ULUMUL HADITS
0
Materi Mata Kuliah
ULUMUL HADITS
PENGANTAR
Tulisan ini disusun untuk materi Mata Kuliah Ulumul Hadits untuk mahasiswa dan
mahasiswi IAI Al-Aziziyah Prodi Manajemen Pendidikan Islam Semester II (Genab) Unit 3
dan 5 Tahun Akademik 2019-2020 sebatas kemampuan penulis sebagai dosen pengasuh mata
kuliah Ulumul Hadits di unit tersebut. Karena keterbatasan waktu dan rujukan maka sangat
banyak ketidaksempurnaan dalam materi ini. Pembahasan yang lebih shahih dan lebih
lengkap dapat dirujuk pada kitab-kitab dan buku-buku Ulumul Hadits. Tulisan ini hanya
sebagai pengenalan dasar tentang pembahasan-pembahasan Ulumul Hadits. Mudah-mudahan
bermanfaat untuk pembaca dan penulis dapat lebih menyempurnakannya lagi di semester-
semester mendatang. (Samalanga, 19 Oktober 2020, Penulis)
PENGERTIAN HADITS
Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau
waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang diberitakan,
diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain.
Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw,
baik itu perkataan beliau, perbuatan ataupun pengakuan (taqrir). Hadits Qauliyah (ucapan)
yaitu hadits hadits Rasulullah Saw, yang diucapkannya dalam berbagai tujuan dan persoalan.
Hadits Fi’liyah yaitu perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad Saw, seperti praktek shalat lima
waktu dengan tata caranya dan rukun-rukunnya, ibadah hajinya dengan semua tata caranya
dan lain-lain. Hadits Taqririyah yaitu perbuatan sebagian para sahabat Nabi Saw yang telah
diikrarkan atau disetujui oleh Nabi Saw, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau perbuatan,
sedangkan ikrar itu adakalanya dengan cara mendiamkannya atau melahirkan anggapan baik
terhadap perbuatan itu, sehingga dengan adanya ikrar dan persetujuan itu, bila seseorang
melakukan suatu perbuatan atau mengemukakan suatu ucapan di hadapan Nabi Saw atau
pada masa Nabi, Nabi mengetahui apa yang dilakukan orang itu dan mampu menyanggahnya,
namun Nabi diam dan tidak menyanggahnya, maka hal itu merupakan pengakuan dari Nabi
1
Dengan demikian bila Al-Qur’an disebut sebagai sumber asli bagi hukum fiqh, maka
Hadits disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya sebagai bayani dalam hubungannya
dengan Al-Qur’an, ia menjalankan fungsi sebagai berikut :
1. Bayan At-Taqrir wat Ta'kid (Memperjelas dan memperkuat isi Al Quran)
Fungsi hadits terhadap Al Quran yang pertama adalah memperkuat isi dari Al-Quran.
Sebagai contoh hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim terkait perintah
berwudhu, yakni: “Rasulullah Saw bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang
berhadats sampai ia berwudhu”. Hadits di atas memperkuat isi dari surat Al-Maidah ayat
6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu
dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” - (QS.Al-Maidah:6)
Contoh lain Firman Allah dalam surat Al-Baqarah :110 yang artinya “ Dan dirikanlah
sholat dan tunaikanlah zakat “ ayat itu dikuatkan oleh sabda Nabi yang artinya “ Islam
itu didirikan dengan lima pondasi : kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan
muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, ..."
2
pembukuan Haditst secara resmi (kodifikasi). Masa ini terbagi menjadi tiga periode yaitu
masa Rasulullah Saw, masa Sahabat dan masa Tabi’in. Adapun periode tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
1. Hadits Pada Masa Rasulullah Saw
Membicarakan Hadits pada masa Rasulullah Saw berarti membicarakan Hadits
pada awal kemunculannya. Uraian ini akan terkait langsung kepada Rasulullah Saw
sebagai sumber Hadits. Rasulullah Saw membina umat Islam selama 23 tahun. Masa ini
merupakan kurun waktu turunnya wahyu sekaligus diwurudkannya Hadits. Keadaan ini
sangat menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris pertama
ajaran Islam.
Wahyu yang diturunkan Allah Swt kepadaanya dijelaskannya melalui perkataan,
perbuatan, dan pengakuan atau penetepan Rasulullah Saw. Sehingga apa yang
disampaikan oleh para sahabat dari apa yang mereka dengar, lihat, dan saksikan
merupakan pedoman. Rasulullah adalah satu-satunya contoh bagi para sahabat, karena
Rasulullah memiliki sifat kesempurnaan dan keutamaan yang berbeda dengan manusia
lainnya.
Adapun metode yang digunakan oleh Rasulullah Saw dalam mengajarkan Hadits
kepada para sahabat sebagai berikut: Para sahabat berdialog langsung dengan Rasulullah
Saw, Para sahabat menyaksikan perbuatan dan ketetapan Rasulullah Saw, Para sahabat
mendengarkan perkataan sesama sahabat yang diperoleh dari Rasulullah Saw, Para
sahabat menyaksikan perbuatan sesama sahabat yang diperoleh dari Rasulullah Saw
3
karena itu maka pada saat itu nabi melarang keras kepada sahabat untuk menulis dan
mencatat Hadits agar tidak bercampur dengan Al-Qur’an Al-karim.
4
dengan zaman Sahabat besar. Berikut ini dikemukakan sikap al-Khulafaur Rasyidin
tentang periwayatan hadits Nabi.
a. Abu Bakar al-Shiddiq
Menurut Muhammad bin Ahmad al-Dzahabiy (wafat 748 H/1347 M), Abu
Bakar merupakan Sahabat Nabi yang pertama-tama menunjukkan kehati-hatiannya
dalam meriwayatkan hadits. Pernyataan al-Dzahabiy ini didasarkan atas pengalaman
Abu Bakar tatkala menghadapi kasus waris untuk seorang nenek. Suatu ketika, ada
seorang nenek menghadap kepada Khalifah Abu Bakar, meminta hak waris dari
harta yang ditinggalkan cucunya. Abu Bakar menjawab, bahwa ia tidak melihat
petunjuk al-Qur’an dan praktek Nabi yang memberikan bagian harta waris kepada
nenek. Abu Bakar lalu bertanya kepada para Sahabat. Al-Mughirah bin Syu’bah
menyatakan kepada Abu Bakar, bahwa Nabi telah memberikan bagian harta warisan
kepada nenek sebesar seperenam bagian. Al-Mughirah mengaku hadir tatkala Nabi
menetabkan kewarisan nenek itu. Mendengar pernyatan tersebut, Abu Bakar
meminta agar al-Mughirah menghadirkan seorang saksi. Lalu Muhammad bin
Maslamah memberikan kesaksian atas kebenaran pernyataan al-Mughirah itu.
Akhirnya Abu Bakar menetapkan kewarisan nenek dengan memberikan seperenam
bagian berdasarkan hadits Nabi Saw yang disampaikan oleh al-Mughirah tersebut
Kasus di atas menunjukkan, bahwa Abu Bakar ternyata tidak bersegera
menerima riwayat hadits, sebelum meneliti periwayatnya. Dalam melakukan
penelitian, Abu Bakar meminta kepada periwayat hadits untuk menghadirkan saksi
Bukti lain tentang sikap ketat Abu Bakar dalam periwayatan hadits terlihat
pada tindakannya yang telah membakar catatan-catatan hadits miliknya. Putri
Aisyah, menyatakan bahwa Abu Bakar telah membakar catatan yang berisi sekitar
lima ratus hadits. Menjawab pertanyaan Aisyah, Abu Bakar menjelaskan bahwa dia
membakar catatannya itu karena dia khawatir berbuat salah dalam periwayatan
hadits. Hal ini menjadi bukti sikap kehari-hatian Abu Bakar dalam periwayatan
hadits.
Data sejarah tentang kegiatan periwayatan hadits di kalangan umat Islam pada
masa Khalifah Abu Bakar sangat terbatas. Hal ini dapat dimaklumi, karena pada
masa pemerintahan Abu Bakar tersebut, umat Islam dihadapkan pada berbagai
ancaman dan kekacauan yang membahayakan pemerintah dan Negara. Berbagai
ancaman dan kekacauan itu berhasil diatasi oleh pasukan pemerintah. Dalam pada
itu tidak sedikit Sahabat Nabi, khususnya yang hafal Qur’an, telah gugur di berbagai
peperangan. Atas desakan Umar bin al-Khatthab, Abu Bakar segara melakukan
penghimpunan al-Qur’an (jam’ al-Qur’an).
Jadi disimpulkan, bahwa periwayatan hadits pada masa Khalifah Abu Bakar
dapat dikatakan belum merupakan kegiatan yang menonjol di kalangan umat Islam.
Walaupun demikian dapat dikemukakan, bahwa sikap umat Islam dalam
periwayatan hadits tampak tidak jauh berbeda dengan sikap Abu Bakar, yakni sangat
berhati-hati. Sikap hati-hati ini antara lain terlihat pada pemerikasaan hadits yang
diriwayatkan oleh para Sahabat
5
Ubay: “Demi Allah, sungguh saya tidak menuduhmu telah berdusta. Saya berlaku
demikian, karena saya ingin berhati-hati dalam periwayatan hadits ini.
Apa yang dialami oleh Ubay bin Ka’ab tersebut telah dialami juga oleh Abu
Musa al-As’ariy, al-Mughirah bin Syu’bah, dan lain-lain. Kesemua itu menunjukkan
kehati-hatian Umar dalam periwayatan hadits. Umar pernah merencanakan
menghimpun hadits nabi secara tertulis. Umar meminta pertimbangan kepada para
Sahabat. Para Sahabat menyetujuinya. Tetapi satu bulan umar memohon petunjuk
kepada Allah dengan jalan melakukan shalat istikharah, akahirnya dia
mengurungkan niatnya itu. Dia khawatir himpunan hadits itu akan memalingkan
perhatian umat Islam dari al-Qur’an. Dalam hal ini, dia sama sekali tidak
nenampakkan larangan terhadap periwayatan hadits. Niatnya menghimpun hadits
diurungkan bukan karena alas an periwayatan hadits, melainkan karena factor lain,
yakni takut terganggu konsentrasi umat islam terhadap al-Qur’an
6
Ahmad bin Hambal telah meriwayatkan hadits melalui riwayat ‘Ali bin Abi
Thalib sebanyak lebih dari 780 hadits. Sebagian matan dari hadits tersebut berulang-
ulang karena perbedaan sanad-nya. Dengan demikian, dalam Musnad Ahmad, Ali
bin Abi Thalib merupakan periwayat hadits yang terbanyak bila dibandingkan
dengan ke tiga khalifah pendahulunya
7
Pendiri Ilmu Hadits Riwayah adalah Muhammad bin Syihab Az-Zuhri, yakni orang
pertama yang melakukan penghimpunan dan pembukuan hadits secara formal berdasarkan
instruksi dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Tujuan dari ilmu hadits riwayah adalah untuk
memelihara otentisitas sunnah dan menjauhi kesalahan dalam periwayatannya
8
KLASIFIKASI HADITS
Hadits diklasifikasikan dengan beberapa tinjauan, antara lain :
1. Ditinjau dari jumlah perawi, terbagi 2 :
a. Hadits Mutawatir, yang terbagi lagi menjadi hadits mutawatir lafzhi dan hadits
mutawatir maknawi
b. Hadits Ahad, yang terbagi lagi menjadi hadits Masyhur, hadits 'Aziz dan Hadits
Gharib
2. Ditinjau dari keadaan perawi dan sanad, terbagi 3 :
a. Hadits Shahih, yang terbagi lagi menjadi hadits Shahih li dzatih dan hadits Shahih li
ghairih
b. Hadits Hasan, yang terbagi lagi menjadi hadits Hasan li dzatih dan hadits Hasan li
ghairih
c. Hadits Dhaif yang terbagi lagi menjadi bermacam-macam hadits Dhaif menurut
penyebab-penyebab kedhaifannya
3. Ditinjau dari sumber berita atau penyandarannya :
a. Hadits Qudsi
b. Hadits Marfu'
c. Hadits Mauquf
d. Hadits Maqthu'
4. Ditinjau dari persambungan sanad :
a. Hadits Muttashil/Maushul
b. Hadits Musnad
9
berbeda, dan pendapat yang berbeda pula. Sejumlah para periwayat yang banyak
ini secara logika mustahil terjadi adanya kesepakatan bohong secara uruf (tradisi).
Tetapi jika jumlah banyak itu masih memungkinkan adanya kesepakatan bohong
tidaklah digolongkan Mutawatir
4) Beritanya bersifat indrawi, Maksudnya berita yang diriwayatkan itu dapat
didengar dengan telinga atau dilihat dengan mata kepala, tidak disandarkan pada
logika akal. Sandaran berita secara indrawi maksudnya dapat diindra dengan
indra manusia, misalnya seperti ungkapan periwayatan: = َس ِم ْعنَاKami mendengar
Rasulullah bersabda begini
10
e. Kitab-kitab tentang Hadits Mutawatir
Para ulama telah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dengan
mengumpulkan hadits-hadits mutawatir, lalu menjadikannya sebagai kitab khusus
(mushanaf) tersendiri, untuk memudahkan para penuntut ilmu merujuk kepadanya. Di
antara kitab-kitab itu adalah:
1) Al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akbar al-Mutawatirah, Karya Jalaluddin As-
Suyuthi.
2) Qathful Azhar, Karya Jalaluddin As-Suyuthi, Ringkasan kitab di atas.
3) Al–La’ali’ al-Mutanatsirah fi al-Ahadits al-Mutawatirah, Karya Abu Abdillah
Muhammad Bin Thulun Al-Dimasyqi.
4) Nazhmul Mutanatsirah minal Hadits al–Mutawatirah, Karya Muhammad bin
Ja’far Al Kittani
2. Hadits Ahad
a. Pengertian Hadits Ahad
Secara etimologi, kata Ahad merupakan bentuk jama' dari wahid yang berarti
satu. Maka hadits Ahad atau hadits Wahid adalah suatu yang disampaikan oleh satu
orang. Sedangkan secara terminologi hadits Ahad adalah hadits yang para perawinya
tidak mencapai jumlah perawi hadits Mutawatir, baik perawinya itu satu, dua, tiga, empat,
atau seterusnya. Tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadits dengan jumlah
perawi tersebut masuk dalam kelompok hadits Mutawatir
2) Hadits Aziz
Secara etimologi Aziz artinya yang sedikit, yang gagah, atau yang kuat. secara
istilah Hadits Aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi walaupun
periwayatan oleh dua orang perawi tersebut hanya pada satu thabaqat saja kemudian
pada thabaqat-thabaqat yang lain diriwayatkan oleh lebih dari dua orang perawi
11
Dalam hadits Aziz terdapat hadits Aziz yang Shahih, ada yang Hasan dan ada
pula yang Dha'if tergantung pada terpenuhi atau tidaknya ketentuan-ketentuan yang
berkaitan dengan Hadits Shahih, Hasan dan Dha'if.
Contoh Hadits Aziz.
)َل يؤمن احدكم حتى اكون احب إليه من نفسه ووالده وولده والناس اجمعين (متفق عليه
“Tidak sempurna iman salah seorang darimu sehingga aku lebih dicintainya dari
pada ia mencintai dirinya sendiri, orang tuanya, anak-anaknya dan manusia
seluruhnya.“ (Muttafaqun 'Alaihi)
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik. Dan
diriwayatkan juga oleh Bukhari dari jalan Abu Hurairah. Susunan sanad dari dua jalan
(sanad) itu adalah: yang meriwayatkan dari Anas: Qatadah dan Abdul Aziz bin
Shuhaib. Yang meriwayatkan dari Qatadah: Syu’bah dan Said.Yang meriwayatkan
dari Abdul Aziz : Ismail bin ‘Illiyyah dan Abdul Warits
3) Hadits Gharib
Kata Gharib secara etimologi berarti sendirian (al-munfarid), terisolir jauh
dari kerabat, perantau, asing, aneh dan sulit dipahami. Sedangkan secara terminologi
hadits gharib ialah hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri
dalam meriwayatkan, di thabaqat mana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi
Ulama hadits membagikan hadits Gharib ini ke dalam dua macam, yaitu :
a) Gharib Mutlak
Hadits yang hanya seorang diri perawi dalam periwayatannya,
Contoh :
)َب (أخرجه أحمد
ُ ع وَل يُ ْوه
ُ ب َل يُبا َ َّالوَل ُء لَ ْحمةٌ كلَحم ِة الن
ِ س َ
“Hamba Wala’ (pewaris budak adalah yang memerdekakannya)
adalah daging bagaikan daging nasab tidak boleh dijual dan tidak boleh
dihibahkan.” (H.R Ahmad)
Hadits di atas Gharib Muthlak, karena hanya Abdullah bin Dinar dari
Ibnu Umar sendirian yang meriwayatkannya
b) Gharib Nisbi
Gharib Nisbi yaitu apabila ke-gharib-annya terjadi pada pertengahan
sanadnya bukan pada asal sanadnya. Maksudnya satu hadits yang
diriwayatkan oleh lebih dari satu orang perawi pada asal sanadnya, kemudian
dari semua perawi itu hadits ini diriwayatkan oleh satu orang perawi saja
yang mengambil dari para perawi tersebut.
Misalnya: Hadits Imam Malik, dari Zuhri, dari Anas ra : “Bahwa Nabi
Saw masuk ke kota Makkah dengan mengenakan penutup kepala di atas
kepalanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini hanya diriwayatkan oleh
Malik dari Zuhri. Dinamakan dengan Gharib Nisbi karena kesendirian
periwayatan hanya terjadi pada perawi tertentu
12
b. Syarat-syarat Hadits Shahih
1) Sanadnya Bersambung
Setiap perawi dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari perawi
terdekat sebelumnya. Keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad
dari suatu hadits. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rangkaian para perawi
hadits shahih sejak perawi terakhir sampai kepada perawi pertama (para sahabat) yang
menerima hadits langsung dari Nabi, bersambung dalam periwayatannya. Sanad suatu
hadits dianggap tidak bersambung bila terputus salah seorang atau lebih dari
rangkaian para perawinya. Bisa jadi rawi yang dianggap putus itu adalah seorang rawi
yang dha’if, sehingga hadits yang bersangkutan tidak shahih.
2) Perawinya Adil
Seseorang dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat yang dapat
mendorong terpeliharanya ketaqwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah dan
meninggalkan larangan, dan terjaganya sifat Muru’ah, yaitu senantiasa berakhlak baik
dalam segala tingkah laku dan hal-hal lain yang dapat merusak harga dirinya.
3) Perawinya Dhabith
Seorang perwai dikatakan dhabit apabila perawi tersebut mempunyai daya
ingat yang sempurna terhadap hadits yang diriwayatkannya. Menurut Ibnu Hajar al-
Asqalani, perawi yang dhabit adalah mereka yang kuat hafalannya terhadap apa yang
pernah didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut kapan saja
manakala diperlukan. Ini artinya, bahwa orang yang disebut dhabit harus mendengar
secara utuh apa yang diterima atau didengarnya, kemudian mampu menyampaikannya
kepada orang lain atau meriwayatkannya sebagaimana aslinya.
4) Tidak Syadz
Syadz artinya hadits tersebut diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah tetapi
riwayatnya bertentangan dengan hadits lain yang lebih tsiqah darinya. Hadits seperti
ini disebut Hadits Syadz dan termasuk hadits dhaif
5) Tidak Ber’illat
Hadits ber’illat adalah hadits-hadits yang cacat atau terdapat penyakit secara
tersembunyi atau samar-samar, yang dapat merusak keshahihan hadits. Dikatakan
samar-samar, karena jika dilihat dari segi zahirnya, hadits tersebut terlihat shahih.
Adanya kesamaran pada hadits tersebut, mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi
tidak shahih. Dengan demikian, yang dimaksud hadits tidak ber’illat, ialah hadits yang
di dalamnya tidak terdapat kesamaran atau keragu-raguan. ‘Illat hadits dapat terjadi
baik pada sanad mapun pada matan atau pada keduanya secara bersama-sama. Namun
demikian, ‘illat yang paling banyak terjadi adalah pada sanad. Hadits seperti ini
dinamakan dengan hadits Muallal yang merupakan salah satu dari macam-macam
hadits dhaif
13
2. Semua rawi pada hadits tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para rawi hadits
tersebut menurut para ulama aj-jarhu wa ta'dil sebagai berikut :
a. Abdullah bin yusuf = tsiqat muttaqin.
b. Malik bin Annas = imam hafidz
c. Ibnu Syihab Aj-Juhri = Ahli fiqih dan Hafidz
d. Muhammad bin Jubair = Tsiqat.
e. Jubair bin muth'imi = Sahabat.
3. Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadits yang lebih kuat serta
tidak cacat.
2. Hadits Hasan
a. Pengertian Hadits Hasan
Ibnu Hajar Al-Atsqalani mendefinisikan Hadits Hasan dengan “Hadits yang
sanadnya bersambung dengan periwayatan oleh perawi yang adil tetapi dhabit/hafalannya
yang sedikit kurang dan tidak sempurna/tamm, dari awal sampai akhir sanad dengan tidak
syad dan tidak pula cacat”
Pada dasarnya, hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan, kecuali
hanya di bidang hafalannya. Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada yang kurang
meskipun sedikit. Adapun untuk syarat-syarat lainnya, antara hadits hasan dengan hadits
shahih adalah sama.
Contoh hadits hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah,
dan Ibnu Hibban dari Al Hasan bin Urfah Al Maharibi dari Muhammad bin Amr dari Abu
Salamah dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Saw bersabda : "Usia umatku sekitar antara 60
sampai 70 tahun dan sedikit sekali yang melebihi demikian itu". Para perawi hadits
tersebut tsiqah semua kecuali Muhammad bin Amr, ia adalah shaduq (banyak benarnya).
Oleh para ulama hadits nilai ta'dil shaduq tidak mencapai dhabit tamm sekalipun
mencapai keadilan. Kedhabitannya kurang sedikit jika dibandingkan dengan kedhabitan
shahih seperti tsiqatun (perawi terpercaya karena adil dan dhabitnya tam)
14
b. Klasifikasi Hadits Hasan
1) Hadits Hasan li-Dzatih
Hadits yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhabit
meskipun tidak sempurna, dari awal sanad hingga akhir sanad tanpa ada kejanggalan
(syadz) dan cacat (‘Illat) yang merusak hadits seperti contoh hadits hasan di atas
3. Hadits Dhaif
a. Pengertian Hadits Dhaif
Dhaif secara bahasa adalah kebalikan dari kuat yaitu lemah, sedangkan secara
istilah yaitu “ Hadits yang tidak memenuhi syarat sebagai hadits hasan dengan cara
hilangnya satu syarat dari syarat-syarat hadits hasan”.
Dengan demikian, jika hilang salah satu kriteria saja, maka hadits itu menjadi
tidak shahih atau tidak hasan. Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua atau tiga syarat
maka hadits tersebut dapat dinyatakan sebagai hadits dha’if yang sangat lemah
15
Saw karena usianya pada saat itu yang masih kecil atau hal-hal yang lain.
Maka yang digugurkan dalam sanad adalah Sahabat yang melihat atau
mendengar langsung dari Nabi Saw
Mursal Tabi'i, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Tabi'in dari Nabi Saw tanpa
menyebutkan penghubung antara tabiin dan Nabi Saw yaitu Sahabat. Maka
yang digugurkan dalam sanad adalah Sahabat
Mursal Khafi, yaitu gugurnya seorang perawi di mana saja tempat dari sanad
yang terletak antara dua orang perawi yang hidup semasa tetapi mereka berdua
tidak pernah berjumpa. Disebut mursal khafi karena perawi yang gugur
tersembunyi antara dua orang perawi yang hidup semasa sehingga diduga
mereka pernah berjumpa dan tidak ada perawi yang gugur antara mereka
b) Hadits Munqathi'
Hadits Munqathi' adalah hadits yang gugur dari sanadnya seorang perawi atau
beberapa orang perawi secara tidak berturut-turut sebelum Sahabat. Artinya
perawi yang gugur berasal dari kalangan tabiin, tabi' tabiin dan seterusnya
c) Hadits Mu'dhal
Hadits Mu'dhal adalah hadits yang gugur dari sanadnya dua orang perawi atau
lebih secara berturut-turut di tengah sanad sebelum Sahabat. Artinya perawi yang
gugur secara berturut-turut berasal dari kalangan tabiin, tabi' tabiin dan seterusnya
di tengah sanad
d) Hadits Mu'allaq
Hadits Mu'allaq adalah hadits yang digugurkan dari awal sanadnya seorang perawi
atau lebih secara berturut-turut. Yang dimaksud dengan Awal sanad adalah ujung
sanad hadits tersebut sebelum sampai pada Imam-imam hadits seperti Bukhari,
Muslim dan lain-lain. Bila Mu'allaq ini terjadi pada hadits dalam Shaheh Bukhari
dan Shaheh Muslim yang diterima keshahihannya oleh para ulama secara
aklamasih, maka hadits tersebut tidak dihukumkan dengan Dhaif karena mu'allaq
di sini dimaksudkan meringkas
e) Hadits Mudallas
Hadits Mudallas adalah hadits yang disembunyikan cacat dalam isnadnya dan
ditampakkan cara periwayatan yang baik. Perawi yang melakukan hal ini disebut
Mudallis dan perilakunya tersebut dinamakan dengan Tadlis. Tadlis hadits ada 2
macam :
Tadlis Al-Isnad, yaitu seorang perawi meriwayatkan hadits dari seorang
syaikh padahal perawi tersebut tidak mendengar langsung darinya, ia
mendengar dari syaikh lain yang mendengar daripadanya. Kemudian syaikh
lain ini digugurkan oleh perawi dalam periwayatan dengan menggunakan
ungkapan yang seolah-olah ia mendengar langsung dari syaikh pertama
tersebut
Tadlis Asy-Syuyukh, yaitu seorang perawi meriwayatkan dari seorang syaikh
sebuah hadits yang ia dengar darinya, kemudian ia memberi nama lain untuk
syaikh tersebut atau nama kuniyah atau nama bangsa atau nama sifat yang
tidak dikenal dengan tujuan supaya syaikh tersebut tidak dikenal
2) Hadits Dha’if Karena Perawinya Tidak ‘Adil :
a) Hadits Matruk
16
Hadits Matruk adalah hadits yang salah satu perawinya seseorang yang tertuduh
pendusta. Di antara sebab-sebab seorang perawi tertuduh pendusta adalah sebagai
berikut :
Periwayatan hadits yang menyendiri atau hanya dia sendiri yang
meriwayatkannya. Hal ini dikarenakan tidak ada seorangpun yang
meriwayatkannya selain dia
Seorang perawi dikenal sebagai pembohong dan pendusta pada selain hadits
Isi hadits yang diriwayatkannya menyalahi kaidah-kaidah yang maklum dalam
agama
b) Hadits Majhul
Hadits Majhul adalah hadits yang salah satu perawinya tidak dikenal jati dirinya
atau dikenal orangnya tetapi tidak dikenal sifat-sifat keadilan dan kedhabitannya
Ada beberapa faktor penyebab seorang perawi tidak dikenal jati dirinya :
Seseorang yang mempunyai banyak nama, gelar dan panggilan, dan dia
dikenal hanya dengan sebagian dari nama, gelar dan panggilan tersebut
kemudian dalam sanad ia disebutkan dengan nama, gelar dan panggilan yang
tidak dikenal
Seorang perawi yang sangat sedikit periwayatan hadits, misalnya hanya ada
satu orang atau dua orang saja yang pernah meriwayatkan hadits darinya
Tidak jelas penyebutan nama perawi karena diringkas menjadi nama kecil atau
nama panggilan
c) Hadits Mubham
Hadits Mubham adalah hadits yang pada sanad atau matannya terdapat seseorang
yang tidak disebutkan nama tetapi hanya disebutkan seorang laki-laki atau seorang
perempuan. Maka hadits mubham dapat dibagi 2 :
Mubham pada Sanad, artinya ada salah seorang perawi tidak disebutkan
namanya. Jika perawi mubham tersebut merupakan Sahabat maka tidak
membuat hadits menjadi dhaif karena setiap Sahabat adalah Adil. Dan jika
terjadi pada selain Sahabat maka hadits tersebut dhaif
Mubham pada Matan, artinya di dalam matan hadits disebutkan seorang laki-
laki atau seorang perempuan tanpa disebutkan namanya. Mubham pada matan
tidak mengapa dan tidak menggangu keshahihan suatu hadits
b) Hadits Mu'allal
Hadits Mu'allal adalah hadits yang dilihat di dalamnya terdapat 'illah yang
tersembunyi yang membuat cacat keshahihan hadits padahal dilihat pada lahirnya
selamat dari 'illah tersebut. Contoh 'illah : perawi meng-irsal-kan hadits marfu'
atau maushul, perawi me-mauquf-kan hadits yang marfu' atau perawi menyisipkan
suatu matan hadits pada matan lain menjadi satu hadits, hal tersebut tidak nampak
sehingga secara lahir hadits tersebut seakan tidak bermasalah
17
c) Hadits Mudraj
Hadits Mudraj terbagi menjadi mudraj sanad dan mudraj matan, yang mempunyai
pengertian masing-masing :
Mudraj Sanad, yaitu :
o Sekelompok jamaah meriwayatkan suatu hadits dengan beberapa sanad
yang berbeda, kemudian diriwayatkan oleh seorang perawi dengan
menyatukan ke dalam satu sanad dari beberapa sanad tersebut tanpa
menerangkan ragam dan perbedaan sanad
o Seorang perawi meriwayatkan matan tetapi tidak sempurna,
kesempurnaannya ia temukan melalui sanad yang lain, kemudian ia
meriwayatkannya dengan menggunakan sanad yang pertama
o seseorang mempunyai dua matan yang berbeda dan dua sanad yang
berbeda pula, kemudian ia meriwayatkannya dengan salah satu sanadnya
saja
o Seorang perawi menyampaikan periwayatan, kemudian terjadi suatu
gangguan, kemudian dia berbicara dari dirinya sendiri. Di antara
pendengar ada yang mengira pembicaraan tersebut adalah matan hadits
lalu ia meriwayatkannya
Mudraj Matan, yaitu : hadits yang dimasukkan ke dalam matannya sesuatu
yang bukan bagian dari haditst tanpa ada pemisah
d) Hadits Maqlub
Hadits Maqlub adalah hadits yang terbalik susunan kalimatnya tidak sesuai
dengan susunan yang semestinya, terkadang mendahulukan yang seharusnya
ditakhirkan dan sebaliknya. Hal ini terjadi karena kesalahan yang tak disengaja
akibat perawi yang sangat lemah dhabet atau daya ingatnya dalam meriwayatkan
hadits tersebut, Hadits Maqlub terbagi dua :
Maqlub pada sanad, misalnya periwayatan hadits dari Ka'ab bin Murrah, tapi
diucapkan Murrah bin Ka'ab
Maqlub pada Matan, misalnya yang terjadi pada hadits " Maka ketika itu aku
bersama Nabi Saw, Beliau duduk di atas bangku menghadap Qiblat dan
membelakangi Syam", kemudian hadits ini dimaqlubkan menjadi "Menghadap
Syam dan Membelakangi Qiblat"
e) Hadits Mudhtharib
Hadits Mudhtharib adalah hadits yang kontra antara satu dengan yang lain yang
tidak dapat dikompromikan dan tidak pula dapat ditarjihkan (diunggulkan) salah
satu karena sama kekuatan kualitasnya. Di antara penyebab hal tersebut adalah
lemahnya daya ingat perawi dalam meriwayatkan hadits tersebut. Hadits
Mudhtharib terbagi dua :
Mudhtharib pada sanad, misalnya hadits "Abu Bakar ra berkata : Ya
Rasulullah aku melihat engkau beruban, Rasulullah menjawab : Membuat
uban rambutku Surah Hud dan saudara-saudaranya (H.R At-Tirmidzi).
Hadits ini Mudhtharib pada sanadnya karena hanya diriwayatkan melalui Abu
Ishaq dan diperselisihkan dalam sekitar 10 segi masalah. Di antara perawi ada
yang meriwayatkan secara mursal dan ada yang mawshul. Di antara mereka
ada yang menjadikannya musnad Abu Bakar, Musnad Aisyah, Musnad Sa'ad
dan lain-lain, semua kontradiksi tersebut tidak dapat dikompromikan dan tidak
dapat ditarjehkan
18
Mudhtharib pada matan, misalnya hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi
dari Syarik dari Abu Hamzah dari Asy sya'bi dari Fathimah binti Qays ra :
Rasulullah ditanya tentang zakat maka Beliau menjawab : ”Sesungguhnya
pada harta itu ada hak selain zakat". Sementara pada riwayat Ibnu Majah
melaui jalan ini juga, Rasulullah menjawab : "Tidak ada hak pada harta selain
zakat". Hadits tersebut tidak dapat dikompromikan dan ditarjih salah satu
karena sama kekuatan kualitas sanad
g) Hadits Syadzdz
Hadits Syadzdz adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi dan
periwayatannya menyalahi periwayatan orang yang tsiqah atau yang lebih tsiqah.
Syadzdznya suatu hadits dapat terjadi pada sanad dan pada matan :
Contoh Syadzdz pada sanad, "Hadits yang diriwayatkan Tirmizi, Nasai dan
Ibnu majah melalui jalan Ibnu Uyaynah dari Amr bin Dinar dari Aisyah dari
Ibnu Abbas, bahwa seorang laki-laki wafat pada masa Rasulullah Saw dan
tidak meninggalkan pewaris kecuali budak yang ia merdekakannya. Nabi
bertanya : "Apakah ada seseorang yang menjadi pewarisnya?". Mereka
menjawab : "Tidak, kecuali seorang budak yang telah dimerdekakannya",
kemudian Nabi menjadikannya sebagai pewaris baginya".
Hammad bin Zaid (Seorang perawi yang tsiqah, adil dan dhabith) juga
meriwayatkan hadits di atas dari Amr bin Dinar dari Aisyah, tetapi tidak
menyebutkan Ibnu Abbas. Maka periwayatan Hammad bin Zaid Syadzdz dan
periwayatan Ibnu Uyaynah Mahfuzh
Contoh Syadzdz pada matan, "Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan
Tirmidzi melalui Abdul Wahid bin Zayyad dari Al-A'masy dari Abu Shalih
dari Abu Hurairah secara marfu' bahwa Rasulullah Saw bersabda : "Jika
telah Shalat dua rakaat fajar salah seorang di antara kamu, hendaklah
tiduran pada lambung kanan". "
Al-Baihaqi berkata : Periwayatan Abdul Wahid bin Zayyad adalah Syadzdz
karena menyalahi mayoritas perawi yang meriwayatkannya dari segi
perbuatan Nabi bukan sabda Beliau. Abdul Wahid menyendiri di antara para
perawi Tsiqah
19
sendiri, sedangkan Al-Qur'an adalah wahyu yang diterima oleh Nabi Saw melalui Jibril as
dalam bentuk lafazh dan maknanya. Jadi redaksi Al-Qur'an adalah langsung dari Allah,
yang dibacakan oleh Jibril as kepada Nabi Saw. Dinamakan dengan hadits Qudsi karena
maknanya adalah firman Allah dan disebut hadits karena redaksi lafazhnya dari Nabi Saw
2. Hadits Marfu'
a. Pengertian Hadits Marfu'
Hadits Marfu' adalah hadits yang diriwayatkan dari Nabi Saw berupa perkataan,
perbuatan maupun pengakuan Beliau baik dengan sanad bersambung (muttashil) atau
dengan sanad yang terputus (munqathi'). Hadits marfu' disebut juga hadits Nabawi karena
disandarkan kepada Nabi Saw. Dinamakan dengan marfu' karena disandarkan dan
dirafa'kan/diangkat hingga sampai kepada Nabi Saw
20
3. Hadits Mauquf
a. Pengertian Hadits Mauquf
Hadits Mauquf adalah hadits disandarkan pada seorang Sahabat atau segolongan
Sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan maupun persetujuan, baik bersambung
sanadnya atau terputus. Disebut dengan hadits mauquf yang secara bahasa mempunyai
arti yang dihentikan, karena dihentikan sandarannya hanya sampai kepada Sahabat tidak
sampai kepada Nabi Saw. Hadits mauquf mempunyai istilah yang lebih populer, yaitu
Atsar Sahabat
4. Hadits Maqthu'
a. Pengertian Hadits Maqthu'
Hadits Maqthu' adalah hadits disandarkan pada seorang tabi'in dan orang-orang
setelah tabi'in seperti tabi' tabiin kemudian orang-orang setelah mereka baik berupa
perkataan maupun perbuatan
2. Hadits Musnad
Hadits Musnad adalah hadits bersambung sanadnya sampai akhir, dan akhir dari
sanad tersebut adalah Nabi Saw. Maka hanya hadits marfu' yang bersambung sanad
sampai akhir yang dapat disebut Hadits Musnad
HADITS MAUDHU'
Secara etimologi kata maudhu’ adalah isim maf’ul dari kata wadha’a yang berarti al-
isqath (menggugurkan), al tark (meninggalkan)’ al-iftira’ wa iltilaq (mengada ada atau
membuat buat). Sedangkan secara terminologi menurut Ibn Al-Shalah dan ikuti oleh Al
Nawawi : " “ ما نسب الى رسول َّللا عليه و سلم اختافا وكذبا مما لم يقله او يفعله او يقرهYaitu Hadits yang
21
dinisbahkan (disandarkan) kepada Rasulullah Saw, yang sifatnya di buat buat dan di ada
adakan, karena Rasulullah Saw sendiri tidak mengadakannya, memperbuat, maupun
menetapkanya.”
Ibn Al-Shalah menyatakan bahwa Hadits Maudhu’ yaitu Hadits yang diciptakan dan
di buat buat atas nama Rasulullah Saw, dan oleh karena itu Hadits Maudhu’ tersebut adalah
Hadits yang paling buruk statusnya dan karena itu pula tidak di benarkan dan bahkan haram
hukumnya untuk meriwayatkannya dengan alasan apapun kecuali disertai dengan penjelasan
tentang kemaudhu’-annya
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Ulumul Hadits, Jakarta : Amzah, 2010
22