Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

Tumor otak merupakan penyebab kematian kedua setelah stroke dalam

kelompok penyakit neurologis.1,2 Diperkirakan sekitar 11.000 orang meninggal

akibat tumor otak primer setiap tahunnya di Amerika Serikat.1 Insidensi kasus

baru tumor otak saat ini di Amerika Serikat saat ini mencapai 18 kasus dalam

100.000 populasi.1,3

Tumor otak pada anak yang tidak jarang dijumpai, meliputi kira-kira 18%

dari semua penyakit keganasan pada anak di bawah umur 15 tahun. 4,5 Insidensi

terbanyak pada usia 5-9 tahun, sedangkan pada orang dewasa 50-60 tahun. Tidak

ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.4,6

Tumor infratentorial mempunyai karakteristik yang berbeda dengan tumor

supratentorial.1,2,7,8 Perbedaan karakteristik ini mencakup beberapa faktor antara

lain usia pasien, jenis kelamin, manifestasi klinis, histopatologi tumor, dan

tindakan operasi.1,2 Manifestasi klinis yang ditimbulkan tumor infratentorial dapat

disebabkan baik akibat penekanan tumor langsung pada serebelum dan batang

otak maupun pada ventrikel IV.2,7,8,9

Tumor otak pada populasi anak yang paling umum tumor padat, dan

mayoritas berada di posterior fossa. Kemajuan dalam penelitian biologi

molekuler, mikroteknik, dan uji klinis telah menyebabkan peningkatan secara

signifikan kelangsungan hidup anak. Anak dapat hidup lebih lama dari

sebelumnya, komplikasi dan komorbiditas, seperti hidrosefalus, kebocoran CSF,

1
dan cacat neurokognitif, dapat meningkatkan kualitas hidup. Secara klinis,

komorbiditas paling penting adalah hidrosefalus pascaoperasi. Sebelum operasi,

83% anak-anak ditemukan memiliki hidrosefalus gambar awal dalam 2 series.

Pasca operasi, penelitian telah menunjukkan bahwa antara 18 dan 40% (rata-rata

30%) dari anak memiliki hidrosefalus, membutuhkan prosedur pembedahan

setelah shunt CSF dan mengekspos anak-anak ke sumber kedua morbiditas dan

mortality.10

Data yang pasti tentang insidensi tumor otak di Indonesia setiap tahunnya

belum ada. Beberapa data yang ada mengenai frekuensi tumor otaku mum nya

didasari atas pengalaman pribadi para dokter bedah saraf, hasil otopsi, dan angka-

angka dari beberapa rumah sakit.1-3

Berikut di bawah ini dilaporkan suatu kasus hidrosefalus yang terjadi pada

anak berusia 11 tahun yang dirawat di bangsal bedah RSUD Ulin Banjarmasin

dan menjalani operasi tumor removal dan VP shunt.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TUMOR OTAK

2.1 Etiologi

Penyebab tumor otak sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Beberapa

faktor yang memegang peranan penting antara lain:

1. Genetik

Beberapa tumor otak tertentu dapat dijumpai pada beberapa anggota

keluarga, seperti astrositoma dan sindroma Sturge Weber.11,12

2. Kongenital

Beberapa tumor otak tertentu seperti kraniofaringioma, teratoma, berasal

dari sisa-sisa embrional yang kemudian mengalami pertumbuhan neoplastik.4,12

3. Radiasi

Radiasi dapat merangsang pertumbuhan sel-sel tertentu seperti sel-sel

jaringan mesenkim.5

4. Virus

Telah banyak penyelidikan dilakukan mengenai hubungan infeksi virus

dengan proses keganasan. Saat ini baru dapat dibuktikan adanya infeksi virus pada

limfoma Burkitt.11

5. Zat karsinogen

Zat-zat kimia tertentu mempunyai sifat karsinogenik seperti metil

kolantren, nitroso etil urea.5,11

3
2.2 Lokalisasi Tumor Otak

Menurut lokalisasi, tumor intrakranial dibagi dalam tumor supratentorial

dan tumor infratentorial. Berbeda dengan orang dewasa, 60-70% tumor otak pada

anak terdapat infratentorial (di fosa posterior kranium). Walaupun ruangan ini

hanya meliputi 1/10 seluruh volume intracranial.4,12,13 Pada orang dewasa tumor

infratentorial hanya 25-30%. Berdasarkan kenyataan ini, dapat dimengerti

mengapa pada anak lebih banyak ditemukan gejalagejala peninggian tekanan

intrakranial sebagai gejala dini tumor otak. Di samping itu, tumor otak pada anak

lebih cenderung menempati posisi pada sumbu panjang susunan saraf pusat di

sekitar garis tengah pada ventrikel III, akuaduktus Sylvii, ventrikel IV dan sisterna

basalis.11,14

2.3 Klasifikasi

Identifikasi dan klasifikasi tumor otak merupakan hal yang sulit. Modifikasi

Bailey & Cushing berdasarkan histogenesis (gambar 1). Digunakan bermacam-

macam klasifikasi. Di bawah ini klasifikasi menurut Kempe dkk.l5

1. Menurut asalnya:

tumor primer dari jaringan otak sendiri & tumor otak metastasis.

2. Menurut gambaran histologik:

glioma: astrositoma, meduloblastoma, ependimoma, gliomabatang otak, glioma

kiasma dan nervus optikus. kraniofaringioma, papiloma pleksus koroideus,

pinealoma tumor lain seperti jaringan saraf, neurinoma, meningioma.

4
3. Menurut lokalisasi tumor:

Supratentorial:

• daerah supraselar: kraniofaringioma, glioma kiasma optikus.

• daerah talamus dan ventrikel IV: pinealoma, glioma, hamartoma.

• daerah hemisfer serebri: elioma. ependimoma, sarkoma.

Gambar 1: Diagram perkembangan embriologi jenis sel susunan sarat pusat dan tumor
yang berhubungannya.

2.4 Gambaran Klinis

Gambaran klinis tumor otak pada anak dan bayi lebih sulit diketahui, sebab anak

tidak komunikatif serta keluh kesah sering tidak jelas, dan tidak jarang dikacaukan

dengan gejala-gejala proses pertumbuhan dan perkembangan.4,16 Pada umumnya

tumor intrakranial mempunyai gejala-gejala umum & lokal.

1. Gejala-gejala umum: akibat peninggian tekanan intrakranial.

• Muntah: merupakan gejala tetap dan sering sebagai gejala pertama. Timbulnya

terutama pagi hari tanpa didahului rasa mual. Pada tingkat lanjut, muntah

menjadi proyektil.

5
• Sakit kepala: dijumpai pada 70% penderita yang bersifat serangan berulang-

ulang, nyeri berdenyut, paling hebat pagi hari, dapat timbul akibat batuk, bersin

dan mengejan. Lokasi nyeri unilateral/bilateral yang terutama dirasakan daerah

frontal dan suboksipital17-19

• Gejala mata:

– Strabismus/diplopia dapat terjadi karena regangan nervus abdusens.

– Edema papil pada funduskopi merupakan petunjuk yang sangat penting untuk

tumor intrakranial. Bailey menemukan gejala ini path 80% tumor otak anak.6,20

• Pembesaran kepala: terutama pada anak di bawah umur 2 tahun yang

fontanelnya belum tertutup. Gejala ini tidak khas untuk tumor otak, hanya

menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial.

• Gangguan kesadaran: dapat ringan sampai yang berat.6

• Kejang: sangat jarang, kira-kira 15% pada anak dengan tumor supratentorial;

pada tumor infratentorial, kejang menunjukkantingkat yang sudah lanjut.

• Gangguan mental: lebih sering ditemukan pada orang dewasa, terutama bila

tumor berlokasi pada lobus frontalis atau lobus temporalis.

2. Gejala-gejala lokal sesuai lokasi tumor

• Tumor infratentorial: karena letaknya di fosa posterior, maka gejala lokal yang

ditemukan ialah.4,12

– Gejala serebelar berupa ataksia, gangguan koordinasi, nistagmus dan

gangguan tonus otot.

– Gejala batang otak: pada umumnya berat karena pada batang otak terdapat

pusat-pusat vital serta pusat saraf kranialis.

6
– Gejala nervi kranialis: akibat peregangan atau penekanan tumor terutama

N.VI, juga N.V, VII, IX dan X.

• Tumor supratentorial:

– Tumor supraselar memberikan gejala utama berupa gangguan penglihatan

dan gangguan endokrin/metabolik.

– Tumor hemisfer serebri: gejala yang timbul bergantung pada lokalisasi

tumor di area/lobus hemisfer, umpamanya sindroma lobus frontalis atau

sindroma lobus ternporalis.

Sifat-sifat beberapa tumor otak:

1. Astrositoma serebelar: merupakan kira-kira 11-30% tumor intrakranial,

insidensi umur 3-8 tahun. Lokalisasi pada hemisfer kiri atau kanan, berbentuk

kista, tidak invasif dan tidak memberikan metastasis.20

2. Meduloblastoma: kira-kira 15-25% pada bayi dan anak, insidensi 3-5 tahun,

lebih sering pada laki-laki daripada perempuan.5 Lokasi pada vermis

serebelum. Paling ganas, sering bermetastasis ke luar susunan saraf pusat.

Gejala ataksia pada tumor ini tidak menunjukkan lateralisasi.

3. Ependimoma: kira-kira 8% tumor otak; berasal dari ependim dasar ventrikel,

bertumbuh ke arah rongga ventrikel yang mengakibatkan obstruksi dini aliran

likuor. Sering mengalami kalsifikasi. Gejala utama berupa peninggian

tekanan intrakranial.

4. Glioma batang otak: kira-kira 8-20% tumor otak pada anak, dan 75% di

antaranya pada umur 7-10 tahun.4

7
5. Kraniofaringioma: jarang (hanya 4%) tetapi paling seringmenyebabkan

kerusakan pada sela tursika dan supraselar berupa disfungsi hipotalamus,

hipofisis serta gangguan penglihatan. 80% mengalami kalsifikasi yang dapat

dibuktikan secara radiologik.6

6. Glioma N. optikus dan glioma kiasma optikus: sangat jarang dijumpai.

7. Papiloma pleksus koroideus: ditemukan di bawah usia 3 tahun, lokalisasi

terutama pada ventrikel lateralis dan hidrosefalus sebagai gejala utama.

8. Tumor hemisfer serebri: jarang pada anak dan sulit didiagnosis sebab tingkat

dini tidak memberikan gejala. Manifestasi pada tingkat lanjut berupa edema

papil 80%, sakit kepala dan kadang-kadang kejang.

2.5 Diagnosis

Diagnosis berdasarkan atas:

1. Klinis

2. Pemeriksaan tambahan, antara lain:

• Foto polos kepala: pemeriksaan ini penting untuk mendiagnosis dan evaluasi

suatu tumor otak. Pemeriksaan ini meliputi anteroposterior, lateral dan basiler.

Dapat dilihat tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial, kalsifikasi atau proses

lain dalam kepala.

• Pneumoensefalografi dan ventrikulografi: terutama untuk memberikan informasi

mengenai perubahan bentuk ventrikel dan gangguan sirkulasi akibat tumor

sekitarnya.5

8
• Angiografi: sukar dilakukan pada anak, dapat dilihat adanya perubahan

arsitektur vaskular otak.

• Brain Scan: makan waktu 15-30 menit, sukar dipakai pada anak. Digunakan

untuk mendeteksi adanya tumor supratentorial, sedangkan tumor infratentorial

agak kurang memuaskan hasilnya.5,20

• CT scan: paling diandalkan masa kini karena prakis, tidak makan waktu lama

dan juga tidak invasif, hanya mahal. Dapat mendeteksi baik tumor supratentorial

maupun infratentorial.

• Ekoensefalografi: tidak menunjukkan langsung adanya tumor, tetapi

memperlihatkan adanya pergeseran struktur struktur di garis tengah otak.5,11

• Elektroensefalografi: terutama penting untuk mengetahui lokalisasi tumor

supratentorial, kira-kira 70% dapat diketahuinya.15,20

• Pemeriksaan cairan likuor: tidak dianjurkan pada tumor intrakranial, hanya dapat

dilakukan bila tidak ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial. Cairan

likuor dapat diperoleh dengan pungsi ventrikel. Adanya tumor dapat dibuktikan

dengan peninggian protein dan adanya sel-sel ganas.16,20

2.6 Tatalaksana

a. Tindakan pembedahan

Bila tidak akan menimbulkan defisit nerologik yang terlalu mengganggu,

reseksi total merupakan treatment of choice5 . Tindakan ini bergantung pada

sifat, lokalisasi, perluasan dan lamanya berlangsung tumor. Reseksi total hams

dikerjakan hati-hati untuk menghindarkan kerusakan jaringan sekitarnya terutama

9
pada daerah vital. Bila reseksi total tidak mungkin, dilakukan reseksi parsial yang

bertujuan mengurangi tekanan intrakranial dan memperbaiki aliran likuor. Ini

biasanya dikerjakan pada meduloblastoma dan ependimoma: Astrositoma

serebelar mempunyai prognosis yang baik hanya dengan tindakan pembedahan.5,20

Glioma batang otak karena sifat dan lokasinya, biasanya tidak dibedah,

demikian pula tumor-tumor supratentorial sebab pada saat diagnosis ditegakkan,

tumor tersebut sudah ada dalam stadium lanjut. Pada kraniofaringioma, walaupun

operasi berhasil namun selalu dengan defisit metabolik dan endokrin.4

Jenis pembedahan lain yang biasa dilakukan ialah bypas (shunt), untuk

melancarkan sirkulasi likuor supaya tekanan intrakranial berkurang. Ini dapat

dilakukan bergantung pada lokasi obstruksi likuor. Ada bypass internal (dari

ventrikel ke sisterna magna/ruangan subaraknoidea) dan bypass external (dari

ventrikel ke vena jugularis/jantung).

b. Radioterapi

Diberikan pada tumor yang radiosensitif, dan biasanya dilakukan setelah

reseksi total atau parsial. Menurut Ewing, tumor radiosensitif ialah tumor yang sel

undifferentiated dengan banyak mitosis serta banyak vaskularisasi kapiler.14

Astrositoma derajat III dan IV, glioma batang otak dan glioblastoma

hemisfer serebri kurang efektif terhadap penyinaran. Kraniofaringioma dan

papiloma pleksus koroideus yang telah mengalami degenerasi maligna harus

diradioterapi. Pada tumor daerah pineal seperti pinealoma dan pnieoblastoma,

karena lokasinya di daerah vital maka tidak dibedah, hanya radioterapi.

10
c. Kemoterapi

• Hasilnya masih kurang memuaskan, dan tidak semua obat anti-tumor dapat

meliwati sawar darah otak. Titik tangkap kerja obat anti-tumor ialah pada sintesis

DNA (replikasi), sintesis RNA dari DNA (transkripsi) dan sintesis protein dari

RNA (translasi).20

Obat-obat yang biasa digunakan pada tumor otak ialah:

• Vinkristin: suatu vinka alkaloid, terutama efektif terhadapleukemia. Hasil baik

juga pada meduloblastoma dan glioblastoma. Efek samping ialah toksis terhadap

saraf perifer.

• Methotrexate: intratekal, terutama untuk meduloblastoma, ependimoma &

astrositoma.

• Sitosin arabinosid: juga dipakai pada tumor otak tetapi hasilnya masih belum

diketahui.

d. Tindakan suportif

Agar terapi tumor otak berhasil baik, perlu tindakan suportif sebelum, selama dan

sesudah operasi.

2.7 Prognosis

Prognosis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: sifat keganasan

(jinak/ganas), jenis dan lokasi tumor serta umur penderita. Pengalaman serta

ketrampilan ahli bedah saraf turut menentukan basil operasi.

Tumor meskipun jinak tetapi bila menempati fungsi-fungsi vital,

prognosisnya jelek. Astrositoma serebelar dengan pembedahan, 90% akan

selamat.5 Meduloblastoma yang dikenal sangat ganas dan dahulu biasanya

11
meninggal pada umur 1-2 tahun pertama kehidupan, dengan perbaikan teknik

operasi, radioterapi dan tindakan paliatif, pada saat ini kemungkinan untuk hidup

5 tahun: 40% dan 10 tahun: 25%5.

Glioma batang otak dan glioblastoma supratentorial merupakan tumor otak

yang paling sulit untuk diobati. Pembedahan tidak dapat dikerjakan, sedangkan

radioterapi efektivitasnya sangat minim; sesudah diagnosis ditegakkan, lamanya

hidup biasanya sudah kurang 1 tahun.

Tumor kraniofaringioma dengan operasi (Matson) maupun dengan

radioterapi (Kramer) mempunyai prognosis baik.

Prognosis secara keseluruhan tumor otak pada anak yang telah dibedah pada

umumnya baik. Perbaikan teknik radioterapi dan kemoterapi, serta tindakan

suportif telah banyak menurunkan angka kematian tumor otak pada kasus-kasus

yang sebelumnya dianggap ganas dan fatal.5,6,11

B. HIDROSEFALUS

2.1 Anatomi

Struktur anatomi yang berkaitan dengan hidrosefalus, yaitu bangunan-

bangunan dimana CSS berada.21

Sistem ventrikel otak dan kanalis sentralis

12
1. Ventrikel lateralis

Ada dua, terletak didalam hemisfer telensefalon. Kedua ventrikel lateralis

berhubungan denga ventrikel III (ventrikel tertius) melalui foramen

interventrikularis (Monro).

2. Ventrikel III (Ventrikel Tertius)

Terletak pada diensefalon. Dinding lateralnya dibentuk oleh talamus dengan

adhesio interthalamica dan hipotalamus. Recessus optikus dan infundibularis

menonjol ke anterior, dan recessus suprapinealis dan recessus pinealis ke arah

kaudal. Ventrikel III berhubungan dengan ventrikel IV melalui suatu lubang

kecil, yaitu aquaductus Sylvii (aquaduktus cerebri).

3. Ventrikel IV (Ventrikel Quartus)

Membentuk ruang berbentuk kubah diatas fossa rhomboidea antara cerebellum

dan medulla serta membentang sepanjang recessus lateralis pada kedua sisi.

masing-masing recessus berakhir pada foramen Luschka, muara lateral

ventrikel IV. Pada perlekatan vellum medullare anterior terdapat apertura

mediana Magendie.

4. Kanalis sentralis medula oblongata dan medula spinalis

Saluran sentral korda spinalis: saluran kecil yang memanjang sepanjang korda

spinalis, dilapisi sel-sel ependimal. Di atas, melanjut ke dalam medula

oblongata, dimana ia membuka ke dalam ventrikel IV.

5. Ruang subarakhnoidal

Merupakan ruang yang terletak diantara lapisan arakhnoid dan piamater.

13
2.2 Patofisiologi

CSS dihasilkan oleh plexus koroideus dan mengalir dari ventrikel lateral

ke dalam ventrikel III, dan dari sini melalui aquaduktus masuk ke ventrikel IV. Di

sana cairan ini memasuki spatium liquor serebrospinalis externum melalui

foramen lateralis dan medialis dari ventrikel IV. Pengaliran CSS ke dalam

sirkulasi vena sebagian terjadi melalui villi araknoidea, yang menonjol ke dalam

sinus venosus atau ke dalam lakuna lateralis; dan sebagian lagi pada tempat

keluarnya nervus spinalis, tempat terjadinya peralihan ke dalam plexus venosus

yang padat dan ke dalam selubung-selubung saraf (suatu jalan ke circulus

limfatikus). 22

Kecepatan pembentukan CSS 0,3-0,4 cc/menit atau antara 0,2- 0,5%

volume total per menit dan ada yang menyebut antara 14-38 cc/jam. Sekresi total

CSS dalam 24 jam adalah sekitar 500-600 cc, sedangkan jumlah total CSS adalah

150 cc, berarti dalam 1 hari terjadi pertukaran atau pembaharuan dari CSS

sebanyak 4-5 kali/hari. Pada neonatus jumlah total CSS berkisar 20-50 cc dan

akan meningkat sesuai usia sampai mencapai 150 cc pada orang dewasa.22

Hidrosefalus timbul akibat terjadi ketidakseimbangan antara produksi

dengan absorpsi dan gangguan sirkulasi CSS. 22

14
Tabel 1. Patofisiologi terjadinya hidrosefalus dalam Hidrosefalus FKU
Wijaya Kusuma, 2006. 22

Selain akibat gangguan pada produksi, absorpsi, dan sirkulasi,

hidrosefalus juga dapat timbul akibat disgenesis serebri dan atrofi serebri. 22

2.3 Klasifikasi

Hidrosefalus dapat diklasifikasikan atas beberapa hal, antara lain:22

Berdasarkan Anatomi / tempat obstruksi CSS

 Hidrosefalus tipe obstruksi / non komunikan

Terjadi bila CSS otak terganggu (Gangguan di dalam atau pada sistem

ventrikel yang mengakibatkan penyumbatan aliran CSS dalam sistem

ventrikel otak), yang kebanyakan disebabkan oleh kongenital: stenosis

akuaduktus Sylvius (menyebabkan dilatasi ventrikel lateralis dan ventrikel

15
III. Ventrikel IV biasanya normal dalam ukuran dan lokasinya). Yang

agak jarang ditemukan sebagai penyebab hidrosefalus adalah sindrom

Dandy-Walker, Atresia foramen Monro, malformasi vaskuler atau tumor

bawaan. Radang (Eksudat, infeksi meningeal). Perdarahan/trauma

(hematoma subdural). Tumor dalam sistem ventrikel (tumor

intraventrikuler, tumor parasellar, tumor fossa posterior).

 Hidrosefalus tipe komunikan

Hidrosefalus tipe ini jarang ditemukan. Terjadi karena proses berlebihan

atau gangguan penyerapan (Gangguan di luar sistem ventrikel).

 Perdarahan akibat trauma kelahiran menyebabkan perlekatan lalu

menimbulkan blokade villi araknoid.

 Radang meningeal

 Kongenital :

o Perlekatan araknoid/sisterna karena gangguan pembentukan.

o Gangguan pembentukan villi araknoid

o Papilloma plexus koroideus

Berdasarkan Usia22

 Hidrosefalus tipe kongenital / infantil ( bayi )

 Hidrosefalus tipe juvenil / adult ( anak-anak / dewasa )

Selain pembagian berdasarkan anatomi, etiologi, dan usia, terdapat juga jenis (

hidrosefalus tekanan normal; sesuai konvensi, sindroma hidrosefalik termasuk

tanda dan gejala peninggian TIK, seperti kepala yang besar dengan penonjolan

16
fontanel. Akhir-akhir ini, dilaporkan temuan klinis hidrosefalus yang tidak

bersamaan dengan peninggian TIK.22

Seseorang bisa didiagnosa mengalami hidrosefalus tekanan normal jika

ventrikel otaknya mengalami pembesaran, tetapi hanya sedikit atau tidak ada

peningkatan tekanan dalam ventrikel. Biasanya dialami oleh pasien usia lanjut,

dan sebagian besar disebabkan aliran CSS yang terganggu dan compliance otak

yang tidak normal.22

2.4 Etiologi

Hidrosefalus terjadi karena gangguan sirkulasi likuor di dalam system

ventrikel atau oleh produksi likuor yang berlebihan. Hidrosefalus terjadi bila

terdapat penyumbatan aliran likuor pada salah satu tempat, antara tempat

pembentukan likuor dalam system ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang

subarachnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS di bagian

proksimal sumbatan. Tempat yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinis

adalah foramen Monro, foramen Luschka dan Magendi, sisterna magna dan

sisterna basalis.21

Secara teoritis, pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan

absorpsi yang normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam

klinik sangat jarang terjadi, misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa

penyumbatan pada adenomata pleksus koroidalis. Penyebab penyumbatan aliran

CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak yaitu kelainan bawaan, infeksi,

neoplasma dan perdarahan.21

17
1. Kelainan Bawaaan

a) Stenosis Akuaduktus Sylvius, merupakan penyebab terbanyak pada

hidrosefalus bayi dan anak (60-90%). Akuaduktus dapat merupakan

saluran buntu atau abnormal lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala

hidrosefalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-

bulan pertama setelah lahir.

b) Spina bifida dan cranium bifida, hidrosefalus pada kelainan ini biasanya

berhubungan dengan sindroma Arnord-Chiari akibat tertariknya medulla

spinalis, dengan medulla oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah

dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian

atau total.

c) Sindrom Dandy-Walker,merupakan atresiakongenital foramen Luschka

dan Magendi dengan akibat hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran

system ventrikel, terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya

hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fossa posterior.

d) Kista arakhnoid,dapat terjadi congenital maupun didapat akibat trauma

sekunder suatu hematoma.

e) Anomaly pembuluh darah, dalam kepustakaan dilaporkan terjadi

hidrosefalus akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai arteria

serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus tranversus dengan

akibat obstruksi akuaduktus.

2. Infeksi, akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga terjadi

obliterasi ruang subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis

18
purulenta terjad bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat

purulen di akuaduktus Sylvius atau sisterna basalis. Pembesaran kepala dapat

terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari

meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan

arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa

tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar

sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis

purulenta lokasinya lebih tersebar.

3. Neoplasma, hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap

tempat aliran CSS. Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya

dan apabila tumor tidak bisa dioperasi maka dapat dilakukan tindakan paliatif

dengan mengalirkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak, kasus

terbanyak yang menyebabkan penyumbatan ventrikel IV dan akuaduktus

Sylvius bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum,

sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu

kraniofaringioma.

4. Perdarahan, telah banyak dibuktikan bahwa perdarahn sebelum dan sesudah

lahir dalam otak dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada

daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah

itu sendiri.

19
2.5 Gambaran Klinis

Gambaran klinis pada permulaan adalah pembesaran tengkorak yang

disusul oleh gangguan neurologik akibat tekanan liquor yang meningkat yang

menyebabkan hipotrofi otak.22

Gambar manifestasi klinik hidrosefalus pada bayi5

Hidrosefalus pada bayi (sutura masih terbuka pada umur kurang dari 1

tahun) didapatkan gambaran :22,23

 Kepala membesar

 Sutura melebar

 Fontanella kepala prominen

 Mata kearah bawah (sunset phenomena)

 Nistagmus horizontal

 Iritabel

 Pupil melebar

 Perkusi kepala : “cracked pot sign” atau seperti semangka masak.

20
 Intake makan kurang baik (poor feeding)

 Penurunan kesadaran

Gejala pada anak-anak dan dewasa:22,23

 Sakit kepala

 Kesadaran menurun

 Gelisah

 Mual, muntah

 Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak

 Gangguan perkembangan fisik dan mental

 Konsentrasi kurang

 Ataksia/tremor

 Papil edema; ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut dapat

mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papil N.II.

 Dapat terjadi sutura yang terbuka pada kasus dimana sutura telah menutup

 Terganggunya mata melirik ke atas

Tekanan intrakranial meninggi oleh karena ubun-ubun dan sutura sudah

menutup, nyeri kepala terutama di daerah bifrontal dan bioksipital. Aktivitas fisik

dan mental secara bertahap akan menurun dengan gangguan mental yang sering

dijumpai seperti: respon terhadap lingkungan lambat, kurang perhatian dan tidak

mampu merencanakan aktivitasnya.22

21
Pada kasus yang lanjut dimana terjadi progresifitas, maka fungsi batang

otak dapat terganggu sehingga dapat menimbulkan manifestasi gejala yaitu

sebagai berikut:23

 Kesulitan untuk menghisap dan menerima asupan makanan

 Tangisan atau suara tinggi yang melengking (high pitched cry)

 Tengkorak yang sangat besar dengan destruksi pada bagian korteks

 Muntah

 Kejang

 Distress kardio-pulmonal

 Kematian neonatus

2.6 Diagnosis

Pengukuran lingkar kepala fronto-oksipital yang teratur pada bayi

merupakan tindakan terpenting untuk menentukan diagnosis dini. Pertumbuhan

kepala normal paling cepat terjadi pada tiga bulan pertama5. Lingkar kepala akan

bertambah kira-kira 2 cm tiap bulannya. Standar normal berbeda untuk bayi

prematur dan bayi cukup bulan. Pertumbuhan kepala normal pada bayi baru lahir

adalah 2 cm / bulan untuk 3 bulan pertama, 1 cm / bulan untuk 3 bulan kedua dan

0,5 cm / bulan selama 6 bulan berikutnya.21

Tabel 2. Ukuran rata-rata lingkar kepala Review Article Hidrosefalus FKU


Syiah Kuala Banda Aceh, 201121

22
Studi laboratorium21

 Tidak terdapat pemeriksaan darah yang spesifik untuk menunjukkan

hidrosefalus.

 Test genetik dan konseling di rekomendasikan jika terdapat kemungkinan

hidrosefalus secara genetic.

 Evaluasi cerebrospinal fluid (CSF) pada kondisi posthemorrhagic dan

postmeningitic hidrosefalus untuk melihat konsentrasi protein dan untuk

meniadakan residual infeksi

Studi Imaging 21

Pada foto Rontgen kepala polos lateral, tampak kepala yang membesar

dengan disproporsi kraniofasial, tulang yang menipis dan sutura melebar5, yang

menjadi alat diagnostic terpilih pada kasus ini adalah CT scan kepala dimana

sistem ventrikel dan seluruh isi intrakranial dapat tampak lebih terperinci, serta

dalam memperkirakan prognosa kasus. MRI sebenarnya juga merupakan

pemeriksaan diagnostik terpilih untuk kasus kasus yang efektif. Namun,

mengingat waktu pemeriksaan yang cukup lama sehingga pada bayi perlu

dilakukan pembiusan.21

23
Gambaran CT Scan
Gambaran MRI hidrosefalus21
hidrosefalus21

CT Scan merupakan suatu metode utama dalam menentukan hidrosefalus.

Metode ini mengidentifikasi adanya edema periventrikular (perinuklear) dan

membuktikan adanya akumulasi CSF pada parenkim atau serebrum. Edema ini

mengindikasikan adanya suatu kerusakan yang serius pada serebrum dan

memerlukan drainase CSF sesegera mungkin. CT Scan juga dapat memberikan

informasi mengenai hidrosefali. Evan indeks merupakan ratio asntara jarak

interventrikular yang ekstrem dan jarang interparietal pada potongan horizontal

dan nilai normal bila kurang dari 0,3.24

Berikut di bawah ini dapat dilihat cara pengukuran indeks Evans yaitu:25

24
Gambar kalkulasi indeks Evans25
A. diameter transversal di anterior horn pada ventrikel lateralis
B. diameter internal terbesar dari tulang tengkorak

Untuk interpretasinya yaitu sebagai berikut:24

 Tahap I (hidrosefalus minor)dengan indeks Evans=0,26-0.40

 Tahap II (hidrosefalus medium) dengan indeks Evans= 0.41-0.60

 Tahap III (hidrosefalus berat)  dengan indeks Evans=0,61-0,90

 Tahap IV (hidrosefalus ekstrem)  dengan indeks Evans=0,91-1.00

Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan punksi ventrikel melaui fontanel

mayor, dapat menunjukkan tanda peradangan, dan perdarahan baru atau lama.

Punksi juga dilakukan untuk menentukan tekanan ventrikel.21

Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan penunjang yang mempunyai

peran penting dalam mendeteksi adanya hidrosefalus pada periode perinatal dan

pascanatal selama fontanelnya tidak menutup sehingga dapat ditentukan adanya

pelebaran ventrikel atau perdarahan dalam ventrikel.21

CT-scan/MRI kriteria untuk akut hidrosefalus berupa:21

 Ukuran kedua temporal horns lebih besar dari 2 mm, jelas terlihat. Dengan

tidak adanya hydrocephalus, temporal horns nyaris tak terlihat.

 Rasio terlebar dari frontal horns untuk diameter biparietal maksimal (yaitu,

Evans ratio) lebih besar dari 30% pada hidrosefalus.

25
 Eksudat Transependymal yang diterjemahkan pada gambar sebagai

hypoattenuation periventricular (CT) atau hyperintensity (MRI T2-weighted

and fluid-attenuated inversion recovery [FLAIR] sequences).

 tanda pada frontal horn dari ventrikel lateral dan ventrikel ketiga (misalnya,

"Mickey mouse"ventrikel) dapat mengindikasikan obstruksi aqueduktal.

CT-scan/MRI kriteria untuk kronik hidrosefalus berupa:21

 Temporal horns tidak begitu menonjol dari pada kasus akut

 Ventrikel ketiga dapat mengalami herniasi ke dalam sella tursica.

 Macrocrania (misalnya, occipitofrontal circumference >98th percentile) dapat

di jumpai.

 Corpus callosum dapat mengalami atrofi (tampilan terbaik pada potongan

sagittal MRI).

2.7 Diagnosis banding22

 Higroma subdural: penimbunan cairan dalam ruang subdural akibat pencairan

hematom subdural

 Hematom subdural: penimbunan darah di dalam rongga subdural

 Emfiema subdural: adanya udara atau gas dalam jaringan subdural

 Hidransefali: sama sekali atau hampir tidak memiliki hemisfer serebri, ruang

yang normal isinya dipenuhi hemisfer dipenuhi oleh CSS

 Tumor otak

 Kepala besar

26
o Megaloensefali: jaringan otak bertambah

o Makrosefali: gangguan tulang

Dalam proses diagnosis, diagnosis banding penting bagi para pakar neuro

(saraf) dan bedah neuro untuk menentukan prognosis dan terapeutik.

2.8 Komplikasi

Berhubungan dengan progresifitas hidrosefalus :21

 Perubahan visual

 Oklusi dari arteri cerebral posterior akibat proses skunder dari

transtentorial herniasi

 Kronik papil udema akibat kerusakan nervus optikus.

Dilatasi dari ventrikel ke tiga dengan kompresi area kiasma optikum:21

 Disfungsi kognitif dan inkontunensia

 Electrolit imbalance

 Asidosis metabolik

Berhubungan dengan terapi bedah:21

 Tanda dan gejala dari peningkatan tekanan intracranial dapat disebabkan

oleh gangguan pada shunt.

 Subdural hematoma atau subdural hygroma akibat sekunder dari

overshunting. Nyeri kepala dan tanda neurologis fokal dapat dijumpai.

 Tatalaksana kejang dengan dengan obat antiepilepsi.

27
 Okkasional Infeksi pada shunt dapat asimtomatik. pada neonates, dapat

bermanifestasi sebagai perubahan pola makan, irritabilitas, vomiting,

febris, letargi, somnolen, dan ubun ubun menonjol. Anak-anak yang lebih

tua dan orang dewasa biasa dengan gejala dengan sakit kepala, febris,

vomitus, dan meningismus. Dengan ventriculoperitoneal (VP) shunts, sakit

perut dapat terjadi.

 Shunts dapat bertindak sebagai saluran untuk metastasis extraneural tumor

tertentu (misalnya, medulloblastoma).

 Komplikasi dari VP shunt termasuk; peritonitis, hernia inguinal, perforasi

organ abdomen, obtruksi usus, volvulus, dan CSF asites.

 Komplikasi dari ventriculoatrial (VA) shunt termasuk; septicemia, shunt

embolus, endocarditis, dan hipertensi pulmunal.

 Kompliaksi dari Lumboperitoneal shunt termasuk; radiculopathy dan

arachnoiditis.

2.9 Penatalaksanaan

Pada sebagian penderita, pembesaran kepala berhenti sendiri (arrested

hydrocephalus) mungkin oleh rekanalisasi ruang subarachnoid atau kompensasi

pembentukan CSS yang berkurang. Tindakan bedah belum ada yang memuaskan

100%, kecuali bila penyebabnya ialah tumor yang masih bisa diangkat. Ada tiga

prinsip pengobatan hidrosefalus, yaitu; Mengurangi produksi CSS dengan

merusak sebagian pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau koagulasi, akan

tetapi hasilnya tidak memuaskan. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi

28
CSS dengan tempat absorpsi yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang

subarachnoid. Misalnya, ventrikulo-sisternostomi Torkildsen pada stenosis

akuaduktus. Pada anak hasilnya kurang memuaskan karena sudah ada insufisiensi

fungsi absorpsi, Pengeluaran CSS ke dalam organ ekstrakranial.21

Penanganan sementara

Terapi konservatif medikamentasa ditujukan untuk membatasi evolusi

hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dan pleksus choroid

(asetozolamid 100 mg/kgBB/hari; furosemid 1,2 mg/kgBB/hari) atau upaya

meningkatkan resorpsinya (isorbid). Terapi diatas hanya bersifat sementara

sebelum dilakukan terapi defenitif diterapkan atau bila ada harapan kemungkinan

pulihnya gangguan hemodinamik tersebut; sebaliknya terapi ini tidak efektif

untuk pengobatan jangka panjang mengingat adanya resiko terjadinya gangguan

metabolik.21

Eksternal drainase liquor dilakukan dengan memasang kateter ventrikuler

yang kemudian dihubungka dengan suatu kantong drain eksternal. Keadaan ini

dilakukan untuk penderita yang berpotensi menjadi hidrosefalus (hidrosefalus

transisi) atau yang sedang mengalami infeksi. Keterbatasan tindakan ini adalah

adanya ancaman kontaminasi liquor dan penderita harus selalu dipantau secara

ketat. Cara lain yang mirip dengan metode ini adalah puksi ventrikel yang

dilakukan berulang kali untuk mengatasi pembesaran ventrikel yang terjadi.21

29
Cara cara untuk mengatasi pembesaran ventrikel diatas dapat diterapkan

pada beberapa situasi tertentu seperti pada kasus stadium akut hidrosefalus paska

perdarahan.21

Penanganan Alternatif (selain shunting)

Tindakan alternatif selain operasi pintas (shunting) diterapkan khususnya bagi

kasus kasus yang mengalami sumbatan di dalam sistem ventrikel termasuk juga

saluran keluar ventrikel IV (misal; stenosis akuaduktus, tumor fossa posterior,

kista arakhnoid). Dalam hal ini maka tindakan terapeutik semacam ini perlu

dipertimbangkan terlebih dahulu. walaupun kadang lebih rumit daripada

memasang shunt, mengingat restorasi aliran liqour menuju keadaan atau

mendeteksi normal selalu lebih baik daripada suatu drainase yang artifisiel.21

Terapi etiologi. Penanganan terhadap etiologi hidrosefalus merupakan

strategi terbaik. Seperti antara lain; pengontrolan kasus yang mengalami

intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran liquor,

pembersihan sisa darah dalam liquor atau perbaikan suatu malformasi. Pada

beberapa kasus diharuskan untuk melakukan terapi sementara terlebih dahulu

sebelum diketahui secara pasti lesi penyebab; atau masih memerlukan tindakan

operasi shunting karena kasus yang mempunyai etiologi multifactor atau

mengalami gangguan aliran liquor skunder.21

Penetrasi membran. Penetrasi dasar ventrikel III merupakan suatu tindakan

membuat jalan alternatif melalui rongga subarachnoid bagi kasus kasus stenosis

akuaduktus atau (lebih umum) gangguan aliran pada fossa posterior (termasuk

tumor fossa posterior). Selain memulihkan fungsi sirkulasi liquor secara pseudo

30
fisiologi, ventrukulostomi III dapat menciptakan tekanan hidrostatik yang

menyatu pada seluruh sistem saraf pusat sehingga mencegah terjadinya perbedaan

tekanan pada struktur struktuk garis tengah yang rentan. Saat ini metode yang

terbaik untuk melakukan tindakan tersebut adalah dengan teknik bedah

endoskopik, dimana suatu neuroendoskop (rigid atau fleksibel) dimasukkan

melalui burrhole coronal (2-3 cm dari garis tengah) ke dalam ventrikel lateral,

kemudian melalui foramen monro (diidentifikasi berdasarkan pleksus khoroid dan

vena septalis serta dan vena thalamus triata) masuk kedalam ventrikel III. Lubang

dibuat di depan percabangan arteri basilaris sehingga terbentuk saluran antara

ventrikel III dengan sisterna interpedinkularis. Lubang ini dapat dibuat dengan

memakai laser, monopolar kuagulator, radiofrekuensi, dan kateter balon.21

Operasi pemasangan ‘pintas’ (shunting)

Sebagian besar pasien hidrosefalus memerlukan shunting, bertujuan membuat

aliran liquor baru (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti;

peritoneum, atrium kanan, pleura). Pada anak-anak lokasi kavitas yang terpilih

adalah rongga peritoneum, mengingat mampu menampung kateter yang cukup

panjang sehingga dapat menyesuaikan pertumbuhan anak serta resiko terjadi

infeksi relatif lebih kecil dibanding rongga jantung. Biasanya cairan LCS

didrainase dari ventrikel. Namun terkadang pada hidrosefalus komunikan ada

yang didrainase ke rongga subarachnoid lumbar.21

Pada dasarnya alat shunt terdiri dari tiga komponen yaitu; kateter

proksimal, katub (dengan/tanpa reservior), dan kateter distal. Komponen bahan

dasarnya adalah elastomer silicon. Pemilihan pemakaian didasarkan atas

31
pertimbangan mengenai penyembuhan kulit yang alami. Hal ini sesuai dengan

usia penderita, berat badan, ketebalan kulit dan ukuran kepala. Sistem

hidrodinamik shunt tetap berfungsi pada tekanan yang tinggi, sedang dan rendah,

dan pilihan ditetapkan sesuai dengan ukuran ventrikel, status pasien (vegetative,

normal) patogenesis hidrosefalus, dan proses evolusi penyakit.21

Penempatan reservoir shunt umumnya dipasang di frontal atau temporo-

oksipital yang kemudian disalurkan di bawah kulit. Teknik operasi penempatan

shunt didasarkan pada pertimbangan anatomis dan potensi kontaminasi yang

mungkin terjadi. Terdapat dua hal yang perlu diorbservasi pasca operasi, yaitu:

pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran

dan fungsi alat shunt yang dipasang.21

Komplikasi shunt dikategorikan menjadi tiga komplikasi yaitu; infeksi,

kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional, yang disebabkan jumlah aliran

yang tidak adekuat. Infeksi meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual,

lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. Kegagalan mekanis mencakup

komplikasi komplikasi seperti; oklusi aliran di dalam shunt (proksimal katub atau

distal), diskoneksi atau putusnya shunt, migrasi dari tempat semula, tempat

pemasangan yang tidak tepat. Kegagalan fungsional dapat berupa drainase yang

berlebihan atau malah kurang lancarnya drainase. Drainase yang terlalu banyak

dapat menimbulkan komplikasi lanjutan seperti terjadinya efusi subdural,

kraniosinostosis, lokulasi ventrikel, hipotensi ortostatik.21

2.11. Prognosis

32
Prognosis ditentukan tergantung pada:23

 lapisan serebral sebelum dilakukan operasi

 Kerusakan otak yang irreversible sebelum operasi

 Etiologi dari hidrosefalus tersebut

BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : An.Aang Jorieka

Jenis Kelamin : laki-laki

Usia : 11 tahun

Agama : Islam

Alamat :Sampit

Pekerjaan : pelajar

MRS : 13 Agustus 2013

RMK : 1 06 10 53

33
B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : nyeri kepala

Riwayat Penyakit Sekarang :

Kurang lebih 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien jatuh dari

sepeda dengan kepala membentur tanah. Pasien terjatuh dari sepeda karena

sarung yang digunakannya terjepit rantai. Tidak ada penurunan kesadaran,

tidak ada perdarahan mulut, hidung, telinga. Sejak saat itu pasien

merasakan nyeri kepala, dengan intensitas sedang sampai berat, nyeri

bertambah terutama pada pagi hari, nyeri hilang timbul tidak tentu kapan.

Nyeri dirasakan di seluruh bagian kepala. Saat nyeri, ada mual dan muntah

sebanyak 3 kali. Pasien mengeluhkan pusing, terutama saat berdiri dan

berjalan, sehingga pasien sulit untuk berjalan. Kemudian pusing yang

dirasakan pasien terus bertambah hingga akhirnya pasien juga merasa

pusing saat duduk. Tidak ada riwayat nyeri kepala dan gangguan

keseimbangan sebelum pasien jatuh dari sepeda. Tidak ada demam. Pasien

juga mengeluhkan matanya terlihat juling dan melihat bayangan menjadi

ganda. 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami kejang ±1

menit, kejang diseluruh badan, kaku (+), tidak ada penurunan kesadaran

saat kejang. Setelah kejang pasien sadar. Pasien juga mengalami

penurunan nafu makan. BAK normal, BAB normal. Pasien dibawa ke RS

Dr.Murjani, kemudian dibawa ke RSUD Ulin.

Riwayat Penyakit Dahulu :

34
Riwayat kepala membesar sebelumnya (-), riwayat sakit serupa

sebelumnya (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Komposmentis

Tanda Vital : TD : 110/70 mmHg

N : 88 x/menit

RR : 18 x/menit

T : 36,50C

Status generalis :

Kepala:

Inspeksi : tampak berukuran normal, kesan pembesaran atau disproporsi

badan dengan ukuran kepala (-)

Palpasi dan perkusi: cracked pot sign (-), ubun-ubun sudah menutup

auskultasi : auskultasi (-)

mata : sunset phenomenom (-), nistagmus horizontal (+), visus (</<),

konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata menonjol (-)

Thorax :

- Paru

Inspeksi : Simetris, retraksi (-)

Palpasi : Fremitus vokal simetris normal

35
Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonkhi (-/-), wheezing (-/-),

stridor (-/-)

- Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus tidak teraba

Perkusi : Pekak

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, bising (-), gallop (-)

Abdomen : I : datar, jejas tidak ada

P : hepar, lien tidak membesar, massa tidak ada, nyeri

tekan (-), defans muscular (-),

P : timpani

A : BU (+) normal

Ekstremitas : akral hangat, edem (-), parese (-)

Status Neurologis

• Kesadaran : CM

• GCS : E4-V5-M6

• Orientasi : normal

1. Rangsangan Selaput Otak

Kaku Kuduk : (+)

Kernig : (+)/(+)

Laseque : (+)/(+)

Bruzinski I/ II : (+)/(+)

36
2. Saraf Otak

Kanan Kiri

N. Olfaktorius

Hyposmia (-) (-)

Parosmia (-) (-)

Halusinasi (-) (-)

N. Optikus Kanan Kiri

Visus normal normal

Yojana Penglihatan normal normal

Funduskopi tdl tdl

N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abducens

Kanan Kiri

Kedudukan bola mata tengah tengah

Pergerakan bola mata ke

Nasal : Normal Normal

Temporal : Normal Terganggu

Atas : Normal Normal

Bawah : Normal Terganggu

Temporal bawah : Normal Normal

Eksopthalmus : - -

Celah mata (Ptosis) : - -

Pupil

37
Bentuk bulat bulat

Lebar 3mm 3mm

Perbedaan lebar isokor isokor

Reaksi cahaya langsung (+) (+)

Reaksi cahaya konsensuil (+) (+)

Reaksi akomodasi (+) (+)

Reaksi konvergensi (+) (+)

N. Trigeminus

Kanan Kiri

Cabang Motorik

Otot Maseter Normal Normal

Otot Temporal Normal Normal

Otot Pterygoideus Int/Ext Normal Normal

Cabang Sensorik

I. N. Oftalmicus Normal Normal

II. N. Maxillaris Normal Normal

III. N. Mandibularis Normal Normal

Refleks kornea langsung Normal Normal

Refleks kornea konsensuil Normal Normal

N. Facialis

Kanan Kiri

Waktu Diam

Kerutan dahi sama tinggi

38
Tinggi alis sama tinggi

Sudut mata sama tinggi

Lipatan nasolabial sama tinggi

Waktu Gerak

Mengerutkan dahi sama tinggi

Menutup mata (+) (+)

Bersiul sama tinggi

Memperlihatkan gigi sama tinggi

Pengecapan 2/3 depan lidah normal

Sekresi air mata tdl

Hyperakusis normal normal

N. Vestibulocochlearis

Vestibuler

Vertigo : (-)

Nystagmus : (-)

Tinitus aureum :Kanan: (-) Kiri : (-)

Cochlearis : tdl

N. Glossopharyngeus dan N. Vagus

Bagian Motorik:

Suara : biasa

Menelan : Normal

Kedudukan arcus pharynx : normal/normal

Kedudukan uvula : di tengah

39
Pergerakan arcus pharynx : Normal

Detak jantung : Normal

Bising usus : (+) normal

Bagian Sensorik:

Pengecapan 1/3 belakakang lidah : Normal

Refleks muntah: (+)

Refleks palatum mole: (+)

N. Accesorius

Kanan Kiri

Mengangkat bahu Normal Normal

Memalingkan kepala Normal Normal

N. Hypoglossus

Kedudukan lidah waktu istirahat : di tengah

Kedudukan lidah waktu bergerak : di tengah

Atrofi : tidak ada

Kekuatan lidah menekan pada bagian : kuat/kuat

Fasikulasi/Tremor pipi (kanan/kiri) : -/-

Refleks fisiologis

– BPR/TPR (+/+)

– KPR/APR (+/+)

Refleks patologis

• Tungkai

40
Babinski : -/- Chaddock : -/-

Oppenheim : -/- Rossolimo : -/-

Gordon : -/- Schaffer : -/-

• Lengan

Hoffmann-Tromner : -/-

Pemeriksaan Serebellum

 Tendem walking : tidak dilakukan

 Tes Romberg : tidak dilakukan

 Tes jari-hidung : (-)

41
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

HEMATOLOGI 13/08 15/08 20/08 NORMAL


Hb (g/dl) 14.1 13.5 12.0 12,0 – 16,0
Lekosit (ribu/ul) 21.9 6.8 10.9 4,0 – 10,5
Eritrosit (juta/ul) 5.08 4.77 4.44 3,9 – 5,50
Hct (vol%) 42.2 36.4 36 35 – 45
Trombosit 310 373 357 150 – 450
(ribu/ul)
RDW-CV (%) 16.8 13.1 14.2 11,5 – 14,7
MCV (fl) 83 76.3 81.2 80,0 – 97,0
MCH (pg) 27.8 28.3 27.0 27,0 – 32,0
MCHC (%) 33.4 37.1 33.3 32,0 – 38,0
HITUNG JENIS
Neutrofil (%) 30.6 62.9 84 50 – 70
Limfosit (%) 15 25.6 11.6 25 – 40
Waktu perdarahan
PT 10.7 9.9-13.5
APTT 25.8 22.2-37.0
ELEKTROLIT
Na 139.3 140 135-146
K 3.8 4.4 3,4-5,4
Cl 101.0 109 95-100
KIMIA
GULA DARAH
Gula Darah 121 80-200
Sewaktu (BSS)
HATI
Albumin (g/dl) 4.6 3,9 – 4,4

42
SGOT (U/l) 43 20 16 – 40
SGPT (U/l) 46 24 8 – 45
Total Protein 7.9 6.3-8.3
GINJAL
Ureum (mg/dl) 39 29 10 – 45
Creatinin (mg/dl) 0.68 0.7 0,4 – 1,4

43
CT Scan kepala

2 Agustus 2013 (pre operasi)

44
Dilakukan CT-Scan kepala tanpa kontras ketebalan 5 mm dari basis

sampai vertek potongan aksial dengan bone serebri dan bone window.

 Tampak perdarahan daerah vermis serebelaris yang mendesak ventrikel IV

sehingga ventrikel III dan lateral melebar

 Tak tampak fraktur tulang tengkorak

22 Agustus 2013 (post operasi)

 Tampak pembengkakan soft tissue di daerah occipital bilateral

 Tampak defek pada os calvaria daerah occipital

 Tampak massa isodens inhomogen berbatas relatif tegas tepi irregular

berukuran 4.15x3.15x3.6 cm dengan lesi hiperdens di dalamnya dan

bayangan hipodens di sekitarnya di midline fossa posterior yang ke

anterior menyempitkan ventrikel 4. Post kontras scanning tampak

massa memberikan enhancement.

 Sulki kortikalis menyempit.

 Ventrikel lateralis bilateral dan ventrikel 3 dilatasi dengan bayangan

hipodens di substansia alba periventrikuler lateralis bilateral. Ventrikel

4 menyempit.

 Terpasang ujung VP shunt pada ventrikel lateralis kiri

 Cysterna tidak dilatasi

 Tak tampak pergeseran garis tengah

 Sinus paranasal dan mastoid normal

 Bulbus okuli dan ruang retrobulbar normal

45
Kesimpulan:

 Massa serebellum dengan intratumoral bleeding dan edema peri/fokal

yang disertai hidrosefalus obstruktif dan edema periventrikuler

 Pembengkakan soft tissue di daerah occipital bilateral

 Defek pada os calvaria daerah occipital (post op)

E. DIAGNOSA KLINIS

Hidrosefalus e.c. massa infratentorial (tumor serebelum astrositoma grade

II-III)

F. DIAGNOSIS BANDING

Meningitis

ensefalitis

G. TINDAKAN/PENGOBATAN

Pasien dilakukan tindakan dengan 2 tahap, yaitu tahap 1 operasi tumor

removal, tahap 2 VP-Shunt.

H. FOLLOW UP

Pemeriksaan Agustus 2013


15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Subjektif
Sakit kepala + + + - - - - - - -
Mata kabur + + + - - - - - - -
sebelah kiri
Muntah/mual -/- -/+ -/+ - - - - - - -
Kejang
Objektif
GCS 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6

Nadi (x/mnt) 92 96 102 108 108 110 116 112 122 120
RR(x/mnt) 22 21 22 24 22 22 24 28 24 24
t (oC) 36.7 36.7 36.7 36.7 36,4 36,8 36,0 36,6 36,5 37,0

46
Inf. Inf.m Inf.m Inf.m Inf.m
mani anitol anitol anitol anitol
tol 6x50 6x50 6x50 6x50
6x50 cc cc cc cc
cc
Diagnosa Post op EVD + tumor semoval ec. hidrosefalus + tumor intracranial

Penatalaksanaan - Pro op tumor removal dan VP shunt


- Tgl 15-19 Agustus 2013: paracetamol tab 3 x 500mg
- Post op tgl 21 Agustus 2013:
- NS 25 tpm
- Ceftriaxone 2x500 mg
- Manitol 6x50 cc
- Antrain 4x1 amp
- Ranitidin 2x1 amp

Pemeriksaan Agustus 2013


25 26 27 28 29 30 31 1 2 3
Subjektif
Sakit kepala + + + - - - - - - -
Mata kabur + + + - - - - - - -
sebelah kiri
Muntah/mual -/- -/+ -/+ - - - - - - -
Kejang
Objektif
GCS 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6

Nadi (x/mnt) 92 96 102 108


108 110 116 112 122 120
RR(x/mnt) 22 21 22 2422 22 24 28 24 24
t (oC) 36.7 36.7 36.7 36.7
36,4 36,8 36,0 36,6 36,5 37,0
Inf.m Inf.m Inf.m Inf.m
Inf.
anitol anitol anitol anitol
man
6x50 6x50 6x50 6x50
itol
cc cc cc cc
6x5
0 cc
Diagnosa Post op vp shunt + EVD + tumor semoval ec. hidrosefalus + tumor
intracranial
Penatalaksanaan Post op tgl 29 Agustut 2013:
- O2 2 lpm
- NS 0,9% 10 tpm
- Ceftriaxone 2x500 mg
- Ketorolak 3x30 mg
- Ranitidin 2x ½ amp

BAB IV

PEMBAHASAN

47
Pada kasus ini, pasien merupakan seorang anak laki-laki yang berusia 11

tahun berusia yang datang ke RS dengan keluhan nyeri kepala yang hebat dan

terjadi kejang. Pasien mengeluhkan nyeri terasa terus menerus dan tidak hilang

dengan obat sakit kepala walaupun sedikit berkurang nyeri yang dirasakan

tersebut. Pasien juga terkadang mengeluhkan muntah yang tiba-tiba tanpa

didahului rasa mual. Pasien menyangkal adanya riwayat demam tinggi

sebelumnya.

Sebelumnya pasien mengeluhkan nyeri kepala ini timbul setelah pasien

jatuh bersepeda dimana terjadi benturan pada daerah kepala. Pasien mengeluhkan

nyeri kepala mulai tejadi setelah kejadian itu, nyeri terasa hebat di pagi hari.

Pasien dibawa ke RS karena terjadinya kejang pada pasien ini dalam keadaan

sadar (tidak penurunan kesadaran).

Adanya nyeri kepala yang hebat disertai muntah, kejang dan tanpa adanya

demam ini dapat merupakan suatu gejala dari peningkatan tekanan intrakranial

yang dapat disebabkan oleh adanya pendesakan massa. Selain itu dari

pemeriksaan fisik didapatkan visus yang menurun dan rangsang meningeal yang

positif yang mana, ini merupakan tanda adanya peningkatan massa intrakranial

sehingga dapat terjadi penekanan/ iritasi pada selaput otak dan nervus optikus.

Karena adanya nyeri kepala yang bersifat progresif ini serta tanda-tanda dan

gejala tersebut sehingga pasien pun diperiksa CT Scan kepala dan dari

pemeriksaan didapatkan adanya suatu hidrosefalus obstruktif yang disebabkan

oleh hematom/ perdarahan akibat adanya massa infratentorial.

48
Pada kasus ini dari hasil pemeriksaan CT-Scan diketahui sebagai

hidrosefalus obstruktif yang terjadi karena adanya CSS otak terganggu (Gangguan

di dalam atau pada sistem ventrikel yang mengakibatkan penyumbatan aliran CSS

dalam sistem ventrikel otak). Klasifikasi berdasarkan usia, maka pada kasus ini

dikatakan sebagai hidrosefalus tipe juvenil yang terjadi pada anak-anak atau

dewasa dimana manifestasi klinisnya berbeda dengan anak-anak karena telah

terjadi penutupan sutura.

Hidrosefalus terjadi karena gangguan sirkulasi likuor di dalam sistem

ventrikel atau oleh produksi likuor yang berlebihan. Hidrosefalus terjadi bila

terdapat penyumbatan aliran likuor pada salah satu tempat, antara tempat

pembentukan likuor dalam sistem ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang

subarachnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS di bagian

proksimal sumbatan. Tempat yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinis

adalah foramen Monro, foramen Luschka dan Magendi, sisterna magna dan

sisterna basalis.

Untuk etiologi terjadinya hidrosefalus pada anak-anak sering disebabkan

oleh kelainan bawaan, infeksi, neoplasma atau perdarahan. Pada kasus ini dapat

dikatakan bahwa etiologinya berupa neoplasma dan perdarahan. Pada kasus ini

dari gambaran CT-Scan dimana terdapat penyumbatan pada aliran CSS di

ventrikel IV karena adanya massa tumor infratentorial dengan perdarahan,

sehingga perdarahan tersebut yang menyumbat saluran CSS. Diduga adanya

trauma (jatuh bersepeda sebelumnya) menimbulkan perdarahan pada massa tumor

infratentorial ini yang sebelumnya tidak menimbulkan suatu gejala, sehingga

49
bermanifestasi perdarahan pada massa tumor tersebut/ hematom yang

menyebabkan sumbatan pada aliran CSS.

Diagnosis banding pada kasus ini adalah meningitis dan ensefalitis karena

adanya pemeriksaan fisik dengan rangsang meningeal yang positif dan nyeri

kepala serta adanya kejang yang sering merupakan gejala dari kasus ensefalitis,

yang mana digugurkannya diagnosis banding ini karena pasien tidak ada riwayat

demam sebelumnya.

Pada kasus ini dilakukan penanganan dengan 2 tahap:

1. Tumor removal (eksisi tumor) dulu, diharapkan bila tumor diangkat total,

ventrikel keempat yang tertekan akan membuka, sehingga hidrosefalus

hilang.

2. VP shunt dipasang karena setelah dievaluasi post operatif tumor removal,

hidrosefalus tetap ada.

Dari tumor removal yang dilakukan dilakukan pemeriksaan PA dan

didapatkan massa tumor tersebut berupa astrositoma grade II-III. Astrositoma

merupakan tumor yang banyak terjadi pada dekade pertama kehidupan dengan

puncaknya antara usia 5-9 tahun. Insidensi astrositoma difus terbanyak dijumpai

pada usia dewasa muda (30- 40 tahun) sebanyak 25% dari seluruh kasus. Sekitar

10 % terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, 60% pada usia 20-45 tahun dan 30%

di atas 45 tahun. Kasus pada laki-laki didapatkan lebih banyak dari wanita dengan

rasio sebesar 1,18 : 1.26

Astrositoma merupakan tumor otak yang paling banyak dijumpai, dan

mencakup lebih dari setengah tumor ganas di susunan saraf pusat (SSP). Sebagian

50
besar astrositoma merupakan tumor dengan derajat yang rendah (WHO grade I-II)

dan terjadi di daerah pertengahan otak, seperti daerah serebelum dan diensefalik.

Astrositoma difus (WHO grade II) dapat terjadi di mana saja di SSP tetapi

umumnya terjadi di serebrum. Astrositoma yang derajat tinggi (WHO grade III-

IV) umumnya dijumpai di daerah hemisfer serebrum. Tindakan pembedahan

mampu mengatasi astrositoma derajat rendah. Namun, pada astrositoma derajat

tinggi tindakan pembedahan harus ditambahkan dengan radioterapi dan

kemoterapi.26

Untuk prognosis pada kasus ini dapat dikatakan baik karena etiologi

terjadinya hidrosefalus itu sendiri berupa neoplasma telah diangkat dan telah

pembuatan VP shunt untuk menghilangkan risiko terjadinya hidrosefalus kembali.

Namun, tumor meskipun jinak tetapi bila menempati fungsi-fungsi vital,

prognosisnya jelek. Pasien ini, pada kunjungan polikllinik post operasi, masih

didapatkan penglihatan ganda pada mata sebelah kiri.

51
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan suatu kasus hidrosefalus pada anak laki-laki berusia 11

tahun. Dari klinis dan pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri kepala yang

hebat, muntah, tanpa disertai demam dan adanya riwayat benturan pada kepala

sebelumnya. Dari pemeriksaan penunjang CT-Scan didapatkan pembesaran

ventrikel lateralis dan ventrikel III akibat pendesakan atau sumbatan pada

ventrikel keempat karena adanya massa tumor infratentorial disertai hematom/

perdarahan. Sehingga pada kasus ini didiagnosis sebagai hidrosefalus tipe

obstruksif et cause tumor infratentorial serebelum dan dari hasil PA dari tumor

removal didapatkan tumor jenis astrositoma. Penanganan pada pasien ini

dilakukan dengan 2 tahap:

1.Tumor removal (eksisi tumor) dulu, diharapkan bila tumor diangkat total,

ventrikel keempat yang

tertekan akan membuka, sehingga hidrosefalus hilang.

2.VP shunt dipasang karena setelah dievalusi post operatif tumor removal,

hidrosefalus tetap ada.

52

Anda mungkin juga menyukai