Oleh :
Rizqi Amaliyah
202211101098
Revolusi Industri 4.0 adalah era dimana gencar-gencarnya digitalisasi dan konektivitas.
Ada beberapa hal yang harus disiapkan seorang farmasis Ketika akan membuka usaha apotek
diantaranya lokasi, modal, sarana dan prasarana, analisa SWOT, dan studi kelayakan.
Penentuan lokasi disini yang harus diperhatikan yaitu apakah lokasi tersebut padat penduduk
atau tidak dan apakah dekat dengan fasilitas kesehatan atau tidak, karena hal ini akan
mempengaruhi apotek itu akan ramai atau tidak. Kita juga harus memilih lokasi yang mudah
dijangkau lokasi dan juga harganya oleh masyarakat. Ketika akan membuka apotek, perlu
diperhatikan juga apakah disekitar sana ada pesaing atau tidak. Jika ada, harus diperhatikan apa
saja yang perlu dievaluasi dari apotek pesaing tersebut. Misalnya harga. Apotek kita harus
menjual obat-obat yang lebih murah dari apotek pesaing. Kita harus memperhatikan tingkat
sosial dan ekonomi masyarakat sekitar. Seperti misalnya ketika lokasi apotek kita di desa, kita
harus menjual obat dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat desa, tidak mungkin
kita menjual obat dengan harga yang mendekati atau tepat dengan HET yang tercantum pada
kemasan obat. Kebersihan dan kenyamanan apotek juga harus lebih baik dari apotek pesaing.
Misalnya kita menyediakan ruang tunggu yang nyaman, dan toilet yang bersih. Pelayanan oleh
staf apotek kita juga harus ramah yang pastinya harus lebih baik daripada pelayanan apotek
pesaing. Karena hal ini sangat berpengaruh dengan kepuasan pelanggan. Jika pelanggan puas,
maka setiap butuh obat pasti pelanggan tersebut akan kembali pergi ke apotek kita. Dalam
kuliah kali ini, narasumber merupakan apoteker penanggung jawab dari Apotek Dita Putra,
Bukateja, Purbalingga. Apotek Dita Putra ini terlihat jika dicari lewat google maps, dan
lokasinya cukup strategis karena berada di pinggir jalan yang ramai dan daerah padat
penduduk.
Yang kedua yang harus kita siapkan ketika akan membuka apotek yaitu modal. Modal
disini bisa dari modal sendiri ataupun dengan bekerjasama dengan pihak lain. Jelas yang paling
aman adalah dengan modal sendiri. Tetapi untuk para apoteker pemula yang tidak memiliki
dana yang cukup untuk membangun apotek biasanya memilih untuk bekerjasama dengan pihak
lain. Bekerjasama disini misalnya bisa dengan kita sebagai apoteker penanggung jawabnya dan
mungkin sekaligus managernya, dan pihak lain tersebut sebagai investor yang memiliki
bangunan dan memodali untuk isi apotek, baik obat-obatan maupun sarana prasarana.
Yang ketiga yaitu sarana dan prasarana diantaranya ada 3 hal antaralain, bangunan,
peralatan, dan perlengkapan. Bangunan disini bisa milik sendiri ataupun sewa dengan pemilik
bangunan sebagai investornya. Tapi perlu dipertimbangkan jika kita memilik bangunan dengan
system sewa. Karena nantinya jika masa sewa kita telah habis di saat kondisi apotek kita sudah
stabil bahkan cenderung menghasilkan profit yang tinggi, biasanya si pemilik bangunan ini
tidak mau diperpanjang sewanya. Jadi disini lebih baik kita menggunakan bangunan milik
sendiri meskipun harus menunggu uang modal terkumpul. Tetapi jika sangat ingin membuka
apotek dengan bekerjasama dengan investor dan sudah siap dengan resikonya, ya tidak apa
apa. Kemudian peralatan yang dibutuhkan ketika akan membuka usaha apotek antaralain papan
nama apotek, papan praktik apoteker, lemari, rak, etalase, komputer, peralatan peracikan,
administrasi, dll. Sedangkan perlengkapan lain yang dibutuhkan yaitu alat tulis kantor, wadah
pengemas, dll.
Dalam mempersiapkan pendirian apotek, kita juga harus melakukan analisis SWOT.
Analisis SWOT adalah metode analisis perencanaan strategis yang digunakan untuk
memonitor dan mengevaluasi lingkungan perusahaan baik lingkungan internal (SW) dan
eksternal (OT) untuk suatu tujuan bisnis tertentu. SWOT merupakan akronim dari kata
Strengths (kekuatan) contohnya SDM yg berkompeten, Weaknesses (kelemahan) contohnya
modal kecil, Opportunities (peluang) contohnya banyak penduduk, Threats (ancaman)
contohnya apotek lain (apotek pesaing). Dari analisis SWOT ini nanti kita akan mendapatkan
4 hasil yang dapat kita gunakan untuk menjadi strategi kita dalam membangun apotek atau
bahkan juga sebagai keputusan apakah sudah layak apotek ini didirikan atau belum. 4 hasil
tersebut yaitu, Strategi S-O (memanfaatkan kekuatan untuk meraih peluang), Strategi W-O
(meminimalkan kelemahan untuk bisa memanfaatkan peluang), Strategi S-T (memanfaatkan
kekuatan untuk menghindari/menghadapi ancaman), dan Strategi W-T (meminimalkan
kelemahan untuk bisa menghindari/menghadapi ancaman).
Yang terakhir yang harus seorang farmasis siapkan sebelum mendirikan apotek yaitu
melakukan studi kelayakan apotek. Studi kelayakan yang perlu diperhatikan yaitu aspek lokasi,
aspek sosial, ekonomi dan budaya, aspek pasar, aspek SDM, aspek teknis dan teknologi, aspek
manajemen dan keuangan, dan aspek hukum. Seorang farmasis juga harus memperhatikan BEP
(Break Even Point) yaitu titik impas, di mana laba yang dihasilkan memiliki nilai yang sama
dengan nilai yang dibutuhkan untuk proses produksi (biaya). Dapat dikatakan, titik impas
adalah kondisi dimana jumlah keseluruhan pendapatan sama dengan jumlah keseluruhan
pengeluaran dalam setiap produksi barang atau jasa. Pada posisi ini, laba akan bernilai nol
mutlak (tidak untung juga tidak rugi). Yang kedua, seorang farmasis juga harus memperhatikan
PP (Payback Period) atau periode pengembalian modal, yang artinya jangka waktu yang
diperlukan untuk mengembalikan nilai investasi yang telah dikeluarkan. PP menunjukkan
kapan modal kembali didapat dari laba bersih yang dihasilkan. Yang ketiga yaitu RoI (Return
on Investment), artinya perbandingan antara laba bersih (keuntungan dikurangi biaya & pajak)
dengan total investasi (modal) yang dikeluarkan/ditanam. Idealnya nilai RoI harus lebih besar
dari bunga bank (deposito).
Suatu usaha/bisnis dapat dikatakan layak untuk dibuka/didirikan jika bisnis tersebut
profitable atau menguntungkan. Tetapi selain harus profitable, seorang farmasis juga harus
berorientasi kepada pasien, maksudnya harus lebih mengutamakan kebutuhan dan keselamatan
pasien. Seorang farmasis tidak boleh demi mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya
tetapi mengabaikan bahkan mengingkari tugas dan sumpahnya sebagai seorang apoteker.
Seorang farmasis juga harus memikirkan bagaimana pengelolaan apotek di era industri 4.0
bahkan saat pandemi seperti ini sehingga tetap dapat melakukan pelayanan ke
konsumen/pasien dengan baik sekaligus tetap profitable. Akan lebih baik lagi ketika seorang
farmasis menjadi unik atau beda dalam hal positif sehingga lebih menarik minat
pasien/konsumen untuk memakai jasanya. Di era digitalisasi ini semua orang ingin hidup
dengan mudah dan cepat. Menjadi unik dan beda disini bisa dengan mencari peluang untuk
memberikan pelayanan melalui sosial media. Misalnya pelayanan konsultasi by whatsapp
ataupun aplikasi, pembelian obat melalui aplikasi ataupun menyediakan jasa pengiriman obat
yang cepat dan aman tanpa harus si pasien/konsumen datang ke apotek.