Anda di halaman 1dari 7

Materi Inisiasi 1.

HAKIKAT KEDEWASAAN

1. Pengertian Dewasa

Sepintas kita dapat mengatakan seseorang dikategorikan “dewasa” dari


usianya yang sudah tua atau dari bentuk tubuhnya yang besar, berkumis dan
berjakun apabila ia laki-laki, dan sudah memiliki buah dada yang mengembang,
hamil, punya anak, apabila ia wanita. Tetapi secara ilmiah apa yang dikatakan
dewasa itu? Orang dewasa tidak hanya dapat didefinisikan dari sudut pandang
biologis semata, tetapi juga dapat diartikan dari aspek sosiologis dan
psikologis. Baiklah, secara biologis, seseorang dikatakan dewasa apabila ia
telah mampu melakukan kegiatan reproduksi. Secara sosial, seseorang disebut
dewasa apabila ia telah melakukan peran-peran sosial yang biasanya
dibebankan kepada orang dewasa dan secara psikologis, seseorang dikatakan
dewasa apabila telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan
keputusan yang diambil. Dengan demikian orang dewasa diartikan sebagai
orang yang telah memiliki kematangan fungsi-fungsi biologis, sosial dan
psikologis dalam segi-segi pertimbangan, tanggung jawab, dan perannya
dalam kehidupan.

Secara khusus, Darkenwald dan Meriam (Sudjana, 2005: 62) memandang


kedewasaan seseorang dari usianya. Mereka mengatakan bahwa seseorang
dikatakan dewasa apabila ia telah melewati masa pendidikan dasar dan telah
memasuki usia kerja, yaitu sejak umur 16 tahun. Namun kedewasaan
seseorang bergantung pula pada konteks sosio-kulturalnya. Kedewasaan itu
pun merupakan suatu gejala yang selalu mengalami perubahan dan
perkembangan untuk menjadi dewasa.

Di Amerika, dewasa diartikan sebagai keadaan mandiri secara finansial, telah


menyelesaikan pendidikan formal dan berkeluarga. Dari survei yang diadakan
oleh National Opinion Research Center dari University of Chicago, rata-rata
orang Amerika mencapai kondisi seperti itu pada usia 26 tahun.

Di Indonesia, merujuk pada UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris


yang diterbitkan pada tanggal 6 Oktober 2004 seseorang dianggap dewasa

1
apabila ia sudah berusia 18 tahun atau sudah menikah, sehingga berhak
untuk bertindak selaku subjek hukum. Pada umumnya, pada usia dewasa
orang sudah memiliki tanggung jawab dan sudah menyadari makna hidup
serta berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya.

Elizabeth B. Hurlock (n.d.) membagi fase kedewasaan seseorang kedalam 3 (tiga)


kategori, yaitu:
1. Masa dewasa awal (young adult) yaitu masa yang ditandai dengan
pencarian kemantapan dan masa reproduktif. Usia masa dewasa awal
berkisar antara 21 tahun sampai 40 tahun.
2. Masa dewasa madya (middle adulthood) berlangsung dari usia 40 sampai
60 tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan sosial antara lain pria dan
wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasa awalnya
dan memasuki suatu periode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan
perilaku yang baru, terutama perhatian terhadap agama menjadi lebih besar
dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan
perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial.
3. Masa dewasa lanjut (older adult) yaitu periode penutup dalam rentang
hidup seseorang. Masa ini dimulai dari usia enam puluh tahun sampai mati,
yang ditandai dengan terjadinya perubahan fisik dan psikologis yang
semakin menurun. Adapun ciri-ciri yang berkaitan dengan penyesuaian
pribadi dan sosialnya adalah terjadinya perubahan pada kemampuan
motorik, kekuatan fisik, fungsi psikologis, sistem syaraf, dan perubahan
penampilan.

Dengan demikian, secara umum di Indonesia seseorang dikatakan dewasa


ketika usianya di atas 18 tahun, telah menikah, dan telah berhak bertindak
sebagai objek hukum

(http://www.scribd.com/doc/29395404/19/Pengertian-Dewasa-dan-Ciri-ciri-
Kedewasaan)

2. Indikator kedewasaan

Dr. Harold Shyrock (n.d.) pakar psikologi dari Amerika Serikat, mengemukakan
lima ciri kedewasaan seseorang, yaitu :

2
a. Fisik
Tampilan fisik, rangka tubuh, tinggi dan lebar tubuh merupakan salah satu
aspek yang biasa digunakan sebagai ukuran kedewasaan seseorang. Namun,
aspek fisik ini saja belum dapat menjamin ketepatan bagi seseorang untuk
dapat dikatakan telah dewasa. Seseorang dapat dikatakan dewasa apabila:
 dapat menyelesaikan sendiri setiap persoalan yang dihadapi,
 dapat membedakan baik buruknya serta untung ruginya suatu
perbuatan,
 memiliki kepercayaan diri yang tinggi,
 mandiri, tidak bergantung kepada orang lain,
 tidak cepat naik pitam dan marah, serta
 tidak menggerutu disaat menderita dan menghadapi cobaan.

b. Kemampuan Mental
Dari segi mental atau rohani, orang dikatakan dewasa apabila:
 dapat berfikir secara logis,
 pandai mempertimbangkan segala sesuatu dengan kepala dingin,
 terbuka dan dapat menilai semua pengalaman hidup secara
proporsional.

c. Pertumbuhan Sosial
Seseorang dikatakan dewasa apabila ia telah memiliki pemahaman dan
kemampuan bergaul serta pandai menjaga watak dan kepribadian.

d. Emosi
Emosi sangat erat hubungannya dengan segala aspek kehidupan manusia,
seperti rasa senang, sedih, gembira, kasih sayang, benci dan lain sebagainya.
Seseorang dikatakan dewasa apabila ia pandai mengendalikan emosi.

e. Pertumbuhan Spiritual dan Moral


Seseorang yang telah berkembang pertumbuhan moral dan spiritualnya akan
lebih pandai dan lebih tenang didalam menghadapi berbagai kesulitan dan
persoalan hidup yang menimpa dirinya, segalanya akan dipasrahkannya

3
kepada Allah Yang Maha Kuasa dengan disertai ikhtiar menurut
kemampuannya sendiri.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang dikatakan dewasa
secara ideal apabila memenuhi indikator kedewasaan sebagai berikut.

 Memiliki tampilan fisik yang kokoh, rangka tubuh yang kuat, tinggi dan
lebar tubuh yang ideal untuk orang dewasa.

 Memiliki kemampuan mental yang baik, seperti dapat berfikir secara


logis

 Memiliki pemahaman dan kemampuan bergaul serta pandai menjaga


watak dan kepribadian

 Pandai mengendalikan emosi

 Lebih pandai dan lebih tenang didalam menghadapi berbagai kesulitan


dan persoalan hidup yang menimpa dirinya.

3. Tingkat kedewasaan
Setiap orang memiliki tingkat kedewasaan yang berbeda dengan indikator yang
berbeda pula. Berikut beberapa indikator untuk melihat tingkat kedewasaan
seseorang:

a. Tingkat kedewasaan yang tinggi.


Indikatornya : (1) memiliki tujuan hidup yang realistik, (2) memiliki persepsi
positif terhadap orang lain dan berusaha berintegrasi dengan keluarga secara
mandiri, (3) mampu mengemukakan dan mempertahankan pendapatnya, (4)
mampu membangun hubungan yang baik dengan orang lain, (5) aktif
berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan, (6) siap menerima
konsekuensi/akibat dari setiap tindakan yang dilakukan, (7) mampu memilih
pekerjaan dan menentukan target yang akan dicapai, (8) mampu menghadapi
kegagalan dengan sikap rasional dan berupaya mengatasinya secara baik.

b. Tingkat kedewasaan yang sedang.

4
Indikatornya : (1) ego-nya masih dipengaruhi orang lain, (2) sikapnya belum
ajeg antara alam dewasa dengan alam kanak-kanak, (3) masih memerlukan
dukungan orang lain untuk melaksanakan pekerjaan, terutama pekerjaan-
pekerjaan yang sulit, yang dianggap akan gagal di tengah jalan, (4) cenderung
tidak menerima nasihat orang lain dalam hal penggunaan materi untuk
kebutuhan dirinya sendiri, (5) mudah berubah-ubah pikiran dan galau.

c. Tingkat kedewasaan yang rendah.


Indikatornya : (1) ego-nya masih dalam kendali orang tua atau orang lain, (2)
menghabiskan waktu senggangnya dengan orang tua, (3) menggunakan
otoritas orang lain dalam melaksanakan tugas-tugas, (4) selalu ingin ditemani
keluarga bila bepergian jauh, (5) pemalu, (6) tidak mandiri, dan (7) sulit bergaul.
(http://asa-knowledge.blogspot.com/2010/07/indikator-kedewasaan-kita.html)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat kedewasaan seseorang
bervariasi dari individu ke individu. Ada orang yang memiliki tingkat
kedewasaan yang tinggi, yang ditandai dengan realistik dalam memandang dan
menjalani kehidupan, selalu berpikiran positif, aktif bergaul dalam masyarakat,
dan mandiri dalam pengambilan keputusan. Sementara ada juga orang yang
memiliki tingkat kedewasaan sedang, dengan ciri utamanya tidak memiliki
pendirian yang teguh, dan terakhir adalah orang dengan tingkat kedewasaan
rendah dengan ciri utama pemalu, tidak mandiri dan sulit bergaul.

4. Karakteristik orang dewasa pembelajar

Orang dewasa yang pada umumnya telah memiliki kematangan psikologi


adalah pribadi yang dikategorikan mampu mengarahkan diri sendiri. Hal ini
berdampak pada timbulnya kebutuhan psikologi yang sangat dalam pada diri
mereka yaitu keinginan untuk dipandang dan diperlakukan sebagai pribadi
yang mandiri, pribadi yang dapat menentukan sendiri apa yang
dikehendakinya, bukan pribadi yang mudah diarahkan, dipaksa dan
dimanipulasi oleh orang lain. Menilik pada karakteristik orang dewasa seperti
itu, maka pendidikan dan pembelajaran orang dewasa tidak dapat disamakan
dengan pendidikan dan pembelajaran anak-anak.

5
Oleh karenanya, seorang pelatih hendaknya memahami cara terbaik orang
dewasa belajar. Dibandingkan dengan anak-anak dan remaja, orang dewasa
memiliki kebutuhan  dan persyaratan khusus sebagai seorang pembelajar.
Darkenwald & Merriem (1982); Lieb (1991), dan pelopor pembelajaran orang
dewasa Malcolm Knowles (1970) mengidentifikasi karakteristik orang dewasa
pembelajar sebagai berikut :

 Orang dewasa mempunyai kebebasan untuk mengarahkan dirinya sendiri


(self-directed). Oleh karenanya pengajar atau pelatih selayaknya:
 secara aktif melibatkan mereka dalam proses belajar dan bertindak
sebagai fasilitator bagi mereka.
 mengetahui  topik yang dibutuhkan peserta dan memberikan
kesempatan kepada mereka untuk bekerja dalam tim sesuai minat
mereka.
 mendorong peserta untuk mengambil tanggung jawab terhadap aktifitas
dan kepemimpinan kelompok.
 benar-benar berperan sebagai fasilitator yang membimbing peserta
dalam menggali dan memanfaatkan pengetahuan dan informasi, bukan
semata-mata mencekoki peserta dengan informasi atau fakta-fakta.
 menunjukkan kepada para peserta bahwa belajar kelompok sangat
membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran.
 Orang dewasa telah mengakumulasi  berbagai pengalaman hidup dan
pengetahuan yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.
Pengalaman dan pengetahuan tersebut mungkin diperoleh kegiatan-
kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan, tanggung jawab keluarga,
dan juga pendidikan sebelumnya. Untuk membantu peserta
memnfaatkannya dalam proses pembelajaran, para pelatih hendaknya
menggali pengalaman dan pengetahuan mereka yang relevan dengan
topik pembelajaran. Para pelatih harus mengaitkan teori dan konsep-
konsep yang dipelajari dengan pengetahuan dan pengalaman mereka dan
menghargainya.
 Orang dewasa berorientasi kepada tujuan. Sewaktu mengikuti suatu
pelatihan, mereka biasanya sudah memiliki tujuan yang ingin dicapai.
Dengan demikian, mereka akan  menghargai suatu program pelatihan

6
yang terorganisir dengan baik. Pelatih haruslah menunjukkan kepada para
peserta bagaimana program pelatihan akan membantu mencapai tujuan-
tujuan mereka. Hasil belajar haruslah relevan dan dapat diterapkan pada
pekerjaan mereka. Disinilah pentingnya klarifikasi tujuan dan sasaran
pelatihan di awal pelatihan dan klarifikasi tujuan pembelajaran oleh pelatih
pada setiap awal sesi pelatihan. Peserta hendaknya dapat diyakinkan
bahwa tujuan-tujuan pribadi mereka terangkum dalam tujuan
pembelajaran.
 Orang dewasa berfikir praktis yakni memfokuskan perhatian pada aspek-
aspek pelajaran yang banyak bermanfaat bagi pelaksanaan pekerjaan
mereka. Mereka tidak mungkin tertarik dengan pengetahuan yang
bertujuan untuk pengembangan ilmu itu sendiri. Pelatih haruslah secara
eksplisit memberitahu peserta manfaat pelajaran bagi diri mereka.
 Seperti semua pembelajar, orang dewasa memerlukan penghargaan.
Pelatih haruslah menghargai kekayaan pengalaman yang dibawa oleh
peserta ke ruang kelas. Orang-orang dewasa haruslah diperlakukan
sederajat/setara sesuai pengalaman dan pengetahuan mereka, dan
dibolehkan untuk menyuarakan pendapat mereka secara bebas di dalam
kelas.

Lieb, Stephen. 1991. Principles of Adult Learning.


http://honolulu.hawaii.edu/intranet/committees/FacDevCom/guidebk/

Darkenwald, Gordon G. and Merriem, Sharan B. Adult Education: Foundations of


Practice. 1982. Harper & Row, Publishers, Inc. New York.

Anda mungkin juga menyukai