Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“ Masalah-masalah Fiqih Kontemporer”


Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah:
Ilmu Fiqih

Disusun Oleh:
Kamilah Annadhafaah (60400122064)
Sakinah Maulinda Rahmat (60400122070)

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas rahmat dan ridho Allah SWT, karena
tanpaNya kami tak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai tepat
waktu. Tak lupa pula kita haturkan shalawat Nabi besar Muhammad SAW yang
telah menuntun kita ke arah jalan yang dirahmati Allah SWT.
Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Nurkhalis Irfan, S.Ag., M.Ag.,
M.A. selaku dosen mata kuliah Ilmu Fiqih atas arahannya terhadap pengerjaan
tugas makalah mengenai topik “Masalah-masalah Fiqih Kontemporer“ dan tentu
dalam pembuatan makalah ini tak lepas dari bantuan banyak pihak serta
sumber-sumber referensi yang ada.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna
sehingga kami sangat mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun
dari teman-teman agar makalah ini menjadi bermanfaat bagi kita semua.

Gowa, April 2023

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. latar Belakang
Dunia saat ini memasuki era globalisasi dengan dampak positif dan
negatifnya. Sejak kelahirannya belasan abad yang lalu, Islam telah tampil sebagai
agama yang memberi perhatian pada keseimbangan hidup antara hubungan
manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, antara ibadah dengan
urusan muamalah.
Kita mengetahui bahwa manusia menghadapi berbagai macam persoalan
yang benar-benar membutuhkan pemecahan segera. Berbagai kasus
penyimpangan dalam berbagai sektor dan lini kehidupan terjadi, termasuk
misalnya penyimpangan yang berkaitan dengan praktik kedokteran.
Pada zaman yang kian berkembang ini telah banyak terjadi berbagai
macam kasus, di antaranya, seperti perbuatan mencegah kehamilan, pengguguran
kandungan, transplantasi organ tubuh maupun euthanasia. Dalam memecahkan
masalah ini, bagaimana pandangan Islam tentang hukum-hukum perbuatan
tersebut, untuk itu, dalam tulisan singkat ini, kami mencoba menjelaskan hasil
pemikiran-pemikiran para ulama mengenai masalah tersebut dalam fiqih
kontemporer.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari fiqh kontemporer?
2. Apa tujuan dari fiqh kontemporer?
3. Apa saja ruang lingkup kajian fiqh kontemporer?
4. Apa saja contoh masalah fiqh kontemporer?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian serta tujuan fiqh kontemporer
2. Untuk tujuan dari fiqh kontemporer
3. Untuk mengetahui ruang lingkup kajian fiqh kontemporer
4. Untuk mengetahui contoh-contoh masalah fiqh kontemporer

3
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN FIQH KONTEMPORER


Fiqih menurut bahasa adalah mengetahui seusatu dengan mengerti.
Adapun fiqih menurut istilah adalah ilmu tentang hukum syara yang bersifat amali
diambil dari dalil-dalil yang tafsili.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kontemporer berarti
sewaktu, semasa, pada waktu atau masa yang sama, pada masa kini, dewasa ini.
Jadi dapat disimpulkan bahawa fiqh kontemporer adalah tentang perkembangan
pemikiran fiqh dewasa ini. Dalam hal ini yang menjadi titik acuan adalah
bagaimana tanggapan dan metodologi hukum Islam dalam memberikan jawaban
terhadap masalah-masalah kontemporer.
Perkembangan kehidupan manusia selalu berjalan sesuai dengan ruang dan
waktu, dan ilmu fiqh adalah ilmu yang selalu berkembang karena tuntutan
kehidupan zaman. Fiqh adalah ilmu yang sangat penting bagi kehidupan umat
Islam. Dengan semakin berkembangnya arus informasi dan jaringan komunikasi
dunia, terjadi pulalah apa yang disebut dengan proses modernisasi. Modernisasi
tersebut melahirkan berbagai macam bentuk perubahan baik secara structural
maupun kultural.
Berdasarkan hal di atas, bahwa perubahan yang dimaksud bukanlah
perubahan secara tekstual tetapi secara kontekstual. Teks Al-Qur’an tentunya
tidak mengalami perubahan, tetapi pemahaman dan penerapannya dapat
disesuaikan dengan konteks perkembangan zaman. Karena perubahan social
merupakan suatu proses kemasyarakatan yang berjalan secara terus menerus,
maka perubahan penerapan dan pemahaman ajaran Islam juga harus bersifat
kontinnu sepanjang zaman. Dengan demikian Islam akan tetap relevan dan actual,
serta mampu menjawab tantangan modernitas.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan
sosial secara umum ada dua macam. Ada yang terletak di dalam masyarakat
(faktor intern) seperti bertambah dan berkurangnya jumlah penduduk, adanya
penemuan-penemuan baru, terjadinya pertentangna atau konflik dalam
masyarakatdan timbulnya pemberontakan atau revolusi di dalam masyaakat itu
sendiri. Dan ada pula yang bersumber dan sebagai pengaruh dari masyarakat lain
(faktor ekstern) seperti terjadinya peperangan dan pengaruh kebudayaan
masyarakat lain.
Pengaruh-pengaruh unsur perubahan di atas dapat menimbulkan peruhan
dalam system pemikiran Islam termasuk pembaharuan dalam hukum islam.
Dengan demikian hukum islam akan tetap mampu mengembangkan dirinya sesuai
dengan tuntutan zaman (modenitas). Tanpa adanya upaya pembaharuan pemikiran
dimaksud tentu akan menimbulkan kesulitan dalam kemasyarakatan hukum
sebagai salah satu pilar masyarakat, sedangkan kehidupan masyarakat itu sendiri
senantiasa mengalami perkembangan, maka upaya pembaharuan pemahaman
hukum Islam pun harus dapat mengikuti perubahan itu.

4
B. TUJUAN FIQH KONTEMPORER

Dr. Yusuf Qardlawi dalam salah satu kitabnya secara implisit


mengungkapkan betapa perlunya fiqh kontemporer. Dengan adanya kemajuan
yang cukup mendasar, timbul pertanyaan bagi kita, mampukan ilmu fiqh
menghadapi zaman modern? Hukum Islam mampu menghadapi zaman, dan masih
relevan untuk diterapkan. Tapi, untuk menuju kesana, perlu syarat yang harus
dijalani secara konsekuen. Untuk merealisir tujuan penciptaan fiqh kontemporer
tersebut Qardlawi menawarkan konsep ijtihad. Ijtihad yang perlu dibuka kembali.
Menapak-tilasi apa yang telah dilakukan ulama salaf. Dalam hal yang berkaitan
dengan hukum kemasyarakatan, kita perlu bebas madzhab. Pandangan Prof. Said
Ramadan tentang hal serupa. Semua pendapat yang harus ditimbang dengan
kriteria Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan semua manusia sesudah Rasulullah saw.
Dapat berbuat keliru. Dalam segala hal dimana tidak ada teks yang mengikat,
maka pertimbangan masalah sajalah yang mengikat dan bahwa aturan demi
masalah dapat berubah bersama perubahan kedaan di masa terdahulu.
C. RUANG LINGKUP KAJIAN FIQH KONTEMPORER
Ruang lingkup fiqh kontemporer mencakup masalah-masalah fiqh yang
berhubungan dengan situasi kontemporer (modern). Kajian fiqh kontemporer
mencakup masalah-masalah fiqh yang berhubungan dengan situasi kontemporer
(modern) dan mencakup wilayah kajian dalam Al-Qur’an dan Hadits. Kajian fiqh
kontemporer tersebut dapat dikategorikan ke dalam beberapa aspek:

1. Aspek hukum keluarga, seperti ; akad nikah melalui telepon, penggunaan


alat kontra sepsi, dan lain-lain.
2. Aspek ekonomi, seperti ; system bunga dalam bank, zakat profesi,
asuransi, dan lain-lain.
3. Aspek pidana , seperti ; hukum pidana islam dalam sistem hukum nasional
4. Aspek kewanitaan, seperti ; busana muslimah (jilbab), wanita karir,
kepemimpinan wanita, dan lain-lain.

5
5. Aspek medis, seperti ; pencangkokan organ tubuh atau bagian organ
tubuh, pembedahan mayat, euthanasia, ramalan genetika, cloning,
penyebrangan jenis kelamin dari pria ke wanita atau sebaliknya, bayi
tabung, percobaan-percobaan dengan tubuh manusia dan lain-lain.
6. Aspek teknologi, seperti ; menyembelih hewan secara mekanis, seruan
adzan atau ikrar basmalah dengan kaset, makmum kepada radio atau
televisi, dan lain-lain.
7. Aspek politik (kenegaraan), seperti ; yakni perdebatan tentang perdebatan
sekitar istilah “Negara islam”, proses pemilihan pemimpin, loyalitas
kepada penguasa (kekuasaan), dan lain sebagainya.
8. Aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah, seperti ; tayammum
dengan selain tanah (debu), ibadah kurban dengan uang, menahan haid
karena demi ibadah haji, dan lain sebagainya.
D. CONTOH MASALAH FIQIH KONTEMPORER
1. Keluarga berencana
Keluarga berencana adalah suatu aktivitas dalam kehidupan sehari-hari yang
berkisar pada pencegahan konsepsi atau pencegahan terjadinya pembuahan atau
pencegahan pertemuan antara sperma dari laki-laki dan telur dari perempuan
ketika terjadinya hubungan antara suami istri.
Tujuan dari keluarga berencana adalah untuk mewujudkan kesejahteraan
keluarga. Adapun faktor-faktor yang mendorong dilaksanakannya keluarga
berencana adalah sebagai berikut:
 Kepadatan penduduk
 Pendidikan
 Kesehatan
Menurut Mahyuddin (1998:59) melaksanakan KB dibolehkan dalam ajaran
Islam, karena pertimbangan ekonomi, kesehatan dan pendidikan, artinya KB
dibolehkan bagi orang-orang yang tidak sanggup membiayai kehidupan anak-
anak, kesehatan dan pendidikannya, bahkan menjadi dosa baginya jika dia
melahirkan anak yang tidak terurus masa depannya, yang pada akhirnya menjadi

6
beban bagi masyarakat, karena orang tuannya tidak sanggup membiayai
hidupnya, kesehatan dan pendidikannya. Firman Allah ta’ala:

‫ض ٰعفًا خَافُوْ ا َعلَ ْي ِه ۖ ْم فَ ْليَتَّقُوا هّٰللا َ َو ْليَقُوْ لُوْ ا قَوْ اًل َس ِد ْيدًا‬
ِ ً‫ش الَّ ِذ ْينَ لَوْ تَ َر ُكوْ ا ِم ْن َخ ْلفِ ِه ْم ُذرِّ يَّة‬
َ ‫َو ْليَ ْخ‬
“Dan hendaklah orang-orang merasa khawatir kalau mereka meninggalkan di
belakang mereka anak cucu yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
kesejahteraannya. Oleh karena itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah
dan mengucapkan perkataan yang benar” (An-nisa : 9)
Ayat ini menerangkan bahwa kelemahan ekonomi, kurang stabilnya
kondisi kesehatan fisik dan kelemahan intelegensi anak akibat kekurangan
makanan yang bergizi menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya.
2. Alat kontrasepsi
Alat kontrasepsi adalah alat untuk mencegah atau mengatur terjadinya
kehamilan, alat-alat kontrasepsi ditinjau dari segi fungsinya dapat dibagi menjadi
3 macam:
 Mencegah terjadinya ovulasi
 Melumpuhkan sperma
 Menghalangi pertemuan antara sel telur dengan sperma.
Dari segi metode, kontrasepsi dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
a. Cara kontrasepsi sederhana:
1) Tanpa memakai alat atau obat, yang disebut dengan cara
tradisional, yaitu: senggama terputus dan pantang berkala.
2) Menggunakan alat atau obat, yaitu: kondom, diafragma atau cap,
cream, jelly dan cairan berbusa, tablet berbusa (vaginal tablet).
b. Kontrasepsi dengan metode efektif:
1) Tidak permanen: pil, IUD (intra Uterine Device), suntikan.
2) Permanen: tubektomi (Sterilisasi untuk wanita), vasektomi
(sterilisasi untuk pria).
3) Cara keluarga berencana lainnya yang dapat digunakan untuk
mengendalikan kelahiran: abortus, induksi haid (menstrual
regulation).

7
Dari metode-metode di atas para ulama berpendapat bahwa pembatasan
atau pencegahan kelahiran secara mutlak bertentangan dengan kehendak Allah
yang telah menciptakan bumi dan makhluknya dengan kekuatan produksi yang
berlimpah-limpah. Alam yang diciptakan Allah ini tidak akan kurang untuk
menutupi kebutuhan manusia sekian dekade.
3. Pengguguran Kandungan
Aborsi adalah pengguguran janin dari rahim ibu hamil baik sudah
berbentuk sempurna atau belum atau mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim
sebelum waktunya atau sebelum bayi itu dapat lahir secara alamiah.
Aborsi(pengguguran) ada 2 macam:
1. Abortus spontan ialah yang tidak disengaja. Abortus spontan bisa terjadi
karena penyakit syphilis, kecelakaan dan sebagainya.
2. Abortus provokatus atau disebut pula abortus dengan sengaja. Abortus
dengan sengaja ini dibagi kedalam 2 bagian yaitu:
a. Abortus artificialis therapicus, yaitu abortus yang dilakukan oleh
dokter atas indikasi medis.
b.Abortus provokatus criminalis, yaitu abortus yang dilakukan tanpa
dasar indikasi medis.
Apabila Islam memperbolehkan seorang muslim untuk mencegah
kehamilan karena alasan-alasan yang mengharuskannya, maka Islam tidak
memperbolehkan melakukan kejahatan terhadap kandungan tersebut apabila
sudah terjadi.
Masalah pengguguran kandungan telah menyebabkan perbedaan pendapat
di kalangan para ulama. Menurut Ayatullah al-Uzhma dalam bukunya “Fatwa-
fatwa 2” menggugurkan janin haram secara syar’i dan sama sekali tidak
diperolehkan. Para ahli fiqih sepakat bahwa pengguguran kandungan yang telah
berusia 4 bulan hukumnya haram, sedangkan para ulama fiqh dari kalangan
Hanafiyah berpendapat bahwa pengguguran kandungan yang belum berusia 4
bulan dibolehkan.

8
Jika pengguguran kandungan itu semata-mata bertujuan untuk
menyelamatkan nyawa ibu atas anjuran dokter yang terpercaya, maka harus
memilih salah satu masalah yang lebih sedikit resikonya daripada hal lainnya.
Kesimpulannya, bahwa keselamatan hidup ibu yang lebih diutamakan
daripada nyawa janinnya, dengan pertimbangan bahwa kehidupan ibu di dunia ini
sudah nyata, sedangkan kehidupan janin belum tentu. Selain itu, mengorbankan
ibu lebih banyak risikonya daripada mengorbankan janinnya.
4. Transplantasi Organ Tubuh
Transpalantasi yakni pencangkokan organ tubuh yang rusak (sudah tidak
berfungsi) dengan organ lain yang sejenis. Secara teknis dalam dunia medis ada 3
jenis transplantasi.
1. Auto transplantasi, pencangkokan internal dalam tubuh seseorang.
2. Homo transplantasi. Dalam teknik ini, donor (pemberi organ) dan
resipein (penderita yang ditransplantasi organnya) sama-sama manusia.
3. Hetero transplantasi, yakni resipiennya manusia, sementara donornya
hewan.
Seseorang tidak boleh mengorbankan orang lain demi kepentingan dirinya
sendiri. Mengambil organ orang lain ketika ada hajat atau dalam kondisi darurat
dapat menimbulkan mafsadah bagi orang lain. Donor akan kehilangan salah satu
organ tubuhnya. Dengan demikian jika pengambilan organ tersebut tidak
mengandung mafsadah, berarti boleh-boleh saja. Maka dari itu, transplantasi dari
organ tubuh orang lain tak dilarang, selama tidak menimbulkan mafsadah.
Transplantasi organ-organ mati dengan merusak jasad mayyit dengan
tegas fiqih menyatakan tidak boleh. Larangan ini semata-mata demi menjaga
kemuliaan mayyit. Akan tetapi, ketika dalam kondisi darurat atau ada keperluan
yang mendesak, para ulama berselisih pendapat.
 Kalangan Malikiyyah berpendapat bahwa dalam kondisi apapun tidak
boleh memakan daging manusia, sekalipun dia khawatir akan mati.
 Kalangan Syafi’iah, menurut mereka, boleh makan organ mayat
manusia selama tidak ditemukan makanan yang lain.

9
 Menurut Hanabilah, dalam kondisi darurat, boleh makan mayat
manusia yang halal darahnya.
Ketika kondisi darurat, mayoritas ulama membolehkan mengkonsumsi
organ mayat manusia. Kebolehan ini diterbitkan semata-mata untuk memelihara
jiwa dan kehormatan manusia, dengan catatan tidak ditemukan organ yang lain.
Begitu pula transplantasi organ babi, kalangan Syafi’iyah berpendapat
bahwa seseorang boleh menyambung tulangnya dengan benda najis, jika memang
tidak ada benda lain yang sama atau lebih efektif. Jadi, organ babi baru
dibolehkan jika tidak ada organ lain yang menyamainya. Menurut kalangan
Hanafiyah, berobat dengan barang haram, tidak dibolehkan.
Dari kedua pendapat di atas, transplantasi dengan menggunakan organ
babi, boleh-boleh saja. Kebolehan ini, bisa diberikan selama tidak ada benda lain
yang sama atau lebih efektif.
5. Euthanasia
Euthanasia adalah tindakan memudahkan kematian seseorang dengan
tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan
penderitaan si sakit baik dengan cara positif maupun negatif.
Secara medis, euthanasia baru dilaksanakan jika penyakit tersebut tidak
mungkin disembuhkan lagi. Namun demikian, faktor ketidakmampuan biaya juga
menjadi pertimbangan.
Dalam dunia medis, dikenal 3 macam euthanasia.
1. Euthanasia aktif.
Disebut euthanasia aktif apabila dokter atau tenaga kesehatan lainnya
dengan sengaja melakukan suatu tindakan untuk memperpendek (mengakhiri)
hidup pasien.
2. Euthanasia tak langsung.
Euthanasia ini terjadi apabila dokter atau tenaga medis lainnya tanpa
maksud mengakhiri hidup pasien melakukan suatu tindakan medis untuk
meringankan hidup pasien. Walaupun mereka mengetahui bahwa tindakan
tersebut dapat memperpendek hidup pasien.
3. Euthanasia pasif.

10
Yakni apabila dokter atau tenaga medis lainnya secara sengaja tidak lagi
memberikan bantuan yang dapat memperpanjang hidup pasien.
Islam sangat memperhatikan keselamatan dan kehidupan manusia. Karena
itulah, Islam melarang seseorang melakukan bunuh diri. Sebab, pada hakikatnya
jiwa yang bersemayam pada jasadnya bukanlah miliknya sendiri. Sebaliknya, jiwa
merupakan titipan Allah SWT yang harus dipelihara dan harus digunakan secara
benar. Maka dari itu, dia tidak boleh membunuh dirinya sendiri.
Di sisi lain, seseorang juga dilarang keras membunuh orang lain. Secara
global, kalangan syafi’iah menjunjung jumhurul ulama membagi pidana
pembunuhan menjadi 3.
 Pembunuhan secara sengaja.
 Pembunuhan semi sengaja.
 Pembunuhan keliru.
Dari penjelasan di atas euthanasia aktif bisa masuk dalam kategori
pembunuhan sengaja. Karena, dokter melakukan hal itu secara sengaja dan jelas-
jelas menggunakan obat yang pada biasanya memang bisa mempercepat kematian
si pasien.
Berbeda dengan euthanasia pasif, Dalam kasus ini si dokter sudah tidak
mampu lagi untuk memberikan pertolongan medis. Karena itu, ia tidak bisa
dipersalahkan begitu saja. Lebih-lebih, jika keluarga pasien yang sudah tidak
mampu lagi membiayai pengobatan meminta sendiri agar si pasien tidak diobati.
Imam al-Nawawi berkomentar dalam kitabnya al-Majmu’, jika seseorang
yang sakit tidak mau berobat semata-mata karena tawakkal kepada Allah SWT,
maka hal itu lebih utama. Malah makruh hukumnya, memaksa dia untuk
berobat”.
6. Bedah Mayat
Dalam Islam hukum pembedahan mayat dlihat berdasarkan tujuan dari
dilakukannya pembedahan mayat tersebut. Jika pembedahan mayat dilakukan
demi kebaikan, apalagi demi kebaikan banyak orang maka hal tersebut
diperbolehkan. Namun, jika pembedahan mayat dilakukan semata-mata untuk
keburukan dan pelampiasan dendam maka hal tersebut tidaklah diperbolehkan.

11
Pembedahan mayat yang diperbolehkan oleh beberapa Ulama adalah
sebagai berikut :
 Pembedahan mayat untuk keperluan pendidikan
Dalam kasus ini pembedahan mayat diperlukan untuk mempraktekan dan
menerapkan teori yang telah didapat oleh para mahasiswa kedokteran atau
kesehatan lainnya. Tanpa melakukan hal tersebut maka para mahasiswa
kedokteran dan kesehatan tidak dapat mengetahui ilmu anatomi manusia.
 Pembedahan mayat untuk keperluan forensik
Manusia meninggal dikarenakan berbagai macam faktor dan kejadian,
diantaranya adalah faktor kecelakaan, pembunuhan, kesehatan atau bahkan belum
diketahui apa penyebabnya. Lalu disitulah kegunaan dilakukannya pembedahan
mayat atau forensik, yaitu untuk menyelidiki penyebab kematian seseorang dan
mencari kebenaran hukum dari peristiwa yang terjadi.
Pada intinya, tujuan pembedahan mayat forensik adalah untuk menetapkan
hukum secara adil seperti yang tertera dalam (QS. An-Nisa[4] : 58) bahwa kita
sebagi umat muslim dianjurkan untuk menetapkan hukum di antara manusia
secara adil.
 Pembedahan mayat untuk keilmuan
Didunia ini masih ada jenis-jenis penyakit yang belum diketahui obatnya
dan dengan melakukan autopsi klinis, para dokter atau ilmuwan kesehatan akan
membedah mayat untuk mencari tahu jalan keluar dan jawaban dari keraguan atau
ketidaktahuan mengenai persoalan medis yang mereka hadapi. Dalam Islam
diperbolehkan untuk mengembangkan ilmu kesehatan dan pembedahan mayat
untuk keilmuan pada dasarnya bertujuan untuk mengantisipasi dan menemukan
obat dari penyakit yang pada saat itu belum ditemukan obatnya.
Ada beberapa ulama yang tidak memperkenankan pembedahan pada perut
mayat karena hal tersebut dianggap tidak menghormati orang yang sudah
meninggal, dan pembedahan mayat hanya boleh dilakukan jika ada seorang ibu
yang meninggal dalam keadaan hamil dan janin yang ada dalam kandungannya
berumur enam bulan keatas serta memiliki harapan besar untuk hidup, maka harus
dilakukan pembedahan untuk mengeluarkan dan menyelamatkan janin tersebut.

12
Rasulullah SAW bersabda : “Memecah tulang mayat sama haramnya
dengan memecah tulang manusia hidup.” (HR. Abu Dawud dari Aisyah binti Abu
Bakar dengan sanadd syarat Muslim).
Ada pula beberapa ulama yang tidak memperbolehkan pembedahan mayat
dikarenakan dalam proses pembedahan, mayat dipotong daging dan tulangnya,
diangkat organ tubuh dan disentuh sana-sini. Hal tersebut sama saja seperti tidak
memperlakukan mayat dengan baik dan dianggap tidak menghormati orang yang
sudah meninggal.
Jadi, pembedahan mayat dalam Islam diperbolehkan namun harus
berdasarkan pada kebutuhan darurat dan haruslah bermanfaat serta sesuai
dengan sumber pokok ajaran Islam dan menggunakan mayat orang yang kafir
harbi.
7. Transfusi Darah
Donor darah adalah suatu kegiatan pemberian atau sumbangan darah yang
dilakukan oleh seseorang secara sengaja dan sukarela kepada siapa saja yang
membutuhkan transfusi darah. Transfusi darah adalah memanfaatkan darah
manusia dengan cara memindahkannya dari tubuh orang yang sehat kepada tubuh
orang yang membutuhkannya, untuk mempertahankan hidupnya/menyelamatkan
jiwanya.
Tetapi bila berhadapan dengan hajat manusia untuk mempergunakannya
dalam keadaan darurat, sedangkan sama sekali tidak ada bahan lain yang dapat
dipergunakan untuk menyelamatkan nyawa seseorang maka najis itu boleh
dipergunakannya hanya sekedar kebutuhan untuk mempertahankan kehidupan;
misalnya seseorang menderita  kekurangan darah karena kecelakaan, maka hal itu
dibolehkan dalam Islam untuk menerima darah dari orang lain, yang disebut
“transfusi darah”. Hal tersebut, sangat dibutuhkan (dihajatkan) untuk menolong
seseorang dalam keadaan darurat, sebagaimana firman Allah swt dalam surah al-
Baqarah (2) ayat 173, yang artinya:
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,
daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.
Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak

13
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa
baginya” …
Dan firman Allah dalam surah al-An’am (6) ayat 119:
“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”.
Dan kaidah fiqh yang berbunyi :
Tidak ada yang haram bila berhadapan dengan darurat dan tidak ada yang
makruh bila berhadapan dengan hajat (kebutuhan).
Dengan demikian dilihat dari urgensinya, donor darah dalam hukum Islam
tidak lepas dari unsur kemaslahatan yang bersifat dharury, yaitu menyelamatkan
jiwa manusia dalam keadaan darurat. Sebab jika tidak menggunakan sesuatu yang
diharamkan, yaitu darah (benda najis), maka seseorang akan meninggal. Dalam
hal ini, orang sakit yang kekurangan darah harus dibantu dengan donor darah.
8. Bayi Tabung
Bayi tabung dikenal dengan istilah pembuahan in vitro atau dalam bahasa
Inggris dikenal sebagai in vitro fertilisation. Ini adalah sebuah teknik pembuahan
sel telur (ovum) di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk
mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil.
Menurut Syekh Ali Jum’ah, salah satu ulama yang menjadi mufti Al-
Azhar Mesir mengatakan bahwa praktik bayi tabung tersebut dibolehkan agama.
Tetapi dengan syarat sperma suami tidak tercampur dengan sperma lain saat
proses inseminasi. Jika tercampur sperma milik orang lain, meskipun sedikit,
maka praktik inseminasi haram dilakukan dan sperma milik orang lain tersebut
harus dibuang karena dapat menyebabkan tertukarnya nasab. Sebab, menukar
nasab dengan sengaja adalah tindakan kejahatan yang dilarang agama dan
pelakunya diancam akan diberi siksaan pedih.
Seorang istri yang ingin mengandung lewat inseminasi buatan harus yakin
sepenuhnya bahwa sperma yang akan disuntikkan benar-benar milik suaminya,
tidak tercampur dengan sperma lain, baik sperma milik kerabat dekat maupun
kerabat jauh. Praktik inseminasi ini harus dilakukan dan di bawah arahan dokter
yang dapat dipercaya dan ahli di bidangnya.

14
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dapatlah kita kemukakan bahwa persoalan fiqih kontemporer di masa
akan datang lebih komplit lagi dibanding yang kita hadapi hari ini. Hal tersebut
disebabkan arus perkembangan zaman yang berdampak kepada semakin
terungkapnya berbagai persoalan umat manusia, baik hubungan antara sesame
maupun dengan kehidupan alam sekitarnya. Kompleksitas masalah tersebut
tentunya akan membutuhkan pemecahan masalah berdasarkan nilai-nilai agama.
Disinilah letak betapa pentingnya rumusan ideal moral maupun formal dari fiqih
kontemporer tersebut, yang tidak lain bertujuan untuk menjaga keutuhan nilai
ketuhanan, kemanusiaan dan kealaman, terutama yang menyangkut dengan aspek
lahiriyah kehidupan manusia di dunia ini.
Teks Al-Qur’an tentunya tidak mengalami perubahan, tetapi pemahaman
dan penerapannya dapat disesuaikan dengan konteks perkembangan zaman.
Karena perubahan social merupakan suatu proses kemasyarakatan yang berjalan
secara terus menerus, maka perubahan penerapan dan pemahaman ajaran Islam
juga harus bersifat kontinu sepangjang zaman. Dengan demikian Islam akan tetap
relevan dan aktual, serta mampu menjawab tantangan modernitas.

15

Anda mungkin juga menyukai