Anda di halaman 1dari 3

PENCEMARAN LINGKUNGAN DI BANDA ACEH

( Anita Rahayu : 190250011)

Dalam beberapa tahun terakhir, Banda Aceh telah dianugerahi banyak penghargaan di bidang
lingkungan dan perencanaan kota. Hal ini misalnya terlihat dari penghargaan adipura yang
didapatkan 9 kali berturut-turut. Selain itu, Banda Aceh juga mendapatkan banyak penghargaan
dalam bidang perencanaan pembangunan serta pembangunan infrastruktur dari berbagai lembaga
dan kementerian. Banda Aceh juga menjadi kota percontohan dalam pembangunan infrastruktur
mutakhir, misalnya TPA sanitary landfill yang hanya ada di beberapa kota di Indonesia,
pengolahan metana menjadi energi dan lain-lain. Sekarang Banda Aceh bahkan telah dipilih
sebagai kota pilot project APEC untuk pembangunan model kota rendah emisi. Meskipun
demikian, tidak berarti Banda Aceh telah terbebas dari masalah polusi. Permasalahan
pencemaran lingkungan di Kota Banda Aceh tetap menjadi isu mengingat polusi meningkat
seiring dengan makin tingginya aktifitas perkotaan. Saat ini, jumlah rumah tangga yang memiliki
akses terhadap sanitasi yang baik di Banda Aceh baru mencapai 84%. Untuk standar aceh dan
Indonesia, hal ini cukup banyak. Tapi di sisi lain, hal ini menunjukkan bahwa ada cukup banyak
rumah tangga yang berpotensi mencemari lingkungan akibat imbas dari akses sanitasi yang
belum maksimal. Selain itu, masih rendahnya persentase pengolahan air limbah menyebabkan
tingginya potensi pencemaran air dan merusak lingkungan. Pembuangan air limbah domestik
tanpa pengolahan mencemari sungai sehingga menyebabkan sungai kotor dan bau.

Banda Aceh juga masih memiliki masalah polusi udara. Sebenarnya polusi udara di Banda Aceh
masih dalam tahap baik. Namun, ada kecenderungan meningkatnya polusi udara akibat makin
padatnya lalu lintas. Hal ini diakibatkan oleh masih tingginya penggunaan kendaraan pribadi
serta belum dapat diandalkannya sistem BRT Transkutaraja yang saat ini baru beroperasi pada
dua koridor serta pembangunan infrastrukturnya yang masih berjalan. Belum berjalannya
perawatan drainase di beberapa area di kota juga membuat selokan penuh sampah. Selokan di
beberapa bagian kota masih terbuka sehingga kadang-kadang mengeluarkan bau yang
mengganggu. Hal ini dapat dilihat di sistem drainase kawasan pemukiman dan pasar.
Keberadaan sampah bisa merusak drainase yang berakibat buruk pada kualitas lingkungan
sekitar.
Banda Aceh juga masih mengalami pencemaran dari lingkungan kumuh dan area pasar.
Pencemaran dari kawasan-kawasan kumuh disebabkan oleh pembuangan sampah ke sungai.
Sementara itu, di kawasan pasar masih mudah ditemukan sampah-sampah yang berserakan
akibat tidak disiplinnya penjual dan pembeli. Padahal, cakupan pengumpulan sampah cukup
tinggi dan frekuensi truk pengumpul sampah sudah sangat teratur. Selain itu, truk sampah di
Banda Aceh juga sudah ada yang berstandar eropa. Pengelolaan sampah memang tidak bisa
sepenuhnya pada pemerintah. Ada partisipasi masyarakat disana. Tantangan terbesar adalah
mengubah budaya membuang sampah yang masih buruk.

Permasalahan lainnya yaitu polusi tanah yang terjadi akibat on site sanitation system yang
pembangunannya tidak terawasi dengan baik. Warga Banda Aceh membuat sistem sanitasi on
site yang beberapa diantaranya berbahan cincin sumur. Oleh karena itu, ada indikasi bahwa
sistem on site sanitation mencemari tanah karena kebocoran yang tidak bisa diawasi. Dalam
jangka panjang, kebocoran on site sanitation ini bisa merusak kualitas air tanah. Persentase
sampah yang diolah yang baru mencapai 12-14%. Untuk Indonesia, persentase ini cukup baik
karena sebagian besar kota Indonesia bahkan belum memiliki komitmen daur ulang sampah.
Namun, idealnya, tingkat pengolahan sampah yang lebih tinggi akan lebih ramah terhadap
lingkungan. Berdasarkan studi tingkat dunia, pengolahan sampah yang baik mengolah lebih dari
40% sampah. Hal ini menunjukkan sistem pengolahan sampah di Banda Aceh masih
memerlukan peningkatan signifikan. Hal ini tentu jauh sekali jika kita misalnya bandingkan
dengan Swedia, yang mengolah 100% sampah mereka menjadi energi dan bahkan mengimpor
sampah dari negara sekitar agar energi dari metana sampah tersedia.Seperti dikatakan
sebelumnya, kualitas kota Banda Aceh sebenarnya sudah cukup baik dibanding dengan kota lain
di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa menurut standar kota di Indonesia, kualitas hidup di
Banda Aceh sudah cukup baik. Tantangan yang sesuangguhnya adalah ketika membandingkan
Banda Aceh dengan standar dunia. Tentu jauh sekali jika kita membandingkan kota kita dengan
kota kelas dunia seperti Frankfurt Jerman, atau London Inggris atau Dusseldorf, Jerman. Untuk
standar indonesia, Banda Aceh mungkin sudah cukup baik dan berkembang. Tapi untuk standar
dunia, harus diakui kita belum ada apa-apanya. Tapi, Banda aceh saat ini masih dalam tahap kota
medium yang berkembang cepat. Siapa tahu kan suatu hari nanti mungkin Banda Aceh bisa
mencapai standar dunia.
Dari fenomena diatas saya menyimpulkan dan melihat dengan menggunakan teori ekologi
budaya dengan alasan karena adanya hubungan atau hukum timbal balik antara budaya manusia
dengan lingkungan , terlebih perubahan manusia juga akan mempengarubi perubahan lingkungan
juga . pengaruh manusia terhadap lingkungan bisa berupa terjadinya banjir karena luapan bau
sungai karena limbah dan sampah yang tersumbat memicu terjadinya banjir dan masih banyak
lagi , sedangkan pengaruh alam untuk manusia adalah seperti contoh sistem site on sanitation
dengan cincin sumur yang akan membuat manusia tidak akan mendapatkan kualitas tanah yang
baik tetapi mereka akan mendapatkan kulaitas air yang bercampur dengan tanah dan lumpur .
perubahan manusia terutama demi beralasan demi meningkatkan kualitas dan kenyaman
hidup.kerusakan daya dukung sebagai akibat dari kegiatan – kegiatan industrialisasi, penggunaan
bahan bakar fosil, dan limbah rumah tangga yang dibuang kesungai.

Anda mungkin juga menyukai