Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

IMUNISASI DPT HB Hib

A. Definisi
Vaksin adalah dapat berupa bibit penyakit yang sudah dilemahkan atau dimatikan
( Bakteri, Virus, Riketsia) dapat berupa toxoid dan rekayasa genetika (rekombinan).Bila
vaksin diberikan kepada sasaran manusia, maka akan menimnulkankekebelan spesifik
secara aktif kepada penyakit tertentu.
Difteri adalah suatu penyakit akut yang bersifat toxin-mediated disease dan
disebabkan oleh kuman corynebacterium diphteriae. Nama kuman ini berasal dari bahasa
yunani cyfo / jferayang berarti leather hide.
Pertusis atau batuk rejan / batuk seratus hari adalah suatu penyakit akut yang
disebabkan oleh bakteri bordetella pertussi. bordetella pertussis adalah bakteri batang
yang bersifat gram negative dan membutuhkan media khusus untuk isolasinya.
Tetanus adalah penyakit akut, bersifat fatal, gejala klinis disebabkan oleh eksotoksin
yang di produksi bakteri clostridium tetani. clostridium tetani adalah kuman berbentuk
batang dan bersifat anaerobic, gram positif yang mampu menghasilkan spora dengan
bentuk drumstick.

B. Vaksinasi DTP
Untuk imunisasi primer terhadap difteria digunakan toksoid difteria (alum-
precipitated toxoid) yang kemudian di gabung dengan toksoid tetanus dan vaksin pertusis
dalam bentuk vaksin DTP.
Potensi toksoid difteria dinyatakan dalam jumlah unit flocculate (Lf) dengan kriteria 1
Lf adalah jumlah toksoid sesuai dengan 1 unit anti toksin difteria. Kekuatan otot toksoid
difteria yang terdapat dalam kombinasi vaksin DTP saat ini berkisar antara 6,7-25 Lf
dalam dosis 0,5 ml.
Jadwal untuk imunisasi rutin pada anak, dianjurkan pemberian 5 dosis pada usia
2,4,6,15-18 bulan dan usia 5 tahun atau saat masuk sekolah. Dosis ke 4 harus diberikan
sekurang-kurangnya 6 bulan setelah dosis ke 3. Kombinasi toksoid difteria dan tetanus
(TD) yang mengandung 10-12 Lf dapat diberikan pada anak yang memiliki
kontraindikasi terhadap pemberian vaksin pertusis. Setelah mendapatkan 3 dosis toksoid
difteria semua anak rata rata memberikan titer lebih besar dari 0.01 IU dalam 1ml (nilai
batas protektif 0.01 IU).

C. Kejadian ikutan pasca imunisasi DPT


a. Reaksi local kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi injeksi terjadi pada separuh
(42,9%) penerima DTP
b. Proporsi demam ringan dengan reaksi local sama dan 2,2% di antaranya dapat
mengalami hiperpireksia
c. Anak gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa jam pasca suntikan
(inconsolable crying)
d. Dari suatu penelitian ditemukan adanya kejang demam(0,06%) sesudah vaksinasi yang
dihubungkan dengan demam yang terjadi
e. Kejadian ikutan yang paling serius adalah terjadinya ensefalopati akut atau reaksi
anafilaksis dan terbukti disebabkan oleh pemberian vaksin pertusis.

D. Hepatitis B
Infeksi virus hepatitis B (VHB) menyebabkan sedikitnya stu juta kematian / tahun.
Saat ini terdapat 350 juta penderita kronis dengan 4 juta kasus baru / tahun. Infeksi pada
anak umumnya asimtomatis tetapi 80-95% akan menjadi kronis dan dalam 10-20 tahun
akan menjadi sirosis dan / karsinoma hepatoselular. (KHS). Di negara endemis, 80%
KHS di sebabkan oleh VHB. Resiko KHS ini sangat timggi bila infeksi terjadi pada usia
dini. Di lain pihak, terapi antivirus belum memuaskan, terlebih pada pengidap yang
terinfeksi secara vertical atau pada usia dini.

E. Epidemiologi HB
Indonesia termasuk daerah endemis sedang-tinggi. Prevalens HBsAg pada donor
(1994) adalah 9.4% (2.50 – 36.17%), dan pada ibu hamil 3.6% (2.1 – 6.7%).

F. Penularan HB
Semua orang yang mengandung HBsAg positif potensial infeksius. Transmisi terjadi
melalui kontak perkutaneus atau parenteral, dan melalui hubungan seksual. Transmisi
antar anak merupakan modus yang sering terjadi di negara endemis VHB. VHB dapat
melekat dan bertahan di permukaan suatu benda selama kurang lebih 1 minggu tanpa
kehilangan daya tular. Darah bersifat infeksius beberapa minggu sebelum awitan,
menetap selama fase akut berlangsung. Daya pasien VHB kronis bervariasi, sangat
infeksius bila HBsAg positif.

G. Kelompok yang rentan terhadap infeksi VHB


Pada dasarnya, individu yang belum pernah imunisasi hepatitis B atau yang tidak
memiliki antibody anti-HBs, potensial terinfeksi VHB. Resiko kronisitas dipengaruhi
oleh faktor usia yang bersangkutan terinfeksi.

H. Pencegahan VHB
Pencegahan merupakan upaya terpenting karena aling cost-effective. Secara garis
besar, upaya pencegahan terdiri dan preventif umum dan khusus yaitu imunisasi VHB
pasif dan aktif.

I. Haemophyllus influenzae tipe b (Hib)

Bukan virus influenza, tetapi suatu bakteri gram negatife. Haemophyllus influenza
terbagi atas jenis yang berkapsul dan tidak berkapsul. Tipe yang tidak berkapsul
umumnya tidak gans dan hanya menyebabkan infeksi ringan misalnya faringitis atau
otitis media. Jenis yang berkapsul terbagi menjadi 6 serotipe dari a sampai f. diantara
jenis yang berkapsul, tipe b merupakan tipe yang yang paling ganas dan merupakan salah
satu penyebab tersering dari kesakitan dan kematian pada bayi dan anak berumur kurang
dari 5 tahun.

Infeksi Hib menyebabkan meningitis (radang selaput otak) dengan gejala demam,
kaku kuduk, penurunan kesadaran, kejang dan kematian. Penyakit lain yang dapat terjadi
adalah pneumonia selusitis, artritis dan epiglotitis.

J. Meningitis

Di negara barat, Hib menyebabkan penyakit ada 20-200 per 100.000 penduduk.
Perbedaan angka kejadian tersebut disebabkan perbedaan pemantauan/surveilans, teknik
pengambilan materi pemerikasaan, teknik pemerikasaan laboratoriun, dan pola
penggunaan antibiotic. Laporan dari Asia menunjukkan kalau Hib merupakan penyebab
terpenting meningitis. Di Indonesia, dilaporkan bahwa Hib ditemukan pada 33% diantar
kasus meningitis. Ada penelitian lanjutan didapatkan bahwa Hib merupakan 38% diantara
penyebab meningitis pada bayi dan anak berumur kurang dari 5 tahun. Laporan dari
negara-negara Asia cenderung menunjukkan bahwa Hib merupakan penyebab meningitis
terbanyak bersama pneumokokud dan meningokokus, tetapi insidens meningitis rendah.

K. Pneumonia

Heamophyllus influenzae sebagai penyebab pneumonia lebish sulit dibuktikan karena


metode pengambilan bahan penelitian jauh lebih sulit. Penelitian membuktikan bahwa
neumonia disebabkan oleh virus pada 25%-75% kasus, sedangkan bakteri biasanya
ditemukan pada kasus yang berat. Pneumonia pada awalnya disebabkan oleh virus,
kemudian terjadi infeksi bakteri. Kematian umumnya disebkan oleh infeksi bakteri.

L. Epidemiologi

Heamophyllus influenzae hanya ditemukan pada manusia. Penyebaran terjadi melalui


droplet dari individu yang sakit kepala lain. Kemungkinan terjadi meningitis dan
pneumonia akibat Hib biasanya juga tinggi. Walau demikian dampak Hib secara
keseluruhan baru dapat dipastikan setelah adanya suatu penelitian populasi di lapangan.
Penelitian popolasi sedang dilakukan di Lombok.

M. Vaksin Hib

Bagian kapsul Hib yang disebut polyribosyribitol phosphate (PRP) menentukan


virulensi dari Hib. Vaksin Hib dibuat dari kapsul tersebut. Vaksin yang beredar di
Indonesia adalah vaksin konjungtasidengan membrane protein luar dari Neisseria
Meningitidis yang disebut juga RPM-OMP dan konjugasi dengan protein tetanus yang
disebut sebagai PRP-T. kedua vaksin tersebut menunjukkan efikasi dan keamanan yang
sangat tinggi. Kedua vaksin tersebut boleh digunakan bergantian baik monovalen dan
kombinasi.

N. Jadwal dan dosis


a. vaksin Hib diberikan sejak umur 2 tahun.
b. PRP-OMP diberikan 2 kali sedangkanPRP-T diberikan 3 kali dengan jarak waktu 2
bulan.
c. Penelitian menunjukan bahwa respon antibody sudah terbentuk seteah suntikan
pertama PRP-OMP dan setelah dua kali suntikan PRP-T, sedangkan titer antibody
yang sangat tinggi ditemukan setelah 3 kali suntikan PRP-T.
d. Titer PRP-T nertahan lebih lama disbandingkan PRP-OMP.
e. Ulangan umumnya diberikan 1 tahun setelah suntikan terakhir.
f. Apabila suntikan awal diberikan pada bayi berumur 6 bulan-1 tahun, 2 kali suntikan
sudah menghasilkan titer protektif, sedangkan setelah 1 tahun sukup 1 kali suntikan
tanpa memerlukan booste. Hal ini dokter sering menunda pemberian vaksin Hib
memerlukan dosis yang lebih sedikit. Karena Hib lebih sering menyerang bayi kecil.
26% terjadi pada bayi berumur 2-6 bulan 25% pada bayi berumur 7-11 bukan (CDC).
Kasus termuda di jakartan berumur 3 tahun.
g. Vaksin tidak boleh di berikan sebelum bayi berumur 2 bulanan karena bayi tersebut
belum dapat membentuk anti bodi.
DAFTAR PUSTAKA

Fadilah Suparih, Siti (2008). Pedoman Imunisasi di Indonesia Edisi 3. Jakarta. Ikatan dokter
Anak Indonesia.
Modul Pelatihan Pengelolaan Lantai Vaksin Program Imunisasi, Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur. 2005.

Anda mungkin juga menyukai