Anda di halaman 1dari 25

Affair Istri Muda, cerita Anita

By sebastian | January 5, 2009

Namaku Anto (samaran) seorang karyawan swasta berumur 33 tahun. Dalam

kehidupan pergaulan sehari-hari aku sering menjadi perhatian di lingkungan tempat aku

bekerja, selain pergaulan yang luwes, aku memiliki postur yang bisa dikatakan

lumayan. Dengan warna kulitku yang putih, tinggi 170 dan berat sekitar 67 Kg serta

single, tidaklah sulit bagi diriku untuk mencari teman-teman baru.

Di perusahaan tempat aku bekerja, ada salah seorang teman wanita yang (pernah)

menjadi perhatianku. Sebut saja namanya Anita. Dalam pergaulannya, Anita juga

seorang yang luwes, oleh sebab itu dia di tempatkan oleh pimpinan perusahaan di

bagian marketing, yang sebelumnya adalah teman satu bagian dengan aku.

Awal tahun 2003 yang lalu Anita melangsungkan pernikahannya dengan seorang

teman kuliahnya. Walaupun sekarang sudah menikah, Anita tetap seperti yang dulu,

luwes dan anggun. Walaupun postur tubunya bukanlah tipe seorang yang bertubuh

tinggi dan langsing, tapi dia memiliki kharisma tersendiri. Dengan kulit yang putih,

payudara sekitar 34 serta betis yang indah, senyumnya yang menawan, tidak

mengherankan bila menjadi perhatian para lelaki.

Kedekatan diriku dengan Anita berawal sejak dia bekerja pada bagian yang sama

denganku 3 tahun yang lalu. Sejak dia pindah bagian (lantai berbeda walaupun dalam

satu gedung) dan menikah, aku jadi jarang sekali bertemu. Paling hanya berbicara
melalui telpon atau saling kirim email. Kami sering bercakap-cakap mengenai kantor

dan kadang-kadang menjurus ke hal yang pribadi. Karena Anita kadang-kadang

berkeluh kesah mengenai masalah-masalah kantor, yang sering membuat pikirannya

cemas. Dan hal itu terbawa dalam keluarga. Rasa cemas Anita terkadang memang

berlebihan, yang membuat sampai awal tahun 2004 ini belum ada tanda-tanda bahwa

dirinya hamil. Setiap ada anggota keluarga atau temannya yang bertanya mengenai hal

itu, menambah gundah dirinya. Segala upaya termasuk konsultasi kepada dokter sudah

dilakukan, tetapi hasilnya tetap nihil. Rasa cemas dan bersalah timbul pada diri Anita,

karena selalu menjadi bahan pertanyaan khususnya dari pihak keluarga. Aku sering kali

memberi semangat dan dukungan kepadanya untuk selalu belajar menerima apa

adanya dalam situasi apapun. Bila ada sesuatu pikiran yang membuat gundah Anita,

aku selalu dapat membuat dirinya lupa dengan masalahnya. Aku selalu dapat membuat

dirinya tertawa, dan terus tertawa. Pernah suatu ketika, Anita tertawa sampai berlutut

dilantai sambil memegang perutnya karena tertawa sampai keluar air mata dan sakit

perut!!

Suatu hari (aku lupa persisnya) minggu ke 2 di bulan Februari 2004 yang lalu, Anita

menelponku melalui HP. Pada saat itu aku baru saja sampai di rumah, setelah seharian

bekerja.

“Haloo Nitaa.. Lagi dimana lu? Tumben nih malem-malem nelpon, hehehehe..” kataku

kemudian.

“Lagi di rumaah. Lagi bengong-bengong, laper and cuapek buanget nih, tadi gue ada

meeting di Kuningan (jalan kuningan-Jakarta) dari siang, lu sendiri masih dikantor?”


kata Anita kemudian.

“Nggak laah, baru aja sampai di rumah. Eh, lu dirumah bengang-bengong ngapain sih?

Emang di rumah lu kaga ada beras, sampai kelaperan gituh?” candaku kemudian.

Disana Anita terdengar tertawa renyah sekali,

“Hehehehe.. Emang benar-benar nih anak!! Gue capek karena kerja! Terus belum

sempet makan dari pulang kantor!!”

“Ooo, gitu. Gue kira lu capek karena jalan kaki dari kuningan ke rumah!” kataku

kemudian.

“Eee, enak aja!! Ntar betis gue besar sebelah gimana?”

“Lhaa kan, tadi gue bilang jalan kaki, bukan ngangkat sebelah kaki terus loncat-loncat?

Kenapa betis lu bisa besar sebelah?”

Disana Anita hanya bisa tertawa, mendengar kata-kataku tadi.

“Sudah lu istirahat dulu Nit, jangan lupa makan, mandi biar wangi. Seharian kan sudah

kerja, capek, ntar kalau lu dikerjain ama laki lu gimana, sementara sekarang aja lu

masih capek?” aku bicara seenaknya saja sambil meneguk minuman juice sparkling

kesukaanku.

“Kalau itu mah laeen.. Gue enjoy aja!! Nggak usah mandi dulu laki gue juga tetep

nempel. Lagian sekarang laki gue nggak ada, kok. Lagi ke Australia..” kata Anita

kemudian.

“Ke Autralia? Wah, enak amat! Gini hari jalan-jalan kesono sendirian, lu kok kaga ikut?

Ngapain Nit, beli kangguru ya?” tanyaku seenaknya.

“Eh, ni anak dodol amat sih!! Urusan kantornya lah!!” kata Anita sengit, sementara aku

hanya cekikikan mendengar Anita berkata sengit kepadaku.


“So anyway, seperti pertanyaan gue tadi, lu tumben Nit, malem-malem gini telpon. Baru

kali ini kan?” tanyaku.

“Iya, gue mau ngobrol aja ama lu. Abis disini sepi.. nggak ada yang bisa diajak

ngomong” lalu Anita menceritakan apa-apa saja yang menjadi pembicaraan dalam

meeting tadi. Seperti biasa, aku diminta pendapat dalam masalah kantor yang sedang

ditangani, dalam sudut pandang aku tentunya.

Tak terasa, kami berbicara sudah satu setengah jam yang kemudian kami berniat

mengakhiri, dan berjanji akan di teruskan esok harinya di kantor. Sebelum aku menutup

telpon, tiba-tiba Anita menanyakan sesuatu kepadaku,

“Eh, gue mau tanya dikit dong, boleh nggak? Tapi kalau lu nggak mau jawab, nggak

apa-apa..”

“Apa?” tanyaku kemudian.

“Maaf Nto, kalau gue boleh tanya, Hmm.. Lu pernah ML nggak?”.

Mendengar pertanyaan seperti itu aku sedikit kaget, karena walaupun pembicaraan aku

dan Anita selalu apa adanya dan kadang bersifat pribadi, tapi belum pernah seperti ini.

“Ngg, pernah.. Kenapa Nit?” tanyaku ingin tahu.

“Nggak, cuma tanya doang.. Lu pertama kali ML kapan, pasti ama cewe lu yah?” tanya

Anita.

“Gue pertama kali ML waktu SMA, sama teman bukan ama cewe gue, lu sendiri

kapan?”

Mendengar jawaban ku tadi Anita langsung berkata,

“Gue sih, waktu kuliah. Itu juga setelah TA, sama Randy (suaminya). Rasanya gimana
Nto, ML pertama kali?” tanya Anita.

“Lhaah, lu sendiri waktu ML pertama kali gimana?”.

“Awalnya sih, sakit. Tapi enak juga.. Hehehe. Abis Waktu itu Randy buru-buru amat.

Maklum waktu itu kami takut ketauan..”.

“Emang lu ML dimana, di kantor RW?”

“Hahaha, nggak lah!! Gue lakuin di ruang tamu rumah gue sendiri. Waktu itu lagi nggak

ada orang lain. Pembantu gue juga lagi keluar rumah”

“Wah, ternyata waktu gue ke rumah lu kemarin, gue nggak sangka duduk di sofa yang

pernah digunain untuk perang antar kelamin..”

Anita hanya tertawa mendengar celotehanku itu. Kemudian kami saling bercerita

mengenai pengalaman kami masing-masing, sampai dengan masalah posisi yang

paling disukai dan yang tidak disukai dalam berhubungan intim. Kami juga sama-sama

bercerita kalau kadang-kadang melakukan masturbasi apabila keinginan sudah

menggebu dan tidak tertahankan.

“Wah, Nto.. kalau lu abis mastur, jangan dibuang sembarangan dong, kasiankan, anak

lu pada teriak-teriak di got. Mending lu bungkus terus kirim ke gue aja, kali-kali

bermanfaat”

“Emang lu mau sperma gue, bawanya gimana? Dibungkus? Kaya bawa nasi rendang!

Kirim lewat apa dong? Mending langsung tuang ke lu langsung. Praktis dan nyaman,

hehehehe”.

“Week, mengharap amat! Lu yang nyaman, tapi gue yang nggak aman!! Nggak, gue

cuma mau sperma lu aja” celetuk Anita dengan sengit.


“Sudah ah, gue mau mandi dulu terus tidur, besok kita kan masih kerja..” kata Anita

kemudian. Setelah itu kami sama-sama berpamitan untuk menutup telpon.

TGF (Thanks God is Friday), hari itu aku melakukan seperti biasanya. Walaupun aku

terasa mengantuk, tapi aku senang dan bekerja dengan semangat sekali karena besok

dan lusa libur. Seperti janji semalam, aku makan siang dengan Anita untuk melanjutkan

pembicaraan masalah kantor yang sedang dihadapinya. Aku dan Anitapun berangkat

bersama, menuju restoran yang menyajikan masakan Thailand di bilangan Jakarta

Selatan. Sepanjang perjalanan dan di tempat tujuan pembicaraan kami hanya berkisar

masalah pekerjaan yang serius, sekali-kali bercanda dan tertawa. Tidak ada satupun

topik yang mengungkit-ungkit pembicaraan akhir di telepon semalam. Sampai pada

saat kami diperjalanan pulang, kami hanya diam seribu bahasa. Mungkin karena Anita

masih mengingat pembicaraan yang tadi dibicarakan. Kalau aku sih, sedang

mengingat-ingat rencana apa yang akan dilakukan liburan nanti. Entah apa yang ada di

benak Anita, mungkin pusing liat kemacetan lalu lintas yang sedang dihadapi, maklum

dia yang jadi sopir. Sementara aku bersantai-ria disampingnya sambil mendengarkan

lagu slow R&B.

“Kenapa sih, kok ngelirik gue terus?” kata aku tiba-tiba, karena aku perhatikan dari

sudut mataku, Anita sering melirik ke arah aku.

“Ge-Er aja sih lu? Gue cuma liatin jalan, bukan liat lu! Jalan kan macet, jadi gue

bingung mau ambil arah mana?” celetuk Anita.

“Weleh, muka liat jalan, kok biji mata lu ke arah gue? Emang, tampang gue kaya

pengamen yah?”. Anita tertawa mendengar celotehan aku tadi.


Kemudian dia berkata, “Nto, lu benar mau kirimin ke gue?”.

“Kirimin apa sih?”.

“Itu-tu, .. Pembicaraan kita semalem..” kata Anita.

“Tentang mastur..”

Aku langsung memalingkan wajahku ke Anita, bingung

“Mastur? Ooo, yang itu. Emang kenapa sih Nit? Lu emang ingin benih gue?”.

“Sebenernya bukan itu, gue cuma ingin punya anak doang. Cuma gue bingung harus

gimana?”

“Mungkin sekarang belum rezeki lu, kali Nit. Lu jangan nyerah gitu donk! Suatu saat

nanti, kalau rezeki lu sudah dateng, pasti juga dapet kok. Sabar ajah, ya Nit” kataku.

“Jadi maksudnya, lu nggak mau kasih kesempatan ke gue? Maaf ya, Nto? Bukannya

gue sudah kehilangan akal sehat, gue cuma mau tes aja. Gue tahu lu orangnya bisa

dipercaya. Apapun yang terjadi nanti, gue percaya lu nggak berubah memandang diri

gue. Tetep bisa jadi teman gue. Makanya gue perlu lu”.

“Wah Nita, kalau nanti hamil beneran gimana? Serem aja kalau sampai ketauan.. Gue

kan, jadi nggak enak ama keluarga lu?”.

“Biarin aja, itung-itung sebagai bukti kalau gue bisa hamil!”.

Setelah Anita berkata tadi aku berpikir, si Anita gila juga nih, pikirku. Aku tahu, kami

memang sama-sama dekat, tapi hanya sebatas teman biasa. Aku hanya takut, nanti

setelah kejadian, salah satu dari kami bisa muncul perasaan berbeda. Walupun Anita

percaya aku tidak seperti itu, tetap saja aku ragu. Memang aku tidak memungkiri, ingin

sekali tidur dengannya. Tapi perasaan itu aku tahan, karena bisa merusak hubungan
kami nantinya. Paling kalau sudah tidak terbendung, ujungnya hanya masturbasi. Aku

memang doyan sekali dengan yang namanya sex. Tapi aku tidak mau obral cinta demi

sex semata. Oleh sebab itu, permintaan Anita ini bisa saja mengubah suasana. Tapi

setelah aku pikir-pikir, apa salahnya aku coba. Toh, dari dulu memang aku ingin sekali

melihat lekuk tubuhnya..

“gimana To, bisa nggak?” kata Anita tiba-tiba yang membuyarkan lamunanku.

“Bisaa.. Ya pasti gue bisa aja dong! Wong enak kok, main perang-perangan”.

“Heh, enak aja! Kata sapa lu, kita ML? Gue kan cuma bilang minta sperma lu? Bukan

berarti kita main sex! Dan gue minta kita bersikap obyektif yah, ingat gue sudah punya

keluarga”.

“Jadi kita nggak nge-sex? Gimana caranya? Emang lu mau minum sperma gue, yang

ada sih lu cuma kenyang, bukannya bunting!” kataku mulai bingung.

“Hush, jijik ah, omongan lu. Gimana caranya lu hanya keluarin sperma lu nanti, terus

langsung masukin ke punya gue”.

“Waah, susah amat proyeknya! Tapi okelah, kita coba aja yah” akupun menyanggupi,

karena aku berpikiran, akan berusaha paling tidak bisa melihat bentuk tubuhnya yang

membuat penasaran selama ini. Kemudian dalam pembicaraan selanjutnya, kamipun

sepakat untuk bertemu esok harinya di salah hotel bintang 3 di arah yang berbeda

dengan daerah rumah kami di wilayah Jakarta selatan.

Hari Sabtu pun tiba. Setelah istirahat yang cukup, pagi-pagi sekali aku sudah

mempersiapkan segala sesuatunya untuk tujuanku nanti. Setelah aku tiba di hotel

tersebut, aku langsung check-in. Kemudian menunggu di kamar hotel setelah


sebelumnya aku memberitahu Anita bahwa aku sudah sampai. Lama sekali Anita tidak

muncul, sudah hampir 3 jam aku menunggunya sambil menonton acara music di TV

kamar. Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang, ketika tiba-tiba ada ketukan halus dari

pintu kamarku.

Dengan berdebar-debar akupun bergegas mengintip dari pintu, ternyata Anita! Ketika

aku bukakan pintunya, Anita langsung bergegas masuk meninggalkan aku di depan

pintu sambil terbengong-bengong. Hari itu Anita menggunakan kaus hitam berkerah

rendah dilapisi dengan bleser coklat tua, dengan rok berbahan kulot bercorak coklat

tua. Begitu sudah di dalam Anita langsung membuka blesernya yang ternyata

memperlihatkan kausnya berlengan buntung. Menambah kontras dengan warna

kulitnya yang putih bersih. Sementara aku hanya menggunakan T-Shirt dan bercelana

pendek. Kemudian dia duduk di tepi tempat tidur, menghadap ke TV.

“Kenapa sih lu, bengong gitu liatin gue?” kata Anita.

“Nggak, cuma heran aja sama lu, masuk ke dalam tanpa ngomong, buka bletser terus

duduk nonton TV”

“Siapa yang mau nonton, gue kan cuma baru dateng. Sori, yah, gue nggak nyapa lu

dulu. Malah nyelonong masuk. Terus terang gue bingung, jantung gue deg-degkan nih”

kata Anita.

Akupun menyadari suasana seperti itu, kemudian aku menawarkan minum kepada

Anita untuk mengendurkan suasana yang kaku. Setelah aku membuatkan teh yang

diminta Anita, akupun duduk di bawah sambil bersandar ke tempat tidur. Anita yang

berada didekatku meminum teh suguhanku sambil tetap duduk di pinggir tempat tidur.
Posisi ini membuat aku bisa mudah memperhatikan lekuk kakinya yang bagus, yang

sejak dulu aku kagumi, karena tepat berada di samping mukaku. Putih bersih tanpa

noda. Sekali kali aku membuka pembicaraan dengan topik yang umum saja. Maksud

aku hanya untuk mengendurkan suasana, dan ternyata aku berhasil. Aku dapat melihat

bahwa Anita sudah dapat rilex dengan susasana ini karena dapat menimpali

pembicaraanku dengan cepat dan sekali-sekali tertawa mendengar celotehanku.

Setelah Anita minum teh, dia berdiri dan meletakkan gelasnya di atas meja di samping

TV, kemudian duduk dibawah, disamping kananku dengan bersandar pada tempat

tidur. Sambil terus berbicara, aku mencoba memeluk pundaknya dari samping, dan

tangan kiriku memegang tangan kirinya. Sambil terus kami berbicara, aku mencoba

merasakan kehalusan kulitnya dengan sentuhan-sentuhan halus ujung jariku yang aku

lakukan. Dari pundak aku sentuh turun ke telapak tangannya, silih berganti. Sentuhan-

sentuhan lembut yang aku lakukan tidak di pungkiri membuat Anita terpengaruh,

walaupun dia tetap saja berbicara. Terbukti bulu-bulu pada tengkuknya terlihat berdiri,

karena ulahku itu. Ditambah lagi sekali-kali aku mencium pundaknya. Sentuhan tangan

kananku yang tadi dengan tangan kiriku menyentuh tanganganya, kini berpindah ke

perutnya, sementara tangan kiriku masih memberi sentuhan pada tangan kirinya.

Sentuhan pada perutnya terus beranjak naik, sampai aku menyentuh payudaranya

walau masih di balut dengan bra dan kausnya. Lama aku melakukan aksi tersebut

sambil memberikan sentuhan dari luar.

Kemudian tanganku itu turun kembali kebawah yang kemudian meyusupkan ke dalam

kaus Anita. Sentuhan pada perutnya aku langsung berikan tanpa halangan dari
kausnya. Terus naik ke atas sampai aku menemukan payudaranya yang masih

terbungkus payudara. Begitu kenyal dan nikmat sekali rasanya, meremas-remas

payudaranya dengan lembut, kemudian aku berusaha mencari-cari putingnya sambil

terus meremas lembut serta memberi kecupan pada pundaknya. Anita yang sudah

mulai merasakan perbuatanku itu sambil memejamkan matanya, sudah terdiam sejak

tadi tiba-tiba menepis ulahku itu sambil menarik tanganku dari balik kausnya, “Sudah,

yah..” kemudian dia mengecup bibirku, yang di jawab dengan lumatanku sambil terus

memberi sentuhan. Kali ini yang manjadi sasaranku adalah kakinya, karena posisi Anita

agak sedikit miring ke arah aku. Sedikit demi sedikit tanganku meraba, dan menyentuh

kakinya sampai aku menyusupkan dibalik roknya. Didalam roknya tanganku mulai

mencari-cari pangkal pahanya yang masih tertutup dengan celana dalamnya.

Rangsangan yang aku berikan mungkin menambah panas suasana, karena Anita

menyambut lumatanku dengan bergairah. Kemudian tanganya mulai meraba-raba

gundukan di balik celana pendekku yang sejak dari tadi menegang hebat, yang

kemudian aku membimbing tangannya untuk memasukkan ke dalam celanaku. Terus

aku melanjutkan aksiku di dalam roknya. Aksinya yang memijat nikmat penisku dari

dalam celana, membuat aku bernafsu sekali. Akupun menyudahi lumatanku dan

kecupanku pada lehernya, dan langsung menurunkan kepalaku ke bawah, untuk

memberi kecupan dan jilatan kecil pada kedua kakinya. Dari bawah, terus ke arah

pangkal kaki, sedikit demi sedikit aku memberi sentuhan, kecupan dan jilatan pada

kedua kakinya. Sampai akhirnya di pangkal kakinya, dengan menyibakkan roknya

sedikit demi sedikit, akhirnya aku dapat melihat celana dalamnya yang berwarna coklat

yang sangat muda. Akupun lebih bernafsu untuk memberikan jilatan disekitar pangkal
pahanya. Begitu aku berniat untuk menurunkan celana dalamnya, Anita tiba-tiba berdiri

dan duduk di pinggir tempat duduk. Posisi aku yang sudah terlanjur memegang karet

CD-nya, malah membuat turun agak kebawah karena Anita berdiri. Anita yang tahu hal

itu langsung menurunkan roknya dan duduk di samping tempat tidur.

“Kita jangan sampai ML, yah?” kata Anita.

“Memangnya kenapa? Tuang spermanya gimana? Gini aja, gue akan merangsang lu

sampai keluar, setelah itu gue masukin punya gue dan tumpahkan sperma gue

didalem, gimana? Soalnya kalau numpain doang mah, yang enak gue aja dong?”

pintaku kemudian.

“Sama aja donk kita ML?”.

“Nggak lama kok, paling kalau gue sudah nafsu banget kaya gini, paling lama semenit!”

sergahku.

“Makanya lu gue buat klimaks dulu, baru gue masukin”.

“Tapi..” belum sempat Anita meneruskan aku sudah melumat bibirnya yang seksi itu,

sambil tangan kiriku meraba-raba selangkangannya dari balik rok. Terasa basah disitu.

Kerena lumatanku dibibirnya dan rangsanganku dari bawah, Anita merebahkan dirinya

diatas kasur dengan posisi kaki yang menjuntai ke bawah tempat tidur. Akupun masih

terus bergerilya, atas-bawah. Kemudian aku menurunkan arah seranganku ke bagian

bawahnya. Dari leher, pundak, aku remas payudaranya, terus ke perutnya, sampai

dengan aku menyibakkan kembali roknya. Disitu aku melihat posisi celana dalamnya

yang sudah merosot ke bawah, walaupun masih diatas dengkul, tapi sudah

memperlihatkan bulu-bulu yang hitam dan halus serta terawat dengan rapi.
Untuk beberapa saat aku masih kagum dan takjub dengan pemandangan itu. Dari

posisi di samping Anita, akhirnya aku memberi sentuhan halus melalui bibir dan

kecupanku di sekitar selangkangannya. Sedikit demi sedikit memberi kecupan dan

sentuhan, dan terus turun ke kakinya, sampai aku turun dari atas tempat tidur memberi

kecupan pada kakinya yang menjuntai kebawah. Kemudian masih terus mengecup

kakinya dari bawah terus ke atas lagi, dan sedikit demi sedikit aku menarik turun celana

dalamnya sambil memberi kecupan dan jilatan kecil pada sekujur kaki indahnya yang

aku kagumi itu. Setelah celananya aku lepas, dalam posisi duduk di bawah dan

menghadap ke arah selangkangan Anita, aku membuka kakinya lebar-lebar kemudian

dengan meletakkan kedua pahanya di atas pundakku, dan aku langsung melahap

vaginanya yang terawat sangat rapih sekali. Dengan kulit bersih, bulu yang halus,

vagina yang dimiliki Anita sangat bagus sekali. Yang membuat diriku jadi bernafsu

sekali dan ingin sekali menyutubuhinya. Aku melumat vaginanya dengan sangat

bernafsu sekali, sampai terdengar erangan lepas Anita yang sudah tidak tertahankan

sambil menggeliat kekiri dan kekanan.

Erangan-erangan Anita tersebut membuat diriku lupa, dan terus melumat dan menjilat

vagina nan indah itu, sambil memberi elusan kepada kedua pahanya dengan kedua

tanganku. Elusanku itu kemudian beralih ke atas. Dari balik kausnya aku memberi

sentuhan-sentuhan ke perutnya, sampai akhirnya aku memeras halus kedua

payudaranya yang sebelumnya sudah aku keluarkan dari ‘cup’ yang hanya menutup

setengah dari payudaranya. Remasan halus yang aku berikan memberikan nuansa

kenikmatan tersendiri bagiku.


Karena selain kulitnya yang sangat halus, ukuran dan kekenyalannya membuat aku

makin bernafsu untuk menyetubuhinya. Walaupun aku belum melihat payudaranya

secara langsung, karena masih tertutup di balik kaus. Setelah beberapa menit, tiba-tiba

Anita mengangkat pantatnya tinggi-tinggi dan kedua kakinya menjepit kepalaku ke arah

selangkanganku. Sambil setengah teriak yang tertahan Anita berkata,

“Nnnto, .. Aku mau keluarr.. Aduhh!!” kemudian Anita mengejang untuk beberapa saat.

Aku yang masih terus melahap vaginanya, merasakan ada cairan yang keluar dari

dalam vaginanya. Setelah Anita terhempas lemas, aku masih saja membersihkan

cairan cinta yang keluar dari dalam vaginanya. Setelah itu baru aku merangkak naik

sambil menyibakkan kausnya untuk melihat payudaranya, setelah terlihat, aku

menjilatinya dengan lahap. Anita yang masih keletihan setelah orgasme yang pertama,

hanya terlihat pasrah saja. Karena aku sudah sangat bernafsu sekali, aku langsung

melepas celanaku. Rotanku yang sudah sangat keras memang sedari tadi sudah

membuat aku tidak nyaman. Dalam keadaan Anita yang pasrah tersebut, Aku langsung

memasukkan penisku dalam lubang cinta milik Anita. Seret, tapi nikmat sekali.

“Aduh! Ahh..” desah Anita sambil memejamkan matanya.

Sedikit demi sedikit aku masukkan, kemudian aku tarik sedikit, aku masukkan lagi yang

lebih dalam, yang akhirnya aku menyodoknya dalam-dalam sampai mentok dengan

pangkal penisku. Kamipun menyatu, dan keinginan aku tadi untuk menyutubuhinya

sudah terpenuhi. Karena desahan-desahan Anita yang membuat aku sangat bernafsu

sekali, sambil memeluk tubuh Anita yang masih berpakaian lengkap aku segera

menggenjot tubuhnya dengan cepat. Akhirnya dengan hitungan cepat pula, akupun
sudah tidak tahan untuk menyemburkan lahar panasku. Aku langsung mendekap Anita

kencang-kencang sambil menekan dalam-dalam penisku ke dalam vaginanya.

“Ahh, .. Gue keluar” akupun menyemburkan cairan cintaku di dalam rahim Anita.

Perasaan nikmat menjalar di dalam tubuhku. Untuk beberapa saat aku masih

mendekap tubuh Anita karena belum mau melepaskan rasa nikmatku itu. Beberapa

saat kemudian akupun bergulir terlentang disamping Anita. Sambil memegang

tangannya, akupun berkata,

“Enak banget punya lu, Nit. Untung lu bukan istri gue. Kalau Istri gue, ntar gue jadi

males kekantor gara-gara nafsu terus ama lu”.

“Hehehe, punya lu juga enak kok. Cuma sayangnya cepet amat!” kata Anita,

“Sepertinya barang lu itu lebih besar deh, dari punya Randy. Soalnya gue ngerasa agak

mampet di vagina gue”.

“Masa sih? Ah, lu bisa-bisanya aja. Emang sih, tadi cepet banget. Abis gue sudah nafsu

banget pingin nyetubuhin elu. Lagian tadi kan, lu bilang nggak mau ML. Jadi, dari pada

waktu gue sudah nafsu banget dan sudah masukin barang gue tiba-tiba lu tadi nolak,

atau kabur? Kan gue yang rugi. Mending gue nyetubuhin elu dengan cepat. Yang

penting nafsu gue tersalurkan. kalau mau yang lama ntar aja kita coba lagi, yah?”.

“Hahaha, emang dasar lu! Emang lu nggak capek?” kata Anita sambil tertawa renyah,

saking gemasnya membuat aku langsung melumat bibirnya yang seksi itu. Lama aku

melumatnya, yang kemudian aku bangun meninggalkanya untuk pergi membersihkan

penisku di kamar mandi.


Di kamar mandi aku membersihkan sisa-sisa cairan cintaku yang masih melekat

dengan air hangat shower. Tidak lama setelah aku masuk ke dalam kamar mandi, Anita

ikutan masuk, untuk membersihkan cairan cintaku yang keluar dari vaginanya. Sambil

mengangkat kaki kanannya ke atas closet dan menghadap ke cermin besar, Anita

membersihkan vaginanya dengan tisyu WC. Sementara aku yang sedang

mengeringkan penisku dengan handuk, terus memperhatikan kaki jenjang yang indah

itu dan aktifitas Anita. Kakinya yang putih bersih nan indah itu, terlihat apik sekali kalau

dilihat dari belakang yang tiba-tiba membuat libidoku naik.

Rupanya Anita juga memperhatikan aku melalui pantulan cermin di depannya (shower

berada di depan cermin). Dia tersenyum melihat aku tidak berkedip melihat dirinya.

Senyumannya itu lho, aduh.

“Nit, jangan senyum-senyum gitu, napa?” kataku dengan gemas.

“Lhaa, emang kenapa? Kan lu juga ngeliatin gue terus, kan?” kata Anita. Aku

menghampiri Anita yang masih sibuk membersihkan cairan yang merembes di paha sisi

dalam.

“Kok, di bersihin, Nit? katanya mau di jadiin?”

“Cuma yang di luar aja, kok. Lagian nggak enak kalau buat jalan, ada sperma di paha

gue”. Sambil Anita bicara, aku mencium lehernya yang putih itu, sambil memeluknya

dari belakang.

“Ihh, geli doonk!” protes Anita, karena membuat tidak leluasa membersihkan pahanya.

Aku nggak peduli, sambil jongkok malah terus menciumi kakinya yang terangkat itu

sambil tangan kiriku mengelus sekujur kakinya yang berpijak di lantai, kemudian sedikit
demi sedikit terus ke atas, sampai kemudian aku menciumi lehernya kembali. Dalam

posisi berdiri dan setengah memeluk dari belakang, aku terus menerus menciumi Anita

yang sudah mulai terpejam dan menikmati sentuhanku itu. Kemudian tangan kananku

menuju selangkangannya dan bermain-main dengan lembut pada bulu-bulu halus dan

sekitar vaginanya. Sementara tangan kiriku menyusup ke dalam kausnya mencari

daging-daging kenyal yang tertutup bra.

Sedikit demi sedikit Anita terpengaruh dengan aksiku itu. Tanpa membuang waktu lagi

aku menyodorkan penisku yang sudah setengah online ke vaginanya. Perlahan tangan

kananku itu membimbing penisku ke vagina Anita dari belakang, sementara Anita

memberi peluang dengan meninggikan pantatnya dan tanganya bertumpu dengan

sikunya pada pinggir wastafel. Rasa nikmat dan hangat menjalar pada kami berdua

saat penisku masuk ke dalam vagina Anita. Kemudian aku menyodoknya perlahan

sekali untuk memberi nuansa yang lebih nikmat dan sensual, sementara aku

memeluknya dari belakang dan memeras lembut payudaranya, sambil terus mengecup

tengkuknya dan lehernya. Perlakuanku tersebut membuat kami benar-benar menikmati

persetubuhan kami itu. Sambil terpejam dan sekali-kali mengigit bibirnya, dari mulut

Anita mengeluarkan suara desahan lembut. Aku menyetubuhinya berdiri dari belakang

sambil memperhatikan Anita dari kaca, melihat gocangan payudaranya, desahannya,

dan ekspresi mukanya yang sensual, menambah gairahku saat itu.

Di menit yang kesekian, Anita menurunkan kakinya dari atas closet dan masih

bertumpu di depan cermin, dia menunggingkan pantatnya ke belakang yang membuat

aku dapat menikmati bongkahan pantat yang indah. Sambil sekali-sekali meremas
pantatnya itu, aku menyodoknya terus menerus yang diimbangi oleh Anita dengan

goyangan pada pantatnya dan menekan ke pangkal penisku.

Menit demi menit berjalan dengan nikmat. Kami masih bertahan dengan posisi yang

sama. Sampai aku merasakan denyutan halus di dalam vagina Anita yang makin

terasa. Sambil menyusupkan tanganku di balik kausnya, yang membuat Anita dalam

posisi nungging menyondongkan badannya ke belakang membuat aku dapat meremas

payudaranya dengan mudah.

“Ssshh, uuhh.. Hmm.. Ssh, gue mau sampai, To..”

“Tahan sebentar yah Nit, gue juga.. Uhh, nikmat banget, tahan sebentar..”

Aku merasakan denyutan di vaginanya kian terasa, yang kemudian Anita mulai

mengejang. Akupun yang sudah sampai puncaknya, dengan rapat memeluknya dari

belakang serta memberi sodokan-sodokan terakhir penisku dengan keras. Kamipun

bergetar hebat, menikmati persetubuhan kami itu dengan klimaks bersama. Sementara

cairan cintaku yang aku tumpahkan di dalam vagina Anita terasa hangat bercampur

dengan cairan cintanya. Nikmatnya persetubuhan kami itu dirasakan oleh kami berdua,

terbukti dengan bulu halus pada tengkuk Anita terlihat berdiri, yang kemudian aku

kecup dengan lembut.

Anita berbalik diperperlakukan seperti itu, kemudian mengecup lembut bibirku, yang

aku jawab dengan kecupan-kecupan lembut pula dibibirnya yang seksi. Entah kenapa,

aku merasa senang sekali memperlakukan Anita seperti itu. Sentuhan, kecupan yang

lembut, aroma tubuh dan hembusan nafas serta dekapan kami berdua menambah
mesra suasana romantis saat itu. Sementara suara TV di ruang tidur

mengumandangkan lagu Cinta Kita dari Titi Dj,

“Aku tetap bertahan.. walau badai datang menerjang.. Menjaga cinta, kita, slalu

bersama.. Sungguh cinta kita tiada.. Duanya..”.

Kecupan demi kecupan, belaian demi belaian kami lakukan. Hembusan nafas yang

memburu menambah gairah kami, yang sebelumnya telah melakukan persetubuhan

dengan kenikmatan sensual dan romantis. Sambil berpagutan, aku mendorong Anita

perlahan-lahan ke tempat tidur. Dalam posisi duduk di tepi tempat tidur, aku pangku

Anita tanpa melepaskan pagutan kami berdua, yang menambah panas suasana di

ruangan itu. Anitapun dengan bergairah melepaskan pakaianku yang masih tersisa,

sementara akupun tidak tinggal diam. Kaus Anitapun aku buka, dan terpampanglah

buah dada yang kenyal itu, sedikit terbungkus dengan bra. Aku langsung menciumi

buah dada Anita sambil membuka ikatan dari depan. Setelah terbuka, aku pelintir

putingnya dan aku sedot puting satunya. Dicium, menjilati, dan aku remas dengan

lembut buah dada Anita yang indah itu dengan penuh kasih sayang. Desahanan Anita

menjadi-jadi, setelah ia memasukkan penisku ke dalam vaginanya sendiri perlahan-

lahan sekali. Sambil memeluk Anita, aku menciumi seluruh area dadanya, tanpa kecuali

bahu dan ketiaknya, Sementara Anita perlahan tapi pasti menaik-turunkan tubuhnya

dengan sekali-sekali memutar pantatnya dengan halusnya tatkala penisku tertancap

jauh di dalam vaginanya.

Menit demi menit, suasana romantis tersebut bertambah nikmat dengan perlakuan kami

berdua, yang memberi belaian, kecupan, rangsangan dengan rasa cinta, romantis dan
penuh kasih sayang. Goyangan Anita pun menjadi-jadi, dengan meningkatnya gairah

kami berdua. Tatkala gerakan Anita bertambah cepat, akupun mendekapnya dengan

erat sambil memberikan sodokan-sodokan ke atas, sampai jeritan panjang Anita yang

merasakan ejakulasi setelah mendapat orgasmenya tersebut. Tanpa melepaskan

pelukan, aku mengejang untuk beberapa saat dan menikmati persetubuhan kami yang

nikmati dan kemudian memberikan kecupan sayang kepada Anita yang telah

memberikan kenikmatan dalam persetubuhan. Sambil memeluk Anita, Aku ambuk ke

belakang. Aku membelai rambutnya, mengecup kening dan bibir Anita yang terlihat

sangat letih tapi terlihat cantik, walaupun terihat rambut seluruh mukanya dan tubuhnya

basah bermandikan keringat.

“Lu keliatan capek, Nit. Istirahat dulu aja,” kataku.

“Nggak ah, gue emang capek, tapi seneng banget ngelayanin lu. Abis enak banget!”

kata Anita kemudian.

“Enak barang gue, atau lu emang doyan sex?”

“Dua-duanya sih.. Hahaha, tapi sentuhan lu itu lho, bikin gairah gue berkobar! Touch of

Art..”

Aku tertawa mendengar kelakar Anita tersebut. Kemudian aku bangkit menuju kamar

mandi untuk buang air kecil dan membersihkan sisa cairan cinta kami berdua,

sementara Anita Anita bergerak ke arah bantal besar diatas tempat tidur. Di kamar

mandi aku menyempatkan untuk menghisap sebatang rokok kesukaanku. Sambil

menghisap aku memandang cermin di depanku,


“Bermimpikah aku ini” batinku. Aku cubit-cubit mukaku, perih.

“Berarti aku nggak mimpi. Aku menyetubuhi Anita? Wah..”

Sambil menghisap rokokku, aku tersenyum bangga sekali, karena bisa tidur dengan

Anita. Setelah hisapan terakhir rokokku, aku berkumur dengan pengharum mulut dan

kembali ke ruang tidur.

Di atas tempat tidur, ternyata Anita sudah tertidur lelap. Dengan posisi setengah

tengkurap (miring) ke kiri, satu kaki tertekuk ke depan, dan kaki satunya lurus sejajar

dengan tubuhnya. Pemandangan erotis yang aku lihat, pantatnya yang bulat, dengan

posisi seperti ini membuat libidoku naik dengan cepat. Perlahan-lahan aku merangkak

menghampiri Anita. Dalam posisi yang sama, vagina Anita aku masukkan dengan

penisku yang sudah setengah tegang, bless. Sedikit-demi sedikit aku masukkan

dengan bantuan tangan kananku, sementara tangan kiriku membelai bongkahan

pantatnya. Setelah penisku masuk hampir semua, aku maju-mundurkan perlahan-

lahan, sementara kedua tanganku bergerilya ke suluruh kaki dan pantatnya. Sodokan-

sodokan halus yang aku lakukan ternyata tetap membuat Anita tersadar dari tidurnya,

yang kemudian menoleh ke arahku.

“Auhh.. uhh, To.. Belai aku dong.. Nikmat juga nih! Geli..” kata Anita kemudian.

Sodokanku kemudian lebih cepat dan berirama sambil mengusap sekujur tubuh serta

meremas halus buah dadanya.

Setelah puas, aku menyuruh Anita untuk tengkurap, dengan pantat ditinggikan. Dalam

posisi tersebut, aku setubuhi Anita dari atas yang mengerang dan mendesah erotis
sekali. Bongkahan pantat Anitapun tak luput dari remasan tanganku. Setelah aku

bergerilya di seluruh tubuhnya, buah dadanya yang terhimpit dengan kasur tidak luput

juga dari remasan tanganku. Sodokan demi sodokan aku berikan serta keringat kami

yang membanjir, menghasilkan citra rasa dan gairah pada kami berdua.

Erangan, desahan kami berdua serta sentuhan-sentuhan kami membuat gelora birahi

kami memuncak. Sampai pada puncak gairah kami itu, aku menyuruh Anita untuk

terlentang. Dengan gaya konvensional tersebut, aku setubuhi Anita sambil memeluk

erat tubuhnya untuk mengakhiri sesi ini. Dekapan aku buat dan pagutan kami diakhiri

dengan ejakulasi kami yang hampir bersamaan. Bermula dari aku yang mengejang

sambil mendekap erat tubuh Anita serta mengigit lehernya dengan bibirku, kemudian

Anita menyusul dengan mendekap punggungku dengan himpitan kakinya yang erat

pada pinggangku, menambah pesona tersendiri bagi kami berdua karena menambah

masuknya penisku ke dalam vagina Anita. Setelah itu aku memberikan ciuman mesra

kepada Anita dengan rasa sayang.

Menit berikutnya aku ambruk disampingnya. Peluh kami sudah tidak terkira banyaknya

disertai nafas kami berdua yang tersenggal. Setalah itu kamipun mandi berdua, sambil

bercanda aku dan Anita saling memandikan dengan mesranya. Setelah selesai, kami

mengeringkan tubuh kami bersama dan pergi ke tempat tidur. Diatas tempat tidur, kami

tidur berpelukan dengan mesra tanpa ada rasa canggung. Sementara di TV

menampilkan lagu ‘Bilakah’ dari grup musik Ada Band, kamipun kemudian tertidur

pulas.
Aku tidak tahu sudah berapa lama tertidur, sampai kurasakan ada sesuatu yang geli

pada selangkanganku. Sewaktu terbangun, kulihat Anita sedang mengulum dan

menjilati penisku seperti makan candy. Dari mulai biji pelir sampai lubang penisku, tidak

luput dari sergapan lidah dan kuluman Anita. Rasa nikmat menjalar di sekujur tubuhku

tatkala Anita mengulum penisku disertai dengan sentuhan giginya di ujung penisku.

Penisku yang sudah mengeras bertambah keras diperlaskukan sedemikian rupa

olehnya. Setelah itu Anita mengambil posisi berjongkok di atas penisku. Sambil

mencengkram dan membimbing penisku ke arah lubang cintanya, sedikit-demi sedikit

penisku masuk. Kemudian ditarik kembali, digosok-gosokkan di sekitar lubang

vaginanya dan dimasukkan kembali. Setelah amblas sampai biji pelirku menyentuh bibir

kemaluiannya, Anita mulai menaik-turunkan tubuhnya perlahan-lahan.

Aku tidak tinggal diam. Kuremas pantatnya silih berganti yang kemudian beralih pada

buah dadanya. Anita yang bergerak naik turun dengan cepat kemudian memutar-mutar

pantatnya diatasku, membuat rasa sensualitas pada gairah kami berdua. Kemudian dia

menunduk untuk merapatkan tubuhnya diatas dadaku, yang aku balas dengan dekapan

mesra dan ciuman bertubi-tubi pada bibir dan lehernya sambil memberikan sodokan

keras dari bawah. Aku kemudian meminta Anita untuk memutar tubuhnya

membelakangi diriku. Dalam posisi tetap di bawah, aku dapat memelihat bongkahan

pantatnya menghantam penisku dengan mantap. Akupun dapat leluasa meremas

pantatnya dengan sekali-kali meremas-remas punggungnya. Menit berlalu tanpa terasa,

dengan posisi yang sama kami meraup kenikmatan dan sensualitas bersama.
Setelah itu aku meminta Anita untuk menungging. Dengan posisi doggy style aku

menyetubuhinya sambil meremas buah dadanya dengan lembut. Sodokan-sodokan

yang lembut, gigitan kecil dan usapan lembut pada sekujur tubuh Anita membuat diriku

tidak dapat membendung gairah puncakku itu. Yang kemudian aku meminta Anita

untuk kembali pada posisi awal, aku dibawah dan Anita diatas untuk dapat

mendekapnya dengan mesra. Sodokanku dari bawah dan himpitan selangkangan Anita

dari atas menambah menit akhir orgasme kami kian dekat. Sambil menyodok dari

bawah akupun mengusap lembut lubang duburnya yang kemudian menambah getaran

tubuh dan denyutan yang keras pada vaginanya. Pada posisi tersebut dan saling

mendekap erat, kami mengakhiri persetubuhan kami itu dengan tubuh kami yang saling

mengejang dan semburan cairan cinta kami di dalam rahim Anita. Setelah berakhir,

Anita jatuh disisiku dengan rasa yang sungguh nikmat.

“Uhhff.. Baru kali ini gue ngerasain enaknya bercinta,” kataku kemudian.

“Kalau tahu seperti ini, mungkin dari dulu gue sudah minta ke elu sebelum elu digosok

abis ama laki lu..”

“Enak aja lu! Emang gue mau ngasih perawan gue ke elu! Jangan konyol..” kata Anita

sambil melempar bantal ke arahku.

“Eh, tapi kan elu tadi nikmatin juga persetubuhan kita?”

“Iya siih, tapi kan karena gue mau cepet dapat anak. Kalau perawan gue tetep dikasih

ke suami gue, donk”

“Seett, pelit amat sih lu!!” kataku itu disambut dengan lemparan bantal lagi oleh Anita.

Aku yang sudah tahu gelagat dapat menghindari lemparan tersebut dan lari ke kamar

mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai giliran Anita untuk membersihkan diri.
Waktu sudah menunjukkan hampir jam tujuh malam, ketika Anita pamit kepadaku untuk

kembali ke rumah. Akupun mendekapnya dengan mesra serta memberinya kecupan

pada kening dan bibirnya. Setelah itu kamipun berpisah, Anita pulang dan aku tetap di

hotel, kembali istirahat untuk mengembalikan staminaku yang terkuras. Aku memang

berminat checkout pagi-pagi setelah sarapan.

Hari-hari berikutnya di kantor, aku tetap bertemu dengan Anita. Bila bertemu dan

berbicara, kami berbicara dan bersikap seperti biasa saja seolah-olah tidak ada

kejadian apapun pada kami berdua. Sampai kira-kira pada minggu ke-2 atau ke-3

setelah kejadian itu, Anita memberi kabar bahwa dia hamil. Dan Anita memastikan

bahwa anak yang dikandung tersebut adalah anakku, karena disesuaikan dengan umur

kandungan dan peristiwa yang kami lakukan. Dari perselingkuhannya dengan aku

pertama kali hingga kini, aku telah melakukan persetubuhan dengannya dua kali lagi,

dimulai dari Anita memberitahukan bahwa dirinya hamil. Walaupun kami tidak

melakukannya seperti pertama (kami hanya melakukan sekali setiap pertemuan),

karena takut merusak janin yang ada dalam kandungannya. Sampai kami sepakat

untuk tidak melakukannya lagi, mengingat tujuan perselingkuhan kami semula, dan

untuk menghormati suami Anita.

Kisah ini memang benar terjadi dalam diriku. Tapi karena sudah berlalu, ada beberapa

pembicaraan kami yang mungkin aku tambahkan, karena aku terus terang lupa dengan

detil pembicaraan kami berdua, khususnya sebelum kejadian waktu itu. Tapi untuk

waktu dan tema pembicaraan memang benar adanya. Untuk nama tempat atau lokasi

juga kami samarkan, demi kerahasiaan kami berdua.

Anda mungkin juga menyukai