Anda di halaman 1dari 46

DISKUSI REFLEKSI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. M


DENGAN MASALAH ASCITES MASSA OVARY
DI RUANG RAJAWALI 4B
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. KARIADI SEMARANG JAWA TENGAH

Nama Kelompok :
1. Anisa Dwi Rezeki
2. Annisa Walidatus Sholihah
3. Ari Firmanto
4. Cicha Setyaningtias
5. Dewa Putra Krisnantara A
6. Lukman Farid Ernas
7. Mela Ayu Ulfani F
8. Sonia Arafiah Ekmal P

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat
dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kami yang berjudul “Diskusi
Refleksi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Masalah Ca Ovarium Di
Ruang Rajawali 4b Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang Jawa Tengah”.
Dalam menyusun makalah ini kami banyak mengalami kesulitan dan
hambatan, kami menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kesempatan ini kami mengharapkan adanya saran dan
kritik yang membangun. Akhir kata, kami berharap kepada Tuhan Yang Maha Esa
berkenan membalas kebaikan semua pihak yang telah banyak membantu. Semoga
makalah ini membawa manfaat bagi para pembaca.

Semarang, Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii

BAB I..........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................................1

B. Tujuan..............................................................................................................................2

BAB II.........................................................................................................................................3

A. Konsep Dasar Penyakit....................................................................................................3

B. Konsep Teori Nyeri..........................................................................................................8

C. Konsep Teori Semi Fowler dan Lateral Kanan..............................................................11

D. Relaksasi Genggam Jari.................................................................................................12

BAB III.....................................................................................................................................15
HASIL PENGKAJIAN...........................................................................................................
...................................................................................................................................................15
BAB IV.....................................................................................................................................35
A. Analisis
Kasus.........................................................................................................
....................................................................................................................35
B. Analisis Intervensi Keperawatan......................................................35
BAB V.......................................................................................................................................39
A. Kesimpulan......................................................................................39
B. Saran..................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker ovarium adalah sekelompok sel yang tumbuh secara abnormal pada
sel-sel ovarium dan merusak jaringan disekitarnya. Saat ini kanker ovarium
merupakan masalah malignansi terbesar pada organ reproduksi perempuan.
National Comperhensive Cancer Network (NCCN) menyebutkan dalam satu hari
ada lebih dari 28 perempuan di dunia yang terdiagnosis kanker ovarium (Gajjar et
al, 2012).
Asites merupakan salah satu komplikasi dari kanker ovarium. Asites adalah
keadaan patologis berupa terkumpulnya cairan dalam rongga peritoneal abdomen.
Asites disebabkan oleh gabungan beberapa faktor termasuk hipertensi portal,
hipoalbuminemia, dan hiperaldosteronisme sekunder. Manifestasi klinik dari asites
adalah meningkatnya lingkar abdomen dan penimbunan cairan yang yang sangat
nyata dapat menyebabkan nafas pendek karena diafragma meningkat (Price, 2012).
Menurut Niederhurber (2014) penatalaksanaan pada penderita asites dapat
dilakukan dengan pemberian diuretik dengan sprinolakton dan furosemide untuk
pengurangan volume pada asites. Pemberian intravenous albumin 25 g tiap satu
minggu selama 1 tahun diikuti dengan pemberian tiap dua minggu sekali dapat
meningkatkan kelangsungan hidup lebih baik dibandingkan dengan diuretik saja.
Albumin 3 menjadi terapi untuk asites setelah parasintesis. Parasintesis adalah
tindakan memasukkan suatu kanula kedalam rongga peritoneum untuk
mengeluarkan cairan asites. Diikuti dengan diet rendah natrium, pembatasan
natrium dapat mempercepat mobilitas asites tetapi tidak disarankan karena dapat
memperburuk terjadinya malnutrisi yang biasanya terjadi pada pasien kehilangan
cairan dan perubahan berat badan secara langsung berhubungan dengan
keseimbangan natrium pada pasien hipertensi portal dengan asites. Untuk terapi non

1
farmakologi antara lain tirah baring.

2
3

B. Tujuan
1. Tujuan Umum

Laporan ini bertujuan untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penderita asites
sesuai Evidence Based Nursing Practice (EBNP).
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan dengan Asites
b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan dengan Asites.
c. Mampu menyusun rencana tindakan asuhan keperawatan dengan Asites
sesuai EBNP.
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan dengan Asites EBNP.
e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan dengan Asites sesuai EBNP.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian Kanker Ovarium

Kanker ovarium adalah kanker ginekologis yang paling mematikan sebab


pada umumnya baru bisa dideteksi ketika sudah parah. Tidak ada tes screening
awal yang terbukti untuk kanker ovarium. Tidak ada tanda-tanda awal yang
pasti. Beberapa wanita mengalami ketidaknyamanan pada abdomen dan
bengkak (Digiulio,2014).
Kanker ovarium adalah tumor ganas yang berasal dari ovarium dengan
berbagai histologi yang menyerang pada semua umur. Tumor sel germinal lebih
banyak dijumpai pada penderita berusia < 20 tahun, sedangkan tumor sel epitel
lebih banyak pada wanita usia > 50 tahhun (Manuaba, 2013).
2. Penyebab Kanker Ovarium

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Faktor resiko


terjadinya kanker ovarium menurut Manuaba (2013) sebagai berikut:
1) Faktor lingkungan Insiden terjadinya kanker ovarium umumnya terjadi di
negara industri
2) Faktor reproduksi
a) Meningkatnya siklus ovulatori berhubungan dengan tingginya resiko
menderita kanker ovarium karena tidak sempurnanya perbaikan epitel
ovarium
b) Induksi ovulasi dengan menggunakan clomiphene sitrat meningkatkan
resiko dua sampai tiga kali
c) Kondisi yang dapat menurunkan frekuensi ovulasi dapat mengurangi
resiko terjadinya kanker
d) Pemakaian pil KB menurunkan resiko hingga 50 % jika dikonsumsi
selama lima tahun atau lebih
e) Multiparitas, kelahiran multiple, riwayat pemberian ASI

4
3) Faktor genetik

5
6

a) 5-10 % adalah herediter


b) Angka resiko terbesar 5 % pada penderita satu saudara dan meningkat
menjadi 7 % bila memiliki dua saudara yang menderita kanker ovarium.

3. Klasifikasi Kanker Ovarium

Menurut Prawirohardjo (2014), Klasifikasi stadium menurut FIGO


(Federation International de Gynecologis Obstetrics) 1988 sebagai berikut.
Stadium FIGO Kategori
Stadium I Tumor terbatas pada ovarium
Ia Tumor terbatas pada satu ovarium, kapsul utuh, tidak ada
tumor pada permukaan luar, tidak terdapat sel kanker
pada cairan asites atau pada bilasan peritoneum
Ib Tumor terbatas pada kedua ovarium, kapsul utuh, tidak
terdapat tumor pada permukaan luar, tidak terdapat sel
kanker pada cairan asites atau bilasan peritoneum
Ic Tumor terbatas pada satu atau dua ovarium dengan satu
dari tanda-tanda sebagai berikut : kapsul pecah, tumor
pada permukaan luar kapsul, sel kanker positif pada
cairan asites atau bilasan peritoneum
Stadium II Tumor mengenai satu atau dua ovarium dengan perluasan
ke pelvis
IIa Perluasan dan implan ke uterus atau tuba fallopii. Tidak
ada sel kanker di cairan asites atau bilasan peritoneum
IIb Perluasan ke organ pelvis lainnya. Tidak ada sel kanker
di cairan asites atau bilasan peritoneum
IIc Tumor pada stadium IIa/IIb dengan sel kanker positif
pada cairan asites atau bilasan peritoneum
Stadium III Tumor mengenai satu atau dua ovarium dengan
metastasis ke peritoneum yang dipastikan secara
mikroskopik di luar pelvis atau metastasis ke kelenjer
getah bening regional

6
7

4. Tanda dan Gejala Kanker Ovarium

Menurut Prawirohardjo (2014), tanda dan gejala pada kanker ovarium


sebagai berikut:
1) Perut membesar/merasa adanya tekanan
2) Dispareunia
3) Berat badan meningkat karena adanya massa/asites
Menurut Brunner (2015), tanda dan gejala kanker ovarium yaitu
1) Peningkatan lingkar abdomen
2) Tekanan panggul
3) Kembung
4) Nyeri punggung
5) Konstipasi
6) Nyeri abdomen
7) Urgensi kemih
8) Dispepsia
9) Perdarahan abnormal
10) Flatulens
11) Peningkatan ukuran pinggang
12) Nyeri tungkai
13) Nyeri panggul
5. Patofisiologi Kanker Ovarium

Penyebab pasti kanker ovarium tidak ketahui namun multifaktoral. Resiko


berkembangnya kanker ovarium berkaitan dengan faktor lingkungan, reproduksi
dan genetik. Faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan kanker ovarium
epiteliel terus menjadi subjek perdebatan dan penelitian. Insiden tertinggi terjadi
di industri barat. Kebiasaan makan, kopi dan merokok, adanya asbestos dalam
lingkungan, tidak hamil dan penggunaan bedak talek pada daerah vagina, semua
itu di anggap mungkin menyebabkan kanker.

7
8

Penggunaan kontrasepsi oral tidak meningkatkan resiko dan mungkin dapat


mencegah. Terapi penggantian estrogen pascamenopause untuk 10 tahun atau
lebih berkaitan dengan peningkatan kematian akibat kanker ovarium. Gen-gen
supresor tumor seperti BRCA-1 dan BRCA-2 telah memperlihatkan peranan
penting pada beberapa keluarga. Kanker ovarium herediter yang dominan
autosomal dengan variasi penetrasi telah ditunjukkan dalam keluarga yang
terdapat penderita kanker ovarium. Bila yang menderita kanker ovarium,
seorang perempuan memiliki 50 % kesempatan untuk menderita kanker
ovarium.
Lebih dari 30 jenis neoplasma ovarium telah diidentifikasi. Kanker ovarium
dikelompokkan dalam tiga kategori besar ; (1) tumor-tumor epiteliel ;(2) tumor
stroma gonad ;dan (3) tumor-tumor sel germinal. Keganasan epiteliel yang
paling sering adalah adenomakarsinoma serosa. Kebanyakan neoplasma epiteliel
mulai berkembang dari permukaan epitelium, atau serosa ovarium. Kanker
ovarium bermetastasis dengan invasi langsung struktur yang berdekatan dengan
abdomen dan pelvis. Sel-sel ini mengikuti sirkulasi alami cairan peritoneal
sehingga implantasi dan pertumbuhan. Keganasan selanjutnya dapat timbul pada
semua permukaan intraperitoneal. Limfasik yang disalurkan ke ovarium juga
merupakan jalur untuk penyebaran sel-sel ganas. Semua kelenjer pada pelvis
dan kavum abdominal pada akhirnya akan terkena. Penyebaran awal kanker
ovarium dengan jalur intraperitoneal dan limfatik muncul tanpa gejala atau
tanda spesifik.
Gejala tidak pasti akan muncul seiring dengan waktu adalah perasaan berat
pada pelvis, sering berkemih, dan disuria, dan perubahan gastrointestinal, seperti
rasa penuh, mual, tidak enak pada perut, cepat kenyang, dan konstipasi.pada
beberapa perempuan dapat terjadi perdarahan abnormal vagina sekunder akibat
hiperplasia endometrium bila tumor menghasilkan estrogen, beberapa tumor
menghasilkan testosteron dan menyebabkan virilisasi. Gejala-gejala keadaan
akut pada abdomen dapat timbul mendadak bila terdapat perdarahan dalam

8
9

tumor, ruptur, atau torsi ovarium. Namun, tumor ovarium paling sering
terdeteksi selama pemeriksaan pelvis rutin.
Pada perempuan pramenopause, kebanyakan massa adneksa yang teraba
bukanlah keganasan tetapi merupakan kista korpus luteum atau folikular. Kista
fungsional ini akan hilang dalam satu sampai tiga siklus menstruasi. Namun
pada perempuan menarkhe atau pasca menopause, dengan massa berukuran
berapapun, disarankan untuk evaluasi lanjut secepatnya dan mungkin juga
eksplorasi bedah. Walaupun laparatomi adalaha prosedur primer yang
digunakan untuk menentukan diagnosis, cara-cara kurang invasif, )misal CT-
Scan, sonografi abdomen dan pelvis) sering dapat membantu menentukan
stadium dan luasnya penyebaran.
Lima persen dari seluruh neoplasma ovarium adalah tumor stroma gonad ; 2
% dari jumlah ini menjadi keganasan ovarium. WHO (World Health
Organization), mengklarifikasikan neoplasma ovarium ke dalam lima jenis
dengan subbagian yang multipel. Dari semua neoplasma ovarium, 25 % hingga
33 % tardiri dari kista dermoid ; 1 % kanker ovarium berkembang dari bagian
kista dermoid. Eksisi bedah adalah pengobatan primer untuk semua tumor
ovarium, dengan tindak lanjut yang sesuai, tumor apa pun dapat ditentukan bila
ganas.
6. Pemeriksaan Diagnostik Kanker Ovarium

Sebagian besar kanker ovarium bermula dari suatu kista. Oleh karena itu, apabila
pada seorang wanita ditemukan suatu kista ovarium harus dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah kista tersebut bersifat jinak
atau ganas (kanker ovarium). Pemeriksaan diagnostik menurut Brunner (2015),
sebagai berikut:
a. Ultrasonografi transvagina dan pemeriksaan antigen CA-125 sangat
bermanfaat untuk wanita yang beresiko tinggi

9
10

b. Pemeriksaan praoperasi dapat mencakup enema barium atau kolonoskopi,


serangkaian pemeriksaan GI atas, MRI, foto ronsen dada, urografi IV, dan
pemindaian CT.Scan
7. Penatalaksanaan Kanker Ovarium

Menurut Reeder, dkk (2013), asuhan keperawatan terdiri atas pendidikan


kesehatan, dukungan fisik dan emosi selama prosedur tindakan, dan dukungan
emosi untuk mengatasi kecemasan dan ketakutan. Selama hospitalisasi, perawat
melakukan pemantauan fisiologis dan prosedur teknis, serta memberikan
tindakan kenyamanan. Perawat memberikan dukungan untuk membantu
keluarga berkoping dan menyesuaikan diri, memberi kesempatan untuk
menceritakan dan mengatasi rasa takut, serta membantu mengoordinasikan
sumber dukungan bagi keluarga dan proses pemulihan. Selama memberi
perawatan, perawat membantu klien dan keluarga untuk mengklarifikasi nilai
dan dukungan spritual serta menemukan kekuatan pribadi untuk digunakan
sebagai koping. Wanita dan keluarga diharapkan mampu melalui fase berduka
dan kehilangan saat menghadapi penyakit yang mengancam jiwa. Apabila
pasien menderita penyakit terminal, alternatif asuhan, seperti hospice care,
perawatan di rumah, dan fasilitas asuhan multilevel yang dapat mendukung
kualitas kehidupan dan kematian yang damai mulai digali. Alternatif ini
meningkatkan fungsi selama mungkin, meredakan nyeri, mendorong interaksi
dengan orang yang dcintai, dan memberikan dukungan emosional dan spritual.
B. Konsep Teori Nyeri
1. Definisi Nyeri

Nyeri merupaakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan,


bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal
skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Trihastutik, 2017).
Menurut Smeltzer & Bare (2015), definisi keperawatan tentang nyeri adalah
apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya,

10
11

yang ada kapanpun individu mengatakannya.


2. Fisiologi Nyeri

Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.


Reseptor nyeri tersebar pada kulit dan mukosa dimana reseptor nyeri
memberikan respon jika adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut
dapat berupa zat kimia seperti histamine, bradikinin, prostaglandin dan
macam-macam asam yang terlepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan
akibat kekurangan oksigen. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik,
atau mekanis (Smeltzer & Bare, 2015).
3. Jenis Nyeri

Secara umum nyeri dibagi menjadi dua yaitu :


a. Nyeri Akut

Nyeri Akut merupakan nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga
kurang dari 6 bulan biasanya dengan awitan tiba-tiba dan umumnya
berkaitan dengan cidera fisik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan
atau cidera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada
penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya
penyembuhan. Nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan
biasanya kurang dari satu bulan. Salah satu nyeri akut yang terjadi adalah
nyeri pasca pembedahan (Trihastutik, 2017).
b. Nyeri Kronik

Nyeri kronik merupakan nyeri konstan atau intermitern yang menetap


sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitakan dengan
penyebab atau cidera fisik. Nyeri kronis dapat tidak memiliki awitan yang
ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri
ini sering tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan
pada penyebabnya Trihastutik, 2017).

11
12

4. Pengkajian Nyeri
a. Skala Deskriptif Verbal (VDS)

Skala deskriptif verbal (VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga
sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama di
sepanjang garis. Pendeskripsian ini dirangking dari “tidak nyeri” sampai
“nyeri tidak tertahankan”. Perawat menunjukan klien skala tersebut dan
meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan (Potter
& Perry, 2005).
b. Skala Penilaian Numerik (NRS)

Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scale, NRS) lebih digunakan


sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien menilai
nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat
mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi (Andarmoyo,
2013).

Gambar 1.1 Skala Penilaian Intensitas Nyeri Numerik

c. Skala Analogi Visual (VAS)

VAS adalah suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada ujungnya. Skala ini
memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri
(Potter & Perry, 2005).
d. Skala Nyeri Wajah

Skala wajah terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan
wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara
bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah yang sangat sedih

12
13

sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat) (Potter & Perry,
2005).

5. Faktor yang mempegaruhi nyeri

a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Kebudayaan
d. Perhatian
e. Ansietas
f. Kelemahan
g. Pengalaman sebelumnya
h. Gaya koping
i. Dukungan keluarga dan sosial
j. Makna nyeri

C. Konsep Teori Semi Fowler dan Lateral Kanan


1. Pengertian Semi Fowler

Menurut Kusumawati, 2017 posisi semi fowler adalah posisi dimana kepala dan
tubuh dinaikkan dengan derajat kemiringan 45° , yaitu dengan menggunakan
gaya gravitasi untuk membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan
dari abdomen ke diafragma. Posisi semi fowler membuat oksigen didalam paru-
paru semakin meningkat sehingga memperingan kesukaran nafas. Posisi ini
akan mengurangi kerusakan membran alveolus akibat tertimbunnya cairan. Hal
tersebut dipengaruhi oleh gaya grafitasi sehingga oksigen delivery menjadi
optimal. Sesak nafas akan berkurang, dan akhirnya proses perbaikan kondisi
klien lebih cepat.
2. Pengertian Lateral Kanan

Sinonim dari posisi lateral termasuk lateral dependent position, lateral


decubitus position, lateral recumbent position, lateral tilt, lateral rotation dan

13
14

side lying. Posisi lateral kanan dideskripsikan sebagai posisi berbaring miring ke
kanan dengan bantal yang ditempatkan secara strategis sepanjang punggung
pasien, dan mungkin bokong, dan bantal ditempatkan di antara tekukan kaki
pasien untuk mencegah adduksi dan rotasi pinggul internal. Pasien miring ke
sisi kanan tetapi tingkat rotasi dari bidang horizontal dapat bervariasi dalam
praktek klinis. Rotasi mungkin antara 30 sampai 60 derajat, bahkan sampai 90
derajat. Kepala tempat tidur dapat juga diangkat/ ditinggikan saat pasien berada
pada posisi lateral (Hewitt, Bucknall, & Faraone, 2016).
3. Mekanisme kerja Kombinasi Posisi Tidur Semi Fowler, Lateral Kanan terhadap
Peningkatan Respiratory Rate

Penggunaan posisi semi fowler yaitu dengan menggunakan gaya gravitasi untuk
membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari visceral-visceral
abdomen pada diafragma sehingga diafragma dapat terangkat dan paru akan
berkembang secara maksimal dan volume tidal paru akan terpenuhi. Dengan
terpenuhinya volume tidal paru maka sesak nafas dan penurunan saturasi
oksigen pasien akan berkurang. Pemberian posisi lateral kanan dapat
mengurangi beban kerja jantung pada dan status hemodinamik (denyut jantung,
laju pernafasan, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, saturasi oksigen
dan tekanan arteri rata-rata) dapat dipertahankan (Muti, 2020).
4. Prosedur Terapi

Memposisikan pasien semi fowler dengan kombinasi lateral kanan, apabila


terjadi perubahan hemodinamik secara drastis yaitu peningkatan laju pernafasan,
tekanan darah, denyut jantung dan penurunan saturasi oksigen dalam 5 menit
pertama maka pasien akan dikembalikan pada posisi yang semula. Mengukur
kembali status hemodinamik pasien setelah 15 menit pada dengan pemberian
posisi semi fowler dengan kombinasi lateral kanan.

D. Relaksasi Genggam Jari


1. Definisi

14
15

Relaksasi genggam jari yang juga disebut sebagai finger hold adalah sebuah
teknik relaksasi yang digunakan untuk meredakan atau mengurangi intensitas
nyeri pasca pembedahan (Pinandita, Purwanti & Utoyo, 2012).
2. Tujuan

Terapi relaksasi genggam jari sebagai pendamping terapi farmakologi yang


bertujuan untuk meningkatkan efek analgesik sebagai terapi pereda nyeri post
operasi. Dilakukan saat nyeri tidak dirasakan pasien. Terapi relaksasi bukan
sebagai pengganti obat-obatan tetapi diperlukan untuk mempersingkat episode
nyeri yang berlangsung beberapa menit atau detik. Kombinasi teknik ini dengan
obat-obatan yang dilakukan secara simultan merupakan cara yang efektif untuk
menghilangkan nyeri (Smeltzer, 2001).
3. Teknik Relaksasi Genggam Jari

Teknik ini dilakukan pada pasien post operasi laparatomi pada hari pertama,
sekitar 7-8 jam setelah pemberian analgesik, pasien dalam keadaan sadar dan
kooperatif saat akan dilakukan tindakan. Lakukan pengkajian nyeri terlebih
dahulu sebelum melakukan tindakan. Langkah prosedurnya adalah sebagai
berikut:
a. Jelaskan tindakan dan tujuan dari tindakan yang akan dilakukan pada pasien
serta menanyakan kesediaannya.
b. Posisikan pasien dengan berbaring lurus di temapat tidur, minta pasien untuk
mengatur nafas dan merilekskan semua otot.
c. Perawat duduk berada di samping pasien, relaksasi dimulai dengan
menggenggam ibu jari pasien dengan tekanan lembut, genggam hingga nadi
pasien terasa berdenyut.
d. Pasien diminta untuk mengatur nafas dengan hitungan teratur.
e. Genggam ibu jari selama kurang lebih 3-5 menit dengan bernapas secara
teratur, untuk kemudian seterusnya satu persatu beralih ke jari selanjutnya
dengan rentang waktu yang sama.
f. Setelah kurang lebih 15 menit, alihkan tindakan untuk tangan yang lain.

15
16

g. Session selesai dengan menanyakan kembali bagaimana tingkat intensitas


nyeri yang dirasakan pasien setelah dilakukan tindakan.
h. Rapikan pasien dan tempat kembali.
4. Mekanisme Relaksasi Genggam Jari Dalam Menurunkan Nyeri

Jenis relaksasi ini sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh siapapun yang
berhubungan dengan jari tangan serta aliran energi di dalam tubuh kita. Apabila
individu mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus untuk rileks, kemudian
akan muncul respons relaksasi (Potter & Perry, 2005). Mekanisme relaksasi
genggam jari dijelaskan melalui teori gatecontrol yang menyatakan bahwa
stimulasi kutaneous mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang
lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui
serabut C dan delta-A yang berdiameter lebih kecil. Proses ini terjadi dalam
kornu dorsalis medula spinalis yang dianggap sebagai tempat memproses nyeri.
Sel-sel inhibitori dalam kornu dorsalis medula spinalis mengandung enkefalin
yang menghambat transmisi nyeri, gerbang sinaps menutup transmisi impuls
nyeri sehingga bila tidak ada informasi nyeri yang disampaikan melalui saraf
asenden menuju otak, maka tidak ada nyeri yang dirasakan (Pinandita, Purwanti
& Utoyo, 2012).

Gambar Finger Hold Relaxation

16
17

17
BAB 3
HASIL

Tanggal Pengkajian : Senin, 22 Maret 2021


Jam : 15.00 WIB

A. IDENTITAS

1. Nama Pasien : Ny. M Nama Suami : Tn. S


2. Umur : 51 Tahun Umur : 43 Tahun
3. Suku/Bangsa : Jawa Suku/Bangsa : Jawa
4. Agama : Islam Pendidikan : SMA
5. Pendidikan : SD Pekerjaan : Swasta
6. Pekerjaan : Petani Alamat : Jepara
7. Alamat : Jepara
8. Status Perkawinan : Menikah

B. STATUS KESEHATAN SAAT INI

1. Alasan kunjungan ke Rumah Sakit : Pasien mengatakan perut membesar sejak


Februari 202, perut dirasakan semakin lama semakin membesar. Pasien mengeluh
perut terasa membesar disertai mual dan muntah tiap makan dan minum. Pasien
mengeluh lemas, lemas tidak membaik dengan istirahat, pasien mengeluh sesak napas.

2. Keluhan Utama saat ini : Pasien mengatakan sesak nafas

3. Keluhan Tambahan : Pasien mengatakan juga merasakan nyeri di bagian perut,


pasien mengatakan mual, muntah 2 kali, pasien mengatakan cairan muntah berwarna
kuning dan terasa pahit.

4. Pengkajian nyeri
a. P (Palliative) : Massa ovarium
b. Q (Quality) : Seperti diremas
c. R (Radiates) : Pasien mengaakan nyeri pada perut
d. S (Severety) : 5
e. T (Time) : nyeri muncul secara bertahap

5. Timbulnya keluhan : ( √) bertahap

6. Faktor yang memperberat : Tidak ada

18
19

7. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi : dengan berdzikir

8. Diagnosa Medik : Malignan Neoplasm of Ovary

C. RIWAYAT KEPERAWATAN

1. Riwayat Obstetri
a. Riwayat menstruasi :
1) Menarche : Usia 14 tahun
2) Banyaknya : Normal
3) HPHT : Pasien tidak dalam keadaan hamil
4) Siklus : 30 hari
5) Monopause : Usia 45 tahun

b. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu : P4 A0

2. Riwayat Keluarga Berecana


a. Melakukan KB : ya
b. Bila ya, jenis Kontrasepsi apa yang digunakan : Pil
c. Sejak kapan menggunakan kontrasepsi : sejak 30 tahun yang lalu
d. Masalah yang terjadi : tidak ada

3. Riwayat Kesehatan
a. Penyakit yang pernah dialami ibu : Pasien mengatakan hanya mengalami demam
atau flu biasa, belum pernah menderita penyakit yang serius sebelumnya, pasien
pernah terjatuh 1 bulan yang lalu, tangan kanan sulit digerakkan, pasien berobat
ketukang pijat tetapi tidak ada perubahan.
b. Pengobatan yang didapatkan : Pasien mengatakan ketika demam dan flu hanya
membeli obat di warung, untuk tangan kanan yang sulit digerakkan setelah jatuh,
pasien mengatakan pergi ke tukang pijat.
c. Riwayat penyakit keluarga : Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang
mempunyai penyakit degeneratif ataupun penyakit yang serupa dengannya.

4. Riwayat Lingkungan
a. Kebersihan : Cukup bersih
b. Bahaya : Tidak ada

5. Aspek Psikososial
a. Presepsi ibu tentang keluhan/ penyakit : Pasien mengatakan yakin bahwa ia bisa
sembuh seperti sediakala
b. Aspek keadaan ini menimbulkan perubahan terhadap kehidupa sehari hari, bila
ya bagaimana : Pasien mengatakan selama dirawat di Rumah Sakit, tidak bisa

19
20

melakukan tugas sebagai istri di rumah nya


c. Harapan yang ibu inginkan : Pasien mengatakan ingin cepat sembuh
d. Siapa orang yang terpenting bagi ibu : Suami dan anak-anaknya
e. Sikap anggota keluarga terhadap keadaan saat ini : Pasien mengatakan keluarga
mendukung dan selalu memberikan semangat kepadanya
6. Kebutuhan Dasar Khusus
a. Pola Nutrisi
1) Frekuensi Makan : 3 x/hari
2) Nafsu makan : baik
3) Jenis makanan rumah : Nasi, lauk pauk seperti tempe, telur, tahu, pindang,
ayam
4) Makanan yang tidak disukai/alergi/pantangan : Tidak ada

b. Pola Eliminasi
1) BAK
a) Frekuensi : 6-8 x/hari
b) Warna : Kuning jernih
c) Keluhan saat BAK : Tidak ada

2) BAB
a) Frekuensi : 2 x sehari
b) Warna : kuning
c) Bau : khas
d) Konsistensi : Lunak
e) Keluhan : Pasien mengeluh diare

3) Pola Personal Hygiene


1) Mandi
a) Frekuensi : 1 x/hari
b) Sabun : Ya

2) Oral Hygiene
a) Frekuensi : 2 x/hari
b) Waktu : Pagi dan sore

3) Cuci rambut
a) Frekuensi : 3 hari sekali
b) Shampo :Ya

4) Pola Istirahat dan Tidur


a) Lama tidur : 6 jam/hari
b) Kebiasaan sebelum tidur : Tidak ada

20
21

c) Keluhan : Tidak ada

5) Pola Aktivitas dan Latihan


a) Kegiatan dalam pekerjaan : Bertani
b) Waktu bekerja : Pagi
c) Olahraga
Jenis : Pasien mengatakan jarang melakukan olahraga
d) Kegiatan waktu luang : istirahat, menonton televisi
e) Keluhan dalam aktivitas : Pasien mengatakan saat ini keluhan saat
beraktifitas yaitu nyeri dan sesak nafas

6) Pola Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan


a) Merokok : Tidak pernah
b) Minuman keras : Tidak pernah
c) Ketergantungan obat : Tidak ada

7) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum : Lemah, kesadaran kompos mentis, pasien tampak
meringis, pasien terpasang O2 3 liter, pasien tampak lemas, suara lirih,
pasien tampak hanya berbaring ditempat tidur, aktivitas di bantu oleh
keluarga.
b) Tekanan darah : 110/70 mmHg
c) Pernapasan : 24 x/mnt
d) Nadi : 100 x/mnt
e) Suhu : 36,8 °C
f) SpO2 : 98%

g) Kepala
Bentuk : Mesochepal, tidak ada nyeri tekan, tidak ada masa atau benjolan,
kulit kepala bersih
Keluhan : Tidak ada

h) Mata
Kongjungtiva : anemis
Sclera : Tidak ikterik
Pupil : Isokor

i) Hidung
Reaksi alergi : Tidak ada

j) Mulut dan Tenggorokan


Gigi : Bersih
Kesulitan menelan : Tidak ada

k) Pernapasan
21
22

Jalan napas : Bersih


Suara napas : Vesikular
Menggunkan otot – otot pernapasan : Ya

l) Sirkulasi jantung
Irama : Reguler
Kelainan bunyi jantung : Tidak ada
Sakit dada : Tidak ada

m) Abdomen
Bentuk : cembung, supel, permukaan rata
Bising usus : 10 x/ menit
Lien : teraba shuffner VI
Hepar : teraba 8 cm bac

n) Genitourinary
Perineum : Utuh
Vesika urinaria : Tidak ada penekanan

o) Ekstremitas (Integumen / Muskoloskeletal)


Turgor kulit : Baik
Warna kulit : sawo matang
Kontraktur pada persendian ekstremitas : Tidak ada
Kesulitan dalam pergerakan : Pasien mengatakan masih sulit bergerak

D. DATA PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium :
Lab tanggal 18/03/2021 :
Hemoglobin : 8,2 mg/dL
Leukosit : 3.000 mg/dL
Trombosit : 421.000
GDS : 93
Albumin : 3,47
Ureum :6
Kreatinin :0,078
HbsAg : Negatif

Lab pungsi asites tanggal 22 Februari 2021 :


Tidak ada sel ganas

Thoraks 18/03/2021
 Cardiomegaly (LV)
 Elongatio aorta

22
23

 Gambaran bronkopneumonia
 Efusi pleura kanan

USG Abdomen (13/02/2021)


 Massa solid inhomogen bentuk oval di regio flank dextra, menempel pada pole
atas ginjal dekstra (6,2 x 6,6 cm)
 Lesi kistik oval pada cavum pelvis sinistra (2,8 x 3,1 cm) curigaberasal dari
ovarium
 Nodul pada uterus, suspek myoma
 Ascites
 Mild hidronefrosis dekstra
 Hepatomegaly, fatty liver grade 2-3
 Sonografi GB dan pankreas dalam batas normal

USG Ginekologi
 Uterus ukuran 11,19 x 7,21 x 9,31 cm, tampak gambaran whorl like patterm
ukuran 4,85 x 4,91 x 5,86 cm. ring of fire (+)
 Tak tampak massa adnexa
 Asites (+)

2. Terapi yang didapat : 22/03/2021


Inf RL 20 TPM
O2 nasal kanul 3 liter
Inj. Ranitidine 50 mg./12 jam IV
Inj. Metoclopramide 10 mg/8jam IV
KSR 600mg/8 jam
UDCA 250 mg/8 jam
Usaha PRC 1 kolf dengan premed 1 amp difenhidramin
Cek DR Post tranfusi

Semarang, 17 Maret 2021


Mahasiswa

(Sonia Arafiah Ekmal Putri)


NIM: P1337420920016

23
24

II. RUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN


A. Daftar Masalah
NO Tanggal / jam Data fokus Etiologi Masalah Keperawatan

1. 22 Maret 2021 DS : Massa dan asites mendesak Pola nafas tidak efektif
15.30 WIB  Pasien mengatakan sesak nafas ke paru-paru dan hati

Beban paru-paru menurun
DO: ↓
 pasien terpasang O2 3 liter Gangguan ventilasi
 pasien terpasang O2 3 liter ↓
 Pasien tampak menggunakan otot bantu Pola nafas tidak efektif
pernafasan
 Tekanan darah : 110/70 mmHg
 Pernapasan : 24 x/mnt
 Nadi : 100 x/mnt
 Suhu : 36,8 °C
 SpO2 : 98%

24
25

2. 22 Maret 2021 DS : Penekanan saraf-saraf Nyeri akut


15.50 WIB  Pasien mengatakan nyeri dibagian perut ovarium oleh sel-sel kanker

DO : Menekan pleksus lumbal
pasien tampak meringis, pasien tampak lemas, suara lirih, ↓
pasien tampak hanya berbaring ditempat tidur. Skala Menstimulus mediator nyeri
nyeri 5 ↓
Hipotalamus

Nyeri akut

III.

25
26

III. PERENCANAAN
Tanggal / No Diagnosa SLKI SIKI TTD
Jam Keperawatan perawat
23 Maret 2021 1. Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan intervensi a. Pengaturan posisi (I.01019)
11.45 WIB gangguan ventilasi d.d Pasien Observasi
mengatakan sesak nafas, pasien selama 3x24 jam, pasien 1) Monitor status Oksigenasi
terpasang O2 3 liter , pasien melaporkan pola nafas membaik sebelum dan sesudah
terpasang O2 3 liter, Pasien mengubah posisi
dengan kriteria hasil: frekuensi nafas
tampak menggunakan otot
bantu pernafasan, Tekanan membaik dengan skor (5), kedalaman Terapeutik
darah : 110/70 mmHg, nafas membaik dengan skor (5),
1) Atur posisi untuk mengurangi
Pernapasan : 24 x/mnt, Nadi : sesak (misal. Posisi fowler/semi
100 x/mnt, Suhu : 36,8 °C, penggunaan otot bantu nafas fowler) tinggikan tempat tidur
SpO2 : 98% menurun dengan skor (5) bagian kepala
2) Hindari menempatkan pada
posisi yang dapat meningkatkan
(D.0005) nyeri
3) Ubah posisi setiap 2 jam
Edukasi
1) Infomasikan saat akan
melakukan perubahan posisi
2) Ajarkan cara menggunakan
postur yang baik dan mekanika
tubuh yang baik selama
melakukan perubahan posisi
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
premedikasi sebelum mengubah
posisi jika perlu

26
27

b. Terpi Oksigen (I.01026)


Observasi
1) Monitor kecepatan aliran O2
2) Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan O2

Terapeutik
1) Pertahankan kepatenan jalan
nafas
2) Siapkan dan atur peralatan
pemberian O2
3) Berikan O2 tambahan, jika
perlu

Edukasi
1) Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan O2 di rumah

Kolaborasi
1) Kolaborasi penentuan dosis O2

23 Maret 2021 2. Nyeri akut b.d agen pencedera Setelah dilakukan intervensi a. Manajemen nyeri (I.08238)
14.05 WIB fisiologis d.d Pasien Observasi
selama 3x24 jam, pasien 1) Identifikasi lokasi, durasi,
mengatakan nyeri dibagian
perut, pasien tampak melaporkan nyeri terkontrol frekuensi, kualitas, intensitas
meringis, pasien tampak nyeri
dengan kriteria hasil: 2) Identifikasi respon nyeri non
lemas, suara lirih, pasien
tampak hanya berbaring Keluhan nyeri: Cukup menurun (4) verbal
ditempat tidur. sampai dengan menurun (5).
Terapeutik
Meringis: Cukup menurun (4)

27
28

sampai dengan menurun (5). 1) Berikan teknik


(D.0077) nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis. Terapi
finger hold)
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu, ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
6) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

28
29

IV. IMPLEMENTASI
Tgl/ Jam Kode Dx. Tindakan Respon pasien
22 Maret 2021 Melakukan pengkajian secara komprehensif Informasi didapatkan dari klien, keluarga
(D.0005)
15.00 WIB klien dan rekam medis
(D.0077)

23 Maret 2021 (D.0005) Melakukan pengecekan TTV, Memonitor status S : Pasien mengatakan masih merasa sesak
Oksigenasi sebelum mengubah posisi
13.40 WIB (D.0077) O:
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/i
Pernafasan 24x/i
SpO2 : 98%

23 Maret 2021 (D.0005) Memberikan kombinasi posisi semi fowler dan lateral S: Pasien mengatakan mampu melakukan
13.45 WIB kanan kombinasi posisi semi fowler dan lateral
kanan

O : Pasien diposisikan kombinasi posisi semi


fowler dan lateral kanan selama 15 menit

29
30

23 Maret 2021 (D.0005) Memonitor status Oksigenasi sesudah mengubah posisi S: Pasien mengatakan masih merasa sesak,
14.00 WIB namun sedikit berkurang
O : pasien terpasang nasal kanul 3 liter
Pernafasan 22x/i
SpO2 : 98%
Pasien mendapatkan terapi :
Inj. Ranitidine 50mg/12 jam
Inj. Metoclopamide 10 mg/8 jam
Inj. Levo 750mg/24 jam
KSR 600mg/8 jam
UDCA 250mg/8 jam
Nebul combivent : pulmicord/8 jam
23 Maret 2021 (D.0077) - Menganjurkan mengambil posisi yang nyaman S : Pasien mengatakan nyaman dengan
14.05 WIB posisi semifowler

O : - pasien tampak rileks dan tenang


23 Maret 2021 - Menjelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang S : Pasien mengatakan memahami yang
14.10 akan dilakukan dijelaskan oleh perawat mengenai relaksasi
yang dilakukan
O : Pasien Kooperatif mendengarkan
23 Maret 2021 - Memberikan teknik nonfarmakologis untuk S : Pasien mengatakan nyaman dan nyeri

30
31

14.15 mengurangi nyeri sedikit berkurang


- Menggunakan terapi finger hold sebagai strategi O : Skala nyeri 4
penunjang dengan analgetik atau tindakan medis
lain
Melakukan pengecekan TTV, Memonitor status
Oksigenasi sebelum mengubah posisi

24 Maret 2021 (D.0005) S : Pasien mengatakan sesak


13.40 WIB O : pasien terpasang Nasal kanul 3
Liter/menit,. Hasil foto thorax (22/03/2021)
gambaran Bronchopnemonia, efusi pleura
kanan bertambah
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/i
Pernafasan 26x/i
SpO2 : 98%

24 Maret 2021 (D.0005) Memberikan kombinasi posisi semi fowler dan lateral O : Pasien diposisikan kombinasi posisi semi
13.45 WIB kanan fowler dan lateral kanan selama 15 menit
24 Maret 2021 (D.0005) Memonitor status Oksigenasi sesudah mengubah posisi S: Pasien mengatakan sesak nafas berkurang
14.00 WIB O:
Pernafasan 24x/i

31
32

SpO2 : 97%
Pasien terpasang O2 nasal kanul 3 liter,
SGOT 63, SGPT 10, Billiribin total 1,58.
Bilirubin direk 0,68, nillirubin in direc 0,9,
total protein 5,5, albumin 3,7

Pasien mendapatkan terapi :


Inj. Ranitidine 50mg/12 jam
Inj. Metoclopamide 10 mg/8 jam
Inj. Levo 750mg/24 jam
KSR 600mg/8 jam
UDCA 250mg/8 jam
Nebul combivent : pulmicord/8 jam

24 Maret 2021 - Menganjurkan mengambil posisi yang nyaman S : Pasien mengatakan nyaman dengan
(D.0077)
14.05 WIB posisi semifowler

O : - pasien tampak rileks dan tenang


24 Maret 2021 - Menjelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang S : Pasien mengatakan memahami yang
14.10 akan dilakukan dijelaskan oleh perawat mengenai relaksasi

32
33

yang dilakukan
O : Pasien Kooperatif mendengarkan
24 Maret 2021 - Memberikan teknik nonfarmakologis untuk S : Pasien mengatakan nyaman dan nyeri
14.20 WIB mengurangi nyeri sedikit berkurang
- Menggunakan terapi finger hold sebagai strategi O : Skala nyeri 3
penunjang dengan analgetik atau tindakan medis
lain
25 Maret 2021 (D.0005) Melakukan pengecekan TTV, Memonitor status S : Pasien mengatakan masih merasa sesak
13.40 WIB (D.0077) Oksigenasi sebelum mengubah posisi O:
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 88 x/i
Pernafasan 24x/i
SpO2 : 99%

Pasien terpasang O2 nasal kanul 3 liter


25 Maret 2021 (D.0005) Memberikan kombinasi posisi semi fowler dan lateral O : Pasien diposisikan kombinasi posisi semi
13.45 WIB kanan fowler dan lateral kanan selama 15 menit
25 Maret 2021 (D.0005) Memonitor status Oksigenasi sesudah mengubah posisi S: Pasien mengatakan sesak sedikit
14.00 WIB berkurang
O:
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 112x/i

33
34

Pernafasan 22x/i
SpO2 : 99%

Pasien terpasang O2 Nasal Kanul 3 liter


Pasien mendapatkan terapi :
Inj. Ranitidine 50mg/12 jam
Inj. Metoclopamide 10 mg/8 jam
Inj. Levo 750mg/24 jam
KSR 600mg/8 jam
UDCA 250mg/8 jam
Nebul combivent : pulmicord/8 jam
New diatab 3 x 2 tab (jika diare)

Hasil pemeriksaan MSCT :


Efusi pleura disertai compression atelectasis
segmen 8,9,10 paru kanan

Hasil thorax PA : 22/03/32032


Konferensi jantung relatif sama
(Cardiomegaly LV)

34
35

25 Maret 2021 - Menganjurkan mengambil posisi yang nyaman S : Pasien mengatakan nyaman dengan
(D.0077)
14.05 WIB posisi semifowler

O : - pasien tampak rileks dan tenang


25 Maret 2021 - Menjelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang S : Pasien mengatakan memahami yang
14.10 WIB akan dilakukan dijelaskan oleh perawat mengenai relaksasi
yang dilakukan
O : Pasien Kooperatif mendengarkan
25 Maret 2021 - Memberikan teknik nonfarmakologis untuk S : Pasien mengatakan nyaman dan nyeri
14.20 WIB mengurangi nyeri sedikit berkurang
- Menggunakan terapi finger hold sebagai strategi O : Skala nyeri 3
penunjang dengan analgetik atau tindakan medis
lain
V.

35
36

VI. CATATAN PERKEMBANGAN DAN EVALUASI


KODE
TGL/ JAM SOAP TTD
DX.
26 Maret 2021 (D.0005 S : Pasien mengatakan sesak nafas berkurang, namun terasa sesak sekali saat duduk,
14.00 )
paisen mengatakan perut masih terasa sakit
(D.0077
O: Pasien tampak terpasang oksigen nasal kanul 3 liter, pasien tampak meringis
)
TD : 125/86 mmHg
Nadi : 112x/menit
RR : 22x/i
T : 36,3
SpO2 : 99%
Skala nyeri 3
A : Gangguan pola nafas, Nyeri akut
P : Intervensi kombinasi posisi tidur semi fowler dan lateral kanan, terapi finger hold
dilanjutkan secara mandiri

36
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisa Kasus

Klien engan inisial Ny. M (51 tahun), pendidikan terakhir SD, bertempat
tinggal di Jepara, Jawa Tengah. Pasien dengan diagnosa medis Malignan
Neoplasm of Ovary. Klien mengatakan bahwa mengalami nyeri dibagian perut
secara bertahap. Klien tidak memiliki penyakit menurun dan menular.
Pengkajian nyeri dengan PQRST didapatkan hasil :

P: massa ovarium
Q: seperti diremas
R : di bagian perut
S: 5
T: nyeri muncul secara bertahap
Ny. M juga mengatakan sesak nafas, pasien terpasang O2 3 liter, pasien
terpasang O2 3 liter, Pasien tampak menggunakan otot bantu pernafasan,
Tekanan darah : 110/70 mmHg, Pernapasan : 24 x/mnt, Nadi : 100 x/mnt, Suhu :
36,8 °C, SpO2 : 98%, pasien tampak lemas, suara lirih, pasien tampak hanya
berbaring ditempat tidur.
Berdasarkan hasil pengkajian yang sudah dilakukan pada Ny. M, maka
ditegakkan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisiologis dan Pola nafas tidak efektif b.d gangguan ventilasi d.d
Pasien mengatakan sesak nafas, pasien terpasang O2 3 liter , pasien terpasang
O2 3 liter, Pasien tampak menggunakan otot bantu pernafasan, Tekanan darah :
110/70 mmHg, Pernapasan : 24 x/mnt, Nadi : 100 x/mnt, Suhu : 36,8 °C, SpO2 :
98%..

B. Analisa Intervensi Keperawatan

Penerapan genggam jari (finger hold) ini dapat menurunkan intensitas


nyeri yang dialami oleh klien. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ahmad Azwad (2020) menyatakan bahwa teknik relaksasi Finger Hold
melibatkan genggaman jari dan pengaturan nafas dapat menurunkan skala nyeri

37
sebesar 4,47 dari 6,63 menjadi 2,16. Hal ini dapat terjadi karena seluruh anggota
tubuh teraliri energi, dimana pada genggaman jari ini aliran energi dipersepsikan
sebagai stimulus untuk rileks. Stimulus ini yang mengaktifkan transmisi serabut
saraf A-beta lebih besar dan lebih cepat, menurunkan transmisi nyeri melalui
serabut C dan delta-A yang berdiameter lebih kecil, proses ini dapat
menghambat stimulus nyeri. Apabila tidak ada informasi nyeri yang
disampaikan ke otak, maka tidak ada nyeri yang dirasakan. Selain itu,
pengaturan nafas yang dilakukan melalui genggaman jari menyebabkan
ketegangan serta kecemasan pasien dapat dikontrol, pasien akan merasa rileks
dan santai serta dapat meningkatkan kenyamanan pasien, sehingga intensitas
nyeri dapat menurun. Perlakuan relaksasi genggam jari akan menghasilkan
impuls yang dikirim melalui serabut saraf aferen non-nosiseptor. Serabut saraf
non nosiseptormengakibatkan “pintu gerbang” tertutup sehingga stimulusnyeri
terhambat dan berkurHal ini juga sesuai dengan penelitian (Idris & Astarani,
2017) yang menyatakan bahwa Lansia yang mengalami gangguan nyeri sendi di
RW 1 dan 2 Kelurahan Bangsal Kota Kediri sebelum diberikan teknik relaksasi
genggam jari sebagian besar lansia mengalami nyeri sedang sebanyak 20 lansia
dan sesudah diberikan teknik relaksasi genggam jari lebih dari 50% mengalami
nyeri ringan 24 lansia. Sebelum diberikan perlakuan relaksasi genggam jari
didapatkan bahwa pasien mengalami nyeri ringan (skala 1- 3) sampai nyeri
sedang (skala 4 dan 5), kemudian setelah diberikan perlakuan terapi relaksasi
genggam jari dengan hasil skala nyeri ringan (skala 1– 3) sampai skala sedang
(skala 7 dan 8). Hal ini dapat terjadi karena terapi relaksasi genggam jari dapat
meningkatkan toleransi nyeri melalui beberapa mekanisme antara lain relaksasi
ini dapat menurunkan nyeri, menurunkan respons katekolamin, dan menurunkan
tegangan otot. Hasil tersebut dibuktikan beberapa lansia dengan nyeri sendi
setelah diberikan terapi relaksasi genggam jari mengatakan bahwa merasa lebih
nyaman, lebih tenang, dan nyeri dirasa berkurang. Hal tersebut tidak menutup
kemungkinan nyeri berkurangpun tidak hanya dipengaruhi oleh nonfarmakologi
atau intervensi yang diberikan tetapi juga dapat dipengaruhi oleh obat analgesik
yang diminum oleh lansia.
Penelitian lain yang menyatakan pengaruh genggam jari dapat
menurunkan intensitas nyeri adalah penelitian (Pratiwi et al., 2020) dimana
penelitian ini dilakukan pada pasien pasca menjalani operasi Open Reduction
Internal Fixation (ORIF). Didapatkan hasil setelah diberikan perlakuan genggam
jari pasien mengalami penurunan skala nyeri dari skala 6 menjadi skala 3. Hal
ini diakibatkan teknik relaksasi genggam jari dapat menurunkan ketegangan otot
dan ketidaknyamanan yang akan mengakibatkan tubuh menjadi rileks dan
nyaman. Sehingga menyebabkan adanya peningkatan kualitas tidur pada klien
yang berakibat pada peningkatan aliran energi yang terkunci (safety energy
locks) sehingga aliran menjadi lancar. Rangsangan yang diberikan pada setiap
gerakan akan mengalirkan semacam gelombang kejut atau listrik menuju otak.
Gelombang tersebut diterima otak dan diproses dengan cepat, sehingga
sumbatan di jalur energi menjadi lancar, maka tidak akan ada nyeri atau nyeri
menurun.
Selain mengurangi nyeri akibat adanya agen penyebab cedera fisik,
relaksasi genggam jari juga efektif dalam menurunkan instensitas nyeri pada
klien yang menjalani post operasi dengan sectio caesaria. Hal ini sesuai dengan
penelitian (Ma’rifah et al., 2018) dimana didapatkan hasil bahwa terjadi
penurunan skala nyeri sebesar 1,06 dari 4,67 menjadi 3,61. Hal ini dapat terjadi
karena, relaksasi teknik genggam jari memungkinkan pasien untuk mengontrol
dirinya sendiri ketika mereka merasa tidak nyaman atau sakit, stres fisik dan
emosi karena rasa sakit.Asites merupakan salah satu komplikasi dari kanker
ovarium. Asites adalah keadaan patologis berupa terkumpulnya cairan dalam
rongga peritoneal abdomen. Asites disebabkan oleh gabungan beberapa faktor
termasuk hipertensi portal, hipoalbuminemia, dan hiperaldosteronisme sekunder.
Manifestasi klinik dari asites adalah meningkatnya lingkar abdomen dan
penimbunan cairan yang yang sangat nyata dapat menyebabkan nafas pendek
karena diafragma meningkat (Price, 2012).
Posisi tidur pada individu yang sehat atau pada pasien dengan masalah
gangguan pola nafas memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan fisik dan
jantung. Secara khusus, lateralitas posisi tidur dan hubungannya dengan
penyakit telah diteliti dengan baik. Dengan pemberian posisi lateral kanan dapat
mengurangi beban kerja jantung dan status hemodinamik (denyut jantung, laju
pernafasan, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, saturasi oksigen dan
tekanan arteri rata-rata) dapat dipertahankan (Yesni,2019). Posisi tidur lateral
kanan memperbaiki cardiac output sehingga mengurangi sesak dan
memperbaiki kualitas tidur pasien. Posisi kepala yang ditinggikan akan
memperbaiki volume tidal karena tekana isi perut terhadap diafragma berkurang,
drainase atas paru lebih baik dan aliran balik vena ke jantung berkurang
sehingga mengurangi kerja jantung dan memperbaiki saturasi oksigen.
Penelitian ini didukung oleh penelitian Sulisetyawati (2015) bahwa ada
pengaruh sudut posisi tidur dengan kualitas tidur dan status kardiovaskuler.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Smeltzer & Bare (2015), definisi keperawatan tentang nyeri adalah
apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang
ada kapanpun individu mengatakannya. Salah satu bentuk keluhan utama pada klien
dengan kanker ovarium adalah nyeri. Nyeri merupakan suatu kondisi yang dapat
mengganggu activity daily living klien. Untuk membantu mengatasi hal tersebut,
terapi non farmakologi berupa finger hold efektif untuk menurunkan nyeri. Menurut
hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Azwad (2020) menyatakan bahwa
teknik relaksasi Finger Hold melibatkan genggaman jari dan pengaturan nafas dapat
menurunkan skala nyeri sebesar 4,47 dari 6,63 menjadi 2,16. Hal ini dapat terjadi
karena seluruh anggota tubuh teraliri energi, dimana pada genggaman jari ini aliran
energi dipersepsikan sebagai stimulus untuk rileks. Stimulus ini yang mengaktifkan
transmisi serabut saraf A-beta lebih besar dan lebih cepat, menurunkan transmisi
nyeri melalui serabut C dan delta-A yang berdiameter lebih kecil, proses ini dapat
menghambat stimulus nyeri. Apabila tidak ada informasi nyeri yang disampaikan ke
otak, maka tidak ada nyeri yang dirasakan. Hasil dari implementasi terapi finger
hold efektif untuk mengurangi nyeri pada klien dengan kanker ovarium.

B. Saran
1. Bagi Klien
Diharapkan terapi finger hold untuk mengurangi nyeri dapat dimanfaatkan oleh
klien dengan kanker ovarium mengingat teknik yang digunakan mudah, efektif
dan bisa dilakukan dimana saja.
2. Bagi Keperawatan
Diharapkan terapi finger hold untuk mengurangi nyeri pada pasien kanker
ovarium hendaknya dapat dijadikan terapi non farmakologi di ruangan.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih
banyak dan kriteria inklusi kanker ovarium dengan stadium tertentu.
Daftar Pustaka

Gajjar, K. et al. (2012). Symptoms and Risk Factors of Ovarian Cancer: A Survey in
Primary Care, ISRN Obstetrics and Gynecology, 2012.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Niederhuber, John E dkk. (2014). Abeloff's Clinical Oncology. Elsevier Saunders:
Philadelphia.
Azizah, N., & Wahyuningsih, W. (2020). Genggam Bola Untuk Mengatasi Hambatan
Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Nonhemoragik. Jurnal Manajemen Asuhan
Keperawatan, 4(1), 35–42. https://doi.org/10.33655/mak.v4i1.80
Idris, D. N. T., & Astarani, K. (2017). Terapi Relaksasi Genggam Jari Terhadap
Penurunan Nyeri Sendi pada Lansia. Jurnal Penelitian Keperawatan, 3.
Ma’rifah, A. R., Handayani, R. N., & Dewi, P. (2018). The Effectiveness of Fingerhold
Relaxation Technique and Spiritual Emosional Freedom Technique (Seft) to the
Pain Intensity Scale on Patients with Post Caesarean Section. JMCRH, 1(2).
Pratiwi, A., Susanti, E. T., & Astuti, W. T. (2020). Penerapan Teknik Relaksasi-
Genggam Jari Terhadap Skala Nyeri pada Sdr. D dengan Pas-ka Open Reduction
Internal Fixation (Orif). Jurnal Keperawatan Karya Bhakti, 6, 1–7.
Rahman, B., & Khalilati, N. (2018). Reducing Pain Score using Finger Hold Technique
on Patient with Mild Head Injury in Emergency Department (of) General Hospital
Brigadier H Hasan Basry Kandangan 2018. Journal of Nursing Practice, 2(2),
102–108.
Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar ruzz
Media.
Kozier E.B & Snyder. 2010. Fundamental Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.
Liana, E. (2008). Teknik Relaksasi: Genggam Jari untuk Keseimbangan Emosi.
http://www.pembelajar.com/teknik relaksasgenggam-jari untuk keseimbangan
emosi (Diakses 21 Oktober 2016).
Pinandita, I., E. Purwati, dan B. Utoyo. (2012). Pengaruh Tehnik Releksasi Genggam
Jari Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Laparatomi.
Jurnal.
Ramadina, S., Utami, S., & Jumaini. (2014). Efektifitas Teknik Relaksasi Genggam
Jari dan Nafas dalam Terhadap Penurunan Dismenore. Jurnal Online
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, 1(1), 1-8.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai