Disusun oleh :
Kelompok 13
Dosen Pembimbing:
Syarifatmah, M. Pd. I
TAHUN 2021/2022
BAB
PEMBAHASAN
Sedangkan secara istilah, kata fiqih didefiniskan oleh para ulama dengan
berbagai definisi yang berbeda-beda. Adapun definisi istilah fiqih yang dikenal
para ulama adalah ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang
amaliyah (perbuatan nyata) yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.
1
Adapun yang melatarbelakangi munculnya isu fiqh kontemporer
menurut penulis ada beberapa hal, diantaranya:
1. Akibat arus modrenisasi yang meliputi hampir sebagian besar Negara-
negara yang dihuni mayoritas umat islam. Dengan adanya arus
modrenisasi tersebut, mangakibatkan munculnya berbagai macam
perubahan dalam tatanan social umat islam, baik yang menyangkut
ideology politik, social, budaya dan sebagainya. Berbagai perubahan
tersebut seakan-akan cenderung menjauhkan umat dari nilai-nilai
agama. Hal tersebut terjadi karena aneka perbahan tersebut banyak
melahirkan symbol-symbol social dan cultural yang secara eksplisit
tidak memiliki oleh symbol keagamaan yang telah mapan, atau
disebabkan kemajuan modrenisasi tidak diimbangi dengan
pembaharuan pemikiran keagamaan.
2. Telah mapannya system pemikiran barat (hukum positif) di mayoritas
negeri muslim secara faktual lebih mudah diterima dan diamalkan apa
lagi sangat didukung oleh kekuatan yang bersifat structural maupun
kultural, namun masyarakat islam dalam penerimaan konsepsi barat
tersebut tetap merasakan adanya semacam “kejanggalan” baik secara
psikologis, sosiologis maupun politis. Tetapi karena belum terwujudnya
konsepsi islam yang lebih kontekstual, maka dengan rasa
ketidakberdayaan mereka mengikuti saja konsepsi yang tidak islami.
Hal tersebut akhirnya menggugah naluri pakar hukum islam yang lebih
relevan dengan perkembangan zaman.
3. Masih terpakunya pemikiran fiqih klasik (lawan Fiqh Kontemporer)
dengan pemahaman tekstual, adhoc dan persial, sehingga kerangka
sistematika pengkajian tidak komprehensip dan actual, sekaligus kurang
mampu beradaptasi denmgan perkembangan.
2
dan Hadits. Kajian fiqih kontemporer tersebut dapat dikategorikan ke dalam
beberapa aspek :
1. Aspek hukum keluarga, seperti akad nikah melalui telepon, penggunaan alat
kontra sepsi, dan lain-lain.
2. Aspek ekonomi, seperti system bunga dalam bank, zakat profesi, asuransi,
dan lain-lain.
3. Aspek pidana , seperti hukum pidana islam dalam sistem hukum nasional
4. Aspek kewanitaan seperti, busana muslimah (jilbab), wanita karir,
kepemimpinan wanita, dan lain-lain.
5. Aspek medis, seperti pencangkokan organ tubuh atau bagian organ tubuh,
pembedahan mayat, euthanasia, ramalan genetika, cloning, penyebrangan
jenis kelamin dari pria ke wanita atau sebaliknya, bayi tabung, percobaan-
percobaan dengan tubuh manusia dan lain-lain.
6. Aspek teknologi, seperti menyembelih hewan secara mekanis, seruan adzan
atau ikrar basmalah dengan kaset, makmum kepada radio atau televisi, dan
lain-lain.
7. Aspek politik (kenegaraan), seperti yakni perdebatan tentang perdebatan
sekitar istilah “Negara islam”, proses pemilihan pemimpin, loyalitas kepada
penguasa (kekuasaan), dan lain sebagainya.
8. Aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah, seperti tayammum
dengan selain tanah (debu), ibadah kurban dengan uang, menahan haid
karena demi ibadah haji, dan lain sebagainya.
Adapun mengenai kajian yang berkenaan dengan Al-Qur’an dan hadits
yang erat hubungnnya dengan fiqih kontemporer, antara lain adalah masalah
metodologi pemahaman hukum islam (Ushul Fiqh), persoalan histories dan
sosiologis ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits Nabi, kajian tentang
maqaashidut-tasyri’ (tujuan hukum), keterbukaan kembali pintu ijtihad, soal
kemaslahatan umum, adat istiadat mayarakat yang berlaku, tentang teori
nasakh dan teori illat hukum, tentang ijma’ dan lain-lain.
3
Kajian hukum Fiqih Kontemporer tidak terlepas dari aspek material dan
formalnya hokum islam, serta mana yang permanent dalam hukum islam
(tasyri’iyyah) dan mana yang bersifat relatif (berubah) atau ghairu-tasyri.
Secara definitif Ibnu Subki dalam kitabya Jam`u al Jawami` fiqh berarti:
> خٞباىزفصي
ٞ ٖ ٍِ خاىَنزستٞ خاى َعيٞاىعيٌثبألحنبًاىششع
أدىز
Dalam definisi ini fiqh diibaratkan dengan ilmu karena fiqh itu semacam
ilmu pengetahuan. Memang fiqh tidak sama dengan ilmu seperti disebutkan
diatas karena fiqh itu bersifat zanni, karena ia adalah hasil apa yang dapat
dicapai melalui ijtihadnya pada mujtahid; sedangkan ilmu itu mengandung arti
suatu yang pasti atau qath`iy. Namun karena zhanni dalam fiqh itu kuat, maka
ia mendekatkan kepada ilmu; karenanya dalam definisi ini ilmu digunakan juga
untuk fiqh.1
1
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana), 2010, hlm. 5
4
(faktual) dan dipertanyakan oleh umat jawaban hukumnya karena secara
eksplisit permasalah tersebut tidak tertuang di dalam sumber-sumber hukum
Islam. Ia juga berarti persoalan hukum Islam yang selalu dihadapi oleh umat
Islam sehingga mereka beraktivitas dalam sehari-hari selalu bersikap dan
berperilaku sesuai dengan tuntunan Islam.
Kita harus menyadari bahwa fiqih adalah benda mati tidak berwujud
yang menjadi bagian dari karya dan karsa manusia. Artinya, karena fiqih bukan
sumber hidup dan tidak pada posisi untuk mengubah dirinya, dalam arti apabila
fiqih tidak diubah dan dimoderenisasi maka fiqih tidak akan pernah moderen.
Hal ini bermakna bukan hanya fiqih dalam arti kaidah atau regulasi, melainkan
fiqih yang merupakan derifasi Syari’at Islam dalam tataran hakiki, yaitu fiqih
sebagai pandangan hidup.
2
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam,(Jakarta Baru:Van Hoevan),1997 hal. 377
5
B. Tujuan Fiqih Kontemporer
Tujuan Fiqh Kontemporer. Menurut Dr. Yusuf Qardlawi dalam salah satu
kitabnya secara implisit mengungkapkan betapa perlunya fiqh kontemporer ini.
Dengan adanya kemajuan yang cukup mendasar itu, timbul pertanyaan
bagi kita, mampukah ilmu fiqh menghadapi zaman modren?. Masih relevankah
hukum islam -yang lahir 14 abad silam- diterapkan sekarang?. Tentu saja kita,
sebagai muslim, akan menjawabnya. Hukum islam mampu menghadapi zaman,
dan masih relevan untuk diterapkan “tidak asal bicara, memang. Tapi, untuk
menuju kesana, perlu syarat yang harus dijalani secara konsekuen. Untuk
merealisir tujuan penciptaan fiqih kontemporer tersebut Qardlawi menawarkan
konsep ijtihad; ijtihad yang perlu di buka kembali. Menapak-tilasi apa yang
telah dilakukan ulama salaf. Dalam hal yang berkaitan dengan hukum
kemasyarakatan, kita perlu bebas madzhab.
Berikut ini kita uraikan pula pandangan Prof. Said Ramadan tentang hal
serupa. Semua pendapat yang harus di timbang dengan kriteria Al-Qur’an dan
sunnah. Dan semua manusia sesudah Rasulullah dapat berbuat keliru. Dalam
segala hal dimana tidak ada teks yang mengikat, maka pertimbangan masalah
sajalah yang mengikat; dan bahwa aturan demi maslahah dapat berubah
bersama perubahan keadaan dan masa, terdahulu: “Di mana dan maslahah di
sanalah letak jalan Allah”. Prebedaan antara syari’ah (sebagaimana tercantum
dalam Al-Qura’an dan sunnah) yang mengikat abadi dengan detail-detail yang
diterangkan oleh para fuqoha’ seharusnya memberikan pengaruh yang sangat
sehat terhadap ummat islam pada zaman ini.
Dari pernyataan S. Ramadan diatas dapat kita ambil kesimpulan
khususnya berkenaan dengan munculnya isu fiqih kontemporer tersebut, yakni:
bagaimanapu pemikiran ulama bias di pertanyakan kembali berdasarkan
kriteria al-qur’an dan sunnah di sisi lain pertimbangan maslahah dapat di
jadikan rujukan dalam upaya penyesuaian fiqih dengan zaman yang
berkembang. Terakhir, perbedaan antara syari’ah dengan fiqih menjadi peluang
timbulnya pengkajian fiqih kontemporer. Demikianlah sekelumit beberapa latar
belakang munculnya isu fiqih kontemporer yang dapat penulis kemukakan.
6
Prof. Dr. Harun Nasution membagi ciri pemikiran islam ke dalam tiga
zaman, yakni zaman klasik ( abad VII-XII ) zaman ini disebut juga oleh beliau
sebagai zaman rasional, zaman pertengahan ( tradisional ) abad XIII-XVIII dan
zaman modern (kontemporer) abad XIX-? . Berdasarkan kriteria di atas, fiqih
klasik yang di maksud adalah pola pemahaman fiqih abad VII-XII, sedangka
fiqih kontemporer, adalah pola pemahaman fiqih abad XIX dan seterusnya.
Yang menjadi fokus kajian disini adalah; adakah relevansinya antara pola
pemahaman fiqih kontemporer dengan fiqih klasik, lalu di mana letak relevansi
pemahaman antara kedua zaman tersebut?
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, metode berpikir ulama klasik terkait
langsung dengan al-Qur’an dan Hadist, sehingga banyak melahirkan ijtihad
yang kualitatif, hal ini banyak di contohkan oleh para sahabat Nabi terutama
Umar bin Khattab ra. Metode berpikir itu pulalah yang di tiru oleh imam-imam
mazhab fiqih seperti Imam Malik ibn anas, Abu Hanafiah, Syafi’i, dan ibn
hambal. Juga oleh para mutakallimin seperti: Washil bin ‘Atha’, Abu al-
Huzail, Al-jubba’i, Al-asy’ari, Al-maturidi, dan Al-Ghozali.
7
Sebenarnya bila umat islam ingin maju dan punya kemampuan untuk
mengantisipasi perkembangan zaman modern, pola permikiran rasional para
sahabat dan ulama klasik sudah selayaknya untuk dikembangkan lagi disinilah
letak relevansinya antar fiqih kontemporer dengan fiqih klasik nantinya, yakni
relevan dalam pola penalaran fiqhiyahnya, walaupun akan menghasilkan
produk fiqih yang berbeda karena perbedaan situasi dan kondisi yang ada.
Dapatlah kita kemukakan bahwa persoalan fiqih kontemporer di masa
akan datang lebih komplit lagi dibanding yang kita hadapi hari ini. Hal tersebut
disebabkan arus perkembangan zaman yang berdampak kepada semakin
terungkapnya berbagai persoalan umat manusia, baik hubungan antara sesama
maupun dengan kehidupan alam sekitarnya.
Yusuf Qardhawi dalam salah satu kitabnya secara implisit
mengungkapkan betapa perlunya fiqh kontemporer ini. Dengan adanya
kemajuan yang cukup mendasar itu, timbul pertanyaan bagi kita, mampukah
ilmu fiqh menghadapi zaman modren? sebagai muslim, akan menjawabnya.
Hukum Islam mampu menghadapi zaman, dan masih relevan untuk diterapkan.
Tapi, untuk menuju kesana, perlu syarat yang harus dijalani secara konsekuen.
Untuk merealisir tujuan penciptaan fiqh kontemporer tersebut Qardlawi
menawarkan konsep ijtihad; ijtihad yang perlu di buka kembali. Manapak-tilasi
apa yang telah dilakukan ulama salaf.
8
Dari pernyataan S. Ramadan diatas dapat kita ambil kesimpulan
khususnya berkenaan dengan munculnya isu fiqih kontemporer tersebut, yakni:
bagaimanapun pemikiran ulama biasa di pertanyakan kembali berdasarkan
kriteria alqur‘an dan sunnah di sisi lain pertimbangan maslahah dapat di
jadikan rujukan dalam upaya penyesuaian fiqih dengan zaman yang
berkembang. Terakhir, perbedaan antara syari‘ah dengan fiqih menjadi peluang
timbulnya pengkajian fiqih kontemporer. Demikianlah sekelumit beberapa latar
belakang munculnya isu fiqih kontemporer yang dapat penulis kemukakan.3
4
Elimartati, Metodologi Istinbath Hukum
9
2.Metode Ta`ilili atau Qiyasi
Yaitu metode instinbath hukum Islam yang didasarkan atas ilat (kausa
efektif) suatu hukum perkara tertentu (yang ada nashnya), kemudian diambil
analogi untuk menentukan hukum perkara yang lain (yang tidak ada nashnya).
Penggunaan metode ini sangat dibutuhkan kemampuan mengetahui korelasi
masing-masing hukum berdasarkan illatnya.
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi
kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan
jangan kamu menyembunyikannya," lalu mereka melemparkan janji itu ke
10
belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit.
Amatlah buruknya tukaran yang mereka terima.”
ِّب تِ ْبيَانً>>ا لِّ ُك>>ل َ >ك َش> ِه ْيدًا ع َٰلى ٰهٓ>ُؤاَل ۤ ۗ ِء َونَ َّز ْلنَ>>ا َعلَ ْي
َ ك ْال ِك ٰت َ ِث فِ ْي ُكلِّ اُ َّم ٍة َش ِه ْيدًا َعلَ ْي ِه ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ِه ْم َو ِجْئنَا ب
ُ َويَوْ َم نَ ْب َع
ََش ْي ٍء َّوهُدًى و ََّرحْ َمةً َّوبُ ْش ٰرى لِ ْل ُم ْسلِ ِم ْين
“(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang
saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad)
menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab
(Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan
kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
َّس >وْ ل واُولى ااْل َم>>ر م ْن ُك ۚم فَ >ا ْن تَنَ>>ازَ ْعتُم في َش >ي ٍء فَ > ُر ُّدوْ ه الَى هّٰللا هّٰللا
ِ ِ ُ ْ ْ ِ ْ ِ ْ ِ ِ ْ ِ َ َ ُ ٰيٓاَيُّهَ>>ا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ> ْٓ>وا اَ ِط ْي ُع>>وا َ َواَ ِط ْي ُع>>وا الر
ك َخ ْي ٌر َّواَحْ َسنُ تَْأ ِو ْي ًل َ َِوال َّرسُوْ ِل اِ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُوْ نَ بِاهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ۗ ِر ٰذل
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
DAFTAR PUSTAKA
11
Andiko, Toha. 2013. Fiqih kontemporer. (Kampus IPB Taman Kencana Bogor :
PT Penerbit IPB Press)
Aziz Dahlan, Abdul 1997. Ensiklopedi Hukum Islam,(Jakarta Baru:Van Hoevan)
limartati, 2010. Metodologi Istinbath Hukum, (Jakarta: Kencana)
Nilfatri,dkk. 2021. Fiqh Kontemporer,(Jawa Tengah:Pena Persada)
Syarifuddin, Amir .2010. Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana)
12