Pembimbing:
dr. NUR AINUN
1
2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................xi
BAB I – PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................5
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................5
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................6
D. Instrumen Penelitian................................................................................32
E. Alur Penelitian.........................................................................................33
F. Analisis Data..........................................................................................34
G. Etika Penelitian........................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................42
LAMPIRAN
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa lima tahun pertama kehidupan anak, merupakan masa golden age.
Pada masa tersebut pertumbuhan fisik anak merupakan hal yang sangat penting
karena sekitar 90% sel-sel otak anak akan tumbuh dan berkembang. 1 Jika masa ini
terabaikan, maka akan menjadi masalah kesehatan yang serius bagi balita tersebut,
baik pada masa ini maupun di masa depan.2
Di Indonesia tujuan pembangunan utama dimulai dari peningkatan Sumber
Daya Manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Peningkatan SDM
dimulai dari pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan perhatian utama diberikan
sejak masa tumbuh kembang anak dimulai sejak pembuahan sampai dewasa
muda.3,4
Status gizi bayi atau balita merupakan salah satu indikator yang
menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Penilaian status pada gizi
bayi/balita dapat dilakukan dengan pengukuran antropometri. Indikator yang
diukur ada tiga macam, yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan
menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indikator
yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U). Berdasarkan
standar baku nasional indeks BB/U terdiri dari gizi lebih, gizi baik, gizi kurang
dan gizi buruk.5
Masalah gizi yang terjadi pada balita disebabkan oleh dua faktor yaitu
faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung ialah makanan anak dan
penyakit infeksi yang mungkin diderita oleh anak tersebut, sedangkan faktor tidak
langsung ialah ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan
kesehatan dan juga kesehatan lingkungan.6
Dalam menjalani kehidupannya seorang anak masih sangat tergantung
kepada orang tuanya (ibu), sehingga pendidikan seorang ibu akan memengaruhi
5
status gizi anaknya. Anak sehat dan dinyatakan bergizi baik, jika berat badan anak
bertambah sesuai dengan bertambahnya umur.7
Untuk mengatasi kekurangan gizi yang terjadi pada kelompok usia balita
gizi kurang perlu diselenggarakan pemberian makanan tambahan (PMT). 8
Pemberian makanan tambahan merupakan program intervensi terhadap balita
yang menderita kurang gizi dimana tujuannya ialah untuk meningkatkan status
gizi anak serta untuk mencukupi kebutuhan zat gizi anak sehinggga tercapainya
status gizi dan kondisi gizi yang baik sesuai dengan usia anak tersebut.9
PMT bagi anak usia 13-36 bulan sebagai tambahan, bukan sebagai
pengganti makanan utama sehari-hari. PMT dimaksud berbasis bahan makanan
lokal dengan menu khas daerah yang disesuaikan dengan kondisi setempat.9
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian makanan
tambahan (PMT) dengan kejadian gizi kurang pada balita usia 13-36 bulan di
wilayah kerja puskesmas singgani Kota Palu periode januari 2021.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi gizi kurang pada balita usia 13-36 bulan
berdasarkan jenis kelamin di wilayah kerja puskesmas singgani Kota Palu
periode januari 2021.
b. Untuk mengetahui hubungan pemberian makanan tambahan (PMT)
dengan kejadian gizi kurang pada balita usia 13-36 bulan di wilayah kerja
puskesmas singgani Kota Palu periode januari 2021.
6
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan menjadi sarana untuk menambah wawasan
dan pengetahuan penulis tentang Pemberian makanan tambahan pada balita
dan gizi kurang, beserta hubungannya.
2. Bagi Institusi Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi perhatian bagi institusi
kesehatan agar lebih memperhatikan kejadian gizi kurang pada balita
diwilayah kerja institusi tersebut.
3. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan menjadi pengetahuan bagi orang tua dengan
balita yang memiliki gizi kurang.
4. Bagi Penelitian Lain
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan atau referensi bagi
peneliti lain yang ingin meneliti lebih dalam lagi mengenai Pemberian
makanan tambahan pada balita dan gizi kurang, beserta hubungannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Gizi Kurang
Secara umum kurang gizi disebabkan oleh kurangnya energi atau
protein. Namun keadaan ini dIi lapangan menunjukkan bahwa jarang
dijumpai kasus yang menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan
defisiensi protein biasanya disertai pula dengan defisiensi energi. Oleh
karena itu istilah yang lazim dipakai adalah kekurangan energi protein.10
a. Pengertian
Penyakit kurang energi protein (KEP) diberi nama internasional
yakni Calory Protein Malnutrition (CPM), kemudian diganti dengan
istilah Protein Energy Malnutrion (PEM).11
Malnutrisi sebenarnya adalah gizi salah, yang mencakup gizi
kurang atau lebih. Di Indonesia dengan masih tinggi angka kejadian
gizi kurang, istilah malnutrisi lazim dipakai untuk keadaan ini. Secara
umum gizi kurang disebabkan oleh kurangnya energi atau protein.
Namun keadaan ini di lapangan menunjukkan bahwa jarang dijumpai
kasus yang menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi
protein biasanya disertai pula dengan defisiensi energi. Oleh karena itu
istilah yang lazim dipakai adalah malnutrisi Energi Protein dan Nelson
membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan kekurangan kalori
protein.12
Kekurangan energi protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi.13
b. Klasifikasi KEP
Penggolongan KEP berdasarkan baku antropometri WHO-NCHS
Depkes RI (2002) adalah:
1) Gizi lebih : BB/U ≥ + 2 SD baku WHO-NCHS
6
7
c. Etiologi
Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi kalori maupun
protein, yang berarti kurangnya konsumsi makanan yang mengandung
kalori maupun protein, hambatan utilisasi zat gizi. Adanya penyakit
infeksi dan investasi cacing dapat memberikan hambatan absorpsi dan
hambatan utilisasi zat-zat yang menjadi dasar timbulnya KEP. 11
Penyebab tidak langsung dari KEP ada beberapa hal yang
dominan, antara lain pendapatan rendah sehingga daya beli terhadap
makanan terutama makanan berprotein rendah. Penyebab tak langsung
yang lain adalah ekonomi negara, jika ekonomi negara mengalami
kerusakan krisis moneter akan menyebabkan kenaikan harga barang,
termasuk bahan makanan sumber energi dan sumber protein (beras,
ayam, daging dan telur). Penyebab lain yang berpengaruh terhadap
defisiensi konsumsi makanan berenergi dan berprotein adalah
rendahnya pendidikan umum dan pendidikan gizi, sehingga kurang
adanya pemahaman peranan zat gizi bagi manusia. Atau dengan adanya
produksi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan, jumlah anak yang
terlalu banyak, pola pemberian MP-ASI, kondisi higiene yang kurang
baik, sistem perdagangan dan distribusi yang tidak lancar serta tidak
merata.5
d. Parameter Penilaian Status Gizi
1) Umur.
Faktor umur sangat penting untuk menentukan status gizi.
Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status
gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan
yang akurat menjadi tidak berarti bila tidak disetai dengan penentuan
umur yang tepat. 11
8
e. Patofisiologi
Adapun energi dan protein yang diperoleh dari makanan kurang,
padahal untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi
yang didapat, dipengaruhi oleh makanan yang diberikan sehingga harus
didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan juga
untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.11
Kekurangan energi protein dalam makanan yang dikonsumsi akan
menimbulkan kekurangan berbagai asam amino essensial yang
dibutuhkan untuk sintesis, oleh karena dalam diet terdapat cukup
karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagai asam
amino di dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan
disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan
penyebab kurangnya pembentukan alkomin oleh heper, sehingga
kemudian timbul edema, perlemahan hati terjadi karena gangguan
pembentukan lipo protein beta sehingga transport lemak dari hati ke
hati dapat lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumuasi lemak
dalam hepar.11
f. Dampak Gizi kurang
Akibat kurang gizi terhadap proses tumbuh bergantung pada zat-
zat gizi apa yang kurang.
g. Pencegahan
Upaya pencegahan gizi buruk pada bayi kurang dari 6 bulan adalah
dengan mencegah timbulnya faktor-faktor risiko tersebut, yang meliputi
upaya peningkatan kesehatan ibu, pertolongan persalinan dan pelayanan
kesehatan bayi berkualitas. Kemenkes menjadikan upaya-upaya
tersebut sebagai paket pelayanan Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000
HPK). Tujuannya mengawal status gizi ibu dan janin/bayinya agar tetap
11
sehat sejak di dalam kandungan (270 hari) sampai usia dua tahun (730
hari), melalui; 5
1) Pencegahan pernikahan dini dan kehamilan pada remaja puteri.
2) Pemberian tablet tambah darah pada remaja puteri.
3) Konseling pranikah.
4) Peningkatan upaya kepesertaan Keluarga Berencana (KB).
5) Pelayanan antenatal sesuai dengan standar, termasuk mengatasi
penyakit kronis pada ibu, pemberian makanan tambahan pada ibu
hamil KEK, pemberian Buku KIA, edukasi tentang inisiasi
menyusu dini (IMD) dan promosi ASI eksklusif.
6) Pelayanan persalinan dan nifas serta kunjungan neonatal sesuai
dengan standar dan mengatasi penyulit maupun komplikasi.
7) Pemantauan dan stimulasi tumbuh kembang anak.
8) Pelayanan imunisasi dasar.
9) Pelayanan kesehatan bayi sesuai dengan standar melalui
pendekatan Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM) bagi bayi <
2 bulan dan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) bagi bayi >
2 bulan sampai 59 bulan.
10) Upaya penanggulangan kelainan bawaan.
b. Tujuan.
Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT Pemulihan)
bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan status gizi balita
dengan jalan memberikan makanan dengan kandungan gizi yang
terukur sehingga kebutuhan gizi penderita dapat terpenuhi.16
c. Kebutuhan Zat Gizi
Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal, diperlukan
pedoman jenis dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh individu
secara rata-rata dalam sehari.Kebutuhan zat gizi setiap individu
berbeda-beda tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Sedangkan kebutuhan zat gizi pada anak gizi buruk diberikan menurut
tiap fase pemberian makanan.18
B. Kerangka Teori
C. Kerangka Konsep
D. Hipotesis Penelitian
A. Rancangan Penelitian
N Z21/2 pq
n = ---------------------------------
d2 (N-1) + Z21/2 pq
29
30
dimana:
n = besar sampel minimum
q = 1-p
Z21/2 = derajat kepercayaan (95% = 1.96)
p = proporsi balia gizi kurang (20.46% = 0.2046)
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir (5%)
N = besar populasi (23)
N Z21/2 pq
n = ---------------------------------
d2 (N-1) + Z21/2 pq
23 × 3,84 × 0,16
n = ------------------------------
0,0025 × 22 + 3,84× 0,16
b. Kriteria eksklusi
1) Anak sedang sakit infeksi/kronis saat penelitian berlangsung (diare,
cacar air, batuk rejang, TBC)
2) Anak dengan gizi lebih
Dari hasil pengambilan sampel, didapatkan 1 balita tidak memenuhi
kriteria inklusi dan ekslusi dari total populasi 23 orang, maka total sampel adal
22 Orang, dan hal ini telah memenuhi standar minimal pengambilan sampel.
D. Instrumen Penetilian
Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Catatan
rekam medik penanggung jawab gizi puskesmas singgani bulan januari tahun
2021.
32
E. Alur Penelitian
Persiapan Penelitian
Menentukan populasi
Menetapkan sampel
Pengolahan data
Analisis data
F. Analisis Data
Data yang diperoleh merupakan data sekunder yang diperoleh dari Catatan
rekam medik penanggung jawab gizi puskesmas singgani bulan januari tahun
2021. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program SPSS dengan teknik
analisis bivariat pengujian Pearson jika data berdistribusi normal dan pengujian
Spearmen jika data tidak berdistribusi normal. Data kemudian disajikan dalam
bentuk tabel kemudian dijelaskan secara deskriptif.
G. Etika Penelitian
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada anak balita usia 13-36 bulan dengan gizi
kurang pada Wilayah Kerja Puskesmas Singgani Kota Palu periode Januari 2021,
yaitu sebanyak 22 orang dengan 11 balita yang diberikan PMT dan 11 balita yang
tidak diberikan PMT.
Data yang diambil merupakan data sekunder yang diperoleh dari Catatan
rekam medik penanggung jawab gizi puskesmas singgani bulan januari tahun
2021.
B. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan pada anak balita usia 13-36 bulan dengan gizi
kurang pada Wilayah Kerja Puskesmas Singgani Kota Palu periode Januari 2021,
yaitu sebanyak 22 orang dengan 11 balita yang diberikan PMT dan 11 balita yang
tidak diberikan PMT. Data yang diambil merupakan data sekunder yang diperoleh
dari Catatan rekam medik penanggung jawab gizi puskesmas singgani bulan
januari tahun 2021.
Berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan jumlah balita gizi kurang
yang tidak diberi PMT adalah 11 orang dan setelah hasil pengukuran pada waktu
yang kelompok sebelah telah diberi PMT adalah semua (100%) balita masih tetap
dalam kondisi gizi kurang, yaitu berada ≤ - 2 SD. Hal ini menunjukkan bahwa
balita dengan gizi kurang tidak akan mengalami perbaikan status gizi tanpa
adanya pemberian makanan tambahan.19
Dari hasil juga didapatkan bahwa jumlah balita gizi kurang yang berjenis
kelamin laki-laki yaitu 9 orang (40%) dan perempuan 13 orang (60%). Hasil ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin
dengan status gizi balita. Hal ini disebabkan karena tidak adanya perbedaan
pandangan nilai yang dianut keluarga terhadap keberadaan seorang anak lakilaki
dan perempuan di wilayah ini, sehingga perlakuan keluarga dalam hal pola asuh,
pemberian makan, kesempatan mengakses sumber-sumber kesehatan adalah sama
38
untuk anak laki-laki dan perempuan.19 Menurut UNICEF (2011), gender sangat
berkaitan dengan nilai (value) terhadap seorang anak. Ketidaksetaraan gender
terjadi apabila terdapat penilaian yang berbeda antara anak laki-laki dan
perempuan dalam suatu komunitas yang menyebabkan anak lakilaki dan
perempuan mendapatkan perlakuan yang berbeda, perawatan kesehatan yang
berbeda, dan perbedaan aksesibilitas terhadap sumber-sumber. Hal ini
menyebabkan ketidaktepatan dalam pengasuhan anak dan rendahnya kemampuan
dalam mengakses pelayanan kesehatan.18
Dari data balita yang diberi makanan tambahan, didapatkan jumlah balita
gizi kurang yang diberi PMT adalah 11 orang dan setelah pemberian makanan
tambahan relatif terjadi peningkatan berat badan namun relatif tidak signifikan,
hanya terdapat tiga balita (27%) yang mengalami kenaikan status gizi, dari gizi
kurang menjadi tidak gizi kurang (gizi baik). Hal ini kurang sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat
bermakna antara Pemberian Makanan Tambahan terhadap status gizi anak balita
gizi kurang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti peran ibu,
aktivitas fisik, jenis kelamin, pola asuh dan pemilihan jenis makanan tambahan,
usia balita, riwayat pemberian ASI, asupan makanan, persepsi ibu terkait status
gizi balita, dan pola pengasuhan keluarga terkait gizi. Namun ada penelitian lain
(Poltekkes Yogja) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara status gizi
sebelum penelitian (Sebelum pemberian PMT-P) dan setelah penelitian (setelah
pemberian PMT-P), meskipun begitu ada peningkatan pada rata-rata z-score balita
setelah PMT Pemulihan. Tidak ada perbedaan antara status gizi balita setelah
PMT Pemulihan dan saat penelitian, selain itu diketahui ada penurunan pada rata-
rata z-score balita saat penelitian.20
Setelah dilakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov pada variabel
derajat pemberian makanan tambahan dengan kejadian gizi kurang, diperoleh
hasil Asymp. Sig sebesar 0,024 yaitu lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat
disimpulkan data berdistribusi tidak normal. Karena itu uji korelasi dilanjutkan
menggunakan uji Spearman. Pada uji korelasi Spearman nilai signifikansi =
0,008, yaitu lebih kecil dari 0,05 menunjukkan terdapat hubungan antara
39
Pemberian makanan tambahan terhadap kejadian gizi kurang. Pada hasil juga
didapatkan koefisien korelasi = -0,272 menunjukkan korelasi negatif atau
berbanding terbalik dengan kekuatan hubungan berada direntang 0,20 – 0,399
menunjukkan kekuatan korelasi lemah.21 Hasil ini menunjukkan bahwa semakin
baik pemberian makanan tambahan pada balita gizi kurang akan menurunkan
angka kejadian balita gizi kurang, namun kekuatan korelasi dalam rentang lemah.
Hal ini dapat terjadi karena Pemberian makanan tambahan bukanlah satu-satunya
faktor penentu perbaikan gizi pada balita. Dalam penelitian mengenai tentang
faktor yang berpengaruh terhadap status gizi balita yang menganalisis umur anak,
jenis kelamin, usia orang tua, pekerjaan orang tua, tingkat pendidikan orang tua,
jumlah anggota keluarga dan lamanya menyusui menunjukkan hasil bahwa
pendapatan orang tua merupakan hal yang paling berpengaruh terhadap status gizi
anak balita.20
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwi
Sulistyorini bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola pemberian makanan
tambahan terhadap status gizi balita usia 7-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Pucangsawit Kecamatan Jebres Kota Surakarta dengan p-value 0,016 < 0,05.
Selain itu diperkuat juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Gesit Kusuma
Wardhani bahwa ada hubungan yang signifikan antara pemberian makanan
tambahan dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di wilayah Kelurahan Setabelan
Kota Surakarta dengan p-value 0,001 dan nilai koefisien kontingensi 0,481.21
Pemberian makanan tambahan berkaitan langsung dengan asupan atau
konsumsi anak. Sedangkan asupan makan merupakan factor langsung yang
mempengaruhi status gizi. Pemberian makanan tambahan adalah untuk menambah
energi dan zat-zat gizi yang diperlukan balita. Konsumsi makanan berpengaruh
terhadap status gizi seseorang. Kondisi status gizi baik dapat dicapai bila tubuh
memperoleh cukup zat gizi yang akan digunakan secara efesien, sehingga
memungkinkan terjadinya pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan
kerja untuk mencapai tingkat kesehatan optimal.19
Keberhasilan pemberian makanan tambahan ini di pengaruhi juga oleh
perkembangan fungsi sistem syaraf, saluran cerna dan ginjal balita. Pemberian
40
makanan pada balita adalah topik yang kompleks karena berdampak tidak hanya
pada kesehatan dan status gizi balita, tetapi juga pada perkembangan psikologis
dan untuk membentuk kebiasaan makan yang benar. Kebiasaan makan yang benar
dapat berpengaruh pada kesehatan dan status gizi anak di kemudian hari.20
BAB V
A. Kesimpulan
1. Distribusi Jumlah kejadian gizi kurang pada balita usia 13-36 bulan yang
berjenis kelamin laki-laki yaitu 9 orang (40%) dan perempuan 13 orang (60%).
2. Semakin baik pemberian makanan tambahan pada balita gizi kurang akan
menurunkan angka kejadian balita gizi kurang pada balita usia 13-36 bulan di
wilayah kerja puskesmas singgani Kota Palu, namun kekuatan korelasi dalam
rentang lemah.
B. Saran
Saran yang dapat peneliti berikan sehubung dengan penelitian ini adalah :
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Barness LA, Curran JS. Nutrisi. Edisi Nelson Ilmu Kesehatan Anak:
Behrman, Kliegman, Arvin, 2000; p. 23-5
2. Arisman. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC, 2007; p. 14-5.
3. Notoatmodjo S. Ilmu Kesehatan Masyarakat Jakarta. Jakarta: Rineka
Cipta,1996; p. 95-135.
4. Soekirman. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2000; p. 1-2.
5. Supariasa, I.D.N., Bakri Bachyar. Fajar Ibnu. Penilaian Status Gizi. Jakarta:
Penerbit buku Kedokteran EGC; 2012
6. Putuhena. Hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi anak
sekolah Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang
Propinsi Jawa Tengah. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana UGM, 1998; p.
50-2.
7. Riset kesehatan dasar. Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan Depar-temen Kesehatan RI. Jakarta, 2008; p. 23.
8. Departemen Kesehatan RI. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak. Direktorat Bina Gizi. Keputusan Menkes RI. No.1995/
Menkes/SK/XII/. Jakarta, 2010; p. 12-4.
9. Kementrian Perencanaan pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pemba-ngunan Nasional. Tentang Rancangan Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2010-2014. Jakarta, 2013; p. 34-6.
10. Markum, A.H. Ilmu Kesehatan Anak . Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1999.
11. Andriani, M. Wiratmadji, B. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana
Media Grup; 2012.
12. Soedibyo S, Winda F. Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu pada
Bayi yang berkunjung ke unid pediatri rawat jalan. Sari Pediatri.
2007;8(4):270-5. Epub 4 Maret 2007.
13. Djaeni Sediaoetama Achmad. 2008. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan
Profesi, Jilid 1. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2008.
14. Almatsier, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama; 2010.
15. Kementerian Kesehatan RI. Warta Kesmas ‘Gizi, Investasi Masa Depan
Bangsa’. 2, (2017).
16. Par’i, H. M., Wiyono, S. & Harjatmo, T. P. Bahan Ajar Gizi ‘Penilaian
Status Gizi’. (Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan, 2017).
17. NACS. MODULE 2. Nutrition Assessment and Classification. Nutr.
Assessment, Couns. Support (2016).
18. UNICEF, World Health Organization & The World Bank. Joint Child
Malnutrition Estimates: Levels and Trends in Child Malnutrition. 35 (2012)
doi:10.1093/ije/dyr050.
19. Ersa, A., Artathi Eka, S. & Walin. Efektivitas Program PMT Pemulihan
Terhadap Kenaikan Berat Badan Pada Balita Status Gizi Buruk di
Kabupaten Banyumas. J. Ilm. Kebidanan 4, 220– 226 (2013).
20. Anggraeni, S. & Hari Poernomo, D. Pengaruh Pemberian Makanan
Tambahan Pemulihan (PMT-P) Terhadap Pertumbuhan Balita Bawah Garis
Merah (BGM) di Puskesmas Kota Wilayah Selatan Kediri. J. Penelit.
STIKES Kediri 4, 1-7–7 (2011).
21. Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;
2010.
LAMPIRAN