Anda di halaman 1dari 33

PENGERTIAN

Difteri adalah suatu penyakit infeksi toksik akut


yang menular, disebabkan oleh
CORYNEBACTERIUM DIPHTHERIAE dengan
ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit dan
atau bagian lunaka mulut atau hidung.

Difteri adalah suatu infeksi, akut yang mudah


menular dan yang sering diserang adalah saluran
pernafasan bagian atas dengan tanda khas timbulnya
“pseudomembran” ( selaput berwarna abu - abu)
STATUS KLB DIFTERI (SUMBER KEMENKES RI)
EPIDEMIOLOGI

 Difteri tersebar di seluruh dunia, tetapi insiden penyakit ini menurun


secara mencolok setelah penggunaan toksoid difteri secara meluas
 Umumnya masih tetap terjadi pada individu-individu yang berusia kurang
dari 15 tahun (yang tidak mendapatkan imunisasi primer).
 Pada setiap epidemi insidens menurut usia tergantung pada kekebalan
individu.
 Serangan difteri yang sering terjadi, mendukung konsep bahwa penyakit
ini terjadi di kalangan penduduk miskin ynag tinggal di tempat berdesakan
dan memperoleh fasilitas pelayanan kesehatan terbatas.
 Kematian umumnya terjadi pada individu yang belum mendapatkan
imunisasi
ETIOLOGI DIFTERI

Difteri disebabkan oleh


bakteri Corynebacterium
diphtheriae. Penyebaran
bakteri ini dapat terjadi dengan
mudah, terutama bagi orang
yang tidak mendapatkan
vaksin difteri.
Terhirup percikan ludah penderita di udara saat
penderita bersin atau batuk. Ini merupakan cara
penularan difteri yang paling umum.

Barang-barang yang sudah terkontaminasi oleh


bakteri, contohnya mainan atau handuk

Sentuhan langsung pada luka borok (ulkus) akibat difteri di


kulit penderita. Penularan ini umumnya terjadi pada penderita
yang tinggal di lingkungan yang padat penduduk dan
kebersihannya tidak terjaga
KLASIFIKASI

1.DIFTERI TONSIL DAN FARING


2.DIFTERI HIDUNG
3.DIFTERI LARING
4. DIFTERI KULIT, VULVOVAGINAL,
KONJUNGTIVA, TELINGA
GEJALA DAN TANDA
Difteri umumnya memiliki masa inkubasi atau rentang waktu
sejak bakteri masuk ke tubuh sampai gejala muncul 2 hingga 5
hari. Gejala-gejala dari penyakit ini meliputi:
Terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi
tenggorokan dan amandel.
Demam dan menggigil.
Sakit tenggorokan dan suara serak.
Sulit bernapas atau napas yang cepat.
Pembengkakan kelenjar limfe pada leher.
Lemas, lelah, dan sakit kepala.
Pilek. Awalnya cair, tapi lama-kelamaan menjadi kental dan
terkadang bercampur darah.
Mengorok
Nyeri menelan
DIAGNOSIS

1. Pemeriksaan fisik :
Anamnesa dan pemeriksaan fisik
Gejala dan tanda

2. Pemeriksaan penujang :
preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah
membran semu dan didapatkan kuman Corynebacterum diphteriae
1. Identifikasi secara fluorescent antibody technique
2. Isolasi C, diphtheriae dengan pembiakan pada media Loeffler
3. Tes toksinogenesitas secara vivo (marmut) dan vitro (tes Elek).
4. Polymerase Chain Reaction (PCR) (cepat)
DIAGNOSIS BANDING

Difteri Faring :
Difteri Hidung 1. Tonsilitis membranosa
1. Rhinorrhea (common Difteri Laring : akuta oleh karena
cold, sinusitis, adenoiditis) 1. Infectious croup yang streptokokus (tonsillitis
2. Benda asing dalam lain akuta/septic sore throat)
hidung 2. Spasmodic croup 2. Mononucleosis
3. Snuffles (lues congenita). 3. Angioneurotic edema infectiosa
pada laring 3. Tonsilitis membranosa
4. Benda asing dalam non bakterial
laring. 4. Tonsillitis herpetika
primer
5. Moniliasis
Diphtheria Kulit :
6. Blood dyscrasia
1. Impetigo
7. Pasca tonsilektomi.
2. Infeksi o.k.
streptokokus/stafilokokus.
PENGOBATAN

Isolasi dan Karantina


Penderita diisolasi sampai biakan negatif 3 kali
berturut-turut setelah masa akut terlampaui.

a. Biakan hidung dan tenggorok


b. Seyogyanya dilakukan tes Schick (tes
kerentanan terhadap diphtheria)
c. diikuti gejala klinis setiap hari sampai masa
tunas terlewati
 Bila kultur (-)/Schick test (-) : bebas
isolasi
 Bila kultur (+)/Schick test (-) :pengobatan
carrier
 Bila kultur (+)/Schick test (+)/gejala (-) :
anti toksin diphtheria + penisilin
 Bila kultur (-)/Shick test (+) : toksoid
(imunisasi aktif).3
1.Tujuan mengobati penderita
diphtheria adalah menginaktivasi
toksin yang belum terikat secepatnya
2.Mencegah dan mengusahakan agar
penyulit yang terjadi minimal
3.Diphtheriae untuk mencegah
penularan serta mengobati infeksi
penyerta dan penyulit diphtheria
Umum
1.Istirahat mutlak selama kurang lebih 2 minggu
2. Pemberian cairan serta diet yang adekuat
3. Khusus pada diphtheria laring dijaga agar
nafas tetap bebas serta dijaga kelembaban
udara dengan menggunakan nebulizer
4.Bila tampak kegelisahan, iritabilitas serta
gangguan pernafasan yang progresif hal-hal
tersebut merupakan indikasi tindakan
trakeostomi
Dosis ADS di ruang Menular Anak RSUD Dr.
Soetomo disesuaikan menurut derajat berat
penyakit sebagai berikut :
 20.000 KI i.m. untuk diphtheria ringan (hidung,
kulit, konjungtiva).
 40.000 KI i.v. untuk diphtheria sedang
(pseudomembran terbatas pada tonsil, diphtheria
laring).
 100.000 KI i.v. untuk diphtheria berat
(pseudomembran meluas ke luar tonsil, keadaan
anak yang toksik; disertai "bullneck", disertai
penyulit akibat efek toksin).
1. Pemberian ADS secara intravena dilakukan
secara tetesan dalam larutan 200 ml dalam
waktu kira-kira 4-8 jam
2. Pengamatan terhadap kemungkinan efek
samping obat/reaksi sakal dilakukan selama
pemberian antitoksin dan selama 2 jam
berikutnya
3. Demikian pula perlu dimonitor terjadinya
reaksi hipersensitivitas lambat (serum
sickness)
ANTIMIKROBIAL
Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/BB/hari selama 7-10 hari,
bila alergi bisa diberikan eritromisin 40 mg/kg/hari

PENGOBATAN CARIER

Carrier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan,


mempunyai reaksi Schick negatif tetapi mengandung basil
diphtheria dalam nasofaringnya

Pengobatan yang dapat diberikan adalah PENISILIN oral atau


suntikan, atau ERITROMISIN selama satu minggu. Mungkin
diperlukan tindakan TONISLEKTOMI/ADENOIEKTOMI.
KOMPLIKASI

Masalah pernapasan. Sel-sel yang mati akibat


toksin yang diproduksi bakteri difteri akan
membentuk membran abu-abu yang dapat
menghambat pernapasan. Partikel-partikel
membran juga dapat luruh dan masuk ke paru-
paru. Hal ini berpotensi memicu reaksi
peradangan pada paru-paru sehingga fungsinya
akan menurun secara drastis dan menyebabkan
gagal napas
Kerusakan jantung. Selain paru-paru,
toksin difteri berpotensi masuk ke
jantung dan menyebabkan peradangan
otot jantung atau miokarditis. Komplikasi
ini dapat menyebabkan masalah, seperti
detak jantung yang tidak teratur, gagal
jantung, dan kematian mendadak
Kerusakan saraf. Toksin dapat menyebabkan
penderita mengalami masalah sulit menelan,
masalah saluran kemih, paralisis atau
kelumpuhan pada diafragma, serta
pembengkakan saraf tangan dan kaki. Paralisis
pada diafragma akan membuat pasien tidak bisa
bernapas sehingga membutuhkan alat bantu
pernapasan atau respirator. Paralisis diagfragma
dapat terjadi secara tiba-tiba pada awal muncul
gejala atau berminggu-minggu setelah infeksi
sembuh.
Difteri hipertoksik. Komplikasi
ini adalah bentuk difteria yang
sangat parah. Selain gejala yang
sama dengan difteri biasa, difteri
hipertoksik akan memicu
pendarahan yang parah dan gagal
ginjal.
PENCEGAHAN
Vaksin DPT (DIFTERI, PERTUSIS,
DAN TETANUS)

Pemberian vaksin ini dilakukan 5 kali


pada saat anak berusia 2 bulan, 3 bulan, 4
bulan, satu setengah tahun, dan lima tahun.
Selanjutnya dapat diberikan booster dengan
vaksin sejenis (Tdap/Td) pada usia 10 tahun
dan 18 tahun.
Vaksin Td dapat diulangi setiap 10 tahun untuk
memberikan perlindungan yang optimal.
KALAU TERLAMBAT DIBERIKAN
BAGAIMANA YA?????

1.Vaksin tidak akan di ulang dari awal


2.Umur < 7 Tahun yang belum dapat dan atau
sudah dapat tetapi belum lengkap, dapat
dilakukan pemberian vaksin kejaran sesuai
jadwal (Dpt ke 4 usia 18 bulan & Dpt ke 5
usia 5 tahun )
3.Umur > 7 tahun yang belum lengkap
imunisasi DPT, dapat diberikan vaksin serupa
(Tdap) untuk diberikan.
CATCH UP IMMUNIZATION

1.Vaksin Primer, Yakni Usia 2,3,4


bulan (Membentuk antibodi)
2.Booster Usia 18 bulan,5 tahun,
10-12 tahun dan 18 tahun
(Memperkuat kembali antibodi)
JADWAL DOSIS DEWASA
Td- diberikan 10 tahun sekali hanya sebagai booster
Dengan syarat (status imunisasi waktu kecil sudah lengkap atau setidaknya telah
menerima vaksin primer waktu usia dibawah 1 Tahun )

Dosis pertama -> hari ini


Dosis Kedua -> 1 Bulan setelah dosis pertama
Dosis Ketiga -> 6 bulan sampai 1 tahun setelah dosis kedua
o Hindari kontak dengan penderita langsung
difteri.
o Jaga kebersihan diri.
o Menjaga stamina tubuh dengan makan
makanan yang bergizi dan berolahraga
o Cuci tangan sebelum makan.
o Melakukan pemeriksaan kesehatan secara
teratur.
o Bila mempunyai keluhan sakit saat menelan
segera memeriksakan ke Unit Pelayanan
Kesehatan terdekat.

Anda mungkin juga menyukai