Anda di halaman 1dari 18

TUGAS

KEGAWATDARURATAN OBSTETRI DAN NEONATAL

OLEH :
ENGGA SEPTIA DAMAYANTI
NPM. 2026040024.P

Kelas : B3 Kebidanan

Dosen Pengampu : Dewi Aprilia Ningsih I, SST, M.Kes

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2021
KEGAWATDARURATAN OBSTETRI
PARTUS LAMA

A. Contoh Kasus 1
Ny. S usia 29 tahun, G2P1 hamil 40 minggu, datang ke Puskesmas
tanggal 29 November 2020, pada pukul 19.30 WIB, dan diterima oleh bidan
dengan keluhan utama mules-mules sejak  10  jam ketuban pecah sejak 3 jam
sebelum masuk rumah sakit. Pasien melakukan pemeriksaan antenatal di bidan
secara teratur. Anak pertama berusia 5 tahun. lahir dengan ekstraksi vakum,
berat lahir 3300 gram. Pada pemeriksaan didapatkan his 3 kali dalam 30
menit, lamanya 40 detik. Tinggi fundus uteri 36 cm, penurunan kepala 4/5,
denyut jantung janin 155 kali/menit, tekanan darah 110/70 mmHg, suhu
36,80C dan frekuensi nadi 90 kali/menit. Cairan ketuban berwarna jernih.
Pada pemeriksaan dalam, didapatkan pembukaan 4 cm, tidak ada molase.
Proteinuria (-), aseton (-), volume urin 350 ml.

B. Contoh Kasus 2
Ny. J usia 28 tahun G1 P0 A0 hami 38 minggu dalam persalinan, VT:
pembukaan lengkap penurunan kepala di H IV, DJJ normal, sudah di pimpin
mengejan sejak 2 jam yang lalu bayi belum lahir, ibu mengeluh susah
mengejan sehingga napas terputus dan mengatakan tidak sanggup lagi untuk
mengejan.

C. Penatalaksanaan Kasus
1. Penanganan Umum
a. Perawatan pendahuluan :
Menurut Sarwono (2014) penatalaksanaan penderita dengan
partus kasep (lama) adalah sebagai berikut :
1) Nilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin (termasuk
tanda vital dan tingkat dehidrasinya).
2) Kaji nilai partograf, tentukan apakah pasien berada dalam
persalinan; Nilai frekuensi dan lamanya his.
3) Suntikan cortone acetate 100-200 mg intramuscular.
4) Penisilin prokain : 1 juta IU intramuscular.
5) Streptomisin : 1 gr intramuscular.
6) Infuse cairan : Larutan garam fisiologis (NaCl), Larutan glucose 5-
10 % pada janin pertama : 1 liter per jam.
7) Istirahat 1 jam untuk observasi, kecuali bila keadaan
mengharuskan untuk segera bertindak.
b. Pertolongan :
Dapat dilakukan partus spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi
forsep, manual aid pada letak sungsang, embriotomi bila janin
meninggal, secsio cesaria, dan lain-lain (Saifuddin, 2015)
2. Penanganan Khusus (Saifuddin, 2015)
a. Fase laten memanjang (prolonged latent phase)

Diagnosis fase laten memanjang di buat secara retrospektif. Jika his


berhenti, pasien disebut belum in partu atau persalinan palsu. Jika his
makin teratur dan pembukaan makin bertambah lebih dari 4 cm,
masuk dalam fase laten.
Jika fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan,
lakukan penilaian ulang terhadap serviks :
1) Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks
dan tidak ada gawat janin, mungkin pasien belum in partu.
2) Jika ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks,
lakukan amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin.
a) Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam.
b) Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakuakan
pemberian oksitosin selama 8 jam, lakukan seksio sesarea.
3) Jika didapatkan tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina
berbau)
a) Lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin.
b) Berikan anti biotik kombinasi sampai persalinan.
(1) Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
(2) Ditambah gentamisin 5mg / kg BB IV setiap 24 jam.
(3) Jika terjadi persalinan pervaginam stop antibiotik pasca
persalinan.
(4) Jika dilakukan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika
ditambah metrinidazol 500 mg IV setiap 8 jam sampai
ibu bebas demam selama 48 jam.
b. Fase aktif memanjang
1) Jika tidak ada tanda-tanda disproporsi sefalopelvik atau obstruksi
dan ketuban masih utuh, pecahkan ketuban.
2) Nilai his :
a) Jika his tidak adekuat (kurang dari 3 his dalam 10 menit dan
lamanya kurang dari 40 detik) pertimbangkan adanya insertia
uteri.
b) Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari
40 detik), pertimbangkan adanya disproporsi, obstruksi,
malposisi atau malpenetrasi.
c) Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki his dan
mempercepat kemajuan persalinan.
c. Kala Dua Lama
1) Memimpin ibu meneran jika ada dorongan untuk meneran spontan
2) Jika tidak ada mal posisi /malpresentasi berikan drip oxytocin
3) Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala:
a) Jika letak kepala lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau
bagian tulang kepala dari stasion (0) lakukan ekstraksi vakum
b) Jika kepala antara 1/5 - 3/5 di atas simfisis pubis lakukan
ekstraksi vakum
c) Jika kepala lebih dari 3/5 di atas simfisis pubis lakukan SC

Menurut Saifuddin (2015) dan Oxorn (2014), penanganan umum


pada ibu bersalin dengan kala I lama yaitu:
1) Nilai keadaan umum, tanda-tanda vital, tingkat hidrasinya dan tentukan
apakah pasien dalam masa persalinan.
2) Tentukan keadaan janin:
a. Periksa DJJ selama atau segera sesudah his, hitung frekuensinya
setidaknya satu kali dalam 30 menit selama fase aktif.
b. Jika tidak ada air ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban
pecah, pertimbangkan adanya indikasi penurunan jumlah air
ketuban yang dapat menyebabkan gawat janin.
c. Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau
bercampur darah pikirkan kemungkinan gawat janin.
d. Jika terdapat gawat janin lakukan forsep jika memenuhi syarat atau
lakukan sectio caesarea.
3) Perbaiki keadaan umum dengan:
a. Pemberian intake cairan sedikitnya 2500 ml per hari melalui infus
larutan glukosa. Dehidrasi ditandai adanya aseton dalam urine
harus dicegah.
b. Pengosongan kandung kemih dan usus harus dilakukan.
c. Pemberian sedatif agar ibu dapat istirahat dan rasa nyerinya
diredakan dengan pemberian analgetik (tramadol atau pethidine 25
mg dinaikkan sampai maksimum 1 mg /kg atau morfin 10 mg IM).
Semua preparat ini harus digunakan dengan dosis dan waktu tepat
sebab dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu kontraksi
dan membahayakan bayinya.
d. Pemeriksaan rectum atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuensi
sekecil mungkin. Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan
meningkatkan resiko infeksi.
4) Lakukan penilaian frekuensi dan lamanya kontraksi berdasarkan
partograf.

5) Evaluasi ulang dengan pemeriksaan vaginal tiap 4 jam.


a. Apabila garis tindakan dilewati (memotong) lakukan sectio secarea.
b. Apabila ada kemajuan evaluasi setiap 2 jam.
6) Bila tidak didapatkan tanda adanya Cephalo pelvic disproportion
(CPD) atau obstruksi.
a. Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki
kontraksi dan mempercepat kemajuan persalinan.
b. Bila ketuban utuh maka pecahkan ketuban.
c. Bila kecepatan pembukaan serviks pada waktu fase aktif kurang dari
1 cm per jam lakukan penilaian kontraksi uterus.
7) Lakukan induksi dengan oksitosin drip 5 unit dalam 500 cc dekstrosa
atau NaCl, mulai dengan 8 tetes per menit, tiap 30 menit ditambah 4
tetes sampai his adekuat (maksimum 40 tetes/menit).
8) Konsultasi dokter jika persalinan tidak ada kemajuan.

D. Rangkuman Materi Partus Lama


1. Pengertian Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi
secara tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang berbahaya (Dorlan, 
2015)
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan
kadang kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan
membutuhkan tindakan segera guna menyelamAtkan jiwa/ nyawa
(Campbell S, Lee C, 2014)
Kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang
mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah
persalinan dan kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan
dalam kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan bayinya
(Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, 2015)
Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan
evaluasi dan  manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis (
≤ usia 28 hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali
perubahan psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang
bisa saja timbul sewaktu-waktu (Sharieff, Brousseau, 2014)
Kegawatdaruratan obstetrik ialah kasus obstetrik yang apabila tidak
segera ditangani akan berakibat kesakitan, bahkan sampai kematian ibu
dan janinnya. Kasus ini penyebab utama kematian ibu, janin, dan bayi baru
lahir. Empat penyebab utama kematian meliputi perdarahan, infeksi,
hipertensi/eklampsia dan partus lama. Partus lama hanya terjadi pada saat
persalinan berlangsung. Kasus partus lama lebih mudah dikenal yaitu
apabila kemajuan persalinan tidak sesuai dengan batas waktu yang normal
tetapi kasus partus lama ini dapat merupakan manifestasi ruptur uteri
(Saifuddin, 2013)
2. Pengertian Partus Lama
Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah
berlangsung 12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan
garis waspada persalinan aktif (Syaifuddin AB, 2015)
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam
pada primigradiva, dan lebih dari 18 jam pada multigradiva (Syaifuddin
AB, 2015)
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam
pada primi dan lebih dari 18 jam pada multi (Rustam Mochtar, 2011).
Menurut Winkjosastro (2012) partus lama ditandai dengan fase laten
lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa
kelahiran bayi, dan dilatasi serviks di kanan garis waspada pada partograf.
Partus lama disebut juga distosia, di definisikan sebagai persalinan
abnormal/ sulit (Sarwono, 2014).
3. Etiologi Partus Lama
Menurut Sarwono (2010) etiologi partus lama dapat digolongkan
menjadi 3 yaitu:
a. Kelainan Tenaga (Kelainan His)
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan
kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap
persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami
hambatan atau kemacetan. Jenis-jenis kelainan his yaitu :
1) Inersia Uteri
Disini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi
lebih kuat dan lebih dahulu pada bagian lainnya. Selama ketuban
masih utuh umumnya tidak berbahaya bagi ibu maupun janin
kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama.
2) Uterine Action
Disini sifat his berubah, tonus otot uterus meningkat, juga di
luar his dan kontraksinya berlangsung seperti biasa karena tidak
ada sinkronisasi antara kontraksi. Tidak adanya koordinasi antara
bagian atas, tengah dan bagian bawah menyebabkan his tidak
efisien dalam mengadakan pembukaan. Tonus otot yang menaik
menyebabkan nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat
pula menyebabkan hipoksia janin.
b. Kelainan Janin
Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena
kelainan dalam letak atau bentuk janin (Janin besar atau ada kelainan
konginetal janin).
c. Kelainan Jalan Lahir
Kelainan dalam bentuk atau ukuran jalan lahir bisa menghalangi
kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.
Sedangkan menurut Oxorn (2010) penyebab utama partus lama meliputi :
b. Disproporsi fetopelvik.
c. Malpresentasi dan malposisi.
d. Kerja uterus yang tidak efisien, termasuk serviks yang kaku.
4. Patofisiologi Partus Lama
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya partus lama meliputi
kelainan letak janin seperti letak sungsang, letak lintang, presentasi muka,
dahi dan puncak kepala, Kelainan panggul seperti pelvis terlalu kecil dan
CPD (cephalopelvic disproportion), kelainan his seperti inersiauteri,
incoordinate uteri action. Kelainan-kelainan tersebut dapat mengakibatkan
pembukaan serviks berjalan sangat lambat, akibatnya kala I menjadi lama.
Persalinan kala I dikatakan lama apabila fase laten lebih dari 8 jam, dan
fase aktif >12 jam pada primigravida dan >6 jam pada multi gravida
(Saiffudin, 2010)
5. Tanda dan Gejala Partus Lama

Menurut Rustam Mochtar (2011) gejala klinik partus lama terjadi


pada ibu dan juga pada janin.
a. Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat,
pernapasan cepat dan meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai:
1) Ring v/d Bandle
2) Oedema serviks
3) Cairan ketuban berbau
4) Terdapat mekonium.
b. Pada janin
1) Denyut jantung janin cepat atau hebat atau tidak teratur bahkan
negatif, air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan,
berbau.
2) Kaput succedaneum yang besar
3) Moulage kepala yang hebat
4) Kematian  Janin Dalam Kandungan (KJDK)
5) Kematian Janin Intra Parental (KJIP)
Menurut Manuaba (2014), gejala utama yang perlu diperhatikan
pada partus lama antara lain :
1) Dehidrasi
2) Tanda infeksi :
Temperatur tinggi, nadi dan pernapasan, abdomen meteorismus
3) Pemeriksaan abdomen :
Meteorismus, lingkaran bandle tinggi, nyeri segmen bawah Rahim
4) Pemeriksaan lokal vulva vagina :
Edema vulva, cairan ketuban berbau, cairan ketuban bercampur
meconium
5) Pemeriksaan dalam :
Edema servikalis, bagian terendah sulit di dorong ke atas, terdapat
kaput pada bagian terendah
6) Keadaan janin dalam rahim :
Asfiksia sampai terjadi kematian
7) Akhir dari persalinan lama :
Ruptura uteri imminens sampai ruptura uteri, kematian karena
perdarahan atau infeksi
6. Klasifikasi Partus Lama
Menurut Manuaba (2014), klasifikasi partus lama adalah :
a. Fase Laten Memanjang

Yaitu fase laten yang melampaui 20 jam pada primi gravida atau
14 jam pada multipara.
b. Fase Aktif Memanjang

Yaitu fase aktif yang berlangsung lebih dari 12 jam pada primi
gravida dan lebih dari 6 jam pada multigravida. Dan laju dilatasi
serviks kurang dari 1,5 cm per jam 3.
c. Kala 2 Lama

Yaitu kala II yang berlangsung lebih dari 2 jam pada


primigravida dan 1 jam pada multipara.
7. Diagnosis Partus Lama
Menurut Manuaba (2014) diagnosis partus lama adalah sebagai berikut :
Tanda dan gejala Diagnosis
a. Serviks tidak membuka. Belum in partu.
b. Tidak didapatkan his / his tidak teratur.

Pembukaan serviks tidak melewati 4 cm sesudah Fase laten


8 jam in partu dengan his yang teratur. memanjang.
Pembukaan serviks melewati kanan garis Fase aktif memanjang.
waspada partograf.
a. Frekuensi his berkurang dari 3 his per 10 a. Inersia uteri.
menit dan lamanya kurang dari 40 detik.
b. Pembukaan serviks dan turunnya bagian
b. Disproporsi
janin yang dipresentasi tidak maju dengan
sefalopelvik.
kaput, terdapat moulase yang hebat, oedema
serviks, tanda ruptura uteri imminens, gawat
janin.
c. Kelainan presentasi (selain vertex dengan
oksiput anterior). c. Malpresentasi atau
malposisi.

Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin Kala II lama.


mengedan, tetapi tak ada kemajuan penurunan.

Menurut Oxorn (2010) untuk menegakkan diagnosis diperlukan


beberapa pemeriksaan penunjang antara lain :

1) Pemeriksaan USG untuk mengetahui letak janin.

2) Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar haemoglobin untuk


mengidentifikasi apakah pasien menderita anemia.

8. Dampak Persalinan Lama

Bagi ibu: atonia uteri, laserasi, perdarahan, infeksi, kelelahan ibu,


shock, persalinan dengan tindakan.
Bagi janin: asfiksia, trauma cerebri yang disebabkan oleh penekanan
pada kepala janin, cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan
forceps yang sulit, pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran, kematian
janin.

Persalinan lama dapat menyebabkan infeksi, kehabisan tenaga,


dehidrasi, dan perdarahan post partum yang dapat menyebabkan kematian
ibu. Pada janin akan terjadi infeksi, cedera dan asfiksia yang dapat
meningkatkan kematian bayi (Kusumahati, 2010 dalam Ardhiyanti, 2016).
9. Prognosis Partus Lama
Menurut Oxorn (2010) prognosis partus lama adalah sebagai berikut :
a. Bagi ibu

Persalinan lama terutama fase aktif memanjang menimbulkan


efek terhadap ibu. Beratnya cedera meningkat dengan semakin
lamanya proses persalinan, resiko tersebut naik dengan cepat setelah
waktu 24 jam serta terdapat kenaikan insidensi atonia uteri, laserasi,
perdarahan, infeksi, kelelahan ibu dan syok. Angka kelahiran dengan
tindakan yang tinggi semakin memperburuk bahaya bagi ibu.

b. Bagi janin

Semakin lama persalinan, semakin tinggi morbiditas serta


mortalitas janin dan semakin sering terjadi keadaan berikut :
1) Asfiksia akibat partus lama itu sendiri
2) Trauma cerebri yang disebabkan oleh penekanan pada kepala janin
3) Cedera akibat tindakan ekstraksidan rotasi dengan forceps yang
sulit
4) Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran
Keadaan ini mengakibatkan terinfeksinya cairan ketuban dan
selanjutnya dapat membawa infeksi paru-paru serta infeksi
sistemik pada janin. Bahaya tersebut lebih besar lagi jika kemajuan
persalinan pernah terhenti. Kenyataan ini khususnya terjadi saat
kepala bayi macet pada dasar perineum untuk waktu yang lama
sementara tengkorak kepala terus terbentur pada panggul ibu.
KEGAWATDARURATAN NEONATAL
BBLR

A. Contoh Kasus 1
Bayi lahir di ruang bersalin Rumah Sakit DKT Kota Bengkulu dengan
keluhan lahir tanpa menangis dan belum cukup bulan dengan tangis merintih,
napas tidak adekuat. Setelah di suction, banyak cairan ketuban yang keluar.
Ny. S mengaku ini adalah kehamilannya yang pertama. Ny. S biasa
ANC di puskesmas yang diperiksa oleh bidan. HPHT diakui oleh Ny. S pada
tanggal 24 Agustus 2020. sebelum melahirkan, Ny. S mengalami riwayat
keluar air yang banyak, jernih, dan tidak bau, disertai dengan perut yang
mules. Selama hamil, Ny. S tidak pernah sakit atau pun minum obat-obatan.
Bayi lahir spontan preskep dengan indikasi ketuban pecah dini, BBL
2400 gram. Apgar skor 5 – 7. tangis (-), sianosis (-).

B. Contoh Kasus 2
By. Ny. S lahir spontan tidak langsung menangis BB.2500 Gram, pb 42
cm, JK laki-laki anus (+) kelainan (-), A/S 3/4.

C. Penanganan Kasus
Adapun penatalaksanaan umum pada bayi BBLR (Proverawati dan
Ismawati, 2010).
1. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi prematur akan cepat mengalami kehilangan panas badan dan
menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum
berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah, dan permukaan badan
relatif luas. Oleh karena itu, bayi prematur harus dirawat di dalam
inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila belum
memiliki inkubator, bayi prematur dapat dibungkus dengan kain dan
disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas atau menggunakan
metode kanguru yaitu perawatan bayi baru lahir seperti bayi kanguru
dalam kantung ibunya.
Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat di dalam inkubator.
Inkubator yang modern dilengkapi dengan alat pengatur suhu dan
kelembaban agar bayi dapat mempertahankan suhu tubuhnya yang
normal, alat oksigen yang dapat diatur, serta kelengkapan lain untuk
mengurangi kontaminasi bila incubator dibersihkan. Kemampuan bayi
BBLR dan bayi sakit untuk hidup bila mereka dirawat pada atau
mendekati suhu lingkungan yang netral. Suhu ini ditetapkan dengan
mengatur suhu permukaan yang terpapar radiasi, kelembaban relatif, dan
aliran udara sehingga produksi panas (yang diukur dengan konsumsi
oksigen) sesedikit mungkin dan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan
dalam batas normal. Suhu inkubator yang optimum diperlukan agar panas
yang hilang dan konsumsi oksigen terjadi minimal sehingga bayi
telanjang pun dapat mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 36,50-37oC.
Prosedur perawatan dapat dilakukan melalui “jendela” atau
“lengan baju”. Sebelum memasukkan bayi ke dalam inkubator, inkubator
terlebih dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29,4oC, untuk bayi dengan
berat 1,7 kg dan 32,2oC untuk bayi yang lebih kecil. Bayi dirawat dalam
keadaan telanjang, hal ini memungkinkan pernafasan yang adekuat, bayi
dapat bergerak tanpa dibatasi pakaian, observasi terhadap pernafasan
lebih mudah. Mempertahankan kelembaban nisbi 40-60% diperlukan
dalam membantu stabilisasi suhu tubuh yaitu dengan cara sebagai berikut:
a. Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan yang rendah
b. Mencegah kekeringan dan iritasi pada selaput lendir jalan nafas
terutama pada pemberian oksigen dan selama pemasangan intubasi
endotrakea atau nasotrakea
c. Mengencerkan sekresi yang kental serta mengurangi kehilangan
cairan insensible dari paru.
2. Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah
menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian yang
sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR.
ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi mampu
mengisap. ASI juga dapat dikeluarkan dan diberikan pada bayi yang tidak
cukup mengisap.
Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan
pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya
udara dalam usus. Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat
mengisap dan sianosis ketika minum melalui botol atau menekan pada
ibunya, makanan diberikan melalui Naso Gastric Tube (NGT). Jadwal
pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi
BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan
Berat Badan lebih rendah.
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung
kecil, enzim pencernaan belum matang. Sedngkan kebutuhan protein 3
sampai 5 gr/kgBB dan kalori 110 gr/kgBB, sehingga pertumbuhannya
dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan
didahului dengan menghisap cairan lambung. Refleks menghisap masih
lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi
dengan frekuensi sedikit yang lebih sering.
3. Pencegahan infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam tubuh
khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Infeksi
terutama disebabkan oleh infeksi nasokomial. Rentan terhadap infeksi ini
disebabkan oleh kadar immunoglobulin serum pada bayi BBLR masih
rendah, aktivitas bakterisidal neotrofil, efek sitotoksik limfosit juga
masih rendah dan fungsi imun belum berpengalaman.
Fungsi perawat disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi
BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh
kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker
dan baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat,
perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptis dan antiseptik alat-alat
yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat
pasien ideal, mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang terlalu
lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotik yang tepat.
Bayi prematur mudah sekali terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang
masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan
antibodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif dapat
dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan
prematuritas/BBLR.
4. Penimbangan berat badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi
dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan
berat badan harus dilakukan dengan ketat.
5. Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi
preterm BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O2
yang diberikan sekitar 30-35% dengan menggunakan head box,
konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa yang panjang akan menyebabkan
kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan.
6. Pengawasan jalan nafas
Jalan nafas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing,
trachea, bronchiolus, bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris ke
alveoli. Terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia
dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi
dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir
dengan asfiksia perinatal.
Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi
surfakatan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang
sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan
pembersihan jalan nafas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan
pada posisi miring, merangsang pernapasan dengan menepuk atau
menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal, dilakukan ventilasi, intubasi
endotrakhea, pijatan jantung dan pemberian oksigen dan selama
pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini dapat
dicegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian
bayi BBLR.

Anda mungkin juga menyukai