Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Prinsip operasional
syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan
mudharabah.
Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening
giro. Wadi’ah dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah, pada prinsipnya
harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan dalam hal wadi’ah dhamanah, pihak
yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan
harta titipan tersebut.
Karena wadi’ah yang diterapkan dalam produk giro perbankan ini juga disifati dengan yad dhamanah,
maka implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan
uang, dan bank bertindak sebagai yang dipinjami. Jadi mirip seperti yang dilakukan Zubair bin Awwam
ketika menerima titipan uang di jaman Rasulullah SAW’.
• Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank,
sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan
memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai sua¬tu insentif untuk menarik dana masyarakat namun
tidak boleh diperjanjikan di muka.
• Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana
yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card.
• Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk
sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi.
• Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku
selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi tiga yaitu:
a. Mudharabah mutlaqah
Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis
penghimpunan dana yaitu: tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Berda¬sarkan prinsip ini
tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
• Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari
penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan; maka hal tersebut harus dicantumkan dalam
akad.
• Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti
penyimpanan, serta kartu ATM dan atau alat penarikan lainnya kepada penabung. Untuk deposito
mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada
deposan.
• Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjanjian yang
disepakati, namun tidak diperkenankan mengalami saldo negatif.
• Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati.
Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti de¬posito baru, tetapi
bila pada akad sudah dicantumkan perpan¬jangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru.
• Ketentuan-ketentuan yang lain yang berkaitan dengan tabungan dan deposito tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) dimana pemilik dana dapat
menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya disyaratkan digunakan
untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan digu¬nakan dengan akad tertentu, atau disyaratkan digunakan
untuk nasabah tertentu.
• Pemilik dana wajib menetapkan syarat tertentu yang harus di¬ikuti oleh bank wajib membuat
akad yang mengatur persyarat¬an penyaluran dana simpanan khusus.
• Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari
penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam
akad.
• Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib
memisahkan dana dari rekening lainnya.
• Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan
(bilyet) deposito kepada deposan.
Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya,
dimana bank ber¬tindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana
dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi
oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksana usahanya.
• Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib
memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri dalam rekening
administratif.
• Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh
pemilik dana.
• Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara pemilik dana
dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.
A. Wadi’ah
1. Pengertian Wadi’ah
Secara etimologi wadi’ah berartikan titipan (amana) Coba kita lihat di beberapa surat dalam alqur’an
Allah memaknakan wadi’ah dengan amanah. Dan Secara terminology atau definisi istilah menurut
mazhab hanafi, maliki dan hambali. Ada dua definisi wadi’ah yang dikemukakan ulama fikih.[1]
Menurut istilah wadi’ah dapat diartikan sebagai akad yang dilakukan oleh kedua belah pihak orang yang
menitipkan barang kepada orang lain agar dijaga dengan baik. Di dalam ensiklopedi hokum islam
mengenai wadi’ah secara bahasa bias dimaknai meninggalkan atau meletakkan, yaitu meninggalkan
atau meletakkan sesuatu kepada orang lain untuk menjaganya dengan baik. Sedangkan menurut istilah
ialah memberikan kekuasaan sepenuhnya kepada orang lain untuk menjaga barangnya dengan cara
terang-tengan kepada si pemilik barang tersebut.
2. Jenis-Jenis Al-Wadiah
Secara umum wadi’ah adalah titipan murni dari pihak penitip (muwaddi’) yang mempunyai barang/aset
kepada pihak penyimpanan (mustawda) yang diberi amanah atau kepercayaan, baik individu maupun
badan hukum, tempat barang yang dititipkan harus dijaga dari kerusakan, kerugian, keamanan, dan
keutuhannya, dan dikembalikan kapan saja penyimpan menghendaki.[2] Dalam aplikasi perbankan
syariah, produk yang dapat ditawarkan dengan menggunakan al-wadiah yad al-amanah adalah save
deposit box.[3] Bank syariah perlu tempat dan petugas untuk menjaga dan memelihara titipan nasabah,
sehingga bank syariah akan membebani biaya administrasi yang besarnya sesuai dengan ukuran kotak
itu. Pendapatan atas jasa save deposit box termasuk dalam fee based income. Barang atau aset yang
dititipkan adalah sesuatu yang berharga yang berupa uang, barang, dokumen, surat berharga, sertifikat
tanah, sertifikat deposito, saham, ijazah, BBKB, perhiasan, berlian, emas dan lain sebagainya.
Dengan prinsip ini, pihak penyimpanan tidak boleh menggunakan atau memanfaatkan barang atau aset
yang dititipkan, melainkan hanya menjaganya. Selain itu, barang atau aset yang dititipkan tidak boleh
dicampuradukkan dengan barang atau aset lain, melainkan harus dipisahkan untuk masing-masing
barang atau aset penitip. Karena menggunakan prinsip yad al-amanah, akad titipan seperti ini biasanya
disebut wadiah yad amanah.
· Barang yang dititipkan oleh nasabah tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak penerima titipan.
Penerima titipan dilarang untuk memanfaatkan barang titipan.
· Penerima titipan berfungsi sebagai penerima amanah yang harus menjaga dan memelihara barang
titipan. Penerima titipan akan menjaga dan memelihara barang titipan, sehingga perlu menyediakan
tempat yang aman dan petugas yang menjaganya.
· Penerima titipan diperkenankan untuk membebanan biaya atas barang yang dititipkan. Hal ini
karena penerima titipan perlu menyediakan tempat untuk menyimpan dan membayar biaya gaji
pegawai untuk menjaga barang titipan, sehingga boleh meminta imbalan jasa.
Dari prinsip yad al-amanah kemudian berkembang prinsip yad dhamanah yang berarti bahwa pihak
penyimpan bertanggung jawab atas segala kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada barang/aset
titipan. Wadiah yad dhamanah adalah akad antara dua pihak, satu pihak sebagai pihak yang
menitipkan(nasabah) dan pihak lain sebagai pihak yang menerima titipan. Pihak penerima titipan dapat
memanfaatkan barang yang dititipkan. Penerima titipan wajib mengembalikan barang yang dititipkan
dalam keadaan utuh. Penerima titipan diperbolehkan memberikan imbalan dalam bentuk bonus yang
tidak diperjanjikan sebelumnya, akan tetapi tergantung pada kebijakan bank syariah. Bila bank syariah
memperoleh keuntungan, maka bank akan memberikan bonus kepada pihak nasabah.
Penyimpan boleh mencampuri aset penitip dengan aset penyimpan atau aset penitip yang lain, dan
kemudian digunakan untuk tujuan produktif mencari keuntungan. Pihak penyimpan berhak atas
keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatnya aset titipan dan bertanggung jawab penuh atas resiko
kerugian yang mungkin timbul.
· Harta dan barang yang dititipkan boleh dimanfaatkan oleh pihak yang menerima titipan.
· Penerima titipan sebagai pemegang amanah. Meskipun harta yang dititipkan boleh dimanfaatkan
harta titipan yang dapat menghasilkan keuntungan.
· Bank mendapat manfaat atas harta yang dititipkan, oleh karena itu penerima titipan boleh
memberikan bonus. Bonus bersifat tidak mengikat, sehingga dapat diberikan atau tidak. Besarnya bonus
tergantung pada pihak penerima titipan. Bonus tidak boleh diperjanjikan pada saat kontrak, karena
bukan merupakan kewajiban bagi penerima titipanDalam aplikasi bank syariah, produk yang sesuai
dengan akad wadiah yad amanah adalah simpanan giro dan tabungan.
3. Tabungan Al-Wadiah
Prinsip wadi’ah yad dhamanah juga dipergunakan oleh bank dalam mengelola jasa tabungan, yaitu
simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana dengan tingkat keleluasaan tertentu
untuk menariknya kembali. Pemilik simpanan dapat menarik sebagian atau seluruh saldo simpanannya
sewaktu-waktu, sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Semua keuntungan atas pemanfaatan dana
menjadi pemilik bank, tetapi atas kehendaknya sendiri bank dapat memberikan imbalan keuntungan
yang berasal dari keuntungan bank. Bank menyediakan buku tabungan dan jasa-jasa yang berkait
dengan rekening tersebut.[4]
Berbeda dengan jenis tabungan mudharabah, bank syariah tidak memperjanjikan bagi hasil atau
tabungan wadi’ah, walaupun atas kemauannya sendiri bank dapat memberikan bonus kepada
pemegang rekening wadi’ah. Besarnya pemberian bonus kepada nasabah pemegang rekening titipan
maupun tabungan wadia’ah adalah tergantung kepada kebijakan manajemen bank. Bonus “biasanya”
hanya diberikan apabila bank mengalami surplus pendapatan, setelah dikurangi pembagian hasil kepada
pemegang rekening tabungan dan deposito mudharabah.[5]
· Besarnya setoran pertama dan saldo minimum yang harus mengendap, tergantung pada kebijakan
masing-masing bank.
Tipe rekening:
· Rekening perorangan.
· Rekening bersama (dua orang atau lebih).
· Rekening perwakilan (yang dioperasikan oleh orang tua atau wali dari pemegang rekening).
· Rekening jaminan.
Pada prinsipnya, teknik perhitungan bonus wadi’ah dihitung dari saldo terenda dalam satu bulan.
Namun demikian, bonus wadi’ah dapat diberikan kepada giran sebagai berikut :
· Saldo terendah dalam satu bulah takwin diatas Rp.1.000.000, (bagi rekening yang bonus
wadi’ahnya dihitung dari saldo terendah).
· Saldo rata-rata harian dalam satu bulah takwin diatas Rp.1.000.000, (bagi rekening yang bonus
gironya dihitung dari saldo rata-rata harian).
· Saldo harian diatas Rp.1000.000, (bagi rekining yang bonus wadi’ahnya dihitung dari saldo harian)
Rumus yang digunakan dalam perhitungan bonus giro wadi’ah adalah sebagai berikut :
- Bonus wadi’ah atas dasar terendah, yakni tali bonus wadi’ah dikalikan dengan saldo terendah
bulan yang bersangkutan.
- Bonus wadi’ah atas dasar saldo dasar-dasar harian, yakni tarif bonus wadi’ah dikalikan dengan
saldo rata-rata harian bulan yang bersangkutan.
- Bonus wadi’ah atas dasar saldo harian, yakni tarif bonus wadi’ah dikalikan dengan saldo harian
yang bersangkutan dikali hari efektif.
Rumus yag digunakan dalam memperhitungkan rumus tabungan wadi’ah adalah sebagai berikut :
- Bonus wadi’ah atas dasar terendah, yakni tali bonus wadi’ah dikalikan dengan saldo terendah
bulan yang bersangkutan.
- Bonus wadi’ah atas dasar saldo dasar-dasar harian, yakni tarif bonus wadi’ah dikalikan dengan
saldo rata-rata harian bulan yang bersangkutan
- Bonus wadi’ah atas dasar saldo harian, yakni tarif bonus wadi’ah dikalikan dengan saldo harian
yang bersangkutan dikali hari efektif.
Tn, Basri memiliki rekening giro wadi’ah di Bank Muamalat Sungailiat dengan saldo rata-rata bulan Mei
2002 adalah Rp.1000.000, Bonus yang diberikan Bank Muamalat Sungailiat kepada nasabah adalah 30%
dengan saldo rata-rata minimal Rp.5000.00, Diasumsikan total dana giro wadi’ah di Bank Muamalat
Sungailiat adalah Rp.500.000.000,-. Pendapatan Bank Muamalat Sungailiat dari penggunaan giro
wadi’ah adalah Rp.20.000.000,-, Berapa bonus yang diterima oleh Tn. Basri pada akhir Mei 2002.
Penyelesaian:
= Rp 12.000
· Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang
pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan
bonus kepada pemilik dana sebagai sua¬tu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak boleh
diperjanjikan di muka.
· Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang
disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card.
· Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk
sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi.
· Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama
tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
B. Mudharabah
1. Pengertian Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb, artinya memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau
berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha,
artinya berjalan di bumi untuk mencari karunia Allah yaitu rizeki.[7]
Mudharabah adalah salah satu bentuk kerjasama antara pemilik modal dengan seorang pakar
dalam berdagang, di dalam fiqh Islam di sebut dengan Mudharabah oleh ulama fiqh Hijaz menyebutkan
dengan qiradyang berarti al-qat’ (potongan). Pemilik modal memotong sebagian hartanya untuk
diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungannya. Maksudnya, akad antara kedua belah pihak
untuk salah seorangnya (salah satu pihak) mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lainnya untuk
diperdagangkan, dan laba dibagi dua sesuai dengan kesepakatan. Mudharabah berasal dari akar kata
dharaba pada kalimat al-dharb fi al ardh, yaitu bepergian untuk urusan dagang. Abdurrahman al-Jaziri
mengatakan, Mudharabah menurut bahasa berarti ungkapan pemberian harta dari seseorang kepada
orang lain sebagai modal usaha di mana keuntungan yang diperoleh dibagi diantara mereka berdua, dan
apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal.
Sedangkan menurut istilah syara’, Mudharabah merupakan akad antara dua pihak untuk bekerja
sama dalam usaha perdagangan dimana salah satu pihak memberikan dana kepada pihak lain sebagai
modal usaha dan keuntungan dari usaha itu akan dibagi di antara mereka berdua sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati bersama.
Perhitungan bagi hasil deposito mudharabah dilakukan setiap setiap akhir bulan (sama dengan tutup
buku bank syariah) atau awal bulan berikutnya
Perhitungan bagi hasil dilakukan sampai dengan akhir bulan ini berbeda dengan perhitungan bagi hasil
setiap ulang tanggal. Dalam perhitungan ini hanya dibayarkan bagi hasil untuk periode tanggal
pembukaan deposito sampai tanggal tutup buku saja. Perhitungan bagi hasil untuk bulan April,
dilakukan untuk periode 25 April sampai tanggal 30 April (tutup buku April) dengan indikasi rate sebesar
10% (return yang dihasilkan dalam perhitungan pembagian hasil usaha tutup buku bulan april). Begitu
juga perhitungan bagi hasil untuk bulan Mei, dilakukan untuk periode 1 Mei sampai 31 Mei dengan
indikasi rate sebesar 6% (return perhitungan tutup buku bulan mei)
Pada saat deposito mudharabah jatuh tempo pada tanggal 25 Juli oleh bank syariah hanya
dikembalikan / dibayar sebesar pokok deposito mudharabah nya saja, sedangkan bagi hasil untuk
periode 1 Juli sampai 25 Juli, baru akan diperhitungkan dan dibayarkan setelah perhitungan pembagian
hasil usaha tutup buku bulan Juli. Pada saat jatuh tempo deosito mudharabah bank syariah belum bisa
membayar bagi hasil karena pada saat tersebut bank syariah belum melakukan perhitungan distribusi
hasil usaha sehingga belum diketahui besarnya bagi hasil yang harus dibayarkan. Besarnya bagi hasil
baru dapat diketahui setelah melakukan perhitungan distribusi hasil usaha pada akhir bulan yang
bersangkutan.[10]
1. Tabungan Mudharabah
Tabungan Mudharabah (TABAH) adalah simpanan pihak ketiga di Bank islam yang penarikanya dapat
dilakukan setiap saat atau beberapa kalli sesuai dengan perjanjian. Dalam hal ini bank islam sebagai
Mudharib dan deposan sebagai shohibul mal. Bank sebagai mudharib akan membagi keuntungan
kepada shohibul mal sesuai dengan nis yang telah disetujui bersaama. Pembagian keuntungan dapat di
lakukan setiap bulan berdasarkan Saldo minimal yang mengendap selama periode tersebut
Penyelesaian:
Saldo rata-rata Tabungan Mudharabah Tuan B di bank Islam sebesar Rp 500.000. nisbah bagi hasil
50%:50%.dan diasumsikan total saldo dana tabungan mudharabah di bank Islam Rp 100 juta.dan
keuntungan yang diperoleh untuk dana tabungan sebesar Rp 3 juta.maka pada akhir bulan nasabah akan
memperoleh dana bagi hasil
Rp 100.000.000
( belum termasuk Pajak)
2. Deposito Mudharabah
Deposito mudharabah merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga ( perseroan atau badan
Usaha) yang penarikanya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu jatuh tempo, dengan
mendapatkan imbalan bagi hasil.
Imbalan dibagi dalam bentuk berbagai pendaptan atas penggunaan dan tersebut secara syariah dengan
proporsi pembagian katakanlah 70: 30, 70% untuk deposan dan 30% untuk bank. Sedangkan jangka
waktu deposito mudharabah berkisar antara 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 Bulan
Penyelesaian:
Tuan A menempatkan dana Deposito Investasi mudharabah di bank sebesar Rp 1 juta.jangka waktu 1
bulan,nisbah bagi hasil 70%:30%(70 untuk nasabah dan 30 untuk bank).diasumsikan total dana deposito
mudharabah di bank Rp 250 juta dan keuntungan yang diperoleh untuk dana deposito sebesar Rp 6 juta.
Maka saat jatuh tempo nasabah akan memperoleh bagi hasil
Rp 250.000.000