Pembimbing:
dr. Prasetyo Widhi Buwono, SpPD-KHOM, FINASIM
Oleh:
Abdul Rahman
41181396100018
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan
semesta alam atas segala hal yang telah diberikan baik berupa ilmu pengetahuan, kesehatan,
kesempatan, dan segala nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah presentasi
kasus ini dalam memenuhi tugas kepaniteraan klinik Geriatri Program Studi Profesi Dokter FK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam tidak lupa penulis kirimkan kepada Nabi
Muhammad SAW nabi rahmatan lil ‘alamin.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para staff pengajar dan
narasumber Kepaniteraan Klinik Geriatri. Makalah ini telah dibuat dengan sebaik-baiknya dan
penulis sangat terbuka dengan segala saran dan kritik dari pembaca. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi penulis yang sedang menjalani kepaniteraan klinik
Ilmu Geriatri.
Penulis
2
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ......................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................... 3
BAB I ILUSTRASI KASUS ........................................................................................... 4
BAB II PENGKAJIAN MASALAH ........................................................................... 27
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 75
3
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
No. Rekam Medik : 00012134
Nama : Tn. CH
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : Jakarta, 27 Juli 1955
Usia : 66 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kebon Mangga
Suku : Jawa
Pendidikan terakhir : Tamat SD
Status pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Jumlah anak :5
Jumlah cucu :9
Tanggal masuk RS : 10 Februari 2021
Tanggal pemeriksaan : 15 Februari 2021
A. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan anak pasien pada senin 15
Februari 2021 di bangsal lt.6 Gedung Teratai RSUP Fatmawati.
Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran sejak 1 hari SMRS.
4
Kelemahan terjadi secara mendadak saat pasien sedang istirahat duduk-duduk di
rumah. Keluhan mual dan muntah disangkal.
Sejak 4 bulan SMRS pasien sering mengeluh sesak, sesak terutama saat
beraktivitas. Sesak yang memberat sejak 1 minggu SMRS sampai membuat
pasien sulit untuk tidur. Sesak nafas dirasakan terus menerus dan mengganggu
aktifitas. Sesak nafas sekarang tidak berkurang dengan istirahat. Pasien
memerlukan 2-3 bantal ketika ingin tidur dan pasien sesekali terbangun karena
sesak. Sesak nafas disertai keluhan batuk tanpa suara napas mengi.
Batuk dirasakan terus menerus dan berdahak sejak 2 minggu yang
lalu. Dahak berwarna hijau kental. Pasien juga mengeluh dalam 1 minggu
terakhir mengalami demam hilang timbul. Riwayat TB Paru/ flek paru dan
pengobatan 6 bulan disangkal. Pasien juga mengeluh kaki bengkak sejak 1
minggu yang lalu. Pandangan semakin buram sejak 4 tahun lalu. Pandangan
seperti tertutup awan (+). Pasien belum pernah berobat ke dokter mata.
Pasien tidak mengeluhkan gangguan pada pendengarannya. Pasien masih
dapat menahan kencing dengan baik, buang air kecil 4-5x sehari, kencing warna
kekuningan dan tidak ada nyeri saat berkemih. Pasien buang air besar 1x sehari,
tinja warna kecoklatan, konsistensi lunak. Nafsu makan pasien cenderung
menurun, dan memilih makanan yang dia mau sehingga pasien hanya makan 2x
sehari. Semenjak sakit ini pasien hanya berbaring di kasur dan segala aktivitas
pasien harus dibantu (makan, mengganti pakaian, mandi).
5
Riwayat Kebiasaan dan Sosial :
Pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok sejak usia 20 tahun sampai
pasien berusi 50 tahun, dikatakan saat itu pasien merokok sekitar 1 bungkus
perhari. Pasien tidak ada kebiasaan meminum alkohol. Pasien senang makan
makanan berlemak dan bersantan. Konsumsi jamu-jamuan tidak ada.Pasien jarang
berolahraga, Aktivitas sehari-hari pasien dilakukan di rumah. Sebelum sakit
pasien masih mampu melakukan aktivitas di rumah secara mandiri , namun masih
sering berinteraksi dengan tetangga. Pasien sudah berkeluarga dan memiliki 4
orang anak. Istri pasien sudah meninggal dan saat ini pasien tinggal bersama salah
satu anaknya.
Analisis Keuangan
Pasien tidak memiliki penghasilan karena sudah lama tidak bekerja.
Keuangan pasien bergantung dari penghasilan anak dan menantunya. Anak pasien
bekerja sebagai karyawan swasta. Pasien merasa kehidupannya sudah cukup
terpenuhi.
Analisis Lingkungan
Pasien tinggal di lingkungan perumahan. Pasien saat ini tinggal dengan
anak ketiganya yang sudah memiliki istri. Dalam satu rumah terdapat lima orang.
Di rumah pasien terdapat satu lantai, 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi, dapur dan
ruang keluarga. Sirkulasi dan pencahayaan cukup dan terdapat jendela di setiap
kamar. Di kamar mandi tidak terdapat pegangan dan jambannya berbentuk leher
angsa untuk posisi duduk. Jarak kamar tidur dengan kamar mandi sejauh tiga
meter.
6
Genogram
Keterangan
: Laki-laki : Meninggal
: Perempuan
: Pasien
Anamnesis Sistem
Sistem Keluhan
7
tahun yang lalu.
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis kooperatif
Tanda Vital : 130/90 mmHg (TD saat masuk IGD 185/100 mmHg) :
Nadi : 120x/menit,,iregular, tegangan dan isi cukup
Suhu : 36,5oC
Pernafasan : 22 x/menit regular
TB : 160 cm
BB : 42 Kg
IMT : 16.5
Pemeriksaan
fisik Hasil pemeriksaan
8
Telinga Normotia, deformitas (-/-), liang telinga sempit (-/-),
sekret (-/-)
Mulut Oral hygiene cukup, gigi tanggal (+), atrofi papil lidah (-),
stomatitis angularis (-), oral trush (-), gigi palsu (-), faring
hiperemis (-), tonsil T1/T1, bibir dan lidah pucat (-)
Leher Trakea di tengah, tiroid tidak teraba, JVP 5+3 cmH20
pembesaran KGB (-)
Paru I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris statis &
dinamis, penggunaan otot bantuan nafas (-), pelebaran sela
iga (-), jejas (-)
P : pelebaran sela iga -/-, vokal fremitus sama pada lapang
paru dekstra dan sinistra +/+, ekspansi dada +/+
P : sonor
A : suara nafas vesikuler pada kedua paru, ronkhi +/+,
wheezing -/-
Jantung I : iktus cordis tampak di di ICS V- 2 jari lateral
LMCS
P : iktus cordis teraba di ICS V- 2 jari lateral LMCS,
thrill (+) di ICS 4 LPS sinistra
P : batas jantung kanan ICS V PSL dextra, batas
jantung kiri ICS V 2 jari lateral LMCL sinistra, dan
pinggang jantung normal
A: BJ 1-2 ireguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen I : Datar, tidak tampak buncit, spider nevi (-)
A : Bising usus + normal
P : Supel, nyeri tekan epigastritum (-), hepar dan lien tidak
teraba, balotement -/-, nyeri tekan suprasimfisis pubis (-),
P : Timpani, shifting dullness
Ginjal CVA (-/-) ballotement (-/-)
9
Pemeriksaan Neurologi
GCS : E3M6V4
- Pemeriksaan Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk (-), Brudzinski I (-/-), Laseque (>70o/>70o), Kernig (>135o/>135o),
Brudzinski II (-/-)
....Akomodasi
5 N. III, IV
dan VI Pergerakan mata ke segala arah baik
6 N. V Cab. Motorik
Gerakan Rahang
10
kiri dan kanan agar kembali ke posisi tengah
pasien bisa mempertahankan posisinya
Saat pemeriksa menarik dagu kebawah pasien
mengatup mulutnya dengan kuat.
Menggigit
Cab. Sensorik
.Refleks
7 N. VII Motorik
Orbitofrontal
Orbikularis
11
8 N. VIII Mampu mendengar gesekan jari tangan dekat telinga
10 N. XI m.trapezius:
m.Sternokleidomastoideus
5555 / 2222
• Refleks Fisiologis :
Biseps : +2 / +1
Triseps : +2 / +1
Radius : +2 / +1
Patella : +2 / +1
Achiles : +2 / +1
• Refleks Patologis :
Hoffman Tromer :-/-
Babinski :-/-
12
Chaddok :-/-
Oppenhein :-/-
Schafer :-/-
Gonda :-/-
Rossolimo :-/-
Mendel-Bechterew :-/-
Klonus Patella :-/-
Klonus Achiles :-/-
Pemeriksaan Muskuloskeletal
Inspeksi :
Kulit tampak normal
Ektremitas Atas : Deformitas (-), luka(-), bengkak(-),
Ektremitas Bawah : Deformitas (-), kontraktur (-), luka(-), bengkak(-)
Palpasi :
Pulsasi arteri radialis dan dorsalis kanan kiri (+)
Nyeri tekan (-), gliding (+), bulge sign (-), ballon sign (-)
Luas gerak sendi :
Ekstremitas.Atas: jari tangan, pergelangan tangan, siku, lengan bahu
terdapat kelemahan pada sisi kiri
13
C. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
10/02/2021 14/02/2021
HEMATOLOGI
FUNGSI HATI
SGOT 17 0-34 U/l
SGPT 9 0-40 U/l
Albumin 3.30 3.40-4.80 g/L
FUNGSI GINJAL
Ureum darah 19 20-40 mg/dl
Kreatinin darah 0.8 0.6-1.5 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium 137 136 135-147 mmol/L
Kalium 4.4 3.18 3.10-5.10 mmol/L
Klorida 107 100 95-108 mmol/L
Magnesium 1.50 1.30-2.70 mg/dL
Kalsium 1.12 1-1.48 mmol/L
14
AGD
pH 7.392 7.420 7.370-7.440
pCO2 48.2 36.1 35.0-45.0 mmHg
pO2 100.4 100.8 83.0-108.0 mmHg
BP 760.0 759.0
HCO3 30.9 20.4 21.0-28.0 mmol/L
O2 saturasi 99.4 98.9 95.0-99.0%
BE 2.4 -2.5-2.5 mmol/L
Total CO2 21.3 19.0-24.0 mmol/L
HEMOSTASIS
APTT 31.4 26.3-40.3 detik
Kontrol APTT 30.7
PT 15.7 11.5-14.5 detik
Kontrol PT 13.6
INR 1.20
Fibrinogen 375 200-400 mg/dL
D-Dimer 400 <300 ng/mL
LEMAK
Trigliserida 109 <150 mg/dL
Kolesterol Total 115 <200 mg/dL
Kolesterol HDL 31 37-92 mg/dL
Kolesterol LDL 74 <130 mg/dL
15
D. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-scan
Interpretasi :
Tampak area hipodens di regio temporooksipital kanan
Sulci dan gyri normal
Diferensiasi white and gray matter masih baik
Garis midline di tengah
Sistem ventrikel lateral, ventrikel III, IV dan sistem sisterna tidak
melebar/sempit
Sella dan sorsum sella baik
Tulang intak
Kesan : infark akut-subakut diregio temporooksipitoparietal kanan
16
2. Rotgen Thorax
Interpretasi :
Proyeksi AP dengan posisi asimetris
Trakea di tengah
Mediastinum superior melebar
Aorta elongasi dan kalsifikasi
Jantung membesar
Paru : Hilus kanan tidak melebar, hilus kiri tertutup oleh jantung,
terdapat infiltrate minimal dikedua lapang paru,
Kedua sinus kostofrenikus dan hemidiafragma baik
Tulang-tulang kesan porotik
Kesan :
Kardiomegali dengan aorta elongasi
Edema paru
Pneumonia, dd/ TB
3. Elektrocardigraphy
17
kesan : Sinus rhythm, QRS rate 120 bpm, deviasi aksis kanan, RSR’ pada sadapan V1
V2 V3, depresi ST dan inversi T pada V3, LVH (-) RVH (+), RBBB
Dari penilaian indeks ADL diatas didapatkan hasil bahwa sebelum sakit
pasien mengalami ketergantungan ringan dalam melakukan kegiatannya sendiri
namun setelah sakit, pasien mengalami ketergantungan total terhadap aktivitas
sehari-harinya.
18
Abreviated Mental Test (AMT)
No. Pertanyaan Jawaban Skor
1. Umur.. tahun.. Benar 1
2. Waktu/ jam sekarang.. Salah 0
3. Alamat tempat tinggal Benar 1
4. Tahun ini.. Benar 1
5. Saat ini berada dimana Benar 1
6. Mengenali orang lain di RS Benar 1
7. Tahun kemerdekaan RI Benar 1
8. Nama presiden RI Benar 1
9. Tahun kelahiran pasien Benar 1
10. Menghitung terbalik (20 s/d 1) Salah 0
SKOR AMT Total 8
0 – 3 : gangguan ingatan berat
4 – 7 : gangguan ingatan sedang
8 – 10 : Normal
Max Nilai
ORIENTASI
Tahun, musim, bulan, tanggal, hari 5 5
Negara, propinsi, kota, RS, lantai/kamar 5 5
REGISTRASI
3 objek 3 3
ATENSI DAN KALKULASI
mengeja terbalik B A G U S 5 3
MENGENAL KEMBALI
Menyebut kembali 3 objek 3 3
BAHASA
Menyebut: pensil, buku 2 2
Mengulang: namun, tanpa, bila 1 1
19
Melakukan perintah 3 3
Membaca dan melakukan perintah 1 0
Menulis spontan 1 0
Menggambar 1 0
SKOR MMSE 25
Dari dua penilaian diatas yaitu menggunakan Abreviated Mental Test (AMT) didapatkan
hasil 8 dan Mini Mental-Status Examination (MMSE) didapatkan hasil 25. Kedua
penilaian tersebut menandakan pasien tidak mengalami gangguan ingatan dan kognitif.
20
7. Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar Ya 0
hidup anda?
8. Apakah anda sering merasa tidak berdaya? Ya 1
9. Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada Tidak 0
pergi ke luar dan mengerjakan sesuatu yang baru?
Analisa Gizi
Mini Nutritional Assessment (MNA)
21
Berat badan 0 = BB menurun > 3 kg 1
Menurun 1 = tidak jelas
2 = BB menurun 1-3 kg
3 = tidak ada penurunan
Mobilitas sekarang 0= tidur, kursi 0
1 = bisa bangun, tapi tidak bisa jalan/
keluar rumah
2 = bisa keluar rumah
Strespsikologik atau 0 = yes 0
penyakit akut 2 = no
Hasil 3
12-14 : status nutrisi normal
8-11 : risiko malnutrisi
0-7 : malnutrisi
F. RESUME
Tn. CH 66 tahun datang ke RS dengan keluhan penurunan kesadaran sejak
1 hari yang lalu. Kelemahan tubuh sisi kiri sejak 2 hari SMRS. Dyspnea progresif
sejak 1 minggu SMRS. Dahulu dyspnea berkurang dengan istirahat namun
sekarang tidak. Paroxysmal nocturnal dyspnea (+). Orthopnea (+) dan batuk
produktif disertai demam hilang timbul. Keluhan penurunan penglihatan seperti
tertutup awan. Riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dan minum obat
amplodipin 10mg tidak teratur.
Pemeriksaan fisik didapatkan didapatkan TD 130/90 mmHg, takikardia
(HR: 120x/min), mata arkus senilis +/+, shadow test -/- , visus ODS 1/60, JVP
22
5+3 cmH20, paru ronkhi +/+, jantung dengan iktus cordis tampak dan teraba dan
thrill serta batas jantung melebar dan BJ 1-2 ireguler. Pemeriksaan saraf kranial
didapatkan N.VII plica nasolabialis asimentris, plica nasolabialis kiri mendatar
bibir tertarik ke dextra, N.XII deviasi ke kanan saat dalam mulut, dan deviasi ke
kiri saat menjulurkan lidah. Hipotonus pada ekstrimitas sinistra atas dan
bawah. kesan juga terdapat kelemahan motorik (sinistra atas dan sinistra bawah
2222) dan refleks fisiologis menurun.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis (leukosit : 13,4
ribu/uL), hipoalbumin (albumin : 3.30g/L), peningkatan PT dan D-Dimer (PT :
15,7 detik dan D-dimer : 400ng/mL). Pemeriksaan CT scan didapatkan infark
akut-subakut diregio temporooksipitoparietal kanan, Rotgen Thorax didapatkan
kardiomegali dan pneumonia, dan EKG didapatkan RVH dan RBBB.
Pemeriksaan CGA didapatkan indeks ADL barthel 3 (ketergantungan total),
MNA 3 (malnutrisi), GDS 4 (tidak depresi) dan status kognitif (AMT 8, mmse
25).
G. DAFTAR MASALAH
23
H. DIAGNOSIS
Diagnosis Medik :
1. Cerebrovaskular disease stroke iskemik
2. Congestive Heart Failure class NYHA IV, HHD
3. Community acquired pneumonia
4. Hipertensi grade 2
5. Katarak matur senilis ODS
Diagnosis Psikiatrik:
Tidak ada
Diagnosis Fungsional:
Diagnosis neurologis
Diagnosis klinis : Hemiparase sinistra, parese N.VII dan N. XII Sinistra
Diagnosis topis : Regio temporooksipitoparietal Dextra
Diagnosis etiologis : Stroke iskemik e.c. trombosis
24
I. RENCANA PEMERIKSAAN
Ekokardiografi
Funduskopi
Swab PCR Covid-19
BTA dan pewarnaan gram sputum serta pemeriksaan resistensi antibiotik
PENATALAKSANAAN
Tatalaksana di Saat di IGD
1. Non medikamentosa
- Cek keadaan umum dan kesadaran
- Periksa airway, breathing, circulation
- Oksigen nasal kanul 3 lpm
- Pemasangan NGT
- Pemasangan kateter target diuresis 0,5 – 1cc/kgBB/jam
2. Medika mentosa
IVFD NaCl 0.9 % 500cc/24 jam
Mannitol 210 cc IV dalam 30 menit awal
Clopidogrel 1x 300 mg IV
Citicolin 2 x 500 mg IV
Omeprazole 1 x 40mg IV
Furosemid 2 x 40 mg
Nicardipin 5mg/jam IV
Ceftriakson 1 x 2g IV
25
Tatalaksana di Saat di ruangan
Medika mentosa
• IVFD NaCl 0.9 % 500cc/24 jam
• Mannitol 4 x 105 cc IV
• Citicolin 2 x 500 mg IV
• Clopidogrel 1x 75 mg IV
• Omeprazole 1 x 40mg IV
• Furosemid 2 x 40 mg
• Amlodipin 10mg + bisoprolol 5 mg PO
• Ceftriakson 1 x 2g IV
Nonmedikamentosa
Oksigen 3L/menit dengan nasal kanul
Diet cair dengan 1200 kalori
Edukasi mengenai penyakit terkait penyebab, faktor yang memperberat dan
pengobatan serta pencegahan keparahan penyakit
Asupan NaCl dibatasi menjadi <2g/hari
Edukasi mengenai penyakit terkait penyebab, faktor yang memperberat dan
pengobatan serta komplikasi dan pencegahan agar penyakit tidak berulang
Rehabilitasi : Pada saat kondisi stabil melakukan mobilisasi pasif berupa
0 0
miring ke kanan dan ke kiri, latihan gerak sendi, latihan duduk (30 -40 -
0)
60 dan latihan kekuatan otot.
J. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad malam
Ad Fungsionam : dubia ada malam
26
BAB II
PENGKAJIAN MASALAH
1. STROKE ISKEMIK
Atas dasar:
Anamnesis: Penurunan kesadaran sejak 1 hari SMRS. Sebelumnya pasien
masih bisa berbincang-bincang dengan anaknya, namun tiba-tiba pasien
mengeluh kepala terasa pusing dan pasien dikatakan langsung tidak sadarkan
diri. kelemahan tubuh sisi kiri sejak 2 hari SMRS. Keluhan disertai dengan
bicara pelo dan sedikit tersedak saat minum air. Kelemahan terjadi secara
mendadak saat pasien sedang istirahat duduk-duduk di rumah. Pasien
memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu.
Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan saraf kranial didapatkan N.VII plica
nasolabialis asimentris, plica nasolabialis kiri mendatar bibir tertarik ke
dextra, N.XII deviasi ke kanan saat dalam mulut, dan deviasi ke kiri saat
menjulurkan lidah. Hipotonus pada ekstrimitas sinistra atas dan bawah.
kesan juga terdapat kelemahan motorik (sinistra atas dan sinistra bawah
2222) dan refleks fisiologis menurun.
Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan CT scan didapatkan infark akut-
subakut pada regio temporooksipitoparietal kanan, pemeriksaan
laboratorium didapatkan peningkatan PT dan D-Dimer (PT : 15,7 detik dan
D-dimer : 400ng/mL)
Dipikirikan Cerebrovaskular disease stroke iskemik
Rencana tatalaksana:
1. Rawat Inap selama ±2 minggu, saat rawat jalan perlu kontrol 1 minggu
setelah dirawat inap, lalu 2 minggu setelahnya, lalu dilanjutkan kontrol
setiap bulan
2. Konsultasi ke dokter spesialis saraf
3. Mannitol 210 cc IV dalam 30 menit awal di lanjut 4 x 105 cc
4. Citicolin 2 x 500 mg IV selama 2-4 hari, PO selama 3 minggu
5. Clopidogrel 1x 300 mg IV
6. Omeprazole 1 x 40mg IV
27
7. Target profil lipid : kolesterol <200mg/dL, LDL <100mg/dL, HDL
>60mg/dL, dan trigliserida <150mg/dL
8. Konsultasi ke dokter spesialis rehababilitasi medik, mencegah sindrom
dekondisi dengan positioning berupa miring kanan miring kiri setiap 1-2
jam, latihan pasif dan aktif lingkup gerak sendi, saat fase sub akut dan
hemodinamik stabil bisa dimulai latihan mobilisasi. pasien juga bisa
mengikuti terapi okupasi untuk latihan pendukung aktivitas sehari-hari.
9. Edukasi perawatan pasien pasca stroke di rumah
a. Berbaring di sisi yang lumpuh
b. Saat posisi duduk, meletakkan bantal di bawah sisi yang lumpuh
c. Latihan pernapadan
d. Latihan duduk stabil atau latihan keseimbangan duduk dilakukan
secara bertahap, ke sisi kanan dan kiri tubuh
e. Latihan transfer dari posisi berbaring di atas kasur ke posisi duduk
di kursi sebaiknya dilakukan bertahap dan dibantu oleh 1 orang
pendamping
f. Latihan transfer dari dalam kendaraan ke atas kursi roda
memerlukan bantuan 1 orang pendamping
g. Latihan jalan dibantu oleh terapis dengan berpengangan pada tiang
paralel
h. Menjaga keseimbang postur
i. Menggunakan alat bantu jalan
Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
28
2. CONGESTIVE HEART FAILURE
Atas dasar:
Anamnesis: Sesak memberat sejak 1 minggu SMRS, DOE (+), Ortopnea
(+), PND (+), kaki bengkak dan sesak tidak membaik dengan istirahat.
riwayat Hipertensi (+) sejak 10 tahun tidak rutin konsumsi obat.
Pemeriksaan Fisik: TD 130/90 mmHg (TD saat masuk IGD 185/100), JVP
5+3 cmH20, paru ronkhi +/+, jantung dengan iktus cordis tampak dan teraba
dan thrill serta batas jantung melebar dan BJ 1-2 ireguler, ekstremitas bawah
edema +/+
Pemeriksaan Penunjang: foto rotgen didapatkan kesan kardiomegali dan
edema paru dan EKG didapatkan RVH dan RBBB
Dipikirikan Congestive Heart Failure FC IV ec Hypertensive Heart
Disease, dd/ Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
Rencana diagnosis: Ekokardiografi
Rencana tatalaksana:
Non-Farmako : Tirah baring dan konsultasi ke dokter spesialis jantung
Farmako :
Furosemid 2 x 40 mg
Nicardipin 5mg/jam IV
IVFD NaCl 0.9 % 500 cc/24 jam
Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad fungtionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
29
Dipikirikan Community Acquired Pneumonia (CAP) dengan CURB-65
score 1, dd/ Tuberkulosis paru
Rencana diagnosis: Swab PCR Covid-19, BTA dan pewarnaan gram sputum
serta pemeriksaan resistensi antibiotik
Rencana tatalaksana:
Oksigen 3L/menit dengan nasal kanul
Ceftriakson 1 x 2g IV selama 5 hari
Edukasi etika batuk dan penyimpanan dahak yang aman
Konsultasi dokter spesialis paru
Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
4. HIPERTENSI
Atas dasar:
Anamnesis: riwayat darah tinggi sejak ± 10 tahun lalu, biasa kontrol ke
puskesmas namun kadang tidak teratur. Pasien mengonsumsi Amlodipin 1 x
10 mg.
Pemeriksaan Fisik: TD 130/90 mmHg (TD saat masuk IGD 185/100mmHg)
Pemeriksaan Penunjang: Rotgen Thorax didapatkan kardiomegali
Dipikirikan Hipertensi grade 2
Rencana diagnosis: (-)
Rencana tatalaksana:
Furosemid 2 x 40 mg
Nicardipin 5mg/jam IV setelah mencapai MAP taerget maka diganti dengan
Amlodipin 10mg + bisoprolol 5 mg PO
Asupan NaCl dibatasi menjadi <2g/hari
Diet DASH
Aktivitas fisik (latihan aerobik 30 menit 3-5x/minggu)
Mencapai dan mempertahankan berat badan ideal
30
Target Tekanan darah untuk pasien usia >60 tahun tanpa diabetes dan CKD :
<140/90 mmHg
Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
6. GIANT GERIATRI
A. Infeksi
Atas dasar:
Anamnesis : sesak napas memberat sejak 1 minggu SMRS, Batuk berdahak
sejak 2 minggu SMRS dan demam hilang timbul sejak 1 minggu SMRS.
Pemeriksaan Fisik : suara napas ronkhi +/+
Pemeriksaan Penunjang: leukositosis (leukosit : 13,4 ribu/uL), Foto Rotgen
didapatkan infiltrat di kedua lapang paru
Dipikirkan : Infeksi
Tatalaksana : Ceftriakson 1 x 2g IV selama 5 hari
31
Edukasi etika batuk dan penyimpanan dahak yang aman
B. Impairment of vision
Atas dasar:
Anamnesis : Pandangan semakin buram sejak 4 tahun lalu. Pandangan seperti
tertutup awan (+).
Pemeriksaan fisik : arkus senilis +/+, shadow test -/- , visus ODS 1/60
Dipikirikan : Impairment of vision
Anjuran diagnosis : Funduskopi
Tatalaksana : penggunaan kacamata untuk koreksi penurunan penglihatan dan
Konsultasi dokter spesialis mata, operasi ekstraksi katarak intrakapsular
C. Instabilitas
Atas dasar:
Anamnesis : kelemahan tubuh sisi kiri sejak 2 hari SMRS dan Pandangan
semakin buram sejak 4 tahun lalu. Pandangan seperti tertutup awan (+).
Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang : Hipotonus pada ekstrimitas
sinistra atas dan bawah. kesan juga terdapat kelemahan motorik (sinistra atas
dan sinistra bawah 2222) dan arkus senilis +/+, shadow test -/- , visus ODS
1/60
Comprehensive geriatric assesment : didapatkan ADL Barthel dengan skor 3
Dipikirkan : instabilitas
Tatalaksana dan Anjuran : Konsultasi ke dokter spesialis rehababilitasi medik,
mencegah sindrom dekondisi dengan positioning berupa miring kanan miring
kiri setiap 1-2 jam, latihan pasif dan aktif lingkup gerak sendi, saat fase sub
akut dan hemodinamik stabil bisa dimulai latihan mobilisasi. pasien juga bisa
mengikuti terapi okupasi untuk latihan pendukung aktivitas sehari-hari.
perlu tatalaksana penyakitnya (stroke), perbaiki gangguan penglihatan dan
gangguan pendengaran dan melatih kelemahan otot tungkai, menghindari
obat-obat yang berisiko jatuh, menata lingkungan (pemasangan pegangan/rel
tangan di tempat kamar mandi dan tangga serta karpet anti slip/ karpet rata)
32
D. Imobilisasi
Atas dasar:
Anamnesis : kelemahan tubuh sisi kiri sejak 2 hari SMRS
Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang : Hipotonus pada ekstrimitas
sinistra atas dan bawah. kesan juga terdapat kelemahan motorik (sinistra atas
dan sinistra bawah 2222)
Comprehensive geriatric assesment : didapatkan ADL Barthel dengan skor 3
Dipikirkan : imobilitas
Tatalaksana dan Anjuran : Konsultasi ke dokter spesialis rehababilitasi medik,
mencegah sindrom dekondisi dengan positioning berupa miring kanan miring
kiri setiap 1-2 jam, latihan pasif dan aktif lingkup gerak sendi, saat fase sub
akut dan hemodinamik stabil bisa dimulai latihan mobilisasi. pasien juga bisa
mengikuti terapi okupasi untuk latihan pendukung aktivitas sehari-hari.
E. Inaniation
Atas dasar :
Anamnesis : pasien mengalami penurunan nafsu makan selama sakit dan
pasien merasa tersedak saat minum air.
Comprehensive geriatric assesment : didapatkan MNA dengan skor 3
(Malnutrisi)
Dipikirkan : Inaniation
Tatalaksana : Pemasangan Nasogastric Tube
Diet cair dengan 1200 kalori selama fungsi menelan pasien
belum membaik
Analisis Gizi
TB : 160 cm
BB : 42 Kg
33
Umur 66 tahun (-10%) = 1620 x 0,1 = 162 kalori
Kebutuhan aktivitas (+15%) = 1620 x 0,15 = 240 kalori
Stres metabolik (+20%) = 1620 x 0,2 = 324 kalori
Total kebutuhan kalori/hari = 2100 kalori
Distribusi makanan
Karbohidrat 60% = 0.6 x 1620 = 972 kalori = 195 gr
Protein 20% = 0.2 x 1620 = 324 kalori = 65 gr
Lemak 20% = 0.2 x 1620 = 324 kalori = 28,8 gr
34
Nasi putih 1/2 porsi 20 2 0 88
Telur rebus 1 butir 0 7 5 75
Sarapan
Tempe goreng 1 butir 7 5 5 93
pagi
Jeruk 2 buah 12 0 0 48
Air putih 1 gelas 0 0 0 0
Makanan Roti 2 potong 15 3 1 80
ringan 1 Susu 1 gelas 10 7 6 125
Nasi putih 1/2 porsi 20 2 0 88
Tahu 1 butir 7 5 0 48
Makan
sayur kangkung 1 gelas 5 1 0 24
siang
Ayam goreng 1 potong 0 7 7 91
Air putih 1 gelas 0 0 0 0
Makanan Apel 1 buah 12 0 0 48
ringan 2 Biskuit 2 potong 20 2 0 88
Nasi putih 1 porsi 40 4 0 176
Ikan goreng 1 potong 0 7 7 91
Makan Udang 5 ekor 0 7 2 50
malam Sayur nangka 1 gelas 10 3 0 52
Air putih 1 gelas 0 0 0 0
TOTAL 208 62 33 1.265
35
JADWAL HARIAN PASIEN DI RUMAH
Waktu Kegiatan
04.30-05.30 Bangun tidur dan shalat subuh, dzikir dan mengaji
05.30-06.00 Mandi
06.00-07.00 Latihan fisik dan berjemur di depan rumah
07.00-08.00 Makan pagi dan minum obat
08.00-10.00 Beraktivitas
10.00-10.30 Makan ringan 1
10.30-12.00 Beraktivitas
12.00-12.30 Shalat dhuhur
12.30-13.00 Makan siang dan minum obat
13.00-15.00 Tidur siang
15.00-15.30 Shalat ashar
15.30-16.00 Makan ringan 2
16.00-18.00 Latihan fisik
18.00-19.30 Shalat magrib, dzikir dan mengaji kemudian shalat Isya
19.30-20.00 Makan malam dan minum obat
20.00-21.00 Bercengkrama dengan keluarga
21.00-04.30 Tidur malam
36
37
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. STROKE ISKEMIK
DEFINISI
Stroke adalah gangguan fungsional pada otak lokal maupun global yang
terjadi mendadak dan gejala berlangsung >24 jam yang disebabkan oleh gangguan
vaskular atau pembuluh darah otak. Definisi lain dari stroke atau gangguan
peredaran darah otak (GPDO) merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan
oleh gangguan aliran darah dalam otak yang timbul secara mendadak (detik-jam)
dengan gejala yang sesuai dengan daerah yang terganggu. Istilah lain stroke yaitu
cerebro-vascular accident (CVA), cerebro-vascular disease (CVD), atau
apoplexy.
EPIDEMIOLOGI
38
Prevalensi stroke terjadi semakin tinggi seiring bertambahnya usia,
kelompok usia tertinggi yaitu ≥75 tahun (43%) dan memiliki prevalensi sama
antara laki-laki dan perempuan.
Prevalensi stroke berdasarkan penyebab yaitu 81% stroke disebabkan oleh
stroke iskemik, sedangkan 19% disebabkan oleh stroke hemoragik.
ETIOLOGI
a. Emboli
Sekitar 80% stroke iskemik disebabkan oleh emboli yang dapat berasal
dari bekuan darah atau debris yang lepas dari plak ateromatosa dinding
pembuluh darah besar ekstrakranial yang terbawa ke otak.
Penyumbatan pembuluh darah akibat emboli dapat terjadi secara tiba-tiba.
Jika emboli kecil dapat menyumbat kapiler maka terjadi iskemia otak yang
reversible, sedangkan jika emboli menyumbat arteri yang cukup besar secara
total maka iskemia otak luas dan cepat berkembang menjadi daerah infark.
Sebagian besar emboli berasal dari lesi ateromatosa bifurkatio karotidis
atau berasal dari jantung. Selain itu juga dapat berasal dari vena perifer yang
terbawa ke aliran otak (emboli paradoksal).
b. Trombosis
Penyumbatan pembuluh darah otak akibat adanya thrombus yang biasanya
bersifat parsial. Pembentukan thrombus diawali dari adanya kerusakan
endotel, menyebabkan jaringan kolagen pembuluh darah terpapar sehingga
menimbulkan agregasi trombosit dan merangsang pengeluaran zat pada
granula trombosit, dan karena adanya reseptor pada trombosit sehingga
melekat pada kolagen pembuluh darah.
39
kritis kerusakan sel otak. Daerah penumbra akan terbentuk jika aliran darah ke
otak 10 – 20 ml/100 gr/menit. Jika aliran darah ke otak hanya 8 ml/100
gr/menit dalam 15 menit, maka akan terjadi kematian sel otak.
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko terjadinya stroke iskemik terdiri atas faktor yang tidak dapat
dimodifikasi dan dapat dimodifikasi.
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi yaitu:
Usia
Jenis kelamin
Faktor genetik
Ras
Penyakit vaskuler
b. Faktor yang dapat dimodifikasi yaitu:
Hipertensi
Diabetes mellitus
Penyakit jantung (gangguan irama jantung, kelainan katup jantung,
gagal jantung, anomali struktural jantung)
40
Hiperkolesterolemia
Obesitas
Kebiasaan / lifestyle (merokok, konsumsi alkohol, penggunaan
narkoba, kurangnya aktivitas fisik)
Transient ischemic attack (TIA)
Obesitas
Hiperhomosisteinemia
Terapi pengganti hormone
Penggunaan kontrasepsi oral
Proses inflamasi
Hiperkoagulabilitas
KLASIFIKASI
a. Klasifikasi stroke berdasarkan jenis pembuluh darah yang terkena
Pembuluh darah besar
Terjadi akibat adanya aterosklerotik pada pembuluh besar seperti
Arteri Carotis, Arteri vertebrobasilar, dan pembuluh darah otak yang
besar. Selain itu juga dapat berasal dari kardioembolik.
Pembuluh darah kecil / lacunar
Terkait dengan adanya iskemik akibat sumbatan pada pembuluh
darah yang kecil atau disebut infark lacunar. Infark lacunar disebabkan
oleh perubahan mikroangiopatik arteri kecil dengan penyempitan lumen
yang terjadi secara progresif.
Faktor risiko terpenting adalah adanya hipertensi arterial yang
menyebabkan perubahan pada dinding pembuluh darah kecil. Infark
lacunar paling sering terjadi di kapsula interna, ganglia basalis, substansia
alba hemisfer, dan pons.
b. Klasifikasi stroke berdasarkan pembuluh darah yang terlibat
Sistem karotis (Sirkulus anterior)
Sistem vertebrobasilar (Sirkulus posterior)
c. Klasifikasi stroke berdasarkan perjalanan penyakit
Transient Ischemic Attack (TIA)
Defisit neurologi sementara yaitu tidak lebih dari 24 jam
41
Reversible ischaemic neurologic deficit
Defisit neurologis yang berlangsung lebih dari 24 jam namun
masih dalam perjalanan perbaikan atau masih reversibel dan sembuh
sempurna dalam 3 minggu.
Stroke in evolution
Defisit neurologis terus berkembang dari parsial menjadi total atau
akan terus mengalam perburukan
Completed stroke
Suatu defisit neurologis yang terjadi dan menetap dan tidak ada
perbaikan atau menjadi normal dalam 3 minggu.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari stroke tergantung dari beratnya pembuluh darah
yang tersumbat serta lokasi dari kerusakan pembuluh darah:
a. Arteri cerebri media
Hemiparese dan hemihipestesia kontralateral, terkadang hemianopsia
homonym kontralateral, gangguan fungsi luhur seperti afasia motoric/sensorik,
akalkulia, apraksia. Pada infark fase akut dapat ditemukan kepala cenderung
menengok ke sisi kontralateral lesi dan fixed gaze deviation ke sisi
kontralateral (deviation conjugee).
b. Arteri cerebri anterior
Hemiparese terutama pada tungkai, parese tungkai terisolasi, paraparese,
gangguan mental terutama jika bilateral.
c. Arteri oftalmika
Monocular blindness, amaorusis fugaks
d. Arteri komunikans posterior
Hemianopsia homonym dan defisit thalamik
e. Arteri khoroidea anterior
Hemiparese dan hemihipestesia kontralateral dan hemianopsia homonym
kontralateral
f. Sindrom vascular thalamik
Terdapat tremor saat istirahat, gerakan motorik koreoatetoik dengan
tangan talamik (postur kontraktur abnormal pada tangan. Selain itu jika
42
mengenai arteri talamogenikulata maka dapat ditemukan hemiparese
kontralateral sementara, hemianestesia kontralateral, nyeri spontan,
hemiataksia, astereognosis, gerakan koreoatetoik kontralataeral.
g. Sindrom vascular cerebellum
Defisit cerebellar terdiri dari hemiataksia, dysmetria, lateropulsi,
dysdiadokokinesia, nystagmus, vertigo, gangguan keseimbangan.
PENEGAKAN DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Pada anamnesis penting ditanyakan keluhan utama pasien yang merupakan
manifesasi stroke. Ditanyakan onset sejak kapan, terjadi saat sedang istirahat
atau beraktivitas, ada progresifitas, atau langsung terjadi defisit neurologi,
keluhan penyerta, riwayat penyakit dahulu terutama yang menjadi faktor
risiko dari tumbulnya stroke.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan kesadaran
Tanda-tanda vital
Pemeriksaan status generalis (terutama pf jantung untuk mencari ada
tidaknya faktor risiko dari penyakit jantung)
Pemeriksaan neurologi
c. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
EKG
CT scan untuk memastikan apakah stroke yang terjadi merupakan
mekanisme infark atau suatu perdarahan dan juga untuk menyingkirkan
kemungkinan penyebab lainnya. Selain itu CT scan juga penting untuk
memastikan lokasi dan luas lesi infark
MRI dapat menunjukkan iskemia dalam beberapa menit setelah onset.
Penting terutama untuk konfirmasi daerah iskemik yang tidak begitu jelas
terlihat saat CT Scan
DSA merupakan visualisasi patologik pembuluh darah otak
43
Algoritma Stroke Gajah Mada
TATALAKSANA
Terapi umum
Perbaiki jalan napas, dapat dipasang pipa orofaring pada pasien dengan
penurunan kesadaran atau dengan adanya gangguan jalan napas.
b. Stabilisasi pernapasan
c. Stabilisasi hemodinamik
Pemberian cairan kristaloid untuk maintenance cairan, pemantauan jantung
(cardiac monitoring)
d. Pemantauan tanda vital, kesadaran, pupil, dan keparahan hemiparesis
e. Pengendalian peninggian tekanan intrakranial
Pemantauan ketat penderita dengan risiko edema serebral (pemantauan
adanya perburukan defisit neurologis)
44
Tinggikan posisi kepala 20o -30o
Hindari pemberian cairan glukosa atau hipotonik
Hindari hipertermia
Jaga tetap normovolemia
Osmoterapi
o Mannitol 1 g/kgBB selama >20 menit lanjut dosis 0.25-
0.5g/kgbb setiap 6 jam maksimal 48 jam
o Furosemid dosis inisial 1 mg/kgBB IV
Terapi khusus
a. Trombolisis rTPA dosis 0.9 mg/kgBB diberikan njika onset <3 jam
b. Pemberian antikoagulan
c. Pemberian antiplatelet aspirin
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi akibat stroke terbagi atas:
a. Neurologi
Edema cerebri hingga menyebabkan peningkatan TIK sehingga
risiko terjadi herniasi dan kompresi batang otak
Kejang
Transformasi perdarahan
b. Non-neurologi
Tirah baring lama (dekubitus)
Aktivitas terganggu
Risiko infeksi tinggi seperti pneumonia, ISK
Trombosis vena
Kontraktur
45
PENCEGAHAN
a. Pencegahan primer
Bertujuan untuk mencegah terjadinya stroke pertama dengan
mengobati faktor risiko atau predisposisi pada stroke. Komponen
penting pada tahap ini yaitu terapi hipertensi arterial secara rutin dan
efektif.
Faktor risiko lain yang perlu dikontrol yaitu merokok, diabetes
mellitus, atrial fibrilasi.
b. Pencegahan sekunder
Tujuan untuk mencegah stroke berulang setelah terjadinya
setidaknya satu periode iskemik. Pemberian aspirin dosis rendah dapat
menurunkan risiko stroke berulang sekitar 25%. Selain itu juga dapat
diberikan penghambat agregasi trombosit lain yaitu clopidogrel.
DEFENISI
Gagal jantung adalah keadaan (kelainan) patofisiologis berupa sindroma klinik,
diakibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memenuhi cardiac output (CO)
yang cukup untuk melayani kebutuhan jaringan tubuh akan O2 dan nutrisi lain
meskipun tekanan pengisian (filling pressure atau volume diastolik) telah meningkat.
Dalam keadaan normal jantung dapat memenuhi curah jantung yang cukup setiap
waktu, pada gagal jantung ringan keluhan baru timbul pada beban fisik yang
meningkat. Pada gagal jantung berat keluhan sudah timbul pada keadaan istirahat.
ETIOLOGI
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung
kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung
meliputi keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal (Preload), beban akhir
(after load) atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Selain ketiga mekanisme
fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, terdapat faktor-faktor fisiologis lain
yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja seperti stenosis katup
atrioventrikuluaris, perikarditis restriktif dan tamponade jantung mengakibatkan
46
gagal jantung melalui beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan
ejeksi ventrikel.
PATOFISIOLOGI
Ketidak mampuan jantung sebagai organ pemompa darah yang awalnya dapat
dikompensasi oleh myocard untuk mempertahankan fungsi jantung menghadapi
beban hemodinamik yang bertambah, namun ada kalanya akan terjadi ambang batas
kompensasi sehingga terjadi kegagalan (dekompensasi).
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang
menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi
mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin –
Aldosteron (system RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang
bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat
terjaga.
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac
output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta
vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul
berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi
simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit,
hipertofi dan nekrosis miokard fokal. Aktivasi system SRAA juga memiliki banyak
konsekuensi, diantaranya adalah efek angiotensin II dan efek hormon ADH
(Vasopresin) seperti yang tergambar dalam gambar.
47
Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan
peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada
pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi
endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal
jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary artery
capillary wedge pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan
endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat
terjadinya remodelling vaskular dan miokardial akibat endotelin.
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan
kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri
menyebabkan gangguan pada Gagal Jantung Harbanu H Mariyono, Anwar
Santoso 89 pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah
penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan
kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit
jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 % penderita
gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita
gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolic yang timbul
bersamaan meski dapat timbul sendiri.
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh
regurgitasi fungsional dari katup-katup tricuspid atau mitral secara bergantian.
48
Regurgitasi fungsional ini dapat disebabkan oleh dilatasi annulus katup
atrioventrikularis atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendianae akibat
dilatasi ruang.
Sebagai respon kompensatorik terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme
primer yaitu meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis, meningkatnya beban awal
akibat aktivitas sistem renin-angiontensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel.
Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan
curah jantung.
49
Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama saat
latihan. Jantung akan semakin bergantung dengan katekolamin yang beredar dalam darah
untuk mempertahankan kerja ventrikel. Namun pada akhirnya respon miokardium
terhadap rangsangan simpatis akan menurun, katekolamin akan berkurang pengaruhnya
terhadap kerja ventrikel.
Pada permulaan gagal jantung (ringan) aktivitas sistem adrenergic dapat
mempertahankan CO dengan cara kontraktilitas yang meningkat dan kenaikan denyut
jantung. Pada gagal jantung lebih berat terjadi vasokonstriksi akibat sistem simpatis dan
pengaruh angiotensin II dengan maksud mempertahankan tekanan darah dan redistribusi
CO. Pada gagal jantung yang makin berat (NYHA kelas IV) terjadi peningkatan afterload
yang berlebihan akibat vasokonstriksi dengan akibat penurunan curah jantung.
Hipertrofi Ventrikel
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau
bertambah tebal dinding. Hipertrofi meningkatakan jumlah sarkomer dalam sel-sel
miokardium, sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial bergantung pada jenis
beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung. Sebagai contoh, suatu beban
tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta akan disertai dengan meningkatnya ketebalan
dinding tanpa penambahan ukuran ruang dalam. Respon miokardium terhadap beban
volume seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya
ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga terjadi akibat bertambahnya jumlah sarkomer
yang tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini disebut hipertrofi konsentris akibat
beban tekanan dan eksentris akibat beban volume. Apapun susunan pasti sarkomernya,
hipertrofi miokardium akan meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium.
50
PEMBAGIAN GAGAL JANTUNG SECARA DESKRIPTIF
51
NYHA Penderita dengan kelainan jantung tanpa pembatasan
Kelas I aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak
menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnea atau angina.
NYHA Penderia dengan kelainan jantung yang berakibat
Kelas II pembatasan ringan aktivitas fisik. Merasa enak dengan
istirahat. Aktivitas sehari-hari menyebabkan kelelahan,
palpitasi, dispnea atau angina.
NYHA Penderia dengan kelainan jantung yang berakibat
Kelas III pembatasan berat aktivitas fisik. Merasa enak dengan
istirahat. Aktivitas yang kurang dari aktivitas sehari-hari
menimbulkan kelelahan, palpitasi, dispnea atau angina.
NYHA Penderita dengan kelainan jantung dengan akibat tidak
Kelas IV mampu melakukan aktivitas fisik apapun. Keluhan timbul
meskipun saat istrihat.
52
pada akhirnya berakibat gagal jantung kanan. Seringkali vasokonstriksi pulmonal
merupakan salah satu penyebab hipertensi pulomonal. Tanda khas backward failure
adalah kongesti paru dan edema yang menunjukan aliran balik darah akibat gagal
ventrikel.
Forward failure, terjadi secara stimultan sewaktu jantung gagal memompa darah
dalam jumlah adekuat ke jaringan karena volume sekuncup semakin lama semakin
sedikit. Manifestasi dari forward failure adalah akibat perfusi organ-organ vital
menurun : otak (mental confusion), otot skeletal (kelemahan), ginjal (retensi Na dan
H2O).
53
4. Gagal jantung low-output dan high-output
Gagal jantung output rendah terjadi sekunder dari penyakit jantung iskemik,
hipertensi, kardiomiopati dilatasi, penyakit pericardial dan valvular. Gagal jantung
output tinggi terjadi pada pasien dengan pengurangan resistensi vaskular sistemik
seperti anemia, kehamilan, fistula AV, beri-beri dan hipertiroid. Pada praktisi klinik,
gagal jantung output rendah atau tinggi selalu tidak dapat dibedakan.
54
Gagal Jantung Kiri
Keluhan yang timbul akibat gagal jantung kiri biasanya terjadi keluhan
pernapasan yaitu sesak napas akibat kongesti pada system aliran balik dari vena
pulmonalis ke ventrikel kiri. Akibat hal ini maka terjadi peningkatan preload dan
peningkatan tekanan hidrostatik pada vena pulmonalis. Adapun gejala gejala khas
yang dapat terjadi akibat gagal jantung kiri adalah sebagai berikut:
Dispnea on Effort (DOE)
Orthopnea
Penderita dengan ortopnea mengeluh sesak napas pada posisi tiduran dan
berkurang pada posisi tegak. Menghilangnya/berkurangnya sesak napas pada
posisi tegak akibat dari venous return yang menurun dan menurunnya tekanan
hidrostatik pada bagian atas paru sehinggamenambah kapasitas vital paru.
Orthopnea tidak saja hanya pada gagal jantung, tetapi juga pada penyakit paru
kronik.
Paroksismal Nocturnal Dispnea (PND)
Penderita dengan PND mengeluh mendadak bangun tidurnya setelah beberapa
jam tidur. Serangan PND biasanya terjadi pada malam hari. Bronco spasme akibat
kongesti pada mukosa dan udema interstisial menekan bronkus, menambah
kesukaran ventilasi dan napas. Adanya wheezing maka hilang segera setelah
duduk, PND memerlukan sekitar 30 menit sebelum sesak hilang.
Pathogenesis PND
1. Pada posisi baring terjadi resorpsi cairan intertisial pada tempat bagian
bawah tubuh (ekstremitas bawah).
2. Venous return meningkat pada LV failure, menyebabkan tekanan kapiler
paru meningkat dan terjadi udema alveoli.
3. Menurunnya pengaruh adrenergic terhadap fungsi ventrikel selama tidur.
4. Depresi pusat napas selama tidur memegang peranan.
Udema Pulmonum Akut
Adalah bentuk yang berat dari asma kardiale akibat peningkatan yang berat
tekanan kapiler paru diikuti transudasi, udema alveoli diikuti oleh sesak napas
yang berat, ronki basah kasar seluruh paru, mungkin terjadi pecahnya kapiler
alveoli dan terjadi frothy sputum.
Fatique & Weakness
55
Keluhan ini tidak spesifik tetapi merupakan keluhan umum pada gagal jantung
karena kekurangan perfusi pada otot skeletal.
Keluhan Gastrointestinal
Penderita dengan gagal jantung mungkin mengeluh anoreksia, nausea,
muntah, distensi abdomen, rasa penuh sesudah makan, sakit perut. Keluhan ini
mungkin akibat melebarnya vena akibat kongesti pada mukosa gastro intestinal
atau akibat intoksikasi digitalis.
Nocturia
Merupakan ekskresi ginjal yang bertambah pada posisi baring, berawal dari
udema yang terjadi pada siang hari. Cairan udema masuk ke intravaskuler,
menambah venous return, CO dan dieresis pada malam hari.
EKG
Menunjukkan keadaan yang mendasari gagal jantung kiri antara lain AF
dengan QRS rate yang cepat, pembesaran ruang jantung : LAH dan LVH.
Biasanya EKG lebih sensitive disbanding foto toraks, tetapi disbanding
ekokardiografi 2 dimensi, kurang sensitive dalam hal menunjukkkan hipertrofi.
Kadang-kadang EKG normal dan menunjukkan kelainan minimal, tetapi pada
ekogramnya menunjukkan concentric hypertrophy pada LV misalnya pada
hipertensi dan AS. Apabila dilatasi lebih dominan terhadap hipertrofi, foto toraks
menunjukkan kardiomegali, EKG mungkin menunjukkan sedikit kelainan.
Foto Toraks
Foto PA dan lateral dapat memberikan informasi akan adanya gagal
jantung.
A. Bayangan jantung (heart shadow)
Biasanya abnormal, terjadi pembesaran bayangan jantung akibat hipertrofi
atau dilatasi temapat ruang-ruang jantung yang sakit.
B. Kongesti pulmonal
C. Efusi pleura
D. Kalsifikasi katup mitral, aorta atau pericardium
Ekokardiografi
- Spesifik dan sensitif untuk menilai meningkatnya massa ventrikel
(hipertrofi ventrikel)
56
- Menetapkan adanya dilatasi dan hipokinetik menyeluruh atau segmental,
biasanya terlihat pada gagal jantung sistolik.
- Menetapkan gagal jantung diastolic yang biasanya terdapat pada hipertrofi
ventrikel.
- Menentukan regurgitasi maupun stenosis dengan Doppler.
Gagal Jantung Kanan
Gagal jantung kanan biasanya sekunder akibat gagal jantung kiri yang kronik.
Tetapi gagal jantung kanan dapat berdiri sendiri. penyebab lain dari gagal jantung
kanan adalah stenosis mitral berat disertai hipertensi pulmonal, stenosis pulmonal,
kor pulmonal kronik, hipertensi pulmonal primer, regurgitasi tricuspid, stenosis
tricuspid.
Tanda dan Keluhan Gagal Jantung Kanan
- Keluhan dominan pada gagal jantung kanan adalah akibat kongesti vena
sistemik (Aliran balik vena cava menuju atrium dan ventrikel kanan terganggu
sehingga menumbulkan edema tungkai, peningkatan JVP, hepatomegaly,
asites)
- Fatigue akibat CO yang menurun.
- Anoreksia. Bendungan hepar dan kenaikan tekanan vena menyebabkan
anoreksia, kembung, dan keluhan non spesifik lain.
- RVH dapat ditemukan berdasarkan adanya kuat angkat pada parasternal kiri
bawah pada palpasi. Terdengar S3 atau S4 gallop yang berasal dari RV akibat
gagal jantung kanan.
- Murmur, dilatasi ventrikel kanan disertai regurgitasi pulmonal dan regurgitasi
ventrikel.
- Mungkin disertai gangguan paru kronik (rhonkhi atau wheezing).
- Refluks hepatojugular
- Hidrotoraks (efusi pleura dan pericardial)
Biasanya didapatkan pada CHF. Lebih sering terdapat pada gagal jantung
biventricular daripada gagal jantung kiri saja, lebih sering terjadi pada kavum
pleura kanan daripada kiri. Cairan juga mungkin terdapat pada kavum
perikard.
57
- EKG :
o RVH : menunjukan hipertensi pulmonal pada stenosis mitral
o RAD (right axis deviation) : terdapat pada RVH
o Gelombang P : gelombang P runcing dan tinggi menunjukan RAH
pada PPOK dan atau kor pulmonal kronik.
DIAGNOSIS
Gejala-gejala yang dapat ditemukan meliputi :
a. Kriteria mayor b. Kriteria minor
Paroksismal nokturnal dispnea Edema ektremitas
Distensi vena leher Batuk malam hari
Ronkhi paru Dispnea d’effort
Kardiomegali Hepatomegali
Edema paru akut Efusi pleura
Gallop S3 Penurunan kapasitas vital 1/3 dari
normal
Peninggian tekanan vena jugularis Takikardia >120x/ menit
Refluks hepatojugular
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan kriteria
minor atau terdapat 2 kriteria mayor.
Spektrum pasien yang dapat dicurigai memiliki gagal jantung dari asimptomatik
tetapi resiko tinggi untuk gagal jantung (misalnya pasien dengan penyalahgunaan
alkohol atau penyakit arteri koroner, hipertensi, DM, terpapar obat kardiotoksik,
atau riwayat keluarga dari kardiomiopati).
Riwayat penyakit yang lengkap dan pemeriksaan fisik merupakan langkah
pertama pada evaluasi abnormalitas struktural atau penyebab dari perkembangan
gagal jantung. Meskipun riwayat dan pemeriksaan fisik dapat menjadi tanda yang
penting tentang abnormalitas jantung. Identifikasi dari abnormalitas struktural
58
yang memicu untuk gagal jantung umumnya membutuhkan pencitraan invasif
maupun non-invasif dari struktur jantung.
EKG
Gambaran EKG pada penderita gagal jantung kongestif tergantung pada
penyakit dasar. Akan tetapi pada gagal jantung kongestif akut, karena selalu
terjadi iskemik dan gangguan fungsi konduksi ventrikel maka hampir semua EKG
dapat ditemukan gambaran takikardia, left-bundle-branch-block dan perubahan
segmen ST dan gelombangT.
FOTO TORAKS
Pada foto toraks, sering ditemukan pembesaran jantung, dan tanda-tanda
bendungan paru. Kardiomegali biasanya adanya peningkatan dari cardiothoracic
ratio (CTR) lebih dari 50% pada gambaran posteroanterior. Pasien dengan
predominan disfungsi diastolic dapat mempunyai ukuran jantung yang normal,
salah satu menjadi petanda untuk membedakan disfungsi sistolik vs diastolic.
Apabila telah terjadi edema paru, dapat ditemukan gambaran kabut di daerah
perihiller, penebalan interlobar fissure (kerleys line). Sedangkan pada kasus yang
berat dapat ditemukan efusi pleura.
59
LABORATORIUM
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk gagal jantung
kongestif. Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium tergantung dari penyakit dasar
dan komplikasi yang terjadi.
EKOKARDIOGRAFI
Ekokardiografi dua-dimensi dengan Doppler adalah rekomendasi tinggi untuk
semua pasien dengan gagal jantung. Pemeriksaan ini membantu penilaian dari
ukuran ventrikel kiri, massa dan fungsi. Karena tidak biasanya pasien memiliki
lebih dari satu abnormalitas jantung yang mempengaruhi perkembangan dari
gagal jantung, echocardiography memberikan nilai tambahan dengan penilaian
kuantitatif dari dimensi, geometry, ketebalan dan pergerakan dari ventrikel kanan
dan kiri. Serta penilaian kualitatif dari atria, pericardium, struktup katup dan
vaskular.
PENATALAKSANAAN
Usaha pertama dalam penanggulangan gagal jantung kongestif ialah
mengatasi sindrom gagal jantung, mengobati factor presipitasi seperti aritmia,
anemia, tiroksikosis, stress, infeksi, infeksi, dan lain-lain, dan memperbaiki
penyakit penyebab serta mencegah komplikasi seperti trombo-emboli.
Tatalaksana suportif guna memperbaiki oksigenasi jaringan, membatasi
kegiatan fisik sesuai beratnya keluhan, dan diet rendah garam, cukup kalori dan
protein.
Berdasarkan patofisiologis yang telah diuraikan di atas, konsep terapi
farmakologis saat ini ditujukan terutama pada :
1. Menurunkan afterload dengan menggunakan anti hipertensi golongan
ACE-inhibitor, Angiotensin Receptor Blocker (ARB) atau antagonis
kalsium.
2. Meningkatkan kontraktilitas jantung melalui pemberian digitalis
3. Menurunkan preload melalui pemberian nitrat atau diuretic
60
PROGNOSIS
Mortalitas pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%) dan
berkaitan dengan derajat keparahannya. Data Firmingham yang dikumpulkan
sebelum penggunaan vasodilator untuk gagal jantung dikelompokkan bersama,
dan lebih dari 60% pada NYHA klas IV. Kematian terjadi karena gagal jantung
progresif atau secara mendadak (diduga karena aritmia) dengan frekuensi kurang
lebih sama.
61
4. COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA
DEFINISI
FAKTOR RISIKO
• Usia lebih dari 65 tahun
• Riwayat merokok
• Paralisis laringeal
• Malnutrisi
• Pasien dengan penyakit paru seperti asma, PPOK dan emfisema
• Diabetes Mellitus
• Penyakit pernapsan kronik (COPD, asma kistik fibrosis)
• Kanker
• Trakeostomi dan pemakaian endotrakeal tube
• Tindakan Bedah pada regio abdominal atau toraks
• Fraktur tulang iga
• AIDS, pengobatan immunosuppresan dan pasien immunocompromised.
ETIOLOGI
Bakteri tersering penyebab CAP yaitu :
Streptococcus pneumonia (Penicillin sensitive and resistant strains),
Haemophilus influenza (ampicillin sensitive and resistant strains)
Moraxella catarrhalis (all strains penicillin resistant).
Kuman gram positif : Staphylococcus aureus, Streptococcus viridans
62
Kuman gram negatif : Klebsiela pneumoniae, Acinetobacter baumanii,
Pseudomonas aeruginosa
KLASIFIKASI
Pneumonia tipikal
Biasanya disebabkan oleh :
- Streptococcus pneumoniae,
- Haemophylus influenzae, dan
- Pseudomonas aeruginosa.
Pneumonia atipik
Biasanya disebabkan oleh :
- Mycoplasma pneumoniae,
- Chlamydia pneumoniae,
- Rickettsia, Legionella sp,
- virus influenza,
- adenovirus,
- dan respiratory synctial viruses (RSV).
63
PATOFISIOLOGI
64
DIAGNOSIS
1. Gambaran klinis
o
• Anamnesis: demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40 C,
batuk dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan
nyeri dada
• PF: I dada yang sakit tertinggal waktu bernapas
P perkusi redup
TATALAKSANA
Terdiri atas :
65
Obat inotropik bila terdapat gangguan sirkulasi atau gagal ginjal pre renal
Ventilasi mekanis. Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator : Hipoksemia
persisten dan Gagal napas
Drainase empiema bila ada
Bila terdapat gagal napa diberikan nutrisi yang cukup kalori
66
• Flourokuinolon
• Rifampisin
7. Mycoplasma pneumoniae
• Doksisiklina
• Makrolid
• Fluorokuinolon
8. Clamydia pneumoniae
• Doksisiklin
• Makrolid
• Fluorokuinolon
67
5. HIPERTENSI
DEFINISI
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana peningkatan tekanan darah arteri sistolik ≥
140 mmHg, dan atau TD diastolik ≥ 90 mmHg tanpa pengobatan antihipertensi atau
sedang mengkonsumsi obat antihipertensi. Dengan pemriksaan darah standar yaitu
pemriksaan dua kali yang berbeda dengan rentang waktu minimal 1-2 minggu.
FAKTOR RISIKO
ETIOLOGI
68
EPIDEMIOLOGI
69
KLASIFIKASI
70
PATOGENESIS
Pada tekanan darah dipengaruhi oleh 2 hal yaitu resistensi perifer dan
cardiac output. Resistensi perifer di pengaruhi oleh tonus smpatis, faktor humoral,
dan autoregulasi lokal sedangkan cardiac output (CO) adalah volume darah yang
dipompa per menit yang dipengaruhi oleh stroke volume. Dimana stroke volume
adalah volume darah yang dipompa sekali pompa. Selain itu CO juga dipengaruhi
oleh inotropi effect, asupan natrium, fungsi ginjal, mineralokortikoid, heart rate,
dan kontraktilitas. Tekanan darah berbanding lurus dengan peningkatan resistensi
perifer dan cardiac output. Dua hal tersebut dipengaruhi oleh volume intravaskular,
regulasi otonom terkait katekolamin, SRAA, dan mekanisme vaskular.
71
cardiac output. Selain itu juga terjadi ketidak seimbangan ion dimana ion kalsium
meningkat pada otot polos vaskular sehingga terjadi vasokontriksi. Dari
peningkatan volume yang di keluarkan jantung dan vasokontriksi tersebut
menyebabkan peningkatan resistensi perifer.
GEJALA KLINIS
DIAGNOSIS
72
tolerance, berkeringat, dan takikardi). Riwayat faktor risiko berupa hipertensi dan
penyakit jantung pada keluarga dan pasien, DM, obesitas, dislipidemia, stroke,
merokok, konsumsi makanan tinggi garam, kopi, berlemak, dan alkohol, kurang
berolahraga, dan stess. Dari perjalanan penyakit dapat ditemukan gejala dari
kerusakan organ lain seperti otak dan mata berupa sakit kepala, vertigo, gangguan
penglihatan, dan defisit neurologis seperti stroke. Jantung dengan keluhan palpitasi,
nyeri dada, dan bengkak dikaki. Ginjal dengan keluhan riwayat kencing keruh.
Arteri perifer dengan keluhan ekstrimitas dingin dan klauikasio intermitten. Serta
dapat ditemukan riwayat pengobatan hipertensi.
TATALAKSANA
73
Restriksi diet garam < 6 gram NaCl/hari atau Na < 2,4 g
DASH-type dietary yaitu dengan banyak sayur, buah, low fat diary product,
rendah lemak saturated dan lemak total
Penurunan konsumsi alkhohol, tidak lebih dari 2 gelas/ hari
Meningkat aktivitas fisik dengan rekomendasi 3-4 kali/minggu, setidaknya 40
menit/sesi, dengan jenis aktivitas moderate sampai berat misalnya bersepeda,
jogging, renang, dan menari.
Target tekanan darah <135-140 sistolik, < 80-85 diastolik, <130/80 pada pasien DM
dan CKD
74
DAFTAR PUSTAKA
1. Martono HH dan Pranarka K. Buku ajar boedhi-darmojo geriatri (ilmu kesehatan
usia lanjut) edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010
2. Soegondo, Sidartawan. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta : Interna Publishing.
2009.
3. Mahan LK, Stump SE. Krause’s food and nutrition therapy. Edisi XII. Sauders
elsevier. 2008.
4. ACC/AHA. Guideline management of heart failure. 2013.
5. Soenarto AA, Erwinanto, Barack R, dkk. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada
Penyakit Kardiovaskular. Jakarta: PERKI. 2015.
6. Siswanto BB, Hersunarti N, dkk. Pedoman Tatalaksan Gagal Jantung. Jakarta:
PERKI. 2015.
7. Halter. 2009. Hazard’s Geriatric Medicine and Gerontology. US:Mc Graw Hill
8. Nafrialdi. Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta:balai penerbit FK UI, 2012
9. Aru W, Sudoyo. W. Buku ajar ilmu pnyakit Dalam Jilid III edisi V. Penerbit
Buku Kedokteran IPD FK UI. 2009.
10. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi V. Penerbit FK UI.2014
75