Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN KASUS DIABETES MELITUS

DI RUANG MAWAR RSUD BENYAMIN GULUH

OLEH:

MELANI

182432010

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA


TIGA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA

2021
LAPORAN PENDAHULUAN KASUS DIABETES MELITUS
DI RUANG MAWAR RSUD BENYAMIN GULUH

OLEH

MELANI
182432010

Mengetahui,

Preceptor Akademik Preceptor Klinik

(Ns. Nuridah, S.Kep.,M.Kep ) (Fajriani Candra, S.Kep., Ns. )


LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DIABETES MELLITUS

1.Konsep Teori Penyakit/kasus

A. Pengertian

Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,


dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam
tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai
juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000).

Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati
atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh
infeksi. ( Askandar, 2001 )

B. Etiologi
a. Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang
peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai
kemungkinan etiologi DM yaitu :
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan
sel beta melepas insulin.
2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen
yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula
yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang
disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan
kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta
oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan
terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran
sel yang responsir terhadap insulin.

b. Gangren Kaki Diabetik


Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi
menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen :
a. Genetik, metabolik

b. Angiopati diabetik

c. Neuropati diabetik

Faktor eksogen :

a. Trauma

b. Infeksi

c. Obat

C. Patofisiologis

a. Diabetes Melitus

Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu
efek utama akibat kurangnya insulin berikut:

1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan


naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2.Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol
pada dinding pembuluh darah.
3.Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan
kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada
hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi
glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena
tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.

b.   Patofisiologi DM Tipe 1
Mengapa insulin pada DM Tipe 1 tidak ada? Ini disebabkan oleh karena pada jenis
ini timbul reaksi otoimun yang disebabkan karena adanya peradangan pada sel beta
insulitis. Ini menyebabkan timbulnya anti bodi terhadap sel beta yang disebut ICA
(Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) yang
ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta.
c.  Patofisiologi DM Tipe 2
Pada DM Tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi
reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang. Reseptor inulin ini
diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi
jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin)
banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang
masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan glukosa dan glukosa di
dalam darah akan meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan pada
DM Tipe 1. Perbedaanya adalah DM Tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi,juga
kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin.
Faktor-faktor yang banyak berperan sebagai penyebab resistensi insulin:
1.      Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)
2.      Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
3.      Kurang gerak badan
4.     Faktor keturunan (herediter) (Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)(Arjatmo,
Tjokronegoro. 2002)

D. Menifestasi Klinik
Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan sering kencing terutama
malam hari, banyak makan serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu
kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar,
gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada
ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4 kg.Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali
tidak merasakan adanya keluhan, mereka mengetahui adanya diabetes karena pada saat
periksa kesehatan diemukan kadar glukosa darahnya tinggi. (Soegondo S, dkk. 2007)

Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :


Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang
mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak
kencing.
b.Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c.Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien
banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh
darah.
d.Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka
tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan
protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah
cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak
sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus

e.Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa,
sehingga menyebabkan pembentukan katarak. (Arjatmo, Tjokronegoro. 2002)
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kalau hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO
diperlukan untuk konfirmasi diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan
toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa.
Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa pernah 2 kali abnormal untuk
konfirmasi diagnosis DM, baik pada 2 pemeriksaan yang berbeda ataupun adanya
2 hasil abnormal pada saat pemeriksaan yang sama.

Cara pemeriksaan TTGO :


1.      Tiga hari sebelumnya makan seperti biasa
2.      Kegiatan jasmani cukup, tidak terlalu banyak
3.      Puasa semalam, selama 10-12 jam
4.      Glukosa darah puasa diperiksa
5.      Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 ml, dan diminum selama /
dalam waktu 5 menit
6.      Diperiksa glukosa darah 1 (satu) jam dan 2 (dua) jam sesudah beban glukosa.
(Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)

F. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler
serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar
glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola
aktivitas pasien.
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1. Memperbaiki kesehatan umum penderita
2. Mengarahkan pada berat badan normal
3. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati
diabetic
4. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan
penderita
5. Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman
3 J yaitu:
a) jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan  dikurangi atau
ditambah
b) jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2  jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan
meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru.
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

c. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada
penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet,
poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

d. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang
tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan
sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini
biasanya diberikan pada penderita dengan berat badan normal dan
masih bisa dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek
lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
i. Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
 Menghambat absorpsi karbohidrat
 Menghambat glukoneogenesis di hati
 Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
ii. Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
 Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek
intraselluler
2. Insulin
a. Indikasi penggunaan insulin
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3) DM kehamilan
4) DM dan gangguan faal hati yang berat
5) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10) DM dan underweight
11) DM dan penyakit Graves
b. Beberapa cara pemberian insulin
1) Suntikan insulin subkutan
2) Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah
suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung
pada beberapa faktor antara lain :
II. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin Diabetes Mellitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat
kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,
pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.

2. Masalah Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis di tandai
dengan :
 Data Subjektif :
a) Mengeluh nyeri
 Data Objektif :
a) Tampak meringis
b) Gelisah
c) Sulit tidur
b. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan Kerusakan kulit (dermis dan/atau
epidermis)

- Data Subjektif    :  -

- Data  Objektif : a). Kerusakan jaringan dan/atau lapisan 

b). Nyeri    

c). Kemerahan

3. Intervensi
1. Manajemen Nyeri Berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
i. Tindakan
1. Observasi :
- Identifikasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intesita nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
ii. Terapeutik
- Berikan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, terapi pijat, aromaterapi,
tehnik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredahkan nyeri
iii. Edukasi
- Jelaskan penyebab,periode dan pemicu
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Anjurkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
iv. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan Kerusakan kulit (dermis dan/atau


epidermis)
a. Observasi

 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.


Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, peneurunan
kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)

b. Terapeutik

 Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring

 Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu

 Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode


diare

 Gunakan produk berbahan petrolium  atau minyak pada kulit


kering

 Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada


kulit sensitif

 Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

c. Edukasi

 Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotin, serum)

 Anjurkan minum air yang cukup

 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi


 Anjurkan meningkat asupan buah dan saur

 Anjurkan menghindari terpapar suhu ektrime

 Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada


diluar rumah

DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo Tjokronegoro. 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta :


Balai Penerbit FKUI.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 2 Jakarta :
EGC.

PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia ; Edisi 1

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia ; Edisi 1

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia ; Edisi 1

Anda mungkin juga menyukai