Anda di halaman 1dari 24

Makalah

Keperawatan Dasar 1

Kebutuhan Aktivitas dan Latihan

Disusun Oleh Kelompok 1

Kelas 1-D

1.Maisyatul Chiyaroh (1130017126)

2.Niarta Dwi Puspita (1130017128)

3.Yolla Chasya Miranda ( 1130017139)

4.Meylani Nur Istiqomah (1130017140)

5.Putri Nur Indah Sari (1130017143)

Fakultas Keperawatan dan Kebidanan

Universitas Nahdhatul Ulama Surabaya

Tahun Pelajaran 2017/2018


Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah keperawatan dasar 1 tentang Kebutuhan Aktivitas dan
Latihan.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah Keperawatan Dasar 1


tentang Kebutuhan Aktivitas dan Latihan dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Surabaya, 5 Oktober 2017

Penyusun
Daftar Isi

Kata Pengantar……………………………………………………………i

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang………………………………………………………..1


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………….1
1.3 Tujuan………………………………………………………………...2

1.3.1Tujuan Umum…………………………………………………...2

1.3.2Tujuan Khusus…………………………………………………..2

1.4 Manfaat……………………………………………………………….2

Bab II Pembahasan

2.1 Pengertian Aktivitas Pergerakan Normal…………………….………3

2.2 Latihan……………………………………...……………...…………4

2.2.1 Tipe Latihan…………………………………………………….4

2.3 Manfaat Latihan………………………………………………………5

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kesejajaran Tubuh……………………..7

Asuhan Keperawatan Gangguan Aktivitas dan Latihan……………..….13

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan………………………………………………..…….20

3.2 Saran…………………………………………………………….20

Daftar Pustaka…………………………………………………………..21
BAB I

PENDAHULLUAN

1.1 Latar Belakang

Sebuah pola aktivis-latihan adalah rutinitas latihan,aktivitas,waktu luang, dan rekreasi


yang dilakukan seseorang. Pola tersebut terdiri atas (a) aktivitas kehidupan sehari-hari
(ADL) yang memerlukan pengeluaran energi seperti higiene, memasak, berbelanja,
makan, bekerja, dan merawat rumah, dan (b) tipe, kualitas,dan kuantitas latihan,
termasuk olahraga (Gordon,2002). Mobilitas, kemampuan untuk bergerak dengan
bebas, mudah, berirama, dan terarah di lingkungan, adalah bagian yang paling penting
dalam kehidupan. Masyarakat sering kali mendefinisikan kesehatan dan kebugaran
fisik mereka berdasarkan aktivitas mereka karena kesejahteraan mental dan efektivitas
fungsi tubuh sangat bergantung pada status mobilitas mereka. Kemampuan untuk
bergerak juga mempengaruhi harga diri dan citra tubuh. Bagi sebagian besar orang,
harga diri bergantung pada rasa kemandirian dan perasaan berguna/merasa
dibutuhkan. Orang yang mengalami gangguan mobilitas dapat merasa tidak berdaya
dan membebani orang lain. Citra tubuh dapat terganggu akibat paralisis, amputasi,
atau kerusakan motorik lain. Reaksii orang lain terhadap gangguan mobilitas dapat
juga mengubah atau mengganggu harga diri dan citra tubuh secara bermakna.
Misalnya saat seseorang berdiri tegak, paru lebih mudah untuk mengembang, aktivitas
usus menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu mengosongkan kemih secara komplet
selain itu, pergerakan sangat penting agar tulang dan oto berfungsi sebagaimana
mestinya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan aktivitas pergerakan normal ?

2. Apa yang dimaksud dengan latihan ?

3. Apa saja faktor yang memengaruhi kesejajaran tubuh dan aktivitas tubuh ?

4. Apa saja efek dari imobilitas ?

5. Bagaimana asuhan keperawatan gangguan aktivitas dan latihan ?


1.3 Tujuan

 Tujuan Umum

Makalah ini bertujuan agar pembaca memahami seberapa pentingnya aktivitas dan
latihan dalam kehidupan sehari-hari.

 Tujuan Khusus

 Memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai konsep aktivitas dan


latihan.

 Pembaca dapat melakukan tindakan asuhan keperawatan yang tepat sesuai


dengan prosedur yang berlaku.

 Pembaca dapat menambah kompetensi terkait dengan pemenuhan kebutuhan


aktivitas dan latihan.

1.4 Manfaat

1. Memberikan pemahaman tentang aktivitas pergerakan normal.

2. Memberikan pemahaman tentang latihan.

3. Memberikan pemahaman tentang faktor yang memengaruhi kesejajaran tubuh dan


aktivitas tubuh.

4. Memberikann pemahaman efek dari imobilitas.

5. Memberikan pemahaman tentang asuhan keperawatan kebutuhan aktivitas dan


latiha

6. Tinjauan Pustaka
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Aktivitas Pergerakan Normal

Pergerakan normal dan stabilitas adalah hasil kerja dari sitem muskoleskeletal yang
utuh, sistem saraf yang utuh, dan struktur telinga bagian dalam yang utuh yang
bertanggung jawab untuk keseimbangan. Pergerakan tubuh memerlukan aktivitas otot
yang terkoordinasi dan integrasi neurologis. Pergerakan tubuh melibatkan empat
elemen dasar: Kesejajaran tubuh ( postur ), Pergerakan sendi, keseimbangan, dan
gerakan terkoordinasi.

 Kesejajaran dan Postur

Kesejajaran dan postur tubuh yang teapat menempatkan bagian-bagian tubuh ke posisi
yang meningkatkan keseimbangan optimal dan fungsi tubuh maksimal, baik pada saat
klien berdiri, duduk, atau berbaring. Seseorang mempertahankan keseimbangan
selama garis gravitasi ( sebuah garis vertikal bayangan yang ditarik dari pusat
gravitasi tubuh ) melalui pusat gravitasi ( titik yang menjadi pusat semua masa tubuh )
dan dasar penyangga ( landasan sandran tubuh ). Kesejajarann ntubuh yang tepat
meningkatkan pengembangan paru dan meningkatkann fungsi sirkulasi, ginjal, dan
gastrointestinal secara efisien. Postur seseorang adalah salah satu kriteria untuk
mengkaji kesehatan umum, kebugaran fisik, dan daya tarik. Postur merefleksikan
alam perasaan, harga diri, kepribadian seorang individu.

 Mobilitas Sendi

Sendi adalah unit fungsional sistem muskuloskeletal. Tulang rangka bersambung


disendi dan sebagian besar otot rangka melekat kedua tulang dibagian sendi. Otot ini
dikategorikan sesuai tipe pergerakan sendi yang dihasilkannya saat kontraksi. Oleh
karena itu otot disebut flekseksor, ekstensor, rotator internal dan sebagainya. Apabila
kecenderungan ini tidak imbangi dengan latihan dan perubahan posisi, otot akan
memendek secara permanen. Dan sendi menjadi terfiksasi dalam posisi fleksi.

 Keseimbangan

Mekanisme yang terlibat dalam mempertahankan keseimbangan dan postur tubuh


adalah mekanisme rumit. Mekanisme ekuilibrium ( sensasi keseimbangan ) berespon,
sering kali tanpa kita sadari, terhadap berbagai pergerakan kepala. Sensasi ekuilibrium
bergantung pada asupan informasi dari labirin ( telinga bagian dalam ), penglihatan
( asupan festibulo-ukular ), dan dari reseptor peregang otot dan tendon. Labirin terdiri
atas koklea, festibula, kanalis semi sirkularis.
 Pergerakan terkoordinasi

Pergerakan yang seimbang, halus dan terarah adalah hasil kerja dari fungsi korteks
serebral memulai aktivitas motorik volunter, sebelum mengkoordinasi aktivitas
pergerakan motorik, dan ganglia basalis mempertahankan postur tubuh. Serebelum
yang bekerja dibawah tingkat kesadaran, mencampur dan mengkoordinasikan otot
yang terlibat dalam pergerakan yang volunter. Serebelum tidak mengarahkan
pergerakan tetapi menerjemahkan “ intruksi “ dari korteks serebral menjadi tindakan
terinci oleh banyak otot ditangan, lengan dan bahu. Apabila serebelum klien
mengalami cidera, pergerakan menjadi kikuk, tidak pasti, dan tidak terkoordinasi.

2.2 Latihan

Natinal Institutes of Health ( NIH ) mendefinisikan latihan dan aktivitas fisik


( 1995 ) :

1. Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang
memerlukan pengeluaran energi dan menghasilkan manfaat kesehatan yang progresif.

2. Latihan adalah sebuah tipe aktivitas fisik yang didefinisikan sebagai pergerakan
tubuh secara terencana, terstruktur, dan berulang yang dilakukan untuk memperbaiki
atau mempertahankan satu atau lebih komponen kebugaran fisik.

Orang berpartisipasi dalam priogram latihan untuk menurunkan faktor resiko penyakit
kardiovaskuler dan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan mereka.
Toleransi aktivitas adalah tipe dan jumlah latihan atau aktivitas kehidupan sehari-hari
yang mampu dilakukan oleh individu tanpa menyebabkan efek merugikan.

2.2.1 Tipe Latihan

Latihan melibatkan kontraksi dan relaksasi otot secara aktif. Latihan dapat
diklasifikasikan sesuai dengan tipe kontraksi otot ( isotonik, isometrik, atau isokinetik
) dan menurut sumber energinya ( aerobik atau anaerobik ).

 Latihan Isotonik ( dinamik ) adalah latihan yang memendekkan otot untuk


menghasilkan kontraksi otot dan pergerakan aktif. Contoh latihan isotonik di
tempat tidur adalah mendorong atau menarik melawan objek yang diam,
menggunakan rekstok gantung mengangkat tubuh dari tempat tidur, mengangkat
bokong dari tempat tidur dengan tangan menekan kasur, dan mendorong tubuh ke
posisi duduk. Latihan isotonik meningkatkan tonus otot, massa, dan kekuatan otot
serta mempertahankan fleksibilitas sendi dan sirkulasi. Selam latihan isotonik,
denyut jantung dan curah jantung meningkat untuk meningkatkan aliran darah ke
semua bagian tubuh. Tekanan sedikit perubahan atau tidak berubah sama sekali.

 Larihan Isometrik ( statis atau di tempat )adalah latihan yang memerlukan


perubahan tegangan otot tetapi tidak ada perubahan panjang otot dan tidak ada
pergerakan otot atau sendi. Latihan ini melibatkan aktivitas menekan benda padat
dan berguna untuk menguatkan otot abdomen, gluteus, dan quadrisets yang
digunakan untuk ambulasi untuk mempertahankan kekuatan otot yang tidak
bergerak di dalam gips atau traksi dan untuk latihan daya tahan. Contoh latihan
isometrik di tempat tidur adalah meluruskan tungkai pada posisi telentang,
menegangkan otot paha, dan menekan lutut pada tempat tidur,
mempertahankannya selama beberapa detik. Latihan isometriik menghasilkan
denyut jantung dan curah jantung sedang, tetapi tidak meningkatkan aliran darah
secara bermakna ke bagian tubuh yang lain.

 Latihan Isokinetik ( resisistif ) melibatkan kontraksi otot atau tegangan otot dalam
melawan tahanan sehingga latihan ini dapat bersifat isotonik atau isometrik.
Selama latihan isokinetik, seorang bergerak ( isotonik ) atau menegang
( isometrik ) melawan tahanan. Latihan ini dugunakan dalam pengondisian fisik
dan sering kali digunakan untuk membentuk otot tertentu misalnya, ukuran otot
dan kekuatan otot pektoralis dapat mengalami peningkatan dengan cara
mengangkat beban.

 Latihan Aerobik adalah aktivitas yang memerluka jumlah oksigen lebih besar di
dalam tubuh di dalam tubuh dibandingkan yang biasa digunakan untuk
melakukan aktivitas. Contoh latihan ini adalah berjalan, lari pagi, berlari,
bersepeda, berdansa, bermain ski, lompat tali, berdayung, berenang, dan
berluncur. Latihan ini memoperbaiki pengkondisian kardiovaskuler dan
kebugaran fisik.

 Latihan Anaerobik melibatkan aktivitas otot yang tidak dapat menarik oksigen
dengan cukup dari aliran darah dan jalur anaerobik digunakan untuk memberikan
energi tambahan dalam waktu singkat. Tipe latihan ini digunakan dalam pelatihan
daya tahan untuk atlet.

2.2.2 Manfaat Latihan

Latihan teratur sangat penting untuk fungsi kesehatan sistem tubuh utama. Manfaat
latihan pada sistem ini adalah sebagai berikut.

1. Sistem Muskuloskeletal

Ukuran, bentuk, tonus, dan kekuatan otot (termasuk otot jantung) dipertahankan
dengan latihan ringan dan ditingkatkan dengan latihan berat. Dengan latihan berat,
hipertrofi ( pembesaran ) otot dan efisiensi kontraksi otot mengalami peningkatkan.
Hipertrofi umum dilihat pada otot lengan pemain tenis, otot tungkai pemain selancar,
dan otot lengan serta otot tangan pemahat. Latihan meningkatkan fleksibilitas sendi
dan rentang pergerakan. Densitas tulang dipertahankan melalui latihan menahan
beban.

2. Sistem kardiovaskuler
Latihan yang memadai meningkatkan frekuensi denyut jantung kekuatan kontraksi
otot jantung dan suplai darah ke jantung dan otot. Curah jantung ( jumlah darah yang
dipompa oleh jantung ) meningkat sebanyak 30L/menit. Curah jantung normal adalah
5L/menit.

3. Sistem Pernafasan

Ventilasi ( sirkulasi ke dalam dan ke luar paru ) meningkat. Pada latihan berat, asupan
oksigen meningkat sebanyak 20 kali dibandingkan asupan normal. Ventilasi normal
adalah sekitar 5 atau 6L/menit. Latihan yang memadai juga mencegah pengumpulan
sekret di dalam bronkus dan bronkiolus, menurunkan upaya pernafasan, dan
meningkatkan ekskursi difragma.

4. Sistem Pencernaan

Latihan meningkatkan selera makan dan meningkatkan tonus otot sakuran


pencernaan, yang memfasilitasi peristaltik.

5. Sistem Metabolisme

Latihan meningkat laju metabolik, sehingga meningkatkan produksi panas tubuh dan
produk sisa ( produk buangan ) serta penggunaan kalori, Selama latihan berat, laju
metabolik dapat meningkat sebanyak 20 kali lebih besar dibandingkan laju metabolik
normal. Latihan meningkatkan penggunaan trigliserida dan asam lemak, sehingga
menghasilkan kadar serum trigliserida dan kolesterol. Latihan juga meningkatkan
efektifitas insulin yang menurunkan gula darah.

6. Sistem Perkemihan

Latihan yang adekuat meningkatkan efesiensi aliran darah, sehingga tubuyh


mengekskresikan sisa metabolisme secara lebih efektif. Selain itu, statis( stagnasi )
urin di kandung kemih.

7. Sistem Psikoneurologis

Latihan menghasilkan rasa sejahtera dan meningkatkan toleransi terhadap setres.


Latihan juga dapat meningkatkan konsep diri dengan mengurangi depresi dan
meningkatkan citra tubuh seseorang. Tingkat energi meningkat dan kualitas tidur
ditingkatkan.
2.2.3 Faktor yang memengaruhi kesejajaran tubuh dan aktivitas tubuh

Sejumlah faktor memengaruhi kesejajaran tubuh individu, mobilitas, dan tingkat


aktivitas sehari-hari. Faktor ini mencakup tumbuh kembang, kesehatan fiki, kesehatan
jiwa, nutrisi, nilai dan sikap personal, dan faktor eksternal tertentu.

 Tumbuh Kembang

Usia dan perkembangan sistem muskuloskeletal da saraf seseorang memengaruhi


postur tubuh, proporsdi tubuh, massa tubh, pergerakan tubuh, dan reflek. Bayi baru
lahir bergerak menurut reflek dan acak. Semua ekstrenitas biasanya dalam keadaan
fleksi tapi secara pasif dapat digerakan melalui rentan pergerakan yan utuh. Kaki
biasanya mengalami inversi tetapi secara pasif dapat dieversikan. Seiring dengan
kematangan sistem neurologis, kontrol terhadap pergerakan berkembang cepat selama
tahun pertama. Perkembangan motorik kasar mendahului keterampilan motorik halus.
Perkembangan motorik kasar dari arah kepala ke kai, yaitu, perkembangan dari
kontrol kepala, merangkak, menarik diri ke posisi berdiri, berdiri, dan berjalan,
biasanya setelah ulang tahun pertama. Dari usia 1-5 tahun keterampilan motorik kasar
dan halus diperhalus. Misalnya, anak prasekolah menguasai mengendarai sepeda roda
tiga, menari, berlari, melompat, menggunakan krayon untuk menggambar,
mengencangkan, dan menggunakan resleting dan menyikat gigi mereka. Dari usia 6-
12 tahun, penghalusan keterampilan motorik terus berlanjut dan pola latihan untuk
kehidupan berikutnya ditentukan secara umum. Pada masa remaja, gejolak
pertumbuhan dapat menghasilkan kekikukan yang dapat dimanivestasikan dalam
postur tubuh. Kebiasaan postural yang terbentuk selama masa remaja sering kali
menetap dampai masa dewasa. Dewasa antara usia 20 dan 40 tahun biasanya
mengalami perubahan fisik yang memengaruhi mobilitas dengan perkecualian wanita
hamil. Kehamilan mengubah pusat gravitasi, mememngaruhi keseimbangan, dan
mengurangi toleransi aktivitas. Seiring dengan pertambahan usia tonus otot dan
densitas tulang menurun, sendi kehilangan fleksibilitas, waktu reaksi melambat, dan
massa tulang menurun, terutama pada wanita yang mengalami osteoporodid.

 Kesehatan Fisik

Mobilitas dan toleransi aktivitas dipengaruhi oleh setiap gangguan yang mengganggu
kemampuan sistem saraf, sistem muskuloskeletal, sistem kardiovaskuler, sistem
pernafasan, dan aparatus vestibular. Gangguan sistem saraf seperti penyakit
parkinson, sklerosismultipel, tumor sistem saraf pusat, cidera serebrovaskuler
( stroke ), proses infeksi dan cidera kepala serta cidera tulang belakang dapat
menyebabkan kelemahan paralisis, spastik, atau flaccid pada sekelompok otot.
Banyak penyakit akut dan kronik lain yang membatasi suplai oksigen dan nutrisi yang
diperlukan untuk kontraksi otot dan pergerakan otot dapat sangat memengaruhi dalam
toleransi terhadap aktivitas.

 Kesehatan Jiwa

Gangguan mental atau efektif seperti depresi atau stres menahan dapat mengaruhi
keinginan seseorang untuk bergerak, seseorang yang mengalami depresi tidak
memiliki antusiasme ntuk melakukan apapun dan dapat kekurangan energi untuk
melakukan praktik higieni sehari-hari. Kurang energi secara jelas terlihat dalam
postur tubuh merosot dengan kepala menunduk. Sebaliknya, orang yang bahagia dan
percaya diri biasanya berdiri dengan tegak.

 Nutrisi

Kurang nutrisi dan nutrisi berlebih dapat memengaruhi kesejajaran tubuh dan
mobilitas tubuh. Orang dengan gizi buruk dapat mengalami kelemahan otot dan
keletihan. Defisiensi vitamin D menyebabkan defornitas tulang selama pertumbuhan.
Asupan kalsium yang tidak memadai meningkatkan resiko osteoporosis.

 Nilai dan sikap pribadi

Apakah seseorang menghargai latihan teratur atau tidak, sering kali dipengaruhi
keluarga. Dalam keluarga yang melakukan latihan teratur dalam rutinitas keseharian
mereka untuk meluangkan waktu bersama-sama melakukan suatu aktivitas, anak-anak
belajar menghargai aktivitas fisik. Orang yang menghargai bentuk otot atau
ketertarikan fisik dapat berpartisipasi dalam program latihan teratur untuk
menghasilkan penampilan yang mereka inginkan.

 Faktor Eksternal

Banyak faktor eksternal memengaruhi mobilitas seseorang. Suhu yang sangat tinggi
dan kelembapan yang tinggi menghambat aktivitas, sementara suhu dan kelembapan
yang nyaman mendukung aktivitas. Ketersediaan fasilitas rekreasional juga
memengaruhi aktivitas misalnya tidak memiliki uang dapat menghambat seseorang
bergabung di klub latihan atau gimnasium.

 Pembatasan yang diprogramkan

Pembatasan bergerak mungkin diprogramkan secara medis untuk beberapa maslah


kesehatan. Umtuk meningkatkan pemulihan, perlengkapan seperti gips, braces, bebat,
dan traksi seringkali digunakan untuk mengimobilitasi bagian tubuh klien yang
mengalami napas pendek dapat disarankan untuk tidak berjalan menaiki tangga. Tirah
baring mungkin menjadi pilihan terapi untuk klien tertentu, misalnya, untuk
meredakan edema, mengurangi kebutuhan metabolik dan oksigen, meningkatkan
perbaikan jaringan, atau menurunkan nyeri.
2.2.4 Efek Imobilitas

Individu yang memiliki gaya hidup tidak aktif atau yang dihadapkan dengan keadaan
tidak aktif karena sakit atau cedera berisiko mengalami banyak masalah yang dapat
memengaruhi sistem tubuh utama. Apakah imobilitas menyebabkan masalah atau
tidak sering kali bergantung pada durasi inaktivitas, status kesehatan klien, dan
kesadaran sensoris klien. Tanda-tanda paling jelas imobilitas berkepanjangan sering
kali ditunjukkan di sistem muskuloskeletal. Klien mengalami penurunan bermakna
dalam kekuatan dan ketangkasan otot kapanpun jika mereka tidak mempertahankan
sejumlah aktivitas fisik sedang. Selain itu, imobilitas memberikan dampak buruk pada
sistem kardiovaskuler, pernapasan, metabolik, perkemihan, dan psikoneurologis.
Ambulasi dini setelah sakit atau pembedahan adalah sebuah upaya penting untuk
mencengah komplikasi. Kemungkinan efek imobilitas pada sistem tubuh dibawah ini.

a. Sistem Muskuloskeletal

- disuse osteoporosis. Tanpa tekanan dari aktivitas menahan beban, tulang mengalami
demineralisasi. Tulang mengalami deplesi terutama kalsium, yang memberikan
kekuatan dan densitas tulang.

- disuse atrofi. Atrofi (pengecilan ukuran) otot karena tidak terpakai, kehilangan
sebagian besar kekuatan dan fungsi normalnya.

- kontraktur. Saat serat otot tidak mampu memendek dan memanjang, pada akhirnya
akan terbentuk kontraktur (pemendekan otot secara permanen), yang membatasi
mobilitas sendi.

- kekakuan dan nyeri pada sendi. Tanda pergerakan, jaringan kolagen (jaringan ikat)
di sendi menjadi ankilosis (tidak dapat bergerak secara permanen).

b. Sistem Kardiovaskuler

- Pengurangan cadangan jantung.Penurunan mobilitas menciptakan


ketidakseimbangan dalam sistem saraf otonom, yang menyebabkan peningkatan
aktivitas simpatik melebihi aktivitas kolinergik yang meningkatan frekuensi jantung.

- Peningkatan penggunaan manuver valsava. Manuver Valsava adalah menahan


napas dan menengangkan glotis yang tertutup. Misalnya, klien cenderung menahan
napas mereka saat berupaya bangun ditempat tidur atau dudut du pispot. Aktivitas ini
membentuk tekanan yang cukup bermakna pada vena besar di toraks sehingga
menganggu pengembalian aliran darah ke jantung dan arteri koroner.

- Hipotensi ortostatik (postural). hipotensi ortostatik adalah akibat umum dari


imobilitas. Dalam kondisi normal, aktivitas sistem saraf simpatik menyebabkan
vasokonstriksi otomatis di pembuluh darah di setengah bagian bawah tubuh saat
orang yang dapat bergerak mengubah posisinya dari posisi horizontal ke vertikal.
Vasokonstriksi mencengah pengumpulan darah di tungkai dan secara efektif
mempertahankan tekanan darah pusat untuk memastikan perfusi jantung dan otak
yang memadai.

- Vasodilatasi vena dan statis vena. Otot rangka orang yang aktif berkontraksi pada
tiap pergerakan, yang menekan pembuluh darah di otot tersebut dan membantu
memompa darah kembali ke jantung melawan gravitasi. Katup kecil di vena tungkai
membantu aliran vena kembali ke jantung dengan mencengah aliran darah balik dan
penggenangan darah. Pada orang yang tidak dapat bergerak, otot rangka tidak
berkontaksi dengan cukup dan otot mengalami atrofi. Otot rangka tidak dapat lagi
membantu memompa darah kembali ke jantung melawan garvitasi.

- Edema tergantung. Apabila tekanan vena cukup besar, beberapa bagian serosa darah
dipaksa keluar dari pembuluh darah ke dalam ruang interstisial di sekitar pembuluh
darah, yang menyebabkan edema. Edema paling sering terjadi di bagian tubuh yang
berada di bawah jantung. Edema tergantung paling sering terjadi di sekitar sakrum
atau tumit klien yang duduk tegak di tempat tidur atau di kaki dan di tungkai bawah
klien yang duduk di sebuah kursi.

- Pembentukan trombus. Tiga faktor secara bersama menyebabkan terbentuknya


tromboflebitis (bekuan yang melekat secara longgar ke dinding darah yang
mengalami inflasi) pada klien: gangguan aliran balik vena ke jantung,
hiperkoagulabilitas darah, dan cedera pada dinding pembuluh darah. Sebuah trombus
terutama berbahaya jika terlepas dari dinding pembuluh darah vena memasuki
sirkulasi umum sebagai sebuah embolus (sebuah objek yang berpindah dari tempat
asalnya, yang menyebabkan obstruksi di sirkulasi manapun).

c. Sistem Pernapasan

- Penurunan pergerakan pernapasan. Klien yang tidak dapat bergerak dan berbaring
telentang, ventilasi parunya berubah secara pasif. Tubuh menekan tempat tidur yang
kaku dan mengurangi pergerakan dada.

- Penumpukan sekresi pernapan. Sekresi saluran pernapasan secara normal


dikeluarkan dengan mengubah posisi atau postur dengan batuk. Inaktivitas
menyebabkan sekresi menumpuk karena gravitasi yang menganggu difusi normal
oksigen dan karbondioksida di dalam alveolus.

- Atelektasis. Apabila ventilasi menurun, sekresi yang menumpuk dapat terakumulasi


di area tergantung pda bronkiolus dan secara efektif menyumbatnya. Karena
perubahan regionalnya , tirah baring menurunkan jumlah produksi surfaktan.

- Pneumonia hipostatik. Sekresi yang menumpuk menjadi media pertumbuhan bakteri


yang sangat baik. Di bawah kondisi ini, infeksi pernapasan atau minor dapat
berkembang dengan cepat menjadi infeksi saluran pernapasan bawah yang berat.
d. Sistem Metabolik

- Penurunan laju metabolik. Metabolisme adalah jumlah semua proses fisik dan kimia
yang membentuk dan mempertahankan zat hidup dan yang menyediakan energi untuk
digunakan oleh tubuh. Laju metabolik basal adalah energi minimal yang dikeluarkan
untuk mempertahankan proses ini, dinyatakan dalam kalori per jam meter persegi
permukaan tubuh.

- Keseimbangan nitrogen negatif. Pada orang yang aktif, keseimbangan terjadi antara
sintesis protein dan pemecahan protein. Imobilisasi menciptakan ketidakseimbangan
yang nyata dan proses katabolisme melebihi proses anabolisme.

- Anoreksia. Kehilangan selera makan terjadi karena penurunan laju metabolik dan
peningkatan katabolisme yang menyertai imobilitas.

- Keseimbangan kalsium negatif. Keseimbangan kalsium negatif terjadi sebagai akibat


langsung dari imobilisasi. Jumlah kalsium yang di ekstraksi dari tulang lebih besar
dari pada yang digantikan.

e. Sistem Perkemihan

- Statis urine. Pada orang yang dapat bergerak, garvitasi memainkan peranan penting
dalam mengosongkan ginjal dan kantung kemih. Bentuk dan kondisi ginjal dan
kontraksi ginjal aktif penting dalam mengosongkan urine dari kaliks ginjal, pelvis
ginjal, dan ureter secara komplet. Bentuk dan kondisi kandung kemih dan kontraksi
kandung kemih yang aktif juga sangat penting dalam upaya pengosongan yang
komplet.

- Batu ginjal. Pada orang yang dapat bergerak, kalsium di dalam urine tetap terlarut
karena kalsium dan asam sitrat seimbang dalam keasaman urine yang tepat. Urine
yang menjadi lebih basa dan garam kalsium memicu pembentukan kristal sehingga
membentuk kalkulus batu ginjal.

- Retensi urine. Orang yang tidak dapat bergerak dapat menderita retensi urine
( akumulasi urine dalam kandung kemih), distensi kandung kemih, dan kadang kala
inkontinensia urine.

- Infeksi urine. Statis urine menyediakan medium yang sempurna untuk pertumbuhan
bakteri.

f. Sistem Pencernaan

Konstipasi adalah masalah yang sering terjadi pada orang yang mengalami imobilitas
karena penurunan peristaltik dan mobilitas kolon. Kelemahan seluruh otot rangka
memengaruhi otot abdomen dan perineum yang digunakan dalam defekasi.apabila
feses menjadi sangat keras, dibutuhkan kekuatan lebih besar untuk mengeluarkannya.
Orang yang mengalami imobilitas mungkin tidak memiliki kekuatan ini.

g. Sistem Integumen

- Penurunan turgor kulit. Kulit dapat mengalami atrofi sebagai akibat dari imobilitas
berkepanjangan. Pergeseran cairan tubuh di antara kompartemen cairan dapat
meemngaruhi konsistensi dan kesehatan dermis dan jaringan subkutan di bagian
tubuh.

- Kerusakan kulit. Sirkulasi darah normal bergantung pada aktivitas otot. Imobilitas
menganggu sirkulasi dan mengurangi suplai nutrisi ke area tertentu.

h. Sistem Psikoneurologi

Individu yang tidak mampu melaksanakan aktivitas biasa terkait dengan peran mereka
menyadari peningkatan ketergantungan kepada orang lain. Frustasi dan penurunan
harga diri pada akhirnya dapat mencetuskan reaksi emosional yang dasyat.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN AKTIVITAS DAN LATIHAN

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. riwayat keperawatan

Pengkajian riwayat keperawatan meliputi penyebab gangguan mobilitas


(misal nyeri, kelemahan otot, dan kelelahan ), tingkat mobolitas, daerah yang
mengalami mobilitas lama, terjadinya gangguan mobolitas .selain itu, hal yang
perlu dikaji adalah riwayat penyakit yang pernah diderita seperti riwayat
penyakit sistem neurologis(misal trauma kepala dan cedera medula spinalis),
riwayat penyakit sistem kardio vaskular(misal gagal jantung, kongestif), riwayat
penyakit sistem muskuloskeletal (misalnya fraktur, artritis, dan osteoporosis),
riwayat penyakit sistem pernafasan (misalnya pneumonia) dan lain-lain.
Pengkajian fungsi motorik antara lain dilakukan pada tangan kanan,tangan
kiri,kaki kanan, dan kaki kirin untuk menilai ada tidaknya kelemahan,kekuatan,
atau spatis.

2.kemampuan fungsi motorik

Pengkajian fungsi motorik antara lain dilakukan pada tangan kanan,tangan


kiri,kaki kanan,kaki kiri untuk menilai ada tidaknya kelemahan,kekuatan,atau
spatis.

3. Kemampuan Mobilitas

Kemampuan mobilitas dilakukan untuk menilai kemampuan individu untuk


bergerak dan beraktivitas.

4.Kemampuan rentang gerak( range of motion)

Pengkajian ROM dilakukan pada daerah seperti berikut

a.Leher : fleksi,ekstensi,hiperekstensi,lateral fleksi,dan lateral rotasi

b.Bahu : fleksi,ekstensi,abduksi,adduksi,rotasi interna, dan rotasi eksterna

c.Siku : fleksi danekstensi

d.Lengan Bawah : pronasi dan supinasi

e.Pergelangan tangan : fleksi,ekstensi,deviasi radial,deviasi urinal,dan


sirkumduksi

f.Jari Tangan : fleksi,ekstensi,abduksi,adduksi,sirkumduksi, dan oposisi

g.Lutut : fleksi dan ekstensi

h.Tumit : fleksi dan ekstensi


i.Telapak Kaki : infersi dan efersi

j. Jari Kaki : fleksi dan ekstensi

k.pangkal paha : rotasi,abduksi, dan adduksi

5.Perubahan intoleransi aktivitas

Intoleransi aktivitas yang dikaji adalah intoleransi yang berhubungan dengan


perubahan sistem pernapasan dan sistem kardiovaskuler. Pengkajian intolerasi
aktivitas yang berhubungan dengan perubahan sistem pernafasan. Pengkajian
intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan sistem kadiovaskular
meliputi nadi dan darah. Ada tidaknya gangguan sirkulasi perifer,trombus,dan
perubahan tanda vital setelah beraktivitas atau bergerak.

B.Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatanan untuk masalah mobilisasi meliputi hal-hal


berikut

1.Hambatan mobilitas fisik,yang berhubungan dengan


a.Penurunan kekuatan dan daya tahan tubuh, misalnya akibat penyakit sistem
saraf,distrofi otot,paralisis spasial,defisit sensorik,gangguan musculoskeletal dan
fraktur

b.Edema

c.Peralatan eksternal,misalnya gips,bidai,dan slang infuse

d.Infusiensi kekuatan dan daya tahan tubuh untuk bergerak dengan alat
bantu,misalnya prostetik,kruk,dan walker

e.Kelelahan

f.Kelemahan otot

g.Nyeri

h.Gaya berjalan yang abnormal, misalnya akibat osteomielitis dan defisiensi


skeletal congenital

2.Label Diagnosis dengan Imobilitas sebagai Etiologi untuk Setiap


Sistem Tubuh
a.Gangguan penurunan curah jantung

b.Risiko cidera (jatuh) akibat orthostatik pneumonia

c.Intoleransi aktivitas akibat penurunan tonus dan kekuatan otot


d.Sindrom perawatan diri akibat penurunan fleksibilitas otot

e.Ketidak efektifan pola napas akibat penurunan ekspansi paru

f.Gangguan pertukaran gas di alveoli akibat penurunan gerakan respirasi

g.Gangguan eliminasi fekal,misalnya konstipasi

h.Retensi urine

i.Inkontinensia urine

j.Asupan nutrisi yang tidak adekuat karena menurunnya napsu makan akibat
sekresi lambung dan peristaltic usus menurun

k.Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat asupan yang tidak


adekuat

l.Gangguan interaksi sosial dan konsep diri

C.Perencanaan Keperawatan

Tujuan
1.Meningkatkan toleransi pasien untuk melakukan aktivitas fisik

2.Memulihkan kemampuan pasien untuk bergerak atau berpartisipasi dalam


kegiatan sehari-hari

3.Memulihkan fungsi kardiovaskuler,respirasi,gastrointestinal,dan


sistem perkemihan

4.Memperbaiki gangguan psikologis

Rencana Keperawatan
1.Meningatkan kekuatan dan ketahanan otot serta fleksibilitas sendi dengan cara
sebagai berikut

a.Melatih postur tubuh yang benar dengan cara mempertahankan posisi tubuh
dalam postur yang benar selama beberapa saat secara berkala

b.Menganjurkan latihan ambulasi, misalnya dengan melatih posisi duduk


ditempat tidur,turun dari tempat tidur,serta bergerak ke kursi roda.

c.Menganjurkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri

d.Melakukan latihan isotonic (dynamic exercise), misalnya dengan melakukan


rentang gerak (ROM) secara aktif dan pasif
e.Melakukan latihan isometric(static exercise) dengan meningkatkan curah
jantung ringan dan nadi.

2.Memulihkan fungsi kardiovaskuler,respirasi,gastrointestinal dan sistem


perkemihan

D.Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan untuk masalah mobilitas adalah pengaturan posisi tubuh sesuai
kebutuhan pasien dan melakukan latihan ROM

1.Pengaturan Posisi Tubuh Sesuai Kebutuhan Pasien


a.Memiringkan pasien

posisi miring dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi


pada saat mengganti alat tenun

b.Posisi fowler

posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk dengan bagian kepala
tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan.Posisi ini berfungsi untuk memberikan
kenyamanan dan kemudahan fungsi pernapasan pasien.

Pada posisi semi-fowler ,sandaran atau bantal tempat tidur diatur dengan
kemiringan 30-40 derajat,sedangkan pada posisi fowler sudut kemiringannya adalah
60-90 derajat.

c.Posisi Sims

merupakan posisi miring yang berfungsi untuk memberikan kenyamanan dan


memfasilitasi pemberian obat per anus (supositoria)

d.Posisi Trendelenburg

merupakan posisi berbaring ditempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah
daripada bagian kaki.Posisi ini berfungsi untuk melancarkan peredaran darah ke otak.

Pada posisi ini trendelenburg pasien berbaring telentang tanpa bantal.Letakkan


bantal di antara kepala dan ujung tempat tidur pasien serta di bawah lipatan lutut.Pada
tempat tidur yang tidak dapat diatur ketinggiannya,bagian kaki tempat tidur dapat
ditinggikan dengan balok.

e.Posisi Genupectoral (menungging)

posisi genupectoral adalah posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan
lengan bawah menempel dialas tempat tidur.Posisi ini dilakukan untuk memfasilitasi
pemeriksaan daerah rectum dan sigmoid.

f.Posisi Dorsal Rekumben


posisi dorsal rekumben merupakan posisi berbaring tetelentangdengan kedua
lutut direnggangkan diatas tempat tidur.Posisi ini dilakukan pada saat merawat dan
memeriksa genetalia, pada proses persalinan, pada saat memeriksa tubuh bagian atas,
dan pada saat memasukan kateter kedalam andung kemih.

g.Posisi Litotomi

Posisi litotomi merupakan posisi berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki
dan menariknya sejajar atau lebih tinggi dari pinggul.Posisi ini dilakukan pada
pemeriksaan genital dan pinggul, pada proses persalinan, pada pemasangan alat
kontrasepsi.

2.Latihan ROM Pasif


Pasien yang memiliki mobilitas sendi yang terbatas, misalnya karena penyakit
atau trauma,memerlukan latihan pergerakan sendi untuk mengurangi bahaya
imobilitas.Latihan ini dilakukan untuk menjaga fungsi sendi serta memelihara dan
mempertahankan kekuatan otot.Beberapa latihan yang dapat dilakukan

a. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan

 Atur lengan pasien sehingga posisinya menjauh sisi tubuh dengan siku
menekuk.
 Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan pegang pergelangan tangan
pasien dengan tangan yang lain.
 Tekuk telapak tangan pasien ke depan sejauh mungkin.Lalu,kembalikan
keposisi semula
 Tekuk telapak tangan pasien ke belakang sejauh mungkin.Lalu,kembalikan ke
posisi semula.

b. Fleksi dan ekstensi siku

 Atur lengan pasien sehingga posisinya menjauhi sisi tubuh dengan telapak
tangan mengarah ke tubuh.
 Tahan bagian lengan atas diatas siku pasien dengan satu tangan dan pegang
tangan telapak tangan pasien dengan tangan yang lain.
 Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekati bahu.Lalu,kembalikan
keposisi semula.

c. Pronasi dan supinasi lengan bawah

 Atur lengan pasien sehingga posisinya menajuhi sisi tubuh dengan siku
menekuk
 Pegang pergelangan tangan pasien dengan satu tangan dan telapak tangan
pasien dengan tangan yang lain.
 Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap kearah
pasien.
 Kembalikan keposisi semula
 Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya membelakangi pasien
 Kembalikan keposisi semula

d. Pronasi dan fleksi bahu

 Letakkan lengan pasien di sisi tubuhnya


 Letakkan satu tangan perawat diatas siku pasien dan pegang telapak tangan
pasien dengan tangan yang lain.
 Angkat lengan pasien.
 Kembalikan ke posisi semula

e. Abduksi dan Adduksi bahu

 Letakkan lengan pasien di sisi bahunya


 Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang telapak tangan
pasien dengan dengan tangan yang lain
 Gerakkan lengan pasien ke arah perawat menjauhi tubuh pasien
 Kembalikan ke posisi semula

f. Rotasi bahu

 Atur lengan pasien sehingga posisinya menjauhi sisi tubuh dengan siku
menekuk
 Pegang lengan atas pasien dekat siku dengan satu tangan dan pegang telapak
tangan pasien dengan tangan yang lain.
 Gerakkan lengan bawah ke bawah dengan telapak tangan menghadap ke
bawah hingga menyentuh tempat tidur.
 Kembalikan lengan ke posisi semula
 Gerakkan lengan bawah kebelakang dengan telapak tangan menghadap ke atas
hingga menyentuh tempat tidur
 Kembalikan lengan ke posisi semula

g. Fleksi dan ekstensi jari-jari kaki

 pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan dan pegang bagian
pergelangan kaki dengan tangan yang lain.
 Bengkokkan atau tekuk jari-jari kaki ke bawah
 Kembalikan jari-jari kaki ke posisi semula
 Dorong jari-jari kaki ke belakang, lalu kembalikan lagi ke posisi semula

h. Infersi dan efersi kaki

 pegang telapak kaki pasien dengan satu tangan dan pegang pergelangan kaki
dengan tangan yang lain
 putar kaki kearah dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki yang
lain.Kembalikan ke posisi semula
 putar kaki kearah luar sehingga telapak kaki membelakangi kaki yang lain
 kembalikan ke posisi semula

i. Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki

 pegang telapak kaki pasien dengan satu tangan dan pegang pergelangan kaki
dengan tangan yang lain.jaga kaki pasien agar tetap lurus dan rileks.
 Tekuk pergelangan kaki kea rah dada pasien, lalu kembalikan ke posisi semula
 Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien.Lalu,kembalikan ke posisi
semula.

j. Fleksi dan ekstensi lutut

 pegang bagian bawah lutut pasien dengan satu tangan dan bagian tumit pasien
dengan tangan yang lain.
 Angkat kaki, tekuk pada lutut serta pangkal paha.
 Dorong terus lutut yang ditekuk kea rah dada sejauh mungkin.
 Luruskanlah lutut dengan mengangkat kaki ke atas
 Kembalikan kaki ke posisi semula.

k. Rotasi pangkal paha

 pegang pergelangan kaki pasien dengan satu tangan dan bagian atas lutut
dengan tangan yang lain
 putar kaki menjauhi perawat.Lalu, putar kaki mendekati perawat.Kembalikan
ke posisi semula.

l. Abduksi dan adduksi pangkal paha

 pegang bagian bawah lutut pasien dengan satu tangan dan bagian bawah tumit
pasien dengan tangan yang lain.
 Angkat kaki sekitar 8 cm dari tempat tidur
 Gerakkan kaki menjauhi badan pasien, kemudian gerakkan kaki mendekati
tubuh pasien.Jaga posisi kaki pasien tetap lurus selama proses ini.
 Kembalikan kaki ke posisi semula

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan untuk masalah mobilitas dapat dilihat dari peningkatan atau
pemulihan fungsi sistem tubuh,kekuatan dan ketahanan otot,fleksibilitas sendi,serta
fungsi motorik ; timbulnya rasa nyaman pada pasien dan terdapat keceriaan pada
wajah pasien.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan : keuntungan dari aktivitas fisik telah didokumentasikan dengan baik
sama halnya dengan dampak dengan tidak adanya aktivas. Perawat tertantang untuk
menyakinkan pasien mengenai manfaat aktivitas fisik. Salah satu cara untuk
mencapainya adalah dengan berperan sebagai model peran untuk pasien. Perawat juga
harus bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk mengembangkan tujuan
perorangan yang dapat dicapai untuk aktivitas fisik dan latihan demi kebunguran
pasien.

3.2 Saran : kelebihan dari aktivitas dan latihan mengajarkan kita untuk selalu
memperhatikan kesehatan dan kebunguran jasmani serta rohani agar tetap terjaga
keseimbangan nya hingga tidak terjadi gangguan pada aktivitas dan latihan.
DAFTAR PUSTAKA

Vaughans,B.W.2013.kebutuhan dasar keperawatan dasar.Yogyakarta:Andi

Anda mungkin juga menyukai