Anda di halaman 1dari 42

Laporan Kasus

KOLELITIASIS

Oleh :
Imam Syahuri Gultom, S.Ked.
I1A008065

Pembimbing
dr. Agung Ary Wibowo, Sp.B(K)BD

SMF ILMU BEDAH


FK UNLAM - RSUD ULIN
BANJARMASIN
September, 2013

1
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ………………………………………………………….... i

Daftar Isi …………………………………………………………………. ii

BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………… 1

BAB II. LAPORAN KASUS…………………………………………. 3

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………… 12

BAB IV. PEMBAHASAN………..……………………………………. 35

BAB V. PENUTUP …………………………………………………… 38

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di

negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis,

sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien

dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko untuk mengalami

kompilaksi relatif kecil. Walaupun demikikan, sekali batu empedu menimbulkan

kolik yang spesifik maka risiko mengalami masalah dan penyulit akan terus

meningkat.1

Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika, yaitu pada 10 sampai

20% penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa ratus ribu penderita ini menjalani

pembedahan.3 Dua per tiga dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien

tidak mempunyai keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan

hanya 1-4%. Sementara pasien dengan gejala simtomatik batu empedu

mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri kolik pada episode

selanjutnya.2

Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu

tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu

menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. 1

Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi

akan lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimtomatik.1,2

1
Pada sekitar 80% dari kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari

batu empedu. Biasanya batu - batu ini juga mengandung kalsium karbonat, fosfat

atau bilirubinat, tetapi jarang batu- batu ini murni dari satu komponen saja. 3

Berikut akan dilaporkan kasus kolelitiasis pada seorang penderita laki - laki, umur

41 tahun yang di Ruang Nusa Indah Bedah Umum RSUD Ulin Banjarmasin dari

tanggal 14-20 Agustus 2013.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Isransyah

Umur : 41 tahun

No. RMK : 109 29 40

Bangsa : Indonesia

Suku : Banjar

Agama : Islam

Pekerjaan : Distributor

Alamat : Beruntung

MRS : 13 Agustus 2013

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : Nyeri perut

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

+ 4 bulan SMRS pasien mengeluh nyeri di perut bagian kanan atas.

Nyeri hilang timbul selama 1 minggu dan menjalar ke daerah punggung,

kedua pundak, ulu hati hingga perut kiri bawah. Nyeri dirasakan

bertambah setelah mengkonsumsi makanan berlemak hingga menjalar ke

tengkuk. Kembung (+), mual muntah (-), BAB normal warna kuning

kecoklatan, BAK mengaku warna kecoklatan seperti cola (+), demam

3
(-), mata berwarna kuning (-). Pasien mengaku tidak ada nyeri menusuk

saat menarik nafas selama ini.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Penyakit serupa (-), hipertensi (-), DM (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

Penyakit serupa (+), hipertensi (+), DM (+)

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Pemeriksaan Umum

1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

2. Kesadaran : Composmentis, GCS : 4-5-6

3. Tanda Vital

Tekanan darah : 110/70

Respirasi rate : 20 x/menit

Nadi : 82 x/menit

Suhu : 36,8 oC

B. Pemeriksaan Kepala dan Leher

Umum : Bentuk mesosefali

Rambut : Warna hitam, tebal, distribusi merata

Mata :

- eksoftalmus (-/-)

- konjungtiva pucat (-/-)

- sklera ikterik (+/+)

4
- refleks cahaya (+/+)

Mulut :

- faring hiperemis (-)

- mukosa pucat (-)

Leher :

- tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

- kaku kuduk tidak ada

- Jugular venous pressure tidak meningkat

C. Pemeriksaan Thoraks

Paru

Inspeksi : Gerakan nafas simetris, retraksi (-)

Palpasi : Fremitus vokal simetris, nyeri tekan tidak ada

Perkusi : Sonor (+/+), nyeri ketuk tidak ada

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Iktus dan pulsasi tidak terlihat

Palpasi : Apeks teraba pada ICS V LMK kiri, Thrill (-)

Perkusi : Batas kanan ICS II-IV LPS Dextra

Batas kiri ICS II-IV LMK Sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II tunggal

Murmur tidak ada

D. Pemeriksaan Abdomen

5
Inspeksi : Tampak datar, vena kolateral (-), scar (-), distensi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Hepar, lien, massa tidak teraba, murphy sign (+)

Perkusi : Timpani

E. Pemeriksaan Ekstrimitas

Atas : Akral hangat, edem (-/-), parase (-/-)

Bawah : Akral hangat, edem (-/-), parase (-/-)

F. Pemeriksaan Tulang Belakang

Dalam batas normal, nyeri (-), tidak tampak skoliosis, kifosis, lordosis.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Hasil Laboratorium

Jenis pemeriksaan Satuan Nilai Normal 13 Juni 2012

Hemoglobin gr/dl 12.0 – 16.0 15.6


Leukosit ribu /u l 4.0 – 10.5 6.1
Eritrosit juta /u l 3.90 – 5.50 5.13
Hematokrit vol% 37 – 47 43.3
Trombosit ribu /u l 150 – 450 208
RDW-CV % 11.5 – 14.7 12.3
MCV fl 80.0 – 97.0 84.5
MCH pg 27 – 32 30.4
MCHC % 32.0 – 38.0 36
Basofil % % 0-1 0.8
Eosinofil % % 1-3 3.2
Gran % % 50.0-70.0 63.2
Limfosit % % 25.0 – 40.0 25.5
Monosit % % 3.0 – 9.0 7.3
Basofil # ribu/ul <1 0.05
Eosinofil # ribu/ul <3 0.2
Gran # ribu/ul 2.50-7.00 3.86
6
Limfosit # ribu/ul 1.25 – 4.00 1.6
Monosit # ribu/ul 0.3-1 0.45
GDP mg/dl 70-105 106
Ureum mg/dL 10-50 23
Kreatinin mg/dL 0.7-1.4 0.9
SGOT U/l 0-46 22
SGPT U/l 0-45 21
Kolesterol total mg/dL 150-220 250
HDL mg/dL 35-80 45
LDL mg/dL <150 176
Trigeliserida mg/dL 60-165 142
Bilirubin total mg/dL 0.2-1.2 1.42
Bilirubin direk mg/dL 0-0.4 0.66
Bilirubin indirek mg/dL 0.2-0.6 0.76
Natrium mmol/l 135-146 136.2
Kalium mmol/l 3.4-5.4 4.5
Clorida mmol/l 95-100 102.7

b. USG Abdomen

Cholelitiasis multiple ukuran 10 mm, tidak tampak cholesistitis akut,

liver, lien dan ren normal.

V. DIAGNOSA

Cholelitiasis

VI. PENATALAKSANAAN

Pro cholesistektomi

7
VII. FOLLOW UP

14 Agustus 2013 15 Agustus 2013 16 Agustus 2013 17 Agustus 2013 18 Agustus 2013 19 Agustus 2013 20 Agustus 2013

SUBJEKTIF
Pusing - - - - - - +
Mual/muntah - - - - - - -
BAK/BAB N N N N N N N
Makan/minum +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+
Nyeri post op +

OBJEKTIF
Tanda vital
N (x/mnt) 82 78 80 76 80 87 80
RR (x/mnt) 20 20 20 18 20 20 20
T (0C) 37 36,2 37 36,4 36,5 36,5 36,7
TD (mmHg) 110/70 110/70 110/80 110/70 120/70 110/70 100/60
Pemeriksaan Fisik
Abdomen
Distensi - - - - - - -
BU N N N N N N N
Murphy sign + - - - - - -
Timpani + + + + + + +

ASSESMENT Cholelitiasis Cholelitiasis Cholelitiasis Cholelitiasis Cholelitiasis Cholelitiasis Cholelitiasis

PLANNING R/ operasi Menunggu jadwal Menunggu jadwal Menunggu jadwal Menunggu jadwal Hasil lab normal IVFD totofusin +
Cek DL ulang operasi operasi operasi operasi Operasi har ini kalbamin 2000 cc/24
jam
Inj. Cefizox 3x1 gr

8
Inj. Ozid 2x1 amp
Inj. Ketece 3x1 amp

21 Agustus 2013 21 Agustus 2013

SUBJEKTIF BLPL
Pusing +
Mual/muntah -
BAK/BAB N
Makan/minum +/+
Nyeri post op -

OBJEKTIF
Tanda vital
N (x/mnt) 84
RR (x/mnt) 20
T (0C) 36,4
TD (mmHg) 100/70
Pemeriksaan Fisik
Abdomen
Distensi -
BU N
Murphy sign -
Timpani +

ASSESMENT Cholelitiasis post


cholesistektomy

PLANNING IVFD totofusin +


9
kalbamin 2000
cc/24 jam
Cefadroxil 3x1 tab
Asam mefenamat
3x1 tab
Ranitidin 2x1 tab
Mobilisasi duduk +
jalan

10
VIII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Jenis pemeriksaan Satuan Nilai Normal 17 Agustus 2013

Hemoglobin gr/dl 12.0 – 16.0 14.2


Leukosit ribu /u l 4.0 – 10.5 4.8
Eritrosit juta /u l 3.90 – 5.50 4.86
Hematokrit vol% 37 – 47 43.4
Trombosit ribu /u l 150 – 450 238
RDW-CV % 11.5 – 14.7 13.1
MCV fl 80.0 – 97.0 89.5
MCH pg 27 – 32 29.2
MCHC % 32.0 – 38.0 32.7
Gran % % 50.0-70.0 62.3
Limfosit % % 25.0 – 40.0 27.2
MID % % 4.0 – 11.0 10.5
Gran # ribu/ul 2.50-7.00 3
Limfosit # ribu/ul 1.25 – 4.00 1.3
MID # ribu/ul 0.5
GDS U/l < 200 115
SGOT U/l 0-46 35
SGPT U/l 0-45 49
Ureum mg/dL 10-50 23
Kreatinin mg/dL 0.6-1.2 0.9

11
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi

Sistem biliaris disebut juga sistem empedu. Sistem biliaris dan hati tumbuh

bersama. Berasal dari divertikulum yang menonjol dari foregut, dimana tonjolan

tersebut akan menjadi hepar dan sistem biliaris. Bagian kaudal dari divertikulum

akan menjadi gallbladder (kandung empedu), ductus cysticus, ductus biliaris

communis (ductus choledochus) dan bagian cranialnya menjadi hati dan ductus

hepaticus biliaris.4

Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah pear/alpukat

dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu . Apabila kandung

empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, maka infundibulum

menonjol seperti kantong (kantong Hartmann). Vesica fellea dibagi menjadi

fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol

dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding

anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan

dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum

dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk

bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus

koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna

menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.4

Ductus cysticus berjalan dari hati ke arah kandung empedu, panjangnya 1-

12
2 cm, diameter 2-3 cm, diliputi permukaan dalam dengan mukosa yang banyak

sekali membentuk duplikasi (lipatan-lipatan) yang disebut Valve of Heister, yang

mengatur pasase bile ke dalam kandung empedu dan menahan alirannya dari

kandung empedu.4

Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum

hepatoduodenale dengan batas atas porta hepatis sedangkan batas bawahnya distal

papila Vateri. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik bermuara ke saluran yang

paling kecil yang disebut kanikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi

empedu melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris dan selanjutkan ke duktus

hepatikus di hilus.4

Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.

Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi bergantung pada letak muara

duktus sistikus. Ductus choledochus berjalan menuju duodenum dari sebelah

belakang, akan menembus pankreas dan bermuara di sebelah medial dari

duodenum descendens. Dalam keadaan normal, ductus choledochus akan

bergabung dengan ductus pancreaticus Wirsungi (baru mengeluarkan isinya ke

duodenum) Tapi ada juga keadaan di mana masing-masing mengeluarkan isinya,

pada umumnya bergabung dulu. Pada pertemuan (muara) ductus choledochus ke

dalam duodenum, disebut choledochoduodenal junction. Tempat muaranya ini

disebut Papilla Vatteri. Ujung distalnya dikelilingi oleh sfingter Oddi, yang

mengatur aliran empedu ke dalam duodenum.4

Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica

kanan. V. cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah

13
arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung

empedu.5

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak

dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi

lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici

coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.5

Gambar 1. Gambaran anatomi kandung empedu

B. Definisi

Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Batu

empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk suatu

material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu

(kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada

kedua-duanya.5,6

14
C. Etiologi

Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam

chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3%

bilirubin.2 Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun

yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh

perubahan susunan empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu.4

Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada

pembentukan batu empedu karena dapat terjadi pengendapan kolesterol. Stasis

empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi progesif,

perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam

saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui

peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus.1,7

Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan

pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan

pengendapan kolesterol adalah terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu

banyak absorbsi garam- garam empedu dan lesitin dari empedu, dan terlalu

banyak sekresi kolesterol dalam empedu. Jumlah kolesterol dalam empedu

sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik

mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh.

Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu

beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu.8 Batu

kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus

sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat

15
menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga

menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus

karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada

disana sebagai batu duktus sistikus.1,4,7

D. Faktor Risiko

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.

Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar

kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut adalah: 9

1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)

2. Usia lebih dari 40 tahun .

3. Kegemukan (obesitas).

4. Faktor keturunan

5. Aktivitas fisik

6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)

7. Hiperlipidemia

8. Diet tinggi lemak dan rendah serat

9. Pengosongan lambung yang memanjang

10. Nutrisi intravena jangka lama

11. Dismotilitas kandung empedu

12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)

16
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati,

pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan

garam empedu)

14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih,

baru orang Afrika)

E. Patofisiologi

1. Batu Kolesterol

Batu kolestrol murni merupakan hal yang jarang ditemui dan

prevalensinya kurang dari 10%. Empedu yang di supersaturasi dengan

kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari 90 % kolelitiasis di negara

Barat. Biasanya merupakan soliter, besar, dan permukaannya halus. Proses

fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam tiga tahap:5

1) Supersaturasi empedu dengan kolesterol.

Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah

komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan

tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu

ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan

kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam

empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan

supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai

1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.

Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :

17
 Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu

dan lecithin jauh lebih banyak.

 Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga

terjadi supersaturasi.

 Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)

 Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan

tinggi.

 Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada

gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan

sirkulasi enterohepatik).

 Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan

kadar chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya

melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol.

Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya

sampai tiga tahun.

2) Fase Pembentukan inti batu

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti

batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau

sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari

kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan

asam empedu.

3) Fase Pertumbuhan batu menjadi besar.


18
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup

waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana

kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti

batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila

konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat

supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.

Hal ini mudah terjadi pada penderita diabetes mellitus, kehamilan,

pada pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal

vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu

kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung empedu

akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar. 

2. Batu pigmen6

Batu pigmen merupakan sekitar 10 % dari batu empedu di Amerika

Serikat. Ada dua bentuk yaitu batu pigmen murni yang lebih umum dan

batu kalsium bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil (2 sampai 5 mm),

multipel, sangat keras dan penampilan hijau sampai hitam. Batu-batu

tersebut mengandung dalam jumlah bervariasi kalsium bilirubinat, polimer

bilirubin, asam empedu dalam jumlah kecil kolesterol (3 sampai 26%) dan

banyak senyawa organik lain. Didaerah Timur, batu kalsium bilirubinat

dominan dan merupakan 40 sampai 60 % dari semua batu empedu. Batu

ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan sampai hitam. Bilirubin pigmen

kuning yang berasal dari pemecahan heme, aktiv disekresikan ke empedu

oleh sel liver. Kebanyakan bilirubin dalam empedu dibentuk dari konjugat

19
glukorinide yang larut air dan stabil. Tetapi ada sedikit yang terdiri dari

bilirubin tidak terkkonjugasi yang tidak larut dengan kalsium.

Patogenesis batu pigmen berbeda dari batu kolesterol. Kemungkinan

mencakup sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau

pembentukan pigmen abnormal yang mengendap dalam empedu. Sirosis

dan stasis biliaris merupakan predisposisi pembentukan batu pigmen.

Pasien dengan peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi (anemia

hemolitik), lazim membentuk batu pigmen murni. Di negara Timur,

tingginya insiden batu kalsium bilirubinat bisa berhubungan dengan invasi

bakteri sekunder dalam batang saluran empedu yang di infeksi parasit

Clonorchis sinensis atau Ascaris Lumbricoides. E.coli membentuk B-

glukoronidase yang dianggap mendekonjugasikan bilirubin di dalam

empedu, yang bisa menyokong pembentukan kalsium bilirubinat yang tak

dapat larut.

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase :

1) Saturasi bilirubin

Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena

pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit

Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi

konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi

karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia

Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton

yang menghambat kerja glukuronidase.

20
2) Pembentukan inti batu

Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel

bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki

melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan

dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam

mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang. 

3. Batu campuran5,10

Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini

sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini

bersifat majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran

mempunyai dasar metabolisme yang sama dengan batu kolesterol.

F. Manifestasi Klinis

1. Batu Kandung Empedu (Kolesistolitiasis)

a. Asimtomatik

Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan

gejala (asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri

bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual. Studi perjalanan

penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa

mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 % dari pasien

yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan merasakan

gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada

21
data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan

batu empedu asimtomatik.6,11

b. Simtomatik

Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan

atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit,

dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri

pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak,

terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian

pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan

muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris.4,5

c. Komplikasi

Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling

umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita

usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan

dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari

kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa

serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah

epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan

pergerakan dan dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini

dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung

berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada

kanan atas abdomen dan tanda klasik ”Murphy sign” (pasien berhenti bernafas

sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya

22
dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami kolesistektomi

terbuka atau laparoskopik.6,12

2. Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)

Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan

perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi

kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi,

akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut.

Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non

piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri

didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis

piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala

trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran

sampai koma.10

Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena

komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus

koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan

adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah

kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui

ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan

duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya

batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.10

G. Komplikasi

23
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis : 4

1. Asimtomatik

2. Obstruksi duktus sistikus

3. Kolik bilier

4. Kolesistitis akut

5. Perikolesistitis

6. Peradangan pankreas (pankreatitis)

7. Perforasi

8. Kolesistitis kronis

9. Hidrop kandung empedu

10. Empiema kandung empedu

11. Fistel kolesistoenterik

12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan

batu empedu muncul lagi) angga

13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan

menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam

kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat

menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara

menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka

mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan

ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu

fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat

24
terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis

sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel

kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat

terjadinya peritonitis generalisata.4

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada

saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus

koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik.

Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus

obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.4

Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui

terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat

menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan

ileus obstruksi.4

H. Diagnosa

a. Anamnesis

Setengah sampai dua pertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.

Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran

terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri

di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya

adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang

baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-

lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.4

25
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak

bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan

bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis,

keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.4

b. Pemeriksaan Fisik

1. Batu kandung empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi,

seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung

empedu, empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan

ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis

kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu

penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang

tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.4

2. Batu saluran empedu

Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.

Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin

darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran

empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.4

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan

kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat

terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan

26
ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar

bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus

koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum

biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.4

Alanin aminotransferase (SGOT = Serum Glutamat-Oksalat

Transaminase) dan aspartat aminotransferase (SGPT = Serum Glutamat-Piruvat

Transaminase) merupakan enzym yang disintesis dalam konsentrasi tinggi di

dalam hepatosit. Peningkatan serum sering menunjukkan kelainan sel hati, tapi

bisa timbul bersamaan dengan penyakit saluran empedu terutama obstruksi

saluran empedu.5,10

Fosfatase alkali disintesis dalam sel epitel saluran empedu. Kadar yang

sangat tinggi, sangat menggambarkan obstruksi saluran empedu karena sel ductus

meningkatkan sintesis enzym ini.5,10

Pemeriksaan fungsi hepar menunjukkan tanda-tanda obstruksi. Ikterik dan

alkali fosfatase pada umumnya meningkat dan bertahan lebih lama dibandingkan

dengan peningkatan kadar bilirubin.5,10

Waktu protombin biasanya akan memanjang karena absorbsi vitamin K

tergantung dari cairan empedu yang masuk ke usus halus, akan tetapi hal ini dapat

diatasi dengan pemberian vitamin K secara parenteral.5,10

2. Pemeriksaan Radiologis

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas

karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.

Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium

27
tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung

empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai

massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam

usus besar, di fleksura hepatika.4

Gambar 2. Foto rongent pada kolelitiasis 13

3. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)1,14

Pemeriksaan ini merupakan metode noninvasif yang sangat bermanfaat

dan merupakan pilihan pertama untuk mendeteksi kolelitiasis dengan nilai

sensitifitas dan spesifisitas lebih dari 95%.

Ultrasonografi dapat memberikan informasi yang cukup lengkap

mengenai:

 Memastikan adanya batu empedu

 Menunjukkan berapa batu empedu yang ada dan juga ukurannya.

 Melihat lokasi dari batu empedu tesebut. Apakah di dalam kandung empedu

atau di dalam duktus.


28
Gambar 3. Foto USG pada kolelitiasis 14

4. CT scan
CT scan dapat memperlihatkan saluran empedu yang melebar, massa

hepatik dan massa retroperitoneal (misalnya, massa pankreatik). Bila hasil

ultrasound masih meragukan, maka biasanya dilakukan CT scan.12

Gambar 4. CT-Scan abdomen atas menunjukkan batu empedu multiple.14

I. Penatalaksanaan
29
Penatalaksanaan dari batu empedu tergantung dari stadium penyakit. Saat

batu tersebut menjadi simptomatik maka intervensi operatif diperlukan. Biasanya

yang dipakai ialah kolesistektomi. Akan tetapi, pengobatan batu dapat dimulai

dari obat-obatan yang digunakan tunggal atau kombinasi yaitu terapi oral garam

empedu (asam ursodeoksikolat), dilusi kontak dan ESWL. Terapi tersebut akan

berprognosis baik apabila batu kecil < 1 cm dengan tinggi kandungan kolesterol.
12,14

1. Asimptomatik

Penanganan operasi pada batu empedu asimptomatik tanpa komplikasi

tidak dianjurkan. Indikasi kolesistektomi pada batu empedu asimptomatik ialah

- Pasien dengan batu empedu > 2cm

- Pasien dengan kandung empedu yang kalsifikasi yang

resikko tinggi keganasan

- Pasien dengan cedera medula spinalis yang berefek ke perut

a. Disolusi batu empedu

Agen disolusi yang digunakan ialah asam ursodioksikolat. Pada manusia,

penggunaan jangka panjang dari agen ini akan mengurangi saturasi kolesterol

pada empedu yaitu dengan mengurangi sekresi kolesterol dan efek deterjen dari

asam empedu pada kandung empedu. Desaturasi dari empedu mencegah

kristalisasi. 12,14

30
Dosis lazim yang digunakan ialah 8-10 mg/kgBB terbagi dalam 2-3 dosis

harian akan mempercepat disolusi. Intervensi ini membutuhkan waktu 6-18 bulan

dan berhasil bila batu yang terdapat ialah kecil dan murni batu kolesterol. 12,14

b. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun

yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang

benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL

memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat.12,14

Gambar 5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

2. Simptomatik

a. Kolesistektomi

Kolesistektomi adalah pengangkatan kandung empedu yang secara umum

diindikasikan bagi yang memiliki gejala atau komplikasi dari batu, kecuali yang

terkait usia tua dan memiliki resiko operasi. Pada beberapa kasus empiema

kandung empedu, diperlukan drainase sementara untuk mengeluarkan pus yang


31
dinamakan kolesistostomi dan kemudian baru direncanakan kolesistektomi elektif.

Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,

diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma

CBD, perdarahan, dan infeksi.12,14

Langkah-langkah pada kolesistektomi terbuka:12,14

1. Insisi

Jenis insisi yang dapat digunakan ialah insisi subkosta kanan atas, insisi

kocher, insisi kocher termodifikasi dan insisi tranverse.

1. Insisi kocher

7. Insisi transverse

Gambar 5. Jenis insisi pada abdomen

2. Peletakan 2 mop basah

Yang pertama digunakan untuk menyingkirkan duodenum, kolon transversum

dan usus halus. Yang kedua digunakan di kiri common bile duct untuk

menyingkirkan gaster ke kiri.

3. Dapat melihat kandung empedu

32
Bagian bawah lobus kanan hepar ditarik ke atas menggunakan retracter agar

kandung empedu lebih terekspos.

4. Pengangkatan kandung empedu

Terdapat 2 metode:

1) Metode duct first

Yang pertama didiseksi ialah duktus sistikus dan arteri kemudian

dipisahkan setelah kandung empedu diangkat. Indikasi : tidak ada adhesi

atau eksudat pada CBD, CHD dan CD. Kontraindikasi : adanya adhesi dan

eksudat

2) Metode fundus first

Diseksi dimulai dari fundus kandung empedu dan kemudian berlanjut pada

duktus sistikus. Indikasi : adanya adhesi atau eksudat di CBD, CHD dan

CD

b. Laparoskopik kolesistektomi

Berbeda dengan kolesistektomi terbuka, pada laparoskopik hanya

membutuhkan 4 insisi yang kecil. Oleh karena itu, pemulihan pasca operasi juga

cepat. Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal,

pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di

rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier

yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak

dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat

dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump

duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering

33
dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan

teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali

menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua

otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.4,12

c. Kolesistostomi

Pada pasien dengan kandung empedu yang mengalami empiema dan

sepsis, yang dapat dilakukan ialah kolesistostomi. Kolesistostomi adalah

penaruhan pipa drainase di dalam kandung empedu. Setelah pasien stabil, maka

kolesistektomi dapat dilakukan.12

d. Endoscopic sphincterotomy

Dilakukan apabila batu pada CBD tidak dapat dikeluarkan. Pada prosedur

ini kanula diletakan pada duktus melalui papila vateri. Dengan mennggunkan

spinterectome elektrokauter, dibuat insisi 1 cm melalui sfingter oddi dan bagian

CBD yang mengarah ke intraduodenal terbuka dan batu keluar dan diekstraksi.

Prosedur ini terutama digunakan pada batu yang impaksi di ampula vateri.12,14

34
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, laki-laki berusia 41 tahun mendapatkan perawatan di

Ruang Bedah Nusa Indah RSUD ULIN Banjarmasin. Pasien dirawat mulai

tanggal 14-21 Agustus 2013 dengan keluhan utama nyeri di perut kanan atas.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, pasien

didiagnosa sebagai kolelitiasis.

Diagnosis kolelitiasis ditegakkan berdasarkan, pasien merasa nyeri perut di

perut bagian kanan atas, hilang timbul selama 1 minggu dan menjalar ke daerah

punggung, kedua pundak, ulu hati hingga perut kiri bawah. Nyeri dirasakan

bertambah setelah mengkonsumsi makanan berlemak dan nyeri menjalar ke

tengkuk. BAK mengaku warna kecoklatan seperti cola, tidak ada demam.

Pemeriksaan fisik, didapatkan murphy sign. Hal ini juga ditunjang dari

pemeriksaan laboratorium kolesterol total terjadi peningkatan 250 mg/dl, LDL

176 g/dl, dan sedikit peningkatan bilirubin total 1,42 mg/dl, bilirubin direk 0.66,

serta bilirubin indirek 0,76 mg/dl. Pada pemeriksaan USG Abdomen didapatkan

kolelitiasis multiple ukuran 10 mm tidak tampak kolesistitis akut.

Berdasarkan tinjauan pustaka, keluhan yang mungkin timbul pasien

dengan kolelitiasis adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap

makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah

epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah

kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru

35
menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan

tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri pada punggung bagian

tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. 4 Keluhan-

keluhan diatas didapatkan pada pasien ini dimana pasien mengeluh nyeri diperut

kuadran kanan atas, menjalar ke daerah punggung, perut bawah, dan puncak bahu.

Dari anamnesis juga didapatkan keluhan intoleran terhadap makanan berlemak.

Penyebab kolelitiasis umumnya disebabkan oleh perubahan susunan

saluran empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu. Pada pasien ini

didapatkan penyebabnya diakibatkan oleh pengendapan kolesterol yang

menyebabkan statis saluran empedu. Pasien ini juga memiliki faktor risiko usia >

40 tahun, keturunan, dan hiperlipidemia.

Pemeriksaan fisik yang didapatkan nyeri tekan epigastrium, murphy sign

(+) pada awal perawatan, dan tidak ditemukan ikterik. Murphy sign didapatkan

pada pasien yang telah mengalami komplikasi kolesistitis akut sedangkan ikterik

dengan jelas didapatkan jika kadar bilirubin darah > 3 mg/dl.4

Pemeriksaan laboratorium yang asimtomatik tidak ditemukan adanya

kelainan. Pada peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Peningkatan bilirubin

akibat penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar fosfatase alkali meningkat

pada serangan akut sangat menggambarkan obstruksi saluran empedu karen sel

duktus mensintesis enzim ini. Peningkatan SGOT/SGPT bisa timbul bersamaan

dengan penyakit obstruksi saluran empedu. Waktu protrombin umumnya

memanjang karena absorbis vitamin K yang tergantung cairan empedu terganggu. 4

36
Pada pasien ini hanya didapatkan peningkatan bilirubin, sedangkan ALP tidak

dilakukan.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini adalah

pemeriksaan USG dimana sensitivitas dan spesifitas lebih dari 95%. Pemeriksaan

USG dilakukan untuk memastikan adanyanya batu empedu, jumlah, dan ukuran,

dan lokasi batu.1,14 Pada pasien ini didapatkan kolelitiasis multiple ukuran 10 mm

tanpa disertai kolesistitis akut.

Penatalaksanaan kolelititasis dengan obat-obatan hanya berprognosis baik

bila batu kecil < 1 cm dengan tinggi kandungan kolesterol. Intervensi operatif

kolesistektomi diperlukan saat batu tersebut menjadi simtomatik dimana

didapatkan kolik biliaris rekuren, diikuti kolesistitis akut. Pada pasien ini

dilakukan kolesistektomi karena didapatkan gejala simtomatis kolik biliaris

rekuren. Post operasi pasien mendapat Cefadroxil 3x1 tab, Asam mefenamat 3x1

tab, Ranitidin 2x1 tab, dan program mobilisasi duduk dan jalan.

37
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus seorang laki-laki usia 41 tahun yang

dirawat di ruang Bedah Nusa Indah RSUD Ulin Banjarmasin pada tanggal 13-21

Agustus 2013. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium, dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis menderita

kolelitiasis simtomatik. Pasien kemudian dilakukan operasi kolesistotomi dan

mendapat terapi post operasi cefadroxil, asam mefenamat, ranitidin. Pasien

kemudian membaik dan diperbolehkan pulang tanggal 22 Agustus 2013

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Lesmana L. Penyakit Batu Empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid
I. Edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2007

2. I J Beckingham. ABC Of diseases of liver, pancreas, and biliary system


gallstone disease. British Medical Journal 2011; Vol 13: 322(7278): 91–94.

3. Mittal B, Mittal R. Genetics of gallstone disease. J Postgrad Med [serial


online] 2002; 48:149. Diakses pada 22 agustus 2013. Available from:
http://www.jpgmonline.com/text.asp?2002/48/2/149/122.

4. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-579.

5. Doherty GM. Biliary Tract. In : Current Diagnosis & Treatment Surgery 13 th


edition. US : McGraw-Hill Companies,p544-55, 2010

6. Hunter JG. Gallstones Diseases. In : Schwart’s Principles of Surgery 8th


edition. US : McGraw-Hill Companies, 2007

7. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: EGC, 2008.

8. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of


Surgery. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-64.

9. Amigo L, Zanlungo S, Mendoza H, Miquel JF, Nervi F. Risk factor and


pathogenesis of cholesterol gallstone: state of the art. European Review for
Medical and Pharmacological Sciences 2009; 3:241-246.

10. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Biliary Tract. In :
Sabiston Textbook of Surgery 17th edition. Pennsylvania : Elsevier, 2004

11. Silbernagl S, Lang F. Gallstones Diseases. In : Color Atlas of


Pathophysiology. New York : Thieme,p:164-7, 2000

12. Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers TA, Spencer J. Biliary
Surgery. In : Washington Manual of Surgery 5th edition. 2008. Washington :
Lippincott Williams & Wilkins.

13. Yekeler E, Akyol Y. Cholelithiasis. New England Journal of Medicine 2005;


351:2318
39
14. Heuman DM. Chollitiasis. Medscape Reference, 2013. Available at
http://emedicine.medscape. com/article/175667-overview, diakses pada 25
agustus 2013

40

Anda mungkin juga menyukai