Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kanker Ovarium

2.1.1 Insidensi

Kanker ovarium merupakan urutan kelima penyebab kematian dari

seluruh kanker pada wanita di seluruh dunia. Tahun 2002 kanker

ovarium epitel menyebabkan kematian lebih dari 125.000 wanita di

seluruh dunia setiap tahunnya dari semua jenis kanker ginekologi

lainnya. Tingkat insiden tertinggi terjadi di Eropa Utara dan Barat serta

Amerika utara.8 Penderita umumnya didiagnosis terlambat, karena

belum adanya metode deteksi dini yang akurat untuk kanker ovarium

ini. Deteksi pada stadium awal (I / II) memiliki angka kelangsungan

hidup lebih dari 90%, tetapi hanya sekitar 20% dari semua kasus yang

dilaporkan dapat dijumpai pada stadium awal dan angka

kelangsungan hidup 5 tahun yaitu sekitar 11% ketika terdeteksi pada

stadium lanjut (III/IV).9 Gejala kanker ovarium sangat kompleks dan

sering asimptomatik sehingga sering salah dalam diagnosis. Pilihan

pengobatan saat ini, termasuk metode reseksi bedah dan kemoterapi

telah dikembangkan untuk stadium akhir tumor ovarium, namun

statistik terbaru menunjukkan bahwa kurang dari 10% perbaikan telah

dicapai untuk angka kelangsungan hidup 5-tahun selama 35 tahun

terakhir.1

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan SEER tahun 2014, ditemukan lebih dari 20.000

kasus baru kanker ovarium setiap tahunnya dan mepresentasikan

1,3% dari penyebab kematian akibat seluruh kanker di Amerika

Serikat dengan angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 44,6%.10

Di Finlandia, kanker ovarium menempati urutan kelima

penyebab utama kematian dari seluruh kanker ginekologi,

menyebabkan sekitar 300 kematian setiap tahunnya. Pada tahun

2004 ditemukan 486 kasus baru. Tingkat insiden tertinggi terjadi di

negara-negara maju, khususnya di Eropa. Tingkat kelangsungan

hidup 5 tahun di Finlandia menjadi 49 %. Mortalitas kanker ovarium

sesuai dengan usia adalah 5.3 per 100.000 orang dalam setahun.1

Umumnya secara histopatologi hampir seluruh kanker ovarium


11,12
berasal dari epitel yaitu hampir 90% dari seluruh kanker ovarium.

Dari penelitian di Indonesia seperti Danukusumodi Jakarta pada tahun

1990, mendapatkan kejadian kanker ovarium sebesar 13.8% dari

seluruh keganasan ginekologi dan Fadlan di Medan pada tahun 1981-

1990,melaporkan sebesar 10.64% dari seluruh keganasan ginekologi

dan usia terbanyak ditemukan pada kelompok usia 41-50 tahun.13,14

Kemudian berdasarkan data dari Badan Registrasi Kanker

Perhimpunan Dokter Ahli Patologi Indonesia tahun 1998 di 13 rumah

sakit di Indonesia didapatkan kejadian kanker ovarium sebesar 4,9%

dari seluruh kasus kanker di Indonesia.15

Universitas Sumatera Utara


2.1.2 Etiologi

Kanker epitel ovarium diyakini berasal dari transformasi

maligna dari permukaan epitel ovarium yang mengalami ruptur

berulang-ulang dan mengalami perubahan pada saat ovulasi.

Beberapa hipotesa tentang etiologi kanker ovarium diantaranya yang

dikenal dengan hipotesa ovulasi yang terus menerus, hipotesa

gonadotropin, hipotesa hormonal, dan hipotesa inflamasi. Hipotesa

ovulasi menjelaskan bahwa kerusakan epitel permukaan ovarium

yang terjadi terus menerus, diikuti proliferasi permukaan sel epitel

setelah ovulasi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya mutasi,

sehingga meningkatkan resiko terjadinya kanker epitel ovarium.

Hipotesa gonadotropin mengatakan bahwa akibat paparan terhadap

kadar gonadotropin yang tinggi dapat memicu terjadinya transformasi

malignan, kemungkinan diakibatkan meningkatnya pertumbuhan sel

dan menghambat apoptosis, baik secara langsung maupun tidak

langsung melalui stimulasi estrogenik permukaan epitel ovarium.

Hipotesa hormonal mengatakan bahwa stimulasi androgen yang

berlebihan dapat menyebabkan meningkatnya resiko kanker epitel

ovarium, yang pada akhirnya mungkin menurun akibat stimulasi

progesteron. Hipotesa inflamasi dimulai dari adanya asumsi bahwa

terjadinya kanker ovarium disebabkan respon terhadap kerusakan

genetik yang disebabkan faktor-faktor inflamasi, seperti yang berasal

dari lingkungan, endometriosis, infeksi saluran genital, atau proses

ovulasi itu sendiri. Riwayat keluarga dengan kanker ovarium atau

Universitas Sumatera Utara


payudara merupakan faktor resiko yang paling penting untuk kanker

ovarium dan ini dapat di telusuri dari mutasi gen yang diturunkan pada

salah satu dari dua gen. BRCA1 dan BRCA2 ditemukan 10% dari

semua kanker ovarium. Selain faktor genetik, proses penuaan

merupakan faktor resiko untuk kanker ovarium, karena insiden

meningkat seiring pertambahan usia. Selain itu, ligasi tuba dan

histerektomi menunjukkan penurunan resiko kanker ovarium. 11,12,17,18

2.1.3. Faktor Prognostik Kanker Ovarium

Sekarang ini, terapi utama pada pasien kanker ovarium adalah

pembedahan yang dapat diikuti dengan kemoterapi. Pilihan terapi

dipengaruhi oleh beberapa faktor prognostik. Faktor prognostik yang

paling kosisten berpengaruh pada berbagai penelitian adalah stadium

dan penyakit residu paska operatif. Sebagai tambahan, meskipun

jarang, usia saat diagnosis, derajat histopatologi, dan subtipe

histopatologi secara independen memprediksi ketahanan hidup pada

beberapa penelitian. 19,20,21,22

2.1.3.1 Usia

Rerata usia saat diagnosis kanker ovarium ditegakkan dilaporkan

yakni 63 tahun di Amerika Serikat pada tahun 2000-2003.23 Insidensi

kanker ovarium ini meningkat seiring dengan bertambahnya usia,

dengan proporsi tertinggi di usia 50-69 tahun, dan hanya 11% pasien

yang didiagnosa dibawah usia 40 tahun. Usia pasien menunjukkan

Universitas Sumatera Utara


suatu faktor independen untuk memprediksi ketahanan hidup pada

beberapa studi. 24

Angka ketahanan yang buruk pada pasien yang lebih tua mungkin

berhubungan dengan terdiagnosanya pasien setelah stadium lanjut,

atau mungkin terapi yang kurang agresif yang dilakukan pada wanita

usia tua.25,26

2.1.3.2 Stadium

Stadium FIGO menunjukkan prognostik yang paling konsisten

dibandingkan faktor yang lain dan dapat mewakili kriteria dasar untuk

menseleksi pemilihan terapi yang strategis pada setiap pasien19,20,27.

Adapun stadium pada kanker ovarium adalah sebagai berikut :

Stadium kanker ovarium berdasarkan International Federation

Gynecologist and Obstetricians (FIGO) Tahun 2013 :

Stadium I Tumor terbatas pada ovarium atau tuba fallopi

IA Pertumbuhan terbatas pada satu ovarium (kapsul intak)

atau tuba fallopi; tidak ada tumor pada permukaan

peritoneum, tidak ada sel maligna dalam asites atau

bilasan peritoneum

IB Pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium (kapsul intak)

atau tuba fallopi; tidak ada tumor pada permukaan

peritoneum, tidak ada sel maligna dalam asites atau

bilasan peritoneum

IC Tumor terbatas pada satu atau kedua ovarium atau tuba

Universitas Sumatera Utara


fallopi, yang diikuti dengan

IC1 :surgical spill

IC2: ruptur kapsul sebelum operasi atau tumor pada

permukaan ovarium atau tuba fallopi

IC3 : sel maligna pada asites atau bilasan peritoneum

Stadium II Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium atau tuba

fallopi dengan perluasan ke panggul (di bawah pinggir

pelvik) atau kanker peritoneum primer

IIA Perluasan dan atau implantasi pada ke uterus dan/ atau

tuba fallopi dan/ atau ovarium

IIB Perluasan ke jaringan intraperitoneal pelvis lainnya

Stadium III Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dan atau tuba

fallopi, atau kanker peritoneum primer, dengan perluasan

ke peritoneum diluar pelvis dan/atau metastasi ke

kelenjar getah bening retroperitoneal yang dipastikan

secara sitologi atau histopatologi.

IIIA1 Kelenjar getah bening retroperitoneal saja (dibuktikan

secara sitologi atau histopatologi)

IIIA1(i) : Metastasis kurang dari 10 mm pada diameter

terbesar

IIIA1(ii): Metastasis lebih dari 10 mm pada diameter

terbesar

IIIA2 Keterlibatan peritoneum ekstrapelvik (di bawah pinggir

pelvik) secara mikroskopik dengan atau tanpa

10

Universitas Sumatera Utara


keterlibatan kelenjar getah bening retroperitoneal.

IIIB Metastasis ke peritoneum secara makroskopis di atas

pelvis kurang dari 2 cm pada diameter terbesar dengan

atau tanpa keterlibatan kelenjar getah bening

retroperitoneal.

IIIC Metastasis ke peritoneum secara makroskopis di atas

pelvis lebih dari 2 cm pada diameter terbesar dengan

atau tanpa keterlibatan kelenjar getah bening

retroperitoneal ( termasuk perluasan tumor ke kapsul hati

dan limpa tanpa keterlibatan parenkim organ tersebut )

Stadium IV Metastasis jauh selain metastasis peritoneum

IVA Efusi pleura dengan sitologi positif

IVB Metastasis parenkim dan metastasis ke organ ekstra

abdominal (termasuk KGB inguinal dan KGB di luar

kavum abdomen)

Angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien kanker ovarium

bervariasi mulai dari 89,6% pada kanker ovarium stadium IA, 86,1%

pada stadium IB dan 83,4% pada stadium IC. Selanjutnya untuk kanker

ovarium stadium IIA 70,7%, IIB 65,5%, IIC 71,4%. Untuk pasien

dengan stadium III A, angka ketahanan hidup 5 tahun 46,7%, IIIB

41,5%, dan 32,5% untuk stadium IIIC, dan yang terakhir 18,6% untuk

stadium IV.28 Penelitian lain menunjukkan angka ketahanan hidup

11

Universitas Sumatera Utara


pasien kanker ovarium epitel berdasarkan stadium yaitu stadium awal

sebesar 80,1% dan stadium lanjut sebesar 35,6%.4

Gambar 1.2. Grafik Angka Ketahanan Hidup 5 tahun Pasien Kanker

Ovarium berdasarkan stadium28

2.1.3.3 Subtipe dan Derajat Histopatologi

Kanker epitel ovarium, diklasifikasikan sebagai subtipe

histopatologi serosa, musin, endometrioid, clear cell, sel transisi, sel

skuamosa, campuran epitel, undifferentiated dan unclassified menurut

World Health Organization (WHO).12

12

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1.2. Klasifikasi Histopatologi Kanker Ovarium Epitel Modifikasi

dari WHO 2003.29

Subtipe Histopatologi Frekuensi OS 5

tahun

Serous adenocarcinoma 30-70% 37%

Mucinous adenocarcinoma 5-20% 63%

Endometrioid adenocarcinoma 10-20% 60%

Clear cell adenocarcinoma 3-10% 59%

Transitional cell carcinoma rare 35%

Malignant Brenner tumor

Squamous cell carcinoma rare 28%

Mixed epithelial 0.5-4% 57%

Undifferentiated carcinoma 4-7% 6-37%

Unclassified adenocarcinoma rare not yet known

Di antara enam subtipe histopatologi yang paling umum terjadi, tingkat

kelangsungan hidup secara keseluruhan selama lima tahun dimulai dari

yang terendah adalah serosa (37%) dan undifferentiated (37%),

sedangkan tumor musin memiliki prognosis yang paling bagus (63%)

terutama pada tahap awal (88%). Selain itu, ada data yang bertentangan

dengan karsinoma ovarium clear cell. Dalam beberapa penelitian

sebelumnya, prognosisnya mirip dengan karsinoma ovarium lainnya,

sedangkan dalam penelitian lain, subtipe clear cell dibandingkan dengan


13

Universitas Sumatera Utara


karsinoma ovarium serosa dan epitel non-clear cell, telah terbukti

menunjukkan prognosis buruk pada tahap lanjut dengan ketidakpekaan

terhadap kemoterapi berbasis platinum. Namun, signifikansi dari subtipe

histopatologi sebagai prediktor prognosis independen tetap bersifat

kontroversial dalam kanker epitel ovarium.29,30,31,32

Sistem grading untuk karsinoma epitel ovarium yang paling banyak

digunakan adalah dari FIGO dan WHO, yang didasarkan pada struktur

dari tumor. Sedangkan di Finlandia sistem grading yang dipakai dan

sudah direkomendasikan oleh divisi Finlandia International Academy of

Pathology adalah sistem grading Threeclass yang dibuat berdasarkan

bentuk dan nukleus atipik dari tumor. Stadium histologi memiliki nilai

prognostik pada kanker epitel ovarium, terutama pada stadium awal. 29

Kanker ovarium jenis epitelial dibagi sesuai derajat / differensiasinya:

- GX : Grading tidak dapat ditentukan

- G1 : Berdifferensiasi baik

- G2 : Berdifferensiasi sedang

- G3 : Berdifferensiasi buruk.

Angka ketahanan hidup 5 tahun berdasarkan differensiasi sel yang

dilaporkan adalah 49,86 % pada yang berdifferensiasi baik, 26,7% pada

yang berdifferensiasi sedang dan 27,66 % pada yang berdifferensiasi

buruk.28 Penelitian lain menunjukkan angka ketahanan hidup 5 tahun

14

Universitas Sumatera Utara


pada tumor berdifferensiasi baik adalah 82,7% dan yang berdifferensiasi

buruk (sedang-berat) adalah 55,1%.4

2.1.3.4 Volume Residu Tumor

Penatalaksanaan utama pada kanker ovarium adalah dengan

cara pembedahan untuk mengangkat massa tumor dan kemudian

melakukan penentuan stadium (surgical staging), selanjutnya

ditentukan apakah diperlukan pemberian terapi adjuvant seperti:

pemberian obat-obat sitostatika atau kemoterapi, radioterapi dan

immunoterapi.11,12

Penatalaksanaan pembedahan yang baku untuk penentuan

stadium (surgical staging) harus dilakukan pada karsinoma ovarium.

Penatalaksanaan pembedahan merupakan prosedur yang dapat

menghilangkan fungsi reproduksi wanita. Tindakan pembedahaannya

disebut dengan pembedahan radikal. Jika tindakan pembedahan pada

pasien kanker usia muda dilakukan, perlu dipertimbangkan untuk

mempertahankan fungsi reproduksinya, sehingga pembedahan radikal

sebisanya dihindari dengan pertimbangan pada syarat-syarat tertentu,

sehingga tidak perlu dilakukan pengangkatan uterus dan ovarium yang

sehat. Tindakan pembedahan ini disebut dengan pembedahan

konservatif.11.12

Volume residu tumor setelah operasi primer digunakan sebagai

faktor prognostik pada pasien kanker ovarium. Operasi sitoreduktif yang

15

Universitas Sumatera Utara


optimal sangat diharapkan, melihat perbandingan angka ketahanan

hidup 3 tahun pada pasien pasca operasi sitoreduktif adalah 72,4%

pada pasien tanpa sisa residu tumor, 65,8% dengan residu tumor

minimal, dan 45,2% dengan residu tumor makroskopik lebih dari 1 cm.
19,20,21
Defenisi dari optimal reseksi masih belum konsisten, namun

residu tumor kurang dari 1 cm pada diameter maksimal

menggambarkan sitoreduktif yang optimal berdasarkan pada The

Gynecological Oncology Group.20,33

2.2 Platelet Dan Limfosit Pada Kanker

Progresi dan metastasis kanker terdiri atas langkah kaskade

yang melibatkan interaksi antara tumor dengan lingkungan mikronya

termasuk faktor yang mendukung terjadinya angiogenesis dan

inflamasi. Kapasitas sel tumor untuk menginvasi, mendapatkan

vaskularisasi, dan bermetastasis diawali oleh sinyal dari lingkungan

mikro tumor primer, pembuluh darah, dan lingkungan mikro baru (lokasi

sekunder). Respon inflamasi telah menunjukkan korelasi yang dekat

dengan progresi tumor, termasuk angiogenesis dan invasi tumor

melalui peningkatan regulasi sitokin. Sebagi respon dari berbagai

bentuk inflamasi, lingkungan mikro tumor mengandung sel imun innate

( termasuk makrofag, neutrofil, sel mast, sel dendritik dan sel natural

killer ), dan sel imun adaptif (limfosit T dan B) yang akan berkorelasi

satu sama lain dalam hubungannya dengan produksi sitokin dan

16

Universitas Sumatera Utara


chemokin dan bekerja secara autokrin dan parakrin untuk mengatur

dan membentuk pertumbuhan dan progresi tumor.34,35 Inflamasi

sistemik berhubungan dengan pelepasan beberapa mediator pro-

inflamasi seperti interleukin-1,IL-3 dan IL-6 yang diketahui dapat

menstimulasi proliferasi megakariosit dan aktivasi platelet yang

nantinya akan menghasilkan faktor pro-angiogenik yang merupakan hal

penting dalam pertumbuhan tumor. Selain itu, sejumlah mediator

immmunologi seperti IL-10 dan TGF-β dilepaskan, yang akan

menyebabkan efek immunosupresif yang signifikan dengan

konsekuensi gangguan fungsi limfosit dan pengurangan jumlah

limfosit.7,34,36,37,38

Platelet adalah fragmen sel kecil anukleasi yang berasal dari

megakariosit sumsum tulang dan merupakan efektor seluler reaktif dari

hemostasis, inflamasi dan imunitas. Platelet merupakan satu dari

reservoir terbesar faktor pertumbuhan angiogenik dan onkogenik pada

tubuh manusia. Konsep dimana platelet memegang peranan dalam

invasi dan metastasis tumor cukup panjang. Penelitian yang menilai

trombositosis terjadi pada pasien dengan kanker solid telah dilakukan

lebih dari 100 tahun lalu. Hampir 40% pasien dengan keganasan pada

gastrointestinal, paru, payudara dan ovarium, dijumpai jumlah platelet

lebih dari 400.000 mm3. 6,39,40


Hal terpenting yang mencetuskan

trombositosis pada kanker adalah sekresi tumor derived-cytokines

seperti IL-1,G-CSF dan IL-6 yang akan menstimulasi trombopoesis

melalui mekanisme thrombopoetic-dependent, mempengaruhi


17

Universitas Sumatera Utara


pertumbuhan dan differensiasi megakariopoetik secara besar.

Megakariopoetik juga mempunyai kemampuan yang sama untuk

menghasilkan sitokin inflamasi, yang juga mempengaruhi sel endotel

sumsum tulang untuk menyokong megakariositopoesis.39,40,41

Adhesi platelet dengan sel tumor dapat membantu sel tumor

membentuk koloni intravaskular atau ekstravasasi ke organ target.

Membran platelet mengandung lapisan tebal dari integrin glikoprotein,

dan selektin yang memediasi adhesi dan agregasi platelet. Adherensi

platelet dengan sel tumor pada penelitian eksperimental in vivo

metastasis paru, meningkatkan interaksi sel tumor dengan monosit, dan

meningkatkan lisis sel tumor oleh sel natural killer. Adherensi platelet

juga melindungi sel tumor dari sistem imun, mendukung ketahanan,

proliferasi dan invasi sel. Sebagai tambahan, platelet juga dapat

melepaskan faktor pro-angiogenik yang menstabilkan vaskularisasi

tumor. 6,39,40,42,43

Platelet aktif dilepaskan oleh sejumlah molekul bioaktif termasuk

chemokines, sitokin, faktor pertumbuhan, faktor koagulasi dan

metalloproteinase dari 3 tipe vesikel sekretori; alpha granules, dense

granules dan lisosom. Secara khusus, platelet apha granules kaya

dengan kandungan faktor pro- dan antiangiogenik. Granul tersebut

mengandung sejumlah protein yang dilepaskan pada saat aktivasi

platelet. Penelitian terbaru menduga bahwa faktor pro- dan

antiangiogenik dapat dibedakan secara selektif saat platelet berikatan

dengan reseptor permukaan spesifik, seperti protease-activated


18

Universitas Sumatera Utara


receptors.34,39,40,44 VEGF merupakan protein pro-angiogenik yang

ditemukan dalam kandungan formasi tumor, yang menyebabkan

pembuluh darah menjadi hiperpermiabel dalam makromolekul yang

bersirkulasi. VEGF diketahui keberadaannya dalam megakariosit atau

proteome platelet dan dilepaskan oleh thrombin stimulated

megakaryocytes dan platelet in vitro. Pada penelitian terakhir,VEGF

dilaporkan keberadaannya dalam α-granul platelet, yang menunjukkan

kolokalisasi yang hampir komplit dengan protein α-granul fibrinogen

melalui pemeriksaan immunostaining dan miskroskop fluoresens.37,45,46

Bambace et al menunjukkan pada penelitiannya bahwa ADP dependent

platelet agregation yang dicetuskan oleh sel kanker akan

menyebabkan aktivasi platelet yang selanjutnya akan melepaskan

VEGF sebagai faktor pro-angiogenik, namun tidak endostatin ( anti-

angiogenik ) secara in vitro. Hal ini menunjukkan suatu mekanisme

potensial bahwa sel kanker ovarium dapat mencetuskan pelepasan

faktor pro-angiogenik namun tidak faktor anti-angiogenik melalui

platelet secara in vivo. 42,47,48

Sisa dan mikropartikel platelet dijumpai pada pertumbuhan

angiogenik dan secara in vitro menunjukan hubungan dosis-respon

antara jumlah platelet dan tingkat pertumbuhan angiogenik. Platelet

mencetuskan migrasi dan adherensi sumsum tulang pada lokasi

angiogenesis dan menyebabkan diferrensiasi progenitor sel endotel

menjadi sel endotel matur. Selebihnya, platelet aktif merupakan

regulator dari hemostasis vaskular tumor dengan mencegah


19

Universitas Sumatera Utara


perdarahan tumor melalui pembongkaran selektif kandungan

granulnya. Hal ini secara khusus memberikan kontribusi penting

terhadap angiogenesis tumor yang ditandai dengan morfologi pembuluh


40,42,47
darah yang abnormal, imatur, dilatasi dan rapuh.

Hubungan antara inflamasi, koagulasi dan progresi kanker telah

menjadi masalah yang sering diteliti. Ketika mekanisme patofisiologi

pasti yang mengatur siklus antar parameter koagulasi, inflamasi dan sel

tumor masih belum jelas, terdapat penelitian novel biomarker di bidang

onkologi yang menguji coba interaksi ketiganya. Biomarker tersebut

menghubungkan status pre inflamasi dan pre koagulasi pada kanker

dengan kemampuan residu endogen antikanker; dimana rasio neutrofil

limfosit dan rasio platelet limfosit (NLR dan PLR) khususnya diteliti

sebagai biomarker novel yang reliabel dan murah. 4,5,7,49,50

Berikut merupakan penelitian metaanalisis mengenai rasio

platelet limfosit yang pernah dilakukan pada beberapa jenis kanker :

20

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2 Metanalisis Peranan Rasio Platelet Limfosit Terhadap Kanker

(dikutip dari7)

2.3 Rasio Platelet-Limfosit Pada Kanker Ovarium

Kanker ovarium diketahui berhubungan dengan inflamasi yang

mencetuskan aktivasi faktor transkripsi seperti hypoxia-inducing factor

1(HIF), signal transducer, activator of transcription 3 (STAT-3) dan

nuclear factor B (NFB). Faktor transkripsi ini mengakibatkan produksi

chemokin, sitokin dan prostaglandin, yang tidak hanya menghasilkan sel

inflamasi seperti neutrofil, sel mast dan makrofag, namun juga

menstimulasi angiogenesis dan proliferasi sel. Anti inflamasi sistemik juga

melepaskan mediator inhibitor seperti interleukin-10 (IL-10) dan


21

Universitas Sumatera Utara


transforming growth factor-ß (TGF-ß) yang akan menekan sistem imun

dan mengurangi fungsi limfosit. Peningkatan kadar IL-10 dan TGF-β

dijumpai pada cairan peritoneum dan sera pada pasien kanker ovarium

dan berkontribusi terhadap kejadian limfopenia pada pasien tersebut.

Proses limfopenia ini memiliki signifikansi prognostik dan berhubungan

dengan keluaran buruk dari sejumlah kanker seperti kanker renal,

pankreas dan ovarium.7

Trombositosis sering muncul pada pasien kanker ovarium dan

menunjukkan ketahanan hidup yang buruk. Kanker ovarium mencetuskan

jalur prokoagulan menghasilkan thrombin dan aktivasi platelet di sekitar

tumor, yang juga akan mengaktifkan protein prometastatik yang akan

meningkatkan invasi dan metastasis.7

Platelet aktif juga menunjukkan peningkatan invasi sel kanker

ovarium melalui aktivasi urokinase plasminogen activator (uPA) dan

vascular endothelial growth factor (VEGF), yang juga menjelaskan asal

dari agresifitas kanker ovarium yang berhubungan dengan trombositosis.7

Pada penelitian yang dilakukan Asher V,et al tahun 2010

disimpulkan bahwa rasio platelet limfosit, merupakan penanda prognostik

independen pada kanker ovarium bersamaan dengan usia, stadium dan

residu penyakit. Nilai cut off yang digunakan untuk rasio platelet limfosit

adalah 300. Pada penelitian tersebut menyimpulkan bahwa peningkatan

rasio platelet limfosit berhubungan dengan potensi metastatis,yang

mengindikasikan suatu proses inflamasi menyebabkan peningkatan

22

Universitas Sumatera Utara


angiogenesis dan invasi lokal yang pada akhirnya menghasilkan

ketahanan yang buruk. 5

Raungkaewmanee S, tahun 2012 selanjutnya meneliti peranan

rasio platetel limfosit terhadap faktor prognostik kanker ovarium termasuk

stadium,derajat sel, tipe histopatologi, keluaran operatif dan PFS serta OS

penderita kanker ovarium. Didapatkan bahwa rasio platelet limfosit,

memiliki nilai klinis yang potensial untuk memprediksi stadium lanjut dan

operasi yang suboptimal pada kanker ovarium. Dan rasio platelet limfosit

dengan nilai titik potong 200 merupakan indikator prognostik yang lebih

baik pada kanker ovarium dibandingkan dengan trombositosis dan rasio

neutrofil limfosit . Penelitian ini juga menunjukkan pasien dengan nilai RPL

≥ 200 menunjukkan PFS dan OS yang lebih rendah daripada pasien

dengan RPL<200. 4

23

Universitas Sumatera Utara


2.4. Kerangka Teori
Kanker Ovarium

Respon Inflamasi

Aktivasi faktor transkripsi :


hypoxia-inducing factor 1(HIF),
STAT-3 , NFB.

sel imun/inflamasi
(neutrofil,limfosit, sel mast
dan makrofag)

produksi chemokin, sitokin,


Megakariosit prostaglandin

Aktivasi Faktor pro-angiogenik


Platelet

angiogenesis dan proliferasi sel.

progresi dan metastasis kanker

24

Universitas Sumatera Utara


2.5. Kerangka Konsep

Rasio platelet-limfosit

Ketahanan Bebas
Penyakit Pasien Kanker
Ovarium Epitel

Variabel bebas

Variabel tergantung

Variabel-variabel penelitian meliputi :

- Variabel bebas yaitu rasio platelet limfosit

- Variabel tergantung yaitu ketahanan bebas penyakit pasien kanker

ovarium epitel

2.6. Hipotesa

Nilai rasio platelet-limfosit yang tinggi menunjukkan prognosa yang

buruk pada kanker ovarium

25

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai