BAB 1. PENDAHULUAN
1.2 Epidemiologi
Berdasarkan data tahun 2013, satu pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik
karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami penyakit akibat kerja. Penelitian
surveilans di Amerika menyebutkan bahwa 80% penyakit kulit akibat kerja adalah
dermatitis kontak. Selain dermatitis kontak, dermatitis kontak iritan menduduki urutan
pertama dengan 80% dan dermatitis kontak alergi menduduki urutan kedua dengan
14%-20%.Penderita dermatitis kontak di Swedia mencapai persentase 50% dari seluruh
jenis penyakit akibat kerja, dan di Inggris prevalensi dermatitis kontak iritan secara
klinis di diagnosis meningkat antara tahun 1990 dan 1995 dari 54.000 sampai 66.000
kasus. Sedangkan di Singapura, angka ini berkisar 20% (Taylor dkk, 2008).
2
2.1 Definisi
Dermatitis adalah peradangan non-inflamasi pada kulit yang bersifat akut, sub-
akut, atau kronis dan dipengaruhi banyak faktor. Menurut Djuanda (2006), dermatitis
adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh
faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik
dan keluhan gatal. Terdapat berbagai macam dermatitis, dua diantaranya adalah
dermatitis kontak dan dermatitis atopik (Djuanda, 2011). Dermatitis kontak adalah
kelainan kulit yang bersifat polimorfi sebagai akibat terjadinya kontak dengan bahan
eksogen dan Dermatitis atopik adalah peradangan kulit yang disertai dengan rasa gatal,
biasanya berlangsung lama bahkan bertahun-tahun (Dailli, 2005).
Pada jurnal, penelitian hanya terbatas pada pembahasan dermatitis kontak pada
petani. Pekerjaan di bidang pertanian adalah salah satu jenis pekerjaan yang banyak
memiliki resiko berbahaya, salah satu adalah terpapar pertisida, bekerja berjam-jam di
daerah beriklim panas dan bekerja menggunakan mesin berbahaya. Kondisi ini yang
menyebabkan petani berpotensi mengalami masalah penyakit kulit yaitu dermatitis
kontak. Yaitu reaksi kulit terhadap zat asing yang menyabkan terjadinya inflamasi (Irby
Cynthia E, et al. 2013).
Dermatitis kontak ialah respon inflamasi akut ataupun kronis yang disebabkan
oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam dermatitis
kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik, keduanya dapat
bersifat akut maupun kronis. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit non
imunologik disebabkan oleh bahan kimia iritan, jadi kerusakan kulit terjadi langsung
tanpa diketahui proses sensitasi (Djuanda, 2006; Stateschu, 2011). Sedangkan,
dermatitis alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap
suatu alergen dan merangsang reaksi hipersensitivitas tipe IV (Wolff & Johnson, 2009).
2.2 Etiologi
Pestisida adalah penyebab umum dari penyakit kulit pada petani. Karena pestisida
sering digunakan dalam pekerjaan pertanian dalam upaya untuk meningkatkan
kesehatan tanaman sehingga menunjang hasil panen petani. Meskipun pestisida
memiliki peran penting untuk kesuburan tanaman, namun tetap saja pestisida memilii
pengaruh negatif dalam mempengaruhi kesehatan petani. Proses terpapar adalah ketika
petani melakukan pencampuran pestisida, saat penyemprotan pada tanaman, melakukan
penaburan biji-bijian yang diawetkan dengan pestisida, hingga saat memanen tanaman
yang selama ini tubuh dengan disemprot pestisida tersebut. Beberapa penelitian di
seluruh dunia telah menentukan bahwa dermatitis kontak pada petani selalu berkaitan
dengan penggunaan pestisida dan yang menyebabkan timbulnya alergen (Irby Cynthia
E, et al. 2013). Pekerja pertanian umumnya menggunakan senyawa seperti formalin,
glutaraldehid, glyoxal dan lysol untuk membersihkan mesin, tempat penyimpanan dan
4
2.3 Patofisiologi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi
keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit
(Djuanda, 2010). Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit
tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau
komplemen inti (Streit, 2001).
Kerusakan membran akan mengaktifkan enzim fosfolipase yang akan merubah
fosfolipid menjadi asam arakhidonat, diasilgliserida, platelet activating faktor, dan
inositida. Asam arakhidonat diubah menjadi prostaglandin dan leukotrin. Prostaglandin
dan leukotrin menginduksi vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas vaskular
sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. prostaglandin dan leukotrin
juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta
mengaktivasi sel mast melepaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin lain, sehingga
memperkuat perubahan vaskular (Djuanda, 2010).
5
dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting (Djuanda, 2007). Gejala klasik
berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal dan terjadi likenifikasi,
batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung maka dapat menimbulkan
retak kulit yang disebut fisura. Adakalanya kelainan hanya berupa kulit kering dan
skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan
mengganggu, baru mendapat perhatian (Djuanda, 2007).
b. Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik sering menjadi manifestasi pertama atopi pada pasien yang kemudian
juga menderita rinitis alergika, asma, atau keduanya. Pola ini sering disebut juga atopik
march. Alergi makanan juga sering timbul bersamaan dengan DA selama 2 tahun
pertama kehidupan yang akan membaik pada usia pra sekolah. Rinitis alergika dan asma
pada anak-anak DA dapat bertahan atau membaik sejalan dengan bertambah nya usia.
DA, rinitis alergika dan asma disebut juga trias atopik. Pasien yang mengalami DA
sebelum usia 2 tahun, 50% akan mengalami asma pada tahun-tahun berikutnya (Movita,
2014). Berdasarkan manifestasinya pada kulit dapat dibagi kedalam dua stadium,
diantaranya:
a. Stadium 1
Kulit kering dan pecah-pecah, stadium ini dapat sembuh dengan sendirinya.
b. Stadium 2
Ada kerusakan epidermis dan reaksi dermal. Kulit menjadi merah dan bengkak,
terasa panas dan mudah terangsang kadang-kadang timbul papula, vesikula, krusta.
Bila kronik timbul likenikfiksi. Keadaan ini menimbulkan retensi keringat dan
perubahan flora bakteri (Dailli, 2005)
dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah
digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahanbahan yang diketahui menimbulkan
alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya
(misalnya dermatitis atopik) (Djuanda, 2007).
2. Pemeriksaan klinis, hal pokok dalam pemeriksaan dermatologis yang baik adalah:
a. Lokasi dan/atau distribusi dari kelainan yang ada.
b. Karakteristik dari setiap lesi, dilihat dari morfologi lesi (eritema, urtikaria,
likenifikasi, perubahan pigmen kulit).
c. Pemeriksaan lokasi-lokasi sekunder.
d. Teknik-teknik pemeriksaan khusus, dengan patch test.
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan
kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh
deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu.
Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat
kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen (Djuanda, 2007). Pada
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan
pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah.
Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat
meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah
tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional akan
sangat membantu penegakan diagnosis (Trihapsoro, 2003).
3. Pemeriksaan Penunjang Untuk membantu menegakan diagnosis penyakit kulit akibat
kerja selain pentingnya anamnesa, juga banyak test lainnya yang digunakan untuk
membantu. Salah satu yang paling sering digunakan adalah patch test.
Dasar pelaksanaan patch test adalah sebagai berikut:
a. Bahan yang diujikan (dengan konsentrasi dan bahan pelarut yang sudah
ditentukan) ditempelkan pada kulit normal, kemudian ditutup. Konsentrasi yang
digunakan pada umumnya sudah ditentukan berdasarkan penelitian-penelitian.
b. Biarkan selama 2 hari (minimal 24 jam) untuk memberi kesempatan absorbsi
dan reaksi alergi dari kulit yang memerlukan waktu lama. Meskipun penyerapan
untuk masing-masing bahan bervariasi, ada yang kurang dan ada yang lebih dari
24 jam, tetapi menurut para peniliti waktu 24 jam sudah memadai untuk
kesemuanya, sehingga ditetapkan sebagai standar.
c. Kemudian bahan tes dilepas dan kulit pada tempat tempelan tersebut dibaca
tentang perubahan atau kelainan yang terjadi pada kulit. Pada tempat tersebut
bisa kemungkinan terjadi dermatitis berupa: eritema, papul, oedema atau fesikel,
dan bahkan kadang-kadang bisa terjadi bula atau nekrosis. Setelah 48 jam bahan
tadi dilepas. Pembacaan dilakukan 1525 menit kemudian, supaya kalau ada
tanda-tanda akibat tekanan, penutupan dan pelepasan dari Unit uji temple yang
menyerupai bentuk reaksi, sudah hilang.
8
Subjektif
Mayor Minor
1. Onset dari gejala timbul dalam 1. Onset timbulnya gejala 2
hitungan menit hingga jam minggu setelah paparan
setelah paparan 2. Banyak orang dalam
2. Nyeri, rasa terbakar, rasa lingkungan yang sama juga
tersengat, atau rasa tidak nyaman terkena
melebihi rasa gatal pada tahap
klinis awal
Objektif
Mayor Minor
1. Makula eritem, hiperkeratosis, 1. Dermatitis berbatas tegas
atau fisura lebih mendominasi 2. Terdapat bukti pengaruh
daripada vesikulasi gravitasi, seperti efek menetes
2. Epidermis tampak mengkilap, 3. Tidak terdapat kecenderungan
merekah, atau terkelupas menyebar
3. Proses penyembuhan dimulai 4. Perubahan morfologik
segera setelah paparan menunjukan perbedaan.
terhadap bahan kausal konsentrasi yang kecil mampu
dihentikan timbulkan kerusakan kulit yang
4. Hasil uji tempel negative besar
2.7 Pathway
Bahan iritan kimia dan fisik
Reaksi peradangan
5. Pola istirahat/tidur
Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang berhubungan dengan
gangguan pada kulit
6. Pola kognitif/persepsi
Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien.
Identifikasi penyebab kecemasan klien
7. Pola persepsi dan konsep diri
- Perasaan tidak percaya diri atau minder.
- Perasaan terisolasi.
8. Pola peran hubungan
Terjadi Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
9. Pola seksualitas/reproduksi
Tanyakan apakah ada gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan
pasangan.
10. Pola koping-toleransi stress
- Emosi tidak stabil
- Ansietas, takut akan penyakitnya
- Disorientasi, gelisah
11. Pola keyakinan nilai
Tanyakan apakah terajadi perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah.
5. Mulut
Inspeksi
a. Gigi: Keadaan gigi bersih, ada karang gigi/ karies, tidak ada pemakaian gigi
palsu
b. Gusi: tidak ada peradangan pada gusi
c. Lidah: lihat tampak bersih tidak ada bercak putih
d. Bibir: tampak pucat, kering dan pecah-pecah, tidak berbau, lemampuan bicara
normal
6. Tenggorokan: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri telan
7. Leher
Inspeksi: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembengkakan/
benjolan, tidak ada distensi vena jugularis
Palpasi: kelenjar tiroid tidak teraba, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak
ada benjolan/ massa, mobilitas leher normal
8. Thorax
Inspeksi
a. Bentuk dada: Pigion chest
b. Pernafasan: Pengembangan di waktu bernafas normal
c. Dada simetris
d. Tidak ada retraksi
e. Tidak ada batuk
Palpasi
a. Tidak ada nyeri tekan dan massa, adanya vocal fremitus
b. Inadekuat adanya massa
Perkusi : sonor (suara paru normal)
Auskultasi :
a. Mendengarkan suara pada dinding thoraks
b. Suara nafas: Vesikuler
c. Suara tambahan Suara ucapan
9. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis ditemukan pada ICS 5 linea medio clavicularis kiri
Palpasi : Normal
Perkusi : Jantung dalam keadaan normal
Auskultasi : Tidak ada murmur
10. Abdomen
Inspeksi : Umbilikus tidak menonjol, tidak ada pembendungan pembuluh
darah vena, tidak ada benjolan, warna kemerahan
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada
pembesaran pada organ hepar
Perkusi : Timpani
14
2.8.2 Diagnosa
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau
potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan
berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual dan potensial klien didapatkan
dari data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis klien
masa lalu, dan konsultasi dengan profesional lain, yang kesemuanya
dikumpulkan selama pengkajian (Potter & Perry, 2005).
15
2.8.3 Intervensi
Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang
berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi
keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry, 2005).
2.8.4 Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah
katagori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang dipekirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan
mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan. Namun demikian, di
banyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara
langsung setelah pengkajian (Potter & Perry, 2005).
2.8.5 Evaluasi
Langkah evaluasi dari proses keperawatan menurut Potter & Perry (2005) yaitu
mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien
kearah pencapaian tujuan.
Adapun tahapannya, yaitu :
(1) Membandingkan respon klien dengan kriteria.
(2) Menganalisis alasan untuk hasil dan konklusi.
(3) Memodifikasi rencana asuhan.
(4) Syarat Dokumentasi Keperawatan
16
3.1 Kasus
Seorang laki-laki berusia 20 tahun, datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr.
Sardjito dengan keluhan utama timbul bintil merah yang gatal dan lecet di kedua lengan,
tungkai, wajah dan leher. Dari anamnesis didapatkan bahwa sejak kurang lebih tiga
minggu sebelumnya timbul bintil merah yang terasa gatal di leher, yang makin lama
makin banyak hingga di kedua lengan, kedua tungkai dan di wajah. Kurang lebih dua
minggu sebelum memeriksakan diri ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr. Sardjito,
pasien berobat ke Puskesmas dan didiagnosis oleh dokter sebagai sakit alergi, kemudian
diberi obat minum berupa pil kuning yang diminum 2x1 dan obat oles yang tidak
diketahui namanya, namun keluhan tidak membaik. Kadang-kadang pasien mengobati
keluhannya dengan berendam di air hangat yang diberi garam, namun keluhan makin
meluas dan makin gatal sehingga pasien memeriksakan diri ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin RS Dr. Sardjito. Adanya ruam pada kulitnya tersebut membuat pasien malu
untuk melakukan aktivitas karena khawatir akan respon orang disekitarnya. Dari
riwayat penyakit dahulu, didapatkan riwayat gatal di telapak tangan, gatal dan bintil-
bintil yang hanya terbatas pada lengan, tetapi pasien mengaku keluhan hilang dalam dua
tiga hari setelah memakai alat pelindung diri (APD) dan hanya diobati dengan
merendam lengannya dalam air hangat yang diberi sedikit garam. Terdapat riwayat atopi
pada pasien, yaitu sering mengeluh bersin jika bekerja, terutama jika angin kencang atau
jika menyemprot pestisida. Riwayat sesak, alergi obat dan alergi makanan disangkal.
Tidak didapatkan riwayat keluhan serupa pada anggota keluarga, namun dua orang
teman kerjanya pernah mengeluh timbul bintil merah yang gatal di kedua lengan
(sembuh dalam dua hari hanya dengan diberi salicyltalc dan direndam air hangat yang
dicampur garam). Pasien telah bekerja di perkebunan anggrek selama kurang lebih tiga
tahun, pekerjaan sehari-harinya adalah: membersihkan rumput liar di sekitar tanaman
anggrek, mencampur obat pestisida, memupuk dan memanen bunga anggrek. Sabun
yang digunakan sehari-hari merk NuvoTM, sampo merk PanteneTM, pakaian sehari-
hari dicuci di laundry. Jika bekerja, pasien kadang-kadang memakai APD, memakai
sandal jepit/telanjang kaki, memakai kaos oblong dan celana pendek selutut, jika merasa
banyak berkeringat pasien bekerja tanpa memakai baju. Satu bulan terakhir ini, pasien
ikut menyemprot pestisida. Pada pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum baik,
kesadaran kompos mentis, tanda vital dalam batas normal, status gizi baik, dan tidak
didapatkan pembesaran kelenjar getah bening. Pada wajah, tengkuk, sebagian leher
depan, kedua lengan bawah bagian fleksor maupun ekstensor,punggung tangan, kedua
tungkai bawah dan sedikit tungkai atas bagian belakang tampak papul eritematosa,
multipel, diskret, sebagian membentuk plak, sebagian dengan erosi dan ekskoriasi, serta
sebagian tampak kulit yang xerotik dengan skuama putih di atasnya. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisis ditegakkan diagnosis DKAK, yaitu DKA, DKI dan
17
DFKA karena produk yang terkait dengan pekerjaan, yaitu tanaman (anggrek dan
rumput liar), pupuk dan pestisida. Terapi yang diberikan adalah metilprednisolon 24
mg/hari (16 mg-8 mg-0), loratadin 1x10 mg/hari, salep Desolex® dioleskan 2 kali
sehari. Uji tempel (UT) dan uji tempel sinar (UTS) direncanakan jika lesi sudah
membaik. Pasien disarankan untuk menghindari kontaktan yang dicurigai, atau bila
terpaksa, harus menggunakan APD dengan benar. UT dan UTS dilakukan dengan
menggunakan allergen standar yang dicurigai terdiri atas 5 alergen, yaitu potassium
dikromat, kobalt klorida, balsam peru, sesquiterpene lactone mix 0,1 %, primin dan
kontaktan dari tempat kerja sebanyak 15 macam. UTS dilakukan di sisi tubuh sebelah
kanan. Penyinaran dilakukan pada hari kedua (24 jam setelah penempelan alergen).
Alergen yang digunakan dapat dilihat pada lampiran hasil UT danUTS. Berbagai bahan
dari tempat.
3.2 Pengkajian
Identitas Klien
Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa medik : Dermatitis
2. Keluhan utama :
Keluhan saat MRS : timbul bintil merah yang gatal dan lecet di kedua lengan,
tungkai, wajah dan leher.
Keluhan saat Pengkajian : gatal di bagian leher yang menimbulkan bintil merah dan
gatal semakin meluas ke kedua tangan, tungkai dan wajah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Kurang lebih tiga minggu sebelumnya timbul bintil merah yang terasa gatal di
leher, yang makin lama makin banyak hingga di kedua lengan, kedua tungkai dan di
wajah. Kurang lebih dua minggu sebelum memeriksakan diri ke Poliklinik Kulit
dan Kelamin RS Dr. Sardjito, pasien berobat ke Puskesmas dan didiagnosis oleh
dokter sebagai sakit alergi, kemudian diberi obat minum berupa pil kuning yang
diminum 2x1 dan obat oles yang tidak diketahui namanya, namun keluhan tidak
membaik. Kadang-kadang pasien mengobati keluhannya dengan berendam di air
18
hangat yang diberi garam, namun keluhan makin meluas dan makin gatal sehingga
pasien memeriksakan diri ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr. Sardjito.
Data Subjektif;
23-11-2017
Klien mengatakan bahwa kurang lebih tiga minggu sebelumnya timbul bintil merah
yang terasa gatal di leher, yang makin lama makin banyak hingga di kedua lengan,
kedua tungkai dan di wajah.
4. Riwayat kesehatan terdahulu:
a. Penyakit yang pernah dialami:
Klien mengatakan pernah memiliki riwayat gatal di telapak tangan, dan timbul
bintil-bintil yang hanya terbatas pada lengan, tetapi klien mengaku keluhan hilang
dalam dua tiga hari setelah memakai alat pelindung diri (APD) dan hanya diobati
dengan merendam lengannya dalam air hangat yang diberi sedikit garam
b. Alergi (obat, makanan, plester, dll):
Keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak memiliki alergi baik terhadap
makanan, minuman, obat, maupun plester.
a. Imunisasi:
Keluarga klien mengatakan bahwa keluarga tidak mengetahui imunisasi yang
pernah diberikan kepada klien.
b. Kebiasaan/pola hidup/life style:
Pasien bekerja di perkebunan anggrek selama kurang lebih tiga tahun, pekerjaan
sehari-harinya adalah: membersihkan rumput liar di sekitar tanaman anggrek,
mencampur obat pestisida, memupuk dan memanen bunga anggrek. Jika bekerja,
pasien kadang-kadang memakai APD, memakai sandal jepit/telanjang kaki,
memakai kaos oblong dan celana pendek selutut, jika merasa banyak berkeringat
pasien bekerja tanpa memakai baju.
c. Obat-obatan yang digunakan:
Klien mengatakan telah berobat ke Puskesmas dan didiagnosis oleh dokter
sebagai sakit alergi, kemudian diberi obat minum berupa pil kuning yang
diminum 2x1 dan obat oles yang tidak diketahui namanya.
5. Riwayat penyakit keluarga :
Keluarga mengatakan tidak memiliki riwayat keluhan serupa pada anggota
keluarga, terdapat riwayat atopi pada kakek pasien (ayah dari ibu kandung) yang
menderita asma, dan dua orang teman kerja pernah mengeluh timbul bintil merah
yang gatal di kedua lengan (sembuh dalam dua hari hanya dengan diberi salicyltalc
dan direndam air hangat yang dicampur garam).
19
Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Klien (Tn.A)
: Hubungan Keluarga
:Tinggal serumah
ketika bekerja. Namun keluarga dan klien memiliki kemampuan yang baik dalam
mengakses pelayanan kesehatan dibuktikan dengan klien langsung mengunjungi
tempat pelayanan kesehatan setelah merasa ada keluhan gatal pada lehernya. Dan
kemudian mendatangi tempat pelayanan kesehatan yang lebih besar setelah beberapa
minggu keluhannya tidak hilang.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
- Antropometri
Sebelum sakit :
BB : 70 Kg
TB : 170 cm = 1,70 m
Interpretasi:
Indeks Massa Tubuh (IMT) klien adalah sebagai berikut:
IMT = BB/TB2
= 70 kg /(1,70 m)2
IMT = 70/1,702
= 24,2
Hal ini menunjukkan bahwa IMT klien adalah 24,2. Dalam hal ini berat badan
klien masih dalam batas normal.
Batas ambang IMT (Direktorat Gizi Masyarakat, 2000)
Kategori IMT
Normal >18,5-25,0
- Biomedical sign :
-
- Clinical Sign :
Kulit lembab, rambut hitam, terlihat lemas, mukosa bibir kering, konjungtiva
merah muda, CRT=2 detik, dan mampu beraktivitas seperti biasa.
Interpretasi:
Klien kekurangan cairan dan nutrisi
- Diet Pattern (intake makanan dan cairan):
No Pola nutrisi Saat periksa ke poliklinik
Makanan
1. Frekuensi makan 3 kali/hari
21
3. Pola Eliminasi
a. BAK
b. BAB
No Pola eliminasi Saat Periksa
1 Frekuensi 1 kali/hari
2 Jumlah Tidak terkaji
3 Konsistensi Padat
4 Warna Kuning
5 Bau Bau khas BAB
6 Karakter Tidak terkaji
7 Bj Tidak terkaji
8 Alat bantu Tidak terpasang alat bantu
9 Kemandirian Mandiri
10 Lain-lain -
4. Pola aktivitas
- Pemenuhan sehari-hari terganggu.
- Kelemahan umum, malaise.
22
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan atau tumor
4. Telinga
Inspeksi: Telinga bagian luar simetris, tidak ada serumen/ cairan dan nanah
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan
5. Mulut
Inspeksi
e. Gigi: Keadaan gigi bersih, ada karang gigi/ karies, tidak ada pemakaian gigi
palsu
f. Gusi: tidak ada peradangan pada gusi
g. Lidah: lihat tampak bersih tidak ada bercak putih
h. Bibir: tampak pucat, kering dan pecah-pecah, tidak berbau, lemampuan bicara
normal
6. Tenggorokan: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri telan
7. Leher
Inspeksi: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembengkakan/
benjolan, tidak ada distensi vena jugularis, ada warna kemerahan pada kulit
leher
Palpasi: kelenjar tiroid tidak teraba, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak
ada benjolan/ massa, mobilitas leher normal
8. Thorax
Inspeksi
f. Bentuk dada: Pigion chest
g. Pernafasan: Pengembangan di waktu bernafas normal
h. Dada simetris
i. Tidak ada retraksi
j. Tidak ada batuk
Palpasi
c. Tidak ada nyeri tekan dan massa, adanya vocal fremitus
d. Inadekuat adanya massa
Perkusi : sonor (suara paru normal)
Auskultasi :
d. Mendengarkan suara pada dinding thoraks
e. Suara nafas: Vesikuler
f. Suara tambahan Suara ucapan
9. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis ditemukan pada ICS 5 linea medio clavicularis kiri
Palpasi : Normal
Perkusi : Jantung dalam keadaan normal
Auskultasi : Tidak ada murmur
10. Abdomen
24
Tes widal
-O - (Negatif) Negatif
-H 1/80 Negatif
3.3 Diagnosa
Tabel Analisis Data
No Data Etiologi Masalah
.
1. DS: Bahan iritan kimia dan Kerusakan integritas
- Klien mengeluh fisik kontak dengan kulit
gatal pada kulit
punggung dan
pergelangan tangan terbentuk Ab IgE
DO:
- Memicu proses
degranulasi
Pelepasan mediator
kimia berlebihan
Reaksi peradangan
Reaksi menggaruk
berlebih
Merusak lapisan
epidermis
Kerusakan integritas
kulit
2 DS: Bahan iritan kimia dan Gangguan rasa
- fisik kontak dengan nyaman
kulit
terbentuk Ab IgE
26
Memicu proses
degranulasi
Pelepasan mediator
kimia berlebihan
Reaksi peradangan
Reaksi menggaruk
berlebih
Gangguan rasa
nyaman
3 DS: Bahan iritan kimia dan Gangguan citra tubuh
fisik kontak dengan
kulit
terbentuk Ab IgE
Memicu proses
degranulasi
Pelepasan mediator
kimia berlebihan
Reaksi peradangan
Kelembaban kulit
menurun
Kulit mengering
DO : kulit
Lapisan epidarmis
terbuka
Pelepasan toksik
bakteri
Risiko infeksi
Diagnosa Keperawatan :
1. Kerusakan integritas kulit b.d reaksi peradangan d.d merah pada kulit.
2. Gangguan rasa nyaman b.d salah satu tanda reaksi peradangan yaitu nyeri d.d
pasien mengatakan gatal pada punggung dan pergelangan tangan.
3. Gangguan citra tubuh b.d salah satu tanda reaksi peradangan yaitu kemerahan pada
kulit d.d pasien mengatakan merasa malu dengan adanya ruam di tangannya.
4. Risiko infeksi b.d terbukanya lapisan epidermis akibat garukan.
28
29
3.3 Intervensi
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Faktor yang
berhubungan: penyakit
mengetahui adanya
tanda-tanda
terjadinya infeksi
9. Untuk
meningkatkan intake
nutisi klien sesuai
kebutuhan tubuh
klien
10. Membantu klien
untuk meminum
antibiotik sesuai
resep yg benar
11. Membantu klien
dapat mengetahui
tanda dan gejala
infeksi secara
mandiri
12. Membantu klien
dalam menvegah
atau mengurangi
keparahan infeksi
secara mandiri
4 Gangguan rasa NOC NIC 1. Meningkatkan
nyaman b.d lesi, kenyamanan pasien
Ansiety Anxiety Reduction
bercak-bercak merah yang bisa
Fear level
yang menyebabkan 1. Gunakan pendekatan yang meminimalkan
gatal dan panas Kriteria Hasil: kecemasan
menenangkan
34
1. Mampu mengontrol kecemasan 2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang 2. Meningkatkan
Batasan karakteristik: 2. Status lingkungan yang nyaman dirasakan selama prosedur sikap kooperatif dan
3. Respon terhadap pengobatan 3. Temani pasien untuk memberikan mengurangi
Ansietas 4. Control gejala keamanan dan mengurangi rasa takut kecemasan dengan
Iritabilitas 5. Status kenyamanan meningkat 4. Identifikasi tingkat kecemasan melibatkan pasien
Merintih 6. Support sosial 5. Dorong pasien untuk mengungkapkan 3. Memberikan
Melaporkan perasaan, ketakuta, persepsi kondisi yang aman
perasaan tidak 6. Instruksikan pasien menggunakan dan kenyamanan
nyaman teknik relaksasi untuk mengurangi
Melaporkan rasa 7. Berikan obat untuk mengurangi ketakutan klien
gatal kecemasan (bila perlu) 4. Mengethaui
Melaporkan Environment Management Confort tingkat kecemasan
kurang puas Pain Management yang dapat
dengan keadaan mengganggu klien
5. Membantu klien
mengungkapkan
perasaan untuk
mengidentifikasi
persepsi klien
terhadap kondisi
klien
6. Meningkatkan
kenyamanan dan
mengurangi
35
kecemasan klien
7. Mengurangi
kecemasan dan
ketakutan klien
36
3.4 Implementasi
3.5 EVALUASI
₦ 22 Nov 2017 Kerusakan S: Klien mengatakan gatal pada leher dan tangan diikuti dengan
14.00 Integritas kulit b.d kemerahan Ns. Yuni
lesi dan reaksi O: Kulit tampak lesi dan kemerahan
inflamasi A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
₦ 22 Nov 2017 Resiko infeksi b.d S: klien mengatakan sudah mulai mengerti terkait cara
14.00 lesi , bercak-bercak perawatan luka dan menjaga kebersihan diri untuk mencegah Ns. Yuni
merah pada kulit infeksi
O: Tampak lesi dan kemerahan pada telapak tangan
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
₦ 22 Nov 2017 Gangguan rasa S: klien tampak tidak nyaman dengan sensasi gatal pada
14.00 nyaman b.d lesi, tangannya Ns. Yuni
bercak-bercak merah O:
yang menyebabkan A: Masalah belum teratasi
gatal dan panas P: Lanjutkan intervensi
₦ 22 Nov 2017 Gangguan citra S: Klien mengatakan jika sekarang pasien sudah mengerti
14.00 tubuh b.d perasaan tentang penyakit dan bagaiamana proses penyembuhannya, Ns. Yuni
malu terhadap sehingga dapat mengerti dan tidak merasa malu lagi
penampakan diri dan O: Klien bersedia menceritakan perasaan yang mengganggu
persepsi diri tentang dan terlihat sudah mampu menghilangkan rasa khawatir.
ketidakbersihan A: Masalah sudah teratasi
P: intervensi dapat dihentikan
40
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Dailli, E.S., Menaldi, S.L., Wisnu. 2005. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia.
Sebuah Panduan Bergambar. Jakarta: PT. Medical Multimedia.
Djuanda, Adhi. 2006. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 5 Bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2010. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi Ke–6.
Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Djuanda, Adhi., dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Irby Cynthia E, et al. 2013. The prevalence and possible causes of contact dermatitis
infarmworkers. Dapat diakses pada :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC3667697/ (diakses pada
tanggal 30 oktober 2017).
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4 volume 1. Jakarta : EGC
Streit, M., dan Lasse R. B., 2001. Contact Dermatitis: Clinics and Pathology. Acta
Odontol Scand 59. Dapat diakse pada:
http://www.odont.umu.se/digitalAssets/123/123160_contact-dermatitis. pdf
(diakses pada tanggal 7 oktober 2017).
Sulaksmono, M. 2006. Keuntungan dan Kerugian Patch Test (uji temple) Dalam Upaya
Menegakan Diagnosa Penyakit Kulit Akibat kerja (Occupational Dermatosis).
42
Verayati D. 2011. Hubungan pemakaian alat pelindung diri (APD) dan personal
higiene terhadap kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pemulung
ditempat pembuangan akhir (TPA) Bakung Bandar Lampung. Bandar
Lampung: Universitas Lampung.
Wijaya, I Putu Gilang Iswara, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati. 2016. Edukasi
Dan Penatalaksanaan Dermatitis Kontak Iritan Kronis Di Rsup Sanglah
Denpasar Bali Tahun 2014/2015. E-Jurnal Medika. 5(8).
Wolff K., Johnson R.A., 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology, 6th ed. USA: McGraw-Hill Companies Inc. 554.
43
A. IDENTITAS
KELAS :D
KELOMPOK :2 (Dua)
JUDUL : ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN DERMATITIS AKIBAT PAPARAN
PESTISIDA di AREA PERTANIAN dan
PERKEBUNAN
ANGGOTA KELOMPOK :
N NAMA NIM PERAN KETERANGAN
O
1 Vidya Fajrin Ningtyas 14231010103 Bab 3. Askep
8 -intervensi
-implementasi
2 Rosa Rizqi Amalia 162310101138 Bab 1.
Pendahuluan
-latar belakang
-rumusan
masalah
-tujuan
3 Mila Khanifa 162310101145 Bab 2. tinjauan
teori
4 Akhmad Naufal Suud 162310101172 Bab 4. Penutup
-kesimpulan
-saran
Bagian konsul
5 Dwi Wahyuni 162310101174 Bab 3. Askep
44
- pengkajian
- diagnosa
6 Mutiara Dwi Elvandi 162310101181 Bab 2.
Tinjauan teori
B. ASPEK PENILAIAN
Jember,...........................
....2017
Dosen Pembimbing