Anda di halaman 1dari 16

MANAJEMEN RISIKO

RISIKO DAN MANAJEMEN RISIKO PERUBAHAN KURS

DOSEN PENGAMPU:

DR. IDA BAGUS ANOM PURBAWANGSA, S.E., M.M.

OLEH :
KELOMPOK 7

KADEK MELIANA DEWI (1807531007) / 14


IDA AYU PUTU PUSPA ADNYANI (1807531008) / 15

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
PEMBAHASAN

9.1 Definisi Risiko Perubahan Kurs


Kurs adalah nilai suatu mata uang relatif terhadap mata uang
lainnya. Jadi, risiko perubahan kurs adalah risiko yang muncul karena
perubahan nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang lain.
Perubahan kurs penting diperhatikan dikarenakan mata uang suatu
negara merupakan cerminan kondisi ekonomi suatu negara. Apabila
perekonomian suatu negara membaik, maka mata uang negara tersebut
cenderung menguat terhadap mata uang negara lainnya dan begitu pula
sebaliknya apabila mata uang suatu negara melemah terhadap mata
uang negara lainnya, maka kemungkinan kondisi negara tersebut
melemah dibandingkan sebelumnya.
Indonesia pernah mengalami dua sistem kurs yang berbeda, yaitu:
1. Sistem kurs tetap yaitu sistem dimana kurs mata uang suatu negara
terhadap mata uang lain ditetapkan oleh negara tersebut dimana
perubahan kurs tersebut dilakukan oleh pemerintah secara resmi.
Sistem kurs ini telah digunakan Indonesia pada saat sebelum terjadi
krisis tahun 1997. Pada sistem kurs tetap, apabila mata uang
menguat disebut revaluasi dan jika mata uang melemah disebut
devaluasi. Sebagai contoh: kurs sebelumnya misalkan Rp 10.000/$
kemudian pemerintah mendevaluasikan rupiah terhadap dolar
menjadi, misalnya Rp 12.000/$. Hal ini menunjukkan bahwa nilai
rupiah menjadi turun terhadap dolar. Keputusan ini diumumkan
secara resmi oleh pemerintah.
2. Sistem kurs bebas yaitu sistem dimana nilai rupiah bergerak naik
turun tergantung pada mekanisme pasar. Kurs ini muncul sesudah
pertengahan tahun 1997 yang pada saat itu pemerintah Indonesia
memutuskan untuk mengambangkan kurs rupiah. Dalam sistem ini
dikenal istilah apresiasi yang berarti nilai suatu mata uang menguat
terhadap mata uang lainnya dan depresiasi yang artinya nilai suatu
mata uang melemah terhadap mata uang lainnya. Adapun contoh
perhitungan apresiasi dan depresiasi suatu mata uang terhadap
mata uang lain, yaitu sebagai berikut:
Rupiah Melemah Rupiah Menguat
Terhadap $ Terhadap $
Kurs Awal Tahun Rp 10.000/$ Rp 10.000/$
Kurs Akhir Tahun Rp 13.000/$ Rp 7.000/$
Berapa persen pelemahan (13.000 - (7.000 – 10.000) /
/ penguatan $ terhadap 10.000) / (10.000) (10.000) x 100%
Rp x 100% = 30% =
-30%
Berapa persen pelemahan (10.000 - (10.000 – 7.000) /
/ penguatan Rp terhadap 13.000) / 13.000 x 7.000 x 100% =
$ 100% = 42,86%
-23,08%

Kolom kedua pada tabel di atas menyajikan situasi dimana rupiah


melemah dari Rp. 10.000/$ pada awal tahun menjadi Rp 13.000/$
pada akhir tahun. Hal ini berarti dolar mengalami apresiasi terhadap
rupiah sebesar 30%. Namun, dari sudut pandang rupiah, berarti
rupiah mengalami depresiasi terhadap dolar sebesar 23,08%.
Sedangkan pada kolom ketiga menyajikan contoh perhitungan
situasi dimana rupiah menguat terhadap dolar.

9.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Kurs


Dalam sistem kurs bebas, kurs bisa berubah-ubah. Ada beberapa
faktor yang menyebabkan kurs bisa berubah-ubah, yaitu sebagai
berikut:
1. Perbedaan Inflasi
Kurs mata uang suatu negara melemah apabila inflasi di negara
tersebut lebih tinggi daripada inflasi yang terjadi di negara lain.
Hubungannya bisa dilihat melalui persamaan kondisi paritas
Purchasing Power Parity sebagai berikut:
et / e0 = (1+ih)t / (1+if)t
Keterangan :
et = kurs pada periode t
e0 = kurs pada awal periode
ih = inflasi yang terjadi pada negara domestik (home)
if = inflasi yang terjadi pada negara asing
t = waktu
Contoh :
Kurs awal adalah Rp.10.000/$. Inflasi di Indonesia dan Amerika
Serikat adalah 20% dan 5%, berturut-turut. Kurs Rp/$ satu tahun
mendatang menurut rumus di atas adalah sebagai berikut:
e1 = 10.000 (1 + 0,2)1 / (1 + 0,05)1
= Rp 11.429/$
Menurut kondisi paritas, kurs akhir tahun adalah Rp 11.429/$ yang
berarti rupiah mengalami depresiasi terhadap dolar ($).
2. Perbedaan Tingkat Bunga
Tingkat bunga dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Tingkat bunga nominal adalah tingkat bunga yang bisa
diobservasi. Misalnya kita memperoleh informasi tingkat bunga
deposito sebesar 10% per tahun, maka itu merupakan tingkat
bunga nominal. Negara yang memiliki tingkat bunga nominal
yang tinggi maka mata uangnya cenderung mengalami
depresiasi. Hal ini dijelaskan melalui persamaan kondisi paritas
International Fisher Effect sebagai berikut:
et / e0 = (1 + rh)t / (1 + rf)t
Keterangan:
et = kurs pada periode t
e0 = kurs pada awal periode
rh = tingkat bunga nominal pada negara domestik (home)
rf = tingkat bunga nominal pada negara asing
t = waktu
Contoh:
Kurs awal adalah Rp.10.000/$. Tingkat bunga di Indonesia dan
Amerika Serikat adalah 15% dan 5%, berturut-turut. Kurs Rp/$
satu tahun mendatang menurut rumus di atas adalah sebagai
berikut:
e1 = 10.000 (1 + 0,15)1 / (1 + 0,05)1
= Rp 10.952/$
Menurut prediksi international fisher effect, rupiah melemah
menjadi Rp 10.952/$. Dengan kata lain, negara yang mempunyai
tingkat bunga yang lebih tinggi maka mata uangnya akan
cenderung melemah (depresiasi).
b. Tingkat bunga riil adalah tingkat bunga yang tidak bisa
diobservasi secara langsung. Tingkat bunga riil berpengaruh
positif terhadap nilai mata uang. Dengan kata lain, negara yang
mempunyai tingkat bunga riil, maka mata uang negara tersebut
akan cenderung menguat karena uang akan mengalir ke negara
dengan tingkat keuntungan yang lebih tinggi. Tingkat bunga riil
dapat dihitung secara tidak langsung dengan persamaan sebagai
berikut:
(1 + R) = (1 + a) (1 + i)
Keterangan :
R = tingkat bunga nominal
a = tingkat bunga riil
i = inflasi
Persamaan tersebut disederhanakan menjadi:
(1 + R) = (1 + a + I + a.i)
Karena perkalian a.i menghasilkan angka yang sangat kecil,
maka hasil perkalian bisa dianggap nol, sehingga persamaan di
atas disederhanakan menjadi:
R =a+i
Tingkat bunga nominal sama dengan tingkat bunga riil ditambah
inflasi. Jika inflasi meningkat, maka tingkat bunga nominal
cenderung juga meningkat, sehingga mata uang negara tersebut
menjadi melemah.
3. Independensi Bank Sentral
Independensi adalah kemampuan bertahan dari tekanan (biasanya)
pemerintah yang sedang berkuasa. Contoh: presiden yang berkuasa
ingin menurunkan tingkat pengangguran. Jika tingkat pengangguran
turun, maka presiden dianggap berhasil di mata masyarakyat. Tetapi
cara pintas menurunkan pengangguran adalah dengan menambah
jumlah uang yang beredar sehingga akan menimbulkan inflasi. Jika
tingkat inflasi lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi, maka
pertumbuhan ekonomi riil negara tersebut akan negatif. Negara yang
bank sentralnya independen akan bertahan terhadap tekanan
semacam itu dan bisa mengendalikan inflasi sehingga mata uang
negara tersebut cenderung menguat. Sebaliknya, negara yang bank
sentralnya kurang independen akan mudah ditekan untuk mencetak
uang lebih banyak sehingga mendorong terjadinya inflasi yang dapat
menurunkan nilai mata uang negara tersebut.
4. Pertumbuhan Ekonomi
Seorang investor akan tertarik untuk menanamkan modalnya di
negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sehingga
menyebabkan naiknya permintaan terhadap mata uang negara
tersebut. Dengan tingginya permintaan terhadap mata uang tersebut,
maka nilai dari mata uang tersebut akan meningkat.
5. Ekspektasi
Mata uang bisa dilihat sebagai sekuritas sehingga bisa digunakan
sebagai alat investasi. Pengaharapan masa mendatang cukup
menentukan nilai suatu sekuritas. Apabila pengharapan terhadap
suatu mata uang positif, maka mata uang suatu negara akan
menguat dan sebaliknya.
Berikut ini ringkasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
kurs, yaitu:
Faktor Pengaruh terhadap Kurs
Inflasi tinggi Depresiasi
Tingkat bunga nominal tinggi Depresiasi
Tingkat bunga riil tinggi Apresiasi
Pertumbuhan ekonomi tinggi Apresiasi
Independensi bank sentral tinggi Apresiasi
Ekspektasi positif (negatif) Apresiasi (Depresiasi)

9.3 Eksposur Terhadap Perubahan Kurs


Literatur keuangan internasional membagi tiga jenis eksposur yang
dihadapi oleh perusahaan berkaitan dengan perubahan kurs, yaitu
eksposur transaksi, eksposur akuntansi, dan eksposur operasi. Ketiga
jenis eksposur tersebut, dalam kaitannya dengan timing perubahan kurs,
bisa dilihat pada bagan berikut.

Bagan Eskposur Terhadap Perubahan Kurs


1) Eksposur Transaksi
Adalah eksposur yang terjadi karena perusahaan memasuki
kontrak tertentu yang kemudian memunculkan sejumlah nilai uang
yang rentan terhadap perubahan kurs. Contoh seorang importir
Indonesia membeli barang dari Amerika Serikat senilai $1 juta dan
pembayarannya dilakukan 3 bulan mendatang. Kewajiban melunasi
utang dagang tersebut senilai $1 juta rentan terhadap perubahan
kurs di masa mendatang. Misalkan saja, pada saat ini kurs Rp/$
adalah Rp. 10.000/$ namun kurs Rp/$ 3 bulan mendatang adalah
Rp. 12.000/$. Maka importir harus menyediakan rupiah lebih banyak.
Sebaliknya jika kurs Rp/$ menguat pada 3 bulan mendatang, maka
importir tersebut akan memperoleh keuntungan.
Jadi, apabila nilai rupiah melemah, maka importir akan
mengalami kerugian, semakin besar pelemahannya, maka semakin
besar kerugian yang diderita. Akan tetapi apabila nilai rupiah
menguat maka importir tersebut akan memperoleh keuntungan
karena menyediakan rupiah dalam jumlah yang lebih sedikit.
Sedangkan dari sisi eksportir, jika rupiah melemah, maka eksportir
akan memperoleh keuntungan karena memperoleh banyak rupiah.
Sebaliknya apabila rupiah menguat, eksportir tersebut akan
mengalami kerugian karena memperoleh rupiah dalam jumlah yang
lebih sedikit.

2) Eksposur Akuntansi
Eksposur akuntansi terjadi karena laporan keuangan dengan
mata uang tertentu, kemudian dikonversikan ke laporan keuangan
dengan mata uang lain, rentan terhadap perubahan kurs. Dengan
adanya perubahan kurs, maka proses konversi tersebut bisa
menghasilkan keuntungan ataupun kerugian. Misalnya suatu
perusahaan multinasional Amerika Serikat memiliki anak perusahaan
di Indonesia, berikut neraca anak perusahaan pada awal tahun:
Awal tahun ($) Akhir tahun ($)
Dalam Rp Kurs = Rp Kurs = Rp
5.000/$ 10.000/$
Kas 1.000.000 200 100
Piutang Dagang 2.000.000 400 200
Persediaan 2.000.000 400 200
Aktiva Tetap
5.000.000 1.000 500
Total Aset 10.000.000 2.000 1.000
Utang Dagang 2.000.000 400 200
Utang Jangka Panjang 2.000.000 400 200
Modal Saham 6.000.000 1.200 600
Total Pasiva 10.000.000 2.000 1.000

Total aset adalah Rp 10.000.000. Karena perusahaan ini adalah


perusahaan Amerika Serikat, maka harus dikonversikan ke dalam $.
Misalkan pada awal tahun kurs adalah Rp 5.000/$ (pada kolom ke-
3). Maka akan terlihat bahwa total aset $ 2.000 dan modal saham $
1.200. Sedangkan kurs pada akhir tahun adalah Rp 10.000/$ (kolom
ke-4), maka akan terlihat bahwa total aset turun menjadi $ 1.000 dan
modal saham juga turun menjadi $ 600. Penurunan modal saham
menunjukan perusahaan mengalami kerugian sehingga modal
sahamnya berkurang nilainya. Namun nilai ekonomis perusahaan
tetap sama antara awal tahun dan akhir tahun karena kerugian ini
semata-mata disebabkan oleh perubahan kurs bukan karena
perubahan nilai ekonomis.

3) Eksposur Operasi
Adalah operasi perusahaan yang rentan terhadap perubahan
kurs. Misalnya, Jepang menjual sepeda motor Honda ke Indonesia.
Jika nilai Yen menguat terhadap Rupiah, maka harga sepeda motor
Honda di Indonesia menjadi lebih mahal dibandingkan dengan
sebelumnya. Sehingga terjadi penurunan daya saing sepeda motor
Honda di Indonesia. Berikut tabel penjelasannya.
Harga Honda Harga Honda (Rp) Harga Honda (Rp)
(dalam ¥) Kurs = ¥ 0.0125/Rp Kurs = ¥ 0.01/Rp
¥ 100.000 Rp 8.000.000 Rp 10.000.000

Misalkan harga sepeda motor tersebut adalah ¥ 100.000. Jika


kurs Yen/Rupiah adalah ¥0.0125/Rp maka sepeda motor tersebut
akan berharga Rp 8.000.000 di Indonesia. Apabila nilai yen menguat
terhadap rupiah menjadi ¥0.01/Rp maka harga sepeda motor Honda
akan naik menjadi Rp 10.000.000. Terlihat harga sepeda motor
Honda menjadi lebih mahal dibandingkan sebelumnya. Kenaikan
tersebut bukan karena kenaikan harga sepeda motor dalam yen,
tetapi karena adanya perubahan kurs. Karena harga sepeda motor
Honda di Indonesia semakin mahal, mengakibatkan penjualannya
menjadi berkurang dan menurunnya arus kas masuk Honda dari
penjualan di pasar Indonesia, sedangkan Honda tetap melakukan
pengeluaran input dan tenaga kerja. Maka operasi Honda akan
terganggu karena pemasukan menjadi lebih sedikit dengan
pengeluaran yang tetap sama.

9.4 Manajemen Risiko Perubahan Kurs


Bagian berikut menjelaskan manajemen risiko perubahan kurs untuk
masing-masing ekspor tersebut.
1) Manajemen Eksposur Transaksi
a. Derivatif
Misalkan importir Indonesia melakukan transaksi pembelian
dari eksportir Amerika Serikat. Dalam hal ini importir membayar
$1 juta untuk 3 bulan mendatang. Keadaan ini sangat rentan
terhadap perubahan kurs, apabila rupiah melemah maka ia akan
menderita kerugian. Oleh karena itu dilakukan hedging dengan
derivatif dan instrumen money-market.
Importir membutuhkan dolar untuk 3 bulan mendatang,
sehingga disebut short $. Short $ adalah sedemikan rupa jika
rupiah melemah, maka pemegang short $ akan mengalami
kerugian dan sebaliknya. Sebagai hedge-nya, importir bisa
membeli 3 bulan $ forward. Jika rupiah melemah, ia akan
mengalami kerugian di posisi spot-nya (utang yang harus dibayar
tersebut), tetapi ia akan memperoleh keuntungan di posisi
forward-nya. Dengan mekanisme tersebut ia bisa meng-hedge
posisinya.
Alternatif dari forward adalah futures, berarti importir itu akan
membeli kontrak futures dengan posisi long futures $.  Alternatif
lainnya adalah dengan menggunakan opsi. Dalam hal ini, importir
tersebut bisa membeli opsi call atas $, karena apabila harga
pasar aset meningkat maka pemegang opsi memperoleh
keuntungan.
b. Money-Market Hedge
Hedging dengan money-market instrument dapat dilakukan
apabila instrument derivatif tidak ada. Sebagai contoh misalnya,
seorang eksportir Indonesia akan memperoleh $1 juta pada 3
bulan mendatang. Keadaan ini tentu tidak terlepas dari risiko
perubahan kurs, sehingga untuk menghilangkan risiko tersebut
dapat dilakukan hedging. Misalkan tingkat bunga dalam $ untuk 3
bulan mendatang adalah 5%.
T=0 (sekarang) Pinjam sebesar $1 juta / (1,05) = $ 952.381
Dikonversikan ke rupiah dengan kurs spot
Rp 10.000/$, untuk memperoleh rupiah
sekitar Rp 9,52 miliar.
T=3 (3 bulan)    Memperoleh $1 juta
Kas tersebut digunakan untuk melunasi
utangnya, sehingga ia membayar sebesar $
952.381 x (1,05) = $ 1 juta.
Ketika ia mengkonversikan $ ke rupiah, maka ia sudah
terbebas dari risiko perubahan kurs. Apapun yang akan terjadi
dengan kurs Rp/$ 3 bulan mendatang, tidak akan berpengaruh
terhadap posisinya karena ia sudah menerima Rp 9,52 miliar.
c. Risk Shifting
Yaitu pengalihan/penggeseran risiko perubahan kurs dari
produsen ke konsumen atau dari konsumen ke produsen. Apabila
posisi tawar menawar perusahaan lebih kuat dibandingkan
dengan konsumen (misal satu-satunya penjual atau semua
penjual juga mengimpor produk dari luar negeri), berarti risiko
telah digeser dari produsen ke konsumen. Sebaliknya apabila
posisi konsumen lebih kuat dibanding produsen maka risiko dapat
dialihkan dari konsumen ke produsen.
d. Netting Exposure
Cara ini dilakukan dengan menggabungkan eksposur yang
berlawanan sehingga eksposur bersihnya adalah nol. Misalnya
perusahaan Indonesia meminjam dolar. Dalam hal ini perusahaan
tersebut menghadapi risiko perubahan kurs. Jika rupiah
melemah, perusahaan tersebut akan menghadapi masalah.
Untuk menghilangkan risiko perubahan kurs tersebut,
perusahaan bisa menjual produk ke luar negeri (ekspor),
sehingga perusahaan tersebut akan memperoleh dolar
(long dolar) dan di sisi lain membutuhkan dolar (short dolar).
Gabungan antara kedua keadaan tersebut akan menghasilkan
eksposur bersih nol (atau kecil), sehingga perubahan kurs tidak
akan mempengaruhi perusahaan tersebut.
2) Manajemen Eksposur Akuntansi
Eksposur akuntansi terjadi jika perusahaan multinasional
mengkonversikan laporan keuangan dari satu mata uang ke mata
uang lainnya. Proses konversi tersebut akan menimbulkan kerugian
ataupun keuntungan. Manajemen terhadap eksposur akuntansi bisa
dilakukan dengan menyesuaikan aset dan kewajiban tergantung
prediksi kurs di masa mendatang. Tabel berikut menyajikan
manajemen eksposur akuntansi tersebut.
Kurs Melemah Menguat
Aset Dikurangi Ditambah
Kewajiban Ditambah Dikurangi

Dari tabel tersebut, apabila kurs melemah, maka sebaiknya aset


dikurangi dan kewajiban ditambah. Sebaliknya apabila kurs menguat
maka aset ditambah dan kewajiban dikurangi. Namun cara seperti ini
tidak sepenuhnya dapat menghilangkan risiko karena kita harus
menebak kemana arah pergerakan kurs, jika tebakan salah maka
kita akan menderita kerugian. Alternatif lain adalah dengan
menggunakan derivatif untuk mencegah kerugian akibat perubahan
kurs. Misalkan perusahaan Amerika Serikat mempunyai anak
perusahaan di Indonesia dan memiliki situasi seperti berikut ini:
Awal tahun ($) Akhir tahun ($)
Dalam Rp Kurs = Rp Kurs = Rp
5.000/$ 10.000/$
Kas 1.000.000 200 100
Piutang Dagang 2.000.000 400 200
Persediaan 2.000.000 400 200
Aktiva Tetap
5.000.000 1.000 500
Total Aset 10.000.000 2.000 1.000
Utang Dagang 2.000.000 400 200
Utang Jangka 2.000.000 400 200
Panjang 6.000.000 1.200 600
Modal Saham
Total Pasiva 10.000.000 2.000 1.000

Jika kurs rupiah melemah dari Rp 5.000/$ menjadi Rp 10.000/$


maka perusahaan tersebut akan mengalami kerugian. Hedging yang
bisa dilakukan adalah dengan menjual rupiah forward (karena
perusahaan AS). Apabila perusahaan bisa mendapatkan partner
yang bersedia menjual dolar forward 1 tahun dengan kurs Rp
5.000/$, maka perusahaan tersebut akan menjual rupiah forward
seharga Rp 6 juta (modal yang terekspos oleh perusahaan kurs)
dengan kurs Rp 5.000/$. Tahun depan, nilai modal saham dalam
dolar adalah $1.200, karena perusahaan bisa menjual rupiah dengan
kurs Rp 5.000/$ meskipun kurs spot-nya saat ini adalah Rp 10.000/$.
3) Manajemen Eksposur Operasi
Eksposur operasi terjadi karena perubahan kurs yang
mengakibatkan terganggunya operasi perusahaan. Manajemen
eksposur operasi dapat dilakukan dengan cara:
a. Jangka pendek, yaitu dengan memanfaatkan situasi perubahan
kurs untuk kepentingan perusahaan.
b. Jangka panjang, yaitu dengan mengurangi sensitivitas operasi
perusahaan terhadap perubahan kurs. Pengurangan sensitivitas
tersebut dapat dilakukan dengan cara seperti berikut ini:
1. Aspek Pemasaran. Perusahaan harus membuat sensitivitas
konsumen terhadap kurs menjadi berkurang, misalnya dengan
melakukan diferensiasi terhadap produknya agar menarik
konsumen untuk membeli.
2. Mendiversifikasikan pasar di luar negeri, yaitu menjual produk-
produk perusahaan ke berbagai negara di dunia.
3. Aspek Produksi. Perusahaan bisa melakukan manajemen
eksposur operasi melalui aspek produksi, yaitu dengan
mendiversifikasikan inputnya dan memindahkan fasilitas
produksinya.
4. Aspek lain.

DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, Mamduh M. 2016. Manajemen Risiko, Edisi Ketiga. Yogyakarta: UPP


STIM YKPN.
Novitasarizmy, Desi. 2013. Risiko Perubahan Nilai Tukar/Kurs.
http://desynovitasari92.blogspot.com/2013/06/resiko-perubahan-nilai-
tukarkurs-a.html (diakses tanggal 11 Oktober 2020).

Anda mungkin juga menyukai