Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

GERAKAN DAN PEMIKIRAN SYI’AH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Gerakan Radikal Islam Dunia

Dosen Pengampu :

Dr. Imam Ibnu Hajar, Dr, S. Ag., M. Ag.

Disusun Oleh:

➢ Fikril Ilmi Fathonah (A92219088)


➢ Siti Nur Putri H. (A92219112)
➢ Ummu Masruroh (A92219116)

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN AMPEL SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji syukur
kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat hidayah dan karunianya
kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW kaum
kerabatnya, sahabat dan para pengikut beliau dari dulu, kin,i hingga akhir zaman. Terlebih
dahulu pemakalah menyadari dengan sepenuhnya bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan dan belum dikatakan sempurna karena keterbatasan kemampuan.
Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak kami harapkan
agar dalam pembuatan makalah di lain waktu bisa lebih baik lagi.
Dengan rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Dr. Imam Ibnu
Hajar, Dr, S. Ag., M. Ag. Selaku dosen mata kuliah Sejarah Gerakan Radikal Islam Dunia yang
telah membimbing kami demi lancarnya tugas ini. Mudah-mudahan beliau senantiasa
mendapatkan magfiroh sehat badan dan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Aamin Ya Robbal’aalamin.

Kotim, 21 Maret 2021

Pemakalah

Page | ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1

1.3 Tujuan ............................................................................................................................. 1

BAB II ....................................................................................................................................... 2

PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 2

2.1. Sejarah Munculnya Syi’ah ........................................................................................... 2

2.2 Doktrin atau Pemikiran Teologi Syi’ah ....................................................................... 5

2.3 Sekte-Sekte Syi’ah ........................................................................................................ 12

2.4 Gerakan-Gerakan Politik Syi’ah ................................................................................ 18

BAB III.................................................................................................................................... 20

PENUTUP............................................................................................................................... 20

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 21

Page | iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam merupakan agama yang rahmatan li al-‘Alamin. Dibawa oleh
seorang Nabi yang amin. Islam memberi penerangan bagi umat manusia dan
menuntunnya kepada jalan yang lurus. Ajaran Islam ini kemudian dengan begitu
cepat menyebar keseluruh penjuru dunia. Hal ini menimbulkan rasa iri dan dengki
dari umat lain, terutama dari kalangan Yahudi. Mereka berupaya menebar
kerusakan dan konspirasi untuk merusak Islam dengan berbagai macam cara.
Mereka berusaha membunuh Nabi dan menebarkan fitnah di tengah umat Islam.
Pada masa Utsman muncul propaganda dan konspirasi dari Yahudi
membisikkan kepada sebagian kaum muslim bahwa Ali merupakan orang yang sah
menduduki khalifah. Maka munculah orang-orang yang mengatakan bahwa Ali dan
kedua putranya, Hasan dan Husain serta keturunan Husain ra. adalah orang yang
lebih berhak memegang khalifahan Islam, daripada yang lain. Kekhalifahan adalah
hak mereka berdua. Propaganda ini menemukan tanah yang sangat subur di al-
Mada’in, ibu kota Imperium Persia, terlebih bahwa Husain telah menikahi putri
Kaisar Persia, Yazdajir yang singgasananya dihancurkan oleh pasukan Islam yang
telah menang. Hal inilah yang barang kali merupakan sebab terpusatnya para Imam
Syi’ah, sejakpada keturunan Husain dan disingkirkannya keturunan Hasan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah munculnya Syi’ah?
2. Bagaimana doktrin atau pemikiran teologi Syi’ah?
3. Bagaimana sekte-sekte Syia’ah?
4. Bagaimana gerakan-gerakan politik Syi’ah?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui bagaimana sejarah munculnya Syi’ah.
2. Mengetahui apa saja doktrin atau pemikiran teologi Syi’ah.
3. Mengetahui sekte-sekte Syi’ah.
4. Mengetahui bagaimana gerakan-gerakan politik Syi’ah.

Page | 1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Munculnya Syi’ah
Menurut bahasa, Syi'ah berasal dari bahasa Arab Sya'a, yasyi'u, syi'an, dan
syi'atan yang berarti pendukung atau pembela. Al-Fairuz Abadi menjelaskan
bahwa Syi'ah seseorang merupakan pengikut dan pendukungnya. Kelompok
pendukung ini bisa terdiri dari dua orang atau lebih, laki-laki maupun perempuan.
Arti Syi'ah secara bahasa terdapat dalam al-Qur'an, sebagaimana firman- Nya:

)83:‫وإن من شيعته إلبراهيم (الصفات‬

Artinya : Dan di antara Syi'ahnya, adalah Ibrahim (QS. As-S affāt: 83).1

Syi’ah Ali adalah pendukung dan pembela Ali, sementara Syi’ah


Mu’awiyah adalah pendukung Mu’awiyah. Pada zaman Abu Bakar, Umar dan
Utsman kata Syi’ah dalam arti nama kelompok orang Islam belum dikenal.
Pada saat pemilihan khalifah ketiga setelah terbunuhnya Abu Bakar, ada yang
mendukung Ali, namun setelah umat Islam memutuskan untuk memilih
Utsman bin Affan, maka orang-orang yang tadinya mendukung Ali, akhirnya
berbaiat kepada Utsman termasuk Ali. Dengan begitu, belum terbentuk secara
faktual kelompok umat Islam bernama Syi’ah.2
Menilik dari sejarahnya, ajaran Syi’ah berawal pada sebutan yang
ditujukan kepada pengikut Ali, yang merupakan pemimpin pertama ahl al-
Bait pada masa hidup Nabi sendiri. Kejadian-kejadian pada munculnya Islam
dan pertumbuhan Islam selanjutnya, selama dua puluh tiga tahun masa
kenabian, telah menimbulkan berbagai keadaan yang meniscayakan
munculnya kelompok semacam kaum Syi’ah di antara para sahabat Nabi.
Akar permasalah umat Islam, termasuk munculnya madzhab Syi’ah
bermula dari perselisihan mereka terkait siapa yang paling layak menjadi
pemimpin setelah Rasulullah Saw. wafat. Sebab, Rasulullah sebelum wafat
tidak menentukan siapa yang akan menggantikannya sebagai pemimpin umat
dan negara. Sementara kaum muslimin sesudah wafatnya Rasul merasa perlu

1
Saeed Ismaeeel Sieny, Titip Perselisihan Ulama Ahlussunnah dan
Syi’ah (Malang: Genius Media, 2014), hlm. 2.
2
Moh. Dawam Anwar, Mengapa Kita Menolak Syi’ah (Jakarta: Lembaga
Pengkajian dan Penelitan Islam, 1998), hlm. 3.

Page | 2
mempunyai khalifah yang dapat mengikat umat Islam dalam satu ikatan
kesatuan. Sebelum dikebumikan kaum Anshar berkumpul di Bani Sa’idah.
Mereka berpendapat bahwa kaum Ansharlah yang paling layak menjadi
pengganti Rasul, lalu menyodorkan Sa’ad bin Ubadah sebagai pemimpin. Di
waktu yang sama, Umar mengajak Abu Bakar dan Abu Ubaidah bin Jarrah.
Ketiganya berangkat ke pertemuan kaum Anshar. Di hadapat kaum Anshar
Abu Bakar berpidato tentang keistimewaan kaum Anshar dan kaum Muhajirin,
di antaranya bangsa Arab tidak akan tunduk kecuali kepada kaum Muhajirin,
bahkan Allah dalam al-Qur’an mendahulukan kaum muhajirin daripada kaum
Anshar. Sesudah perdebatan persoalan pemimpin itu, kemudian secara
aklamasi kedua belah pihak memilih Abu Bakar menjadi pemimpin mereka.
Dengan demikian hilanglah perselisihan paham dan umat Islam kembali
bersatu.3
Permasalahan kemudian muncul, ketika saat itu Ali tidak turut hadir
dalam sidang tersebut. Setelah mendengar pembaiatan Abu Bakar, nampak
ketidak puasan Ali bin Abi Thalib. Belakangan orang-orang yang menjadi
pengikut Ali, Abu Bakar dan Umar menelikung Ali sebagai khalifah.
Timbullah pendapat bahwa yang berhak memegang khalifah adalah keluarga
Nabi, dan Ali lah yang paling pantas. Karena ia adalah menanti Rasul, orang
yang paling besar jihadnya, paling banyak ilmunya, keluarganya adalah
seutama-utama keluarga Arab. Namun demikian, akhirnya Ali turut membaiat
Abu Bakar sesudah beberapa waktu berlalu.4
Setelah Abu Bakar Wafat, khalifah dipegang oleh Umar bin Khatab,
banyak daerah yang bisa dikuasai pada masa Umar. Setelah Umar bin Khattab
terbunuh, Utsman didapuk menjadi khalifah. Pada masa Utsman ini bani
Umayyah mengambil manfaat untuk diri mereka sendiri. Utsman merasakan
bahwa Bani Umayyah benar-benar ikhlas dan membantunya dengan penuh
kejujuran. Lalu Utsman mengangkat banyak pembantu dari Bani Umayyah.
Masyarakat muslim melihat Utsman menempuh jalan lain yang ditempuh dua
khalifah sebelumnya. Munculah ketidak puasan atas kepemimpinan Utsman
sehingga Utsman akhirnya terbunuh.

3
M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam
(Jakarta: Pustaka Rizki Putra, 2009), hlm. 104-105.
4
M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid, hlm.10

Page | 3
Sayyidina Ali akhirnya dibaiat oleh sebagian besar kaum muslimin,
termasuk mayoritas kaum Muhajirin. Namun beberapa sahabat nabi yang
enggan membaiat Ali, yaitu Zubair dan Thalhah, dengan persetujuan Aisyah
keduanya menentang Ali dan berkecamuklah perang Jamal antara pasukan Ali
dan Pasukan Aisyah, Zubair dan Thalhah gugur dalam pertempuran tersebut.
Di sisi lain, Muawiyah dari keluarga Bani Umayyah yang menjadi Gubernur
Syam mempresur Ali untuk mengusut secara tuntas dan menghukup orang
yang membunuh Utsman. Atas ketidak puasan bani Umayyah ini,
Muawwiyah memberontak khalifah Ali. Terjadilah pertempuran di lembah
Shiffin. Setelah agak terdesak, dan hampir-hampir pasukan Ali memenangkan
pertempuran, Muawiyah menyuruh salah satu tentaranya untuk mengangkat
mushaf di atas lembing yang tinggi, sebagai tanda menyerah dan permintaan
perdamaian. Beberapa orang dari pasukan Ali merasa tidak puas atas
keputusan damai (tahkim) tersebut, sebab mereka merasa pasukan Ali hampir
menumpaskan pasukan pemberontak.
Peristiwa tahkim ini tidak malah menyebabkan perdamaian antara dua
belah pihak, namum memunculkan faksi-faksi di tubuh umat Islam menjadi
tiga kelompok:

1. Kelompok Syi’ah, yaitu golongan yang memihak pada Ali dan


kerabatnya dan berpendapat bahwa Ali dan keturunannyalah yang
berhak menjadi khalifah.
2. Kelompok Khawarij, yaitu golongan yang menentang Ali dan
Muawiyah, mereka berpendapat bahwa tahkim itu menyalahi prinsip
agama.
3. Kelompok Murjiah, yaitu golongan yang menggabungkan diri kepada
salah satu pihak dan menyerahkan hukum pertengkaran itu kepada Allah
semata.5
Kelompok Syi’ah di atas, mula-mula merupakan orang-orang yang
mengagumi Sayyidina Ali, sebagai pribadi dan kedudukan istimewa di sisi
Rasulullah, sehingga ia mempunyai pengaruh yang besar dan muncullah rasa
cinta sebagian kaum muslimin kepadanya. Sebagian sahabat yang sangat
mencintainya menganggap bahwa Ali merupakan sosok paling utama di

5
Ibid. hlm., 109.

Page | 4
antara para sahabat, dan dialah yang paling berhak atas kedudukan khalifah
daripada yang lainnya. Namun, kecintaan itu telah bergeser menjadi fanatisme
yang buta dua abad selanjutnya. Sehingga menjadi perbedaan yang besar an
esensial antara pandangan sekelompok sahabat tersebut terhadap Ali ra.
dengan prinsip-prinsip yang dianut oleh kaum Syi’ah dua abad kemudian.
Sebagai misal, kelompok sahabat pecinta Ali tersebut tidak mungkin dinamai
Syi’ah dalam artian istilah yang dikenal sekarang. Meskipun mereka
mencintai Ali melebihi kecintaan kepada sahabat lainnya (termasuk kepada
para khalifah sebelum Ali). Mereka juga membaiat para khalifah yang telah
disepakati oleh para sahabat pada waktu itu.6
Berdasarkan penjelasan di atas, maka merupakan kekeliruan besar bagi
kaum Syi’ah yang fanatis yang menganggap bahwa sahabat-sahabat yang
sangat mencintai Ali merupakan pengikut Syi’ah sebagaimana pengikut-
pengikut Syi’ah yang sekarang ini dengan doktrin menghukumi kafir para
sahabat lainnya, seperti Abu Bakar, Umar, Aisyah, Thalhah, Zubair dan
lainnya. Sementara para penganut Syi’ah sekarang telah terjadi selisih
pendapat terkait dengan masalah-masalah madzhab dan aqidah. Mereka telah
terpecah belah menjadi beberapa kelompok; sebagian dari mereka bersikap
ekstrim, sehingga bisa dikatakan doktrin mereka telah keluar dari ajaran Islam.
Sedangkan, sebagian pengikut Syi’ah lain bersikap moderat, sehingga hampir
hampir menyerupai kaum ahlussunnah wa al-jama’ah.7

2.2 Doktrin atau Pemikiran Teologi Syi’ah


Pemikiran teologi yang dimunculkan oleh kaum Syi'ah yang berbeda dari
golongan-golongan dalam Islam lainnya ialah tentang imâmah. Pemikiran teologi
terpenting yang dimunculkan kaum Syi’ah ialah masalah imâmah (kepemimpinan).
Kalangan kaum muslimin pada umumnya menyebut pengganti Nabi dengan
sebutan “khalîfah”. Sedang kalangan Syi’ah tidak menggunakan sebutan khalîfah.
Mereka menggunakan sebutan "imâm" (imam). Kata "imâm" berarti pemimpin.
Syi’ah sebagai golongan pendukung ‘Alî memang muncul ke permukaan setelah
peristiwa tahkîm. Akan tetapi bibit pemikiran teologi mereka dalam hal imâmah

6
Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir al-Qur’an, hlm. 121.
7
Ibid., hlm. 121.

Page | 5
telah mulai tumbuh jauh sebelum peristiwa tersebut, yakni sejak sesudah Nabi
wafat.
Menurut kaum Syi’ah, yang paling utama untuk menggantikan Nabi setelah
beliau wafat adalah dari kalangan ahl al-bait, yakni keluarga dekat beliau. Yang
dipandang sebagai tokoh paling utama untuk pengganti beliau ialah Abbâs, paman
beliau, dan ‘Alî Ibnu Abî Thâlib, sepupu beliau. Tetapi ‘Alî dipandang lebih utama.
Abbâs sendiri juga tidak membantah kalau ‘Alî dipandang lebih utama dari dirinya.
Dari sinilah mulai timbulnya pendapat di kalangan kaum Syi’ah tentang imam
pengganti Nabi Muhammad saw. Sesudah beliau wafat, dan tentang imam-imam
berikutnya.
Pendapat tentang imâmah ini kemudian mengalami perkembangan. Menurut
mereka, imâmah bukanlah merupakan kemaslahatan umum yang ketentuannya
diserahkan kepada umat, tetapi ia adalah sendi agama (bagian dari rukun iman) dan
merupakan fondasi (bagian dari akidah) Islam. Tidak boleh bagi Nabi mengabaikan
dan menyerahkan urusannya kepada umat, tetapi ia wajib menentukan imam untuk
mereka. Imam bersifat ma’shûm (terpelihara) dari dosa besar dan dosa kecil.
Menurut mereka, sesungguhnya ‘Alî adalah orang yang ditentukan oleh Nabi
sebagai imam, pengganti beliau. Dari sini timbullah pendapat tentang wasiat.
Mereka menyebut ‘Alî sebagai orang yang menerima wasiat dari Nabi.
Karena itu, ‘Alî menjadi imam bukan dengan cara pemilihan, melainkan
dengan ketentuan dari Nabi. ‘Alî juga berwasiat kepada yang menggantikan
sesudahnya. Begitu seterusnya, setiap imam menerima wasiat dari imam yang
sebelumnya. Dengan demikian, tersebarlah sebutan dan penggunaan kata penerima
wasiat di kalangan kaum Syi’ah.
Adapun ajaran yang terpenting dalam Syi’ah sehubungan dengan masalah
Khalifah itu ada tujuh, yaitu :

1. Al-Ishmah
Diterangkan oleh Ahmad Amin bahwa :
“Adapun dasar ajaran Syi’ah sebagaimana engkau ketahui ialah tentang
khalifah, atau sebagaimana mereka menamakannya Imam. Maka Sayyidina
Ali adalah imam sesudah Nabi Muhammad Saw. Kemudian sambung
bersambung imam itu menurut urutan Allah Swt. Beriman kepada imam, dan
taat kepadanya merupakan sebagian daripada iman. Imam menurut

Page | 6
pandangannya bukan seperti pandangan golongan Ahlus Sunnah. Menurut
golongan Ahlus Sunnah, khalifah atau imam adalah wakil pembawa Syariat
(Nabi) dalam menjaga agama. Dia mendorong manusia untuk beramal apa
yang diperintahkan Allah Swt. Dia adalah guru yang paling besar. Imam
pertama telah mewarisi macam-macam ilmu Nabi Saw. Dia (imam) bukan
manusia biasa tetapi manusia luar biasa, karena dia Ma’shum dari berbuat
salah.”
Menurut keyakinan golongan Syi’ah bahwa imam-imam mereka itu
sebagaimana para Nabi adalah bersifat Al-Ishmah atau Ma’shum dalam segala
tindak lakunya, tidak pernah berbuat dosa besar maupun kecil, tidak ada tanda-
tanda berlaku maksiat, tidak boleh berbuat salah ataupun lupa, hal itu didasarkan
pada :8
a. apabila imam berbuat salah, maka dibutuhkan imam lain untuk memberikan
petunjuk. Dan demikian seterusnya. Oleh karena itu, imam tidak boleh salah,
dengan perkataan lain harus Ma’shum. Tidak ada kebutuhan tugas tentang
Ma’shum nya imam, tetapi cukup dengan Ijtihad dan berlaku adil.
b. Imam itu adalah pemelihara syariat. Oleh karenanya imam harus ma’shum.
Kalau tidak demikian, maka niscaya akan membutuhkan pemelihara yang lain.
Lawan-lawan mereka menolaknya dengan alasan bahwa imam itu bukan
memelihara syariat, tetapi sebagai pelaksana syariat. Adapun pemelihara syariat
ialah para ulama seperti difirmankan Allah Swt:
Artinya : “Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan
kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia:
"Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah
Allah". Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang
rabbani9, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu
tetap mempelajarinya” (Q.s Al-Imran : 79)
Kepercayaan tentang Ma’shum ini merupakan suatu hal yang asing bagi umat
Islam, tidak dikenal pada masa Nabi Saw.Dan pada masa awal-awal Islam, bahkan
tidak juga diterangkan dalam Al-Qur’an. Karena anggapan golongan Syi’ah

8
Sahilun A. Nashir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam)Sejarah,….hal 84.
9
Rabbani adalah orang yang sempurna ilmu dan takwa kepada Allah SWT.

Page | 7
terhadap ma’shumnya imam, maka mendorong kepada para mutakallimin
membahas tentang ma’shumnya para Nabi.
Imam ibnu Hazm mengatakan bahwa Nabi itu boleh jadi lupa tanpa kesengajaan.
Lebih jelas demikian :
“Ahli-ahli agama dan syara telah bersepakat bahwa ma’shumnya para Nabi
dari kesengajaan berbohong terhadap sesuatu yang menunjukkan kelemahan
atas kebenaran mereka, seperti menyampaikan risalah dari Allah Swt…..
adapun macam-macam dosa itu ada yang menyebabkan kufur dan ada yang
tidak. Maka dosa yang menyebabkan kufur, ulama-ulama islam telah
bersepakat tentang kema’shuman Nabi dari yang demikian itu….Adapun yang
tidak menyebabkan kufur ada kala nya dosa besar dan dosa kecil yang dari
keduanya itu ada yang dilakukan dengan sengaja dan ada juga yang karna
lupa. Golongan Jumhur menolak dosa besar yang disengaja…. Adapun
timbulnya dosa dari mereka karena lupa atau tersalah, menurut kebanyakan
jumhur hal itu boleh jadi.Sedangkan dosa-dosa kecil yang disengaja menurut
Jumhur boleh jadi, kecualiImam al-Jubai. Dosa karena lupa hal itu disepakati
bersama, kecuali orang-orang kebanyakan Mu’tazilah terhadap dosa-dosa
kecil yang keji. Yaitu dosa-dosa kecil yang berakibat bagi yang bersangkutan
itu keji dan hina. Yang demikian itu tidak bolehterjadi sama sekali, baik
sengaja maupun karena lupa. semua ini sesudahturunnya Wahyu. Adapun
sebelum turunnya wahyu, Jumhur mengatakan: “Tidak mustahil timbul
adanya dosa besar menurut kebanyakan orang-orang Mu’tazilah bahwa
menolak atas para Nabi melakukan dosa besar. Karena timbulnya dosa besar
itu menyebabkan orang lari dari padanya dan mencegah diikutinya.Kalau
demikian maka hilanglah kepentingan keutusan Nabi.”
Dari keterangan tersebut di atas jelas bahwa golongan Jumhur sendiri tidak
memandang kepada para Nabi, seperti pandangan golongan Syi’ah terhadap para
imamnya dan tidak menjamin ke-ma’shum-an yang mutlak bagi para Nabi
terhindar dari salah dan lupa. Pikiran terhadap adanya sifat ma’shum itu jauh dari
pada tabiat manusia, yang mempunyai hawa nafsu, kecendrungan sifat baik dan
buruk. Keutamaan manusia itu tidak terletak pada segi ma’shumnya, tetapi pada
kemampuannya berbuat baik dan meninggalkan keburukan.
2. Imam Al-Mahdi

Page | 8
Kata al-Mahdi berasal dari isim maf‟ul kata “hada”. Didalam Al-Qur’an tidak
terdapat kata al-Mahdi dan yang ada ialah al-Muhtadi dan al-Hadi. Pada masa
pemerintahan Bani Umayyah, dengan tersiarnya paham al-Mahdi dari golongan
Syi’ah, maka keluarga Bani Ummayah ini menyiarkan paham itu pula, bahwa dari
kalangan mereka ada seseorang semacam al-Mahdiniyah Syi’ah, yang tidak
bernama al-Mahdi, tetapi bernama As-Sufyani.
Paham al-Mahdi ini berpengaruh dalam masalah-masalah politik, sosial, dann
agama. Golongan Syi’ah yang pertama-tama mencetuskan paham tersebut sesudah
terlepasnya kedudukan Khalifah dari tangan mereka, berpindah kepada Mu’awiyah,
kemudian terbunuhnya Husein dalam perang Karbala, maka timbul kekhawatiran
dari pemimpin-pemimpin Syi’ah akan putus asanya pengikut-pengikut mereka.
Untuk memantapkan keyakinan dan membangkitkan semangat keberanian
perjuangan, maka pemimpin-pemimpin Syi’ah mengatakan bahwa pada waktunya
nanti al-Mahdi imam yang Ma’shum akan datang untuk menghancurkan
pemerintahan Bani Umayyah. Namun demikian, ternyata tidak semua aliran dalam
golongan Syi’ah mempercayai tentang adanya al-Mahdi ini.
Aliran Zaidiyah menolak paham al-Mahdi tersebut :
“ aliran Zaidiyah adalah sebagian dari aliran-aliran Syi’ah yang sangat
terpengaruh dari ajaran-ajaran Mu’tazilah, karena Zaid pemimpin aliran
Zaidiyah inipernah berguru kepada Washil bin Atha pemimpin Mu’tazilah.
Mereka menghindari sekali terhadap paham al-Mahdi dan ar-Raj’ah dan
dalam kitab-kitabnya mereka menolak hadits-hadits dan cerita-cerita yang
berhubungan dengan hal tersesbut.”
3. Ahl Al-Bait
Menurut istilah kaum Syi’ah, Ahl al- Bait ialah Siti Fatimah, Ali, Hasan,
Husein, yaitu anak kandung, menantu, dan cucu-cucu Nabi. Adapun istri-istri Nabi
menurut kaum Syi’ah bukanlah Ahlul Bait. Paham ini ditentang oleh kaum Ahlus
Sunnah, karena bukan hanya beliau-beliau saja yang termasuk Ahl al-Bait,
melainkan juga semua istri Nabi pun termasuk Ahl Al-Bait, sebagaimana
tercantum di dalam QS. AL-Ahzab : 33 :
Artinya : “ dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu
berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.

Page | 9
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai
ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya” (QS. Al-Ahzab : 33).
Bahkan, menurut suatu keterangan bahwa sebab turun ayat ini adalah
menerangkan persoalan Istri Nabi, Siti Aisyah Ummul Mu’minin.
4. Ar-Raj’ah
Paham al-Mahdi erat hubungannya dengan paham Ar-Raj’ah, yaitu keyakinan
orang-orang Syi’ah tentang akan datangnya imam mereka setelah gaib, untuk
menegakkan keadilan, menghancurkan kezaliman dan membangun kembali
kekuasaan mereka, sebagaimana diterangkan :
“Kebanyakan aliran Imamiyah (dari golongan Syi’ah) berkepercayaan bahwa
Nabi Saw. Ali, Hasan, Husein, dan semua imam-imam mereka dan musuh-
musuhnya seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Mu’awiyah dan Yazid akan
kembali hidup ke dunia sesudah lahirnya al-Mahdi dan akan menyiksa orang-
orang yang berlaku aniaya terhadap imam-imam mereka, merampas haknya
atau membunuhnya. Kemudian mereka meninggal dunia semua lagi, dan akan
hidup kembali lagi pada hari kiamat. Syarif al-Murtaho berkata :
sesungguhnya Abu Bakar dan Umar keduanya akann disalib pada suatu pohon
pada masa datangnya al-Mahdi nanti.”
Orang-orang yang bersalah terhadap Syi’ah akan dihukum hanya oleh Tuhan.
Demikian paham Raj’ah (kembali) dalam Syi’ah. Kenyataan ini bertentangan
dengan ayat-ayat Al-Qur‟an karena mati sesudah hidup hanya satu kali, bukan dua
kali. Tuhan menyatakan di dalam Qs. Al- Baqarah : 28, sebagai berikut :
Artinya :“ Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati,
lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-
Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan” (Qs.Al-
Baqarah :28).
5. Taqiyyah
Taqiyyah yang berarti menyembunyikan paham merupakan salah satu pokok
keyakinan kaum Syi’ah untuk menyembunyikan paham sehingga apa yang tampak
secara lahiriah berbeda dengan apa yang ada di dalam hati. Dengan demikian,
taqiyyah ini sama dengan “berbohong”. Dengan taqiyyah, kaum Syi’ah berpura-
pura menjadi Ahlussunnah ketika Ahlussunnah yang berkuasa, begitu juga dengan
kaum Mu’tazilah. Oleh karena itu, terkadang kaum Syi’ah lebih sunni dan lebih

Page | 10
fanatik dari Ahlussunnah sendiri, sehingga lawan-lawannya dapat dikelabui,
mereka mendasarkan pijakkan taqiyyah ini pada Qs. Ali Imran: 28:
Artinya :“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir
menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa
berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena
(siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah
memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah
kembali(mu).” (Qs.Ali Imran : 28)
Menurut golongan Syi’ah, taqiyyah itu merupakan program rahasia. Apabila
seseorang imam akan keluar dari Khalifah untuk mengadakan pemberontakan
terhadapnya, maka menjadikan Taqiyyah itu sebagai strategi yang harus
dirahasiakan. Mereka pura-pura taat sehingga sampai pada saat yang mungkin
untuk melaksanakan rencananya. Apabila takut kepada orang-orang kafir atau
penguasa, maka mereka pura-pura menunjukkan persetujuannya.
6. Khumus
Pemikiran Syiah dalam bidang muamalah yang berbeda dengan kaum Sunni
adalah aturan tentang Khumus. Khumus adalah pembebanan zakat kepada orang
yang memiliki harta yang tidak bergerak selama setahun sebesar seperlima.
Kewajiban ini memungkinkan pengelolaan ketatanegaraan di bidang ekonomi yang
baik sebab apabila terdapat harta yang tidak bergerak selama setahun, maka akan
menyebabkan pengumpulan modal ditangan seseorang dan berpotensi
menyebabkan krisis ekonomi. Analisa lainnya adalah dengan dikeluarkannya
khumus akan menyebabkan pengelolaan sektor lain yang lebih baik.
Khumus adalah sejenis dengan zakat. Ada lima bagian yang dikenakan khusus
yaitu:
a) Harta rampasan perang.
b) Mutiara dan barang tambang yang dieksplorasi dalam laut.
c) Harta karun dan barang-barang tambang.
d) Uang bercampur denga yang halal dan yang haram
e) Keuntungan yang diperoleh dari hasil perdagangan dan tanah yang dihibahkan
kepada kaum Zimmi.
7. Ijma
Kaum Syi’ah tidak menerima Ijma sebagai salah satu sumber hukum dalam
syariat Islam, karena menurut mereka menerima Ijma berarti membenarkan
Page | 11
perbuatan oarang-orang yang diluar lingkungan Syi’ah, padahal yang benar
hanyalah perbuatan para Imam Syi’ah.

2.3 Sekte-Sekte Syi’ah


Sekte-sekte dalam syi’ah tidak semuanya berkarakteristik ekstremis, namun
adapula yang moderat dan liberal. Kaum Syi’ah sejak mengikuti Ali bin Abi Thalib
pasca perang Jamal dan Shiffin sudah terbagi atas empat golongan yaitu:
1. Golongan pertama adalah golongan yang mengikuti Ali bin Abi Tahlib dan
mereka tidak mengecam para sahabat Nabi Muhammad SAW serta
memuliakan mereka. Bahkan Ketika peristiwa tahkim golongan ini menerima
keputusan-keputusan yang dibawa oleh kelompok lainnya.
2. Golongan kedua merupakan golongan yang mempercayai bahwa Ali bin Abi
Thalib memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan sagabat-
sahabat lainnya. Mereka ini disebut sebagai kelompok tafdhiliyah. Kelompok
ini telah mendapat kecaman dari Ali bin Abi Thalib bahkan Ali akan
menghukumi dera bagi para sahabat yang masih berkeyakinan seperti itu.
3. Golongan ketiga merupakan golongan yang mengkafirkan para sahabat Nabi
SAW kecuali ahlu bait. Golongan ini disebut golongan Shabaiyyah pengikut
Abdullah bin Saba’
4. Golongan yang terakhir adalah kelompok Ghulat. Yakni merupakan golongan
yang paling sesat, paling bid’ah dan paling extrem. Mereka memiliki
keyakinan bahwa Alloh telah masuk pada diri Nabi Isa AS. Abu Zahrah
menjelaskan bahwa kelompok ini merupakan kelompok ekstrim yang telah
keluar dari islam.10
Persoalan mendasar dan yang paling utama dalam Syi’ah adalah persoalan
imamah yakni pergantian kedudukan imam. Sebab kedudukan imam dalam syiah
bukanlah suatu hal yang biasa, melainkan seorang imam dipandang memiliki
kedudukan hamper sederajat dengan Nabi. Hal inilah yang menjadi pemicu adanya
perpecahan di dalam Syiah sehingga menjadi beberapa sekte. Abu Al-Khair Al-
Baghdadi membagi Syi’ah kedalam 4 kelompok yaitu Zaidiyah, Ismailliyah, Isna
‘Asyariyah, dan Ghulat (ekstremis).

10
Ahmad Atabik, Melacak Historitas Syi’ah (Asal-Usul Perkembangan Dan Aliran-Alirannya), Jawa Tengah :
Jurnal Fikrah STAI Kudus, Vol.3, 2015, h. 333.

Page | 12
Beberapa sekte Syi’ah yang ekstrem dewasa ini, para kelompok Syi’ah
lainnya mengeluarkan mereka dalam golongan madzahabnya. Adapun sekte-sekte
Syi’ah yang ekstremis antara lain:
1. Sabaiyah
Merupakan pengikut Abdullah bin Saba’, seseorang yang memelopori
Tindakan makar terhadap Khalifah Usman bin Affan. Abdullah bin Saba’
banyak menyebarkan pemahaman-pemahaman sesat di tengah masyarakat
yang ia ambil dari Taurat bahwa setiap Nabi memilki penerima wasiatnya dan
Ali adalah penerima wasiat Nabi Muhammad. Bahkan pasca terbunuhnya Ali,
ia merangsang perasaan cinta masyarakat kepada Ali dan rasa penderitaan,
dengan beberapa kebohongan bahwa sebenarnya yang terbunuh bukanlah Ali
melainkan setan yang menyerupai Ali (sebagaimana kejadian pengangkatan
Isa AS). Dan sekte inilah yang memiliki faham bahwa Tuhan ada dalam diri
Ali dan para imam setelahnya.
2. Ghurabiyah
Dinamakan Ghurabiyah karena aliran ini menyebut Ali bin Abi Thalib
mirip dengan Ghurab (gagak hitam). Aliran ini tidak memiliki keyakinan
menempatkan Ali sebagai Tuhan namun, mereka lebih memulyakan Ali
ketimbang Nabi Muhammad SAW. Mereka berpandangan bahwa risalah
kenabian sebenarnya jatuh di tangan Ali namun Malaikat Jibril salah
menyampaikannya.
3. Kaisaniyah
Merupakan pengikut Al-Mukhtar bin Ubaid Al-Tsaqa yang nerupakan
jebolan dari kaum Khawarij yang kemudian masuk ke kubu Ali. Aliran ini juga
tak memeiliki keyakinan bahwa Ali dan para imam setelahnya memiliki
kedudukan sebagaimana Tuhan. Namun mereka berpendapat bahwa Ali dan
para imam setelahnya merupakan pribadi yang suci dan wajib di patuhi. Sekte
ini mempercayai kesempurnaan ilmu pengetahuannya dan keterpeliharaannya
dari dosa karena mereka merupakan simbol dari ilmu ilahi.11
4. Khaththâbiyah
Merupakan penganut paham Ghulat yang disebarkan oleh Abu al-
Khaththâb al-Asady. Kelompok Khaththâbiyah menyatakan bahwa Imam

11
Ibid, h. 335.

Page | 13
Ja’far ash-Shadiq dan leluhurnya adalah Tuhan. Imam Ja’far sendiri menolak
dirinya dianggap sebagai Tuhan. Kelompok ini dalam perkembangan
sejarahnya juga mengalami perpecahan dalam kelompok kelompok kecil yang
berbeda-beda. Sebagian di antaranya adalah mereka percaya bahwa dunia ini
kekal, tidak akan binasa, surga adalah kenikmatan dunia, mereka tidak
mewajibkan shalat dan membolehkan minuman keras.
5. Qarâmithah
Merupakan sekte yang sangat keras dan ekstrem. Sekte Qarâmithah
pempercayai bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib adalah Tuhan, bahwa setiap
teks yang ada dalam Al-Qur’an memiliki makna lahir dan batin, dan yang
terpenting adalah makna batinnya. Mereka melegalkan kebebasan seks dan
kepemilikan perempuan dan harta secara bersama-sama dengan dalih
mempererat hubungan kasih sayang. Sekte Qarâmithah bahkan pernah
menyerbu dan menguasai Makkah pada tahun 930 M dengan melukai para
jamaah haji. Al-Qarâmithah beranggapan bahwa ibadah haji adalah sia-sia
karena dinilai sebagai bentuk perbuatan jahiliyah, berthawaf dan mencium
Hajar al-Aswat adalah perbuatan syirik. Karenanya mereka merampas Hajar
Aswad. 12
Perpecahan Syiah pertama terjadi sesudah kepemimpinan Imam Husein
oleh karena perbedaan pandangan siapa yang lebih berhak menggantikan
kepemimpinan imam. Sebagian pengikut beranggapan bahwa yang berhak
memegang kedudukan imam adalah putra Ali yang lahir tidak dari rahim
Fatimah, yaitu yang bernama Muhammad Ibn Hanifah. Sekte ini dikenal
dengan nama Kaisaniyah. Sekte Kaisaniyah selanjutnya tidak berkembang.
Sedang golongan lain berpendapat bahwa yang berhak menggantikan Husein
adalah Ali Zaenal Abidin bin Husain. Golongan yang kedua ini (pendukung
Ali Zaenal Abidin) merupakan kelompok yang menjadi cikal bakal dari
kelompok Zaidiyah.13
Selanjutnya perdebatan besar mengenai imamah yang menimbulkan
perpecahan juga terjadi pasca wafatnya Hasan Al ‘Askari yang dinobatkan
sebagai imam ke-11. Pada masa ini Syiah mengalami masa kebingungan besar

12
OkI Setiana Dewi, Syiah: Dari Kemunculan Hingga Perkembangannya Di Indonesia, Jakarta:Jurnal Ilmu Al-
Qur’an Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Vol. 12 No. 2, 2016, h. 227-228.
13
Ibid, h. 225-226.

Page | 14
yang terkenal dengan priode Hairatusy Syi’ah. Dalam masa tersebut, Syiah
terpecah lagi menjadi beberapa sekte. Setiap sekte sewenang-wenang dalam
mengatur agamnya demi tercapainya keuntungan politik. Salah satu sekte
termasyhur dalam periode ini adalah sekte itsna ‘asyariyah.14
Ardison Muhammad dalam bukunya mengatakan bahwa aliran syi’ah
terpecah menjadi 22 sekte. Adapun sekte-sekte Syiah yang masih bertahan
sampai saat ini hanya ada 3 yaitu Imamiah (itsna ‘asyariyah), Ismailiyah dan
Zaidiyah.
a. Syi’ah Imamiyah
Syi’ah Imamiyah merupakan kelompok Syi’ah yang mempromosikan
keimaman Ali secara langsung sesudah Rasulullah SAW, dan menyatkan
bahwa terdapat dalil yang sahih dan eksplisit mengenai keimaman Ali ra. Sekte
Syi’ah Imammiyah ini merupakan sekte yang berada di berbagai dunia islam
hingga saat ini seperti negara Iran, Irak, Suriah, dan negara Islam lainnya.
Kelompok ini bersepakat tentang keimaman Ali ra., dan diteruskan kepada
kedua putranya (Hasan dan Husain), lalu kepada putra Husain Zainal Abidin,
terus kepada, anaknya, Muhammad al-Baqir, dilanjutkan oleh anaknya, Ja’far
ash-Shadiq. Setelah imam Ja’far ini, mereka berselisih pendapat mengenai
siapakah selanjutnya yang berhak menjadi imam setelah itu. Mereka membagi
keimaman itu dari kalangan mereka sendiri.
Pada masa selanjutnya, kelompok Syi’ah Imamiyah ini menjadi Imamah
Itsna Asyriyah (juga disebut dengan Syi’ah Ja’fariyah). Sekte ini menyatakan
Musa Al-Kadzim sebagai imam setelah wafatnya Ja’far Shadiq. Dinamakan
itsna ‘asyariyah karena mereka mempercayai 12 imam. Kelompok ini
merupakan kelompok utama syiah yang semua imamanya merupakan
keturunan Husayn. Adapun para imam dari sekte ini adalah
1. Ali bin Abi Thalib (Amirul Mukminin)
2. Hasan bin Ali bin Abi Thalib (al-Mujtaba)
3. Husein bin Ali bin Abi Thalib (As-Syahid)
4. ‘Ali Zaenal ‘Abidin bin Husein bin ‘Ali bin Abi Thalib.
5. Moh. al-Baqir bin Ali Zaenal Abidin.

14
Ardison Muhammad, IRAN: Sejarah Persia dan Lompatan Masa Depan Negeri Kaum Mullah,
Surabaya:Liris, 2010, h. 95.

Page | 15
6. Ja’far Shadiq bin Muhammad al-Baqir
7. Musa al-Kazim bin Ja’far Shadiq
8. Ali Ridla bin Musa al-Kazhim
9. Muhammad al-Jawwad bin ‘Ali Redha.
10.Ali bin Muhammad bin Ali Ridla (Ali Al-Hadi)
11. Hasan bin Ali, bin Muhammad al-Askari.
12.Muhammad al-Muntazhar bin Hasan (al-Mahdi)
Dari 12 imam ini empat diantaranya wafat karena diracun Adapun imam
lainnya wafat dalam peperangan melawan penguasa. Adapun imam ke-12,
sejak masa kecil sudah menghilang di dekat masjid agung Samarra tanpa
meninggalkan keturunan. Oleh karena itu ia mendapat julukan imama mustatir
(yang disembunyikan) atau imam muntazhar (yang ditunggu). Sekte ini
mempercayai bahwa Muhammad ini merupakan Al- mahdi yang kelak akan
muncul sebagai Al-Mahdi yang akan menegakkan islam dan menjadi penguasa
masa (qa’im al-zaman).15
b. Syi’ah Ismailiyah
Sekte ini merupakan perpecahan dari Syi’ah imamiyah. Sekte ini terpecah
setelah wafatnya Ja’far Ash-Shadiq. Sekte ini berpendapat bahwa imam
penerus Ja’far adalahanak tertuanya yaitu Ismail. Oleh karena itu sekte ini
menamakan dirinya sebagai Ismailiya. Sekte ini membatasi jumlah imam
hanya sampai tujuh saja, oleh karena itu mereka disebut pula dengan Syiah
Sabi’iyyah. Bagi Ismailliyah, Isma’il diyakini sebagaimana Mahdi yang
tersembunyi.
Sistem kepercayaan Ismailiya mereka meyakini angka 7 memiliki makna
yang sakral. Mereka membagi selutuh peristiwa kosmis dan historis dalam 7
periode. 1) Tuhan, 2) akal universal, 3) Jiwa Universal, 4) Materi Utama, 5)
Ruang, 6) Waktu, 7) Dunia dan manusia. Juga masih banyak sekali terdapat
kepercayaan Ismailiyah yang berpacu pada angka tujuh. Seperti Nabi yang
berbicara (nathiq), nabi-nabi yang diam (Shamt) dan sebagainya.16
Pada masa kekinian, penganut madzhab Syi’ah Imamiyah secara umum,
menempati daerah-daerah Irak, Iran, Suriah, Libanon dan beberapa negara

15
Philip K Hitti, History of The Arabs, Jakarta:Serambi Ilmu Semesta, 2006, h. 558-559.
16
Ibid, h. 560

Page | 16
lainnya. Hampir setengah penganutnya berada di Iran dan Iraq. Mereka hidup
menjalankan agama Islam bermadzhab Syi’ah sesuai aturan yang mereka
tetapkan baik dalam bidang aqidah, aturan-aturan perdata, hukum waris,
wasiat, zakat, dan seluruh bidang ibadah.17
Adapun imam-imam yang diakui oleh Ismailiyah adalah sebagai berikut:
1. Ali bin Abi Thalib (Amirul Mukminin)
2. Hasan bin Ali bin Abi Thalib (al-Mujtaba)
3. Husein bin Ali bin Abi Thalib (As-Syahid)
4. ‘Ali Zaenal ‘Abidin bin Husein bin ‘Ali bin Abi Thalib.
5. Moh. al-Baqir bin Ali Zaenal Abidin.
6. Ja’far Shadiq bin Muhammad al-Baqir
7. Ismail bin Ja’far (anak pertama dari Ja’far Shadiq dan kakak dari Musa
Al-Kadzim).18
c. Syi’ah Zaidiyah
Secara genelogi, Zaidiyah adalah salah satu sekte Syi’ah yang dinisbatkan
kepada Imam Zaid bin Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abu Thalib. Ia
menyatakan perang terhadap khalifah Hisyam ibn Abd Malik, dan akhirnya
disalib di Kufah. Jika dibandingkan dengan kelompok Syi’ah lainnya,
kelompok Syi’ah Zaidiyah ini lebih moderat dan lebih dekat dengan paham
Ahlussunnah wal Jama’ah. Sebab mereka tidak mengangkat para imam kepada
derajat kenabian, bahkan tidak sampai mendekati itu. Menurut mereka, para
imam perupakan manusia paling utama setelah Nabi Muhammad. Mereka juga
tidak mengkafirkan para sahabat, khususnya mereka yang telah dibai’at Ali ra.,
mereka juga mengakui kepemimpinan mereka.
Syi’ah Zaidiyah mempunyai doktrin tentang bolehnya memba’iat dua
imam dalam dua daerah kekuasaan yang berbeda selama mereka memiliki
sifat-sifat yang sah menjadi imam, dan selama keduanya dipilih secara bebas
oleh ahl al-hall wa al-aqd.19
Adapun Syi’ah Zaidiyah ini hanya mengakui 5 imam, diantaranya adalah

17
Ahmad Atabik, Melacak Historitas Syi’ah (Asal-Usul Perkembangan Dan Aliran-Alirannya), Jawa Tengah :
Jurnal Fikrah STAI Kudus, Vol.3, 2015, h. 336.
18
Ardison Muhammad, IRAN: Sejarah Persia dan Lompatan Masa Depan Negeri Kaum Mullah,
Surabaya:Liris, 2010, h. 122
19
Ahmad Atabik, Melacak Historitas Syi’ah (Asal-Usul Perkembangan Dan Aliran-Alirannya), Jawa Tengah :
Jurnal Fikrah STAI Kudus, Vol.3, 2015, h. 338.

Page | 17
1. Ali bin Abi Thalib (Amirul Mukminin).
2. Hasan bin Ali bin Abi Thalib (al-Mujtaba).
3. Husein bin Ali bin Abi Thalib (As-Syahid).
4. ‘Ali Zaenal ‘Abidin bin Husein bin ‘Ali bin Abi Thalib.
5. Zaid bin Ali Zaenal Abidin (Asy-Syahid), merupakan anak dari Ali bin
Husain dan saudara se-ayah dengan Muhammad Al-Baqir.
2.4 Gerakan-Gerakan Politik Syi’ah
Syiah merupakan salah satu kelompok yang muncul dalam sejarah Islam
dengan justifikasi sebagai pendukung Ali bin Abi Thalib. Menurut kelompok ini,
yang paling berhak untuk menjadi pemimpin bagi umat Islam pasca
wafatnya Rasulullah adalah Ali bin Abi Thalib.
Dalam politik, Syiah membangun konsep sendiri yang mengatursistem agar
senantiasa sesuai dengan kepentingan Syiah. Merekamemperkenalkan konsep
wilayat al faqih yang mencoba menggabungkan konsep demokrasi dengan fondasi
keagamaan sesuai dengan yang mereka paham. Implementasinya di Iran dikenal
dengan bentuk negara Republik Islam Iran pasca revolusi 1979. Bahkan setelah itu,
ideologi Iran semakingencar diekspor ke berbagai negara lain, termasuk Indonesia.
Dalam pandangan politik Syi’ah dikatakan bahwa Imamah bukanlah masalah
kepentingan pribadi yang diberikan kepada pilihan publik, akan tetapi adalah salah
satu pilar agama atau asal-usul dan dasar perinsip agama (Arkan ad-Din) dimana
iman seseorang tidaklah sempurna kecuali percaya dengan Imamah. 20Oleh karena
itu, Imam Ali merupakan pelanjut Nabi Saw. yang sah dengan penunjukan
langsung dari Nabi Saw. (bukannya Abu Bakar). Dan bagi mereka, kedudukan para
Imam setara dengan kedudukan Nab SAW, oleh sebab itu, Syi’ah dalam setiap
kasus berpendirian bahwa hak politik adalah mutlak dimiliki oleh kalangan Ahlul
Bait.21
Pemikiran khas Syi’ah tentang Imâmah dan Khilâfah dalam periode Khalifah
Empat masih menunjukkan kemurniannya sebagai pemikiran teologis al-wisâyah
al-Ilâhiyyah kelompok ‘Alî ibn Abî Tâlib. Tetapi, pada masa pasca perang Siffîn,
pemikiran tersebut telah menjadi milik sebuah kelompok religio-politik yang di

20
Kamaluddin Nurdin Marjuni, ”Sekilas Perbedaan Prinsip Politik Sekte-sekte
Syi’ah” dalam http://www.sobatmuslim.com/artikel/sekilas-perbedaan-prinsip-politik-
sekte-sekte-syiah/, 28 Oktober 2010.
21
Ibid,

Page | 18
samping tidak mendukung kekhalifahan Mu’awiyah dan mendukung tanpa reserve
keimaman ‘Alî ibn Abî Tâlib, memiliki perbedaan mendasar dengan kelompok
“besar” umat Islam yang lain. Perbedaan mendasar tersebut, di samping ide
alwisâyah al-Ilâhiyyah, adalah munculnya doktrin al-’ismah, al-taqiyyah, al-mahdî
dan al-raj’ah, sebagai bagian integral dari pemikiran tentang Imâmah Syi’ah.22
Perkembangan pemikiran religio-politik Syi’ah secara umum, diwarnai oleh
perkembangan pemikiran tentang Imâmah dan istikhlâfnya (untuk menyebut:
penggantian dan pewarisan imâmah Syi’ah) secara lebih spesifik. Banyak di antara
sejarawan yang menyebut bahwa esensi perkembangan Syi’ah adalah pada
masalah penggantian dan pewarisan Imam ini23. Dalam perkembangan pemikiran
tentang Imâmah ini, bisa disebut tiga kelompok besar Syi’ah Imamiyah, yang
hingga saat ini kehadirannya masih dapat kita saksikan, di samping pemikiran-
pemikiran khasnya, yaitu: Isna ‘Asyariyah, Zaidiyah dan Isma’iliyah.23

22
Hamid Enayat, Reaksi Politik Sunni dan Syi’ah, terj. Asep Hikmat (Bandung:
Pustaka, 1988), 26-33.
23
Muhsin Amili, A’yân al-Syi’ah, Juz I (Beirut: Dâr al-Ta’âruf, t.t.), 18.

Page | 19
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Syi’ah merupakan aliran yang muncul akibat dari peristiwa Tahkim antara Ali
bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Sufyan. Syi’ah merupakan golongan
yang setia terhadap Ali walaupun karena kesetiannya ini mereka banyak
menyimpang dari ajaran qaidah agama islam. sehingga Sebagian dari mereka
menganggap Ali sebagai Tuhan.
2. Pemikiran teologi terpenting yang dimunculkan kaum Syi’ah ialah masalah
imâmah (kepemimpinan). Kalangan kaum muslimin pada umumnya menyebut
pengganti Nabi dengan sebutan “khalîfah”. Sedang kalangan Syi’ah tidak
menggunakan sebutan khalîfah. Mereka menggunakan sebutan "imâm"
(imam). Kata "imâm" berarti pemimpin. Adapun ajaran yang terpenting dalam
Syi’ah sehubungan dengan masalah Khalifah itu ada tujuh, yaitu : Al-Ishmah,
Imam al-Mahdi, Ahl al-Bait, Ar-Raj’ah, Khumus, Taqiyyah, dan Ijma.
3. Sekte-sekte dalam Syiah sangat banyak, mereka dapat digolongkan menjadi
sekte yang ekstrem, moderat, dan juga liberal. Dewasa ini sekte-sekte
ekstremis telah menghilang tertelan masa. Dari beberapa sekte dalam aliran
Syi’ah yang masih bertahan sampai masa ini sebanyak 3 sekte yaitu: Imamiyah
(itsna ‘asyariyah) yakni sekte yang mempercayai 12 imam, Ismailiyah yang
mengakui 7 imam dan sekte Zaidiyah yang terkenal paling moderat yang mana
sekte ini hanya mengakui 5 imam saja.
4. Dalam politik, Syiah membangun konsep sendiri yang mengatur sistem agar
senantiasa sesuai dengan kepentingan Syiah. Mereka memperkenalkan konsep
wilayat al faqih yang mencoba menggabungkan konsep demokrasi dengan
fondasi keagamaan sesuai dengan yang mereka paham. Implementasinya di
Iran dikenal dengan bentuk negara RepublikIslam Iran pasca revolusi 1979.
Bahkan setelah itu, ideologi Iran semakin gencar diekspor ke berbagai negara
lain, termasuk Indonesia.

Page | 20
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran Al-Karim,

Abu Zahrah. Aliran Politik dan Aqidah Dalam Islam. Jakarta:Logos. 1996.

Anwar, Moh. Dawam. Mengapa Kita Menolak Syi’ah. Jakarta: Lembaga Pengkajian dan
Penelitian Islam. 1998.

Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam. Jakarta:Pustaka


Rizki Putra. 2009.

Faudah. Mahmud Basuni. Tafsir-Tafsir Al-Qur’an:Perkenalan dengan Metodologi


Tafsir. Bandung:Pustaka. 1987.

Ahmad Atabik. Melacak Historitas Syi’ah (Asal-Usul Perkembangan Dan Aliran-


Alirannya). Jawa Tengah:Jurnal Fikrah STAI Kudus. Vol.3. 2015.

Hamid Enayat. Reaksi Politik Sunni dan Syi’ah. terj. Asep Hikmat. Bandung: Pustaka.
1988.

Muhsin Amili. A’yân al-Syi’ah. Juz I (Beirut: Dâr al-Ta’âruf, t.t.). 2004.

Oki Setiana Dewi. Syiah: Dari Kemunculan Hingga Perkembangannya Di Indonesia.


Jakarta:Jurnal Ilmu Al-Qur’an Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah. Vol.
12 No. 2. 2016.

Philip K Hitti. History of The Arabs. Jakarta:Serambi Ilmu Semesta. 2006.

Kamaluddin Nurdin Marjuni. ”Sekilas Perbedaan Prinsip Politik Sekte-sekte Syi’ah”


dalam http://www.sobatmuslim.com/artikel/sekilas-perbedaan-prinsip-politik-
sekte-sekte-syiah/. diakses pada tanggal 28 Oktober 2010.

Yesi, Dwi Ariyanti.“Eksistensi Aliran Syi’ah”. Skripsi – UIN Raden Intan. Lampung.
2017.

Page | 21

Anda mungkin juga menyukai