Anda di halaman 1dari 9

BAB II

DEFINISI

A. Pengertian Isolasi
Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan/penyebaran kuman patogen dari
sumber infeksi (petugas, pasien, pengunjung) ke orang lain.
Sesuai dengan rekomendasi WHO dan CDC tentang kewaspadaan isolasi
untuk pasien dengan penyakit infeksi airborne yang berbahaya seperti H5N1,
kewaspadaan yang perlu dilakukan meliputi :
a. Kewaspadaan standar
Perhatikan kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien maupun alat-alat yang terkontaminasi sekret
pernapasan.
b. Kewaspadaan kontak
Gunakan sarung tangan dan gaun pelindung selama kontak dengan pasien.
Gunakan peralatan terpisah untuk setiap pasien, seperti stetoskop,
termometer, tensimeter, dan lain-lain.
c. Perlindungan mata
Gunakan kacamata pelindung atau pelindung muka, apabila berada pada
jarak 1 (satu) meter dari pasien.
d. Kewaspadaan airborne
Tempatkan pasien di ruang isolasi airborne. Gunakan masker N95 bila
memasuki ruang isolasi.
B. Syarat Kamar lsolasi
1. Lingkungan tenang
2. Sirkulasi udara baik
3. Penerangan baik
4. Bentuk ruangan sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk observasi
pasien dan pembersihannya
5. Tersedianya WC dan kamar mandi
6. Kebersihan lingkungan terjaga
7. Tempat sampah tertutup
8. Bebas dari serangga
9. Tempat linen kotor harus ditutup
10. Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci dengan memakai disinfektan
C. Syarat Petugas Ruang Isolasi
1. Sehat
2. Mengetahui prinsip aseptik antiseptik
3. Pakaian rapi dan bersih
4. Tidak memakai perhiasan
5. Kuku harus pendek
6. Cuci tangan sebelum masuk kamar isolasi
7. Pergunakan barrier nursing seperti pakaian khusus, topi, masker, sarung
tangan, dan sandal khusus
8. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
9. Berbicara seperlunya
10. Lepaskan barrier nursing sebelum keluar kamar isolasi
11. Cuci tangan sebelum meninggalkan kamar isolasi
D. Syarat Peralatan Ruang Isolasi
1. Alat-alat yang dibutuhkan cukup tersedia
2. Selalu dalam keadaan steril
3. Dari bahan yang mudah dibersihkan
4. Alat suntik bekas dibuang pada tempat tertutup dan dimusnahkan
5. Alat yang tidak habis pakai dicuci dan disterilkan kembali
6. Linen bekas dimasukkan dalam tempat tertutup
E. Kategori Isolasi
Kategori isolasi yang dilakukan sesuai dengan patogenesis dan
cara penularan/penyebaran kuman terdiri dari isolasi ketat, isolasi kontak,
isolasi saluran pernafasan, tindakan pencegahan enterik dan tindakan
pencegahan sekresi. Secara umum, kategori isolasi membutuhkan kamar
terpisah, sedangkan kategori tindakan pencegahan tidak memerlukan kamar
terpisah.
a. Isolasi Ketat
Tujuan isoasi ketat adalah mencegah penyebaran semua penyakit
yang sangat menular, baik melalui kontak langsung maupun peredaran
udara. Tehnik ini kontak langsung maupun peredaran udara. Tehnik ini
mengharuskan pasien berada di kamar tersendiri dan petugas yang
berhubungan dengan pasien harus memakai pakaian khusus, masker,
dan sarung tangan serta mematuhi aturan pencegahan yang ketat. Alat--
alat yang terkontaminasi bahan infeksius dibuang atau dibungkus dan
diberi label sebelum dikirim untuk proses selanjutnya. Isolasi ketat
diperlukan pada pasien dengan penyakit antraks, cacar, difteri, pes,
varicella dan herpes zooster diseminata atau pada pasien
imunokompromis.
Prinsip kewaspadaan airborne harus diterapkan di setiap ruang
perawatan isolasi ketat yaitu:
a) Ruang rawat harus dipantau agar tetap dalam tekanan negatif dibanding
tekanan di koridor.
b) Pergantian sirkulasi udara 6-12 kali per jam.
c) Udara harus dibuang keluar, atau diresirkulasi dengan menggunakan
filter HEPA (High-Efficiency Particulate Air).
Setiap pasien harus dirawat di ruang rawat tersendiri. Pasien tidak
boleh membuang ludah atau dahak di lantai, gunakan penampung
dahak/ludah tertutup sekali pakai (disposable).
b. Isolasi Kontak
Bertujuan untuk mencegah penularan penyakit infeksi yang mudah
ditularkan melalui kontak langsung. Pasien perlu kamar tersendiri, masker
perlu dipakai bila mendekati pasien, jubah dipakai bila ada kemungkinan
kotor, sarung tangan dipakai setiap menyentuh badan infeksius. Cuci
tangan sesudah melepas sarung tangan dan sebelum merawat pasien lain.
Alat-alat yang terkontaminasi bahan infeksius diperlakukan seperti pada
isolasi ketat. Isolasi kontak diperlukan pada pasien bayi baru lahir
dengan konjungtivitis gonorhoea, pasien dengan endometritis, pneumonia
atau infeksi kulit oleh streptococcus grup A, herpes simpleks diseminata,
infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotika, rabies, rubella.
c. Isolasi Saluran Pernafasan
Tujuannya untuk mencegah penyebaran patogen dari saluran
pernafasan dengan cara kontak langsung dan peredaran udara. Cara ini
mengharuskan pasien dalam kamar terpisah, memakai masker dan
dilakukan tindakan pencegahan khusus terhadap buangan nafas / sputum,
misalnya pada pasien pertusis, campak, tuberkulosa paru, infeksi H.
influenza.
d. Tindakan Pencegahan Enterik
Tujuannya untuk mencegah infeksi oleh patogen yang berjangkit
karena kontak langsung atau tidak langsung dengan tinja yang
mengandung kuman penyakit menular. Pasien ini dapat bersama dengan
pasien lain dalam satu kamar, tetapi dicegah kontaminasi silang melalui
mulut dan dubur. Tindakan pencegahan enterik dilakukan pada pasien
dengan diare infeksius atau gastroenteritis yang disebabkan oleh kolera,
salmonella, shigella, amuba, campylobacter, crytosporidium, E.coli patogen.
e. Tindakan Pencegahan Sekresi
Tujuannya untuk mencegah penularan infeksi karena kontak langsung
atau tidak langsung dengan bahan purulen, sekresi atau drainase dari
bagian badan yang terinfeksi. Pasien tidak perlu ditempatkan di kamar
tersendiri. Petugas yang berhubuangan langsung harus memakai jubah,
masker, dan sarung tangan. Tangan harus segera dicuci setelah melepas
sarung tangan atau sebelum merawat pasien lain. Tindakan pencegahan
khusus harus dilakukan pada waktu penggantian balutan. Tindakan
pencegahan sekresi ini perlu untuk penyakit infeksi yang mengeluarkan
bahan purulen, drainase atau sekresi yang infeksius.
f. Isolasi Protektif
Tujuannya untuk mencegah kontak antara patogen yang berbahaya
dengan orang yang daya rentannya semakin besar, atau melindungi
seseorang tertentu terhadap semua jenis patogen, yang biasanya dapat
dilawannya. Pasien harus ditempatkan dalam lingkungan yang
mempermudah terlaksananya tindakan pencegahan yang perlu. Misalnya
pada pasien yang sedang menjalani pengobatan sitoststika atau
imunosupresi.
F. Lama Isolasi
Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan fasilitas laboratorium,
yaitu :
1. Sampai biakan kuman negatif (misalnya pada difteri, antraks)
2. Sampai penyakit sembuh (misalnya herpes, limfogranuloma venerum,
khusus untuk luka atau penyakit kulit sampai tidak mengeluarkan bahan
menular)
3. Selama pasien dirawat di ruang rawat (misalnya hepatitis virus A dan B,
leptospirosis)
4. Sampai 24 jam setelah dimulainya pemberian antibiotika yang efektif
(misalnya pada sifilis, konjungtivitis gonore pada neonatus)
G. Prosedur Keluar Ruang Perawatan Isolasi
1. Perlu disediakan ruang ganti khusus untuk melepaskan Alat Perlindungan
Diri (APD).
2. Pakaian bedah / masker masih tetap dipakai.
3. Lepaskan pakaian bedah dan masker di ruang ganti pakaian umum,
masukkan dalam kantung linen berlabel infeksius.
4. Mandi dan cuci rambut (keramas)
5. Sesudah mandi, kenakan pakaian biasa.
6. Pintu keluar dari Ruang Perawatan isolasi harus terpisah dari pintu masuk.
H. Kriteria Pindah Rawat dari Ruang Isolasi Ke Ruang Perawatan Biasa
1. Terbukti bukan kasus yang mengharuskan untuk dirawat di ruang isolasi.
2. Pasien telah dinyatakan tidak menular atau telah diperbolehkan untuk
dirawat di ruang rawat inap biasa oleh dokter.
3. Pertimbangan lain dari dokter.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penggunaan kamar isolasi diterapkan kepada semua pasien rawat inap yang
mengidap penyakit infeksi menular yang dianggap mudah menular dan
berbahaya.
2. Pelaksana panduan ini adalah semua elemen rumah sakit beserta pasien dan
keluarga.
BAB III
TATALAKSANA RUANG ISOLASI
A. Prinsip
1. Setiap pasien dengan penyakit infeksi menular dan dianggap berbahaya
dirawat di ruang terpisah dari pasien lainnya yang mengidap penyakit bukan
infeksi.
2. Penggunaan alat pelindung diri diterapkan kepada setiap pengunjung dan
petugas kesehatan terhadap pasien yang dirawat di kamar isolasi.
3. Pasien yang rentan infeksi seperti pasien luka bakar, pasien dengan
penurunan sistem imun dikarenakan pengobatan atau penyakitnya, dirawat
di ruang (terpisah) isolasi rumah sakit.
4. Pasien yang tidak termasuk kriteria diatas dirawat diruang rawat inap biasa.
5. Pasien yang dirawat diruang isolasi, dapat di dipindahkan ke ruang rawat
inap biasa apabila telah dinyatakan bebas dari penyakit atau menurut
petunjuk dokter penanggung jawab pasien.
B. Alur Pasien Perawatan Ruang Isolasi

Pasien

Poliklinik
IGD

1. Suspek penyakit menular


yang berbahaya
2. Luka bakar indikasi rawat
3. Penurunan sistem imun
4. Kemoterapi

Rawat Inap Ruang Isolasi


C. Manajemen Perawatan Pasien di Ruang Isolasi
a. Sebelum Membawa/Transfer Pasien
Pakaikan masker medis/bedah pada pasien (terutama pasien dengan
airbone disease) saat akan ditransfer.
b. Sebelum Kontak pada setiap Pasien
a) Gunakan masker medis/bedah.
b) Mencuci tangan.
c) Gunakan pelindung mata, jubah/gaun dan sarung tangan bila ada resiko
terkena cipratan lendir dari pasien.
c. Jika Menggunakan Aerosol (Misal : Intubasi, Bronchoscopy, CPR, Suction)
a) Hanya staf tertentu yang boleh keluar masuk ruangan.
b) Gunakan jubah medis (gaun pelindung)
c) Gunakan pelindung mata, lalu kenakan sarung tangan.
d) Lakukan prosedur terencana dalam ruangan berventilasi yang
memenuhi syarat.
d. Sebelum Membawa Pasien ke Ruangan Lain (misal : Bagian Radiologi)
a) Batasi akses keluar masuk dan perhatikan rambu-rambu kendali infeksi.
b) Sediakan perlengkapan khusus pasien jika ada.
c) Pastikan jarak kurang dari 1 meter antara pasien dan area pengunjung.
d) Pastikan dipatuhinya tata-tertib setempat dalam penggantian linen dan
kebersihan ruangan.
e. Sebelum Memasuki Area Khusus (misal : Bagian Radiologi)
a) Mencuci tangan.
b) Gunakan alat pelindung diri (sarung tangan, jubah, masker, dan
pelindung mata).
f. Sebelum Meninggalkan Area Khusus (misal : Bagian Radiologi)
a) Lepaskan alat pelindung diri (sarung tangan, jubah, masker, dan
pelindung mata).
b) Buanglah barang-barang yang memang harus dibuang sesuai dengan
peraturan setempat.
c) Mencuci tangan.
d) Mencuci dan mensterilkan peralatan untuk pasien dan perlengkapan
pribadi pasien yang dikenakan pasien.
e) Buanglah sampah yang terkontaminasi (infeksius) sesuai peraturan
tentang sampah medis.
g. Sebelum Meninggalkan Pasien Suspect atau Positif
a) Beritahukan instruksi dan materi untuk pasien/petugas terkait mengenai
pernapasan higienis/etika batuk atau bersin.
b) Beritahukan peraturan di ruang isolasi, kendali infeksi dan pembatasan
kontak sosial.
c) Catat alamat dan nomor telepon pasien.
h. Setelah Pasien Pulang
a) Buang atau bersihkan peralatan khusus untuk pasien isolasi sesuai
peraturan.
b) Masukkan linen kotor ke tempat linen infeksius dan ganti dengan linen
bersih.
c) Bersihkan ruangan sesuai peraturan setempat
d) Buanglah sampah yang terkontaminasi (infeksius) sesuai aturan tentang
sampah medis.
BAB IV
DOKUMENTASI
Pengendalian infeksi nosokomial merupakan suatu upaya penting dalam
meningkatkan mutu pelayanan medis rumah sakit. Hal ini hanya dapat dicapai
dengan keterlibatan secara aktif semua personil rumah sakit, mulai dari petugas
kebersihan sampai dengan dokter dan mulai dari pekerja sampai dengan jajaran
Direksi. Kegiatannya dilakukan secara baik dan benar di semua sarana rumah
sakit, peralatan medis dan non-medis, ruang perawatan dan prosedur serta
lingkungan.
Dokumen yang wajib disiapkan adalah sebagai berikut :
a. Dokumen regulasi
b. Dokumen monitoring dan evaluasi
Demikian buku panduan ini dibuat untuk panduan tentang ruang isolasi
sehingga berjalan dengan baik dan sesuai standar yang telah ditetapkan oleh
Undang-Undang Kesehatan yang berlaku, dengan terbitnya Panduan Ruang
Isolasi RSIA Kumala Siwi Jepara ini maka segala pelayanan yang berkaitan
dengan ruang isolasi wajib berlandaskan buku pedoman ini.

Anda mungkin juga menyukai