Anda di halaman 1dari 53

PELAYANAN

1
Pendahuluan
• Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotekmenetapkan adanya
keharusan adanya pelayanan farmasi klinik
• Adalah bagian dari pelayanan kefarmasian yang
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien terkait
dengan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP
untuk meningkatkan kualitas hidup (outcome) pasien
• Penggolongan obat terdiri atas obat bebas, obat bebas
terbatas, Obat Wajib Apotek, obat keras, psikotropika
dan narkotika (Permenkes RI Nomor 949 Tahun 2000)
– Prekursor, OOT

2
PELAYANAN FARMASI KLINIK* (Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek)
• Meliputi:
– a. pengkajian Resep;
– b. dispensing;
– c. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
– d. konseling;
– e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy
care);
– f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
– g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
*Permenkes no 73 tahun 2016

3
A. Pengkajian Resep
• Pengkajian dan pelayanan resep merupakan
suatu rangkaian kegiatan yang meliputi
penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan BMHP, termasuk peracikan obat
dan penyerahan disertai pemberian informasi.
• Pengkajian dan pelayanan resep dilakukan untuk
semua resep yang masuk tanpa kriteria pasien.

4
A. Pengkajian Resep
• 1) Terima resep elektronik atau resep manual yang
diserahkan ke bagian farmasi.
• 2) Jika sudah menggunakan sistem informasi, cetak resep
elektronik.
• 3) Jika resep manual tidak terbaca, hubungi dokter penulis
resep.
• 4) Periksa kelengkapan administratif berupa identitas
pasien (nama, usia/tanggal lahir), berat badan (terutama
pasien pediatri), tinggi badan (pasien kemoterapi), tanggal
resep, nama dokter.
• 5) Lakukan pengkajian resep dengan menceklis formulir
verifikasi resep di belakang resep manual sesuai dengan
kertas kerja.

5
A. Pengkajian Resep
• 6) Berikan tanda ceklis di kolom Ya (jika hasil
pengkajian sesuai) atau Tidak (jika hasil pengkajian
tidak sesuai) pada masing-masing hal yang perlu dikaji.
• 7) Jika ada hal yang perlu dikonfirmasi, hubungi dokter
penulis resep (hasil konfirmasi dengan dokter dicatat di
resep).
• 8) Berikan garis merah untuk obat golongan Narkotika
dan garis biru untuk obat psikotropika.
• 9) Informasikan dan minta persetujuan tentang harga
resep pada pasien beli tunai.
• 10) Simpan hasil pengkajian resep.
• 11) Membuat laporan pengkajian resep setiap bulan.
6
7
B. Dispensing
• Dispensing bertujuan untuk menyiapkan,
menyerahkan dan memberikan informasi obat
yang akan diserahkan kepada pasien.
• Dispensing dilaksanakan setelah kajian
administratif, farmasetik dan klinik memenuhi
syarat.

8
Salinan Resep
• Salinan resep adalah salinan tertulis dari suatu resep
• Dapat digunakan sebagai ganti resep asli, misalnya apabila
obat baru diambil sebagian atau untuk resep ulangan
• Salinan resep selain memuat semua keterangan yang
termuat dalam resep asli harus memuat pula:
a. Nama dan alamat apotek
b. Nama dan nomor SIPA dari APA
c. Tanda tangan atau paraf APA
d. Tanda det=detur untuk obat yang sudah diserahkan, atau
tanda ne det=ne detur untuk obat yang belum diserahkan
e. Tulisan p.c.c yang menyatakan pro copy conform atau
resepdisalin sesuai aslinya
f. Nomor resep dan tanggal pembuatan

9
B. Dispensing
• a. menyiapkan obat sesuai dengan permintaan
resep
• b. melakukan peracikan obat bila diperlukan.
Memberikan etiket yang berisi tentang
informasi tanggal, nama pasien dan aturan
pakai. Memberikan keterangan “kocok
dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau
emulsi. Memberikan keterangan habiskan
untuk obat antibiotik

10
B. Dispensing
• c. memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan
terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu
obat dan menghindari penggunaan yang salah.
• d. sebelum obat diserahkan kepada pasien harus
dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan
nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis
dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket
dengan Resep).
• e. memanggil nama dan nomor tunggu pasien dan
memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.
• f. memastikan 5 tepat yakni, tepat obat, tepat pasien,
tepat dosis, tepat rute, tepat waktu pemberian.

11
B. Dispensing
• g. memberikan informasi obat mencakup nama obat, dosis,
cara pakai obat, indikasi, kontra indikasi, efek samping, cara
penyimpanan obat, stabilitas dan interaksi yang diserahkan
kepada pasien dan meminta nomor kontak pasien. Jika
diperlukan pasien dapat diberi konseling obat di ruang
konseling.
• h. menyimpan dan mengarsip resep sesuai dengan
ketentuan.
• i. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan
menggunakan Lampiran 12 sebagaimana terlampir. Catatan
pengobatan pasien diutamakan untuk pasien yang
diprioritaskan mendapatkan pelayanan farmasi klinik
(Konseling, PTO) contohnya pasien-pasien penyakit kronis.

12
13
Dispensing Swamedikasi
• Apoteker di Apotek juga dapat melayani obat
non resep atau pelayanan swamedikasi.
• Apoteker harus memberikan edukasi kepada
pasien yang memerlukan obat non resep
untuk penyakit ringan dengan memilihkan
obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

14
Swamedikasi
• Upaya yang paling banyak dilakukan
masyarakat untuk mengatasi keluhan atau
gejala penyakit, sebelum memutuskan
mencari pertolongan ke fasyankes/nakes
• Lebih dari 60 % masyarakat melakukan
swamedikasi; 80%nya menggunakan obat
modern
• Masyarakat memerlukan informasi yang jelas
tepat dan benar, dapat dipercaya

15
Swamedikasi
• Informasi?
– Mengetahui jenis dan jumlah obat yang dibutuhkan
– Mengetahui kegunaan dari tiap obat
– Menggunakan obat secara benar (cara, aturan, lama)
– Mengetahui batas kapan harus menghentikan
swamedikasi
– Mengetahui kapan harus segera minta pertolongan
Nakes
– Mengetahui Efek Samping Obat
– Mengetahui siapa yang tidak boleh menggunakan
obat tsb

16
Pelayanan Swamedikasi
1. Penyakit
• Kriteria inklusi (penyakit ringan)
• Lihat handbook of nonprescripton drug
• Kriteria eksklusi X
2. Obat
• Boleh diberikan untuk swamedikasi
• Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, OWA
• Tidak boleh (obat keras di luar OWA) X

17
18
Pelayanan OWA
• Obat Wajib Apotek (OWA) merupakan obat keras yang dapat
diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep
dokter
• Penggolongan obat ke dalam OWA ini ada sejak tahun 1990 dengan
adanya Kepmenkes Nomor 347 Tahun 1990 tentang Obat Wajib
Apotek
• OWA diharapkan dapat meningkatkan masyarakat dalam
swamedikasi
• Peningkatan swamedikasi oleh masyarakat secara tepat, aman dan
rasional dapat dicapai melalui peningkatan penyediaan obat
• Selain masyarakat dapat menggunakan obat tanpa resep (obat
bebas dan obat bebas terbatas), dirasa perlu untuk mengadakan
kriteria obat keras yang dapat diberikan tanpa resep

19
Hal yang melatarbelakangi
ditetapkannya peraturan OWA:
a. Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah
kesehatan, dirasa perlu ditunjang dengan sarana
yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri
b. Peningkatan pengobatan sendiri secara tepat, aman
dan rasional dapat dicapai melalui peningkatan
penyediaan obat yang dibutuhkan untuk
pengobatan sendiri yang sekaligus menjamin
penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional
c. Peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE
(Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan
obat kepada masyarakat perlu ditingkatkan dalam
rangka peningkatan pengobatan sendiri

20
Obat-obat yang dapat diserahkan
tanpa resep harus memenuhi kriteria:
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada
wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan
orangtua diatas 65 tahun
b. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak
memberikan risiko pada kelanjutan penyakit
c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan/atau alat
khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang
prevalensinya tinggi di Indonesia
e. Obat yang dimaksud memiliki rasio, khasiat dan
keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk
pengobatan sendiri

21
Apoteker dalam melayani pasien yang
memerlukan OWA diwajibkan:
a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis
obat per pasien yang disebutkan dalam OWA
yang bersangkutan
b. Membuat catatan pasien serta obat yang
telah diserahkan
c. Memberikan informasi yang meliputi dosis
dan aturan pakainya, kontra indikasi, efek
samping dll yang perlu diperhatikan oleh
pasien

22
Dinamika Aturan OWA
• Kepmenkes Nomor 347 Tahun 1990 berisikan
tentang obat-obat keras yang dapat diserahkan
tanpa resep dokter oleh apoteker (OWA no 1)
• Kepmenkes Nomor 924 Tahun 1993 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 2
• Permenkes tentang Daftar Perubahan Golongan
Obat No. 1
• Kepmenkes RI Nomor 1176 Tahun 1999 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 3
23
Contoh OWA

Nama Obat Indikasi Jumlah tiap Catatan


jenis obat
per pasien
Metoklopramid Mual, muntah Maksimal 20 Apabila mual, muntah
tablet berkepanjangan, pasien
dianjurkan agar kontrol ke dokter
Kombinasi Kontrasepsi 1 siklus Pasien dianjurkan kontrol ke
Linestrenol- dokter tiap 6 bulan, untuk siklus
Etinil Estradiol pertama harus dengan resep
dokter
Asam Sakit kepala/gigi Maksimal 20
mefenamat tablet
Sirup 1 botol
Ranitidin Antiulkus, Maksimal 10 Pemberian obat harus atas dasar
peptik tablet pengobatan ulangan dari dokter
150 mg
Allopurinol Antigout Maksimal 10 Pemberian obat harus atas dasar
tablet 1 pengobatan ulangan dari dokter
00 mg
24
Nama Obat Indikasi Jumlah tiap Catatan
jenis obat
per pasien
Diklofenak Antiinflamasi Maksimal 10 Pemberian obat harus atas dasar
Natrium dan antirematik tablet pengobatan ulangan dari dokter
25 mg
Salbutamol Asma Inhaler 1 Pemberian obat-obat asma hanya
tabung atas dasar pengobatan ulangan
dari dokter
Triamcinolone Sariawan berat Maksimal 1
Acetonide tube
Gentamicin Infeksi bakteri Maksimal 1
pada kulit/lokal tube
Karbosistein Mukolitik Maksimal 1
Tube
Sirup 1 botol
Cetirizin Antihistamin Maksimal 10
tablet
Omeprazol Gangguan 7 tablet
lambung
25
Alur Pelayanan OWA
a. Skrining pasien sesuai dengan kondisi dan
keluhan yang dialami
b. Memilihkan obat yang tepat disertai pemberian
informasi
c. Melakukan pembukuan OWA: pencatatan nama
pasien, alamat pasien, keluhan, nama obat serta
jumlah obat yang diserahkan ke pasien
Dibutuhkan peran apoteker untuk meningkatkan
pengobatan yang tepat, aman dan rasional
26
Perubahan OWA

Nama Generik Golongan Golongan Pembahasan


Semula Baru
Bromheksin Obat Obat Bebas
keras/OWA Terbatas
Ibuprofen Obat keras Obat Bebas Tablet 200 mg, kemasan tidak
Terbatas lebih dari 10 tablet
Mebendazol Obat Obat Bebas Semua materi untuk promosi
keras/OWA Terbatas harus mengemukakan risiko
bahaya obat
Aminofilin Obat keras Obat Baebas Pemberian obat harus atas dasar
dalam Terbatas pengobatan ulangan dari dokter
substansi/OWA
(suppositoria)
Heksetidine Obat Obat Bebas Sebagai obat luar untuk mulut
keras/OWA Terbatas dan tenggorokan (kadar ≤ 0,1%)

27
Pelayanan obat bebas dan
obat bebas terbatas
• Obat bebas: obat bebas yang dapat dijual
bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep
dokter
• Obat ini pada kemasannya terdapat tanda
khusus berupa lingkaran hijau dan garis tepi
hitam
• Sesuai SK Menkes Nomor 2380 Tahun 1983
tentang tanda khusus obat bebas
• Contoh: vitamin, rivanol, parasetamol dll
28
Pelayanan obat bebas dan
obat bebas terbatas
• Obat bebas terbatas: obat yang penggunaannya cukup aman.
• Apabila berlebihan dapat menyebabkan efek samping yang kurang
menyenangkan
• Obat yang pemakaiannya tidak perlu di bawah pengawasan dokter
tetapi penggunaannya terbatas sesuai dengan aturan yang tertera
dalam kemasan
• Memiliki tanda lingkaran biru dengan garis tepi hitam dan
peringatan
• Sesuai SK Menkes Nomor 6355 Tahun 1969
• Tanda peringatan yang selalu tercantum pada kemasan Obat Bebas
Terbatas berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran
panjang 5 cm, lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna
putih

29
Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas

30
Cara untuk menentukan jenis obat
yang dibutuhkan perlu diperhatikan:
1. Gejala atau keluhan penyakit
2. Kondisi khusus, misal: hamil, menyusui, bayi, lanjut usia,
DM dll
3. Pengalaman alergi atau reaksi yang tidak diinginkan
terhadap obat tertentu
4. Nama obat, zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian,
efek samping dan interaksi obat yang dapat dibaca pada
etiket atau brosur obat
5. Pilihlah obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak
ada interaksi obat dengan obat yang sedang diminum
6. Untuk pemilihan obat yang tepat dan informasi yang
lengkap, tanyakan kepada apoteker

31
Cara penggunaan obat
1. Penggunaan obat tidak untuk pemakaian terus-
menerus
2. Gunakan obat sesuai dengan anjuran yang
tertera pada etiket atau brosur
3. Apabila obat yang digunakan menimbulkan hal-
hal yang tidak diinginkan, hentikan penggunaan
dan tanyakan kepada apoteker atau dokter
4. Hindarkan menggunakan obat orang lain
walaupun gejala penyakit sama
5. Untuk mendapatkan informasi penggunaan obat
yang lebih lengkap, tanyakan kepada apoteker
32
Pelayanan obat generik
• Obat generik: obat dengan nama resmi
International Nonpropietary Names (INN) yang
telah ditetapkan dalam FI atau buku standar lain
untuk zat berkhasiat yang dikandungnya
• Obat paten: obat yang masih memiliki hak paten,
biasanya selama 20 tahun, setelah 20 tahun baru
boleh diproduksi oleh perusahaan lain
• Obat generik bermerek/bernama dagang
(branded): obat generik dengan nama dagang
yang menggunakan nama milik produsen obat
yang bersangkutan

33
C. Pelayanan Informasi Obat
• Kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam
penyediaan dan pemberian informasi
mengenai obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti
terbaik dalam segala aspek penggunaan obat
kepada profesi kesehatan lain, pasien atau
masyarakat.

34
Tahapan pelaksanaan PIO
• 1) Apoteker menerima dan mencatat pertanyaan lewat
telepon, pesan tertulis atau tatap muka.
• 2) Mengidentifikasi penanya: nama, status (tenaga
kesehatan, pasien/keluarga pasien, atau masyarakat
umum)
• 3) Menanyakan secara rinci data/informasi terkait
pertanyaan.
• 4) Menetapkan urgensi pertanyaan.
• 5) Memformulasikan jawaban.
• 6) Menyampaikan jawaban kepada penanya secara
verbal atau tertulis.

35
36
D. KONSELING
• Konseling merupakan proses interaktif antara
Apoteker dengan pasien/keluarga untuk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi
perubahan perilaku dalam penggunaan Obat
dan menyelesaikan masalah yang dihadapi
pasien.

37
Kriteria pasien/keluarga pasien yang
perlu diberi konseling:
1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati
dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).
2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya:
TB, DM, AIDS, epilepsi).
3. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).
4. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, fenitoin, teofilin).
5. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat
untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga
termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang
diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat.
6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

38
Tahapan Pelaksanaan konseling
• 1) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien.
• 2) Menulis identitas pasien (nama, jenis kelamin, tanggal
lahir), nama dokter, nama obat yang diberikan, jumlah
obat, aturan pakai, waktu minum obat (pagi, siang, sore,
malam).
• 3) Jika ada informasi tambahan lain dituliskan pada
keterangan.
• 4) Menemui pasien/keluarga di ruang rawat atau di ruang
konseling.
• 5) Memastikan identitas pasien dengan cara menanyakan
dengan pertanyaan terbuka minimal 2 identitas: nama
lengkap dan tanggal lahir.

39
Tahapan Pelaksanaan konseling
• 6) Mengidentifikasi dan membantu penyelesaian
masalah terkait terapi obat.
• 7) Menilai pemahaman pasien tentang
penggunaan obat melalui Three Prime Questions,
yaitu:
– a) Apa yang disampaikan dokter tentang obat anda?
– b) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara
pemakaian obat anda?
– c) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang
diharapkan setelah anda menerima terapi obat
tersebut?

40
Tahapan Pelaksanaan konseling
8) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi
kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi
masalah penggunaan obat.
9) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk
menyelesaikan masalah penggunaan obat.
10) Memberikan informasi dan edukasi obat kepada
pasien/ keluarga, terutama untuk obat yang akan
digunakan secara mandiri oleh pasien mengenai: indikasi,
dosis, waktu dan cara minum/ menggunakan obat, hasil
terapi yang diharapkan, cara penyimpanan obat, efek
samping obat jika diperlukan, dan hal-hal lain yang harus
diperhatikan selama penggunaan obat.

41
Tahapan Pelaksanaan konseling
• 11) Meminta pasien/keluarga pasien untuk
mengulangi penjelasan terkait penggunaan
obat yang telah disampaikan.
• 12) Melakukan verifikasi akhir untuk
memastikan pemahaman pasien
• 13) Apoteker mendokumentasikan konseling
dengan meminta tanda-tangan pasien sebagai
bukti bahwa pasien memaham informasi yang
diberikan dalam konseling

42
43
E. PELAYANAN KEFARMASIAN DI
RUMAH (HOME PHARMACY CARE)
• Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan
juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian
yang bersifat kunjungan rumah, khususnya
untuk kelompok lansia dan pasien dengan
pengobatan penyakit kronis lainnya.

44
Tahapan Pelaksanaan
• 1) Melakukan penilaian awal terhadap pasien
untuk mengidentifikasi adanya masalah
kefarmasian yang perlu ditindak lanjuti dengan
pelayanan kefarmasian di rumah.
• 2) Menjelaskan permasalahan kefarmasian di
rumah bagi pasien.
• 3) Menawarkan pelayanan kefarmasian di rumah
kepada pasien.
• 4) Menyiapkan lembar persetujuan dan meminta
pasien untuk memberikan tanda tangan, apabila
pasien menyetujui pelayanan tersebut.
45
Tahapan Pelaksanaan
• 5) Mengkomunikasikan layanan tersebut pada tenaga kesehatan
lain, apabila diperlukan. Pelayanan kefarmasian di rumah dapat
berasal dari rujukan dokter kepada apoteker.
• 6) Membuat rencana pelayanan kefarmasian di rumah dan
menyampaikan kepada pasien dengan mendiskusikan waktu dan
jadwal yang cocok dengan pasien dan keluarga. Apabila rujukan
maka waktu dan jadwal di diskusikan dengan dokter yang merawat.
• 7) Melakukan pelayanan yang sesuai dengan jadwal dan rencana
yang telah disepakati dan menginformasikan ke dokter yang
merujuk.
• 8) Mendokumentasikan semua tindakan profesi pada catatan
penggunaan obat pasien.

46
47
F. PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO)
• Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau
dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek
samping.
• Kriteria pasien:
1. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
2. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
3. Adanya multidiagnosis.
4. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
5. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
6. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan
reaksi Obat yang merugikan.

48
Tahapan Pelaksanaan
1. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
2. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan
pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan Obat
dan riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien atau keluarga
pasien atau tenaga kesehatan lain
3. Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait
Obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi,
pemberian Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat yang tidak tepat,
dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi Obat yang
tidak diinginkan atau terjadinya interaksi Obat
4. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien
dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi
akan terjadi

49
Tahapan Pelaksanaan
5. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak
lanjut yang berisi rencana pemantauan dengan
tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan
meminimalkan efek yang tidak dikehendaki
6. Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan
rekomendasi yang telah dibuat oleh Apoteker
harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan
terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
7. Melakukan dokumentasi pelaksanaan
pemantauan terapi Obat dengan menggunakan
Formulir sebagaimana terlampir.

50
51
G. MONITORING EFEK SAMPING OBAT
(MESO)
• Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat
yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis
normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
• Kegiatan:
1. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami efek samping Obat.
2. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
3. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
dengan menggunakan Formulir sebagaimana terlampir.
• Faktor yang perlu diperhatikan:
1. Kerjasama dengan tim kesehatan lain.
2. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

52
53

Anda mungkin juga menyukai