Anda di halaman 1dari 44

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia termasuk dalam negara berkembang dimana mayoritas penduduknya
bekerja di sektor pertanian. Menurut data dari Kementrian Pertanian menyebutkan
tenaga kerja di sektor pertanian pada tahun 2012 berjumlah 38,23 juta jiwa atau 33,89%
dari jumlah tenaga kerja Indonesia seluruhnya (Deptan, 2013).
Penyakit kulit akibat kerja merupakan peradangan kulit yang disebabkan oleh
suatu pekerjaan seseorang. Penyakit akibat kerja biasanya terdapat di daerah industri,
pertanian dan perkebunan. Sekitar 50% dari semua penyakit kulit akibat kerja yang
terbanyak adalah dermatitis kontak. Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua
Penyakit Akibat Kerja terbanyak yang bersifat non alergi atau iritan. Dermatitis kontak
adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit.
Dikenal dua jenis dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan yang merupakan
respon nonimunologi dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme
imunologik spesifik. Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis (Djuanda dkk, 2007).
Petugas pertanian terkena kondisi kerja yang berbahaya, seperti terpapar pestisida,
bekerja berjam-jam di daerah beriklim panas, dan bekerja dengan mesin berbahaya.
Pekerja pertanian menyebabkan resiko terhadap penyakit kulit akibat kerja. Dermatitis
kontak, reaksi inflamasi kulit yang mengganggu terhadap zat asing, merupakan salah
satu masalah kulit yang paling umum di kalangan pekerja pertanian. Namun, ada
penelitian terbatas yang melibatkan prevalensi dan etiologi khusus dermatitis kontak
pada pekerja migran. Di banyak negara, dermatitis kontak akibat kerja adalah yang
paling sering dilaporkan sebagai penyakit kerja, dan menghasilkan 30% dari
kompensasi yang harus dibayar. Namun, sulit untuk membandingkan data dari berbagai
negara secara akurat karena perbedaan dalam pelaporan penyakit akibat kerja dan fakta
bahwa pendaftar nasional seringkali tidak lengkap. Karena kurangnya data yang spesifik
untuk penyakit kulit pada pekerja migran, kami menggambarkan pengetahuan yang ada
mengenai prevalensi dermatitis kontak pada pekerja pertanian (Irby dkk, 2009).

1.2 Epidemiologi
Berdasarkan data tahun 2013, satu pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik
karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami penyakit akibat kerja. Penelitian
surveilans di Amerika menyebutkan bahwa 80% penyakit kulit akibat kerja adalah
dermatitis kontak. Selain dermatitis kontak, dermatitis kontak iritan menduduki urutan
pertama dengan 80% dan dermatitis kontak alergi menduduki urutan kedua dengan
14%-20%.Penderita dermatitis kontak di Swedia mencapai persentase 50% dari seluruh
jenis penyakit akibat kerja, dan di Inggris prevalensi dermatitis kontak iritan secara
klinis di diagnosis meningkat antara tahun 1990 dan 1995 dari 54.000 sampai 66.000
kasus. Sedangkan di Singapura, angka ini berkisar 20% (Taylor dkk, 2008).
2

Prevalensi dermatitis di Indonesia sangat bervariasi. pada pertemuan Dokter


spesialis kulit tahun 2009 menyatakan sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja
merupakan dermatitis kontak, baik iritan maupun alergik. Penyakit kulit akibat kerja
yang merupakan dermatitis kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan
2,1% penyakit kulit karena sebab lain. Studi epidemiologi, Indonesia memperlihatkan
bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% di antaranya adalah
dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis kontak alergi (Perdoski, 2009).
Survei Pekerja Pertanian Nasional memperkirakan bahwa sekitar 78% imigran
merupakan pekerja pertanian migran dan musiman di Amerika Serikat. Pekerja
pertanian migran, didefinisikan sebagai mereka yang melakukan perjalanan setidaknya
75 mil dan membangun tempat tinggal sementara dalam tahun sebelumnya untuk
bekerja, pekerja menghasilkan 42% tanaman pada tahun 2001-2002. Di Amerika
Serikat, Biro Statistik Tenaga Kerja memperoleh data mengenai penyakit akibat kerja
dari survei tahunan yang mencakup sampel acak yang representatif dari bisnis
perusahaan swasta. Di sektor pertanian, kehutanan, perikanan, dan perburuan, kejadian
kecelakaan / penyakit akibat kecelakaan kerja non-vaskular adalah 6,4 per 100 pekerja
purna waktu, kedua setelah manufaktur di industri penghasil barang. Namun, Kejadian
penyakit kulit akibat kerja sebenarnya bisa dilaporkan kurang dari 10 sampai 50 kali,
menurut beberapa perkiraan (Irby dkk, 2009).
Sebuah studi surveilans longitudinal mengevaluasi prevalensi penyakit kulit
akibat kerja sepanjang satu musim pertanian serta faktor risiko terkait pada migran
pekerja pertanian di timur Carolina Utara. Sebanyak 304 pekerja tani terdaftar, dan
12,2% dari mereka menderita dermatitis kontak selama penelitian berlangsung. Faktor
risiko diidentifikasi termasuk usia muda (18-24 tahun), terpapar pestisida, dan kondisi
perumahan rendah. Jumlah pekerja tani dengan dermatitis kontak terus meningkat
sepanjang musim tanam, dengan kejadian 2,1% pada periode 29 Mei sampai 19 Juni,
3,5% pada periode 11 Juli sampai 31 Juli, dan 5,3% pada periode 11 September sampai
12 Oktober (Irby dkk, 2009).
3

BAB 2. KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 Definisi
Dermatitis adalah peradangan non-inflamasi pada kulit yang bersifat akut, sub-
akut, atau kronis dan dipengaruhi banyak faktor. Menurut Djuanda (2006), dermatitis
adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh
faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik
dan keluhan gatal. Terdapat berbagai macam dermatitis, dua diantaranya adalah
dermatitis kontak dan dermatitis atopik (Djuanda, 2011). Dermatitis kontak adalah
kelainan kulit yang bersifat polimorfi sebagai akibat terjadinya kontak dengan bahan
eksogen dan Dermatitis atopik adalah peradangan kulit yang disertai dengan rasa gatal,
biasanya berlangsung lama bahkan bertahun-tahun (Dailli, 2005).
Pada jurnal, penelitian hanya terbatas pada pembahasan dermatitis kontak pada
petani. Pekerjaan di bidang pertanian adalah salah satu jenis pekerjaan yang banyak
memiliki resiko berbahaya, salah satu adalah terpapar pertisida, bekerja berjam-jam di
daerah beriklim panas dan bekerja menggunakan mesin berbahaya. Kondisi ini yang
menyebabkan petani berpotensi mengalami masalah penyakit kulit yaitu dermatitis
kontak. Yaitu reaksi kulit terhadap zat asing yang menyabkan terjadinya inflamasi (Irby
Cynthia E, et al. 2013).
Dermatitis kontak ialah respon inflamasi akut ataupun kronis yang disebabkan
oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam dermatitis
kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik, keduanya dapat
bersifat akut maupun kronis. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit non
imunologik disebabkan oleh bahan kimia iritan, jadi kerusakan kulit terjadi langsung
tanpa diketahui proses sensitasi (Djuanda, 2006; Stateschu, 2011). Sedangkan,
dermatitis alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap
suatu alergen dan merangsang reaksi hipersensitivitas tipe IV (Wolff & Johnson, 2009).

2.2 Etiologi
Pestisida adalah penyebab umum dari penyakit kulit pada petani. Karena pestisida
sering digunakan dalam pekerjaan pertanian dalam upaya untuk meningkatkan
kesehatan tanaman sehingga menunjang hasil panen petani. Meskipun pestisida
memiliki peran penting untuk kesuburan tanaman, namun tetap saja pestisida memilii
pengaruh negatif dalam mempengaruhi kesehatan petani. Proses terpapar adalah ketika
petani melakukan pencampuran pestisida, saat penyemprotan pada tanaman, melakukan
penaburan biji-bijian yang diawetkan dengan pestisida, hingga saat memanen tanaman
yang selama ini tubuh dengan disemprot pestisida tersebut. Beberapa penelitian di
seluruh dunia telah menentukan bahwa dermatitis kontak pada petani selalu berkaitan
dengan penggunaan pestisida dan yang menyebabkan timbulnya alergen (Irby Cynthia
E, et al. 2013). Pekerja pertanian umumnya menggunakan senyawa seperti formalin,
glutaraldehid, glyoxal dan lysol untuk membersihkan mesin, tempat penyimpanan dan
4

area ternak. Senyawa-senyawa tersebut merupakan penyebab umum dermatitis kontak


pada populasi pekerjaan secara umum, terutama pada petugas di layanan kesehatan.
Oleh karena itu siapapun dengan pekerjaan apapun memiliki peluang untuk terkena
dermatitis kontak akibat terpapar desinfektan. Pada sebuah kasus, petani di Polandia
menderita dermatitis kronis akibat terkena dua enyawa desinfektan, diantaranya
glutaraldehida dan lysol (Irby Cynthia E, et al. 2013).
Senyawa karet pada sepatu karet yang dipakai petani di sawah juga dapat
mengakibatkan dermatitis kontak pada kaki dan jari-jari. Sebuah penelitian melakukan
uji tempel sembilan belas jenis karet aditif pada sembilan petani padi di jepang yang
mengalami dermatitis kontak pada kaki dan jari kaki. Hasilnya, semua petani
mengalami reaksi positif terhadap satu atau lebih senyawa karet. salah satu petani
memiliki reaksi positif terhadap MBT (2- mercaptobenzothiazole), dan yang lainnya
terhadap DMTT (tetrasulfida dipentamethylenethiuram). Dimana keduanya adalah
senyawa yang sering ditemukan pada karet. Para petani yang pernah memiliki
dermatitis kontak tidak mengalami kekambuhan ketika mengenakan sepatu antialergi
(Irby Cynthia E, et al. 2013).
Petani tembakau memiliki beberapa penyebab yang berpotensi menimbulkan
dermatitis kontak, dengan daun tembakau itu sendiri yang menjadi salah satu faktor
penyebab. Salah satu kasus di North Carolina menyebutkan penyebaran dermatitis pada
pasien seorang petani tembakau yaitu konsisten di permukaan tubuh, area ekstermitas
atas, batang tubuh hingga ketiak. Penyebaran tersebbut dikarenakan tata cara petani
memegang daun tembakau dengan ditempat dibawah lengan saat melakukan
pemanenan. Pada sebuah uji, pasien dermatitis memiliki reaksi posisif terhadap daun
tembakau baik hijau maupun kering, sehingga dapat disimpulkan tanaman itu sendiri
yang menjadi penyebab dermatitis kontak (Irby Cynthia E, et al. 2013).

2.3 Patofisiologi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi
keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit
(Djuanda, 2010). Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit
tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau
komplemen inti (Streit, 2001).
Kerusakan membran akan mengaktifkan enzim fosfolipase yang akan merubah
fosfolipid menjadi asam arakhidonat, diasilgliserida, platelet activating faktor, dan
inositida. Asam arakhidonat diubah menjadi prostaglandin dan leukotrin. Prostaglandin
dan leukotrin menginduksi vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas vaskular
sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. prostaglandin dan leukotrin
juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta
mengaktivasi sel mast melepaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin lain, sehingga
memperkuat perubahan vaskular (Djuanda, 2010).
5

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat


terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada dua jenis bahan iritan,
yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada
pajanan pertama pada hampir semua orang dan menimbulkan gejala berupa eritema,
edema, panas, dan nyeri. Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan
atau mengalami kontak berulang-ulang, dimulai dengan kerusakan stratum korneum
oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawar,
sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Faktor kontribusi,
misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan, dan oklusi mempunyai andil pada
terjadinya kerusakan tersebut (Djuanda, 2007).
Ketika terkena paparan iritan, kulit menjadi radang, bengkak, kemerahan dan
dapat berkembang menjadi vesikel atau papul dan mengeluarkan cairan bila terkelupas.
Gatal, perih, dan rasa terbakar terjadi pada bintik merah- 15 merah itu. Reaksi inflamasi
bermacam-macam mulai dari gejala awal seperti ini hingga pembentukan luka dan area
nekrosis pada kulit. Dalam beberapa hari, penurunan dermatitis dapat terjadi bila iritan
dihentikan. Pada pasien yang terpapar iritan secara kronik, area kulit tersebut akan
mengalami radang, dan mulai mengkerut, membesar bahkan terjadi hiper atau
hipopigmentasi dan penebalan (Verayati, 2011).

2.4 Tanda & Gejala (Manifestasi Klinis)


a. Dermatitis Kontak
Gejala klinis dermatitis iritan dibedakan berdasarkan klasifikasinya yaitu dermatitis
kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronik:
1. Dermatitis kontak iritan akut
Dermatitis kontak iritan akut biasanya timbul akibat paparan bahan kimia asam
atau basa kuat, atau paparan singkat serial bahan kimia, atau kontak fisik. Sebagian
kasus dermatitis kontak iritan akut merupakan akibat kecelakaan kerja. Kelainan kulit
yang timbul dapat berupa eritema, edema, vesikel, dapat disertai eksudasi, pembentukan
bula dan nekrosis jaringan pada kasus yang berat. Dermatitis iritan kuat terjadi setelah
satu atau beberapa kali olesan bahan-bahan iritan kuat, sehingga terjadi kerusakan
epidermis yang berakibat peradangan. Bahan-bahan iritan ini dapat merusak kulit
karena terkurasnya lapisan tanduk, denaturasi keratindan pembengkakan sel.
Manifestasi klinik tergantung pada bahan apa yang berkontak, konsentrasi bahan
kontak, dan lamanya kontak. Reaksinya dapat berupa kulit menjadi merah atau coklat,
terjadi edema dan rasa panas, atau ada papula, vesikula, pustula dan berbentuk pula
yang purulent dengan kulit disekitarnya normal (Djuanda, 2007).
2. Dermatitis kontak iritan kronik
DKI kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang, dan
mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu
bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila
bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari,
berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu
6

dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting (Djuanda, 2007). Gejala klasik
berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal dan terjadi likenifikasi,
batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung maka dapat menimbulkan
retak kulit yang disebut fisura. Adakalanya kelainan hanya berupa kulit kering dan
skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan
mengganggu, baru mendapat perhatian (Djuanda, 2007).
b. Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik sering menjadi manifestasi pertama atopi pada pasien yang kemudian
juga menderita rinitis alergika, asma, atau keduanya. Pola ini sering disebut juga atopik
march. Alergi makanan juga sering timbul bersamaan dengan DA selama 2 tahun
pertama kehidupan yang akan membaik pada usia pra sekolah. Rinitis alergika dan asma
pada anak-anak DA dapat bertahan atau membaik sejalan dengan bertambah nya usia.
DA, rinitis alergika dan asma disebut juga trias atopik. Pasien yang mengalami DA
sebelum usia 2 tahun, 50% akan mengalami asma pada tahun-tahun berikutnya (Movita,
2014). Berdasarkan manifestasinya pada kulit dapat dibagi kedalam dua stadium,
diantaranya:
a. Stadium 1
Kulit kering dan pecah-pecah, stadium ini dapat sembuh dengan sendirinya.
b. Stadium 2
Ada kerusakan epidermis dan reaksi dermal. Kulit menjadi merah dan bengkak,
terasa panas dan mudah terangsang kadang-kadang timbul papula, vesikula, krusta.
Bila kronik timbul likenikfiksi. Keadaan ini menimbulkan retensi keringat dan
perubahan flora bakteri (Dailli, 2005)

2.5 Prosedur Diagnosis


Dermatitis kontak iritan didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan
gambaran klinis. Dermatitis kontak iritan akut lebih mudah diketahui karena munculnya
lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi
penyebabnya. Sebaliknya dermatitis kontak iritan kronis timbul lambat serta
mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan
dermatitis kontak alergik. Untuk membedakan dan melihat anatara dermatitis akut dan
kronik maka diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai (Djuanda, 2007).
Pada dermatitis kontak tidak memiliki gambaran klinis yang tetap. Untuk
menegakkan diagnosis dapat didasarkan pada:
1. Anamnesis, harus dilakukan dengan cermat. Anamnesis dermatologis terutama
mengandung pertanyaan-pertanyaan: onset dan durasi, fluktuasi, perjalanan gejala-
gejala, riwayat penyakit terdahulu, riwayat keluarga, pekerjaan dan hobi, kosmetik
yang digunakan, serta terapi yang sedang dijalani. Pertanyaan mengenai kontaktan
yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya, ada kelainan
kulit berupa lesi numular di sekitar umbilicus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi,
dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing
celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal
7

dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah
digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahanbahan yang diketahui menimbulkan
alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya
(misalnya dermatitis atopik) (Djuanda, 2007).
2. Pemeriksaan klinis, hal pokok dalam pemeriksaan dermatologis yang baik adalah:
a. Lokasi dan/atau distribusi dari kelainan yang ada.
b. Karakteristik dari setiap lesi, dilihat dari morfologi lesi (eritema, urtikaria,
likenifikasi, perubahan pigmen kulit).
c. Pemeriksaan lokasi-lokasi sekunder.
d. Teknik-teknik pemeriksaan khusus, dengan patch test.
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan
kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh
deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu.
Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat
kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen (Djuanda, 2007). Pada
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan
pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah.
Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat
meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah
tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional akan
sangat membantu penegakan diagnosis (Trihapsoro, 2003).
3. Pemeriksaan Penunjang Untuk membantu menegakan diagnosis penyakit kulit akibat
kerja selain pentingnya anamnesa, juga banyak test lainnya yang digunakan untuk
membantu. Salah satu yang paling sering digunakan adalah patch test.
Dasar pelaksanaan patch test adalah sebagai berikut:
a. Bahan yang diujikan (dengan konsentrasi dan bahan pelarut yang sudah
ditentukan) ditempelkan pada kulit normal, kemudian ditutup. Konsentrasi yang
digunakan pada umumnya sudah ditentukan berdasarkan penelitian-penelitian.
b. Biarkan selama 2 hari (minimal 24 jam) untuk memberi kesempatan absorbsi
dan reaksi alergi dari kulit yang memerlukan waktu lama. Meskipun penyerapan
untuk masing-masing bahan bervariasi, ada yang kurang dan ada yang lebih dari
24 jam, tetapi menurut para peniliti waktu 24 jam sudah memadai untuk
kesemuanya, sehingga ditetapkan sebagai standar.
c. Kemudian bahan tes dilepas dan kulit pada tempat tempelan tersebut dibaca
tentang perubahan atau kelainan yang terjadi pada kulit. Pada tempat tersebut
bisa kemungkinan terjadi dermatitis berupa: eritema, papul, oedema atau fesikel,
dan bahkan kadang-kadang bisa terjadi bula atau nekrosis. Setelah 48 jam bahan
tadi dilepas. Pembacaan dilakukan 1525 menit kemudian, supaya kalau ada
tanda-tanda akibat tekanan, penutupan dan pelepasan dari Unit uji temple yang
menyerupai bentuk reaksi, sudah hilang.
8

Cara penilaiannya ada bermacam-macam pendapat. Menurut Sulaksmono (2006)


yang dianjurkan oleh International Contact Dermatitis Research Group
(ICDRG) sebagai berikut: :
NT Tidak diteskan
+ hanya eritem lemah: ragu-ragu
++ eritem, infiltrasi (edema), papul: positif lemah
+++ bula: positif sangat kuat
- tidak ada kelainan: iritasi

Untuk membantu membedakan antara dermatitis kontak iritan dengan


dermatitis kontak alergika, Rietschel mengusulkan kriteria yang dapat
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dermatitis kontak iritan.
Tabel kriteria diagnosis dermatitis kontak iritan (Rietschel, 2007).

Subjektif
Mayor Minor
1. Onset dari gejala timbul dalam 1. Onset timbulnya gejala 2
hitungan menit hingga jam minggu setelah paparan
setelah paparan 2. Banyak orang dalam
2. Nyeri, rasa terbakar, rasa lingkungan yang sama juga
tersengat, atau rasa tidak nyaman terkena
melebihi rasa gatal pada tahap
klinis awal

Objektif
Mayor Minor
1. Makula eritem, hiperkeratosis, 1. Dermatitis berbatas tegas
atau fisura lebih mendominasi 2. Terdapat bukti pengaruh
daripada vesikulasi gravitasi, seperti efek menetes
2. Epidermis tampak mengkilap, 3. Tidak terdapat kecenderungan
merekah, atau terkelupas menyebar
3. Proses penyembuhan dimulai 4. Perubahan morfologik
segera setelah paparan menunjukan perbedaan.
terhadap bahan kausal konsentrasi yang kecil mampu
dihentikan timbulkan kerusakan kulit yang
4. Hasil uji tempel negative besar

2.6 Penatalaksanaan Medis


9

Pengobatan DKI secara topikal dapat menggunakan kortikosteroid dimana sediaan


yang tersedia berupa losion atau krim, pemberian salep pelembap apabila pada
efloresensi ditemukan likenifikasi dan hiperkeratosis. Jenis kortikosteroid yang
diberikan adalah hidrokortison 2,5% dan flucinolol asetonide 0,025%. Antibiotik topikal
diberikan pada kasus yang terdapat tanda infeksi staphylococcus aureus dan
streptococcus beta hemolyticus. Pengobatan sistemik diberikan untuk mengurangi rasa
gatal dan pada kasus gejala dermatitis yang berat. Kortikosteroid oral diberikan pada
kasus akut denga intensitas gejala sedang hingga berat serta pada DKA yang sulit
disembuhkan. Pilihan terbaik adalah prednisone dan metilprednisolon. Dosis awal
pemberian prednisone 30 mg pada hari pertama, kemudian diturunkan secara berkala
sebanyak 5 mg setiap harinya. Antihistamin diberikan untuk mendapatkan efek sedatif
guna mengurangi gejala gatal, dosis dan jenis antihistamin yang diberikan ialah CTM 4
mg 3-4 kali sehari. Pada pasien ini diberikan terapi kortikosteroid dikombinasikan
dengan antibiotik yang pemberiannya secara topikal dan diberikan antihistamin secara
sistemik. Pasien juga diberikan edukasi agar menggunakan sarung tangan saat berkerja
agar tidak terpapar bahan iritan. Prognosis pada pasien ini baik apabila tidak terpapar
bahan iritan dan pengobatan diberikan secara teratur (Wijaya, 2016).
10

2.7 Pathway
Bahan iritan kimia dan fisik

Kerusakan sel Kontak dengan kulit

Kelainan kulit Sel plasma membentuk dan basophil membentuk Ab IgE

Lapisan tanduk rusak

Memicu proses degranulasi


Denaturasi keratin

Pelepasan mediator kimia


Menyingkirkan lemak lapisan tanduk

Reaksi peradangan

Mengubah daya ikat air di kulit


Gatal dan rubor

Merusak lapisan epidermis


Reaksi menggaruk berlebih Kelembaban kulit menurun

MK: Kerusakan Integritas Kulit

MK: Gangguan Rasa Nyaman Perubahan warna kulit

Lapisan epidermis terbuka

MK: Gangguan Citra Diri


Risiko invasi bakteri

Pelepasan toksik bakteri

MK: Risiko Infeksi


11

2.8 Teori Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Dermatitis


2.8.1 Pengkajian
Langkah pertama dari proses keperawatan yaitu pengkajian, dimulai perawat
menerapkan pengetahuan dan pengalaman untuk mengumpulkan data tentang klien.
Pengkajian dan pendokumentasian yang lengkap tentang kebutuhan pasien dapat
meningkatkan efektivitas asuhan keperawatan yang diberikan (Potter & Perry, 2005).
1. Keluhan Utama
Pada kasus dermatitis biasanya pasien mengeluh kulitnya terasa gatal serta nyeri. 
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien masuk rumah sakit karena adanya keluhan nyeri pada lesi yang timbul.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan memiliki riwayat alergi dan sering menderita gatal-gatal
khususnya pada kaki setelah terkena iritan atau alergen.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari keterangan keluarga klien diperoleh bahwa keluarga klien juga memiliki alergi
dan bapak serta dua orang saudara klien mempunyai riwayat penyakit kusta dan
asma.
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pernah menderita alergi serta tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya
selain itu perlu juga dikaji kebiasaan klien.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada salah seorang anggota keluarganya yang mengalami penyakit yang
sama, tapi tidak pernah ditanggulangi dengan tim medis.

Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah
pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit tersebut
mengganggu aktivitas pasien.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
- Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien (pagi, siang dan
malam).
- Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah, pantangan
atau alergi.
3. Pola Eliminasi
- Bagaimana pola BAK dan BAB, warna  dan karakteristiknya
- Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
4. Pola aktivitas
- Pemenuhan sehari-hari terganggu atau tidak.
-  Kelemahan umum, malaise.
12

-  Toleransi terhadap aktivitas.

5. Pola istirahat/tidur
Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang berhubungan dengan
gangguan pada kulit
6. Pola kognitif/persepsi
Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien.
Identifikasi penyebab kecemasan klien
7. Pola persepsi dan konsep diri
-  Perasaan tidak percaya diri atau minder.
-  Perasaan terisolasi.
8. Pola peran hubungan
Terjadi Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
9. Pola seksualitas/reproduksi
Tanyakan apakah ada gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan
pasangan.
10. Pola koping-toleransi stress
-  Emosi tidak stabil
-  Ansietas, takut akan penyakitnya
-  Disorientasi, gelisah
11. Pola keyakinan nilai
Tanyakan apakah terajadi perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah.

Pemeriksaan fisik head to toe


1. Kepala
Inspeksi: tekstur rambut klien halus dan jarang, kulit kepala nampak kotor
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, benjolan maupun massa
2. Mata
Inspeksi:
Sklera : tidak icterus
Konjungtiva : merah muda
Pupil : Isokor
Gerakan bola mata : normal
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, Tekanan Intra Okuler (TIO) tidak ada
3. Hidung
Inspeksi: Simetris kiri dan kanan, tidak ada pembengkakan dan skeresi, tidak
ada kemerahan pada selaput lender
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan atau tumor
4. Telinga
Inspeksi: Telinga bagian luar simetris, tidak ada serumen/ cairan dan nanah
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan
13

5. Mulut
Inspeksi
a. Gigi: Keadaan gigi bersih, ada karang gigi/ karies, tidak ada pemakaian gigi
palsu
b. Gusi: tidak ada peradangan pada gusi
c. Lidah: lihat tampak bersih tidak ada bercak putih
d. Bibir: tampak pucat, kering dan pecah-pecah, tidak berbau, lemampuan bicara
normal
6. Tenggorokan: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri telan
7. Leher
Inspeksi: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembengkakan/
benjolan, tidak ada distensi vena jugularis
Palpasi: kelenjar tiroid tidak teraba, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak
ada benjolan/ massa, mobilitas leher normal
8. Thorax
Inspeksi
a. Bentuk dada: Pigion chest
b. Pernafasan: Pengembangan di waktu bernafas normal
c. Dada simetris
d. Tidak ada retraksi
e. Tidak ada batuk
Palpasi
a. Tidak ada nyeri tekan dan massa, adanya vocal fremitus
b. Inadekuat adanya massa
Perkusi : sonor (suara paru normal)
Auskultasi :
a. Mendengarkan suara pada dinding thoraks
b. Suara nafas: Vesikuler
c. Suara tambahan Suara ucapan
9. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis ditemukan pada ICS 5 linea medio clavicularis kiri
Palpasi : Normal
Perkusi : Jantung dalam keadaan normal
Auskultasi : Tidak ada murmur
10. Abdomen
Inspeksi : Umbilikus tidak menonjol, tidak ada pembendungan pembuluh
darah vena, tidak ada benjolan, warna kemerahan
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada
pembesaran pada organ hepar
Perkusi : Timpani
14

Auskultasi : Peristaltik normal

11. Genetalia dan Anus


Genetalia:
Inspeksi : Tidak ada prolapses uteri dan benjolan kelenjar bartolini, secret
vagina jernih
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Anus : Keadaan anus normal, tidak ada hemoroid, fissure dan fistula
12. Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Motorik:
Pergerakan kanan/ kiri : Normal
Kekuatan otot kiri/ kanan : Kekuatan otot kanan dan kiri lemah
Koordinasi gerak : ada gangguan
Refleks:
Bisep kanan/ kiri : Normal
Trisep kanan/ kiri : Normal
Sensori
Nyeri :
Rangsang suhu :
Rasa raba
Ekstemitas Bawah
Motorik:
Gaya berjalan
Kekuatan kanan/ kiri
Tonus otot kanan/ kiri
Refleks:
KPR kanan/ kiri : -/-
APR kanan/ kiri : -/-
Bebinski kanan/ kiri : +/+
Sensori
Nyeri :+
Rangsang suhu :+
Rasa suhu :+

2.8.2 Diagnosa
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau
potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan
berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual dan potensial klien didapatkan
dari data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis klien
masa lalu, dan konsultasi dengan profesional lain, yang kesemuanya
dikumpulkan selama pengkajian (Potter & Perry, 2005).
15

2.8.3 Intervensi
Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang
berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi
keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry, 2005).

2.8.4 Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah
katagori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang dipekirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan
mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan. Namun demikian, di
banyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara
langsung setelah pengkajian (Potter & Perry, 2005).

2.8.5 Evaluasi
Langkah evaluasi dari proses keperawatan menurut Potter & Perry (2005) yaitu
mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien
kearah pencapaian tujuan.
Adapun tahapannya, yaitu :
(1) Membandingkan respon klien dengan kriteria.
(2) Menganalisis alasan untuk hasil dan konklusi.
(3) Memodifikasi rencana asuhan.
(4) Syarat Dokumentasi Keperawatan
16

BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus
Seorang laki-laki berusia 20 tahun, datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr.
Sardjito dengan keluhan utama timbul bintil merah yang gatal dan lecet di kedua lengan,
tungkai, wajah dan leher. Dari anamnesis didapatkan bahwa sejak kurang lebih tiga
minggu sebelumnya timbul bintil merah yang terasa gatal di leher, yang makin lama
makin banyak hingga di kedua lengan, kedua tungkai dan di wajah. Kurang lebih dua
minggu sebelum memeriksakan diri ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr. Sardjito,
pasien berobat ke Puskesmas dan didiagnosis oleh dokter sebagai sakit alergi, kemudian
diberi obat minum berupa pil kuning yang diminum 2x1 dan obat oles yang tidak
diketahui namanya, namun keluhan tidak membaik. Kadang-kadang pasien mengobati
keluhannya dengan berendam di air hangat yang diberi garam, namun keluhan makin
meluas dan makin gatal sehingga pasien memeriksakan diri ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin RS Dr. Sardjito. Adanya ruam pada kulitnya tersebut membuat pasien malu
untuk melakukan aktivitas karena khawatir akan respon orang disekitarnya. Dari
riwayat penyakit dahulu, didapatkan riwayat gatal di telapak tangan, gatal dan bintil-
bintil yang hanya terbatas pada lengan, tetapi pasien mengaku keluhan hilang dalam dua
tiga hari setelah memakai alat pelindung diri (APD) dan hanya diobati dengan
merendam lengannya dalam air hangat yang diberi sedikit garam. Terdapat riwayat atopi
pada pasien, yaitu sering mengeluh bersin jika bekerja, terutama jika angin kencang atau
jika menyemprot pestisida. Riwayat sesak, alergi obat dan alergi makanan disangkal.
Tidak didapatkan riwayat keluhan serupa pada anggota keluarga, namun dua orang
teman kerjanya pernah mengeluh timbul bintil merah yang gatal di kedua lengan
(sembuh dalam dua hari hanya dengan diberi salicyltalc dan direndam air hangat yang
dicampur garam). Pasien telah bekerja di perkebunan anggrek selama kurang lebih tiga
tahun, pekerjaan sehari-harinya adalah: membersihkan rumput liar di sekitar tanaman
anggrek, mencampur obat pestisida, memupuk dan memanen bunga anggrek. Sabun
yang digunakan sehari-hari merk NuvoTM, sampo merk PanteneTM, pakaian sehari-
hari dicuci di laundry. Jika bekerja, pasien kadang-kadang memakai APD, memakai
sandal jepit/telanjang kaki, memakai kaos oblong dan celana pendek selutut, jika merasa
banyak berkeringat pasien bekerja tanpa memakai baju. Satu bulan terakhir ini, pasien
ikut menyemprot pestisida. Pada pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum baik,
kesadaran kompos mentis, tanda vital dalam batas normal, status gizi baik, dan tidak
didapatkan pembesaran kelenjar getah bening. Pada wajah, tengkuk, sebagian leher
depan, kedua lengan bawah bagian fleksor maupun ekstensor,punggung tangan, kedua
tungkai bawah dan sedikit tungkai atas bagian belakang tampak papul eritematosa,
multipel, diskret, sebagian membentuk plak, sebagian dengan erosi dan ekskoriasi, serta
sebagian tampak kulit yang xerotik dengan skuama putih di atasnya. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisis ditegakkan diagnosis DKAK, yaitu DKA, DKI dan
17

DFKA karena produk yang terkait dengan pekerjaan, yaitu tanaman (anggrek dan
rumput liar), pupuk dan pestisida. Terapi yang diberikan adalah metilprednisolon 24
mg/hari (16 mg-8 mg-0), loratadin 1x10 mg/hari, salep Desolex® dioleskan 2 kali
sehari. Uji tempel (UT) dan uji tempel sinar (UTS) direncanakan jika lesi sudah
membaik. Pasien disarankan untuk menghindari kontaktan yang dicurigai, atau bila
terpaksa, harus menggunakan APD dengan benar. UT dan UTS dilakukan dengan
menggunakan allergen standar yang dicurigai terdiri atas 5 alergen, yaitu potassium
dikromat, kobalt klorida, balsam peru, sesquiterpene lactone mix 0,1 %, primin dan
kontaktan dari tempat kerja sebanyak 15 macam. UTS dilakukan di sisi tubuh sebelah
kanan. Penyinaran dilakukan pada hari kedua (24 jam setelah penempelan alergen).
Alergen yang digunakan dapat dilihat pada lampiran hasil UT danUTS. Berbagai bahan
dari tempat.

3.2 Pengkajian
Identitas Klien

Nama : Tn. S No. RM :


Umur : 20 tahun Pekerjaan : Pekerja Kebun
Jenis : laki-laki Status Perkawinan : Belum Kawin
Kelamin
Agama : Islam Tanggal MRS : 23 November 2017
Pukul 08.40 WIB
Pendidikan : SMA Tgl Pengkajian : 23 November 2017
Pukul 09.00 WIB
Alamat : Sumber Informasi : klien dan rekam
medis

Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa medik : Dermatitis
2. Keluhan utama :
Keluhan saat MRS : timbul bintil merah yang gatal dan lecet di kedua lengan,
tungkai, wajah dan leher.
Keluhan saat Pengkajian : gatal di bagian leher yang menimbulkan bintil merah dan
gatal semakin meluas ke kedua tangan, tungkai dan wajah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Kurang lebih tiga minggu sebelumnya timbul bintil merah yang terasa gatal di
leher, yang makin lama makin banyak hingga di kedua lengan, kedua tungkai dan di
wajah. Kurang lebih dua minggu sebelum memeriksakan diri ke Poliklinik Kulit
dan Kelamin RS Dr. Sardjito, pasien berobat ke Puskesmas dan didiagnosis oleh
dokter sebagai sakit alergi, kemudian diberi obat minum berupa pil kuning yang
diminum 2x1 dan obat oles yang tidak diketahui namanya, namun keluhan tidak
membaik. Kadang-kadang pasien mengobati keluhannya dengan berendam di air
18

hangat yang diberi garam, namun keluhan makin meluas dan makin gatal sehingga
pasien memeriksakan diri ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr. Sardjito.
Data Subjektif;
23-11-2017
Klien mengatakan bahwa kurang lebih tiga minggu sebelumnya timbul bintil merah
yang terasa gatal di leher, yang makin lama makin banyak hingga di kedua lengan,
kedua tungkai dan di wajah.
4. Riwayat kesehatan terdahulu:
a. Penyakit yang pernah dialami:
Klien mengatakan pernah memiliki riwayat gatal di telapak tangan, dan timbul
bintil-bintil yang hanya terbatas pada lengan, tetapi klien mengaku keluhan hilang
dalam dua tiga hari setelah memakai alat pelindung diri (APD) dan hanya diobati
dengan merendam lengannya dalam air hangat yang diberi sedikit garam
b. Alergi (obat, makanan, plester, dll):
Keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak memiliki alergi baik terhadap
makanan, minuman, obat, maupun plester.
a. Imunisasi:
Keluarga klien mengatakan bahwa keluarga tidak mengetahui imunisasi yang
pernah diberikan kepada klien.
b. Kebiasaan/pola hidup/life style:
Pasien bekerja di perkebunan anggrek selama kurang lebih tiga tahun, pekerjaan
sehari-harinya adalah: membersihkan rumput liar di sekitar tanaman anggrek,
mencampur obat pestisida, memupuk dan memanen bunga anggrek. Jika bekerja,
pasien kadang-kadang memakai APD, memakai sandal jepit/telanjang kaki,
memakai kaos oblong dan celana pendek selutut, jika merasa banyak berkeringat
pasien bekerja tanpa memakai baju.
c. Obat-obatan yang digunakan:
Klien mengatakan telah berobat ke Puskesmas dan didiagnosis oleh dokter
sebagai sakit alergi, kemudian diberi obat minum berupa pil kuning yang
diminum 2x1 dan obat oles yang tidak diketahui namanya.
5. Riwayat penyakit keluarga :
Keluarga mengatakan tidak memiliki riwayat keluhan serupa pada anggota
keluarga, terdapat riwayat atopi pada kakek pasien (ayah dari ibu kandung) yang
menderita asma, dan dua orang teman kerja pernah mengeluh timbul bintil merah
yang gatal di kedua lengan (sembuh dalam dua hari hanya dengan diberi salicyltalc
dan direndam air hangat yang dicampur garam).
19

Genogram

Keterangan :
: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Klien (Tn.A)

: Hubungan Keluarga

:Tinggal serumah

Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Persepsi kesehatan : keluarga mengatakan bahwa sehat adalah keadaan dimana klien
dapat bekerja dengan baik, karena ketika sehat semua aktivitas tidak akan mengalami
gangguan.
Pemeliharaan kesehatan : Pasien bekerja di perkebunan anggrek selama kurang lebih
tiga tahun, pekerjaan sehari-harinya adalah: membersihkan rumput liar di sekitar
tanaman anggrek, mencampur obat pestisida, memupuk dan memanen bunga
anggrek. Jika bekerja, pasien kadang-kadang memakai APD, memakai sandal
jepit/telanjang kaki, memakai kaos oblong dan celana pendek selutut, jika merasa
banyak berkeringat pasien bekerja tanpa memakai baju.

Interpretasi: Klien memiliki pola pemeliharaan kesehatan yang masih kurang


dibuktikan dari kebiasaan klien yang memiliki kebiasaan jarang menggunakan APD
20

ketika bekerja. Namun keluarga dan klien memiliki kemampuan yang baik dalam
mengakses pelayanan kesehatan dibuktikan dengan klien langsung mengunjungi
tempat pelayanan kesehatan setelah merasa ada keluhan gatal pada lehernya. Dan
kemudian mendatangi tempat pelayanan kesehatan yang lebih besar setelah beberapa
minggu keluhannya tidak hilang.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
- Antropometri
Sebelum sakit :
BB : 70 Kg
TB : 170 cm = 1,70 m

Interpretasi:
Indeks Massa Tubuh (IMT) klien adalah sebagai berikut:
IMT = BB/TB2
= 70 kg /(1,70 m)2
IMT = 70/1,702

= 24,2
Hal ini menunjukkan bahwa IMT klien adalah 24,2. Dalam hal ini berat badan
klien masih dalam batas normal.
Batas ambang IMT (Direktorat Gizi Masyarakat, 2000)
Kategori IMT

Kurus Kekurangan BB tingkat berat <17,0

Kekurangan BB tingkat ringan 17,0-18,5

Normal >18,5-25,0

Gemuk Kelebihan BB tingkat ringan >25,0-27,0

Kelebihan BB tingkat berat >27,0

- Biomedical sign :
-
- Clinical Sign :
Kulit lembab, rambut hitam, terlihat lemas, mukosa bibir kering, konjungtiva
merah muda, CRT=2 detik, dan mampu beraktivitas seperti biasa.

Interpretasi:
Klien kekurangan cairan dan nutrisi
- Diet Pattern (intake makanan dan cairan):
No Pola nutrisi Saat periksa ke poliklinik
Makanan
1. Frekuensi makan 3 kali/hari
21

2 Porsi makan 1 piring/makan


3 Varian makanan Nasi putih, ikan laut, daging, telur,
sayur-sayuran dan daging.
4 Nafsu makan Baik
5 Lain-lain -
Minuman
1 Jumlah +/- 1600 ml
2 Jenis Air putih, kopi
3 Keluhan minum Tidak ada
Interpretasi:
Terdapat perubahan pola nutrisi pada klien. Namun dalam hal ini pemenuhan
nutrisi klien sudah baik.

3. Pola Eliminasi
a. BAK

No Pola eliminasi Saat periksa


1 Frekuensi 7-8 kali/hari
2 Jumlah = 1 cc x BB x 24 jam
= 1 cc x 55 x 24
= 1320 cc/hari
3 Warna Kuning jernih
4 Bau Bau khas urin : amoniak
5 Karakter Jernih
6 Bj Tidak terkaji
7 Alat bantu Tidak terpasang kateter
8 Kemandirian Mandiri
9 Lain-lain -

b. BAB
No Pola eliminasi Saat Periksa
1 Frekuensi 1 kali/hari
2 Jumlah Tidak terkaji
3 Konsistensi Padat
4 Warna Kuning
5 Bau Bau khas BAB
6 Karakter Tidak terkaji
7 Bj Tidak terkaji
8 Alat bantu Tidak terpasang alat bantu
9 Kemandirian Mandiri
10 Lain-lain -

4. Pola aktivitas
- Pemenuhan sehari-hari terganggu.
- Kelemahan umum, malaise.
22

- Toleransi terhadap aktivitas rendah.


5. Pola istirahat/tidur
Klien mengatakan sering terbangun ketika tidur karena rasa gatal yang ada pada
tubuhnya
6. Pola kognitif/persepsi
Klien merasa malu dengan adana ruam dikulitnya, sehingga klien mengalami
gangguan dalam akivitasnya karena takut akan respon orang disekitarnya.
7. Pola persepsi dan konsep diri
-  klien merasa tidak percaya diri atau minder.
-  klien merasa terisolasi.
8. Pola peran hubungan
Klien merasa malu dan akhirnya tidak bekerja karena takut akan respon orang-
orang disekitarnya mengenai penyakit yang dideritanya.
9. Pola seksualitas/reproduksi
Tidak ada gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
10. Pola koping-toleransi stress
Klien memperlihatkan kemampuan yang kurang dalam mengelola ansietas,
merasa malu dan takut akan respon orang disekitar akan penyakitnya. Klien
terlihat gelisah.
11. Pola keyakinan nilai
Keluarga semua beragama islam, keluarga yakin semuanya sudah diatur oleh
Allah SWT, dan yakin akan segera diberi kesembuhan karena sudah berusaha
berobat.
Interpretasi :
Sistem nilai dan keyakinan klien dan keluarga baik, walaupun kurang menerima
kondisi yang dialami oleh klien saat ini.

Pemeriksaan fisik head to toe


1. Kepala
Inspeksi: tekstur rambut klien halus dan jarang, kulit kepala nampak kotor
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, benjolan maupun massa
2. Mata
Inspeksi:
Sklera : tidak icterus
Konjungtiva : merah muda
Pupil : Isokor
Gerakan bola mata : normal
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, Tekanan Intra Okuler (TIO) tidak ada
3. Hidung
Inspeksi: Simetris kiri dan kanan, tidak ada pembengkakan dan skeresi, tidak
ada kemerahan pada selaput lender
23

Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan atau tumor
4. Telinga
Inspeksi: Telinga bagian luar simetris, tidak ada serumen/ cairan dan nanah
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan
5. Mulut
Inspeksi
e. Gigi: Keadaan gigi bersih, ada karang gigi/ karies, tidak ada pemakaian gigi
palsu
f. Gusi: tidak ada peradangan pada gusi
g. Lidah: lihat tampak bersih tidak ada bercak putih
h. Bibir: tampak pucat, kering dan pecah-pecah, tidak berbau, lemampuan bicara
normal
6. Tenggorokan: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri telan
7. Leher
Inspeksi: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembengkakan/
benjolan, tidak ada distensi vena jugularis, ada warna kemerahan pada kulit
leher
Palpasi: kelenjar tiroid tidak teraba, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak
ada benjolan/ massa, mobilitas leher normal
8. Thorax
Inspeksi
f. Bentuk dada: Pigion chest
g. Pernafasan: Pengembangan di waktu bernafas normal
h. Dada simetris
i. Tidak ada retraksi
j. Tidak ada batuk
Palpasi
c. Tidak ada nyeri tekan dan massa, adanya vocal fremitus
d. Inadekuat adanya massa
Perkusi : sonor (suara paru normal)
Auskultasi :
d. Mendengarkan suara pada dinding thoraks
e. Suara nafas: Vesikuler
f. Suara tambahan Suara ucapan
9. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis ditemukan pada ICS 5 linea medio clavicularis kiri
Palpasi : Normal
Perkusi : Jantung dalam keadaan normal
Auskultasi : Tidak ada murmur

10. Abdomen
24

Inspeksi : Umbilikus tidak menonjol, tidak ada pembendunganpembuluh


darah vena, tidak adabenjolan,warna kemerahan
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada
pembesaran pada organ hepar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik normal
11. Genetalia dan Anus
Genetalia:
Inspeksi : Tidak ada prolapses uteri dan benjolan kelenjar bartolini, secret
vagina jernih
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Anus : Keadaan anus normal, tidak ada hemoroid, fissure dan fistula
12. Ekstremitas
a. Ekstremitas Atas
Motorik:
Pergerakan kanan/ kiri : Normal
Kekuatan otot kiri/ kanan : Kekuatan otot kanan dan kiri lemah
Koordinasi gerak : ada gangguan
Refleks:
Bisep kanan/ kiri : Normal
Trisep kanan/ kiri : Normal
Sensori
Nyeri :
Rangsang suhu :
Rasa raba
e. Ekstemitas Bawah
Motorik:
Gaya berjalan
Kekuatan kanan/ kiri
Tonus otot kanan/ kiri
Refleks:
KPR kanan/ kiri : -/-
APR kanan/ kiri : -/-
Bebinski kanan/ kiri : +/+
Sensori
Nyeri :+
Rangsang suhu :+
Rasa suhu :+

Pemeriksaa Serologi/ Imunologi

Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal


25

Tes widal

-O - (Negatif) Negatif

-H 1/80 Negatif

-PA - (Negatif) Negatif

-PB -(Negatif) Negatif

3.3 Diagnosa
Tabel Analisis Data
No Data Etiologi Masalah
.
1. DS: Bahan iritan kimia dan Kerusakan integritas
- Klien mengeluh fisik kontak dengan kulit
gatal pada kulit
punggung dan
pergelangan tangan terbentuk Ab IgE
DO:
- Memicu proses
degranulasi

Pelepasan mediator
kimia berlebihan

Reaksi peradangan

Gatal dan Rubor

Reaksi menggaruk
berlebih

Merusak lapisan
epidermis

Kerusakan integritas
kulit
2 DS: Bahan iritan kimia dan Gangguan rasa
- fisik kontak dengan nyaman
kulit

terbentuk Ab IgE
26

Memicu proses
degranulasi

Pelepasan mediator
kimia berlebihan

Reaksi peradangan

Gatal dan Rubor

Reaksi menggaruk
berlebih

Gangguan rasa
nyaman
3 DS: Bahan iritan kimia dan Gangguan citra tubuh
fisik kontak dengan
kulit

terbentuk Ab IgE

Memicu proses
degranulasi

Pelepasan mediator
kimia berlebihan

Reaksi peradangan

Gatal dan Rubor

Kelembaban kulit
menurun

Kulit mengering

Perubahan warna kulit

Gangguan citra rtubuh


4. DS: Kerusakan integritas Risiko infeksi
27

DO : kulit

Lapisan epidarmis
terbuka

Risiko invasi bakteri

Pelepasan toksik
bakteri

Risiko infeksi

Diagnosa Keperawatan :
1. Kerusakan integritas kulit b.d reaksi peradangan d.d merah pada kulit.
2. Gangguan rasa nyaman b.d salah satu tanda reaksi peradangan yaitu nyeri d.d
pasien mengatakan gatal pada punggung dan pergelangan tangan.
3. Gangguan citra tubuh b.d salah satu tanda reaksi peradangan yaitu kemerahan pada
kulit d.d pasien mengatakan merasa malu dengan adanya ruam di tangannya.
4. Risiko infeksi b.d terbukanya lapisan epidermis akibat garukan.
28
29

3.3 Intervensi

Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan

1. Kerusakan NOC NIC 1. Mencegah


Integritas kulit b.d  Tissue integrity: skin and Pressure Management terjadinya iritasi
lesi dan reaksi mucous 1. Monitor kulit akan adanya kemerahan yang dapat merusak
inflamasi Kriteria Hasil: dan edema kulit
1. Integritas kulit yang baik bisa 2. Jaga kebersihan kulit agar kering dan 2. Mencegah
dipertahankan (sensasi, tetap bersih kerusakan kulit
Batasan Karakteristik: elastisitas, temperature, hidrasi, 3. Monitor aktivitas dan mobilisasi klien akibat kelembapan
 Kerusakan lapisan pigmentasi) 4. Monitor status nutrisi klien dan mikroorganisme
kulit (dermis) 2. Tidak ada luka/lesi pada kulit 5. Oleskan lotion/baby oil pada daerah 3. Untuk mencegah
 Gangguan 3. Perfusi jaringan baik yang tertekan klien bergerak
permukaan kulit 4. Menunjukkan pemahaman dalam berlebihan dan
(epidermis) proses perbaikan kulit dan memantau adanya
 Invasi struktur mencegah terjadinya cedera luka akibat tirah
tubuh berulang baring
5. Mampu melindungi kulit dan 4. Untuk mengkaji
Faktor yang mempertahankan kelembapan intake cairan dan
berhubungan: kulit dan peawatan alami nutisi klien adekuat
 Eksternal : zat 5. Mengoptimalkan
kimia, kelembapan fungsi perlindungan
30

 Internal: perubahan dan kelembapan


status cairan, agar kulit tidak tidak
perubahan terlalu kering
pigmentasi,
perubahan turgor,
penurunan
sirkulasi, gangguan
sensasi
2 Gangguan citra NOC NIC 1. Mengetahui respon
tubuh b.d perasaan verbal dan non
 Body image Body Image Enhancement
malu terhadap verbal tentang tubuh
 Self esteem
penampakan diri dan 1. Kaji secara verbal dan non verbal pasien
persepsi diri tentang Kriteria hasil:
respon klien terhadap tubuhnya 2. Mengethaui
ketidakbersihan 1. Body image positif 2. Monitor frekuensi mengkritik dirinya penerimaan klien
2. Mampu mengidentifikasi 3. Jelaskan tentang pengobatan, terhadap dirinya
Batasan karakteristik: kekuatan personal perawatan kemajuan dan prognosis sendiri secara nyata
3. Mendiskripsikan secara faktual penyakit
 Respon non verbal perubahan fungsi tubuh 4. Dorong klien mengungkapkan 3. Memberikan
terhadap 4. Mempertahankan interaksi sosial perasaannya pemahaman kepada
perubahan aktual klien tentang kondisi
pada tubuh penyakit klien daat
 Respon non verbal ini
terhadap persepsi
perubahan pada 4. Membantu klien
dalam
31

tubuh (penampilan, mengungkapkan


fungsi,struktur) perasaannya
 Mengungkapkan sehingga untuk
perasaan yang pengetahui suasana
mencerminkan perasaan klien
perubahan terhadap kondisinya.
pandangan tentang
tubuh individu
 Mengungkapkan
persepsi yang
mencerminkan
perubahan individu
dalam penampilan
 Perubahan actual
pada strukturtidak
menyentuh bagian
tubuh

Faktor yang
berhubungan: penyakit

3 Resiko infeksi b.d lesi NOC NIC 1.Untuk mengontrol


, bercak-bercak merah kondisi lingkungan
 Immune status Infection Control yang dapat
pada kulit
 Knownledge: infection control mempengaruhi
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai terjadinya infeksi
32

 Risk control pasien lain 2. Mencegah


Faktor-faktor resiko: Kriteria hasil: 2. Gunakan sabun antimikroba untuk pemaparan klien
cuci tangan dari sumber infeksi
 Pengetahuan tidak 1. Klien bebas dengan tanda gejala dengan penggunaan
3. Cuci tangan sebelum dan setelah
cukup untuk 2. Mendeskripsikan proses antiseptik
tindakan keperawatan 3. Mengontrol
menghindari penularan penyakit, faktor yang 4. Gunakan alat pelindung diri (sarung terpaparnya klien
pemajanan mempengaruhi penularan serta tangan) dan petugas dari
pathogen penatalaksanaannya 5. Monitor tanda gejala infeksi sistemik sumber infeksi atau
 Pertahanan tubuh 3. Meunjukkan kemampuan untuk bakteri
dan lokal
primer dan mencegah timbulnya infeksi 6. Monitor kerentanan terhadap infeksi 4. Melindungi
sekunder yang tiak 4. Menunjukkan perilaku hidup klien dan petugas
7. Berikan perawatan kulit pada pada
adekuat sehat dari tertulasnya
area epidema penyakit infeksi
 Pemajanan 8. Inspeksi kulit dan membrane mukosa dengan alat
terhadap pathogen dar kemerahan, panas, drainase pelindung diri
lingkungan 9. Dorong intake nutrisi 5. Untuk
meningkat 10. Instruksi kan pasien minum antibiotic mengetahui dengan
sesuai resep cepat kemungkinan
terjadinya infeksi
11. Ajarkan pasien tanda dan gejala
6. Mengetahui
infeksi tingkat kerentanan
12. Ajarkan cara mencegah infeksi klien terhadap
infeksi
7. Mencegah
bertambahnya lesi
8. Untuk
memonitor dan
33

mengetahui adanya
tanda-tanda
terjadinya infeksi
9. Untuk
meningkatkan intake
nutisi klien sesuai
kebutuhan tubuh
klien
10. Membantu klien
untuk meminum
antibiotik sesuai
resep yg benar
11. Membantu klien
dapat mengetahui
tanda dan gejala
infeksi secara
mandiri
12. Membantu klien
dalam menvegah
atau mengurangi
keparahan infeksi
secara mandiri
4 Gangguan rasa NOC NIC 1. Meningkatkan
nyaman b.d lesi, kenyamanan pasien
 Ansiety Anxiety Reduction
bercak-bercak merah yang bisa
 Fear level
yang menyebabkan 1. Gunakan pendekatan yang meminimalkan
gatal dan panas Kriteria Hasil: kecemasan
menenangkan
34

1. Mampu mengontrol kecemasan 2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang 2. Meningkatkan
Batasan karakteristik: 2. Status lingkungan yang nyaman dirasakan selama prosedur sikap kooperatif dan
3. Respon terhadap pengobatan 3. Temani pasien untuk memberikan mengurangi
 Ansietas 4. Control gejala keamanan dan mengurangi rasa takut kecemasan dengan
 Iritabilitas 5. Status kenyamanan meningkat 4. Identifikasi tingkat kecemasan melibatkan pasien
 Merintih 6. Support sosial 5. Dorong pasien untuk mengungkapkan 3. Memberikan
 Melaporkan perasaan, ketakuta, persepsi kondisi yang aman
perasaan tidak 6. Instruksikan pasien menggunakan dan kenyamanan
nyaman teknik relaksasi untuk mengurangi
 Melaporkan rasa 7. Berikan obat untuk mengurangi ketakutan klien
gatal kecemasan (bila perlu) 4. Mengethaui
 Melaporkan Environment Management Confort tingkat kecemasan
kurang puas Pain Management yang dapat
dengan keadaan mengganggu klien
5. Membantu klien
mengungkapkan
perasaan untuk
mengidentifikasi
persepsi klien
terhadap kondisi
klien
6. Meningkatkan
kenyamanan dan
mengurangi
35

kecemasan klien
7. Mengurangi
kecemasan dan
ketakutan klien
36

3.4 Implementasi

Tanggal Diagnosa Implementasi Respon Pasien Ttd


⍲21 Nov Kerusakan Integritas 1. Memonitor kulit akan adanya Klien mengatakan gatal
2017 kulit b.d lesi dan reaksi kemerahan dan edema pada leher dan tangan Ns. Anisa
inflamasi 2. Menjaga kebersihan kulit agar diikuti dengan kemerahan
08.00 kering dan tetap bersih
3. Memonitor aktivitas dan
mobilisasi klien
4. Memonitor status nutrisi klien
5. Mengoleskan lotion/baby oil
pada daerah yang tertekan
⍲21 Nov Gangguan citra tubuh 1. Mengkaji secara verbal dan non - Klien mengatakan
2017 b.d perasaan malu verbal respon klien terhadap jika sekarang pasien
Ns. Anisa
terhadap penampakan tubuhnya sudah mengerti
14.00 diri dan persepsi diri 2. Memonitor frekuensi mengkritik tentang penyakit dan
tentang ketidakbersihan dirinya bagaiamana proses
3. Memberikan penjelaskan tentang penyembuhannya
pengobatan, perawatan kemajuan - Klien mengatakan
dan prognosis penyakit sudah tidak khawatir
4. Mendorong klien dan merasa malu lagi
mengungkapkan perasaannya dengan respon orang-
orang disekitarnya
37

₦ 22 Nov Resiko infeksi b.d lesi , 1. Membersihkan lingkungan - klien mengatakan


2017 bercak-bercak merah setelah dipakai pasien lain sudah mengerti Ns. Yuni
pada kulit 2. Menggunakan sabun antimikroba terkait cara perawatan
08.00 untuk cuci tangan luka dan menjaga
3. Mencuci tangan sebelum dan kebersihan diri untuk
setelah tindakan keperawatan mencegah infeksi
4. Menggunakan alat pelindung diri
(sarung tangan)
5. Memonitor tanda gejala infeksi
sistemik dan local
6. Memonitor kerentanan terhadap
infeksi
7. Memberikan perawatan kulit
pada pada area epidema
8. Melakukan inspeksi kulit dan
membrane mukosa dar
kemerahan, panas, drainase
9. Mendorong intake nutrisi klien
10. Memberikan instruksi kan pasien
minum antibiotic sesuai resep
11. Mengajarkan pasien tanda dan
gejala infeksi
12. Mengajarkan cara mencegah
infeksi
38

₦ 22 Nov Gangguan rasa 1. Menggunakan pendekatan yang - klien tampak tidak


2017 nyaman b.d lesi, bercak- menenangkan nyaman dengan Ns. Yuni
bercak merah yang 2. Menjelaskan semua prosedur dan sensasi gatal pada
14.00 menyebabkan gatal dan apa yang dirasakan selama tangannya
panas prosedur
3. Menemani pasien untuk
memberikan keamanan dan
mengurangi rasa takut
4. Mengidentifikasi tingkat
kecemasan
5. Mendorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakuta, persepsi
6. Menginstruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi
7. Memberikan obat untuk
mengurangi kecemasan (bila
perlu)

3.5 EVALUASI

Tanggal Diagnosa Evaluasi Paraf dan Nama


39

₦ 22 Nov 2017 Kerusakan S: Klien mengatakan gatal pada leher dan tangan diikuti dengan
14.00 Integritas kulit b.d kemerahan Ns. Yuni
lesi dan reaksi O: Kulit tampak lesi dan kemerahan
inflamasi A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
₦ 22 Nov 2017 Resiko infeksi b.d S: klien mengatakan sudah mulai mengerti terkait cara
14.00 lesi , bercak-bercak perawatan luka dan menjaga kebersihan diri untuk mencegah Ns. Yuni
merah pada kulit infeksi
O: Tampak lesi dan kemerahan pada telapak tangan
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
₦ 22 Nov 2017 Gangguan rasa S: klien tampak tidak nyaman dengan sensasi gatal pada
14.00 nyaman b.d lesi, tangannya Ns. Yuni
bercak-bercak merah O:
yang menyebabkan A: Masalah belum teratasi
gatal dan panas P: Lanjutkan intervensi
₦ 22 Nov 2017 Gangguan citra S: Klien mengatakan jika sekarang pasien sudah mengerti
14.00 tubuh b.d perasaan tentang penyakit dan bagaiamana proses penyembuhannya, Ns. Yuni
malu terhadap sehingga dapat mengerti dan tidak merasa malu lagi
penampakan diri dan O: Klien bersedia menceritakan perasaan yang mengganggu
persepsi diri tentang dan terlihat sudah mampu menghilangkan rasa khawatir.
ketidakbersihan A: Masalah sudah teratasi
P: intervensi dapat dihentikan
40

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dermatitis adalah peradangan non-inflamasi pada kulit yang bersifat akut,


sub-akut, atau kronis dan dipengaruhi banyak faktor baik eksogen maupun
endogen. Faktor Terdapat berbagai macam dermatitis, dua diantaranya adalah
dermatitis kontak dan dermatitis atopik. Dermatitis kontak adalah kelainan kulit
yang bersifat polimorfi karena adanya kontak dengan bahan eksogen sedangkan
dermatitis atopik adalah peradangan kulit yang disertai dengan rasa gatal, dan
biasanya berlangsung lama bahkan bertahun-tahun. Dalam kasus tersebut
dijelaskan bahwa klien pernah mempunyai riwayat dermatitis atopi. Klien bekerja
sebagai tukang kebun anggrek yang setiap harinya menanam, memupuk, dan
menyemprotkan pestisida ke tanaman anggrek. Penyebab utama ruam dikulitnya
dikarenakan klien sering terpapar pestisida, pupuk, dan sering tidak
menggunakan APD ketika bekerja bahkan ketika melakukan pekerjaannya klien
biasanya hanya menggunakan celana selutut dan tidak mengenakan baju.

4.2 Saran

a. Diharapkan kepada mahasiswa (khususnya perawat) atau pembaca


disarankan agar dapat mengambil pelajaran dari makalah ini sehingga
apabila terdapat tanda dan gejala penyakit dermatitis maka dapat
melakukan tidakan yang tepat agar penyakit tersebut tidak berlanjut ke
arah yang lebih buruk.
b. Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat khususnya para
petani tentang kebersihan diri dan pentingnya penggunaan APD
41

DAFTAR PUSTAKA

Dailli, E.S., Menaldi, S.L., Wisnu. 2005. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia.
Sebuah Panduan Bergambar. Jakarta: PT. Medical Multimedia.

Djuanda, Adhi. 2006. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 5 Bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2010. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi Ke–6.
Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Djuanda, Adhi., dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Irby Cynthia E, et al. 2013. The prevalence and possible causes of contact dermatitis
infarmworkers. Dapat diakses pada :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC3667697/ (diakses pada
tanggal 30 oktober 2017).

Movita, Theresia. 2014. Tatalaksana Dermatitis Atopik. CDK-222. 41(11): 828-831.

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4 volume 1. Jakarta : EGC

Rietschel, R. 2007. Fisher’s Contact Dermatitis. Dapat diakses pada :


https://www.amazon.com/Fishers-Contact-Dermatitis-Rietschel-
Dermititis/dp/1550093789. (diakses pada tanggal 22 november 2017).

Stateschu, L. 2011. Spitalul Clinic de Urgenta Clinic Dermatologie. Romania:


Universtatea de Medicina si Farmacie.

Streit, M., dan Lasse R. B., 2001. Contact Dermatitis: Clinics and Pathology. Acta
Odontol Scand 59. Dapat diakse pada:
http://www.odont.umu.se/digitalAssets/123/123160_contact-dermatitis. pdf
(diakses pada tanggal 7 oktober 2017).
Sulaksmono, M. 2006. Keuntungan dan Kerugian Patch Test (uji temple) Dalam Upaya
Menegakan Diagnosa Penyakit Kulit Akibat kerja (Occupational Dermatosis).
42

Bagian Kesehatan dan Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat.


Universitas Airlangga. Surabaya.

Verayati D. 2011. Hubungan pemakaian alat pelindung diri (APD) dan personal
higiene terhadap kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pemulung
ditempat pembuangan akhir (TPA) Bakung Bandar Lampung. Bandar
Lampung: Universitas Lampung.

Wijaya, I Putu Gilang Iswara, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati. 2016. Edukasi
Dan Penatalaksanaan Dermatitis Kontak Iritan Kronis Di Rsup Sanglah
Denpasar Bali Tahun 2014/2015. E-Jurnal Medika. 5(8).

Wolff K., Johnson R.A., 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology, 6th ed. USA: McGraw-Hill Companies Inc. 554.
43

FORMAT PENILAIAN TUGAS DKMB 2017

A. IDENTITAS
KELAS :D
KELOMPOK :2 (Dua)
JUDUL : ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN DERMATITIS AKIBAT PAPARAN
PESTISIDA di AREA PERTANIAN dan
PERKEBUNAN

ANGGOTA KELOMPOK :
N NAMA NIM PERAN KETERANGAN
O
1 Vidya Fajrin Ningtyas 14231010103 Bab 3. Askep
8 -intervensi
-implementasi
2 Rosa Rizqi Amalia 162310101138 Bab 1.
Pendahuluan
-latar belakang
-rumusan
masalah
-tujuan
3 Mila Khanifa 162310101145 Bab 2. tinjauan
teori
4 Akhmad Naufal Suud 162310101172 Bab 4. Penutup
-kesimpulan
-saran
Bagian konsul
5 Dwi Wahyuni 162310101174 Bab 3. Askep
44

- pengkajian
- diagnosa
6 Mutiara Dwi Elvandi 162310101181 Bab 2.
Tinjauan teori

7 Anisa Kirnawati Bab 3. Askep


162310101186 - pengkajian
- diagnosa

B. ASPEK PENILAIAN

ASPEK BOBOT NILAI


MAKALAH
1. Kesesuaian dengan format 15
(termasuk penulisan)
2. Isi makalah: a. Konsep teori 40
penyakit; b. Konsep askep
3. Proses bimbingan 30
4. Ketepatan waktu pengumpulan 15
TOTAL 100

Jember,...........................
....2017
Dosen Pembimbing

Murtaqib, S.kep., M.Kep


NIP 19740813 200112 1 002

Anda mungkin juga menyukai