Anda di halaman 1dari 39

REFERAT

CARSINOMA MAMMAE

Disusun Oleh
Nur Annisya 1102014199

Pembimbing
dr. Harry Sugiarto, Sp.B, FINACS.FICS

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah


RS Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto
Fakultas Kedokteran YARSI
Periode 11 November 2019 – 18 Januari 2020

BAB I
PENDAHULUAN
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan
tidak terkendali. Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit-
penyakit kardiovaskular. Salah satu jenis kanker yang terbanyak di Indonesia yaitu
kanker payudara. Kanker payudara adalah salah satu kanker yang sering terjadi pada
wanita dan menjadi penyebab kematian nomor dua setelah kanker leher rahim.3
Kanker payudara merupakan masalah kesehatan yang penting pada wanita. Di Amerika
1 dari 8 wanita (12.5%) dalam perjalanan hidupnya akan menderita kanker payudara
atau 30% dari semua kanker yang ada pada wanita. Dengan angka kematian nomor 2
pada wanita Amerika setelah kematian akibat kanker paru atau 3.4%. Insiden kanker
payudara di Amerika yaitu 76.7/100.000/tahun dengan angka kematian
14.7/100.000/tahun. Sedangkan di Indonesia insiden kanker payudara menduduki
peringkat pertama kanker pada wanita. Insiden kanker payudara
36.2/100.000/tahun,dengan angka kematian 18.6/100.000/tahun, yang berada dalam
stadium lanjut > 50%.5
Kanker payudara jarang menunjukkan gejala pada stadium awal dan baru
muncul pada tingkat pertumbuhan yang lanjut. Penderita kanker payudara merasa tidak
perlu pergi berobat karena keluhan sakit tidak ada sehingga tumor dibiarkan tumbuh
tanpa menyadari bahaya yang akan terjadi. Banyak penderita kanker payudara datang
untuk mendapatkan pengobatan ketika penyakitnya sudah parah atau pada stadium
lanjut karena penderita kanker payudara sering tidak menyadari atau merasakan secara
jelas gejala permulaan kanker atau bahkan mengabaikannya karena dianggap tidak
mengganggu aktivitas atau tugas sehari-hari.2
Penatalaksanaan kanker payudara telah mengalami kemajuan yang sangat pesat,
akan tetapi angka kematian dan angka kejadian kanker payudara masih tetap tinggi
karena penderita ditemukan pada stadium lanjut. Kanker payudara akan mendapat
penanganan yang secepatnya dan akan memberikan harapan kesembuhan serta harapan
hidup yang lebih baik apabila kanker payudara dideteksi sejak dini. Hasil penelitian
para ahli yang dikutip oleh Singh et al. (1999) menunjukkan kanker payudara
ditemukan secara tidak sengaja oleh penderita, yakni sekitar 90% kanker payudara
ditemukan dengan pemeriksaan payudara sendiri. Dengan demikian, akan sangat besar
artinya bila pemeriksaan pada payudara sendiri lebih digalakkan terhadap kaum wanita
terutama yang lebih dari 30 tahun (cancer age) sehingga diharapkan akan banyak
dijaring kasus kanker secara dini.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definis Kanker Payudara


Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan
tidak terkendali.3 Kanker payudara merupakan sekelompok sel tidak normal yang terus
tumbuh / keganasan pada jaringan payudara yang dapat berasal dari epitel duktus
maupun lobulusnya. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk bejolan di payudara. Jika
benjolan kanker itu tidak dibuang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa menyebar
(metastase) pada bagian-bagian tubuh lain. Metastase bisa terjadi pada kelenjar getah
bening (limfe) ketiak. Selain itu sel-sel kanker bisa bersarang di tulang, paru-paru, hati,
kulit, dan bawah kulit.4

Gambar 1. Kanker Payudara3

2. 2 Anatomi dan Fisiologi Payudara


Kelenjar mammae wanita dewasa yang belum pernah melahirkan berupa
benjolan berbentuk kerucut, wanita yang telah menyusui bentuknya cenderung menurun
dan mendatar, kelenjar mammae wanita lanjut usia mengalami atrofi bertahap. Mamma
kedua sisi berukuran serupa, tapi tidak harus simetris. Kelenjar mammae wanita
sebagian besar terletak di anterior otot pektoralis mayor, sebagian kecil dari bagian
latero-inferiornya terletak di depan otot serratus anterior. Batas superioroinferior
terletak antara sela iga 2-6 atau 3-7, batas medial adalah linea parasternal, batas lateral
adalah linea aksillaris anterior, kadang mencapai linea aksillaris media.1
Sentrum dari kelenjar mammae adalah papilla mammae, sekelilingnya terdapat
lingkaran areola mammae. Areola mammae memiliki banyak tonjolan kelenjar alveolar,
waktu menyusui dapat mengasilkan sebum untuk melicinkan papilla mammae. Kelenjar
mammae memiliki 15-20 lobuli, tiap lobulus merupakan satu sistem tubuli laktiferi.
Tiap sistem tubuli laktiferi berawal dari papilla mammae tersusun memancar. Sistem
tubuli laktiferi dapat dibagi menjadi sinus laktiferi, duktus laktiferi besar, sedang, kecil,
terminal dan asinus. Sebagian duktus besar menjelang papilla saling beranastomosis.
Maka jumlah pori muara duktus laktiferi lebih sedikit dari jumlah lobuli laktiferi. Dari
pori duktus laktiferi hingga sinus laktiferi dilapisi epitel skuamosa berlapis, dari distal
sinus laktiferi hingga duktus besar dilapisi sel torak berlapis ganda, selanjutnya berbagai
tingkat duktus dilapisi satu lapis epitel torak, asinus dilapisi satu lapis sel epitel torak
atau kuboid.1

Gambar 2. Sistem Duktal-Lobular Payudara7

Glandula mammae terletak di antara lapisan superficial dan lapisan profunda dari
fasia superficial subkutis. Serabut lapisan superficial fasia superficial dan glandula
mammae dihubungkan dengan jaringan ikat yang disebut dengan ligamentum Cooper
mammae. Jika ligamen ini terinvasi tumor hingga menyusut, di kulit bersangkutan akan
timbul cekungan yang secara klinis dikenal dengan ‘tanda lesung’ (dimpling). Posterior
dari glandula mammae adalah lapisan profunda fasia superficialis subkutis, yang
terletak di anterior fasia m. pektoralis mayor terdapat struktur yang longgar, disebut
dengan celah posterior glandula mammae, sehingga glandula mamma dapat digerakkan
bebas di atas permukaan otot pektoralis mayor. Jika tumor menginvasi fasia m.
pektoralis mayor, mobilitas tumor akan berkurang atau terfikasasi.1
Gambar 3. Glandula Mammae8

Vaskularisasi. Suplai darah pada payudara berasal dari arteri mammaria interna
(arteri thoracalis interna) dan arteri thoracalis lateralis. Kedua arteri ini berasal dari
arteri axillaris dan kemudian memperdarahi payudara dari arah superomedial dan
superolateral. Cabang dari masing-masing arteri ini akan saling beranastomosis. Arteri
mammaria interna kemudian ke arah posterior membentuk arteri interkostalis dan
cabang dari arteri interkostalis yang disebut rami perforantes memperdarahi lapisan
profunda dari payudara.8 Agak ke lateral dari arteri torakalis lateralis terdapat arteri
subskapularis. Arteri ini walaupun tidak menyuplai darah ke payudara tetapi pada
operasi mastektomi radikal untuk carcinoma mammae harus diperhatikan karena mudah
rusak saat kelenjar limfe di sekitarnya dibersihkan. Bila dibutuhkan, pembuluh darah
ini dapat diligasi dan dipotong.1
Vena dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yakni vena superficial dan profunda.
Vena superfisial terletak di subkutis, mudah tampak, bermuara ke vena mammaria
interna atau vena superfisial leher. Vena profunda berjalan seiring dengan arteri yang
senama, secara terpisah bermuara ke vena aksilaris, vena mamaria interna dan vena
azigos atau vena hemizigos. Yang perlu diperhatikan adalah vena interkostales dan
pleksus venosus vertebra saling berhubungan. Pleksus venosus vertebra tidak memiliki
katup sehingga bertekanan rendah, darah di dalam vena vertebra sebelum bermuara ke
vena cava dapat mengalir bolak balik sesuai perubahan tekanan pada vena tersebut.
Oleh karena itu, sel kanker dari payudara dapat bermetastasis melalui vena interkostal
masuk ke sistem vena vertebral, dan sebelum masuk ke vena kava dapat mengalir ke
segmen superior os femur, pelvis, vertebra, scapula, cranium dan tempat lain. Secara
klinis disebut metastasis sistem vena interkostal- vertebral.1

Gambar 4. Suplai Darah pada Payudara7

Gambar 5. Plexus Venosus Vertebral8.

Drainase Limfe. Saluran limfe kelenjar mammae terutama berjalan mengikuti


vena kelenjar mammae, drainasenya terutama melalui: (1) bagian lateral dan sentral
masuk ke kelenjar limfe fossa aksilaris, (2) bagian medial masuk ke kelenjar limfe
mammaria interna. Perlu diperhatikan bahwa drainase limfe kelenjar mammae tidak
memiliki batas absolut, ditambah lagi terdapat anastomosis antara kelenjar-kelenjar
limfe tersebut. Cairan limfe bagian medial dapat mengalir ke kelenjar limfe fossa
aksilaris, bagian lateral dapat mengalir ke kelenjar limfe mammaria interna. Tetapi
secara keseluruhan kelenjar limfe fosa aksilaris menerima sekitar 75% dari drainase
limfe kelenjar mamma, sedangkan kelenjar limfe mammaria interna hanya sekitar 20-
25%. Selain itu, saluran limfe subkutis kelenjar mammae umumnya masuk ke pleksus
limfatik subareolar. Jika drainasenya terhambat dapat menimbulkan edema dermal dan
memberikan gambaran peau d’ orange.1
Adapun untuk keperluan staging perlu diketahui pembagian kelenjar getah bening
regional pada payudara, yakni9:
1. Aksilar (ipsilateral) : KGB interpektoral (Rotter’s) dan KGB sepanjang vena
aksilaris dan cabang-cabangnya di bagi kedalam beberapa level :
a. Level I (Low axilla) : KGB terletak di sisi lateral dari otot pektoralis minor.
b. Level II (Mid axilla) : KGB terletak sisi lateral dan medial otot pektoralis minor
dan interpektoral ( Rotter’s node ).
c. Level III (Apical axilla) : KGB terletak di sisi medial otot pektoralis minor.
2. Mammari interna (ipsilateral) : KGB terletak di celah interkostal sepanjang tepi
sternum di dalam fasia endotorasik.
3. Supraklavikular : KGB di fossa supraklavikular yang didefinisikan sebagai suatu
segitiga yang di bentuk oleh otot omohioideus dan tendon (batas superior dan
lateral), vena jugular interna (batas medial), klavikula dan vena subklavia (batas
bawah). KGB yang terlibat diluar area segitiga tersebut dianggap sebagai KGB
“lower cervical” (M1).

Gambar 6. Kelenjar Limfe dan Pembuluh Limfe Payudara8


Gambar 7. Payudara dan Kelnjar Getah Bening Regional9.

Persarafan. Glandula mammae dipersarafi oleh nervi interkostal ke 2-6 dan 3-4
yang merupakan cabang dari pleksus servikalis. Sedangkan saraf yang berkaitan erat
dengan terapi bedah pada carcinoma mammae adalah : (1) Nervus torakalis lateralis
yang terletak di tepi medial m. pektoralis minor melintasi anterior vena aksilaris
berjalan ke bawah masuk ke permukaan dalam m. pektoralis mayor. (2) Nervus
torakalis medialis, terletak sekitar 1 cm di lateral dari nervus torakalis lateralis, tidak
melintasi vena aksilaris berjalan ke bawah masuk ke m. pektoralis minor dan m.
pektoralis mayor. Pada waktu operasi radikal revisi jangan mencederai nervus ini, jika
terkena maka pasca operasi m. pektoralis akan atrofi. (3) Nervus torakalis longus dari
pleksus servikalis menempel rapat pada dinding toraks berjalan ke bawah,
mempersarafi m. seratus anterior. Pada operasi radikal harus menghindari rusaknya
nervus ini. (4) Nervus torakalis dorsalis dari pleksus brakialis. Berjalan bersama
pembuluh darah subskapularis, mempersarafi m. subskapularis dan m. teres mayor.
Pada operasi radikal umumnya tidak perlu direseksi, tetapi bila di sekitarnya terdapat
kelenjar limfe yang sulit dibersihkan maka saraf ini dapat dipotong.1
Fisiologi. Fungsi faal dasar payudara adalah mensekresi susu. Fungsi lainnya
adalah sebagai ciri seksual sekunder yang penting untuk wanita. 6 Payudara wanita mulai
berkembang saat pubertas. Perkembangan ini distimulasi oleh hormon estrogen yang
berasal dari siklus seksual bulanan wanita. Estrogen merangsang perkembangan
jaringan stroma payudara, pertumbuhan sistem duktus dan deposit lemak untuk
memberi massa pada payudara. Selama kehamilan, sejumlah besar estrogen
disekresikan oleh plasenta sehingga sistem duktus payudara tumbuh dan bercabang.
Terdapat 4 hormon lain yang juga berperan dalam pertumbuhan sistem duktus, yakni
hormon pertumbuhan, prolaktin, glukokortikoid adrenal, dan insulin. Masing-masing
hormon ini diketahui berperan dalam metabolisme protein yang menunjang
perkembangan kelenjar payudara. 10
Perkembangan akhir payudara menjadi organ yang mensekresi air susu juga
memerlukan progesteron. Sekali sistem duktus telah berkembang, progesteron bekerja
secara sinergistik dengan estrogen menyebabkan pertumbuhan lobulus payudara,
dengan pertunasan alveolus dan perkembangan sifat-sifat sekresi dari sel alveoli. 10
Walaupun estrogen dan progesteron penting untuk perkembangan fisik payudara
selama kehamilan, pengaruh khusus kedua hormon ini adalah untuk mencegah sekresi
air susu. Sebaliknya hormon prolaktin berperan meningkatkan sekresi air susu. Hormon
ini disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior ibu dan konsentrasinya dalam darah ibu
meningkat secara tetap dari minggu kelima hingga kelahiran bayi. Selain itu, plasenta
mensekresi sejumlah besar human chorionic somatomammotropin yang juga memiliki
sifat laktogenik sehingga dapat membantu fungsi prolaktin selama kehamilan.
Meskipun demikian, adanya efek supresi sekresi air susu oleh estrogen dan progesteron,
menyebabkan hanya beberapa milliliter air susu saja yang dapat disekresi setiap hari
sampai bayi dilahirkan. 10
Segera setelah bayi dilahirkan, hilangnya sekresi estrogen dan progesteron dari
plasenta yang tiba-tiba memungkinkan efek laktogenik prolaktin untuk mengambil
peran dalam memproduksi air susu. Sekresi air susu ini memerlukan sekresi
pendahuluan yang adekuat dari beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol,
hormon paratiroid, dan insulin. Hormon ini diperlukan untuk menyediakan asam amino,
asam lemak, glukosa, dan kalsium yang diperlukan untuk pembentukan air susu.10

2. 3 Epidemiologi
Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia.
Berdasarkan Pathological Based Registration di Indonesia, kanker payudara menempati
urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%. (Data Kanker di Indonesia
Tahun 2010, menurut data Histopatologik ; Badan Registrasi Kanker Perhimpunan
Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI)).
Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia adalah 12/100.000 wanita. Kanker
payudara juga dapat terjadi pada laki - laki dengan frekuensi sekitar 1 %. Di Indonesia,
lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya
pengobatan sulit dilakukan. Sedangkan, menurut data Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2010, kanker payudara jarang terjadi sebelum usia 25 tahun dan
insidennya akan meningkat dengan cepat setelah usia 30 tahun dengan rata-rata usia 60
tahun.3
Berdasarkan data dari Glabocan tahun 2008, di Amerika Serikat 1 dari 8 wanita
(12.5%) dalam perjalanan hidupnya akan menderita kanker payudara atau 30% sari
semua kanker yang ada pada wanita. Dengan angka kematian no.2 pada wanita Amerika
Serikat setelah kematian akibat kanker paru atau 3.4%. Insiden kanker payudara di
Amerika Serikat yaitu 76.7/100.000/tahun dengan angka kematian 14.7/100.000/tahun.3

2. 4 Etiologi
Etiologi dari karsinoma payudara belum diketahui secara pasti, namun beberapa
menyebutkan bahwa penyebabkan multifaktorial seperti usia, riwayat keluarga
(genetik), hormon, diet, virus, dan sinar ionisasi. Berdasarkan usia, insiden terjadinya
karsinoma payudara pada wanita meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. (11)

Riwayat keluarga atau genetik disebut sebagai salah satu etiologi terjadinya
kanker payudara. Kemungkinan terjadinya kanker payudara pada wanita yang ibunya
atau saudara kandungnya menderita kanker payudara dua atau 3 kali lebih besar
dibandingkan yang tidak.(11) Bila keluarga wanita tersebut menderita kanker payudara
bilateral maka resikonya meningkat menjadi lima setengah kali, dan bila kanker
payudara bilateral terjadi sebelum menopause maka resiko terjadinya kanker pada
wanita tersebut meningkat menjadi sembilan kalinya. Jika seorang wanita terkena
karsinoma payudara, sehendaknya menyadarkan dokter tentang kemungkinan anggota
keluarga wanita tersebut terkena juga.(1)
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya
kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya. BRCA1 and
BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-1 beruhubungan
dengan invasive ductal carcinoma, poorly differentiated, dan tidak mempunyai reseptor
hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan invasive ductal carcinoma yang
lebih well differentiated dan mengekspresikan reseptor hormon. Wanita yang memiliki
gen BRCA1 dan BRCA2 akan mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita
dengan gen BRCA1 yang abnormal cenderung untuk berkembang menjadi kanker
payudara pada usia yang lebih dini.
Pengaruh hormon juga disebutkan sebagai salah satu penyebab karsinoma
payudara. Wanita nulipara dan infertile mempunyai probabilitas tinggi (30- 70%)
timbulnya kanker payudara dibandingkan wanita para. Kehamilan cukup bulan yang
dini disebutkan mencegah dediferensiasi selular, sedangkan kehamilan pertama cukup
bulan dengan usia diatas 30 tahun bertidndak sebagai promotor tumor sel duktus
payudara yang telah menjalani transformasi ganas. Wanita yang menopause setelah usia
55 tahun mempunyai kemungkinan dua kali resiko timbulnya kanker payudara
dibandingkan wanita yang menopause mulai sebelum usia 45 tahun. Menopause yang
diinduksi secara buatan tampak melindungi terhadap kanker payudara. Perlindungan ini
seumur hidup dan tidak diragukan akibat pembuangan efek estrogen endogen. (1) Sama
halnya dengan wanita yang diangkat ovariumnya diusia muda lebih jarang ditemukan
kanker payudara. Akan tetapi hal ini tidak membuktikan bahwa hormon seperti
estrogen dapat menyebabkan kanker payudara pada manusia.(11) Penelitian mengenai
pengaruh hormon sebagai etiologi dalam penyebab kanker payudara masih belum pasti
dan diketahui secara tepat tentang hormon mana yang mungkin bekerja dan
berhubungan. Hal ini disebabkan karena variasi alamiah dalam lingkungan hormon
bekerja dalam seorang individu.(1) Resiko yang meninggi pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral dapat disangkal berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan selama puluhan tahun.
Diet tinggi lemak di beberapa negara dianggap mempunyai peranan dalam
peningkatan kaker payudara. Namun sampai saat ini masih dilakukan penelitian
mengenai diet tinggi lemak ini. Adanyan pemaparan radiasi ionisasi pada usia dini
memiliki bungungan dengan peningkatan resiko terjadinya kanker payudara. Hubungan
ini linear dalam hubungan dosis-respon. Wanita yang telah menerima radiasi sewaktu
bayi untuk kelainan seperti pembesaran thymus atau sewaktu adolesen untuk terapi
akne dianggap dalam kelompok beresiko tinggi dan pantas mendapat pengawasan
cermat.(1,11)

2. 5 Klasifikasi
Klasifikasi kanker payudara menurut World Health Organization, yaitu:
1. Non invasive carcinoma
a) Ductal carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk pada
sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar. Saluran
menjadi tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel kanker di dalamnya.
Kalsium cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam
mamografi sebagai kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or
irregular calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro (microcalcifications)
pada hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker.6
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya
massa yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mammografi.
DCIS kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy
tumor jinak. Sekitar 20%-30% kejadian kanker payudara ditemukan saat
dilakukan mamografi. Jika diabaikan dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi
kanker invasif dengan potensi penyebaran ke seluruh tubuh.6
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel
cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan perkembangan
lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal. Sel ini disebut solid,
papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut comedeonecrosis, sering bersifat
progresif di awal perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan
bentuk tak beraturan.6
A

B
Gambar 8. Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar dari
ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B) 6

b) Lobular carcinoma in situ


Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan
sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang
memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus.
Mengacu pada National Cancer Institute, Amerika Serikat, seorang wanita
dengan LCIS memiliki peluang 25% munculnya kanker invasive (lobular atau
lebih umum sebagai infiltrating ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.6

Gambar 9. Lobular carcinoma in situ6

2. Invasive carcinoma
a. Paget’s disease dari papilla mammae
Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada
tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla
mammae, dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease
biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan
mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan
menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan
pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan
bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan untuk
Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified radical
mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker invasif.6

b. Invasive ductal carcinoma


i. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60%
kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun makroskopik)
ke KGB aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada wanita perimenopause or
postmenopause dekade kelima sampai keenam, sebagai massa soliter dan
keras. Batasnya kurang tegas dan pada potongan meilntang, tampak
permukaannya membentuk konfigurasi bintang di bagian tengah dengan
garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke sekeliling jaringan
payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul dalam kelompok kecil, dengan
gambaran histologi yang bervariasi.6

ii. Medullary carcinoma (4%)


Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara, berkisar
4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan kanker
payudara herediter yang berhubungan dengan BRCA-1. Peningkatan ukuran
yang cepat dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis dan perdarahan. 20%
kasus ditemukan bilateral. Karakterisitik mikroskopik dari medullary
carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular yang padat terutama terdiri dari
sel limfosit dan plasma; (2) inti pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk
dan mitosis aktif; (3) pola pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau
tidak ada diferensiasi duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini
berhubungan dengan DCIS dengan karakteristik terdapatnya kanker perifer,
dan kurang dari 10% menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker
ini mempunyai 5-year survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau
invasive lobular carcinoma.6
iii. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus lain
dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif,
biasanya muncul sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan pada
wanita yang lebih tua. Karena komponen musinnya, sel-sel kanker ini dapat
tidak terlihat pada pemeriksaan mikroskopik.6

iv. Papillary carcinoma (2%)


Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara sekitar
2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada
wanita dekade ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih.
Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan
kawankawan menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB aksila yang rendah
dan 5- and 10-year survival rate mirip mucinous dan tubular carcinoma.6

v. Tubular carcinoma (2%)


Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan
pada wanita perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-term
survival mendekati 100%.6

c. Invasive lobular carcinoma (10%)


Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara. Gambaran
histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas,
dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin
dalam sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma).
Seringnya multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang
tersembunyi sehingga sulit untuk dideteksi.6

2. 6 Stadium
Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan Sistem Klasifikasi TNM
American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2010, Edisi 7, untuk kanker payudara.4
Tabel 1. Klasifikasi Stadium Menurut American Joint Committee on Cancer4
Tumor Primer (T)
TX Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada bukti terdapat tumor primer


Tis Carcinoma in situ
Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ
Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ

Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan : Paget's

disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan menurut


ukuran tumor)
T1 Tumor ≤ 2 cm

T1mic Microinvasion ≤ 0.1


T1a Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm
T1b Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm
T1c Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm
T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm

T3 Tumor > 5 cm
T4 Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding dada
atau kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :
T4a Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis
T4b Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau ada
nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama
T4c Kriteria T4a dan T4b
T4d Inflammatory carcinoma

Kelenjar Getah Bening—Klinis (N)


NX KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah diangkat)

N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional


N1 Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan
N2 Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan atau
terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal mammary
ipsilateral tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB
aksilla ipsilateral
N2a Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat atau
melekat ke struktur lain sekitarnya.
N2b Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary
ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke KGB
aksilla ipsilateral
N3 Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa
keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal mammary
ipsilateral tetapi secara klinis terbukti terdapat metastasis ke KGB
aksilla ipsilateral; atau metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral
dengan atau tanpa keterlibatan KGB infraklavikula atau aksilla
ipsilateral

N3a
Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral
N3b
Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla
N3c
Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral
Kelenjar Getah Bening Regional—Patologia anatomi (pN)
pNX
KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau tidak dilakukan
pemeriksaan patologi)
pN0b

Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada pemeriksaan tambahan
untuk isolated tumor cells (Catatan : Isolated tumor cells (ITC) diartikan sebagai
sekelompok tumor kecil yang tidak lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya dengan
immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler
pN0(i–)
Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)
pN0(i+)
Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+), IHC cluster tidak
lebih dari 0.2 mm
pN0(mol–)
Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan molekuler (-)
(RT-PCR)
pN0(mol+)
Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan molekuler (+)
(RT-PCR)
pN1
Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary terdeteksi secara
mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak
pN1mi
Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)
pN1a
Metastasis ke 1-3 KGB aksila
pN1b
Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi
sentinel KGB, secara klinis tidak tampak
pN1c
Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary terdeteksi secara
mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak (jika
berhubungan dengan >3 (+) KGB aksila, KGB internal mammary diklasifikasikan
sebagai pN3b)
pN2
Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB internal mammary
tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
pN2a
Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)
pN2b
tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara klinis tidak terbukti
terdapat metastasis ke KGB aksilla
pN3
Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau secara klinis ke KGB
internal mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau >
3 metastasis ke KGB aksilla tetapi secara klinis microscopic metastasis (-) ke KGB
internal mammary; atau ke KGB supraklavikular ipsilateral
pN3a
Metastasis ke ≥10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau metastasis ke KGB
infraklavikula
pN3b
Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau lebih
metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla dan dalam KGB internal
mammary dengan kelainan mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi KGB sentinel,
tidak tampak secara klinis
pN3c
Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral
Metastasis Jauh (M)
MX
Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0
Tidak terdapat metastasis jauh
M1
Terdapat metastasis jauh

Tabel 1.4. TNM Stage Groupings

Stage 0
Tis
N0
M0

Stage I
T1a
N0
M0

Stage IIA
T0
N1
M0

T1a
N1
M0

T2
N0
M0

Stage IIB
T2
N1
M0

T3
N0
M0
Stage IIIA
T0
N2
M0

T1a
N2
M0

T2
N2
M0

T3
N1
M0

T3
N2
M0
Stage IIIB
T4
N0
M0

T4
N1
M0

T4
N2
M0
Stage IIIC
Any T
N3
M0
Stage IV
Any T
Any N
M1

2. 8 Patofisiologi
Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang
disebut transformasi yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi.5
2.8.1 Fase Inisiasi
Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang
memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan
oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus,
radiasi (penyinaran). Tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama
terhadap suatu karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang
disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen.
Bahkan gangguan fisik menahun pun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk
mengalami suatu keganasan.5

2.8.2 Fase Promosi


Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah
menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh
promosi. Karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan
(gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).5

2.9 Diagnosis
Diagnosis kanker payudara dibuat berdasarkan triple diagnostic
procedures (clinical, imaging, and pathology/cytology or histopathology). Ketiga hal
tersebut jika dijabarkan lebih detail menjadi pemeriksaan-pemeriksaan:
2.9.1 Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting untuk menggali keluhan di payudara dan aksila
maupun di tempat lain. Selain itu faktor resiko juga penting ditanyakan. Keluhan di
payudara dan aksila dapat berupa adanya benjolan yang padat, ada tidaknya rasa
nyeri (benjolan mamma yang tidak nyeri 66%, benjolan mamma yang nyeri 10%),
nipple discharge (satu sisi, satu muara, warna merah/darah/ serosanguinous, disertai
massa tumor), retraksi papila mama, krusta dan eksim yang tidak pernah sembuh
pada areola atau papila mama dengan atau tanpa massa tumor, kelainan kulit di atas
tumor (skin dimpling, ulceration, venous ectasia, peau d’orange, satelitte nodules),
perubahan warna kulit, adanya benjolan di leher - atau aksila, dan edema lengan
disertai adanya benjolan di payudara atau aksila ipsilateral. Keluhan di tempat lain
dapat berupa nyeri tulang yang terus menerus dan semakin berat di daerah vertebra,
pelvis, dan femur; rasa sakit, “nek”, dan “penuh” di ulu hati; batuk yang kronis dan
sesak nafas; sakit kepala hebat; muntah dan gangguan sensorium. Selain menggali
keluhan yang muncul hendaknya ditanyakan juga faktor resiko terkena kanker
payudara seperti yang telah dijelaskan di atas.4
2.9.2 Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis secara lengkap, langkah selanjutnya adalah
melakukan pemeriksaan fisis. Sebelum melakukan pemeriksaan, sebaiknya seorang
dokter harus memberi penjelasan mengenai pemeriksaan apa yang akan dilakukan
dan tujuan pemeriksaan tersebut untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman antara
pasien dan dokter. Adapun pemeriksaan payudara pasien dilakukan melalui inspeksi
dan palpasi.12
Inspeksi. Pasien dapat dalam posisi duduk dan meletakkan kedua tangannya
di pinggang. Posisi ini akan menyebabkan muskulus pektoralis major berkontraksi
dan memudahkan identifikasi payudara jika ada payudara yang asimetris. 12 Ketika
melakukan inspeksi, dokter harus mengamati seluruh sisi dari payudara dan menilai
ada tidaknya payudara asimetris, perubahan warna kulit, retraksi, dimpling dan
nipple discharge, perubahan kulit berupa peau d’orange, ulserasi dan nodul satelit.12
Palpasi. Penderita berbaring dan diusahakan agar payudara jatuh tersebar
rata di atas lapangan dada, jika perlu bahu atau punggung diganjal dengan bantal
kecil terutama pada penderita yang payudaranya besar. Palpasi dilakukan dengan
mempergunakan falang distal jari II, III dan IV yang dikerjakan secara sistematis
mulai dari kranial setinggi iga kedua sampai ke distal setinggi iga keenam, juga
dilakukan pemeriksaan daerah sentral subareolar dan papil. Palpasi juga dapat
dilakukan dari tepi ke sentral (sentrifugal) berakhir di daerah papil. Pemeriksaan
dengan menekan daerah sekitar papil dilakukan jika ada keluhan nipple discharge.12
Payudara kudran superolateral dan area disekitar areola dan papilla mammae
sebaiknya diperiksa dengan seksama, karena merupakan area yang paling sering
terjadi carcinoma mammae.12

Gambar 10. Posisi Pasien dan Arah Pemeriksaan Payudara


(dikutip dari kepustakaan 12)
Gambar 11. Teknik Pemeriksaan Payudara
(dikutip dari kepustakaan 12)

Setiap area pada payudara diperiksa dengan tiga derajat penekanan, yakni ringan,
sedang, dan dalam, yang masing-masing penting untuk menilai benjolan pada lapisan
subkutan, lapisan tengah, dan lapisan profunda hingga dinding dada (gambar 10). Pada
pemeriksaan ini ditentukan lokasi tumor berdasarkan kuadran payudara (lateral atas,
lateral bawah, medial atas, medial bawah, dan daerah sentral), ukuran tumor (diameter
terbesar), konsistensi, permukaan, bentuk dan batas-batas tumor, jumlah tumor serta
mobilitasnya terhadap jaringan sekitar payudara, kulit, m.pektoralis dan dinding dada,
serta ada tidaknya implan payudara. Implan payudara terletak di belakang dari jaringan
payudara.12

Gambar 12. Tiga Derajat Penekanan pada Palpasi Payudara


(dikutip dari kepustakaan 12)
Berikut adalah teknik pemeriksaan kelenjar getah bening regional:
1. Aksila. Sebaiknya dalam posisi duduk karena dalam posisi ini fossa aksila jatuh
ke bawah sehingga mudah untuk diperiksa dan lebih banyak yang dapat dicapai.
Pada pemeriksaan aksila kanan tangan kanan penderita diletakkan atau
dijatuhkan lemas di tangan/bahu kanan pemeriksa dan aksila diperiksa dengan
tangan kiri pemeriksa. Diraba kelompok KGB mammari eksterna di bagian
anterior dan di bawah tepi m.pektoralis aksila, KGB subskapularis di posterior
aksila, KGB sentral di bagian pusat aksila, dan KGB apikal di ujung atas fossa
aksilaris. Pada perabaan ditentukan ukuran, konsistensi, jumlah, apakah
terfiksasi satu sama lain atau ke jaringan sekitarnya.8

Gambar 13. Teknik Pemeriksaan KGB Aksilar


(dikutip dari kepustakaan 8)

2. Supra dan infraklavikula serta leher utama. Supra dan infraklavikula serta leher
bagian bawah dipalpasi dengan cermat dan teliti, lakukan palpasi dengan gerakan
sirkular. 8 Selain payudara dan KGB, organ lain yang ikut diperiksa adalah paru,
tulang, hepar, dan otak untuk mencari metastase jauh.

Gambar 14. Teknik Pemeriksaan KGB Supraclavicular dan Infraclavicular


(dikutip dari kepustakaan 8)

2.9.2 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang dianjurkan yaitu pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan kimia
darah sesuai dengan perkiraan metastasis serta pemeriksaan tumor marker. 4
a. Mamografi Payudara
Mamografi adalah pencitraan menggunakan sinar X pada jaringan
payudara yang dikompresi.Mamogram adalah gambar hasil
mamografi.Untuk memperoleh interpretasi hasil pencitraan yang baik,
dibutuhkan dua posisi mamogram dengan proyeksi berbeda 45 derajat
(kraniokaudal dan mediolateralobligue). Mamografi dapat bertujuan skrining
kanker payudara, diagnosis kanker payudara, dan follow up / kontrol dalam
pengobatan. Mammografi dikerjakan pada wanita usia diatas 35 tahun,
namun karena payudara orang Indonesia lebih padat maka hasil terbaik
mamografi sebaiknya dikerjakan pada usia >40 tahun. Pemeriksaan
Mamografi sebaiknya dikerjakan pada hari ke 7-10 dihitung dari hari
pertama masa menstruasi; pada masa ini akan mengurangi rasa tidak nyaman
pada wanita pada waktu di kompresi dan akan memberi hasil yang optimal.
Untuk standarisasi penilaian dan pelaporan hasil mamografidigunakan
BIRADS yang dikembangkan oleh American College of Radiology.4 Tanda
primer berupa:
a. Densitas yang meninggi pada tumor
b. Batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses infiltrasi ke
jaringan sekitarnya atau batas yang tidak jelas (komet sign)
c. Gambaran translusen disekitar tumor
d. Gambaran stelata
e. Adanya mikrokalsifikasi sesuai kriteria Egan
f. Ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis

Tanda sekunder:
a. Retraksi kulit atau penebalan kulit
b. Bertambahnya vaskularisasi
c. Perubahan posisi putting
d. Kelenjar getah bening aksila (+)
e. Keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur
f. Kepadatan jaringan sub areolar yang berbentuk utas.
b. Ultrasonografi Payudara
Salah satu kelebihan USG adalah dalam mendeteksi massa kistik. 4
Gambaran USG pada benjolan yang harus dicurigai ganas di antaranya:
a. Permukaan tidak rata
b. Taller than wider
c. Tepi hiperekoik
d. Echo interna heterogen
e. Vaskularisasi meningkat, tidak beraturan dan masuk ke dalam
tumor membentuk sudut 90 derajat.
Penggunaan USG untuk tambahan mamografi meningkatkan akurasinya
sampai 7,4 %. Namun USG tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai
modalitas skrining oleh karena didasarkan penelitian ternyata USG gagal
menunjukan efikasinya.4

c. MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan CT-SCAN


Walaupun dalam beberapa hal MRI lebih baik daripada mamografi,
namun secara umum tidak digunakan sebagai pemeriksaan skrining karena
biaya mahal dan memerlukan waktu pemeriksaan yang lama. Akan tetapi
MRI dapat dipertimbangkan pada wanita muda dengan payudara yang padat
atau pada payudara dengan implant, dipertimbangkan pasien dengan risiko
tinggi untuk menderita kanker payudara.4

d. Diagnosa Sentinel Node


Biopsi kelenjar sentinel ( Sentinel lymph node biopsy ) adalah
mengangkat kelenjar getah bening aksila sentinel sewaktu operasi. Kelenjar
getah bening sentinel adalah kelenjar getah bening yang pertama kali
menerima aliran limfatik dari tumor, menandakan mulainya terjadi
penyebaran dari tumor primer). Biopsi kelenjar getah bening sentinel
dilakukan menggunakan blue dye, radiocolloid, maupun kombinasi
keduanya. Bahan radioaktif dan atau blue dye disuntikkan disekitar tumor;
Bahan tersebut mengalir mengikuti aliran getah bening menuju ke kelenjar
getah bening ( senitinel ). Ahli bedah akan mengangkat kelenjar getah
bening tersebut dan memintah ahli patologi untuk melakukan pemeriksaan
histopatologi. Bila tidak ditemukan sel kanker pada kelenjar getah bening
tersebut maka tidak perlu dilakukan diseksi kelenjar aksila.Teknologi ideal
adalah menggunakan teknik kombinasi blue dye dan radiocolloid.
Perbandingan rerata identifikasi kelenjar sentinel antara blue dye dan teknik
kombinasi adalah 83% vs 92%. Namun biopsi kelenjar sentinel dapat
dimodifikasi menggunakan teknik blue dye saja dengan isosulfan blue
ataupun methylene blue. Methylene blue sebagai teknik tunggal dapat
mengindentifikasi 90% kelenjar sentinel. Studi awal yang dilakukan RS
Dharmais memperoleh identifikasi sebesar 95%. Jika pada akhir studi ini
diperoleh angka identifikasi sekitar 90% maka methylene blue sebagai teknik
tunggal untuk identifikasi kelenjar sentinel dapat menjadi alternatif untuk
rumah sakit di Indonesia yang tidak memiliki fasilitas radiocoloid.4

e. Pemeriksaan Patologi Anatomi


Pemeriksaan patologi pada kanker payudara meliputi pemeriksaan
sitologi, morfologi (histopatologi), pemeriksaan immunohistokimia, in situ
hibridisasi dan gene array (hanya dilakukan pada penelitian dan kasus
khusus).4 Cara Pengambilan Jaringan:
a. Biopsi Jarum Halus, Biopsi Apus dan Analisa Cairan
Biopsi jarum halus, biopsi apus dan analisa cairan akan menghasilkan
penilaian sitologi. Biopsi jarum halus atau yang lebih dikenal dengan
FNAB dapat dikerjakan secara rawat jalan ( ambulatory). Pemeriksaan
sitologi merupakan bagian dari triple diagnostic untuk tumor payudara
yang teraba atau pada tumor yang tidak teraba dengan bantuan penuntun
pencitraan. Yang bisa diperoleh dari pemeriksaan sitologi adalah bantuan
penentuan jinak/ganas; dan mungkin dapat juga sebagai bahan
pemeriksaan ER dan PgR, tetapi tidak untuk pemeriksaan HER2Neu.4

b. Tru-cut Biopsi atau Core Biopsy


Tru-cut biopsi dan core biopsy akan menghasilkan penilaian
histopatologi. Tru-cut biopsi atau core biopsy dikerjakan dengan
memakai alat khusus dan jarum khusus no G12-16. Secara prinsip
spesimen dari core biopsysama sahihnya dengan pemeriksaan biopsi
insisi.4

c. Biopsi Terbuka dan Spesimen Operasi


Biopsi terbuka dan spesimen operasi akan menghasilkan penilaian
histopatologi. Biopsi terbuka dengan menggunakan irisan pisau bedah
dan mengambil sebagian atau seluruh tumor, baik dengan bius lokal atau
bius umum. Pemeriksaan histopatologi merupakan baku emas untuk
penentuan jinak/ ganas suatu jaringan; dan bisa dilanjutkan untuk
pemeriksaan imunohistokimia.4

f. Pemeriksaan Immunohistokimia
Pemeriksaan Imunohistokimia (IHK) adalah metode pemeriksaan
menggunakan antibodi sebagai probe untuk mendeteksi antigen dalam
potongan jaringan (tissue sections) ataupun bentuk preparasi sel lainnya.
IHK merupakan standar dalam menentukan subtipe kanker
payudara.Pemeriksaan IHK pada karsinoma payudara berperan dalam
membantu menentukan prediksi respons terapi sistemik dan prognosis. 4
Pemeriksaan imunohistokimia yang standar dikerjakan untuk kanker
payudara adalah:
a. Reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen (ER) dan reseptor
progesterone (PR)
b. HER2 o Ki-67

Pemeriksaan ER dan PR dilakukan pada material dari blok parafin


(spesimen core biopsy dan eksisi), dan dapat juga dari hapusan sitologi atau cell
block. Pemeriksaan harus dilakukan pada spesimen yang difiksasi dengan
Neutral Buffer Formalin (NBF) 10%. Hasil dinyatakan positif apabila > 1% inti
sel terwarnai (baik dengan intensitas lemah, sedang, ataupun kuat). Pemeriksaan
status HER2 (c-erbB-2, HER2/neu) saat ini telah direkomendasikan untuk
karsinoma payudara invasif (DCIS tidak dievaluasi untuk HER2). Pemeriksaan
HER2 harus dilakukan pada blok paraffin dari jaringan yang difiksasi dengan
NBF 10% dan tidak dapat dilakukan dari hapusan sitologi. Hasil dinyatakan
HER2 positif pada HER2 +3, sedangkan HER2 +2 memerlukan pemeriksaan
lanjutan berupa hibridisasi in situ. Saat ini kanker payudara sudah tidak bisa
dipandang sebagai gambaran morfologi patologi anatomi saja.4

2.10 Penatalakasanaan
1. Kanker payudara non invasive
a. Ductal Carcinoma Insitu (DCIS)
Dengan adanya program skrining masal terhadap payudara, maka insiden
DCIS semakin meningkat yaitu mencapai 58.000 kasus akan didiagnosis pada
tahun 2006 dan akan terus meningkat. DCIS adalah suatu keadaan dimana sel
kanker (yang berasal dari epitelium TDLU) belum menembus membrana basalis,
atau jika telah menembus mikroskopis tidak mencapai 1 mm. Terdapat subtipe
comedo, solid, cibriform, micropapillary, dan papillary. Beberapa hal yang
menjadi pertimbangan terapi DCIS adalah adanya lesi multifokal dan
multisentris. Prognostic score berdasarkan pada van nuys prognostic index
(2003, silverstein) berdasarkan ukuran tumor, margin eksisi, umur penderita, dan
klasifikasi patologi.4 Beberapa terapi untuk DCIS yaitu:
1. Mastectomy simple (tidak dilakukan eksisi aksila)
Indikasi melakukan mastektomi adalah adanya pertimbangan
multifokalitas dan multisentrisitas ataupun kalsifikasi yang difus pada
mamografi. Hal ini terlihat pada mamografi. Mastektomi juga
sebaiknya dilakukan pada tumor dengan diameter > 4 cm, dan grading
histologis yang tinggi.4
2. Breast corserving therapy/surgery (BCT/BCS)
BCT adalah segmental mastectomy, lumpectomy, tylectomy, wide
local excision dengan atau tanpa diseksi aksila. Pasien dengan BCT akan
menjalani radioterapi adjuvant baik pada seluruh payudara yang terkena
dengan booster pada lapang pembedahan. Pada non palpable DCIS,
untuk melakukan BCS/BCT diperlukan lokalisasi lesi atau tumor dengan
jarum (Kopan’s wirea) dan identifikasi jaringan yang diangkat (dengan x
ray) apakah sudah tepat. Syarat untuk BCS/BCT:
 Informed concent
 Dapat dilakukan follow up yang teratur
 Tumor sebaiknya di perifer (tumor letak sentral perlu pembedahan
yang khusus).
 Besar tumor proporsional dengan besarnya payudara. Jika
tidak harus dilakukan rekonstruksi langsung untuk mencapai
kosmetik yang baik.
 Tumor tidak multifokal atau multisentris (mamografi, MRI)
 Pasien belum pernah mendapat redioterapi di dada dan tidak
menderita penyakit kolagen.
 Terdapat sarana dan fasilitas yang baik untuk
pemeriksaan patologi (konvensional dan pengecatan
imunohistokimia), dan radioterapi yang baik.4
3. Terapi adjuvant
Terapi adjuvant hanya diberikan pada pasien dengan resiko tinggi
terjadi rekurensi, antara lain usia muda (< 35 tahun), reseptor hormon
negatif, HER2 overekspresi, metastasis KGB aksila. Radioterapi diberika
pada pasien dengan BCS/BCT, kecuali dengan petimbangan khusus -
diameter <1cm, margin bedah yang cukup dan grade yang rendah. Terapi
hormonal diberikan pada pasien dengan ER dan atau PR positif, tanpa
riwayat gangguan tromboembolism.4

b. Lobular Carcinoma Insitu (LCIS)


Diagnosis seringkali insidental, biasanya nonpalpable, lebih sering pada
wanita premenopause. Adanya LCIS ini dianggap sebagai faktor resiko untuk
terjadinya invasif karsinoma. Penemuan dari Alpino (2004) adanya LCIS
syncronous dengan invasif karsinoma sebanyak 0 - 10% dan 0 - 50%
synchronous bersama dengan DCIS maka terapi yang dianjurkan adalah eksisi
dari tumor dan follow up yang baik. Terapi adjuvant pada LCIS adalah
pemberian tamoxiven yang menurunkan resiko terjadinya invasif sampai 56%.
Pemberian radioterapi masih belum jelas. Surveillance marupakan hal penting
pada LCIS antara lain pemeriksaan fisik setiap 6 bulan sampai 1 tahun dan
mamografi.4
2. Kanker Payudara Invasif
Karsinoma mamma invasif adalah karsinoma dari epitel mamma yang telah
infiltratif keluar dan menembus membrana basalis duktal. Adanya infiltrasi keluar
membrana basalis duktal menunjukkan bahwa karsinoma invasif mempunyai
kemampuan untuk terus melakukan infiltrasi jaringan sekitar dan bermetastasis pada
kelenjar getah bening regional maupun bermetastasis ke organ jauh. Pada umumnya
termasuk pada karsinoma invasif adalah karsinoma mama familial dengan adanya
mutasi pada gen BRCA1 dan BRCA2.4
a. Terapi bedah stadium dini (T1,T2,N0,N1)
BCS/BCT: biasanya dilakukan dengan tumor yang relatif kecil <3 cm
dengan tanpa pembesaran KGB. BCS/BCT dapat dilakukan dengan atau tanpa
diseksi KGB aksila, tergantung pada klinis, USG ataupun dengan teknik
lympatic mapping dan sentinel lymph node byopsi jika mempunyai fasilitas.
1) Mastektomi radikal modifikasi (patey/maaden dan uchincloss):
diperteimbangkan jika tumor besar, adanya faktor resiko yang tinggi untuk
rekurensi seperti usia muda, high nuclear grade, comedo type necrosis,
margin positif, DNA aneuploidy.
2) Rekonstruksi bedah: dapat dipertimbangkan pada senter yang mampu
ataupun ahli bedah yang mempunyai kemampuan rekonstruksi pembedahan
payudara tanpa mengorbankan prinsip bedah onkologi. Rekonstruksi pada
bedah onkologi dapat dikerjakan oleh ahli bedah plastik, ahli bedah onkologi
atau ahli bedah umum yang kompeten.
3) Terapi adjuvant: radioterapi adjuvant diberikan pada BCS/BCT, baik
diberikan pada seluruh payudara ataupun hanya pada area pembedahan (on
going trial). Pemberian terapi sistemik adjuvant bersifat individual dan
dibedakan berdasarkan status KGB, umur, ukuran tumor primer,
performance status, ekspresi onkogen HER2/NE2, status dari steroid
reseptor (ER/PR) dan grade nuklear.

b. Karsinoma payudara lanjut lokal (karsinoma mama stadium III (IIIa, IIIb, IIIc)).
Presentasi atau insiden LABC di indonesia masih cukup tinggi dan
bervariasi dari daerah yang berbeda. Biasanya berkisar antara 40 - 80%. Yang
termasuk pada LABC adalah T3 dengan N2 dan atau N3.
1) Terapi bedah: peran modalitas bedah pada LABC adalah terbatas, terutama
pada stadium IIIa dan pada bebrapa penelitian, pemberian neoadjuvant
systemic therapy pada stadium ini pun perlu dipertimbangkan. Pembedahan
yang dianjurkan adalah mastektomi radikal modifikasi ataupun dengan
mastektomi radikal standar.4
2) Terapi neoadjuvant (sistemik): adalah pemberian modalitas terapi lain selain
bedah dengan tujuan untuk mengeradikasi mikrometastasis yang diasumsikan
telah ada pada saat diagnosis karsinoma payudara ditegakkan. Dengan demikian
diharapkan terapi neoadjuvan (sistemik) secara teknis memudahkan pembedahan
dan pada beberapa laporan dapat dilakukan pembedahan konservasi payudara
(BCS/BCT). Beberapa obat yang dapat diberikan pada terapi neoadjuvant
(sistemik) adalah kemoterapi A.C (adriamycin, cyclophosphamide), CAF
(cyclophosphamide, adriamycin, 5 Fluoro Uracil) /CEF (cyclophosphamide,
epirubicin, 5 Fluoro Uracil), T-A (taxanesdoxorubicin), sedangkan terapi
hormonal hanya diberikan pada ER/PR+ dan obat yang diberikan adalah
golongan Ais (Aromatase inhibitors).4

c. Karsinoma payudara inflamatoir (IBC)


Tipe karsinoma payudara di atas oleh beberapa pengarang dimasukkan
dalam tipe LABC, tetapi penelitian dan hasil terapi menunjukkan bahwa IBC
merupakan karsinoma mamma yang agresif dan mempunyai prognosis lebih
buruk. Terapi pada umumnya neoadjuvant chemotherapy, surgery or radiation
therapy, dan adjuvant chemotherapy. Komponen terapi pada bedah IBC
memberikan kontrol loko-regional yang lebih baik dibandingkan radioterapi saja.4

d. Karsinoma payudara bermetastasis


Pada stadium ini terapi bedah bukan merupakan pilihan lagi. Pemberian
terapi sistemik baik kemoterapi maupun terapi hormonal menjadi pilihan utama.
Kemoterapi terapeutik merupakan pilihan utama pada viseral metastasis (life
threatening metastasis), agressive breast cancer (high grade, HER2
overexspression ER/PR- P53 overekspression), umur muda. Sebaliknya terapi
hormonal diberikan pada karsinoma payudara yang lebih indolen, ER/PR+, bone
metastasis, low gradees. Peran bedah hanya sebagai tindakan adjuvant atau
paliatif, untuk mengambil sisa tumor, menghentikan perdarahan, dengan sarat
bahwa pembedahan tetap harus memenuhi sarat pembedahan yang onkologis.4

2.11 Komplikasi
Komplikasi kanker payudara dapat terjadi sebelum dan sesudah dilakukan
pengobatan. Kanker payudara yang tidak ditangani lebih lanjut akan menjadi fatal bila
menyebarkan sel-sel abnormal ke bagian tubuh yang lain yaitu:
1. Tulang
Sel kanker yang menyebar ke tulang akan menyebabkan beberapa bagian
struktur tulang pecah tanpa membentuk tulang baru. Hal ini akan membuat tulang
cenderung lemah dan rentan terhadap patah tulang. Sehingga pasien akan merasakan
nyeri tulang, tulang menjadi lemah dan mudah patah.6
2. Paru-paru
Sel kanker yang menyebar ke paru-paru akan menyebabkan penderita
menjadi lemah dan rentan sakit. Hal ini terjadi karena tubuh kesulitan untuk
melawan bakteri dan infeksi, sehingga penderita akan rentan mengidap pneumonia
(infeksi paru-paru). Gejala umum yang terjadi yaitu sesak napas, batuk
berkepanjangan dan nyeri dada.6
3. Kelenjar getah bening
Sel kanker yang menyebar ke kelenjar getah bening akan menimbulkan
gejala seperti benjolan pada ketiak atau area tulang selangka.6

Kanker payudara yang diberikan pengobatan juga dapat memberikan komplikasi


seperti:
a. Infeksi luka pasca operasi.
b. Nyeri dan kekakuan pada bahu yang terjadi akibat pengangkatan kelenjar getah
bening.
c. Keterbatasan gerak pada lengan yang terjadi akibat mastektomi (pengangkatan
otototot dinding dada).
d. Kemerahan dan rasa sakit pada kulit akibat radioterapi.
e. Kelemahan sistem kekebalan tubuh, kerontokan rambuh akibat kemoterapi.6

2.12 Pencegahan
Pencegahan kanker payudara dapat dilakukan melalui pencegahan primer,
sekunder dan tertier. Pencegahan (primer) adalah usaha yang dilakukan agar tidak
terkena kanker payudara pada orang yang sehat, dengan cara mengurangi atau
meniadakan faktor-faktor risiko yang diduga sangat erat kaitannya dengan peningkatan
insiden kanker payudara. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan melaksanakan
pola hidup sehat.4
Pencegahan sekunder adalah melakukan skrining kanker payudara. Skrining
kanker payudara adalah pemeriksaan atau usaha untuk menemukan abnormalitas yang
mengarah pada kanker payudara pada seseorang atau kelompok orang yang tidak
mempunyai keluhan serta mendapatkan orang atau kelompok orang yang terdeteksi
mempunyai kelainan/abnormalitas yang mungkin kanker payudara dan selanjutnya
memerlukan diagnosa konfirmasi. Skrining bertujuan untuk mendapatkan kanker
payudara dini sehingga hasil pengobatan menjadi efektif; dengan demikian akan
menurunkan kemungkinan kekambuhan, menurunkan mortalitas dan memperbaiki
kualitas hidup.4
Skrining melalui mammografidiklaim memiliki akurasi 90% dari semua
penderita kanker payudara, tetapi keterpaparan terus-menerus pada mammografi pada
wanita yang sehat merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker
payudara.Karena itu, skrining dengan mammografi tetap dapat dilaksanakan dengan
beberapa pertimbangan antara lain:
a. Wanita yang sudah mencapai usia 40 tahun dianjurkan melakukan cancer risk
assessement survey.
b. Pada wanita dengan faktor risiko mendapat rujukan untuk dilakukan mammografi
setiap tahun. o Wanita normal mendapat rujukan mammografi setiap 2 tahun sampai
mencapai usia 50 tahun.
Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif
menderita kanker payudara. Penanganan yang tepat penderita kanker payudara sesuai
dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecatatan dan memperpanjang harapan
hidup penderita. Pencegahan tertier bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita serta mencegah komplikasi penyakit dan meneruskan pengobatan. Tindakan
pengobatan dapat berupa operasi walaupun tidak berpengaruh banyak terhadap
ketahanan hidup penderita. Bila kanker telah jauh bermetastasis, dilakukan tindakan
kemoterapi dengan sitostatika. Pada stadium tertentu, pengobatan yang diberikan hanya
berupa simptomatik dan dianjurkan untuk mencari pengobatan alternatif.4

2.13 Prognosis
Prognosis dari kanker payudara ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk
kondisi kelenjar limfe dan stadium. Survival rates 5 tahun pasca operasi pada kasus
kelenjar limfe negative dan positif adalah masing-masing 80% dan 59%, survival rates 5
tahun untuk stadium I, II dan III adalah masing-masing 92%, 73% dan 47%. Sedangkan
pada yang non operable, survival rates 5 tahun kebanyakan dilaporkan dalam batas
20%.1
Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun
1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil akhir
program data, didapatkan bahwa angka survival rates 5 tahun untuk stadium I adalah
94%, stadium IIa adalah 85%, IIb adalah 70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%,
IIIb adalah 48% dan untuk stasium IV adalah 18%. Oleh karena itu diagnosis dini dan
melakukan terapi secara cepat dan tepat dapat meningkatkan angka kesembuhan dalam
kanker payudara.6
DAFTAR PUSTAKA
1. Desen W, ed. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.
2. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi
Indonesia. Semarang. 2003
3. Moningkey, Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara. Medika; Januari
2000. Jakarta.
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Panduan Penatalaksanaan Kanker
Payudara. Jakarta
5. Swart, 2010. Breast Cancer. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/283561- overview (diakses 20 September 2019).
6. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya, Dalam:
Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
7. Jatoi I, Kaufmann M, Petit JY. Atlas of Breast Surgery. Germany : Springer-Verlag
Berlin Heidelberg; 2006. p. 10-6
8. Netter, Frank H. Atlas Of Human Anatomy 3 rd Edition. USA; Saunders Elsevier: 2003. p.
159,167,169.
9. Greene FL, Compton CC, Fritz AG, Shan JP, Winchester DP, eds. American Joint
Committee on Cancer. Chicago : Springer Science+Business Media, Inc; 2006.p. 219-33.
10. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi Gastrointestinal. Dalam : Irawati Setiawan (Editor Bahasa
Indonesia) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Jakarta: EGC; 2014.
11. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Ajar Bedah. EGC. Jakarta. 2010.
12. Linda J. Heffner dan Danny J. Schust. At a Glance SISTEM REPRODUKSI Edisi Kedua .
Jakarta: Erlangga Medical Series; 2006.
13.

Anda mungkin juga menyukai