Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diare merupakan penyakit yang sampai saat ini menjadi masalah kesehatan
terutama masyarakat yang hidup di Negara Berkembang. Diare merupakan
salah satu penyakit yang berbasis pada lingkungan dan kebersihan. Tingginya
angka kejadian diare dapat menimbulkan wabah luar biasa (KLB) di
masyarakat. Jika tidak ditangani dengan tepat dapat menimbulkan dehidrasi,
gangguan sirkulasi, gangguan gizi, kesakitan, dan kematian.(kemenkes 2018)

The United Nations Chlidren Fund (UNICEF) dan World Health Organization
(WHO) melaporkan bahwa Asia Selatan merupakan benua tertinggi yang
menderita diare pada balita yakni sebesar 783 juta, kemudian Afrika sebesar
696 juta, sebagian dari dunia sebesar 480 juta dan Asia Timur dan Pasifik
sebesar 435 juta. Pada tahun 2015 lebih dari 1.400 anakanak meninggal setiap
hari, atau sekitar 526.000 anak per tahun yang disebabkan karena diare
(Ariani, 2016).

Bardasarkan hasil rekapitulasi diare di Indonesia pada tahun 2017, terdapat 12


Provinsi yang mengalami KLB diare dengan 21 kejadian, 1.725 kasus, dan 34
kematian (Kemenkes, 2018).

Berdasarkan data Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2013), jumlah


kasus diare yang tercatat ada sebanyak 285.183 kasus, yang ditemukan dan
ditangani sebanyak 223.895 kasus (78,5%), sehingga angka kesakitan (IR)
diare per 1.000 penduduk mencapai 16,80. Capaian ini mengalami kenaikan
dari tahun 2012 yaitu 16,36/1.000 penduduk.

Pada anak-anak, diare dapat disebabkan oleh kurangnya kebersihan diri.


Kurangnya kebersihan diri meliputi tidak mencuci tangan sebelum makan,
tidak membersihkan tinja dengan benar, jajan sembarangan, sanitasi yang
buruk dan faktor lingkungan yang terkontaminasi bakteri diare. Perilaku

1
tersebut salah satunya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan anak terkait
pencegahan penyakit diare (Suryati dkk., 2020).

Anak Sekolah Dasar (SD) merupakan anak yang duduk di bangku sekolah
dasar yang biasanya berusia 7-12 tahun, anak yang duduk di bangku sekolah
dasar memiliki fisik yang lebih kuat dari anak yang berusia di bawahnya,
dimana di usia ini anak sekolah dasar memiliki sifat individu, tidak tergantung
dengan orangtua, dan suka bermain. (Oktavianto dkk., 2018).

Salah satu upaya untuk mencegah penyebaran Diare adalah dengan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) salah satu indikator dari PHBS adalah
melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS). Cuci Tangan Pakai Sabun
(CPTS) merupakan salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan
dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih
dan memutuskan rantai kuman. Cuci tangan pakai sabun juga dikenal sebagai
salah satu upaya pencegahan penyakit . hal ini dilakukan karena tangan
seringkali menjadi agen pembawa kuman dan menyebabkan patogen patogen
berpindah dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun
tidak lansgung (Kemenkes, 2014).

Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu cara paling efektif untuk
mencegah penyakit diare hal ini didukung hasil penelitian (Rosidi, Handarsari,
& Mahmudah, 2010)

Perilaku cuci tangan merupakan bagian dari upaya pemerintah melalui


pelayanan kesehatan preventif. Pelayanan kesehatan preventif merupakan
suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit
(Undang-undang kesehatan RI thn 2009 pasal 1 ayat 13). Perilaku cuci tangan
merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran
sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat
menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkkan kesehatan masyarakat (DepKes RI, 2016).

2
Menurut Dep.Kes RI 2016, mencuci tangan merupakan proses yang secara
mekanis melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan
menggunakan sabun dan air. Saluran yang cocok untuk memberikan
sosialisasi dan praktik kesehatan sejak dini pada anak-anak adalah sekolah.
Kebiasaan untuk melaksanan Perilaku cuci tangan harus ditanamkan sejak
anak-anak sehingga dapat menjadi suatu kebiasaan yang baik agar anak-anak
dapat terhindar dari berbagai penyakit dan kedepan dapat mengubah pola
hidup mereka untuk menjadi lebih baik, sehingga peserta didik dapat belajar
tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal yang nantinya akan
menghasilkan sumber daya yang berkualitas (DepKes RI, 2016).

Cuci tangan pakai sabun (CTPS) merupakan salah satu indikator output dari
strategi nasional STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat), yaitu setiap
rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti
sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas
cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci
tangan dengan benar (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Cuci tangan sering dianggap sebagai hal yang sepele di masyarakat, padahal
cuci tangan bisa memberi kontribusi pada peningkatan status kesehatan
masyarakat. Berdasarkan fenomena yang ada terlihat bahwa anak-anak usia
sekolah mempunyai kebiasaan kurang memperhatikan perlunya cuci tangan
dalam kehidupan sehari-hari, terutama ketika di lingkungan sekolah. Mereka
biasanya langsung makan makanan yang mereka beli di sekitar sekolah tanpa
cuci tangan terlebih dahulu, padahal sebelumnya mereka bermain-main.
Perilaku tersebut tentunya berpengaruh dan dapat memberikan kontribusi
dalam terjadinya penyakit diare. Cuci tangan merupakan tehnik dasar yang
paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi. (Luby,
Agboatwalla, Bowen, Kenah, Sharker, dan Hoekstra (2009)

Hasil survey pendahuluan yang dilakukan peneliti di Desa Silangkitang


Kecamatan Pahae Jae, Kabupaten Tapanuli Utara. di dapatkan data bahwa
anak-anak di desa silangkitang belum melakukan cuci tangan dengan benar

3
bahkan saat selesai melakukan aktivitas atau bermain dilingkungan luar. Hasil
wawancara yang dilakukan dengan 6 orang anak tentang manfaaf cuci tangan,
mereka menjawab bahwa mereka memahami manfaat cuci tangan yaitu agar
tangan bersih, kuman mati, dan terhindar dari penyakit. Mereka juga
mengatakan bahwa sudah pernah diadakan program atau penyuluhan cuci
tangan sebelumnya di Sekolah. Namun mereka lupa dan malas melakukan
cuci tangan juga masih kurang tepat, anak-anak mencuci tangan asal basah
tanpa sabun. Mengingat terjadinya Diare yang disebabkan oleh kurangnya
kesadaran dalam kebersihan dan mencuci tangan maka sangat penting bagi
anak-anak agar memahami cara melakukan cuci tangan yang benar dan
sesering mungkin, sehingga program CTPS yang dilaksanakan tercapai, dan
meminimalkan penyebaran diare.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik melakukan penelitian dengan


judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Cuci Tangan Dengan
Perilaku Anak Dalam Mencegah penyebaran Diare Di Desa
Silangkitang Kecamatan Pahae Jae”

Anda mungkin juga menyukai