Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Indonesia berlokasi di wilayah rawan terhadap berbagai kejadian bahaya alam, yaitu
bencana geologi (gempa, gunung api, longsor, tsunami) dan hidro meteorologi (banjir,
kekeringan, pasang surut, gelombang besar dan sebagainya). Kejadian bencana yang
paling sering terjadi di Indonesia adalah banjir dan diikuti tanah longsor. Kondisi
morfologi di Indonesia yaitu relief bentang alam yang sangat bervariasi dan banyaknya
sungai yang mengalir diantaranya, menyebabkan selalu terjadinya banjir di Indonesia di
setiap musim penghujan. Banjir umumnya terjadi di Wilayah Indonesia Bagian Barat yang
menerima curah hujan yang lebih banyak dibandingkan dengan Wilayah Indonesia Bagian
Timur. (Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam,2016)

Faktor kondisi alam tersebut diperparah oleh meningkatnya jumlah penduduk yang
menjadi faktor pemicu terjadinya banjir secara tidak langsung. Tingkahlaku manusia yang
tidak menjaga kelestarian hutan dengan melakukan penebangan hutan yang tidak
terkontrol juga dapat menyebabkan peningkatan aliran air permukaan yang tinggi dan
tidak terkendali sehingga terjadi kerusakan lingkungan di daerah suatu wilayah sungai.
Gempa bumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam
bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi.
Akumulasi energi penyebab terjadinya gempa bumi dihasilkan dari pergerakan lempeng-
lempeng tektonik.
Energi yang dihasilkan dipancarkan kesegala arah berupa gelombang gempa bumi
sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi. Katalog United States
Geological Survey (USGS) mencatat empat kejadian gempa bumi besar di Indonesia
yaitu gempa bumi Banda (8,5 Mw) tahun 1983, gempa bumi Sumatera–Andaman Islands
(9,1 Mw) tahun 2004, gempa bumi Sumatera Utara/Nias (8,6 Mw) tahun 2005 (USGS,
2009) dan gempa bumi Pantai Barat Sumatera (8,6 Mw) tahun 2012 (USGS, 2012). Data
ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat intesitas
kegempaan yang tinggi.
Ini menjadikan Indonesia tidak terhindarkan dari dampak negatif yang akan
ditimbulkan oleh gempa bumi. Selain mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, gempa bumi
juga menyebabkan kerusakan infrastrktur fisik dimana kerusakan unit bangunan menjadi
yang paling dominan. Angka kerusakan bangunan akibat gempa bumi besar yang pernah
tercatat diketahui terjadi di kota Banda Aceh tahun 2004 dengan angka kerusakan total
bangunan mencapai 35 persen dari keseluruhan bangunan yang ada.1
B. Rumusan masalah
Bagaimana gambaran karakteristik penyakit di pengungsian petobo wilayah kerja
puskesma bulili pada nulan oktober dan november tahun 2018 ?

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui data sebaran penyakit pada pengungsian petobo di wilayah kerja
puskesmas bulili.

2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh keadaan lingkungan data sebaran penyakit di wilayah
kerja puskesmas bulili
b. Mengetahui gambaran data sebaran penyakit di pengungsian petobo ngatabaru di
wilayah kerja Puskesmas Bulili

D. Manfaat penelitian
1. Manfaat pengembangan ilmu
a. Peneliti
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai data sebran penyakit di pengungsian petobo ngatabaru.
2) Melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang
didapat selama pendidikan dan menambah pengetahuan dan pengalaman dalam
membuat penelitian ilmiah.

b. Peneliti lain
1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber data bagi peneliti lain.
2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan dalam penelitian selanjutnya.
c. Institusi pendidikan kesehatan
Penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan oleh institusi pendidikan dokter dan
kesehatan.
2. Manfaat Akademik/Ilmiah
Memperoleh data sebaran penyakit masyarakat pengungsi petobo wilayah kerja
puskesmas bulili.
3. Manfaat bagi masyarakat
a. Penelitian ini dapat memberikan informasi data sebara penyakit di wilayah kerja
Puskesmas Bulili dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan pertimbangan dalam membuat
kebijakan-kebijakan dibidang kesehatan di masa mendatang khususnya dalam
penatalaksanaan penyakit di wilayah tanggap darurat bencana. Hasil penelitian ini
juga diharapkan dapat menjadi data dasar bagi penelitian selanjutnya

E. Keaslian penelitian
Hidayati, Eri. 2016. “Pendidikan Kesiapsiagaan Bencana Gempa Bumi
Dan Tsunami Dengan Metode Play Therapy Melalui Pusijump (Puzzel, Music
and Magic Jump) Untuk Siswa Tunagrahita”. Metode penelitian yang digunakan
adalah pre-eksperimen dengan disain one group pre-test post-test. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa tunagrahita ringan SMALB Negeri Cilacap.
Sampel diambil dengan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan
sampel dengan tujuan tertentu. Sehingga diperoleh siswa kelas X dan XIC sebagai
sampel dalam penelitian ini. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah
teknik dokumentasi, teknik observasi dan tes. Teknik analisis data yang digunakan
adalah teknik analisis deskriptif kuantitatif.

Hasil analisis menunjukkan efektivitas pembelajaran dalam kategori sangat


efektif dengan rata-rata skor 92,14 %. Hasil belajar dinilai dari dua aspek yaitu
hasil belajar aspek kognitif (pengetahuan) dan hasil belajar aspek keterampilan
(psikomotor). Pada hasil belajar aspek kognitif terdapat peningkatan yang
signifikan antara hasil pre-test dan post-test yakni sebanyak 33%. Sedangkan hasil
belajar pada aspek psikomotor juga mengalami peningkatan yang signifikan
antara nilai pre-test dan post-test yakni 40%. Dengan adanya yang signifikan
peningkatan pada hasil belajar maka pendidikan kesiapsiagaan bencana gempa
bumi dan tsunami dengan metode play therapy melalui Pusijump aktif.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa metode play therapy melalui
Pusijump (puzzle, musik, magic jump) sangat efektif dalam pendidikan
kesiapsiagaan bencana gempa bumi dan tsunami pada siswa tunagrahita ringan,
sehingga kemampuan dan pengetahuan kebencanaan gempa bumi dan tsunami
siswa tunagrahita ringan di SMALB N Cilacap meningkat. Saran dari peneliti,
pihak sekolah sebaiknya memasukkan materi pendidikan kebencanaan dalam
mata pelajaran Bina Diri. Mengingat daerah SLB Negeri Cilacap memiliki potensi
kerawanan terhadap bencana gempa bumi dan tsunami
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah pustaka
A. Tinjauan Tentang Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang
tepat guna dan berdaya guna. (Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana
Alam,2016)

Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi


kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa,
kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat atau serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian
melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna yaitu:

1. Rencana kontinjensi yaitu suatu rencana kedepan dalam situasi yang


belum pasti, dimana skenario dan sasaran sudah disetujui, tindakan
manajerial dan teknis ditentukan dan rencana tanggapan disususn.

2. Sistem peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian peringatan


sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.

3. Rencana kesiapan yaitu merencanakan dan mengambil tindakan untuk


menjamin bahwa sumberdaya yang diperlukan akan tersedia untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan darurat yang sudah diperkirakan
sebelumnya dan bahwa ada kapasitas untuk menggunakan sumberdaya
tersebut. Adapun tindakan yang dilakukan masyarakat dan perorangan

untuk melakukan tindakan dalam menghadapi situasi bencana secara cepat


dan efektif, yaitu;

a. Tujuan kesiapan bencana adalah untuk meminimalisir pengaruh-pengaruh


yang merugikan dari satu bahaya lewat tindakan-tindakan berjaga yang efektif
dan untuk menjamin secara tepat, organisasi yang tepat dan efesien serta
pengiriman respon emergensi yang menindaklanjuti dampak dari satu
bencana.

b. Komponen-komponen kesiapan bencana terdapat beberapa komponen utama


yang tercakup dalam kesiapan bencana yaitu;
Perencanaan, melalui semua aktivitas yang dirancang untuk
mempromosikan kesiapan bencana, tujuan yang paling utama adalah
mempunyai rencana-rencana yang siap yang sudah disepakati yang dapat
diinplementasikan dan untuk menciptakan komitmen dengan berdasarkan
sumber-sumber daya yang relatif terjamin.

1) Kerangka kerja institusi, kesiapan bencana yang terkoordinir dan sistem


tanggapan adalah satu prasyarat terhadap setiap rencana kesiapan bencana
2) Pelatihan dan pelatihan umum, bagian penting dari rencana kesiapan bencana
adalah pendidikan untuk mereka yang mungkin terancam oleh bencana.
3) Struktur pemerintahan untuk peringatan dan tanggapan emergensi.
(Kementerian Sosial R.I,2011)

B. Pengertian Bencana

Pengertian atau definisi tentang bencana pada umumnya merefleksikan


karakteristik tentang gangguan terhadap pola hidup manusia, dampak
bencana bagi manusia, dampak terhadap struktur sosial, kerusakan pada
aspek system pemerintahan,bangunan dan lain-lain serta kebutuhan
masyarakat yang diakibatkan oleh bencana.( Nurjannah, dkk,2012)
Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 pasal 1 angka 1 yaitu:

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. (Kementerian
Sosial RI,2007)

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau


serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah
longsor.( Kementerian Sosial RI,2008)

1) Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan
merendam daratan, banjir disebabkan volume air di suatu badan air
seperti sungai dan danau meluap karena curah hujan yang tinggi dan
tidak lancarnya jalan air yang dikarenakan oleh sampah-sampah

2) Gunung meletus merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan


magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang
bertekanan tinggi.

3) Angin topang adalah angina yang berputar dengan kecepatan lebih dari
63 km/jam yang bergerak secara garis lurus dengan lama kejadian
maksimum 5 menit.

4) Tanah longsor adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena


pergerakan batuan atau tanah dengan berbagai tipe dengan jenis seperti
jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah.

Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau


serangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemis dan wabah penyakit. Kementerian Sosial RI,2008)

1) Kegagalan teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan


oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian atau kesengajaan
manusia dalam penggunaan teknologi dan industry.

2) Epidemi, Wabah dan Kejadian Luar Biasa merupakan ancaman yang


diakibatkan oleh penyakit menular yang berjangkik di daerah tertentu.
Beberapa wabah penyakit yang pernah terjadi di Indonesia yang masih

harus di waspadai antara lain demam berdarah, malaria, flu burung,


busung lapar dan HIV/AIDS.

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau


serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik social
atau kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror.( Kementerian Sosial
RI,2008)

1) Aksi teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan
sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga
menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara
meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara
merampas kemerdekaan sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa
dan harta benda, mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap
objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas
publik internasional.

2) Konflik sosial adalah suatu gerakan massal yang bersifat merusak


3) tatanan dan tata tertib sosial yang ada, yang di picu oleh kecemburuan
sosial, budaya dan ekonomi yang biasanya di kemas sebagai

pertentangan antar suku, ras dan agama.

Adapun definisi bencana dari United Nations International Strategy For


Disaster Reduction (UN-ISDR), dapat digenerasikan bahwa untuk dapat disebut
bencana harus di penuhi beberapa kriteria/kondisi sebagai berikut;

a. Ada peristiwa

b. Terjadi karena faktor alam atau karena ulah manusia

c. Terjadi secara tiba-tiba akan tetapi akan terjadi secara perlahan-lahan atau
bertahap

d. Menimbulkan hilangnya jiwa manusia, harta benda, kerugian sosial-ekonomi,


kerusakan lingkungan dan lain-lain.
e. Berada di luar kemampuan masyarakat untuk menanggulanginya.(Nurjanah,2012)

1. Jenis-Jenis Bencana

Pada umumnya jenis bencana dikelompokkan kedalam enam kelompok


yaitu sebagai berikut;

a. Bencana geologi
b. Bencana biologi

c. Bencana sosial

d. Bencana lingkungan

e. Bencana kegagalan tekhnologi

f. Bencana hydro-meteorologi

Kedaruratan kompleks yang merupakan kombinasi dari situasi bencana pada


suatu daerah konflik.(Nurjanah,2012)
2. Faktor-faktor Bencana

Terdapat 3 (tiga) faktor penyebab terjadinya bencana, yaitu;

a. Faktor alam (Natural Disaster) karena fenomena alam dan tanpa ada campur
tangan manusia.

b. Faktor nonalam (Non Natural Disaster) yaitu bukan karena fenomena alam
dan juga bukan akibat perbuatan manusia.

c. Faktor sosial manusia (Man Made Disaster) yang murni akibat perbuatan
manusia, misalnya konflik horizontal, konflik vertikal dan terorisme.
( Departemen Sosial RI,2007)
3. Pengertian Rawan Bencana

Daerah rawan bencana adalah daerah yang memiliki resiko tinggi terhadap
ancaman terjadinya bencana baik terjadinya akibat kondisi geografis, geologis,
demografis. Maupun akibat karena ulah manusia. Daerah rawan bencana terdiri
atas:(id.tesis,2018)

a. Kawasan rawan tanah longsor

b. Kawasan rawan gelombang pasang

c. Kawasan rawan banjir

Wilayah daerah dan bencana merupakan sebuah upaya pengujian

kumpulan kebijakan, praktik, dan profesionalitas manajemen tanggap darurat dari


perspektif dari pemerintah lokal. Upaya tersebut difokuskan pada pemerintah
lokal sebagai level pertama dalam tahap bencana. Respons merupakan hal penting
untuk meminimalisir korban-korban dan mengoptimalkan kemampuan komunitas
untuk merespons. Upaya tanggap darurat bencana secara kewilayahan bergantung

pada pemerintah lokal.(Abdul latief, 2015)

Pada dasarnya Indonesia merupakan salah satu Negara yang ada di dunia
yang sering terjadi bencana alam. Hal tersebut disebabkan karena letak geografis
Indonesia berada di antara dua benua, sehingga dilalui oleh badai tropis alhasil
Indonesia rentan terhadap bencana. Salah satu bencana yang paling sering terjadi
di Indonesia adalah banjir dan tanah longsor.

4. Macam-Macam Kawasan Rawan Bencana

Seringkali terjadi bencan di Indonesia ini disebabkan karena kurangnya


pemahaman masyarakat tentang bagaimana karakteristik wilayah yang rawan
terjadi bencana, berikut ini macam-macam daerah yang rawan terjadinya bencana
beserta contoh ynag ditimbulkannya.( Yandragautama,2011)

a. Kawasan Perbukitan
Daerah perbukitan memiliki kemiringan lereng yang agak landau dimana
daerah perbukitan ini biasanya bencana yang sering terjadi antara lain, kebakaran,
tanah longsor, gempa, dan letusan gunung api.

b. Kawasan Dataran

Secara priodik bentuk lahan dataran digenangi oleh banjir karena luapan
sungai didekatnya atau dari akumulasi aliran permukaan bebas maupun hujan
lokal, topografi latad dengan elevasi yang rendah selain itu letaknya juga di kiri
dan kanan sebagai akibat dari luapan air sungai secara periodik dan sedimen
yang terangkut dalam jumlah yang besar diendapkan, akibatnya secara
berangsur bertambah tinggi dan lebar dengan demikian ini dapat menjadi
indikator bahwa daerah sekitar rentan terhadap banjir.

c. Kawasan pesisir pantai

Kawasan pesisir pantai merupakan kawasan yang terletak dengan pesisir


pantai yang dipengaruhi oleh pasang naik air laut sehingga daerah ini sangat
mudah untuk terjadi genangan air. Wilayah pesisir/pantai adalah suatu hal yang
lebarnya bervariasi, yang mencakup tepi laut yang meluas kearah daratan hingga
batas pengaruh marin masih dirasakan. Dan bencana yang lebih dominan terjadi
pada daerah ini seperti tsunami setelah gempa, gelombang pasang/badai, abrasi air
laut, dan banjir.

Adapun faktor-faktor penyebab daerah rawan bencana diantaranya adalah


sebagai berikut:

a. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang bagaimana karakteristik wilayah


yang rawan bencana.

b. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang dampak pembuangan sampah di


sungai.
c. Meningkatnya jumlah penduduk. Dengan meningkatnya jumlah penduduk
maka meningkat juga penggunaan lahan pemukiman sehingga banyak lahan
resapan air berkurang dan akibatnya sering terjadi banjr di daearah dataran dan
longsor pada daerah lereng.

d. Banyaknya oknum yang tidak bertanggung jawab dalam upaya pemeliharaan


kelestarian alam, seperti terjadinya penyuapan oleh para pelaku
penyelundupan kayu kepada oknum yang terkait.
5. Manajemen Bencana

Manajemen bencana adalah upaya sistematis dan komprehensif untuk


menanggulangi semua kejadian bencana secara cepat, tepat, dan akurat untuk

menekan korban dan kerugian yang ditimbulkan.( Annisa Kurnia Shaliha, 2015)

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 penanggulangan bencana


menyatakan bahwa penanggulangan bencana didasarkan pada prinsip:
kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan,
keseimbangan dan keselarasan, ketertiban dan kepastian hukum, kebersamaan,

kelestarian lingkungan hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi.( Departemen Sosial


RI,2015)

C. Tahap Penanggulangan Bencana

1. Tahap Prabencana
a. Peringatan Dini

Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan


sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana

pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.( Departemen Sosial RI,2007)
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007
tentang penanggulangan bencana pada pasal 46 Ayat 2 dilakukan melalui:

1) Pengamatan gejala bencana


2) Analisis hasil pengamatan gejala bencana
3) Pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang

4) Penyebarluasan informasi tentang peringatan bencana

5) Pengambilan tindakan oleh masyarakat( Departemen Sosial RI,2007))


b. Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk


mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang
tepat guna dan berdaya guna. Membangun kesiapsiagaan adalah unsur penting,
namun mudah dilakukan karena menyangkut sikap dan mental dan budaya serta
disiplin di tengah masyarakat. Kesiapsiagaan adalah tahapan yang paling strategis
karena sangat menentukan ketahanan anggota masyarakat dalam menghadapi
datangnya suatu bencana.(kementrian sosial RI, 2008)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang


penanggulangan bencana pasal 45 ayat 1 dan 2 yaitu;

1) Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedarurat bencana

2) Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini

3) Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar

4) Penyiapan lokasi evakuasi


5) Penyusunan data akurat, informasi dan pemutakhiran prosedur tetap
tanggap darurat bencana
6) Penyediaan dan penyiapan bahan, barang dan bahan peralatan untuk
pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana

c. Mitigasi

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik


melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana adalah upaya untuk mencegah
atau mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana. Dari batasan ini
sangat jelas bahwa mitigasi bersifat pencegahan sebelum kejadian. Mitigasi
bencana harus dilakukan secara terencana dan komprehensif melalui berbagai
upaya dan pendekatan antara lain:

1. Pendekatan struktural
Mitigasi struktural adalah bentuk mitigasi yang terstruktur dan sistematis
yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah dalam mengurangi dampak
negtif banjir. Secara teknis mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi dampak
suatu bencana misalnya, membuat rancangan atau desain yang kokoh, dan
membuat rancangan teknis pengamanan, misalnya tanggul banjir, tanggul lumpur

untuk mengendalikan tumpahan bahan berbahaya.( Sekertariat Badan Kordinasi


Nasional)

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 pasal 47 ayat

1 yaitu:

1) Pelaksanaan penata ruang


Peraturan pembanguna, pembangunan infrastruktur dan tata bangunan

3) Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan baik secara


konvensional maupun modern. (Departemen Sosial RI, 2007)

2. Pendekatan Administratif

Pemerintah atau pimpinan organisasi dapat melakukan pendekatan


administratif dalam manajemen bencana, khususnya ditahap mitigasi.

3. Pendekatan Manusia

Pendekatan secara manusia ditujukan untuk membentuk manusia yang


paham dan sadar mengenai bahaya bencana. Untuk itu perilaku dan cara hidup
manusia harusdapat diperbaiki dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan
potensi bencana yang dihadapinya.( Annisa Kurnia Shalihat,2015)

4. Tanggap Darurat Bencana

Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dan segera
pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang
meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta
pemulihan sarana prasarana. Sedangkan tanggap darurat yaitu kegiatan memobilisasi
dan peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengkonsilidasi diri melalui
penyediaan sarana dan prasarana korban bencana alam.( Departemen Sosial
RI,2003)

5. Pasca Bencana
Setelah terjadinya bencana dan selesainya masa tanggap darurat, diharapkan
korban bencana atau pengungsi kembali ke rumah/ tempat asal dimana mereka
tinggal.Dalam hal ini memungkinkan tidak bias kembali, bias ditempuh jalan lain
misalnya melalui relokasi ke tempat lain yang aman secara fisik maupun nonfisik.
a. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pascabencana.( Kementerian Sosial RI, 2008) Pada Pasal 58 dalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
dimaksud;

1. Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 57 huruf a dilakukan


melalui kegiatan:

a) Perbaikan lingkungan daerah bencana


b) Perbaikan sarana dan prasarana umun
c) Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat
d) Pemulihan psikologi sosial
e) Pelayanan kesehatan
f) Rekonsiliasi dan resolusi konflik
g) Pemulihan sosial dan ekonomi budaya
h) Pemulihan keamanan dan ketertiban
i) Pemulihan fungsi pemerintahan
j) Pemulihan fungsi pelayanan publik. (Kementerian Sosial RI, 2008)
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai rehabilitasi sebagaimana di maksud pada
ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
b. Rekonstruksi

Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,


kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban dan bangkitnya
peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada
wilayah pascabencana.( Departemen Sosial RI,2007)
B. Kerangka Teori

pencegahan

Bencana Alam

Tanggap bencana

PKM Bulili

Petobo wilayah
ngata baru

Anak
Ibu hamil
Lansia

Kakus

Air Bersih

Lingkungan
Keterangan:
a. Diteliti :
b. Tidak diteliti :
Gambar 1. KerangkaTeori
KERANGKA KONSEP

Pasien yang berobat


Jenis penyakit
di puskesmas bulili,
Jenis kelamin
maupun tempat
Usia
pengungisan
Tempat tinggal wilayah pkm bulili

Gambar. Kerangka Konsep

LANDASAN TEORI

Indonesia berlokasi di wilayah rawan terhadap berbagai kejadian bahaya alam, yaitu bencana
geologi (gempa, gunung api, longsor, tsunami) dan hidro meteorologi (banjir, kekeringan,
pasang surut, gelombang besar dan sebagainya). Kejadian bencana yang paling sering terjadi
di Indonesia adalah banjir dan diikuti tanah longsor. Kondisi morfologi di Indonesia yaitu
relief bentang alam yang sangat bervariasi dan banyaknya sungai yang mengalir diantaranya,
menyebabkan selalu terjadinya banjir di Indonesia di setiap musim penghujan. Banjir
umumnya terjadi di Wilayah Indonesia Bagian Barat yang menerima curah hujan yang lebih
banyak dibandingkan dengan Wilayah Indonesia Bagian Timur

tentang gangguan terhadap pola hidup manusia, dampak bencana bagi manusia, dampak
terhadap struktur sosial, kerusakan pada aspek system pemerintahan,bangunan dan lain-
lain serta kebutuhan masyarakat yang diakibatkan oleh bencana.3

Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 pasal 1 angka 1 yaitu:

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. 4

Bencana alam adalah bencan yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan dan tanah longsor.5
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif yaitu metode penelitian yang
bertujuan untuk menggambarkan masalah penelitian yang terjadi berdasarkan karakteristik
pasien yang berada di pengungsian wilayah kerja PKM bulili berdasarkan Jenis penyakit pada
Anak,Ibu Hamil, lansia, serta ketersedian MCK

B. Tempat Dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di Puskesmas Bulili Palu.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2018.

C. Populasi Dan Sampel Penelitian


1. Populasi
a. Populasi Target
Pasien baru yang berobat di Puskesmas Bulili Palu.
b. Populasi Terjangkau
Pasien yang berobat di Poli Puskesmas Bulili Palu yang memiliki data register
dari Oktober-November 2018.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang ingin diteliti. Pada penelitian ini sampel
yang digunakan adalah seluruh data register pasien baru yang berobat di Puskesmas
Bulili Palu pada Oktober-November 2018 yaitu sebanyak 1227 pasien baru.
D. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik total sampling yaitu
mengambil semua populasi menjadi sampel dan sampel pada penelitian ini yang digunakan
ialah data sekunder atau data register.
E. Definisi Operasional
1. Diagnosis Penyakit
a. Definisi : Diagnosis penyakit merupakan upaya untuk menegakkan atau
mengetahui jenis penyakit yang diderita oleh seseorang.
b. Alat ukur : Data register yang terdapat di Puskesmas Bulili Palu.
c. Cara ukur : Dengan mengumpulkan data melalui register kemudian
diakumulasikan berdasarkan jumlah penyakit yang tertinggi.
d. Hasil ukur :
1. ISPA
2. HT
3. Diare
4. Dermatitis
5. Dyspepsia
6. Myalgia
7. DM
8. Scabies
9. TFA
10. Fargitis
2. Resiko Tinggi
a. Definisi : resiko tinggi penyakit merupakan faktor yang rentan terkena penyakit
b. Alat ukur : Data register yang terdapat di Puskesmas Bulili Palu.
c. Cara ukur : Dengan mencatat variabel Jenis kelamin sesuai dengan data yang
tercantum pada data register.
d. Hasil ukur :
1) Perempuan (ibu hamil)
2) Balita
3) Anak-anak
3. Usia
a. Definisi : Usia adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun.
b. Alat ukur : Data register yang terdapat di Puskesmas Bulili Palu.
c. Cara ukur : Dengan mencatat variabel umur sesuai dengan yang tercantum pada
data registrasi.
d. Hasil ukur :
1) Lansia : >46 tahun
(Depkes,2009)
4. Tempat tinggal
e. Definisi : Tempat tinggal adalah tempat seseorang menetap di suatu daerah.
f. Alat ukur : Data register distribusi sarana sanitasi yang terdapat di Puskesmas
Bulili Palu.
g. Cara ukur : Dengan mencatat variabel tempat tinggal sesuai dengan yang tercantum
pada data registrasi.
h. Hasil ukur :
1) Tempat sampah
2) Dapur umum
3) Sumber air
4) Wc
5) Jumlah tandon
6) Jumlah tenda
7) Posko kesehatan
F. Jenis Data dan Instrumen Penelitian
1. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui data
register subjek penelitian.
2. Instrumen Penelitian
Alat pengumpul data dan instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari lembaran dengan tabel-tabel tertentu untuk merekam atau mencatat data
yang dibutuhkan dari data register.
G. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin dari pihak Puskesmas Bulili Palu.
Kemudian dilakukan pengamatan dan pencatatan langsung terhadap data register yang telah
ditentukan ke dalam tabel yang telah disediakan.

H. Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah dan dianalisis. Analisis data
meliputi analisis univariat untuk mengambarkan masing-masing variabel yang akan diteliti.
Hasil yang diperoleh akan di tampilkan dalam bentuk diagram dan tabel distribusi.
I. Etika Penelitian
Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah :
1. Menyertakan Surat pengantar yang ditujukan kepada pihak pemerintah setempat sebagai
permohonan izin untuk melakukan penelitian.
2. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat pada Rekam medik,
sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang
dilakukan.
3. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang terkait.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Bulili Palu. Pengumpulan data dilakukan pada
desember 2018. Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data
sekunder dari data register pasien baru yang berkunjung ke poli maupun posko kesahtan dan
mobile pada oktober-November 2018 dengan metode total sampling. Pada penelitian ini,
subjek penelitian berjumlah 1227 pasien. Setelah format pengumpulan data diisi dan diolah,
maka didapat data yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi yang menunjukkan frekuensi
karakteristik pasien baru yang berkunjung ke poli Puskesmas Bulili Palu palu oktober-
november 2018. Adapun karakteristik pasien yang diambil dalam penelitian ini meliputi :
kategori diagnosis, jenis kelamin, usia, dan tempat tinggal.
1. Distribusi pasien yang berkunjung ke poli Puskesmas Bulili Palu berdasarkan
kelompok diagnosis
Pada tabel frekuensi kelompok diagnosis menjelaskan tentang jumlah dan besarnya kelompok
diagnosis gangguan jiwa yang diderita oleh pasien yang berkunjung ke poli Puskesmas Bulili
Palu pada Oktober-November 2018. Kelompok diagnosis ISPA, HT, Diare, Dermatitis,
Dyspepsia, Myalgia, DM, Scabies, TFA, Fargitis

.
Tabel 1. Distribusi karakteristik penyakit pada pasien pengungsian Puskesmas
Bulili Palu pada oktober-november 2018.
N RANGKIN
O NAMA PENYAKIT JUMLAH G %

1 ISPA 440 I 35,9

2 HT 202 II 16,5

3 DIARE 156 III 12,7

4 DERMATITIS 147 IV 12,0

5 DISPEPSYA 108 V 8,8

6 MIA;GIA 86 VI 7,0
7 DM 45 VII 3,7

8 SCABIES 16 VIII 1,3

9 TFA 16 IX 1,3

10 FARINGITIS 11 X 0,9

TOTAL 1227

Sumber : Data Register PKM bulili pasca bencana


Berdasarkan tabel 1 didapatkan bahwa pada Oktober-November 2018 dari total
1227 pasien baru yang berkunjung ke poli Puskesmas Bulili Palu, kelompok diagnosis
terbanyak yang ditemukan pada pengunjung poli adalah kelompok ISPA dengan
jumlah 440 orang (35,9%). Kelompok diagnosis terbanyak kedua adalah HT sebanyak
202 orang (16.5%). Serta diagnosis terbanyak ketiga adalah diare sebanyak 156 orang
(12.7%).
Selain ketiga jenis gangguan terbanyak tersebut di atas, juga didapat 147 pasien
menderita dermatitis (12.0%), 108 pasien menderita dyspepsia (8,8%), 86 pasien
menderita myalgia (7.0%), 45 pasien menderita DM (3,7%), dan 16 pasien menderita
scabies dan TFA (1.3%), dan faingitis (0.9%).

2. Distribusi pasien yang berberada pada pengungsian petobo wilayah kerja puskesmas
bulili berdasarkan usia.
Pada tabel frekuensi berdasarkan usia menjelaskan tentang Distribusi pasien
yang berberada pada pengungsian petobo wilayah kerja puskesmas bulili berdasarkan
usia Oktober- November 2018.
KRITERIA
BEL
BA
BAL AN DEW S UM
TITIK YI LAN
N ITA AK ASA SASA D MR JUM JUM
PENGUNGSI ALAMAT (0- SIA BU BU SWEE HIL
O (1-5 (6-5 (16- RAN H ( suda LAH LAH
AN 1T >50 MIL FAS PING ANG
THN TH 49 MR M h KK JIWA
HN THN
) N) THN) R Swee
)
ping)
LAPANGAN JL. DEWI
1 TNI AU SARTIKA 2 18 45 150 29 - - 78 -   - - 69 244
LAPANAGA JL.
2 N PATABA BANTENG 0 1 1 23 2 - - 10 -   - - 7 26
GEREJA JL.
3 KATOLIK TANGKASI 1 2 14 26 3 - - 12 -   - - 9 46
JL. HM.
PETOBO SOEHART 63
4 ATAS O 97 230 658 1874 256 16 2 888 9 206 43 170 927 3223
63
TOTAL 100 251 718 2073 290 16 2 988 9 206 43 170 1012 3539

Tabel 3. Distribusi pasien yang berberada pada pengungsian petobo wilayah kerja puskesmas bulili berdasarkan usia
Oktober- November 2018.
Berdasarkan tabel 3 didapat bahwa dari distribusi pasien pada pengungsian petobo wilayah kerja puskesmas bulili , 718 orang untuk berumur
<12 tahun, balita 251 orang, bayi 100 orang, dewasa 2073, lansia 290, bumil 16, bufas 2 .
3. Distribusi sarana sanitasi yang berada di wilayah pkm bulili berdasarkan tempat tinggal ( MCK).
Tabel 4. Distribusi sarana sanitasi yang berada di wilayah pengungsian pkm bulili berdasarkan tempat tinggal ( MCK)
pada Oktober- November 2018.
JUM JUML TEMP DAP JUML
TITIK JUM JUM JUM SUMB KEPAD POSKO
N LAH AH AT UR AH
PENGUNGSIA ALAMAT LAH LAH LAH ER ATAN KESEH
O TEN TAN SAM UM HUNT
N KK JIWA WC AIR LALAT ATAN
DA DON PAH UM ARA
LAPANGAN JL. DEWI
0
1 TNI AU SARTIKA 14 69 244 2 4 1 1 Bor Padat 1
LAPANAGAN JL.
0
2 PATABA BANTENG 0 7 26 0 0 0 0 - Padat 0
GEREJA JL.
0
3 KATOLIK TANGKASI 0 9 46 0 2 1 1 Bor Padat 1
Supley 148
Air unit
PETOBO
JL. HM. dari ( Hunta
4 ATAS- 709 927 3223 88 4 4 2 Padat 2
SOEHARTO PMI,P ra
NGATABARU
DAM Prop.
dan PU Jateng)
Total 723 1012 3539 90 10 6 4        
B. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang karakteristik pasien pada
pengungsian petobo yang berkunjung ke Poli Puskesmas Bulili palu pada Oktober-
November 2018, maka berikut ini akan dibahas penelitian yang diteliti.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang didapatkan kelompok diagnosis terbanyak
pada kelompok diagnosis terbanyak yang ditemukan pada pengunjung poli adalah kelompok
ISPA dengan jumlah 440 orang (35,9%). Kelompok diagnosis terbanyak kedua adalah HT
sebanyak 202 orang (16.5%). Serta diagnosis terbanyak ketiga adalah diare sebanyak 156
orang (12.7%).
Selain ketiga jenis gangguan terbanyak tersebut di atas, juga didapat 147 pasien
menderita dermatitis (12.0%), 108 pasien menderita dyspepsia (8,8%), 86 pasien menderita
myalgia (7.0%), 45 pasien menderita DM (3,7%), dan 16 pasien menderita scabies dan TFA
(1.3%), dan faingitis (0.9%). Infeksi Saluran Pernafasan Akut sering disingkat dengan ISPA,
istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections(ARI).
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut.( Behrman
ER,dkk, 2000,)
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ
mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga
tengah dan pleura. Saluran pernapasan bagian atas mulai dari rongga hidung sampai faring,
saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari organ laring, trakea, bronkus hingga paru-paru.
( Behrman ER,dkk, 2000, ) Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit terbanyak
yang dilaporkan kepada pelayanan kesehatan. World Health Organization (WHO)
memperkirakan insidensi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang
dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun
pada golongan usia balita. Menurut WHO ± 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap
tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang dan ISPA
merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh ± 4 juta anak balita
setiap tahun.( Kementerian Kesehatan RI, 2012)
Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007,
prevalensi ISPA di Indonesia sekitar 25,5% dengan prevalensi tertinggi terjadi pada bayi dua
tahun (>35%). Jumlah balita dengan ISPA di Indonesia pada tahun 2011 adalah lima diantara
1.000 balita yang berarti sebanyak 150.000 balita meninggal pertahun atau sebanyak 12.500
balita perbulan atau 416 kasus sehari atau 17 balita perjam atau seorang balita perlima menit.
Dapat disimpulkan bahwa prevalensi penderita ISPA di Indonesia adalah 9,4%. Sedangkan
survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA 2005, menempatkan ISPA sebagai
penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh
kematian balita.( Kementerian Kesehatan RI, 2012,)
Prevalensi penderita ISPA di Sulawesi Tengah berada di atas prevalensi nasional
yaitu sebesar 28,36%. Penyakit ISPA selalu menduduki peringkat teratas setiap tahunnya dan
berdasarkan data yang diperoleh yaitu pada tahun 2010 jumlah penderita ISPA sebanyak
29.257 anak.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Latief, Peran Pemerintah Daerah dalam Penangulangan Bencana Alam di Kota
Palopo, Skripsi. (Makassar: Universitas Hasanuddin Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Ilmu Pemerintahan, 2015), h. 22.

Annisa Kurnia Shaliha, Pola adaptasi Masyarakat terhadap Banjir di Masyarakat,


Skripsi. (Semarang: Universitas Negeri Semarang Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Geografi,
2015) h. 19.

Annisa Kurnia Shalihat, Pola Adaptasi Masyarakat Terhadap Banjir di Masyarakat


perumahan Genuk Indah Kota Semarang.Skripsi. (Semarang: Universitas Negeri
Semarang Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Geografi, 2015), h. 22-25.

Behrman ER,dkk, 2000, Ilmu kesehatan anak vol.2, 15th edn, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2015, Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS),
Depkes RI, Jakarta.

Departemen Sosial RI, Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial (Jakarta: Badan Pelatihan
dan Pengembangan Sosial, 2003), h. 125.

Departemen Sosial RI, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007


Tentang Penanggulangan Bencana, (Jakarta : Pusat Penyuluhan Sosial, 2007)

Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam, 2016 h. 4.

Erlien, 2008, Penyakit Saluran Pernapasan, Sunda Kelapa Pustaka, Jakarta.

IdTesis, Pengertian dan Faktor Penyebab Rawan Bencana, https://idtesis.com/pengertian-


dan-faktor-penyebab-daerah-rawan-bencana/ (Diakses Tanggal 13 November 2016).

Kementerian Kesehatan RI, 2012, Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut,
dalam Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, diakses 21
Januari2017,darihttp://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/FINAL%20DESIGN
%20PEDOMAN%20PENGENDALIAN%20ISPA.pdf
Kementerian Sosial R.I, Modul Petugas Pendamping Sosial Penanggulangan Bencana,
(Cet. I; Jakarta, 2011),

Kementerian Sosial RI, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana.

Kementerian Sosial RI,2008. Himpunan Perundang-undangan Penanggulangan Bencana


Bidang Perlindungan Sosial. Fokus media

Kementrian kesehatan RI. 2013. Hasil riset kesehatan dasar : Bab 3 . penyakit tidak menular

Nurjannah, dkk, 2012.Manajemen Bencana. Penerbit, alfabeta

Sekertariat Badan Kordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanggulangan


Pengungsi, Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasi di Indonesia,
bnpb.go

Yandragautama,2011 makalah Analisis Rawan Bencana,


BAB V
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian mengenai karakteristik pasien baru di Puskesmas Bulili
Palupalu pada Oktober- November 2018, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan kelompok diagnosis, gangguan yang paling banyak diderita pasien
baru di Puskesmas Bulili Palu pada Oktober- November 2018 adalah ISPA.
2. Berdasarkan usia 718 orang untuk berumur <12 tahun, balita 251 orang, bayi 100
orang, dewasa 2073, lansia 290, bumil 16, bufas 2
3. Untuk sanitasi tenda 723, jumlah kk 1012, jumlah orang 3539, tandon 90, tempat
sampah 6, dapur 4 , untuk sumber air dari sumur bor, jumlah wc 10

B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka saran-saran yang diajukan adalah sebagai berikut:
1. Prevalensi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) menurut riset kesehatan dasar
di Indonesia pada tahun 2013 terdapat (25,0%) kasus yang tertinggi pada balita
usia 1-4 tahun, ada lima provinsi setinggi yang menyumbang infeksi saluran
pernafasan akut yaitu Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh
(30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Yogyakarta
sendiri masuk dalam urutan ke 18 dari seluruh provinsi di Indonesia dengan
jumlah kasus (23,3%) dimana kasus tersebut tertinggi pada usia 1-4 tahun
Sehingga kondisi ISPA yang ada di Indonesia perlu diberi perhatian khusus
mengingat masih banyak daerah di Indonesia yang tidak memiliki pusat
pelayanan kesehatan jiwa.
Dari data yang didapatkan pada Puskesmas Bulili Oktober-November 2017- Januari 2018
jumlah pasien ISPA semakin menigkat ini bisa jadi bahan untuk pemerintah agar dapat
meningkatkan program untuk menurunkan tingkat prevalensi ISPA baik di indonesia maupun
terkhususnya di daerah wilayah kerja Puskesmas bulili palu sulawesi tengah.

Anda mungkin juga menyukai