Anda di halaman 1dari 33

Laporan Praktikum

FARMAKOLOGI I
“ AMPUL ”

OLEH

Kelas : B-D3 Farmasi 2019


Kelompok : II (DUA)
Asisten : FIJRAM SAPUTRA

LABORATORIUM TEKHNOLOGI FARMASI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
Lembar Pengesahan

TEKHNOLOGI SEDIAAN STERIL


“ AMPUL ”

OLEH

KELAS B-D3 FARMASI 2019


KELOMPOK II (DUA)

1. NUR JIHAN MOPANGGA (821317010)


2. YUSNITA ANTU (821317015)
3. NUZLAN ARIF (821317038)
4. ABDUL KADIR ISMAIL (821319038)
5. SITI NURAINI BAHAR (821319047)
6. MUTIARA J DALILI (821319049)
7. RIZKA ANANDA YUSUF (821319050)
8. MITA EKA SUKMAWATI (821319058)
9. RIZQAH FAJRIANI DJABA. (821319063)
10. PUTRI REGINA KOEM. (821319064)
11. PUTRI LESTARI FEBRIANI (821319068)
12. ISRAWATI ADAM. (821319087)

Gorontalo, Desember 2020


Nilai
Asisten
FIJRAM SAPUTRA
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih
memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan
yang luar biasa ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan laporan percobaan
dengan judul “Ampul" ini dengan tepat waktu.
Adapun maksud penyusunan laporan ini untuk memenuhi tugas
Praktikum sterilisasi. Rasa terima kasih kami tidak terkirakan kepada Dosen
Pengampuh dan Asisten Laboratorium, serta orang tua kami yang selalu
memberikan dukungan.
Dengan penuh kesadaran bahwa tak ada gading yang takretak, maka
laporan ini pun tidak luput dari segala kekurangan. Segala kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnnya memperbaiki, menyempurnakan dan mengembangkan
laporan ini sangat kami harapkan.
Harapan kami bahwa laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang Ampul.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, Desember 2020

KELOMPOK II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Maksud Percobaan.....................................................................................2
1.3 Tujuan Percobaan.......................................................................................2
1.4 Prinsip Percobaan.......................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3
2.1 Dasar Teori.................................................................................................3
2.2 Uraian Hewan............................................................................................9
2.3 Uraian Bahan............................................................................................10
BAB III METODE KERJA.................................................................................14
3.1 Waktu dan Tempat...................................................................................14
3.2 Alat dan Bahan.........................................................................................14
3.3 Cara Kerja................................................................................................14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................15
4.1 Hasil.........................................................................................................15
4.2 Perhitungan..............................................................................................15
4.3 Pembahasan..............................................................................................17
BAB V PENUTUP...............................................................................................21
5.1 Kesimpulan..............................................................................................21
5.2 Saran.........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,
berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. keadaan psikis sangat
mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau
memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan nyeri.
nyeri merupakan suatu perasaan seubjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri
berbeda-beda bagi setiap orang. batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni
pada 44-45⁰C (Tjay, 2007).
Penyebab rasa nyeri adalah rangsangan-rangsangan mekanis, fisik, atau
kimiawi yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan
melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri yang letaknya
pada ujung-ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir,atau jaringan-jaringan
(organ-organ) lain. Dari tempat ini rangsangan dialirkan melalui saraf-saraf
sensoris ke Sistem Saraf Pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke
thalamus dan kemudian ke pusat nyeri di dalam otak besar, dimana rangsangan
dirasakan sebagai nyeri. Mediator-mediator nyeri yang terpenting adalah
histamine, serotonin, plasmakinin-plasmakinin, dan prostaglandin-prostagladin,
sertaion-ion kalium (Mutschler, 1991).
Obat analgesik dibedakan menjadi 2 macam, yaitu analgesik opioid dan
analgesik non-narkotik. Anlgesik opioid merupakan kelompok obat yang
memiliki sifat seperti opium yang berasal dari getah Papaverum somniferum
yang mengandung sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya, morfin, codein, tebain,
dan papaverin. Sering terjadi penyalahgunaan analgesik opioid karena adanya
efek euforia dan ketagihan sehingga penggunaannya pun dibatasi (Dewoto,
2008).
Analgesik jenis yang lain adalah analgesik non-narkotik. Yang termasuk
jenis ini adalah analgesik antipiretik dan obat AINS (Anti Inflamasi nonsteroid)
dimana obat jenis ini banyak diresepkan oleh dokter maupun dijual bebas tanpa
resep dokter. Beberapa contoh obat analgesik non narkotik yang sering
digunakan antara lain parasetamol, aspirin, ibuprofen, dan masih banyak lainnya
(Wilmana & Sulistia, 2008).
Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi
atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan
anestetika umum) (Tjay, 2007).
Pada percobaan analgesik ini, kami menggunakan obat paracetamol,
ibuprofen dan asam mefenamat yang diinduksikan pada mencit dengan
penginduksi asam cuka.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan analgesik?
2. Apakah daya obat analgetika terhadap hewan uji?
1.3 Tujuan Percobaan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan mempelajari pengaruh pemberian
dan efektivitas analgetika sediaan obat paracetamol, ibuprofen dan asam
mefenamat pada mencit.
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mekanisme obat
paracetamol, ibuprofen, asam mefenamat pada mencit.
1.4 Prinsip Percobaan
Semakin tinggi kemampuan analgetik suatu obat semakin berkurang
jumlah geliatan mencit yang diakibatkan induksi dengan asam cuka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Analgesik
Analgetika adalah obat-obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Analgetika pada umumnya diartikan
sebagai suatu obat yang efektif untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot,
nyeri sendi, dan nyeri lain misalnya nyeri pasca bedah dan pasca bersalin,
dismenore (nyeri haid) dan lain-lain sampai pada nyeri hebat yang sulit
dikendalikan. Hampir semua analgetik ternyata memiliki efek antipiretik dan
efek anti inflamasi. (Guyfon, 1996).
Menurut The International Association for the Study of Pain (1979),
dalam Potter & Perry (2005), nyeri didefenisikan sebagai perasaan sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan
jaringan atau potensial yang menyebabkan kerusakan jaringan. Sementara itu
defenisi keperawatan tentang nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang
dikatakan individu yang mengalaminya yang ada kapanpun individu
mengatakannya.
Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman dan menyiksa bagi
penderitanya. Namun terkadang nyeri dapat digunakan sebagai tanda adanya
kerusakan jaringan. Nyeri merupakan suatu tanda terhadap adanya berbagai
gangguan tubuh, seperti infeksi kuman, peradangan dan kejang otot (Guyfon,
1996). Rasa nyeri sendiri dapat dibedakan dalam tiga kategori menurut Katzung
(1998).
1. Nyeri ringan    : sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri haid. Dapat
iatasi dengan asetosal, parasetamol bahkan placebo.
2. Nyeri sedang   yaitu sakit punggung, migrain, rheumatik. Memerlukan
analgetik perifer kuat.
3. Nyeri hebat yaitu kolik/kejang usus, kolik batu empedu, kolik batu
ginjal, kanker. Harus diatasi dengan analgetik sentral.
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang
fungsinya adalah melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya
gangguan-gangguan di dalam tubuh, seperti peradangan (rematik, encok),
infeksi-infeksi kuman atau kejang-kejang otot. Penyebab rasa nyeri adalah
rangsangan-rangsangan mekanis, fisik, atau kimiawi yang dapat menimbulkan
kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut
mediator-mediator nyeri yang letaknya pada ujung-ujung saraf bebas di kulit,
selaput lendir,atau jaringan-jaringan (organ-organ) lain. Dari tempat ini
rangsangan dialirkan melalui saraf-saraf sensoris ke Sistem Saraf Pusat (SSP)
melalui sumsum tulang belakang ke thalamus dan kemudian ke pusat nyeri di
dalam otak besar, dimana rangsangan dirasakan sebagai nyeri. Mediator-
mediator nyeri yang terpenting adalah histamine, serotonin, plasmakinin-
plasmakinin, dan prostaglandin-prostagladin, sertaion-ion kalium (Mutschler,
1991).
Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin,
leukotriendan prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di ujung-
ujung saraf  bebas di kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian
menimbulkan antara lain reaksi radang dan kejang-kejang. Nociceptor ini juga
terdapat di seluruh jaringan dan organtubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat ini
rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron
dengan sangat banyak sinaps via sumsum- belakang, sumsum-lanjutan dan otak-
tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar,
dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay dan Rahardja, 2007).
Terkadang, nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman
dan berkaitan dengan ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada
dasarnya rasa nyeri merupakan suatu gejala, serta isyarat bahaya tentang adanya
gangguan pada tubuh umumnya dan jaringan khususnya. Meskipun terbilang
ampuh, jenis obat ini umumnya dapat menimbulkan ketergantungan pada
pemakai. Untuk mengurangi atau meredakan rasa sakit atau nyeri tersebut maka
banyak digunakan obat-obat analgetik (seperti parasetamol, asam mefenamat
dan antalgin) yang bekerja dengan memblokir  pelepasan mediator nyeri
sehingga reseptor nyeri tidak menerima rangsang nyeri (Green, 2009).
Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk
mengurangi rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Kesadaran
akan perasaan sakit terdiri dari dua proses, yakni penerimaan rangsangan sakit di
bagian otak besar dan reaksi-reaksi emosional dan individu terhadap perangsang
ini (Anief, 2000).
Analgetika pada umumnya diartikan sebagai suatu obat yang efektif
untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri lain
misalnya nyeri pasca bedah dan pasca bersalin, dismenore (nyeri haid) dan lain-
lain sampai pada nyeri hebat yang sulit dikendalikan. Hampir semua analgetika
memiliki efek antipiretik dan efek anti inflamasi (Katzung, 1998).
Obat penghalang nyeri (analgetik) mempengaruhi proses pertama dengan
mempertinggi ambang kesadaran akan perasaan sakit, sedangkan narkotik
menekan reaksi-reaksi psychis yang diakibatkan oleh rangsangan sakit (Anief,
2000).
Terdapat perbedaan mencolok antara analgetika dengan anastetika umum
yaitu meskipun sama-sama berfungsi sebagai zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri namun, analgetika bekerja tanpa menghilangkan
kesadaraan. Nyeri sendiri terjadi akibat rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis
yang memicu pelepasan mediator nyeri. Intensitas rangsangan terendah saat
seseorang merasakan nyeri dinamakan ambang nyeri (Tjay dan Rahardja, 2007).
Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja dan efek samping,
analgetika di bedakan menjadi 2 kelompok, yaitu menurut Tjay dan Rahardja
(2007)
1. Analgetika yang bersifat kuat, bekerja pada pusat (hipoanalgetika →
kelompok opiat)
2. Analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja terutama
pada perifer dengan sifat antipiretika dan kebanyakan juga mempunyai
sifat antiinflamasi dan antireumatik.
2.1.2 Proses Terjadinya Nyeri
Reseptor nyeri (nociceptor) merupakan ujung saraf bebas, yang tersebar
di kulit, otot, tulang, dan sendi. Impuls nyeri disalurkan ke susunan saraf pusat
melalui dua jaras, yaitu jaras nyeri cepat dengan neurotransmiternya glutamat
dan jaras nyeri lambat dengan neurotransmiternya substansi P (Guyton & Hall,
1997;Ganong, 2003).
Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin,
leukotrien dan prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor ) di ujung-
ujung saraf bebasdi kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan
antara lain reaksiradang dan kejang-kejang. Nociceptor ini juga terdapat di
seluruh jaringan dan organtubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat ini rangsangan
disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat
banyak sinaps via sumsum- belakang, sumsum-lanjutan dan otak-tengah. Dari
thalamus impuls kemudianditeruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana
impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay dan Rahardja, 2007).
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang
berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya
tentang adanya ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau
kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis
dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu
pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara
lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi
reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain.
Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP.
Dari sini rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk
neuron dengan amat benyak sinaps via sumsumtulang belakang, sumsum
lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat
nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay dan Rahardja,
2007).
2.1.3 Mekanisme Kerja Obat Analgesik
1. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu
enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri,
salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini
adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim
COX pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan
mediator nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2
inhibitors. Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah
gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi
alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam
jangka waktu lama dan dosis besar (Anchy, 2011).
2. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika
Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim
sikloogsigenase dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan dengan kerja
analgesiknya dan efek sampingnya. Kebanyakan analgesik OAINS diduga
bekerja diperifer . Efek analgesiknya telah kelihatan dalam waktu satu jam
setelah pemberian per-oral. Sementara efek antiinflamasi OAINS telah tampak
dalam waktu satu-dua minggu pemberian, sedangkan efek maksimalnya timbul
berpariasi dari 1-4 minggu. Setelah pemberiannya peroral, kadar puncaknya
NSAID didalam darah dicapai dalam waktu 1-3 jam setelah pemberian,
penyerapannya umumnya tidak dipengaruhi oleh adanya makanan. Volume
distribusinya relatif kecil (< 0.2 L/kg) dan mempunyai ikatan dengan protein
plasma yang tinggi biasanya (>95%). Waktu paruh eliminasinya untuk golongan
derivat arylalkanot sekitar 2-5 jam, sementara waktu paruh indometasin sangat
berpariasi diantara individu yang menggunakannya, sedangkan piroksikam
mempunyai waktu paruh paling panjang (45 jam) (Gilang, 2010).
Parasetamol pada umumnya dikenal sebagai inhibitor lemah sintesis
prostaglandin (PGs) dan menurunkan konsentrasi prostaglandin in vivo. Efek
invivo parasetamol serupa dengan inhibitor selektif cyclooxygenase-2 (COX-2).
Pada sistem sel yang rusak, parasetamol adalah inhibitor lemah prostaglandin
untuk sintesis COX-1 dan COX-2 tetapi dosis terapi dari parasetamol untuk
mencegah sintesis prostaglandin ialah ketika kadar asam arakidonat rendah. PGs
disintesis oleh COX-2 dalam sel yang mengandung COX-1 dan COX-2. Banyak
bukti menyatakan bahwa efek analgesi dari parasetamol bekerja secara sentral
dan berhubungan dengan aktivasi dari jalur desenden serotonergik , namun aksi
kerja utamanya tetap sebagai penghambat sintesis prostaglandin. Aksi
parasetamol di level molekuler tidak jelas tetapi dapat dikaitkan dengan produksi
metabolit reaktif oleh fungsi peroksidase dari COX-2, yaitu deplesi glutathione,
kofaktor dari enzim seperti PGE synthase (Stoelting, 2006; Sinatra, et al., 1992).
Mekanisme kerja ibuprofen melalui inhibisi sintesa prostaglandin dan
menghambat siklooksigenase-I (COX I) dan siklooksigenase-II (COX II).
Namun tidak seperti aspirin hambatan yang diakibatkan olehnya bersifat
reversibel. Dalam pengobatan dengan ibuprofen, terjadi penurunan pelepasan
mediator dari granulosit, basofil dan sel mast, terjadi penurunan kepekaan
terhadap bradikinin dan histamin, mempengaruhi produksi limfokin dan limfosit
T, melawan vasodilatasi dan menghambat agregasi platelet (Stoelting, 2006).
Tablet asam mefenamat diberikan secara oral. Diberikan melalui mulut
dan diabsorbsi pertama kali dari lambung dan usus selanjutnya obat akan melalui
hati diserap darah dan dibawa oleh darah sampai ke tempat kerjanya. konsentrasi
puncak asam mefenamat dalam plasma tercapai dalam 2 sampai 4 jam. Pada
manusia, sekitar 50% dosis asam mefenamat diekskresikan dalam urin sebagai
metabolit 3-hidroksimetil terkonjugasi. dan 20% obat ini ditemukan dalam feses
sebagai metabolit 3-karboksil yang tidak terkonjugasi (Goodman, 2007).
2.1.4 Tahapan terjadinya Nyeri
Nyeri nosiseptif terdiri dari empat rangkaian proses yang terlibat yaitu,
transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Proses tersebut merupakan proses
yang sangat rumit. Tahap pertama yang terjadi ialah transduksi. Transduksi
merupakan konversi stimulus noksious termal, mekanik, atau kimia menjadi
aktivitas listrik pada akhiran serabut sensorik nosiseptif. Proses ini diperantarai
oleh reseptor ion channel yang spesifik.
Konduksi merupakan perjalanan aksi potensial dari akhiran saraf perifer
ke sepanjang akson menuju akhiran nosiseptor di sistem saraf pusat. Kerusakan
jaringan menyebabkan pelepasan mediator kimia, seperti prostaglandin,
bradikinin, serotonin, substansi P, dan histamin. Mediator-mediator ini
kemudian mengaktifkan nosiseptor, sehingga terjadilah proses yang disebut
transduksi. Pertukaran ion natrium dan kalium terjadi pada membran sel
sehingga mengakibatkan potensial aksi dan terjadinya impuls nyeri.
Tahap kedua yaitu proses transmisi. Transmisi merupakan bentuk
transfer sinaptik dari satu neuron ke neuron lainnya. Potensial aksi dari tempat
cedera bergerak dari sepanjang serabut saraf afferen ke nosiseptor di medulla
spinalis. Pelepasan substansi P dan neurotransmitter lainnya membawa potensial
aksi melewati celah ke kornu dorsalis pada medulla spinalis, kemudian naik
sebagai traktus spinotalamikus ke thalamus dan otak tengah. Proses yang terjadi
setelah potensial aksi melewati talamus yaitu serabut saraf mengirim pesan
nosisepsi ke korteks somatosensori, lobus parietal, lobus frontal, dan sistem
limbik setelah melewati talamus, dimana proses nosiseptif ketiga terjadi.
Proses akhir nosiseptif yakni modulasi merupakan hasil dari aktivasi otak
tengah. Beberapa neuron dari daerah tersebut memiliki berbagai
neurotransmiter, yaitu endorfin, enkephalins, serotonin (5-HT), dan dinorfin,
turun ke daerah-daerah dalam sistem saraf pusat yang lebih rendah. Neuron ini
merangsang pelepasan neurotransmiter tambahan, yang pada akhirnya memicu
pelepasan opioid endogen dan menghambat transmisi impuls nyeri di kornu
dorsal.
Proses persepsi melibatkan kedua komponen sensorik dan affektif nyeri.
Penelitian klinis dalam beberapa tahun terakhir telah menghasilkan pemahaman
yang lebih besar mengenai sistem limbik di daerah gyrus cingula anterior dan
perannya dalam respon emosional terhadap rasa sakit.
Perjalanan nyeri merupakan lalu lintas dua arah, yaitu jalur asenden dan
desenden. Efek inhibisi dicapai melalui arah desenden yang menjangkau dari
otak sadar sampai kegerbang otak setengah sadar dan medulla spinalis. Kornu
dorsalis pada medulla spinalis merupakan zona mayor yang menerima akson
aferen primer 13 (nosiseptor) yang mengirim informasi dari reseptor sensorik
pada kulit, visceral, sendi, dan otot pada tungkai dan lengan ke sistem saraf
sentral. Kornu dorsalis juga menerima input dari akson yang turun dari berbagai
area di otak.
2.2 Uraian Hewan
Klasifikasi Hewan Coba Mencit
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subfilum            : Vertebrata
Kelas                   : Mammalia
Ordo                  : Rodentia
Famili              : Muridae Mus musculus
Genus                : Mus
Spesies               : Mus musculus
2.3 Uraian Bahan
2.3.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Alkohol, Etanol, Etil alkohol
RM/BM : C2H5OH / 46,07
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap


dan mudah bergerak; bau khas; rasa. Mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang
tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam
kloroform P dan eter P
Kegunaan : Membunuh bakteri pada sampel
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, di tempat sejuk, jauh dari nyala api
2.3.2 Aquadest (Dirjen POM, 1995)
Nama resmi  : AQUA DESTILLATA 
Nama lain  : Air suling, Aquadest
Rumus molekul  : H2O
Berat molekul  : 18,02 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak


mempunyai rasa
Kegunaan : Sebagai pelarut
1.3.3 Asam asetat (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : ACIDUM ACETICUM GLACIALE
Nama lain : Asam asetat glacial
Rumus molekul : CH3COOH
Berat molekul : 60,05 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, tajam,


jika diencerkan dengan air, rasa asam
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P
dan dengan gliserol P.
Khasiat : Sebagai pembunuh kuman, serta sebagai penawar
untuk racun metanol.
Kegunaan : Sebagai penginduksi nyeri
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
2.3.4 Asam Mefenamat (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : ACIDUM MAFENAMICUM
Nama lain : Asam mefenamat
Rumus molekul : C15H13NO3
Berat molekul : 241,29 gr/mol

Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk hablur, putih atau hampir putih, melebur


pada suhu 230C serta pemurnian
Kegunaan : Sebagai obat analgesik
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

2.3.5 Ibuprofen (Dirjen POM, 1979; Dirjen POM 1995; Sweetman, 2009)
Nama resmi : IBUPROFEN
Nama lain           : Ibuprofen, ibuprofenas, ibuprofenox
Rumus molekul : C13H18O2
Berat molekul    : 206,3
Rumus struktur :

Pemerian : Putih atau hampir putih, serbuk kristal atau kristal


berwarna
Kelarutan           : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam aseton,
sangat mudah larut dalam etanol, metil alkohol.
Sedikit larut dalam etil asetat
Penyimpanan   : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan      : Analgesik (sebagai zat aktif)
Stabilitas           : Larutan ibuprofen lisin dalam air untuk wadah
injeksi di suhu kamar yang stabil ketika
terlindung dari cahaya
Kontraindikasi         : Hipersensititas, wanita hamil, dan menyusui
Farmakologi            : Aktivitas anti-inflamasi, antipiretik, dan analgetik
Farmakokinetik       : Ibuprofen diabsorpsi dari saluran gastrointestinal
dan plasma, konsentrasi dicapai1-2 jam. Waktu
paruh dalam plasma sekitar 2 jam
2.3.2 Na-CMC (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHIL CELLULOSUM
Nama Lain : Natrium karboksimetil selulosa
Struktur Kimia :

Pemerian : Serbuk atau butiran putih atau kuning gading,


tidak berbau,dan bersifat higroskopik
Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk suspense
koloida, tidak larut dalam etanol
Kegunaan : Sebagai kontrol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.3.2 Paracetamol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : ACETOMINOPHENUM
Nama lain : Asetominofen, Paracetamol
Berat molekul : 151,16 g/mol
Rumus molekul : C8H9NO2
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk halus, putih, tidak berbau, rasa pahit.


Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam Na
Hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol.
Stabilitas : Tidak stabil pada sinar UV hidrolisis dapat terjadi
pada keadaan asam ataupun basa hidrolisis
minimum terjadi pada rentang pH antara 5-9.
Inkompatibilitas : Parasetamol tidak terkomposisi dengan
kebanyakan bahan tetapi dengan adanya P amino
fenol dalam parasetamol akan bereaksi dengan
serbukbesi pada kadar rendah menyebabkan
warna merah muda.
Khasiat : Analgetik dan Antipiretik
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik dan rapat

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat Dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu batang pengaduk,dispo 1
ml, neraca analitik, pot salep, sonde oral, stopwatch, timbangan berat badan.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu alkohol 70%, asam
asetat, asam mefenamat, aquadest, paracetamol tablet, sirup ibuprofen, dan
mencit jantan dengan berat bedan 20-30 gram, dan Na-CMC.
3.2 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang mencit yang diuji coba
4. Ditimbang dosis sesuai dosis yang dihitung
5. Dibuat larutan sebanyak 10 ml dan ditambahkan bahan yang sudah
ditimbang
6. Diberikan obat yang sesuai dengan perhitungan dosis
7. Diberikan penginduksi nyeri
8. Dihitung jumlah geliat
9. Diamati pada mencit dan dilihat menit keberapa obat bereaksi
10. Dicatat hasilnya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Perlakuan No. Mencit Jumlah Geliatan (Mencit) Jumlah
5 10 15
Na CMC 1 8 14 20 42
Paracetamol 1 5 4 2 11
Ibuprofen 1 4 3 1 8
Asam 1 5 2 0 7
Mefenamat
4.2 Perhitungan Dosis
4.2.1 Perhitungan Dosis
a. Asam Mefenamat
Dosis Lazim = 500 mg
Berat Mencit = 25 mg
Konversi Dosis = Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 500 mg 0,0026
= 1,3 mg
25 gram
BB 25 = x 1,3 mg = 1,6 mg
20 gram
Dosis yang diberikan = 0,5 ml
Larutan Persediaan = 10 ml
10
Jumlah Obat yang Ditimbang = x 1,6 mg
0,5
= 32 mg
0,032 gram
% kadar = x 100 %
10 ml
= 0,32 %
Berat 1 tablet = 600 mg
32 mg
Jumlah obat yang di timbang = x 600 mg
500
= 38,4 mg = 0,03 g
b. Ibu Profen
Dosis Lazim = 400 mg
Berat Mencit = 26 mg
Konversi Dosis = Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 400 mg x 0,0026
= 1,04 mg
26 gram
BB 26 = x 1,04 mg = 1,35 mg
20 gram
Dosis yang diberikan = 1 ml
Larutan Persediaan = 10 ml
10 ml
Jumlah Obat yang Ditimbang = x 1,35 mg = 13,5 mg
1 ml
0,0135 gram
% kadar = x 100 %
10 ml
= 0,135 %
Berat 1 tablet = 0,6 g
0,0135 g
Jumlah obat yang di timbang = x 0,6 g
0,4 g
= 0,07 g
c. Paracetamol
Dosis Lazim = 500 mg
Berat Mencit = 21 mg
Konversi Dosis = Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 500 mg 0,0026
= 1,3 mg
21 gram
BB 21 = x 1,3 mg = 1,365 mg
20 gram
Dosis yang diberikan = 1 ml
Larutan Persediaan = 10 ml
10 ml
Jumlah Obat yang Ditimbang = x 1,365 mg
1 ml
= 13,65 mg = 0,01365 g
0,01365 gram
% kadar = x 100 %
10 ml
= 0,1365 %
120 mg 13,65 mg
Konsentrasi Pct Sirup = x 5 ml
5 ml 120 mg
= 0,56825 ml = 0,6 ml
4.2.2 Perhitungan % daya analgesik
a. % daya analgesik obat 1 (Parasetamol)
(jumlah geliat paracetamol)
=100 - × 100%
(Jumlah geliat kontrol)
11
=100 - × 100%
42
= 100 - 26,19
= 73,81 %
b. % daya analgesik obat 2 (Asam Mefenamat)
(jumlah geliat obat Asam Mefenamat)
=100 - × 100%
(Jumlah geliat kontrol)
7
=100 - × 100%
42
= 100 - 16,66
= 83,34 %
c. % daya analgesik obat 3 (Ibuprofen)
(jumlah geliat obat Ibuprofen)
= 100 - × 100%
(Jumlah geliat kontrol)
8
= 100 - × 100%
42
= 100 - 19,04
= 80,96% %
4.3 Pembahasan
Analgesik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran (Husni dan mita, 2017).
Praktikum ini bertujuan untuk menganalisis efek obat analgetik untuk
membandingkan kemampuan tiap obat analgetik dalam meredakan nyeri
pada hewan uji yang telah diinduksi rasa nyeri secara kimia dengan
pemberian asam asetat secara intraperitoneal.
Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu. Alat
yang digunakan dibersihkan menggunakan alkohol 70 %. Menurut Handoko
(2007) dalam Jojok (2016), alkohol 70 % berfungsi sebagai desinfektan
terhadap berbagai kuman pada membran stetoskop, hasilnya alkohol 70%
terbukti mampu mereduksi jumlah koloni kuman sampai 91% tiap membran
stetoskop.
Mencit yang telah dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu
kelompok kontrol, kelompok paracetamol, asam mefenamat dan kelompok
ibuprofen yang telah disiapkan untuk diberikan perlakuan. Pada kelompok 1
yaitu kelompok kontrol diberikan larutan Na-CMC dengan volume 1 mL/22
g BB mencit secara oral. Na-CMC sendiri dibuat dengan melarukan Na-
CMC ke dalam air panas kemudian dibiarkan hingga menyerupai gel.
Menurut Tranggono (1991), dilarutkan dalam air panas karena Na-CMC
memiliki kelarutan yang baik dalam air panas maupun air dingin.
Diberikan sirup paracetamol dengan volume 1 mL/21 g BB mencit
secara oral, diberikan sirup asam mefenamat dengan volume 0,5 mL/25 g
BB mencit dan ibu profen 1 ml/ 26 g BB secara intravena. Menurut Hendra
(2016), diberikan volume 1 mL pada mencit karena volume maksimum
sesuai jalur pemberian untuk intravena dengan spesien mencit (20-30 g)
ialah 1 mL. Dibiarkan mencit hingga 5 sampai 15 menit setelah pemberian.
Diinduksi keempat kelompok mencit dengan asam asetat 0,5 % v/v
dengan dosis 1 ml secara intraperitoneal. Menurut Hendra (2016), untuk
pemberian jalur intraperitoneal pada mencit (20-30g) maksimum ialah 1
mL, dan dibiarkan selama 15 menit. Diamati, dicatat dan dihitung data
jumlah geliatan mencit setelah pemberian injeksi intraperitoneal asam asetat
setiap 5 menit selama 15 menit.
Hasil yang diperoleh, pada mencit jumlah geliatan pada kelompok
kontrol (Na-CMC) adalah 42 geliatan. Menurut Hendra (2016), Geliatan
diamati dengan melihat torsi pada satu sisi, kontraksi otot yang terputus-
putus, kaki belakang dan kepala tertarik kearah belakang sehingga
menyentuh dasar ruang yang ditempatinya dan penarikan kembali kepala
dan kaki belakang kearah abdomen. Hal ini menunjukkan bahwa
penginduksi nyeri (asam asetat) memberikan efek nyeri kepada mencit.
Menurut Puente etal (2015), asam asetat menyebabkan peradangan pada
dinding rongga perut sehingga menimbulkan respon geliat berupa kontraksi
otot atau peradangan otot perut.
Pada pemberian sirup paracetamol, hasil yang diperoleh pada mencit
ialah 11 geliatan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah
geliatan yang dialami oleh mencit yang dapat dijadikan acuan bahwa sirup
paracetamol dapat meredahkan nyeri pada hewan coba. Menurut Arslan
(2013), paracetamol memiliki efek analgesik yang bersifat sentral dan
aktivitas penghambatan produksi prostaglandin melalui penghambatan
aktivitas COX-2 yang setara dengan NSAID.
Pada pemberian sirup asam mefenamat, hasil yang diperoleh pada
mencit ialah 8 geliatan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan
jumlah geliatan yang dialami oleh mencit yang dapat dijadikan acuan bahwa
sirup ibuprofen dapat meredakan nyeri pada hewan coba. Menurut
Lukmanto (1986), ibuprofen bekerja secara sentral pada otak untuk
menghilangkan nyeri, menurunkan deman dan menyembuhkan rheumatik.
Ibuprofen mempengaruhi hipotalamus dan menurunkan sensitifitas reseptor
rasa sakit dan thermostat yang mengatur suhu tubuh.
Pada pemberian sirup ibuprofen, hasil yang diperoleh pada mencit
ialah 7 geliatan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah
geliatan yang dialami oleh mencit yang dapat dijadikan acuan bahwa asam
mefenamat dapat meredakan nyeri pada hewan coba.
Dari keselurruhan hasil pengamatan kami dapat di bandingkan untuk
rute pemberian obat yang tercepat berefek yaitu rute pemberian intravena
karena efek yang timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan
pemberian secara oral karena tidak mengalami tahap absorpsi maka kadar
obat dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan
langsung dengan respons penderita. Sedangkan onset yang paling lama
tercapai adalah melalui per oral.
Pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obar yang
umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah. Namun kerugiannya
ialah banyak faktor yang dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya sehingga
waktu onset yang didapat cukup lama.
Sedangkan rute pemberian yang cukup efektif adalah intra peritoneal
(i.p.) karena memberikan hasil kedua paling cepat setelah intravena. Namun
suntikan i.p. tidak dilakukan pada manusia karena bahaya injeksi dan adhesi
terlalu besar (Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995).
Kemungkinan kesalahan yang dapat terjadi pada praktikum ini yaitu
kurang telitinya praktikan dalam mengukur jumlah larutan yang akan
diberikan pada mencit, kurang telitinya dalam melakukan perlakuan pada
mencit sehingga volume larutan berkurang karena tertumpah, serta kurang
teliti dalam melihat geliatan yang terjadi pada mencit yang menyebabkan
data hasil praktikum tidak akurat.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Analgesik merupakan obat penghalang/ penghilang nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran penderita, nyeri dapat didefiniskan sebagai
suatu keadaan yang tidak nyaman dan menyiksa bagi penderitanya,
namun terkadang nyeri dapat digunakan sebagai tanda adanya kerusakan
jaringan.
2. Obat yang digunakan dalam analgesik paracetamol, ibuprofen, asam
mefanat yang memiliki tingkat percepatan terapi yang berbeda-beda
berdasarkan kandungan zat kimia yang dikandungnya dengan
dipengaruhi oleh berat badan mencit, bahwa semakin tinggi kemampuan
analgetik suatu obat maka semakin bertambah jumlah geliatan mencit
yang di akibatkan induksi dengan asam asetat.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Jurusan
Diharapkan adanya penambahan dan perbaikan sarana serta prasarana
untuk membantu dalam proses perkuiahan maupun praktikum.
5.2.2 Saran Untuk Laboratorium
Diharapkan dapat menjaga dan meningkatkan kualitas alat alat didalam
lab agar semua alat dapat dipergunakan dengan baik pada saat praktikum.
5.2.3 Saran Untuk Asisten
Saran dari kami agar kakak-kakak asisten dapat membangun suasana
kenyamanan atau keakraban dengan junior/praktikan tanpa menghilangkan rasa
hormat junior/praktikan kepada kakak asisten supaya ilmu yang hendak
disalurkan dapat diterima dengan mudah dan menjadikan praktikan yang sopan
terhadap kakak asisten.

DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 1990. Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press

Anchy. 2011. Analgesik Opioid Dan Non Opioid. Jakarta.

Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas. Jakarta:


Indonesia Press
Arini, Setiawati., Zunilda SB., F.D. Suyatna, 1995, Pengantar Farmakologi.,
Dalam: Farmakologi dan Terapi, Jakarta, Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Arslan, M. Caleb, B. Cicek, R. 2013. Comparing the efficacy of preemptive


intravenous paracetamol on the reducing effect of opiod usage in
cholecystectomy. J research Med Sci 25: 172-89

Arthur, Guyton, MD. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kesehatan. Philadelphia: W.B.
Saunders Company.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1979. Farmakope


Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1995. Farmakope
Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.

Ganong, W. F. 2003. Fisiologi Saraf & Sel Otot dalam H. M. Djauhari


Widjajakusumah: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta:
EGC.

Gilang. 2010. Analgesik Non-Opioid atau NSAID/OAINS.

Green, Lawrence, 2009. Health Education: A Diagnosis Approach, The John


Hopkins University, Mayfield Publishing Co.
Hendra. Stevani. 2016. Praktikum farmakologi. Jakarta: Kemenkes RI

Ikawati. Z. 2011. Farmakoterapi penyakit sistem saraf pusat. Yogyakarta: Bursa


ilmu

Jojok, Heru, Susatyo. 2016. Perbedaan pengaruh pengolesan dan perendaman


alkohol 70% terhadap penurunan angka hitung kuman pada alat
kedokteran gigi. Jurnal vokasi kesehatan 160-164

Katzung, B. G. 1986. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika

Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta : Gadjah


Mada. University Press.
Lukmanto, H., 1986. Informasi Akurat Produk Farmasi di Indonesia, Edisi II.
Jakarta.

Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat, Edisi V, 88, Penerbit ITB, Bandung.

Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4.Volume 2. Alih Bahasa: Renata
Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.
Puente, B. De. La. Romero. dkk. 2015. Changes in saccharin preference
behavior as aprimary outcome to evaluate pain and analgesia in
acetic acid-induced visceral pain in mice. Journal of pain research 8-
663

Sweetman, S. C. 2009. Martindale.The Complete Drug Reference. Thirty-sixth


edition.USA.Pharmaceutical Press.

Tjay, T. H. dan Kirana R. 2007. Obat-obat Penting. Jakarta: PT. Gramedia

Tranggono, S., Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S.


Naruki, dan M. Astuti.1991. Bahan Tambahan Makanan (Food
Additive). Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 : Alat dan Bahan
1. Alat
No Nama Bahan Gambar Fungsi
1. Batang pengaduk Untuk mencampur
bahan kimia dan cairan

2. Dispo 1 ml Untuk menginjeksikan


obat ke mencit
3. Gelas kimia Sebagai wadah untuk
melarutkan suatu zat
atau bahan kimia

4. Gelas ukur Untuk mengukur


sampel

5. Lumpang dan alu Untuk menggerus


sampel

6. Pot salep Untuk menyimpan


bahan/sampel

7. Pipet Untuk mengambil


larutan dalam skala
kecil
2. Bahan
No. Nama Bahan Gambar Fungsi
1. Alkohol 70% Untuk membersihkan alat

2. Aquadest Sebagai pelarut

3. Ibuprofen Sebagai sampel

4. Asam mefenamat Sebagai sampel

5. Paracetamol Sebagai sampel

6. Asam cuka Sebagai larutan induktor


7. Tisu Untuk membersihkan
alat
Lampiran 2 : Diagram Alir

Penetapan kadar

Disiapkan alat dan bahan


Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
Ditimbang mencit yang di uji coba
Dihitung dosis sesuai yang telah di hitung
Dibuat larutan sebanyak 10 ml
Ditambahkan bahan yang sudah ditimbang
Diberikan obat sesuai perhitungan dosis
Diberikan penginduksi nyeri
Dihitung jumlah geliat
Diamati mencit dan lihat menit keberapa obat bereaksi
Dicatat hasilnya

Hasil
Lampiran 3
Skema Kerja

Ditimbang Ditimbang
Dibersihkan alat
mencit yang akan dosis yang
dengan alkohol
di uji telah dihitung
70%

Diberikan obat Ditambahkan


Dibuat larutan
sesuai bahan yang
sebanyak 10 ml
perhitungan sudah
dosis ditimbang

Diberikan
Dihitung jumlah
penginduksi
geliat
nyeri

Anda mungkin juga menyukai