Anda di halaman 1dari 13

JURNAL AWAL PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI III

PRAKTIKUM 1
PENYAKIT STROKE

Oleh :
Ni Kadek Sucahya Oktapiani (18021078/A3C)

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIK


FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
2021
PRAKTIKUM I
PENYAKIT STROKE

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi penyakit stroke
2. Mengetahui klasifikasi penyakit stroke
3. Mengetahui patofisiologi penyakit stroke
4. Mengetahui tatalaksana penyakit stroke (farmakologi dan non farmakologi)
5. Dapat menyelesaikan kasus terkait penyakit stroke secara mandiri dengan
menggunakan metode SOAP.

II. DASAR TEORI


2.1 Definisi Stroke
Stroke merupakan enyebab kecacatan nomor satu di duniadan penyebab
kematian nomor dua di dunia. Dua per tiga stroke terjadi di negara berkembang.
Pada masyarakat berat, 80% penderita mengalami stroke iskemik dan 20%
mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring pertambahan usia
(Dewanto dkk, 2009).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak seiring ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer.dkk., 2002).
Stroke merupakan gangguan fungsi otak yang timbul mendadak karena
terjadinya gangguan peredaran darah otak yang menimbulkan kehilangan fungsi
neurologis secara cepat. Dampak dari penyakit stroke diantaranya keterbatasan
aktivitas (Pinzon dan Asanti, 2010).
2.2 Klasifikasi Stroke
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut :
1. Stroke Iskemik
Sekitar 80% - 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi
atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Klasifikasi
stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas:
a. Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam
waktu kurang dari 30 menit
b. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND): defisit neurologis
membaik kurang dari 1 minggu
c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
d. Completed Stroke
Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi:
a. Trombosis
Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis temporalis, poliarteritis
nodosa; Robeknya arteri: karotis, vertebralis 10 (spontan atau traumatik);
Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
b. Embolisme
Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium, penyakit
jantung rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati
iskemik; Sumber tromboemboli aterosklerotik di arteri: bifurkasio karotis
komunis, arteri vertebralis distal; Keadaan hiperkoagulasi: kontrasepsi oral,
karsinoma.
c. Vasokonstriksi
d. Vasospasme serebrum setelah PSA (Perdarahan Subarakhnoid).
(Dewanto, dkk., 2009)
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% - 20% dari semua
stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke
dalam jaringan otak (Price & Wilson, 2012).
Beberapa penyebab perdarahan intraserebrum: perdarahan
intraserebrum hipertensif;perdarahan subarakhnoid (PSA) pada ruptura
aneurisma sakular (Berry), ruptura malformasi arteriovena 11 (MAV), trauma,
penyalahgunaan kokain, amfetamin, perdarahan akibat tumor otak, infark
hemoragik, penyakit perdarahan sistemik termasuk terapi antikoagulan (Price
& Wilson, 2012).
2.3 Patofisiologi Stroke
Oksigen sangat penting untuk otak, jika terjadi hipoksia seperti yang terjadi
pada stroke, di otak akan mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen (AHA, 2015). Pembuluh darah yang paling sering terkena
adalah arteri serebral dan arteri karotis interna yang ada di leher (Guyton & Hall,
2014).
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi (Gambar 1): arteria karotis interna
dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya.

Gambar 1. Sirkulus Willisi


Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15
sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa
oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang
diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat
sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang
mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh
darah yang memperdarahi otak (Price & Wilson, 2006).
Adanya gangguan pada peredaran darah otak dapat mengakibatkan cedera
pada otak melalui beberapa mekanisme, yaitu : 1) Penebalan dinding pembuluh
darah (arteri serebral) yang menimbulkan penyembitan sehingga aliran darah tidak
adekuat yang selanjutnya akan terjadi iskemik. 2) Pecahnya dinding pembuluh
darah yang menyebabkan hemoragik. 3) Pembesaran satu atau sekelompok
pembuluh darah yang menekan jaringan otak. 4) Edema serebral yang merupakan
pengumpulan cairan pada ruang interstitial jaringan otak (Smeltzer & Bare, 2013).
Penyempitan pembuluh darah otak mula-mula menyebabkan perubahan
pada aliran darah dan setelah terjadi stenosis cukup hebat dan melampaui batas
krisis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Obtruksi suatu pembuluh
darah arteri di otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak
normal sekitarnya masih mempunyai peredaran darah yang baik berusaha
membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan yang
terjadi pada kortek akibat oklusi pembuluh darah awalnya adalah gelapnya warna
darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan dilatasi arteri dan arteriola
(AHA, 2015).
Penyempitan atau penyumbatan pada arteri serebri media yang sering
terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralaterla, serta defisit
sensorik(hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan 2
postsentralis. Kelemahan tangan maupun kaki pada pasien stroke akan
mempengaruhi kontraksi otot. Berkurangnya kontraksi otot disebabkan karena
berkurangnya suplai darah ke otak belakang dan otak tengah, sehingga dapat
menghambat hantaran jarasjaras utama antara otak dan medula spinalis. Kekuatan
otot adalah kemampuan otot atau group otot menghasilkan tegangan dan tenaga
selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun statis (Jyh-Geng, et al., 2005)
sedangkan fungsi paling utama lengan dan tangan adalah untuk berinteraksi dengan
lingkungan (Krakauer, 2005).
2.4 Terapi Stroke
2.3.1 Terapi Farmakologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), penatalaksanaan stroke dapat
dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Phase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan,
oksigenisasi dan sirkulasi.
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/emobolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang
2. Post phase akut :
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
b. Program fisiotherapi
c. Penanganan masalah psikososia
2.3.2 Terapi Non Farmakologi
Terapi Non farmakologi yang dapat diberikan kepada pasien yang
mengalami Stroke adalah memperbaiki gaya hidup, tidak mengkonsumsi
alkohol, tidak mengkonsumsi makanan berlemak, tidak merokok dan
melakukan olahraga

III. ALAT DAN BAHAN


3.1 ALAT
1. Form SOAP
2. Form Medication Record
3. Catatan Minum Obat
4. Kalkulator Scientific
5. Laptop dan koneksi internet.
3.2 BAHAN
1. Text Book
2. Data nilai normal laboratorium
3. Evidence terkait (Journal, Systematic Review, Meta Analysis).
IV. STUDI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Nonya N
Usia/JK : 52 tahun
K :P
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Banjar Jangka Kulon Sukabumi
No. RM : 28 Januari 2020.

Wanita dengan umur 52 tahun mengalami penurunan kesadaran yang


sebelumnya diawali nyeri kepala disertai muntah yang menyembur. Memiliki riwayat
hipertensi sejak 6 tahun yang lalu dan tidak terkontrol. Riwayat DM disangkal. Riwayat
stroke seebelumnya disangkal. Pasien sering makan ikan asin dan emping. Gemar
minum kopi dan jarang olah raga.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran somnolent. Kontak (+), GCS 12,
tekanan darah 120/100 mm/Hg. Status generalist tidak ditemukan kelainan. Status
neurologis dengan rangsang meningeal (-), 12 nervous kranial paresenervus VII
sentralsinitra, parasenervus XII sinistra. Fungsi motorik hemiparesedextra, fungsi
sensori belum dapat dinilai. Fungsi vegetative dalam batas normal, reflex fisiologis
normal, tidak terdapat reflex fisiologis, hematologi rutin ditemukan leukositosis, GDS
149, ureum sedikit meningkat.

Diagnosa :
Klinis : Stroke
Etiologi : Perdarahan Intra Serebra
Faktor Resiko : Hipertensi
PHARMACEUTICAL CARE

PATIENT PROFILE

Tn. / Ny.

Jenis Kelamin : Tgl. MRS :


Usia : Tgl. KRS :
Tinggi badan :
Berat badan :

Presenting Complaint

Diagnosa kerja :
Diagnosa banding :

➢ Relevant Past Medical History:

Drug Allergies:

Tanda-tanda Vital tgl tgl tgl tgl tgl tgl


Tekanan darah
Nadi
Suhu
RR
Medication
No. Nama Obat Indikasi Dosis yang Dosis Terapi
digunakan (literatur)
1

8
LABORATORY TEST
Test (normal range) Tgl Tgl
WBC (4000-10000/mm3)
Hb (L: 13-17 g/dL)
RBC (4-6x106/mm3)
Hct (L:40-54%)
PLT (150000-450000/mm3)
Gula darah puasa (76-110 mg/dL)
Gula darah 2 jam PP (90-130 mg/dL)
Cholesterol (150-250 mg/dL)
TG (50-200 mg/dl)
Uric acid (L:3,4-7 mg/dL)
Albumin (3,5-5,0 g/dL)
SGOT (0-35 u/L)
SGPT (0-37 u/L)
BUN (10-24 mg/dL)
Kreatinin (0,5-1,5 mg/dl)
Natrium (135-15 mEq/L)
Kalium (3,5-5,0 mEq/L)

No Further Information Required Alasan


1.

2.

3.

4
5

Problem List (Actual Problem)


Medical Pharmaceutical
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7

PHARMACEUTICAL PROBLEM

Subjective (symptom)

- Objective (signs)

Assesment (with evidence)


Plan (including primary care implications)

Monitoring
• Efektivitas

• Efek Samping Obat


DAFTAR PUSTAKA

American Heart association (AHA). 2015. Health Care Research : Coronary Heart Disease.
Dewanto G., Suwono, W. J., Riyanto, B., Turana Y., 2009. Stroke/Gangguan Peredaran Darah
Dalam Otak. Dalam Dewanto G., Suwono, W. J., Riyanto, B., Turana Y. Panduan
Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta : EGC.
Jyh-Geng, Yen, Ray-Yau Wang, Hsin-Hung, Chen, & Chi-Tzong Hong. (2005). Effectiveness
of Modified Constraint-Induced Movement Therapy on Upper Limb Function in
Stroke Subjects. Acta Neurologica Taiwanica. Vol 14 (No1).
Krakauer J W. 2005. Arm Function after Stroke: From Physiology to Recovery. Seminar
inneurology. Vol. 25.
Pinzon R dan Asanti. 2010. Awas Stroke! Pengertian, Gejala, Tindakan, Perawatan dan
Pencegahan. Yogyakarta : Andi Offset.
Price, S. A., & Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi Vol 2 ; Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit.
Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Price, S. A., & Wilson, L.M. 2012..Patofisiologi: konsep klinis proses- proses penyakit, 6 ed.
vol. 1. Alih bahasa : Pendit BU, et al. Editor : Hartanto, H., et al. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo…(dkk),
EGC, Jakarta.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai