Anda di halaman 1dari 13

Prawitra Thalib: Aplikasi dari Qowaid 108

Volume 31 No 1, Januari 2016

YURIDIKA
DOI: 10.20473 / ydk.v31i1.1958

Surabaya, 60286 Indonesia, + 6231-5023151 / 5023252


Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Jalan Dharmawangsa Dalam Selatan
Fax + 6231-5020454, E-mail: yuridika@fh.unair.ac.id
Yuridika (ISSN: 0215-840X | e-ISSN: 2528-3103)

Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0


FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA oleh http://e-journal.unair.ac.id/index.php/YDK/index
Lisensi Internasional. di bawah Materi Kreatif

Sejarah artikel: Dikirim pada 5 November 2016; Diterima 5 Januari 2016; Tersedia Online 31 Januari 2016

APLIKASI DARI QOWAID FIQHIYYAH DI


HUKUM ISLAM KONTEMPORER
Prawitra Thalib
prawitra@fh.unair.ac.id
Universitas Airlangga

Abstrak
Qawaid fiqhiyyah merupakan elemen yang sangat penting dalam penerapan hukum Islam
kontemporer karena nilai-nilai yang terkandung dalam fiqiyyah qowaid merupakan nadi
dalam setiap fiqh in-the-istinbath para ahli hukum Islam kontemporer. Tidak hanya qowaid
fiqiyyah yang menjadi parameter kemanfaatan diperlukan atau tidaknya hukum, tetapi juga
peran utamanya untuk memastikan bahwa fiqh dalam istinbathkan tidak bertentangan
dengan teks, yaitu Alquran dan Sunnah. Dengan menerapkan qowaid fiqiyyah dalam setiap
upaya pembuatan atau penafsiran suatu undang-undang maka dapat dipastikan bahwa
undang-undang memenuhi standar untuk diterapkan dalam masyarakat kontemporer,
sehingga tidak dikhawatirkan undang-undang tersebut akan menimbulkan masalah baru atau
konflik norma yang berlaku. . Hukum Islam dan qowaid fiqhiyyah memiliki keterkaitan satu
sama lain,
Kata kunci: Qowaid Fiqhiyyah; Fiqh; Hukum Islam.

Abstrak
Qowaid fiqiyyahmerupakanhal
yangsangatpentingdalampengaplikasianhukumIslamkontinian, hal ini dikarenakan
nilai-nilai yang terkandung dalam qowaid fiqhiyyah tersebut merupakan nadi dalam
setiap fiqh yang di-istinbath-kan oleh para ahli hukum Islam kontemporer. Tidak hanya
itu qowaid fiqhiyyah juga merupakan suatu parameter kemaslahatan perlu atau tidaknya
suatu hukum, disamping peran utama untuk memastikan bahwa setiap fiqh yang di
istinbathkan tidak bertentangan dengan nash yaitu Al-Quran dan Sunnah. Dengan
mengaplikasikan qowaid fiqhiyyah kedalam setiap upaya pembuatan atau penafsiran
suatu hukum, maka dapat dipastikan hukum tersebut telah memenuhi standar untuk
diaplikasikan kedalam masyarakat kontemporer, sehingga tidak dikahawatirkan hukum
tersebut akan menimbulkan masalah baru atau menimbulkan konflik norma dalam
pengaplikasiannya.

Kata Kunci: Qowaid Fiqhiyyah; Fiqh; Hukum Islam.

pengantar
Diskusi di qowaid fiqhiyyah (fiqh kaidah) merupakan hal terpenting dalam pembahasan

hukum Islam, hal ini dikarenakan ilmu fiqh akan menjadi benang merah untuk fiqh masalah

terkait yang disesuaikan dengan tempat, waktu dan kebiasaan yang berbeda
109 Yuridika: Volume 31 No 1, Januari 2016

dalam penerapan hukum Islam, yang akan menjadikan hukum Islam selalu fleksibel

dalam menanggapi masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, budaya dan hukum.

Adapun definisi qowaid fiqhiyyah, itu dapat dijelaskan sebagai berikut, qowaid fiqhiyyah

terdiri dari dua kata yaitu, qowaid dan fiqhiyyah.

Secara etimologis, kata qowaid berasal dari Bahasa Arab al-Aqidah


yang artinya landasan yang kemudian menghasilkan kata qaidah. Qaidah artinya basa, sedangkan qowaid

adalah bentuk jamak dari qaidah. Jadi, itu didefinisikan sebagai makna dasar. 1

Sedangkan secara terminologis kata fiqhiyyah berasal dari Bahasa Arab,


fiqh, yang diambil dari QS: At-Taubah ayat 122, " liyatafaqqahu fiddin ”Artinya memperdalam

pengetahuan agama mereka… tafaqqahu ... dirujuk fiqh sebagai sebuah al-fahmu

atau pemahaman. Karena itu, fiqh dapat diartikan sebagai pengertian syariah atau ilmu yang

memahami syariah sebagai kaidah yang ditetapkan oleh Allah SWT bagi umatnya. 2

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa qowaid fiqhiyyah memiliki arti sebagai

aturan umum dalam memahami syariah sebagai seperangkat aturan yang ditetapkan oleh Allah SWT bagi

umatnya. Dengan kata lain, qowaid fiqhiyyah dapat menjadi pedoman yang memungkinkan para ahli

hukum Muslim untuk menyimpulkan hukum terhadap masalah hukum. Jelas, masalah ini akan

memungkinkan qowaid fiqhiyyah sebagai garis besar dalam melakukan ijtihad untuk masalah hukum;

Mengakui fiqh tidak mungkin berdiri tanpa ada landasan dasar yang membuatnya fiqh

berdiri teguh dan memecahkan masalah. Oleh karena itu, perlu dicatat bahwa fiqh memiliki

sifat yang berbeda; sementara itu, qowaid fiqhiyyah memiliki ciri umum.

Deskripsi fiqh kekhasan dan qowaid fiqhiyyah Ciri umum dapat diuraikan sebagai

berikut, yaitu fiqh adalah pengertian umum tentang asas-asas Islam dan hukum-hukum

yang terkandung di dalamnya, pengertian masalah hukum dibedakan secara khusus

sesuai dengan kajian tentang masalah hukum tertentu. Misalnya, hukum perkawinan

yang diatur dalam fiqh munahakat, hukum waris yang diatur dalam fiqh faraidh, hukum

perdata yang diatur dalam fiqh muamalah, dan banyak bidang hukum lainnya yang

diatur secara berbeda fiqh. Setiap cabang fikih memiliki pembahasan tersendiri,

misalnya, fiqh muamalah yang mengatur masalah sipil saja

1 Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia ( Pustaka Progressif 1997). [1138].


2 Prawitra Thalib, Syariah: Konsep Dan Hermeneutika ( Lutfansyah Mediatama 2013). [22].
Prawitra Thalib: Aplikasi dari Qowaid 110

dan fiqh faraidh yang mengatur soal warisan saja. Ini fiqh berdiri sendiri-sendiri tanpa

saling mencampuri karena perbedaan kajian dan persoalan hukumnya. Melihat aspek ini,

itulah sebabnya fiqh dikatakan memiliki karakteristik yang berbeda. 3

Sedangkan qowaid fiqhiyyah dikatakan memiliki sifat yang umum, karena setiap fiqh

- baik itu fiqh muamalah, fiqh faraidh atau fiqh munakahat; semua berdiri di atas fondasi

yang sama. Yayasan ini juga dikenal sebagai qowaid fiqhiyyah,

nilai-nilai yang terkandung di dalamnya qowaid fiqhiyyah harus menjadi fondasi dasar dari setiap

yang ada fiqh. Karena itu, meski pemahaman dan pembahasannya masing-masing fiqh

Berbeda, fiqh ini berdiri di atas fondasi dasar yang sama. Ini sebabnya qowaid fiqhiyyah dianggap

memiliki karakteristik umum. Selain itu, sebagai penghubung antara qowaid fiqhiyyah dan

fiqh adalah ushul fiqh. Misalnya, kapan qowaid fiqhiyyah merupakan yayasan untuk

mendirikan a fiqh, upaya untuk menciptakan fiqh harus menggunakan metode bernama

ushul fiqh. Antara qowaid fiqhiyyah, ushul fiqh dan fiqh, masing-masing memiliki urutan dan hubungan

yang jelas antara satu sama lain. Kesemuanya merupakan pemahaman hukum Islam untuk

diimplementasikan ke dalam segala aspek kehidupan yang tidak terkekang oleh waktu.

Hukum Islam dan qowaid fiqhiyyah memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain,

hal ini dilatarbelakangi oleh dinamika hukum Islam yang terkandung di dalamnya fiqh sangat

bergantung pada qowaid fiqhiyyah. Dalam hal ini, karakteristik generalitas dari aturan

memungkinkan hukum Islam diterapkan pada semua kondisi setiap saat. qowaid fiqhiyyah memungkinkan

fiqh sebagai ilmu yang bersifat khas, relatif, dan sangat dipengaruhi oleh kondisi tempat dan

waktu ( qabil lin iqash, qabil lit taghyir).

Perkembangan masyarakat, budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi secara tidak langsung

mempengaruhi perkembangan hukum Islam. Syariah di sisi lain tidak dapat diubah karena sifatnya

yang abadi. Berubah syariah berarti mengubah ketentuan yang ada dalam Alquran dan Sunnah. Namun

demikian, interpretasi dari syariah sendiri dapat disesuaikan dengan perkembangan jaman melalui

pemanfaatan qowaid fiqhiyyah sebagai parameter untuk memahami makna yang terkandung

dalam Alquran dan Sunnah sebagaimana diuraikan dalam fiqh,

sebagai bentuk penerapan hukum Islam kontemporer.

3 ibid. [ 23].
111 Yuridika: Volume 31 No 1, Januari 2016

Hukum Islam

Islam berasal dari dua sumber utama, yaitu Alquran dan Sunnah,
yang sering dikatakan sebagai dalil utama hukum Islam. Selain Alquran dan Sunnah,
Ada pula beberapa dalil pendukung dalam hukum Islam yaitu
ijma ', qiyas, istihsan, masalahah mursalah, urf dan syarún man qoblana; yang semuanya

merupakan alat untuk memahami makna esensial yang terkandung dalam Alquran dan Sunnah.

Membahas hukum Islam ada dua bentuk yaitu syariah dan

fiqh. Syariah adalah hukum dalam arti luas yang meliputi aspek aqidah, akhla,
dan amaliah, yang termasuk norma dalam Islam. Oleh karena itu, cakupan syariah lebih luas.

Sementara itu, fiqh adalah hukum Islam praktis yang diturunkan dari tafshily atau aturan rinci yang

secara khusus mengatur bidang hukum saja, 4 Dengan kata lain, dapat dipahami bahwa file syariah adalah

aturan yang Allah sediakan bagi manusia untuk selalu berada di sisi yang benar dalam menjawab

Tuhan, manusia dan lingkungannya. Disebut ilmu yang membahas tentang syariah fiqh. 5 Karenanya,

fiqh dapat didefinisikan sebagai syariah dalam arti sempit. Adapun perbedaan antara syariah dan fiqh,

itu dapat dijelaskan sebagai berikut: 6 1) syariah

memiliki ruang lingkup yang luas meliputi segala perbuatan dan perbuatan manusia, sedangkan

fiqh hanya mengacu pada apa yang secara umum dipahami sebagai perbuatan manusia

berdasarkan sesuatu yang legal dan ilegal; 2) Syariah merupakan kajian yang terdiri dari berbagai

ketentuan yang terdapat dalam Alquran dan Sunnah yang meliputi tiga komponen utama yaitu

aqidah, akhlaq dan fiqh, sedangkan fiqh hanya salah satu komponen syariah; 3) Syariah memiliki

karakter yang sempurna dan tidak berubah, sedangkan fiqh memiliki karakter yang selalu berubah

seiring dengan perubahan waktu, ruang, dan tempat dimana fiqh diterapkan; 4) Syariah didasarkan

pada wahyu dan hanya berasal dari Alquran dan Sunnah, sementara fiqh merupakan hasil nalar

dan deduksi para ahli hukum berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan yang senantiasa

berubah seiring dengan perkembangan jaman; 5) Syariah memiliki beberapa tingkatan tindakan

yang dimulai dari sesuatu yang diperbolehkan hingga sesuatu yang dilarang, sedangkan fiqh hanya

mengatur tindakan legal dan ilegal saja.

4 Syarif Hidayatullah, Qawa'id Fiqhiyyah Dan Penerapannya Dalam Transaksi Keuangan


Syari'ah Kontemporer (Mu'amalat, Maliyyah, Muashirah) ( Gramata Publishing 2012). [3].
5 Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum Indonesia

(Cetakan Pe, Kencana Prenada Media Group 2010).


6 Prawitra Thalib. Op.Cit. [ 22-23].
Prawitra Thalib: Aplikasi dari Qowaid 112

Selanjutnya Yusuf Musa dalam bukunya al Madkhal li Dirasah al Fiqh al Islamy

menegaskan tiga perbedaan syariah dan fiqh yang mana: 7 1) Untuk beberapa hal, syariah

memiliki cakupan yang lebih luas dari fiqh, hal ini dikarenakan syariah mencakup semua ajaran

agama yaitu aqidah, ibadah, dan hukum, sementara fiqh hanya meliputi tindakan saja; 2) Dilihat

dari subjeknya, subjeknya syariah adalah Allah SWT atau al Shari, sementara fiqh subjek adalah

manusia atau al-faqih, oleh karena itu syariah sebagai ciptaan Allah SWT yang sempurna dan abadi

sedangkan fiqh bisa berubah sesuai dengan pengertian faqih

dan dapat disesuaikan dengan faktor sosial budaya dan sejarahnya; 3) Dari penggunaan

istilah tersebut, syariah Istilah tersebut telah digunakan sejak awal sejarah

perkembangan Islam itu sendiri, sedangkan penggunaan istilah tersebut fiqh lebih baru,

yaitu setelah lahirnya disiplin agama lain dalam Islam pada abad kedua Hijriyah.

Fenomena pemikiran hukum Islam kontemporer sebenarnya merupakan respon

terhadap kondisi sosial pasca runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah, munculnya

gerakan-gerakan reformasi Islam seperti Tanzimat dan Salafiyah mewarnai perkembangan

hukum Islam kontemporer, di atas pengaruh sekularisme dan kolonialisme. Faktor-faktor

tersebut secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi perkembangan hukum Islam.

Faktor-faktor tersebut diperkuat oleh kekalahan negara-negara Arab dari Israel dalam perang

enam hari Juni 1967, yang menyebabkan penandatanganan perjanjian Camp David,

menyebabkan dunia Islam global kehilangan kewaspadaannya. Muslim telah dibubarkan;

masing-masing hidup dengan caranya sendiri. Kondisi ini kemudian memunculkan urgensi

pembaruan hukum Islam, sehingga mematahkan pandangan skeptis bahwa hukum Islam

sudah ketinggalan zaman.

Berdasarkan Ashiddieqy, Hukum Islam memiliki tiga karakter yang langgeng, abadi dan

tidak berubah, yaitu: pertama, takamul yang artinya sempurna, kokoh dan lengkap. Dapat

dipahami bahwa hukum Islam merupakan ummah Dalam ketetapan yang bulat, meskipun

mereka berasal dari bangsa dan suku yang berbeda, tetapi mereka adalah satu kesatuan yang

tidak terpisahkan. Kedua, wasathiyat ( harmonis), ini berarti bahwa hukum Islam adalah jalan

tengah; jalan yang seimbang dan tidak sepihak, tidak berpihak pada

7 Renny Supriyatni, Pengantar Hukum Islam Dasar-Dasar Dan Aktualisasinya Dalam Hukum
Positif ( Widya Padjadjaran 2011). [12-14].
113 Yuridika: Volume 31 No 1, Januari 2016

kanan dengan penekanan psikiatri dan tidak memihak ke kiri dengan menekankan pada

perbedaan. Hukum Islam selalu menyelaraskan antara kenyataan dan fakta dengan cita-cita

kemauan. Ketiga, Harakah ( dinamis) artinya hukum Islam mempunyai kemampuan untuk bergerak

dan berkembang, mempunyai kekuatan untuk hidup dalam masyarakat dan dapat membentuk

dirinya sendiri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan zaman. Hukum Islam tersebar dari

sumber yang luas dan dalam, yang memberikan manusia sejumlah hukum positif yang dapat

digunakan di mana saja dan kapan saja. 8

Masalah utama pemikiran Islam kontemporer pada dasarnya terkait

dengan sikap terhadap tradisi ( turats) di satu sisi, dan sikap terhadap

modernisasi ( hadatsah) di sisi lain. Jika pemikiran tradisional merespon

modernisasi secara apriori demi kelestarian, maka pemikiran modern menyikapi

tradisi sebagai sesuatu yang harus dihilangkan demi terwujudnya kemajuan,

karena tradisi dipersepsikan sebagai batu karang yang menghambat proses

pembangunan itu sendiri, dalam hal ini konsep hukum Islam kontemporer

terjebak dalam perselisihan kritis antara tradisi dan modernisasi.

Sekularisasi di zaman modern perlahan mempengaruhi budaya kontemporer saat

ini. Sejak abad ke-18, ketika iptek mulai berkembang di masyarakat, telah menjadikan

aktivitas manusia semakin efektif dan efisien. Perkembangan teknologi yang

menyebabkan ditemukannya mesin uap oleh James Watt memberikan pengaruh yang

sangat signifikan terutama dari segi teknologi. Perkembangan yang pesat di zaman

modern ini melahirkan hal-hal personal yang membuat manusia memisahkan diri dari

ranah publik. Ia secara otomatis mengembangkan gagasan sekularisasi yang

memisahkan urusan pribadi dari urusan publik. Sekularisasi pada awalnya dipelopori

oleh pemisahan antara kekuasaan Gereja dan Negara, yang mengakibatkan

ketidakmampuan Negara untuk mengatur kehidupan beragama warganya. Memang

sekularisasi parsial telah berdampak pada perkembangan hukum Islam kontemporer,

namun perlu diperhatikan bahwa perkembangan hukum Islam jangan sampai

mengakibatkan hilangnya ruh sejatinya sebagai wahyu ketuhanan yang bersumber dari

Allah SWT. Kemurnian hukum Islam yang bersumber dari agama Islam haruslah

8 Hasbi Ash-Shiddiqy, Filsafat Hukum Islam ( Pustaka Rizki Putra 2001). [105-108].
Prawitra Thalib: Aplikasi dari Qowaid 114

dipertahankan, norma-norma yang terkandung dalam Alquran dan Sunnah harus

diterapkan pada semua aspek kehidupan Muslim, dimanapun dan kapanpun.

Mengekstrak makna kontemporer dari nilai-nilai di dalamnya nash ( Al-Quran dan Sunnah)

harus diakomodasi oleh qowaid fiqhiyyah agar hukum Islam tetap hidup dalam dimensi

kekinian tanpa mereduksi makna dan hakikatnya sebagai wahyu.

Qowaid Fiqhiyyah

Qowaid fiqhiyyah adalah kaidah-kaidah universal yang didalamnya memuat bagian-bagian

dari masalah yang sama, yang dapat dikelompokkan dalam satu kerangka yang sama

menghasilkan berbagai cabang fiqh. Qowaid fiqhiyyah telah ditetapkan oleh jumhur ulama sebagai

landasan yang tidak kalah pentingnya dengan asas dan aturan pendukung dalam hukum Islam, hal

ini karena qowaid fiqhiyyah dapat memfasilitasi a mujtahid untuk menafsirkan hukum Islam. Untuk

melakukan ijtihad, memahami aturan fiqh sangat diperlukan. Peran dari ijtihad

sangat penting dalam pembaruan hukum Islam. Pembaruan tidak mungkin dilakukan tanpa kualifikasi

mujtahid untuk melaksanakannya. Mendefinisikan pembaruan hukum Islam dan ijtihad dalam

hukum Islam ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan saling

melengkapi. Jika proses ijtihad dapat dilaksanakan dalam proses pembaharuan Islam dengan

benar, kemudian hukum-hukum yang dihasilkan dari proses tersebut ijtihad akan menjawab

semua masalah yang timbul dari tuntutan zaman.

Ruang lingkup fiqh sangat luas, itu karena fiqh mencakup berbagai cabang ( furu ') yang

menyebabkan perlunya landasan utama yang berfungsi sebagai akar yang menopang

ranting-ranting; Semakin kuat akarnya, semakin kokoh cabangnya dan akan

menghasilkan daun yang rimbun, berbunga indah dan berbuah banyak. Selain itu,

adanya akar yang kokoh juga akan mengamankan pohon dan rantingnya dari angin

kencang. Begitu juga dengan hukum Islam, jika akarnya kuat maka fiqh cabang tidak

perlu khawatir tentang badai yang tumbuh di era dan teknologi, karena cabang berdiri di

atas akar yang kokoh, yaitu fiqh cabang juga akan kokoh; Sebaliknya, jika akarnya lemah,

betapa pun bagus dan indahnya cabang-cabang ini, pasti akan roboh setelah badai. Oleh

karena itu, memang benar bila al Faraidh al Bahiyah menegaskan bahwa "sebenarnya

masalah fiqh cabang hanya bisa dikontrol


115 Yuridika: Volume 31 No 1, Januari 2016

oleh fiqh aturan. Jadi, menghafal aturan adalah fungsi yang sangat bagus ”. 9 Ungkapan di atas

menggambarkan hal itu dengan memahami aturan fiqh, Sebuah mujtahid dapat memahami

hukum terhadap masalah kontemporer yang muncul.

Dari fiqh aturan, dapat disimpulkan bahwa qowaid fiqhiyyah dapat

menampung syarak hukum dari berbagai masalah yang berbeda satu sama lain.

Nadawi lebih jauh menyatakan bahwa yang universal fiqh yayasan berisi syarak

hukum yang bersifat umum untuk semua peristiwa yang termasuk dalam ruang lingkup

qowaid fiqhiyyah. 10 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam pembentukan hukum Islam, qowaid

fiqhiyyah memiliki fungsi sebagai berikut: 11 1) Pemahaman mendalam tentang aturan fiqh akan

memungkinkan seorang ahli hukum Islam untuk dapat memahami fiqh dan mampu menganalisis

berbagai masalah kekinian, yang kemudian membantunya dalam menentukan hukum; 2)

Pemahaman qowaid fiqhiyyah dapat mendukung proses penetapan undang-undang yang

digunakan untuk permasalahan baru yang muncul, dengan melihat adanya illat dan tidak

bertentangan dengan pembusukan sebelumnya; 3) Pemahaman qowaid fiqhiyyah menjadikan

hukum Islam selalu fleksibel sejak saat itu qowaid fiqhiyyah berfungsi sebagai filter yang menjamin

kekinian fiqh Dibuat untuk mengatasi masalah kekinian, tidak bertentangan dengan ketentuan

yang terdapat di dalamnya nash ( Qur'an dan Sunnah).

Pentingnya pemahaman tentang qowaid fiqhiyyah disadari dengan sangat baik oleh para

Imam Empat Mazhab ( Hanafi, Hambali, Maliki, dan Syafi), ini karena aturan fiqh adalah salah satu

cabang terpenting dari syariah, ketika dipelajari oleh seseorang, itu akan memungkinkan orang itu

untuk menjadi faqih atau memahami fiqh aturan dengan baik. Bahkan menurut jurh ulama, rahasia fiqh

pada dasarnya terletak pada aturan di dalamnya. Selain itu, pengertian qowaid fiqhiyyah akan

mereda mujtahid untuk mengeluarkan a fatwa. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa

penyebab utama keterbelakangan hukum Islam adalah kurangnya perhatian terhadap hukum

Islam qowaid fiqhiyyah. 12

Pada dasarnya, aturan fiqh didirikan dan disepakati oleh ulama banyak,

tetapi dalam praktiknya, file jumhur ulama tetap dibimbing oleh yayasan

9Asjmuni Abd Rahman, Fiqih Kaidah-Kaidah ( Bulan Bintang 1976). [17].


10 Ali Ahmad al -Nadawi, Al-Qawaid L Fiqhiyyah ( Dar al Qalam 2000). [43].
11 Hidayatullah. Op.Cit. [ 37].

12 ibid.
Prawitra Thalib: Aplikasi dari Qowaid 116

aturan atau dikenal sebagai qawaid asasiyyah al khams. Kelima aturan dasar ini kemudian

menghasilkan berbagai macam kaidah bagian mana dari qowaid fiqhiyyah. Dalam

perkembangannya, kelima prinsip dasar tersebut dipadatkan menjadi prinsip dasar oleh Ibnu

Nujaim, dilafalkan sebagai qawaid al kubra, Namun, penggunaan lima prinsip dasar qawaid

asasiyyah al khams, lebih populer jika dibandingkan. Fungsi aturan tersebut adalah sebagai

pedoman dasar untuk memastikan bahwa fiqh yang diciptakan manusia tidak bertentangan

dengan aturan Tuhan. Nilai-nilai yang terkandung dalam aturan fiqh bersifat universal, yang dapat

disesuaikan dengan segala perkembangan zaman dan permasalahan yang menyertainya. Aturan

mengkristal di dalam fiqh terdiri dari: 13 1) Aturan pertama, “Semua hal tergantung pada maknanya”;

2) Aturan kedua, "Keyakinan tidak dapat dihapuskan atau dihilangkan dengan keraguan";

3) Aturan ketiga, “Setiap kesulitan akan mendatangkan kemudahan”; 4) Aturan keempat

"bahaya atau bahaya harus dihilangkan"; 5) Aturan Kelima “adat istiadat diperkuat”. Kelima

poin di atas adalah aturan yang diundangkan qawaid asasiyyah al khams, Sedangkan aturan

tambahan yang sering disebut sebagai aturan keenam adalah “tidak ada pahala tanpa niat

apapun”, namun penggunaan aturan keenam jarang digunakan, oleh masyarakat

mujtahid yang tetap berpedoman pada lima aturan dasar di atas.

Penerapan lima aturan fiqh dapat dijelaskan di bawah ini: 1) Aturan pertama, “Semua

hal tergantung pada maknanya” - aturan ini menekankan pentingnya niat dalam melakukan

segala hal, jika niatnya baik maka hasilnya juga akan baik. Namun bila niat tidak baik maka

hasilnya juga tidak baik. Untuk melakukan ijtihad Penting untuk dipahami bahwa usaha itu

harus dimulai dengan niat baik sehingga menghasilkan ijtihad akan mendapatkan hasil yang

baik, tetapi jika ijtihad yang dilakukan tanpa niat baik tentu dapat membawa dampak buruk. Ijtihad

dilakukan karena adanya kebutuhan akan pemecahan suatu masalah, bukan dimaksudkan

untuk memfasilitasi kepentingan suatu kelompok yang tidak membawa kemanfaatan bagi

sebagian besar orang. Dalam penerapan aturan ini, Penulis dilengkapi dengan contoh

transaksi kartu elektronik. Dalam proses

istinbath, Qur'an dan Sunnah tidak mengatur hal tersebut secara rinci. Namun, ada dasar muamalah

yang bisa digunakan sebagai illat dalam membuat aturan baru ijtihad.

Dalam hal ini, ijtihad digunakan untuk mengakomodasi kepentingan umat Islam

13 Ibnu Nujaim, Al Asyabah Wa Al Nazhaír ( Dar al Fikr). [115].


117 Yuridika: Volume 31 No 1, Januari 2016

transaksi keuangan dengan menggunakan kartu elektronik, seiring dengan perkembangan pesat saat ini

yang memungkinkan pembayaran dengan menggunakan kartu elektronik. Ini ijtihad dilakukan

semata-mata untuk kepentingan umat Islam, bukan untuk kepentingan pihak lain; seperti bank, sponsor,

atau lainnya. Karenanya, melihat kemauan untuk memudahkan transaksi umat Islam dan tidak ada yang

serupa illat dalam Alquran dan Sunnah dan itu dilakukan sesuai dengan dua sumber utama ini, fiqh

dalam transaksi elektronik tidak bertentangan dengan Islam syariah; 2) Prinsip kedua, “Keyakinan tidak dapat

dihapuskan atau dihilangkan dengan keraguan”, aturan ini ditegaskan dengan syarat bahwa segala sesuatu yang telah

ditetapkan tidak akan berubah, aturan ini kemudian menghasilkan cabang “ al aslu makana la makana ”Yang bisa

diartikan bahwa segala sesuatu yang sudah ada pada asalnya tidak akan berubah. 14 3) Aturan ketiga, “Setiap kesulitan

akan mendatangkan kemudahan” - aturan ini adalah bukti nyata bahwa Islam tidak bertujuan untuk mempersulit umat

manusia, sebaliknya, Islam sebagai rahmatan lil alamin dimaksudkan untuk membawa umat manusia ke keuntungan

maksimal. Hukum yang ada tidak rumit dan memberatkan, melainkan ditingkatkan dan disesuaikan dengan

kemampuan manusia. Pernyataan supra seperti yang diumumkan dalam QSAl Baqarah ayat 286. Aturan ini digunakan

oleh fuqaha untuk memecahkan berbagai masalah dan menentukan hukum yang digunakan untuk menyelesaikannya.

Oleh karena itu, tepat kapan Asqolani menegaskan bahwa Islam tidak serumit sebelumnya samawi

agama; 15 4) Aturan keempat “bahaya atau bahaya harus dihilangkan” - aturan ini menekankan

pada larangan seseorang untuk menyakiti orang lain. Aturan tersebut mengkristal di QS Al

A'Rof ayat 56 dan QS Al Qashash ayat 77. Kedua ayat tersebut mengandung kata " wala tufsidu

fil ardh ”Yang artinya larangan melakukan kerusakan di muka bumi. Dari uraian tersebut dapat

dipahami bahwa umat manusia harus merusak bumi dalam bentuk apapun. Pada posisi yang

sama, dalam menafsirkan makna dalam Alquran dan

Sunnah, kami tidak akan menyebabkan kerusakan; apakah itu kerusakan fisik atau

kerusakan moral; 5) Aturan kelima “adat istiadat diperkuat” - adat dalam pengertian

ini diartikan sebagai kebiasaan atau urf yang dapat diterima masyarakat dan

dilakukan berulang kali. Dalam hal ini, adat istiadat tidak bertentangan dengan

nash dalam Alquran dan Sunnah, Kebiasaan itu bisa dilakukan dan tidak perlu dipersoalkan

14 Hidayatullah. Op.Cit. [ 40].


15 Ibnu Hajar Al Asqalani, Fath Al Bary Syarh Shahih Al Bukhari ( Dar al Fikr). [164].
Prawitra Thalib: Aplikasi dari Qowaid 118

lebih lanjut. Dalam contoh ini, parameter adat istiadat adalah konsistensi dan

kesesuaiannya dengan Alquran dan Sunnah. Kontradiksi antara Qur'an dan

Sunnah otomatis membuat adat tidak bisa dipraktekkan dan tidak bisa dijadikan pedoman

dalam menafsirkan hukum. Penetapan adat menjadi hukum yang hidup dalam masyarakat

menekankan pada dua hal pokok: Pertama, ketaatan pada Alquran dan Sunnah

dan yang kedua, menciptakan manfaat bagi umat manusia. Oleh karena itu, jika suatu perbuatan tidak

dilarang dalam Alquran dan Sunnah, akan tetapi tidak menimbulkan manfaat bagi umat manusia, maka

perbuatan tersebut tidak boleh dilakukan, karena hanya akan menimbulkan pemborosan dan kesia-siaan

saja. Di sisi lain, hal itu juga dapat mengarah pada perbuatan syubhat, yaitu perilaku ambigu yang tidak

jelas apakah diperbolehkan atau dilarang. Disarankan bahwa dalam acara seseorang menghadapi syubhat,

orang tersebut kemudian harus menghindari perilaku tersebut. Ini seperti yang diucapkan oleh Nabi

SAW, “ siapa yang terjerat kasus syubhat, nyatanya dia terjerat perkara yang haram ".

Ditegaskan oleh penjelasan di atas pada qowaid fiqhiyyah dan penerapannya,

Penulis meyakini bahwa kelima aturan dasar tersebut sangat dibutuhkan dalam proses

penerapan hukum Islam kontemporer, mengingat sifat universalitas dan generalitas

Alquran dan Sunnah. Diperlukan sebagai alat untuk menganalisis dan menemukan

makna sebenarnya dari dua sumber utama hukum Islam. Selain itu, dengan

qowaid fiqhiyyah, Hukum Islam dapat menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan

jaman melalui sebuah instrumen bernama fiqh. Kendati demikian, fleksibilitas hukum Islam hanya

terhadap permasalahan di dunia saja, karena permasalahan yang menjadi perhatian aqidah

dan ibadah tidak bisa diinterpretasikan lebih jauh karena akan menimbulkan bid'ah dan fitnah

dalam memahami ajaran Islam yang benar.

Kesimpulan

Pada dasarnya qowaid fiqhiyyah atau aturan fiqh berfungsi sebagai parameter dari fiqh

pembentukan hukum Islam kontemporer, agar memiliki kekuatan hukum dan diselenggarakan sebagaimana

mestinya nash, demikianlah fiqh bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Secara terperinci,

qowaid fiqiyyah merupakan kumpulan pedoman yang memuat nilai-nilai yang harus

menjadi landasan dasar pembentukan hukum Islam. Karena itu, qowaid fiqiyyah
119 Yuridika: Volume 31 No 1, Januari 2016

dapat dikelompokkan menjadi lima aturan pokok hukum Islam atau yang dikenal dengan qowaid

asassiyyah al khams. Kelima aturan dasar ini mengatur hal-hal dasar yang harus dipatuhi dalam upaya

mematuhinya isthinbath hukum yang tercermin dalam fiqh.

Secara praktis dapat disimpulkan bahwa hukum Islam tidak lain adalah fiqh

itulah upaya dari fuqaha dalam menegakkan Islam syariah sesuai dengan

kebutuhan masyarakat saat ini. Dalam hal penyesuaian dengan masa hukum

Islam memiliki ciri khas. Ciri khas hukum Islam adalah takamul ( sempurna),

wasathiyah ( harmonis), dan harakah ( dinamis). Karena fanatisme di masa lalu mazhab, Hal

ini mengakibatkan proses reformasi hukum Islam menjadi berkepanjangan. Reformasi

itu sendiri dimaksudkan untuk menyesuaikan hukum Islam agar sesuai dengan situasi

dan kondisi saat ini. Belakangan ini, seiring dengan meningkatnya tuntutan masyarakat

dan kesadaran ulama, munculah reformasi hukum Islam dengan berbagai pemikiran.

Untuk pembaruan hukum Islam ini, peran ijtihad dan kesadaran publik sangat

dibutuhkan.

Upaya memahami makna hakiki dan Alquran Sunnah dapat dilakukan melalui qowaid

fiqhiyyah; Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang terdapat dalam aturan fiqh merupakan garis besar

yang harus diikuti saat merumuskan fiqh. Pada catatan itu ushul fiqh adalah metode untuk

merumuskan fiqh, qowaid fiqhiyyah adalah pendekatan yang digunakan dalam metode ini. Dengan

demikian, fiqh yang dihasilkan dapat dipastikan sejalan dengan Alquran dan Sunnah dan dapat

digunakan untuk menjawab semua permasalahan yang muncul di setiap aspek kehidupan

masyarakat.

Qowaid fiqiyyah harus dijadikan pedoman dalam membuat a fiqh dalam hukum Islam. Ini

bukan semata-mata karena qowaid fiqiyyah dimaksudkan untuk memastikan bahwa file

fiqh tidak bertentangan dengan nash dan sejalan dengan Alquran dan Sunnah. Lebih dari itu,

qowaid fiqiyyah juga menetapkan illat di setiap fiqh untuk membedakan satu sama lain fiqh

kepada yang lain. Illat muncul sebagai akibat dari penjatahan hukum yang menghasilkan regulasi

dalam hukum Islam. Hal tersebut sangat penting mengingat kebutuhan setiap undang-undang

untuk memilikinya illat karena, tanpa illat, hukum tidak sempurna. Apalagi dengan adanya illat, itu

memungkinkan hukum di nash fleksibel dan dinamis, sehingga dapat menjawab dan

menyelesaikan semua permasalahan di setiap era.


Prawitra Thalib: Aplikasi dari Qowaid 120

Penerapan hukum Islam kontemporer sangat bergantung pada penerapannya qowaid

fiqhiyyah di ushul fiqh. Sebagai aturan standar yang ditetapkan, hal tersebut harus menjadi

perhatian utama ketika membahas masalah hukum Islam kontemporer. Ini juga bertujuan

untuk mematahkan prasangka tentang Alquran dan Sunnah yang dikatakan ketinggalan

zaman. Karena Alquran dan Sunnah disediakan oleh Allah SWT untuk menjawab setiap

masalah setiap saat sebagai wahyu nabi terakhir yaitu Nabi Rasulullah SAW dan tidak akan

pernah ketinggalan zaman. Masalahnya terletak pada pemikiran manusia yang terkadang

tidak mampu memahami makna tersembunyi Alquran dan Sunnah yang menyebabkan stigma

negatif terhadapnya. Karena itu, qowaid fiqhiyyah hadir sebagai hubungan antara

kesempurnaan ketuhanan dan pemikiran moral manusia dalam memahami maksud pencipta

alam semesta, Allah SWT.

Bibliografi
Buku
Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah DalamHukum Indonesia
(Grup Media Kencana Prenada 2010).

Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia ( Pustaka Progressif 1997). Ali

Ahmad al -Nadawi, Al-Qawaid L Fiqhiyyah ( Dar al Qalam 2000). Asjmuni Abd

Rahman, Fiqih Kaidah-Kaidah ( Bulan Bintang 1976). Hasbi Ash-Shiddiqy, Filsafat

Hukum Islam ( Pustaka Rizki Putra 2001).

HidayatullahS, Qawa'idFiqhiyyahDanPenerapannyaDalamTransaksi Keuangan


Syari'ah Kontemporer (Mu'amalat, Maliyyah, Muashirah) ( Gramata
Publishing 2012).

Ibnu Hajar Al Asqalani, Fath Al Bary Syarh Shahih Al Bukhari ( Dar al Fikr 2010). Ibnu

Nujaim, Al Asyabah Wa Al Nazhaír ( Dar al Fikr 2010). Prawitra Thalib, Syariah: Konsep

Dan Hermeneutika ( LutfansyahMediatama 2013).

Renny Supriyatni, Pengantar Hukum IslamDasar-Dasar Dan Aktualisasinya Dalam


Hukum Positif ( Widya Padjadjaran 2011).
CARA MENGUTUS: Prawitra Thalib, 'Penerapan Qowaid Fiqhiyyah Dalam Hukum Islam Kontemporer' (2016) 31 Yuridika.

Anda mungkin juga menyukai