk digunakan pada Tahap II.

Tabel 4 Rata-rata motilitas spermatozoa ayam merawang dalam pengencer RL-KT


dengan perbandingan dosis astaxanthin dan glutathione
Waktu Kontrol Astaxanthin Astaxanthin Glutathione Glutathione
pengamatan 0.004% 0.005% 0.007% 0.008%
0 jam 72.00±8.3 77.00±2.0 78.00±2.0 77.00±2.0 70.00±5.2
12 jam 63.00±7.6 62.00±2.0 64.00±3.1 63.00±5.1 61.00±4.3
24 jam 54.00±5.3 49.00±3.3 49.00±4.8 49.00±4.5 46.00±4.0
36 jam 42.00±5.6 39.00±3.3 30.00±4.1 33.00±3.0 36.00±1.8
48 jam 27.00±5.6 29.00±5.7 22.00±4.6 20.00±4.1 18.00±2.5
60 jam 18.00±3.3 21.00±5.1 15.00±2.7 16.00±4.0 4.00±1.0

Antioksidan adalah senyawa atau zat yang dapat menghambat, menunda,


mencegah atau memperlambat reaksi oksidasi meskipun dalam kosentrasi yang
kecil. Peranan antioksidan sangat berpengaruh selama proses penyimpanan
semen. Salah satu fungsi antioksidan yang ditambahkan ke dalam bahan
pengencer yaitu dapat menjaga morfologi spermatozoa agar tetap utuh dan juga
dapat mempertahankan daya hidup spermatozoa dalam waktu yang lebih lama.
Namun penggunaan antioksidan tidak selalu meningkatkan motilitas
spermatozoa. Berdasarkan hasil penelitian, penambahan berbagai konsentrasi
antoksidan pada bahan pengencer tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap
semen cair. Penelitian Rizal dan Herdis (2010) melaporkan bahwa penambahan
senyawa antioksidan antara lain vitamin C, vitamin E, glutation, dan β-karoten ke
dalam pengencer mampu meningkatkan kualitas semen beku berbagai hewan
ternak.
Membran plasma sel spermatozoa berhubungan dengan tingkat kerentanan
spermatozoa terhadap cekaman dingin (cold shock), terutama kandungan lipida
(Quinn et al. 1980). Antioksidan berfungsi mencegah terjadinya peroksidasi
lipida pada membran plasma sel spermatozoa selama penyimpanan. Astaxanthin
adalah pigmen karotenoid yang larut dalam lemak dan terletak di membran sel.
Bekerja dengan cara mengurangi proses peroksidasi lemak (Ambati et al. 2014).
Astaxanthin mengandung ikatan rangkap terkonjugasi. Warna merah pada bubuk
astaxanthin berasal dari ikatan rangkap terkonjugasi yang bertindak sebagai
antioksidan yang kuat. Bekerja dengan cara menyumbang elektron dan bereaksi
untuk mengkonversi radikal bebas menjadi produk yang lebih stabil dan
menghentikan reaksi berantai dari radikal bebas. Farzan et al. (2014) melaporkan
bahwa penambahan 2 μM antioksidan astaxanthin pada bahan pengencer dapat
melindungi sel spermatozoa dari kerusakan sel. Thananurak et al. (2015)
mengemukakan bahwa penambahan antioksidan dengan dosis yang sesuai dapat
secara signifikan menghambat terjadinya ROS.
18

Secara umum, dapat dikatakan bahwa penggunaan konsentrasi antioksidan


yang sesuai, selain mewarisi sifat antioksidan juga tidak akan menyebabkan
kerusakan pada spermatozoa dan dapat dengan aman digunakan sebagai bahan
pengencer spermatozoa.

Tahap II Daya Tahan Spermatozoa Ayam merawang, SK kedu, dan


kampung dalam Pengencer RLKT-Astaxanthin 0.004%

Pemeriksaan makroskopis pada ketiga jenis ayam menunjukkan volume


semen ayam merawang (0.42±0.04 mL) lebih tinggi (P<0.05) dari ayam kampung
(0.23±0.01 mL) dan SK Kedu (0.16±0.01 mL). Volume ayam kampung yang
didapatkan tidak berbeda jauh dengan hasil yang dilaporkan Sopiyana et al.
(2006) dengan volume semen sebesar 0.28±0.05 mL. Volume semen ayam
kampung yang diperoleh Junaedi et al. (2016) juga berada di kisaran yang sama
yaitu 0.20±0.01 mL, sedangkan volume semen yang diperoleh dalam penelitian
Siudzinska dan Lukaszewicz (2008) yaitu pada jenis ayam Green Legged
Partridge, Black Minorc, White Crested Black Polish dan Italian Partridge yaitu
berkisar 0.24 sampai 0.52 mL. Perbedaan volume ejakulat menurut Donoghue dan
Wishart (2000) dapat dipengaruhi oleh jenis, umur, individu, lingkungan dan
musim. Ketiga jenis ayam menunjukkan warna semen putih susu, konsistensi
kental dan pH berkisar antara 6.95±0.02 sampai 6.97±0.04.
Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan gerakan massa baik dengan
kategori +++. Motilitas spermatozoa berkisar antara 82.10±0.89% sampai
83.20±0.86%. Motilitas pada ketiga jenis ayam pada penelitian ini lebih tinggi
dibanding ayam kampung berdasarkan laporan Wiyanti et al. (2013) sebesar 77%,
dan juga pada laporan Utami (2009) motilitas spermatozoa ayam buras
(peranakan sentul) pada pengencer ringer menunjukkan persentase hanya sebesar
40.87%±3.07%. Viabilitas spermatozoa berkisar antara 90.67±7.22% sampai
92.03±0.20%.
Ketiga jenis ayam menunjukkan abnormalitas kurang dari 10%, berkisar
antara 3.00±0.45% sampai 4.31±0.76% (Tabel 5). Ayam kampung memiliki
abnormalitas tertinggi (4.31±0.76%) dibandingkan ayam SK kedu (3.00±0.45%)
dan merawang (3.23±0.70%). Nilai abnormalitas ayam kampung yang didapatkan
relatif kecil bila dibandingkan dengan laporan Juneadi et al. (2016) yaitu
7,33±0,91%. Perbedaan abnormalitas antara jenis ayam disebabkan
ketidakseimbangan nutrisi dan endokrin (Arifiantini et al. 2005). Bentuk
abnormalitas yang ditemukan masuk dalam kategori abnormalitas sekunder, yaitu
hilangnya ekor, ekor melingkar, dan ekor patah.
Konsentrasi spermatozoa antara ketiga jenis ayam menunjukkan perbedaan.
Ayam merawang memiliki konsentrasi tertinggi (4 568±272 juta/mL) diikuti oleh
ayam SK kedu (3 622±265 juta/mL) dan terendah ayam kampung (2 998±265
juta/mL). Berdasarkan laporan Sopiyana et al. (2006) konsentrasi spermatozoa
ayam kampung yang diperoleh memiliki konsentrasi lebih kecil yaitu hanya
sebesar 1 355±128. Rahayu et al. (2005) melaporkan konsentrasi semen ayam
merawang yang diperoleh lebih kecil yaitu hanya sebesar 2.9x109
spermatozoa/mL. Malik et al. (2013) perbedaan konsentrasi spermatozoa ayam
disebabkan oleh faktor pakan, bobot badan dan jenis. Jenis ayam yang besar
19

umumnya memiliki konsentrasi spermatozoa tinggi (Donoghue dan Wishart


2000).

Tabel 5 Karakteristik semen segar ayam merawang, SK kedu, kampung


Parameter Merawang SK kedu Kampung
Makroskopis
Volume (mL) 0.42±0.04a 0.16±0.01b 0.23±0.01c
Warna Putih susu Putih susu Putih susu
Konsistensi Kental Kental Kental
pH 6.95±0.02 6.95±0.03 6.97±0.04
Mikroskopis
Gerakan Massa +++ +++ +++
Motilitas spermatozoa (%) 82.18±0.97 83.20±0.86 82.10±0.89
Viabilitas spermatozoa (%) 90.82±1.16 92.03±0.20 90.67±7.22
Abnormalitas spermatozoa (%) 3.23±0.70ab 3.00±0.45ab 4.31±0.76a
Konsentrasi spermatozoa (106 sel) 4568±272a 3622±265b 2998±265c
Ket: +++ (sangat baik), Huruf berbeda yang mengikuti angka pada baris yang sama
menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)

Motilitas spermatozoa merupakan salah satu ukuran kemampuan


spermatozoa membuahi ovum dalam proses fertilisasi. Hasil pengamatan motilitas
spermatozoa ayam yang disimpan pada suhu 4-5 oC dengan penambahan
astaxanthin dosis terbaik pada bahan pengencer ringer laktat kuning telur dapat
dilihat pada Tabel 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semen pada ketiga
jenis ayam (merawang, SK kedu, dan kampung) dalam bahan pengencer RL-KT
yang telah dimodifikasi dengan penambahan astaxanthin 0.004%, terlihat bahwa
ayam kampung memiliki motilitas terbaik (22.23±4.92%) dengan viabilitas
sebesar 34.70±1.32% dalam penyimpanan selama 60 jam.
Hasil penelitian berdasarkan motilitas ±40%, semen yang bertahan pada
penyimpanan 36 jam dalam pengencer RL-KT dengan astaxanthin 0.004% yaitu
ayam SK kedu (40.10±1.33%) dengan viabilitas sebesar 59.37±5.65% dan
kampung (41.03±2.44%) dengan viabilitas sebesar 60.04±0.81%. Semen ayam
merawang hanya bertahan pada penyimpanan 24 jam, dengan motilitas sebesar
46.41±4.42%, viabilitas sebesar 65.35±6.25% (Tabel 6).

Tabel 6 Daya hidup spermatozoa tiga jenis ayam dalam pengencer RL-KT
dengan tambahan astaxanthin 0.004%
Motilitas (%) Viabilitas (%)
Waktu
Merawang SK kedu Kampung Merawang SK Kedu Kampung
pengama
tan
0 jam 80.00±1.07 81.85±0.64 78.68±0.55 93.25±1.04 94.01±0.02 92.84±1.05
12 jam 57.58±5.56 67.50±1.70 64.70±2.33 80.74±2.85 85.26±4.08 85.89±2.08
24 jam 46.41±4.42 51.45±1.82 49.96±1.93 65.35±6.25 73.89±4.75 75.22±1.44
36 jam 36.91±4.46 40.10±1.33 41.03±2.44 55.68±4.55 59.37±5.65 60.04±0.81
48 jam 26.33±5.13 29.15±1.42 31.56±4.24 39.91±7.27 50.02±7.72 41.52±4.00
60 jam 14.83±2.65 19.40±1.74 22.23±4.92 30.76±3.49 40.50±5.03 34.70±1.32

Daya hidup spermatozoa ketiga jenis ayam mengalami penurunan selama


penyimpanan. Penambahan astaxanthin pada preservasi semen ayam dalam
20

penelitian ini tidak terbukti dapat memperbaiki kualitas semen. Namun demikian
pada semen beku sapi penambahan astaxanthin 0.5 µM mampu memperbaiki
motilitas spermatozoa (Farzan et al. 2014). Penelitian lain, pada pengencer
glukosa 0.6% yang ditambahkan astaxanthin 0.004% menunjukkan motilitas
spermatozoa yang lebih baik pada semen cair ayam kampung yang disimpan
selama 108 jam (Octa et al. 2014). Semen ayam hutan hijau pada pengencer
laktosa 0.6% yang ditambahkan astaxanthin 0.004% juga menunjukkan motilitas
spermatozoa terbaik pada 48 jam penyimpanan (Bebas et al. 2016). Glukosa dan
laktosa merupakan karbohidrat sederhana yang dapat digunakan oleh spermatozoa
untuk energi. Penelitian ini tidak menggunakan tambahan karbohidrat sehingga
motilitasnya tidak lebih baik.
Penyebab tingginya persentase viabilitas dibandingkan motilitas
spermatozoa dalam penelitian ini karena yang dinilai progresip adalah motilitas,
sedangkan viabilitas adalah persentase hidup mati spermatozoa. Motilitas terjadi
akibat adanya kontraksi serabut-serabut yang ada di bagian ekor, sehingga dengan
pewarnaan mungkin saja tidak menyerap warna tetapi secara fungsional ekor
sudah rusak. Ekor yang rusak pada spermatozoa diindikasikan bahwa spermatozoa
masih hidup tetapi mengalami penurunan motilitas.

Tahap III Fertilitas Spermatozoa Hasil IB Semen Cair dalam Pengencer


RLKT-Astaxanthin 0.004%

Pada tahap ini uji fertilitas spermatozoa menggunakan bahan pengencer


yang telah ditambahkan dosis antioksidan terbaik, yaitu astaxanthin 0.004%.
Nataamijaya (2008) mengemukakan bahwa motilitas 40-60% dinilai masih dapat
digunakan untuk IB. Telur hasil IB dikoleksi pada hari kedua sampai hari ketujuh.
Kesuksesan IB dapat dilihat dari jumlah telur yang difertilisasikan diukur dengan
teknik candling. Candling berguna untuk menentukan apakah telur hasil IB
mengalami fertil atau tidak, dan dilakukan pada hari kedelapan setelah
penampungan telur.
Hasil penelitian pada tahap uji fertilitas spermatozoa tiga jenis ayam lokal
(merawang, SK kedu, kampung) menunjukkan adanya telur yang fertil. Hal ini
menunjukkan bahwa spermatozoa setelah pengenceran dengan penambahan
astaxanthin 0.004% masih memiliki kemampuan untuk memfertilisasi telur yang
diovulasikan. Fertilitas diartikan sebagai persentase telur-telur yang
memperlihatkan adanya perkembangan embrio. Berdasarkan hasil penelitian,
penyimpanan telur pada suhu kamar (27 oC) selama dua sampai empat hari tidak
berpengaruh terhadap fertilitas telur, dari 8 telur yang dikumpulkan, 7 di
antaranya fertil (87%) (Tabel 7). Nilai fertilitas ayam lokal pada penelitian ini
lebih tinggi dengan yang didapatkan Khaeruddin et al. (2015) pada ayam lokal
menggunakan ekstra zaitun 8% hanya mendapat 73.81±12.67%.
Perbedaan nilai fertilitas disebabkan oleh pengaruh lama dan suhu
penyimpanan telur sebelum dimasukkan ke dalam mesin tetas (Rahayu et al.
2005). Telur yang diperoleh sejak hari kedua penampungan sudah berumur
beberapa hari lebih lama saat dimasukkan ke dalam mesin tetas, sehingga
menurunkan nilai fertilitasnya. Nilai fertilitas spermatozoa yang rendah juga dapat
disebabkan karena faktor individu ataupun adanya hambatan dari sel spermatozoa
selama perjalanan mencapai ovum.
21

Tabel 7 Fertilitas spermatozoa tiga rumpun ayam lokal menggunakan pengencer


RL-astaxanthin 0.004%
Jenis ayam Total telur Telur fertil
Merawang 2 2
SK kedu 3 3
Kampung 3 2
Total Keseluruhan 8 7
Fertilitas Spermatozoa (%) 87

Hambatan-hambatan yang mungkin dialami oleh spermatozoa dalam


mencapai ovum yaitu kegagalan spermatozoa mencapai dan memasuki Sperm
Storage Tubulus (SST), dalam mencapai tempat fertilitas pada infundibulum,
menembus lapisan perivitelin ovum dan kegagalan spermatozoa dalam
membentuk pronukleus sehingga tidak terjadi syngamy (Bakst dan Dymond
2013). Sedangkan Saleh dan Isyanto (2011) melaporkan bahwa semakin lama
semen disimpan, maka semakin rendah nilai motilitas dan fertilitas yang
dihasilkan. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan fertilisasi di
antaranya, strain ternak, umur, deposisi semen, konsentrasi semen, jumlah
spermatozoa yang diinseminasikan, jenis pengencer, dan lama koleksi telur.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Volume dan konsentrasi spermatozoa ayam merawang lebih tinggi
dibandingkan ayam SK kedu dan kampung.
2. Semen mampu bertahan dalam waktu 36 jam pada pengencer RLKT dengan
penambahan astaxanthin 0.004% dengan motilitas mencapai 40%.
3. Pengencer RLKT yang ditambahkan astaxanthin 0.004% menghasilkan nilai
rata-rata fertilitas spermatozoa 87%.

Saran
Saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan kualitas spermatozoa adalah:
1. Penambahan karbohidrat pada bahan pengencer RLKT yang telah ditambahkan
dengan astaxanthin 0.004% dapat berupa glukosa atau fruktosa.
2. Penambahan astaxanthin dan glutathione sebagai antioksidan disarankan untuk
pembuatan semen beku.
22

DAFTAR PUSTAKA

Alkan S, Baran A, Ozdas BO, Evecen M. 2002. Morphological defects in turkey


semen. Turk J Vet Anim Sci. 26:1087-1092.
Ambati RR, Phang SM, Ravi S, Aswathanarayana RG. 2014. Astaxanthin:
Source, Extraction, Stability, Biological Activities and Its Commercial
Applications. Mar Drugs. 12:128–152.
Arifiantini I, Yusuf TL, Graha N. 2005. Longivitas dan Recovery rate pasca
thawing semen beku sapi Friesian Holstein menggunakan bahan pengencer
yang berbeda. Bul Petern. 29(2):53-61.
Ax RL, Dally M, Didion BA, Lenz RW, Love CC, Varner DD, Hafez B, Bellin
ME. 2000. Semen Evaluation in Reproduction in Farm Animals. 7th
edition. Lippircott Williams and Wilkins.
Bahr JM, Johnson PA. 1991. Reproductive in Poultry in: Reproduction in
Domestic Animals. Fourth EAD. Editors by Cupps, Academi Press, Inc:
555-575.
Bakst MR, Dymond JS. 2013. Artifcial insemination in poultry. InTech.
http://dx.doi.org/10.577/54918.
Bebas W, Pemayun TGO, Damriyasa IM, Astawa INM. 2016. Lactose-
astaxanthin increase Green Jungle Fowl’s sperm motility and reduces
sperm DNA fragmentation during 5o celcius storage. Bali Med J. 3:152-
156.
Chatterjee S, Lamirande ED, Gagnon C. 2001. Cryopreservation alters membrane
sulfhydryl status of bull spermatozoa: protection by oxidized glutathione.
Mol Rep and Dev. 60:498-506.
Comhaire FH, Garem YE, Mahmoud A, Eertmans F, Schoonjans F. 2005.
Combined conventional/antioxidant “astaxanthin” treatment for male
infertility: a double blind, randomized trial. Asian J Androl. 7(3):257-262.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2016. Statistik Peternakan
dan Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.
Diwyanto K, Zainuddin D, Sartika T, Rahayu S, Djufri, Arifin C, Cholil. 2011.
Model pengembangan peternakan rakyat terpadu berorientasi agribisnis:
komoditas ayam lokal. Bogor (ID): Direktorat Jenderal dengan Balitnak
Ciawi.
Donoghue AM, Wishart GJ. 2000. Storage of poultry semen. Anim Reprod Sci.
62:213-232.
Etches RJ. 1996. Reproduction in Poultry. Cab International, Colset Private
Limited, Singapore.
Farzan M, Chamani M, Varnaseri H. 2014. The antioxidant effect of astaxanthin
on quantitative and qualitative parameters of bull sperm. Indian J Found
and App Life Sci. 4(4):425-430.
Fassett RG, Coombes JS. 2011. Astaxanthin: A potential therapeutic agent in
cardiovascular disease. Mar Drugs. 9:447-465.
Gadea J, Gumbao D, Gomez-Gimenez B, Gardon JC. 2013. Supplematation of the
thawing medium with reduced glutathione improves function of frozen-
thawed goat spermatozoa. Reprod biol. 48:1-10.
23

Garde JJ, del Olmo A, Soler AJ, Espeso G, Gomendio M, Roldan ERS. 2008.
Effect of egg yolk, cryoprotectant, and various sugars on semen
cryopreservation in endangered Cuvier’s gazelle (Gazella cuvieri). Anim
Reprod Sci. 108:384–401.
Getachew T. 2016. A review article of artificial insemination in poultry. World
Vet J. 6(1):25-33.
Guerin M, Huntley ME, Olaizola M. 2003. Haematococcus astaxanthin:
Applications for human health and nutrition. Trends Biotechnol. 21:210-
216.
Holt WV. 2000. Basic aspects of frozen storage of semen. Anim Reprod Sci. 62:3-
22.
Junaedi, Arifiantini I, Sumantri C, Gunawan A. 2016. Penggunaan Dimethyl
Sulfoxide sebagai krioprotektan dalam pembekuan semen ayam kampung.
J Vet. 17(2):300-308.
Indrawati D, Bebas W, Trilaksana IGNB. 2013. Motilitas dan daya hidup
spermatozoa ayam kampung dengan penambahan astaxanthin pada Suhu
3-5o C. IMV. 2(4):445-452.
Khaeruddin, Sumantri C, Darwati S, Arifiantini I. 2015. Penggunaan minyak
zaitun ekstra virgin ke dalam bahan pengencer semen terhadap kualitas
spermatozoa ayam lokal. JIPTHP. 03(1):46-51
Kurashige M, Okimasu E, Inoue M, Utsumi K. 1990. Inhibition of oxidative
injury of biological membranes by astaxanthin. Physiol. Cem. Phys. &
Med. 22:27-38.
Lenzi A, Gandini L,Lombardo F, Picardo M, Dondero F. 2002. Polyunsaturated
fatty acids of germ cell membranes, glutathione and glutathionedependent
enzyme-PHGPx: from basic to clinic. Contraception. 65:301-304.
Malik A, Haron AW, Yusoff R, Nesa M, Bukar M, Kasim A. 2013. Evaluation of
the ejaculate quality of the red jungle fowl, domestic chicken, and bantam
chicken in Malaysia. Turk J Vet Anim Sci. 37:564-568.
Naguib YMA. 2000. Antioxidant Activities of Astaxanthin and Related
Carotenoids. J Agr Chem. 48:1150-1154.
Nataamijaya AG. 2008. Karakteristik dan Produktivitas Ayam Kedu Hitam. Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor. Bul
Plasma Nutfah. 14(2): 85-89.
Octa IGNAD, Trilaksana IGNB, Bebas W. 2014. Glukosa-astaxanthin
meningkatkan motilitas dan daya hidup spermatozoa ayam kampung yang
disimpan pada suhu 3-5o C. Indonesia Med Vet. 3(1):9-19.
Quinn PJ, Chow YW, White IG. 1980. Evidence that phospholipid protects ram
spermatozoa from cold shock at a plasma membrane site. J Reprod Fertil.
60:403–407.
Rahayu IHS, Suherlan I, Supriatna I. 2005. Kualitas telur tetas ayam merawang
dengan waktu pengulangan inseminasi buatan yang berbeda. J Indon Trop
Anim Agric. 30(3):142-150.
Rakha BA, Ansari MS, Hussain I, Malik MF, Akhter S, Blesbois E. 2015. Semen
characteristics of the Indian Red Jungle Fowl (Gallus gallus murghi). Eur J
Wildl Res. doi:10.1007/s10344-015-0904-x.
24

Ringwood AH, Connors DE. 2000. The effects of glutathione depletion on


reproductive success in oysters, Crassostrea virginica. Mar Environ Res.
50:207-211.
Rizal M. 2005. Efektivitas berbagai konsentrasi β-karoten terhadap kualitas semen
beku domba garut. Anim Reprod. 7(1):6-13.
Rizal M, Herdis. 2010. Peranan antioksidan dalam meningkatkan kualitas semen
beku. Indo Bull Anim Vet Sci. 20:3-6.
Saleh DM, Isyanto Y. 2011. Pengaruh lama penyimpanan terhadap motilitas dan
feetilitas spermatozoa ayam kate lokal. Cakrawala Galuh. 1(6):1-6.
Say RR. 1995. Manual of Poultry Production in the Tropics. CAB International.
Siudzinska A, Lukaszewick E. 2008. Effect of semen extenders and storage time
on sperm morphology of four chicken breeds. J Appl Poult Res. 17:101-
108.
Soeparna, Hidajat K, Lestari TD. 2010. Penampilan reporoduksi tiga jenis ayam
lokal jawa barat. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan
Ayam Lokal. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran.
Solihati N, Idi R, Setiawan R, Asmara IY, Sujana BI. 2006. Pengaruh lama
penyimpanan semen cair ayam buras pada suhu 5 oC terhadap periode
fertil dan fertilitas sperma. JIT. 6(7):7-11.
Sopiyana S, Iskandar S, Susanti T, Yogaswara D. 2006. Pengaruh krioprotektan
DMA, DMF dan glycerol pada proses pembekuan semen ayam kampung.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Suprijatna E. 2010. Strategi Pengembangan Peternakan Ayam Lokal di Indonesia.
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Surai PF, Blesbois E, Grasseau I, Chalah T, Brillard JP, Wishart GJ, Cerolini S,
Sparks NHC. 1998. Fatty acid composition, glutathione peroxidase and
superoxide dismutase activity and total antioxidant activity of avian
semen. CBP. 120:527–533.
Syarifuddin A, Laksmi DNDI, Bebas W. 2012. Efektivitas penambahan berbagai
konsentrasi glutathione terhadap daya hidup dan motilitas spermatozoa
sapi bali. Indonesia Med Vet. 1(2):173-185.
Tabatabaei S, Batavani RA, Talebi AR. 2009. Comparison of semen quality in
Indigenous and Ross Broiler breeders roosters. J Anim Vet Adv. 8(1):90-
93.
Thananurak P, Sittikasamkit C, Vongpralub T, Sakwiwatkul K. 2015. Effects of
Addition of Reduced Glutathione to Thawing media on Motility
Parameters, Lipid Peroxidation and Fertility Rate in Frozen-Thawed
Chicken Spermatozoa. Khon Kaer Agr J. 2:43-46.
Triwulanningsih E, Situmorang P, Sugiarti T, Sianturi RG, Kusumaningrum DA.
2003. Pengaruh penambahan glutathione pada medium pengencer sperma
terhadap kualitas semen cair (chilled semen). JITV. 8(2):91-97.
Tuncer PB, Kinet H, Ozdogan N, Demiral O. 2006. Evaluation of some
spermatological characteristics in Denizli cocks. J Vet Med. 3:37-42.
Utami IAP. 2009. Daya tahan spermatozoa ayam buras (peranakan sentul) pada
tiga macam pengencer. GaneÇ Swara. 3(3):39-42.
25

Uysal O, Bucak MN. 2007. Effects of oxidized glutathione, bovine serum


albumin, cysteine and lycopene on the quality of frozen-thawed ram
semen. Acta Vet Brno. 76:383-390.
Whitaker BD, Carle B, Mukai T, Simpso A, Vu L, Kight JW. 2008. Effect of
exogenous glutathione supplementation on motility, viability, and DNA
integrity of frozen-thawed boar semen. Anim Reprod. 5(3/4):127-131.
Wiyanti DC, Isnaini N, Trisunuwati P. 2013. Pengaruh lama simpan semen dalam
pengencer NaCl fisiologis pada suhu kamar terhadap kualitas spermatozoa
ayam kampung (Gallus domesticus). J Ked Hewan. 7:53-55.
Yuwanta T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
26

LAMPIRAN 1

Proses Penampungan Semen

Koleksi semen ayam dengan teknik massage pada daerah kloaka

Proses Pengenceran Semen

Penimbangan dosis Astaxanthin dan Glutathione Pengukuran pH

Penyimpanan semen dalam pengencer


27

LAMPIRAN 2

Pelaksanaan Inseminasi Buatan

Inseminasi Buatan (IB)

Inkubasi telur hasil IB

Candling
28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Bulukumba pada tanggal 18 Oktober 1990.


Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Abdullah Kasim dan Ruhaeni.
Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Makassar, lulus
pada tahun 2013. Pada tahun 2014, penulis diterima di Program Studi Biologi
Reproduksi pada Program Pascarasajana IPB.
Karya ilmiah Kualitas Spermatozoa dalam Modifikasi Pengencer Ringer
Laktat Kuning Telur dengan Tambahan Astaxanthin dan Glutathione pada Tiga
Jenis Ayam Lokal telah diajukan pada Acta Veterinaria Indonesia. Karya tersebut
merupakan bagian program S-2 penulis.

Anda mungkin juga menyukai