Abstrak
Senjata pemusnah masal adalah bentuk senjata yang dilarang akan eksistensinya.
Bahkan dalam hukum Humaniter telah mengatur secara khusus tentang batasan
penggunaan sarana dalam berperang, hal tersebut tercantum dalam pasal 22. Yang
menjadi bentuk atau jenis senjata pemusnah massal di antara senjata biologi, kimia
dan nuklir. Di bagian timur tengah ada beberapa negara yang menggunakan senjata
pemusanah massal, dan bentuknya adalah senjata nuklir. Adapun beberapa negara
yang menggunakan senjata nuklir tersebut yaitu negara Israel, Irak dan Iran. Dari
masing-masing negara tersebut mempunyai alasan tersendiri terkait dengan
penggunaan senjata massal. Adapun dari dari negara Israel itu sendiri berawal dari
gerakan zionis yang didirikan, gerakan tersebut berupaya untuk menyatukan ummat
agama Yahudi di negara Palestina. Dan negara Irak menggunakan senjata massal
adalah untuk kepentingan negara itu sendiri, khususnya di bidang politik, hal ini
terbukti ketika seorang nahkoda Irak yang bernama Sadam Husein memakai senjata
kimia biologis pemusnah massal ketika berkampanye melawan negara Iran. Dan
kemudian disarankan oleh Ja'far agar ia memproduksi nukril. Namun oleh Dewan
Keamanan PBB mewajibkan Irak untuk menghentikan semua kegiatan nuklir dalam
bentuk apapun. Sedangkan negara Iran menggunakan senjata massal adalah untuk
melawan Irak. Iran mengenal dunia nuklir saat menjalin sekutu dengan Amerika
serikat dalam perang dingin. Kemudian Iran masuk ke Nuclear Non-Proliferation
Treaty. Dan menggunakan senjata nuklir saat berperang melawan Irak. Sehingga
penggunaan senjata pemusnah massal yang dilakukan oleh negara timur tengah
seperti Israel, Irak dan Iran adalah atas dasar kebutuhan konfik.
Kata kunci: Senjata pemusnah masal, Israel, Irak, Iran
1
Pendahuluan
Proses kehidupan manusia baik di negara yang satu dan yang lainnya pasti
memiliki permasalahan, baik dari segi ekonomi, pendidikan, sosial dan politik. Dari
berbagai masalah tersebut ada yang terselesaikan dengan cara yang baik dan damai,
serta ada juga yang menyelesaikan dengan cara mengabaikan langkah perdamaian
yaitu memilih peperangan. Ada banyak motif dibalik memilih jalan peperangan bisa
karena kekuasaan, membela harga diri bangsa atau atas dasar kepentingan pribadi
bangsa.
2
Khusunya pada kajian timur tengah, ada beberapa bentuk senjata pemusnah
massal di antaranya nukril Israel, Irak dan Iran. Kajian bagian ini bersifat urgensi
khususnya kaum akademik yang punya pusat perhatian terhadap timur tengah. Untuk
mengetahui kondisi suatu wilayah tertentu diperlukan pemahaman dari segi budaya
dan sosial politiknya. Bukan hanya dari aspek pendidikan, tetapi harus melihat dari
semua aspek. Sehingga dengan adanya pemahaman secara menyeluruh maka kita
akan mengetahui atas dasar apa dan bagaimana terjadinya peperangan hingga
menggunakan senjata pemusnah massal.
Pembahasan
3
2. Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (Comprehensive Nuclear Test-
Ban Treaty) tahun 1996
Perjanjian-perjanjian internasional tersebut merupakan usaha nyata untuk
mencegah adanya penggunaan nuklir serta merupakan bentuk perlindungan bagi
masyarakat internasional. (Terok, 2017: 121)
Data dari sebuah lembaga penelitian internasional yang fokus dalam kajian
keamanan internasional SIPRI ( stockholm international peace research institute)
pada tahun 2008 mencatat terdapat 9 negara (nuclear weapons states) yang
menyimpan serta memiliki senjata nuklir aktif. Kesembilan negara tersebut adalah
Russia, Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Cina, India, Israel, Pakistan dan Korea
Utara. (Purwanto, 2011:6)
A. Nuklir Israel
4
Awal Israel mulai mengembangkan nuklirnya itu sejak gerakan Zionis
didirikan, banyak ilmuwan yang bergabung, diantaranya para ahli kimia seperti
Chaim Weizernann yang kemudian menjadi presiden pertama Israel. Dia dan para
stafnya dipandang sebagai penemu bahan sintetik yang berperan penting bagi
kemenangan Inggris (sekutu) melawan Jerman pada perang Dunia I. Bahan peledak
tersebut pada mulanya diperoleh negara-negara sekutu dari Jerman dan belum ada
negara lain yang mampu memproduksinya. (Burdah, 2008: 475)
Istilah nuklir pertama kali diperkenalkan oleh Jafar, kepala program nuklir militer
Irak sendiri melakukan beberapa perjalanan ke CERN, Laboratorium Fisika Partikel
Eropa saat bekerja di Imperial College London untuk mengumpulkan informasi
teknis di Jenewa dengan memikirkan senjata pemusnah masal yang efektif.
Masyrakat Iraq terkenal dengan hasil uranium. Memanfaatkan kondisi tersebur, Jafar
kemudian menyimpulkan bahwa sebagian masyarakat menyukai cara memproduksi
uranium yang kemudian ditambahkan pemisahan isotop elektromagnetik. secara
aktif meneliti dan kemudian menggunakan senjata pemusnah massal dari tahun 1962
hingga 1991. Presiden Irak yang kelima, Saddam Hussein, pernah memakai senjata
kimia biologis ketika kampanye melawan negara Iran pada 1980. Yang mana atas
5
saran Jafar, Sadam Hussein merancang senjata nuklir meskipun pada saat itu irak
belum mampu membuatnya (Gsponer, 1987).
Pada tanggal 15 Agustus 1991 Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi lebih
lanjut, nomor 707, mewajibkan Irak untuk menghentikan semua kegiatan nuklir
dalam bentuk apapun, kecuali untuk penggunaan isotop untuk medis, pertanian dan
industri atau “kegiatan nuklir damai,” yang umumnya dianggap sebagai kegiatan
penelitian ilmiah non-militer, yang secara eksplisit diakui penting untuk akuisisi atau
pengembangan senjata nuklir. Demikian pula, dengan mendefinisikan secara jelas
aplikasi fisika nuklir dan energi nuklir yang berguna untuk medis, tujuan pertanian
atau industri, sehingga muncul issue yang menyatakan bahwa nuklir benar-benar
tidak berbahaya dari sudut pandang proliferasi senjata nuklir.
Sementara itu, banyak negara lain yang keberatan dengan gagasan PBB terkait
rencana menjadikan Irak sebagai zona bebas nuklir dan pada tahun 1991 Sadam
Hussein melanjutkan rencananya dengan membuat nuklir berbahan dasar Uranium.
Berdasarkan pendapat David Albright dan Mark Hibbs dalam The Bulletin of the
Atomic Scientists and Arms Control Today yang telah menyusun masalah paling
mengganggu yang berkaitan dengan kasus nuklir di Irak, sebagaimana dikutip dalam
naskah berikut (G, Taubes. (1995) (Nuckolls, 1995).
Dapat kita asumsikan bahwa ada ketidakkonsistenan antara apa yang diketahui
oleh badan intelijen Barat dan apa yang dilakukan dengan informasi itu. Hal ini
6
disorot dalam tanggapan pejabat IAEA terhadap kritik media internasional terhadap
IAEA ketika program senjata nuklir Irak terungkap. Jon Jennekens, pensiunan Deputy
Director General for Safeguards of IAEA, dalam pernyataan publik pertamanya,
mengatakan:
“Amerika dan Inggris tahu apa yang (Saddam) Hussein lakukan karena
mereka melakukan operasi sengit ketika Irak mencoba untuk mengimpor
alat pengatur waktu presisi sangat tinggi dari AS, melalui Inggris.
Mereka juga menangkap orang-orang. sudah jelas mengapa orang Irak
menginginkan instrumen ini, tetapi informasinya tidak pernah
diungkapkan ke sekretariat IAEA " (Sliver, 1993).
7
dan China bergabung dengan NPT. Tentu saja peristiwa ini membuka jalan atas di
legalkannya senjata pemusnah masal di suatu negara. Hal ini diputuskan dengan
pengesahan perpanjangan permanen penggunaan nuklir tanpa syarat di New York
pada tahun 1995 dan telah mengizinkan penggunaan kekerasan terhadap negara yang
berkembang biak (Krass dkk, 1983).
8
invasi yang dilakukan Amerika Serikat hingga masa pemerintahan Muhammad
Khatami yang cenderung memberbanyak negosiasi dan diplomasi internasional
dengan pihak-pihak terkait khusunya IAEA dan Uni Eropa dan mengumumkan
kepada masyarakat bahwa nuklir di Iran digunakan untuk kepentingan masyarakat
sipil. Hal ini dibuktikan dengan melakukan pengembangan PLTN dan mengundang
IAEA. Program nuklir Iran pada masa kepemimpinan Ahmadinejad semakin gigih
untuk mengembangkan program nuklir dan menentang Amerika Serikat, sebaliknya
menjalin kerjasama dengan Rusia (Naji, 2009).
Sejak Revolusi Iran yang terjadi pada tahun 1979, beberapa factor yang
menjadikan Iran akhirnya memilih untuk membangun reactor nulir yaitu populasi
masyarakat Iran meningkat dua kali lipat, dari 32 menjadi hampir 70 juta, dan
sementara produksi cadangan minyaknya hanya 70% dari tingkat pra-revolusi,
sehingga jalan pintasnya yaitu nuklir. Menanggapi hal ini Amerika berpendapat
bahwa Iran pada dasarnya tidak memerlukan nuklir, akan tetapi bagaimana
memenuhi kebutuhan masyarakat jauh lebih penting.
Program nuklir Iran berdampang pada bidang ekonomi dan mendapat sanksi
dari dunia internasional yaitu dengan diberlakukannya pelarangan ekspor dan impor
pada beberapa negara, serta penolakan terhadap suplai bahan material nuklir menuju
Iran. Akan tetapi hal tersebut tidak diindahkan oleh Iran karena masih mendapatkan
bantuan dari negara Rusia (Alcaff & Yudi, 2008).
Hal membuat pemerintah Iran melanjutkan pengembangan program nuklir
yaitu sebagai pemenuhan energi alternatif untuk menghindari ketergantungan
terhadap bahan bakar fosil, mengingat cadangan yang tersisa hanya sekitar 70%.
Teknologi nuklir di Iran juga digunakan dalam bidang kedokteran sebagai
bentuk diagnose sejumlah penyakit dan cara penyembuhan. Dalam bidang pertanian,
teknologi nuklir berperan dalam peningkatan kualitas dan jumlah hasil pertanian,
penanganan hama dan penyakit pada tanaman, dan bagaimana meningkatkan efisiensi
9
penyimpanan tanaman yang sudah dipanen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Iran
memanfaatkan nuklir dalam hal yang positif seperti bidang ekonomi dan kedokteran,
serta sebagai pemenuhan energi alternative.
10
Penutup
Kesimpulan
Proliferasi nuklir sendiri merupakan suatu proses atau bentuk diplomasi antar
gatra yang berusaha untuk membatasi kepemilikan senjata nuklir dan beberapa gatra
tersebut memiliki potensi untuk melakukan pengembangan nuklir serta mempunyai
kemampuan untuk meluncurkan dan menempatkan senjata nuklir dapat memicu
terjadinya perang. Senjata nuklir sendiri masuk ke dalam kategori senjata pemusnah
massal atau yang biasanya disebut “Weapons of mess distruction”.
11
DAFTAR PUSTAKA
Alcaff, M., & Yudi. (2008). Perang nuklir ? : militer Iran. Jakarta: Zahra Publishing
House.
Burdah, Ibnu. 2008. Pembangunan Senjata Nuklir Israel: Makna strategisnya di Timur
Tengah. Dalam Jurnal: Al-Qalam Vol.25 No.3
G, Taubes. (1995). The defense initiative of the 1990s. Amerika: Science. h. 1096–
1100.
Khan, S. (2009). Iran and nuclear weapons: protracted conflict and proliferation.
Routledge.
Krass, dkk. (1983). For an Introduction to the Plasma Separation (or Ion Resonance)
Process, See A.S. Uranium Enrichment and Nuclear Proliferation. London: Taylor
and Francis Ltd. h. 179–283.
12
Purwanto, Adi Joko. 2011. Senjata Pemusnah Massal dan Masa Depan Keamanan
Internasional. Dalam Jurnal: Spektrum Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional
Vol.8, No. 1, Hal 5-6.
R, Sliver. (1993). Ex-safe guard shead sees threat continuing from Iraq. North Korea:
Nucleonics Weeks 7–8.
Vaez, A., & Sadjadpour, K. (2013). Iran’s nuclear odyssey: Costs and risks (Vol. 2).
Washington DC: Carnegie Endowment for International Peace.
13