Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH MASAILUL FIQIH / FIQIH KONTEMPORER

“PENGERTIAN DAN TUJUAN FIQIH KONTEMPORER”

Disusun oleh :
Kelompok 13

Muhammad Naufal Ashshiddiq 1911210143


Gisella Agustiana 1911210148

Dosen Pembimbing:
Syarifatmah, M. Pd. I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU

TAHUN 2021/2022
BAB
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqih Kontemporer


Kata fiqh (ٔ‫ )قف‬secara arti kata berarti paham yang mendalam. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa fiqhu atau paham tidak sama dengan ilmu
walaupun wazan (timbangan) lafaznya sama. Meskipun belum menjadi ilmu,
paham adalah pikiran yang baik dari kesiapannnya menangkap apa yang
dituntut. Ilmu bukanlah dalam bentuk zanni seperti paham atau fiqh yang
merupakan ilmu tentang hukum zannidalam dirinya. Sedangkan secara istilah,
kata fiqih didefiniskan oleh para ulama dengan berbagai definisi yang berbeda-
beda.Adapun definisi istilah fiqih yang dikenal para ulama adalah ilmu yang
membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah (perbuatan nyata) yang
diambil dari dalil-dalil yang terperinci.

Kata Fiqih secara bahasa, berarti Al-Fahm (pemahaman atau paham


disertai Ilmu pengetahuan). Ada juga yang menyatakan bahwa fiqih
menyangkut pemahaman yang diperoleh melalui persepsi berfikir yang
mendalam bukan sekedar tahu atau mengerti.

Sedangkan secara istilah, kata fiqih didefiniskan oleh para ulama dengan
berbagai definisi yang berbeda-beda. Adapun definisi istilah fiqih yang dikenal
para ulama adalah ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang
amaliyah (perbuatan nyata) yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.

Sementara itu, arti Fiqh Kontemporer, Dalam kamus bahasa Indonesia


bahwa pengertian kontemporer berati sewaktu, sesama, pada waktu atau masa
yang sama, pada masa yang kini, dan dewasa ini. Jadi dapat disimpulkan
bahwa Fiqih Kontemporer adalah perkembangan pemikiran fiqih pada masa
yang kini. Dalam hal ini yang menjadi titik acuan adalah bagaimana tanggapan
dan metodologi hukum islam dalam memberikan jawaban terhadap masalah
masalah kontemporer.

1
Adapun yang melatarbelakangi munculnya isu fiqh kontemporer
menurut penulis ada beberapa hal, diantaranya:
1. Akibat arus modrenisasi yang meliputi hampir sebagian besar Negara-
negara yang dihuni mayoritas umat islam. Dengan adanya arus
modrenisasi tersebut, mangakibatkan munculnya berbagai macam
perubahan dalam tatanan social umat islam, baik yang menyangkut
ideology politik, social, budaya dan sebagainya. Berbagai perubahan
tersebut seakan-akan cenderung menjauhkan umat dari nilai-nilai
agama. Hal tersebut terjadi karena aneka perbahan tersebut banyak
melahirkan symbol-symbol social dan cultural yang secara eksplisit
tidak memiliki oleh symbol keagamaan yang telah mapan, atau
disebabkan kemajuan modrenisasi tidak diimbangi dengan
pembaharuan pemikiran keagamaan.
2. Telah mapannya system pemikiran barat (hukum positif) di mayoritas
negeri muslim secara faktual lebih mudah diterima dan diamalkan apa
lagi sangat didukung oleh kekuatan yang bersifat structural maupun
kultural, namun masyarakat islam dalam penerimaan konsepsi barat
tersebut tetap merasakan adanya semacam “kejanggalan” baik secara
psikologis, sosiologis maupun politis. Tetapi karena belum terwujudnya
konsepsi islam yang lebih kontekstual, maka dengan rasa
ketidakberdayaan mereka mengikuti saja konsepsi yang tidak islami.
Hal tersebut akhirnya menggugah naluri pakar hukum islam yang lebih
relevan dengan perkembangan zaman.
3. Masih terpakunya pemikiran fiqih klasik (lawan Fiqh Kontemporer)
dengan pemahaman tekstual, adhoc dan persial, sehingga kerangka
sistematika pengkajian tidak komprehensip dan actual, sekaligus kurang
mampu beradaptasi denmgan perkembangan.

Selanjutnya untuk ruang lingkup Fiqih Kontemporer mencakup masalah-


masalah fiqih yang berhubungan dengan situasi kontemporer (modern). Kajian
fiqih kontemporer mencakup masalah-masalah fiqih yang berhubungan dengan
situasi kontemporer (modern) dan mencakup wilayah kajian dalam Al-Qur’an

2
dan Hadits. Kajian fiqih kontemporer tersebut dapat dikategorikan ke dalam
beberapa aspek :

1. Aspek hukum keluarga, seperti akad nikah melalui telepon, penggunaan alat
kontra sepsi, dan lain-lain.
2. Aspek ekonomi, seperti system bunga dalam bank, zakat profesi, asuransi,
dan lain-lain.
3. Aspek pidana , seperti hukum pidana islam dalam sistem hukum nasional
4. Aspek kewanitaan seperti, busana muslimah (jilbab), wanita karir,
kepemimpinan wanita, dan lain-lain.
5. Aspek medis, seperti pencangkokan organ tubuh atau bagian organ tubuh,
pembedahan mayat, euthanasia, ramalan genetika, cloning, penyebrangan
jenis kelamin dari pria ke wanita atau sebaliknya, bayi tabung, percobaan-
percobaan dengan tubuh manusia dan lain-lain.
6. Aspek teknologi, seperti menyembelih hewan secara mekanis, seruan adzan
atau ikrar basmalah dengan kaset, makmum kepada radio atau televisi, dan
lain-lain.
7. Aspek politik (kenegaraan), seperti yakni perdebatan tentang perdebatan
sekitar istilah “Negara islam”, proses pemilihan pemimpin, loyalitas kepada
penguasa (kekuasaan), dan lain sebagainya.
8. Aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah, seperti tayammum
dengan selain tanah (debu), ibadah kurban dengan uang, menahan haid
karena demi ibadah haji, dan lain sebagainya.
Adapun mengenai kajian yang berkenaan dengan Al-Qur’an dan hadits
yang erat hubungnnya dengan fiqih kontemporer, antara lain adalah masalah
metodologi pemahaman hukum islam (Ushul Fiqh), persoalan histories dan
sosiologis ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits Nabi, kajian tentang
maqaashidut-tasyri’ (tujuan hukum), keterbukaan kembali pintu ijtihad, soal
kemaslahatan umum, adat istiadat mayarakat yang berlaku, tentang teori
nasakh dan teori illat hukum, tentang ijma’ dan lain-lain.

3
Kajian hukum Fiqih Kontemporer tidak terlepas dari aspek material dan
formalnya hokum islam, serta mana yang permanent dalam hukum islam
(tasyri’iyyah) dan mana yang bersifat relatif (berubah) atau ghairu-tasyri.
Secara definitif Ibnu Subki dalam kitabya Jam`u al Jawami` fiqh berarti:

>‫ خ‬ٞ‫باىزفصي‬
ٞ ٖ ٍِ‫ خاىَنزست‬ٞ‫ خاى َعي‬ٞ‫اىعيٌثبألحنبًاىششع‬
‫أدىز‬

Ilmu tentang hukum-hukum syar`i yang bersifat amaliyah yang digali


dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili.

Dalam definisi ini fiqh diibaratkan dengan ilmu karena fiqh itu semacam
ilmu pengetahuan. Memang fiqh tidak sama dengan ilmu seperti disebutkan
diatas karena fiqh itu bersifat zanni, karena ia adalah hasil apa yang dapat
dicapai melalui ijtihadnya pada mujtahid; sedangkan ilmu itu mengandung arti
suatu yang pasti atau qath`iy. Namun karena zhanni dalam fiqh itu kuat, maka
ia mendekatkan kepada ilmu; karenanya dalam definisi ini ilmu digunakan juga
untuk fiqh.1

Fiqih Kontemporer dalam kamus bahasa Indonesia memiliki pengertian


berati sewaktu, sesama, pada waktu atau masa yang sama, pada masa yang
kini, dan dewasa ini. Jadi dapat disimpulkan bahwa fiqh kontemporer adalah
tentang perkembangan pemikiran fiqh dewasa ini. Dalam hal ini yang menjadi
titik acuan adalah bagaimana tanggapan dan metodologi hukum Islam dalam
memberikan jawaban terhadap masalah-masalah kontemporer.

Fiqih kontemporer tidak terlepas dari pengertian masa`il Fiqhiyyah.


Masail fiqhiyah menurut pengertian bahasa adalah permasalahan-permasalahan
baru yang bertalian dengan masalah-masalah atau jenis-jenis hukum (fiqh) dan
dicari jawabannya.

Berdasarkan definisi secara kebahasaan di atas, maka secara istilah,


masail fiqhiyah adalah problem-problem hukum Islam baru al-waqi‘iyyah

1
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana), 2010, hlm. 5

4
(faktual) dan dipertanyakan oleh umat jawaban hukumnya karena secara
eksplisit permasalah tersebut tidak tertuang di dalam sumber-sumber hukum
Islam. Ia juga berarti persoalan hukum Islam yang selalu dihadapi oleh umat
Islam sehingga mereka beraktivitas dalam sehari-hari selalu bersikap dan
berperilaku sesuai dengan tuntunan Islam.

Dalam pengertian lain fiqh kontemporer juga merujuk kepada pengertian


pada fiqh Waqi`, yaitu hasil ijtihad yang bertolak dari kenyataan objektif
kehidupan manusia dan langsung diterapkan dalam kehidupan seharihari. Fiqh
waqi` dilihat dari cara penerapannya berawal dari pemahaman terhadap suatu
peristiwa, kejadian, persoalan atau masalah yang muncul dalam masyarakat.
Setelah masalah tersebut diteliti dan dikaji secermatnya sehingga ditemukan
intinya, baru dilihat hukumnya di dalam AlQur`an atau Sunah Rasululllah
SAW. Dengan cara seperti itu, akan ditemukan suatu pemecahan masalah atau
keputusan hukum terhadap masalah tersebut.2

Jadi dapat disimpulkan bahwa Fiqih Kontemporer adalah perkembangan


pemikiran fiqih pada masa yang kini. Dalam hal ini yang menjadi titik acuan
adalah bagaimana tanggapan dan metodologi hukum islam dalam memberikan
jawaban terhadap masalah masalah kontemporer.

Kita harus menyadari bahwa fiqih adalah benda mati tidak berwujud
yang menjadi bagian dari karya dan karsa manusia. Artinya, karena fiqih bukan
sumber hidup dan tidak pada posisi untuk mengubah dirinya, dalam arti apabila
fiqih tidak diubah dan dimoderenisasi maka fiqih tidak akan pernah moderen.
Hal ini bermakna bukan hanya fiqih dalam arti kaidah atau regulasi, melainkan
fiqih yang merupakan derifasi Syari’at Islam dalam tataran hakiki, yaitu fiqih
sebagai pandangan hidup.

2
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam,(Jakarta Baru:Van Hoevan),1997 hal. 377

5
B. Tujuan Fiqih Kontemporer

Tujuan Fiqh Kontemporer. Menurut Dr. Yusuf Qardlawi dalam salah satu
kitabnya secara implisit mengungkapkan betapa perlunya fiqh kontemporer ini.
Dengan adanya kemajuan yang cukup mendasar itu, timbul pertanyaan
bagi kita, mampukah ilmu fiqh menghadapi zaman modren?. Masih relevankah
hukum islam -yang lahir 14 abad silam- diterapkan sekarang?. Tentu saja kita,
sebagai muslim, akan menjawabnya. Hukum islam mampu menghadapi zaman,
dan masih relevan untuk diterapkan “tidak asal bicara, memang. Tapi, untuk
menuju kesana, perlu syarat yang harus dijalani secara konsekuen. Untuk
merealisir tujuan penciptaan fiqih kontemporer tersebut Qardlawi menawarkan
konsep ijtihad; ijtihad yang perlu di buka kembali. Menapak-tilasi apa yang
telah dilakukan ulama salaf. Dalam hal yang berkaitan dengan hukum
kemasyarakatan, kita perlu bebas madzhab.
Berikut ini kita uraikan pula pandangan Prof. Said Ramadan tentang hal
serupa. Semua pendapat yang harus di timbang dengan kriteria Al-Qur’an dan
sunnah. Dan semua manusia sesudah Rasulullah dapat berbuat keliru. Dalam
segala hal dimana tidak ada teks yang mengikat, maka pertimbangan masalah
sajalah yang mengikat; dan bahwa aturan demi maslahah dapat berubah
bersama perubahan keadaan dan masa, terdahulu: “Di mana dan maslahah di
sanalah letak jalan Allah”. Prebedaan antara syari’ah (sebagaimana tercantum
dalam Al-Qura’an dan sunnah) yang mengikat abadi dengan detail-detail yang
diterangkan oleh para fuqoha’ seharusnya memberikan pengaruh yang sangat
sehat terhadap ummat islam pada zaman ini.
Dari pernyataan S. Ramadan diatas dapat kita ambil kesimpulan
khususnya berkenaan dengan munculnya isu fiqih kontemporer tersebut, yakni:
bagaimanapu pemikiran ulama bias di pertanyakan kembali berdasarkan
kriteria al-qur’an dan sunnah di sisi lain pertimbangan maslahah dapat di
jadikan rujukan dalam upaya penyesuaian fiqih dengan zaman yang
berkembang. Terakhir, perbedaan antara syari’ah dengan fiqih menjadi peluang
timbulnya pengkajian fiqih kontemporer. Demikianlah sekelumit beberapa latar
belakang munculnya isu fiqih kontemporer yang dapat penulis kemukakan.

6
Prof. Dr. Harun Nasution membagi ciri pemikiran islam ke dalam tiga
zaman, yakni zaman klasik ( abad VII-XII ) zaman ini disebut juga oleh beliau
sebagai zaman rasional, zaman pertengahan ( tradisional ) abad XIII-XVIII dan
zaman modern (kontemporer) abad XIX-? . Berdasarkan kriteria di atas, fiqih
klasik yang di maksud adalah pola pemahaman fiqih abad VII-XII, sedangka
fiqih kontemporer, adalah pola pemahaman fiqih abad XIX dan seterusnya.
Yang menjadi fokus kajian disini adalah; adakah relevansinya antara pola
pemahaman fiqih kontemporer dengan fiqih klasik, lalu di mana letak relevansi
pemahaman antara kedua zaman tersebut?

Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, metode berpikir ulama klasik terkait
langsung dengan al-Qur’an dan Hadist, sehingga banyak melahirkan ijtihad
yang kualitatif, hal ini banyak di contohkan oleh para sahabat Nabi terutama
Umar bin Khattab ra. Metode berpikir itu pulalah yang di tiru oleh imam-imam
mazhab fiqih seperti Imam Malik ibn anas, Abu Hanafiah, Syafi’i, dan ibn
hambal. Juga oleh para mutakallimin seperti: Washil bin ‘Atha’, Abu al-
Huzail, Al-jubba’i, Al-asy’ari, Al-maturidi, dan Al-Ghozali.

Sedangkan pemikiran zaman pertengahan, berbeda dengan pemikiran


zaman klasik, menjadi terikat sekali dengan hasil pemikiran para ulama zaman
klasik. Ruang geraknya sempit, pemikiran rasional diganti dengan pola
pemikiran tradisional. Dalam menghadapi maslah-masalah baru mereka tidak
lagi secara langsung menggali ke al-qur’an dan hadist tetapi lebih banyak
terikat denga produk pemikiran ulama abad klasik. Sehingga orisinalitas
pemikiran semakin berkurang dan cenderung dogmatis. Maka bekulah
pemikiran serta kurang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Corak pemikiran ini menampilkan sosok ulama islam abad pertengahan
dengan pola Penalaran fiqih yang tradisional. Di zaman modern inipun masih
banyak umat islam yang terpaku dengan pola pemikiran islam abad
pertengahan tersebut hanya sebagian kecil yang sudah mulai memakai pola
pemikiran rasional zaman klasik.

7
Sebenarnya bila umat islam ingin maju dan punya kemampuan untuk
mengantisipasi perkembangan zaman modern, pola permikiran rasional para
sahabat dan ulama klasik sudah selayaknya untuk dikembangkan lagi disinilah
letak relevansinya antar fiqih kontemporer dengan fiqih klasik nantinya, yakni
relevan dalam pola penalaran fiqhiyahnya, walaupun akan menghasilkan
produk fiqih yang berbeda karena perbedaan situasi dan kondisi yang ada.
Dapatlah kita kemukakan bahwa persoalan fiqih kontemporer di masa
akan datang lebih komplit lagi dibanding yang kita hadapi hari ini. Hal tersebut
disebabkan arus perkembangan zaman yang berdampak kepada semakin
terungkapnya berbagai persoalan umat manusia, baik hubungan antara sesama
maupun dengan kehidupan alam sekitarnya.
Yusuf Qardhawi dalam salah satu kitabnya secara implisit
mengungkapkan betapa perlunya fiqh kontemporer ini. Dengan adanya
kemajuan yang cukup mendasar itu, timbul pertanyaan bagi kita, mampukah
ilmu fiqh menghadapi zaman modren? sebagai muslim, akan menjawabnya.
Hukum Islam mampu menghadapi zaman, dan masih relevan untuk diterapkan.
Tapi, untuk menuju kesana, perlu syarat yang harus dijalani secara konsekuen.
Untuk merealisir tujuan penciptaan fiqh kontemporer tersebut Qardlawi
menawarkan konsep ijtihad; ijtihad yang perlu di buka kembali. Manapak-tilasi
apa yang telah dilakukan ulama salaf.

Menurut pandangan Said Ramadan tentang hal serupa berkaitan dengan


fiqh kontemporer: Semua pendapat yang harus di timbang dengan kriteria Al-
Qur‘an dan sunnah. Dan semua manusia sesudah Rasulullah dapat berbuat
keliru. Dalam segala hal dimana tidak ada teks yang mengikat, maka
pertimbangan masalah sajalah yang mengikat; dan bahwa aturan demi
maslahah dapat berubah bersama perubahan keadaan dan masa terdahulu: Di
mana ada maslahah di sanalah letak jalan Allah. Prebedaan antara syari‘ah
(sebagaimana tercantum dalam Al-Qur‘an dan sunnah) yang mengikat abadi
dengan detail-detail yang diterangkan oleh para fuqoha‘ seharusnya
memeberikan pengaruh yang sangat sehat terhadap ummat Islam pada zaman
ini.

8
Dari pernyataan S. Ramadan diatas dapat kita ambil kesimpulan
khususnya berkenaan dengan munculnya isu fiqih kontemporer tersebut, yakni:
bagaimanapun pemikiran ulama biasa di pertanyakan kembali berdasarkan
kriteria alqur‘an dan sunnah di sisi lain pertimbangan maslahah dapat di
jadikan rujukan dalam upaya penyesuaian fiqih dengan zaman yang
berkembang. Terakhir, perbedaan antara syari‘ah dengan fiqih menjadi peluang
timbulnya pengkajian fiqih kontemporer. Demikianlah sekelumit beberapa latar
belakang munculnya isu fiqih kontemporer yang dapat penulis kemukakan.3

C. Metodologi Fiqih Kontemporer

Hukum Islam yang seharusnya di istinbath-kan (inference) melalui metodologi


Islam, ternyata lebih banyak di istinbathkan melalui metodologi fiqh kontemporer.

Macam-macam dari metodologi Istinbath hukum Islam adalah sebagai berikut:

1.Metode Bayani atau Tafsiri


Yaitu metode istinbath hukum Islam yang didasarkan atas asas penjelasan
dan penafsiran Al-Qur`an maupun sunnah, baik berkaitan dengan lafaadz
maupun makna. Model metode ini sangat menguntungkan pada penguasaan
kaidah-kaidah lughawiyah, seperti kaidah-kaidang bahasa dan logika (nahwu,
sharaf, Balaghah, Mantiq) dan kaidah-kaidah tafsiriah.
Tujuan penggunaan metode bayani adalah:

a) Untuk lebih memahami kandungan nash.


b) Untuk men-tarjih atau merekonsilidasi berbagai pendapat dalam
memahami nash.
c) Untuk memodifikasi atau bahkan mengubah pemahaman nash yang tidak
relevan dengan kondisi, zaman, dan tempat, sehingga mendapatkan
pemahaman nash yang lebih valid.4
3
Nilfatri, S.E.I., M.H, Alisyah Pitri, M.Pd , Dr. Wargo, S.Pd., M.Pd, Fiqh Kontemporer,(Jawa
Tengah:Pena Persada),2021 Hal. 7

4
Elimartati, Metodologi Istinbath Hukum

9
2.Metode Ta`ilili atau Qiyasi
Yaitu metode instinbath hukum Islam yang didasarkan atas ilat (kausa
efektif) suatu hukum perkara tertentu (yang ada nashnya), kemudian diambil
analogi untuk menentukan hukum perkara yang lain (yang tidak ada nashnya).
Penggunaan metode ini sangat dibutuhkan kemampuan mengetahui korelasi
masing-masing hukum berdasarkan illatnya.

Tujuan penggunaan metode ini adalah agar penggali dapat menangkap


isyarat-isyarat kandungan nash, bukan sekedar menangkap makna teksnya saja,
serta mampu mengkorelasikan antara hukum perkara tertentu dengan hukum
perkara yang lain berdasarkan persamaan illat.

3.Metode Ijtihad atau Ra`yi


Yaitu metode istinbath hukum Islam yang didasarkan atas pertimbangan
hukum rasional. Model metode ini sangat menguntunkan pada pengetahuan
prinsip-prinsip (mabadi), asas-asas dan tujuan-tujuan (mawashid) syari`ah.
Dengan pengetahuan ini maka dapat ditentukan substansi (ruh) syariah.

Tujuan penggunaan metode ini adalah untuk mendinamisasi perkembangan


hukum Islam. Masalah yang secara langsung tidak ditetapkan hukumnya dalam
nash bukan berarti dibiarkan begitu saja, tetapi membutuhkan suatu pemecahan.
Pemecahan itu harus dilakukan oleh peneliti berdasarkan pemahaman prinsip,
asas dan tujuan syariah. Dengan demikian hukm Islam akan mengikuti setiap
perubahan dan perkembangan zaman, tempat dan keadaan.

D. Dalil dalil tentang Fiqih Kontemporer

1. Surat Ali-Imran Ayat 187

ْ ‫اس َواَل تَ ْكتُ ُموْ نَ>>هٗۖ فَنَبَ> ُذوْ هُ َو َر ۤا َء ظُهُ>>وْ ِر ِه ْم َو‬


‫اش>ت ََروْ ا بِ ٖ>ه ثَ َمنً>>ا‬ َ ‫َواِ ْذ اَ َخ َذ هّٰللا ُ ِم ْيثَا‬
َ ‫ق الَّ ِذ ْينَ اُوْ تُ>>وا ْال ِك ٰت‬
ِ َّ‫ب لَتُبَيِّنُنَّهٗ لِلن‬
َ‫س َما يَ ْشتَرُوْ ن‬ َ ‫قَلِ ْياًل ۗ فَبِْئ‬

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi
kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan
jangan kamu menyembunyikannya," lalu mereka melemparkan janji itu ke

10
belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit.
Amatlah buruknya tukaran yang mereka terima.”

Ayat tersebut diatas menjelaskan ilmu dan menyampaikan masalah adalah


wajib bagi ulama dan para penuntut ilmu.

2. Surat An-Nahl Ayat 89

ِّ‫ب تِ ْبيَانً>>ا لِّ ُك>>ل‬ َ >‫ك َش> ِه ْيدًا ع َٰلى ٰهٓ>ُؤاَل ۤ ۗ ِء َونَ َّز ْلنَ>>ا َعلَ ْي‬
َ ‫ك ْال ِك ٰت‬ َ ِ‫ث فِ ْي ُكلِّ اُ َّم ٍة َش ِه ْيدًا َعلَ ْي ِه ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ِه ْم َو ِجْئنَا ب‬
ُ ‫َويَوْ َم نَ ْب َع‬
َ‫َش ْي ٍء َّوهُدًى و ََّرحْ َمةً َّوبُ ْش ٰرى لِ ْل ُم ْسلِ ِم ْين‬

“(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang
saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad)
menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab
(Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan
kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”

Dalam Ayat ini dijelaskan bahwa pentingnya mempelajari Fiqh Kontemporer.

3. Surat An-Nisa Ayat 59

‫َّس >وْ ل واُولى ااْل َم>>ر م ْن ُك ۚم فَ >ا ْن تَنَ>>ازَ ْعتُم في َش >ي ٍء فَ > ُر ُّدوْ ه الَى هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ِ ُ ْ ْ ِ ْ ِ ْ ِ ِ ْ ِ َ َ ُ ‫ٰيٓاَيُّهَ>>ا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ> ْٓ>وا اَ ِط ْي ُع>>وا َ َواَ ِط ْي ُع>>وا الر‬
‫ك َخ ْي ٌر َّواَحْ َسنُ تَْأ ِو ْي ًل‬ َ ِ‫َوال َّرسُوْ ِل اِ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُوْ نَ بِاهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ۗ ِر ٰذل‬
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

DAFTAR PUSTAKA

11
Andiko, Toha. 2013. Fiqih kontemporer. (Kampus IPB Taman Kencana Bogor :
PT Penerbit IPB Press)
Aziz Dahlan, Abdul 1997. Ensiklopedi Hukum Islam,(Jakarta Baru:Van Hoevan)
limartati, 2010. Metodologi Istinbath Hukum, (Jakarta: Kencana)
Nilfatri,dkk. 2021. Fiqh Kontemporer,(Jawa Tengah:Pena Persada)
Syarifuddin, Amir .2010. Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana)

12

Anda mungkin juga menyukai