Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Gambar 4.1
Kromatografi Lapis Tipis
4.2 Pembahasan
Kromatografi lapis tipis merupakan jenis kromatografi yang dapat digunakan
untuk menganalisis senyawa secara kualitatif maupun kuantitatif. Lapisan  yang
memisahkan terdiri atas bahan berbutir (fase diam) ditempatkan pada penyangga berupa
pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan,
ditotolkan berupa bercak atau pita, setelah pelat/lapisan ditaruh dalam bejana tertutup
rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi setelah
perambatan kapiler (pengembangan), selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan/dideteksi. Deteksi dilakukan dengan menggunakan sinar UV (Sudjadi,
1988).
Pada hakekatnya KLT merupakan metoda kromatografi cair yang
melibatkan dua fasa yaitu fasa diamdan fasa gerak. Fasa geraknya
berupa campuran pelarut pengembang dan fasa diamnya dapat
berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap
(kromatografi cair-padat) atauberfungsi sebagai penyangga untuk
lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fasa diam pada KLTsering
disebut penyerap walaupun berfungsi sebagai penyangga untuk zat
cair di dalam sistem kromatografi cair-cair. Hampir segala macam
serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT, contohnya silika
gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah
diatomae) danselulosa. Silika gel merupakan penyerap paling banyak
dipakai dalam KLT (Iskandar, 2007).
Data yang diperoleh dari analisis dengan KLT adalah nilai Rf, nilai
Rf berguna untuk identifikasi suatu senyawa. Nilai Rf suatusenyawa
dalam sampel dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa murni. Nilai
Rf didefinisikan sebagi perbandingan jarak yang ditempuh oleh
senyawa pada permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang
ditempuh oleh pelarut sebagai fase gerak (Adam Wiryawan, 2008).
Beberapa keuntungan dari kromatografi lapisan tipis ini yaitu;
kromatografi lapisan tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis,
identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi
warna, fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
Kemudian metode pemisahan senyawa yang cepat, mudah dan
menggunakan peralatan sederhana dalam menentukan kadar. Serta
dapat digunakan sampel yang sangat kecil (mikro) (Z.Abidin, 2011).
Pada praktikum ini kami menggunakan sampel ekstrak kental kayu manis hasil
dari evaporasi. Pada tahap pertama kami menyiapkan alat dan bahan, kemudian
dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%. Tujuan dari pembersihan alat ini untuk
membunuh mikroorganisme yang ada pada alat karena alkohol 70% berfungsi sebagai
desinfektan yaitu dapat membunuh bakteri atau mikroorganisme pada jaringan mati
(Susatyo, 2016).
Tahap kedua yang dilakukan adalah preparasi larutan sampel. Preparasi sampel
dilakukan untuk memperoleh larutan sampel sehingga bisa dianalisis karena dalam KLT,
sampel yang diuji harus berbentuk larutan. Sampel ekstrak kental kayu manis dilarutkan
sedikit dengan menggunakan etanol, karena menurut Murjana (2019), fungsi etanol ini
yaitu sebagai pelarut dan juga disinfektan. Setelah ditambahkan etanol diaduk terus
hingga larut yang bertujuan untuk melarutkan ekstrak kayu manis. Hal yang dilakukan
selanjutnya yaitu menyiapkan wadah untuk pemeriksaan senyawa yag terkandung dalam
ekstrak tersebut, hal ini sesuai dengan literature (M. zacky,2010) Peralatan yang
digunakan untuk KLT adalah chamber (wadah untuk proses KLT) , pinset, plat KLT, dan
eluen. Kemudian memotong lempeng menjadi 20 bagian dengan ukuran 5 x 1 cm.
Selanjutnya dilakukan penyiapan fasa diam dan fasa gerak dari sistem
kromatografi lapis tipis. Penggunaan eluen ini disesuaikan dengan sifat polar  eluen yang
digunakan ialah metanol dan etil asetat (1:3), menurut Eko Hidayaturrohman (2020),
alasan menggunakan eluen ini karena eluen ini dapat menghasilkan spot yang bagus,
kemudian pemisahannya baik, dengan waktu pemisahan juga yang tidak terlalu lama, hal
ini dikarenakan eluenya bersifat polar dan mudah menguap.
Pelarut yang digunakan dalam praktikum ini adalah etil asetat dan metanol,
menurut Sunyoto (2010), penggunaan pelarut yang berbeda bertujuan untuk mengetahui
senyawa apa saja yang tertarik dari masing-masing pelarut. Tujuan penggunaan etil asetat
menurut Rowe (2009), etil asetat merupakan pelarut yang baik digunakan untuk ekstraksi
karena dapat dengan mudah di uapkan, tidak higroskopis, dan memiliki sifat toksisitas
rendah. Sedangkan menurut Tensiska (2007), etil asetat bersifat semi polar sehingga
mampu menarik senyawa aglikon maupun glikon. Tujuan penggunaan metanol menurut
Depkes RI (1979), tujuan penggunaan metanol agar dapat mengetahui perubahan warna
larutan menjadi warna kuning, jingga, merah dan hijau maka menandakan adanya
flavonoid. Sedangkan menurut Astarina (2013), menggunakan pelarut metanol karena
metanol dapat menarik senyawa flavonoid, saponin, tanin dan terpenoid pada tanaman.
Selain itu, metanol merupakan pelarut yang bersifat universal sehingga dapat menarik
sebagian besar senyawa yang bersifat polar dan non polar pada bahan.
Jika diamati, proses KLT yang terjadi adalah KLT secara menaik,
dimana fase gerak akan naik ke fase diam. Setelah selesainya proses
KLT secara menaik, lempeng tipis diamati dibawah lampu sinar UV
366. Hal ini dikarenakan sampel yang digunakan tidak memiliki warna
yang mencolok, maka dari itu noda yang terbentuk tidak akan nampak
apabila dilihat secara langsung di bawah cahaya normal Gandjar
(2007).
Larutan ekstrak kayu manis yang telah dibuat tadi ditotolkan pada lempeng klt
lalu lempeng klt dimasukkan kedalam wadah yang berisikan eluen. Selanjutnya tunggu
hingga eluen sampai tanda batas. Setelah itu lempeng dikeluarkan, dikeringkan diudara
kemudian dideteksi dengan sinar UV 366 apakah terdapat bercak noda pada lempeng,
tandai. Lalu dihitung nilai Rfnya.
Hasil yang didapatkan adalah jarak yang ditempuh menghasilkan noda
dibagi dengan jarak yang ditempuh pelarut menghasilkan nilai Rf 0,8.
Dimana nilai Rf yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Dan senyawa yang
kami dapatkan yaittu senyawa alkaloid. Berdasarkan literatur Gandjar
(2007) nilai Rf 0,8 masuk dalam kisaran 12 alkaloid yang paling umum
yaitu 0,07 – 0,62 dengan melihat hasil identifikasi dengan pereaksi kimia
dan kromatografi lapis tipis dapat dinyatakan bahwa kayu manis tersebut
mengandung alkaloid. Menurut literatur Harmita (2004), Rf yang baik itu
antara 0,2 – 0,8. Apabila kurang dari 0,2 berarti terlihat seperti memisah
tetapi aslinya tidak memisah. Jika lebih besar dari 0,8 mungkin saja itu
terlalu besar terjadi karena fase gerak terlalu kuat sehingga terbawa oleh
fase gerak. Faktor- faktor yang mempengaruhi harga Rf adalah struktur
kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan, sifat penjerap, tebal dan
kerataan dari lapisan penjerap, pelarut dan derajat kemurniannya, derajat
kejenuhan uap pengembang dalam bejana, teknik percobaan, jumlah
cuplikan yang digunakan, suhu dan kesetimbangan.
Penotolan hasil ekstrak pada lempeng, berdasarkan literatur penotolan dilakukan
memakai pipa kapiler. Pelarut dibiarkan menguap atau dihilangkan dengan bantuan aliran
udara kering. Lapisan kemudian dimasukan ke dalam bejana yang berisi pelarut yang
dalamnya sekitar satu cm yang akan bertindak sebagai fase gerak. Lalu bejana ditutup
ketat dan pelarut dibiarkan sekitar 10-15 menit. Titik tempat campuran yang ditotolkan
pada ujung pelat atau lembaran disebut titik awal dan cara menempatkan cuplikan disebut
penotolan (M. zacky,2010)
Dalam langkah ini harus diperhatikan pergerakan dari hasil totolan ekstrak
tersebut terhadap eluennya (pelarutnya) hal ini berdarkan literatur (Tim kimia
organic,2014). Garis depan pelarut ialah bagian atas fase gerak atau pelarut ketika
bergerak melalui lapisan dan setelah pengembangan selesai, merupakan tinggi maksimum
yang dicapai pelarut.
Selanjutnya dilihat hasil pengerakan noda hasil totolan pada cahaya UV, hal ini
sesuuai dengan literatur bahwa alat denstiometri memiliki sinar yang bergerak diatas
bercak pemisahan pada lempeng kromatografi yang akan ditetapkan kadar komponennya.
Lempeng digerakkan menyususri berkas sinar yang bersal dari sumber sinar tersebut
(sudjadi, 1988). Hal ini juga selaras dengan pendapat (Made Agus Gelgel Wirasuta,
2008) Untuk meningkatkan sensitifitas KLT sangat disarankan dalam analisis toksikologi
forensik, uji penapisan dengan KLT dilakukan paling sedikit lebih dari satu sistem
pengembang dengan penampak noda yang berbeda. Dengan menggunakan
spektrofotodensitometri analit yang telah terpisah dengan KLT dapat dideteksi
spektrumnya (UV atau fluoresensi). Kombinasi ini tentunya akan meningkatkan derajat
sensitifitas dan spesifisitas dari uji penapisan dengan metode KLT.
Hasil totolan berdasarkan penggunan eluen. Eluent dapat digolongkan menurut
ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada ekstrak atau
sebuah lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu
pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mendorong pelarut yang relatif tak polar
(Nunung Triana, 2010).
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa semakin tinggi polaritas senyawa, semakin ikatannya dengan fase diam yang
berupa plat silica gel yang bersifat polar sehingga mempunyai nilai Rf yang semakin
kecil, dan sebaliknya. Sedangkan jika dilihat dari pengaruh eluen yang digunakan,
semakin tinggi polaria eluen maka nilai Rfnya juga semakin tinggi.
Adapun faktor kesalahan yang dapat terjadi dari praktikum KLT adalah apabila
konsentrasi dan komposisi larutan yang digunakan tidak sesuai maka akan
mengganggu nilai Rf. Pada saat tidak terbentuknya noda bulat sempurna, hal ini juga
dapat disebakan oleh senyawa asing dan pencemaran pada pelarut yang digunakan
(wadah yang digunakan kotor) ataupun adanya partikel lain yang menempel pada
lempeng. tidak sesuainya perbandingan eluen yang digunakan berdasarkan prosedur
yang sudah ada, eluen yang digunakan tingkat kepolaranya rendah (semakin polar
eluen maka semakin mudah terserap), eluen tidak dijenuhkan sebelum proses KLT,
eluen melewati tanda batas pada lempeng tipis, dan jika gelas tidak ditutup.
Dengan hasil praktikum yang telah diperoleh maka telah tercapailah maksud dari
praktikum ini yaitu untuk mengetahui dan memahami cara-cara pemisahan suatu sampel
(obat) dengan menggunakan kromatografi lapis tipis dan mengatuhi nilai Rf-nya.

Anda mungkin juga menyukai