Anda di halaman 1dari 12

TEORI LOKASI VON THUNEN

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas


Geografi Pertanian

Dosen Pengampu:
Dra.Elfayeti MP

Disusun oleh,
Kelompok 5 :

1. Panji Pranata ( 3172131006 )


2. Willy Mesansius Gultom ( 3173131037 )
3. Kanisius Sihotang ( 3173131019 )
4. Agung Paskah Gea ( 3172131009 )
5. Heri Agustino Simanjuntak ( 3171131007 )

Kelas : C - 2017

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karunia-Nya tim penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Geografi Pertanian ( Makalah Presentasi ). Selama penyusunan makalah ini, penulis banyak
mengalami kesulitan dan hambatan. Namun berkat bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak, makalah ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa baik isi maupun teknik
penyajian tulisan masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kepada
para pembaca untuk memberi tanggapan berupa kritik dan saran yang sifatnya membangun
untuk meningkatkan mutu penulisan selanjutnya. Akhir kata semoga tugas makalah ini
bermanfaat untuk kalangan umum maupun pendidikan.

Medan, Maret 2020


Penulis

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2

1.3 Manfaat Penulisan......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Dasar Pemikiran Teori von Thunen .............................................................. 3

2.2 Perencanaan Wilayah dan Kota .................................................................... 3

2.2.1 Asumsi-asumsi Teori von Thunen ............................................................. 5

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ...........................................................,........................................ 6

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 8


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan
ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang langka,
serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau
kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial (Ibrahim, 1998). Dalam mempelajari lokasi
berbagai kegiatan, ahli ekonomi regional atau geografi terlebih dahulu membuat asumsi
bahwa ruang yang dianalisis adalah datar dan kondisinya di semua arah adalah sama.
Salah satu unsur ruang adalah jarak. Jarak menciptakan ‘gangguan’ ketika manusia
berhubungan atau bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya. Salah satu hal yang banyak
dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu
lokasi ke lokasi lainnya. Studi tentang lokasi adalah melihat kedekatan atau jauhnya satu
kegiatan dengan kegiatan lain dan apa dampaknya atas kegiatan masingmasing karena lokasi
yang berdekatan (berjauhan) tersebut.
Walaupun teori yang menyangkut pola lokasi ini tidak berkembang, tetapi telah ada
sejak awal abad ke-19. Secara empiris dapat diamati bahwa pusat-pusat pengadaan dan
pelayanan barang dan jasa yang umumnya adalah perkotaan (central places), terdapat tingkat
penyelidikan pelayanan yang berbeda-beda. Pelayanan masing-masing kota untuk tingkat
yang berbeda bersifat tumpang tindih, sedangkan untuk yang setingkat walaupun tumpang
tindih tetapi tidak begitu besar. Keadaan ini bersifat universal dan dicoba dijelaskan oleh
beberapa ahli ekonomi salah satunya yaitu J.H. von Thunen yang melihat perbedaan
penggunaan lahan dari sudut perbedaan jarak ke pasar yang tercermin dalam sewa tanah.
Teori von Thunen ini termasuk teori lokasi klasik yang tradisional dan dikemukakan sebelum
masa modern.
Teori von Thunen ini dapat digunakan sebagai dasar pendekatan pengembangan
wilayah kawasan perbatasan, khususnya melalui pengembangan transportasi. Wilayah
kawasan perbatasan di Indonesia umumnya merupakan wilayah yang memiliki jarak paling
jauh dari pusat kota dan berfungsi sebagai penyedia bahan baku. Berdasarkan teori ini,
kegiatan ekonomi/produksi yang paling cocok untuk wilayah ini adalah kegiatan
ekonomi/produksi komoditas yang paling efisien menurut besaran biaya produksi dan biaya
transportasi jika berada di dekat penyedia bahan baku dan jauh dari pasar (pusat kota).
Kawasan perbatasan yang dipilih untuk studi kasus makalah ini adalah kawasan perbatasan
Pulau Sebatik, Kalimantan Timur yang berbatasan langsung dengan Kota Tawau, Malaysia.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa itu Teori Von Thunen


2. Bagaimana perencanaan wilayah dengan teori Von Thunen.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Memberikan deskripsi mengenai Teori Von Thunen


2. Mendeskripsikan perencaan wilayah dan kota melalui Teori Von Thunen.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dasar Pemikiran Teori von Thunen

Johan Heinrich von Thunen (1783-1850) adalah seorang ahli dalam ekonomi
pertanian yang berasal dari Jerman dan merupakan orang pertama yang membuat model
analisis dasar dari hubungan antara pasar, produksi, dan jarak (Prof. Syafrizal, 2008). Teori
von Thunen dikenal dengan teori land use yang merupakan teori lokasi yang dicetuskan
pertama kali di Jerman dimana pada saat tidak ada industri, jalan raya maupun jalan kereta.
Pada saat itu kondisi perekonomian pada umumnya berupa pertanian dengan sistem tuan
tanah. Tanah pada saat itu dikuasai oleh raja dan para bangsawan yang menyewakan tanahnya
pada petani dengan sewa tanah dapat dibayar oleh para petani dengan menggunakan hasil
pertaniannya.

Pasa saat itu penggunaan lahan didominasi oleh pertanian dan memiliki struktur
ruang monocentric. Hasil produksi pertanian yang dihasilkan petani juga dijual di kota
sebagai daerah pusat perdagangan, dimana petani bertempat tinggal secara menyebar di
wilayah tersebut dan melakukan kegiatan komoditi. Dengan adanya area pertanian yang
terletak tidak strategis maka petani yang berada di lokasi jauh dari pusat pasar harus
menempuh jarak yang jauh untuk menjual hasil panennya. Padahal pada saat itu transportasi
yang digunakan berupa gerobak yang ditarik sapi, kuda atau keledai, sehingga biaya
transportasi yang dikeluarkan tinggi dan tidak sebanding dengan upah yang didapat. Dengan
begitu menunjukan bahwa mahalnya kota sebagai pusat pasar. Berdasarkan struktur ruang
yang sederhana tersebut, von Thunen menyusun teori lokasi untuk kegiatan pertanian sebagai
contoh kasusnya atas dasar perbedaan sewa tanah.
2.2 Perencanaan Wilayah dan Kota ( Teori Von Thunen ).

Dalam teori lokasi yang dicetuskan oleh von Thunen, terdapat pertimbangan -
pertimbangan dari segi efisiensi tenaga kerja, maupun ekonomi. Dari beberapa teori lokasi
yang ada, teori von Thunen merupakan teori lokasi yang memelopori teori penentuan lokasi
berdasar segi ekonomi yang didasarkan pada sewa tanah.
Von Thunen berpendapat bahwa suatu pola produksi pertanian berhubungan dengan
pola tata guna lahan di wilayah sekitar pusat pasar atau kota. Harga sewa suatu lahan akan
berbeda-beda nilainya tergantung tata guna lahannya. Lahan yang berada di dekat pusat pasar
atau kota memiliki sewa lahan yang lebih mahal dibandingkan lahan yang jauh dari pusat
pasar. Karena semakin jauh jarak dari pusat pasar maka meningkatkan biaya tranportasi.
Sehingga von Thünen mengembangkan teori dasar konsep marginal produktivitas secara
matematis, yaitu penggunaan lahan pertanian didasarkan pada rumus sebagai berikut:

R = Y (p − c) – Yfm ,

R= sewa tanah;

Y= hasil per unit tanah; c= pengeluaran


produksi per unit komoditas; p= harga pasar
per unit komoditas; F= harga pengangkutan;
m= jarak ke pasar.
Dari pendekatan tersebut dapat dikatakan bahwa sewa lahan berbanding lurus dengan
keuntungan yang didapatkan. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke
pasar dengan menggunakan kurva permintaan.
Gambar 2.1 Kurva Sewa Lahan Teori von Thunen
Sumber : Center for Spatially Integrated Social Science

Berdasarkan perbandingan antara harga jual dengan biaya produksi tersebut, masing-
masing jenis produksi memiliki kemampuannya untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi
kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan kegiatan itu
berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram
cincin. Diagram cincin von Thunen tersebut biasa dikenal dengan istilah “Model Zona
Sepusat”. Dimana Pada lingkaran nomor pertama pertanian intensif seperti sayur-sayuran,
buah, susu dan lain-lain yang merupakan hasil pertanian yang harus didistribusi secara cepat
maka pertanian jenis ini terdapat di dekat pusat kota, kemudian hutan yang merupakan
penghasil kayu dimana kayu memiliki kesulitan untuk didistribusikan sehinggi lokasinya di
lingkaran kedua. Pada lingkaran ketiga merupakan lahan pertanian ekstensif seperti padi,
dimana padi dapat bertahan lama daripada pertanian intensif dan lebih mudah untuk
didistribusikan sehingga terletak jauh dari pusat kota. Serta cincin yang paling luar
merupakan lokasi pertenakan dengan dasar bahwa hewan ternak dapat berjalan sendiri
sehingga tidak membutuhkan biaya transportasi.
Gambar 2.2 Model Zona Sepusat Teori von Thunen
Sumber : Von Thunen model Exercise (SPINlab Universiteit Amsterdam)

2.2.1 Asumsi-asumsi Teori Land Use von Thunen

Model von Thunen mengenai tanah pertanian ini dibuat sebelum era industrialisasi.
Dalam teori ini, von Thunen melakukan pengamatan di daerah pertanian pada abad ke-19
dengan beberapa asumsi yaitu (Prof. Sjahrizal, 2008):
1. Isolated stated, terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan
dengan daerah pedalamannya dan merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan
pokok yang merupakan komoditi pertanian.
2. Single market, daerah perkotaan tersebut merupakan daerah penjualan kelebihan
produksi daerah pedalaman dan tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah
lain.
3. Single destination, daerah pedalaman tidak menjual kelebihan produksinya ke daerah
lain kecuali ke daerah perkotaan. Daerah pedalaman merupakan daerah berciri sama
(homogenous) dan cocok untuk tanaman dan peternakan dalam menengah.
4. Homogenous, daerah pedalaman merupakan daerah berciri sama (homogen) dan
cocok untuk tanaman dan peternakan dalam menengah
5. Maximum oriented, daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk
memperoleh keuntungan maksimum dan mampu untuk menyesuaiakan hasil tanaman
dan peternakannya dengan permintaan yang terdapat di daerah perkotaan.
6. One moda transportation, satu-satunya angkutan yang terdapat pada waktu itu adalah
angkutan darat berupa gerobagk yang dihela oleh kuda.
7. Equidistant, biaya angkutan ditanggung oleh petani dan besarnya sebanding dengan
jarak yang ditempuh. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar.

Dengan asumsi tersebut maka daerah lokasi berbagai jenis pertanian akan berkembang
dalam bentuk lingkaran tidak beraturan yang mengelilingi daerah pertanian.

Gambar 2.3 Pola Penggunaan Lahan Teori von Thunen


Sumber : The Geography of Transport Systems

Gambar model von Thunen di atas dapat dibagi menjadi dua bagian. Pada sisi kiri
menampilkan isolated area yang terdiri dari dataran yang teratur. Semakin mendekati pusat
kota, sewa lahan semakin mahal. Sisi sebelah kanan merupakan modified conditions atau
kawasan dengan kondisi yang telah dimodifikasi. Pengertian modifikasi dapat dilihat bahwa
pada kawasan tersebut terdapat sungai yang dapat dilayari sehingga transportasi tidak hanya
melalui darat. Seperti pada isolated state, daerah di sekitar pusat kota dan sungai sewa
lahannya tinggi. Sungai sebagai jalur transportasi sehingga merupakan daerah yang strategis.
Oleh karena itu penggunaan lahan di sekitarnya akan sangat diminati oleh masyarakat.
BAB III

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

• Teori von Thunen mendasarkan bahwa dalam menentukan pemilihan lokasi atau
penggunaan lahan adalah tinggi rendahnya sewa tanah. Biasanya sewa tanah ini akan
semakin tinggi bila mendekati pusat kota dan akan semakin rendah bila jauh dari
pusat kota. Kemampuan dalam membayar sewa tanah akan ditentukan oleh besarnya
hasil produksi yang diperoleh serta biaya-biaya yang harus dikeluarkan baik untuk
kegiatan produksi maupun ongkos angkut hasil produksi ke pasar.
• Teori penggunaan lahan von Thunen di kawasan perbatasan masih terdapat
implikasinya. Penggunaan lahan di kawasan kota sesuai dengan model modified state
yang jalur transportasi tidak hanya jalan juga terdapat sungai. Masyarakat desa yang
menjual hasil produksi ke kota, kota harus mempertimbangkan keawetan, harga, dan
beban angkutan untuk memperoleh keuntungan maksimal. Penggunaan lahan
pertanian di desa ditentukan berdasarkan jarak dari desa dan keberadaan
aksesibilitasnya. Penggunaan lahan untuk persawahan, ladang dan perkebunan berada
di daerah yang memiliki aksesibilitas tinggi sehinga memudahkan dalam
pendistribusian hasil produksi

DAFTAR PUSTAKA

https://people.hofstra.edu/geotrans/eng/ch6en/conc6en/vonthunen.html diakses pada


tanggal 22 Februari 2014

http://karyanunukan.wordpress.com/2014/01/12/tinggal-menunggu-tandatangan-
bupati-danketua-dprd/ diakses pada tanggal 24 Februari 2014

http://lyeta12.blogspot.com/2011/12/penerapan-teori-lokasi-von-thunen-pada.html
diakses pada tanggal 22 Februari 2014

Anda mungkin juga menyukai