PENDAHULUAN
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media
supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis.
Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak.
Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama
masa sekolah1.
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga tengah
dengan perforasi membran tympani dan sekret keluar dari telinga terus menerus atau hilang
timbul,. sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Jenis otitis media supuratif
kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna2.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media
kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang
tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk 2. Gejala otitis media
supuratif kronis antara lain otorrhoe yang bersifat purulen atau mokoid, terjadi gangguan
pendengaran, otalgia, tinitus, rasa penuh di telinga dan vertigo1.
ANAMNESIS
Untuk dapat menegakkan diagnosis suatu penyakit atau kelainan di telinga,hidung dan
tenggorokan diperlukan kemampuan dan keterampilan melakukan anamnesis dan pemeriksaan organ-
organ tersebut. Kemampuan ini merupakan bagian dari pemeriksaan fisik yang merupakan syarat bila
terdapat gejala atau keluhan yang berhubungan dengan kepala atau leher. Anamnesis yang terarah
diperlukan untuk menggali lebih dalam dan lebih luas keluhan utama pasien.
mukoid biasanya berasal dari infeksi telinga tengah. Bila berbau busuk menandakan adanya
kolesteatom. Bila bercampur darah harus dicurigai adanya infeksi akut yang berat atau tumor.
Bila cairan keluar jernih seperti air jernih, harus waspada adanya cairan liquor cerebrospinal.
PEMERIKSAAN FISIK
Alat yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan telinga adalah lampu kepala, corong telinga,
otoskop, pelilit kapas, pengait serumen, pinset telinga dan garputala. Mula-mula dillihat keadaan dan
bentuk daun telinga, daerah belakang daun telinga (retro aurikuler) apakah terdapat tanda-tanda radang,
sikatrik ataupun bekas operasi. Dengan menarik daun telinga ke atas dan ke belakang liang telinga akan
menajdi lebih lurus dan mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga tengah dan membrane
timpani. Pakailah otoskop untuk dapat melihat membrane timpanu dengan lebih jelas.
Bila terdapat serumen dalam liang telinga yang menyembut maka serumen ini harus dikeluarkan.
Jika konsistensinya cair maka dapat dikelurkan dengan kapas yang dililitkan, bila konsistensinya lunak
atau liat dapat dikeluarkan dengan pengait dan bila berbentuk lempengan dapat dipegang dan dikeluarkan
dengan pinset. Jika serumen ini sangat keras dan menyumbat seluruh telinga maka lebih baik dilunakkan
dulu dengan minyak atau karbogliserin. Bila sudah lunak atau cair maka dapat dilakukan irigasi dengan
air agar telinga menjadi bersih.
Uji pendengaran dilakukan dengan menggunakan garputala dan dari pemeriksaan dapat diketahui
jenis ketulian apakah tuli konduktif atau tuli perseptif (sensorineural). Uji pendengaran terdiri dari uji
pendengaran Rinne dan Weber. Uji Rinne dilakukan dengan cara menggetarkan garputala 512Hz dengan
jari. Kaki garputala tersebut kemudian diletakkan pada tulang mastoid telinga yang diperiksa selama 2-3
detik, kemudian dipindahkan 2-3 detik ke depan liang telinga. Pasien menentukan tempat mana yang
terdengar lebih keras. Jika bunyi terdengar lebih keras ketika garputala diletakkan di depan liang telinga
berarti telinga yang diperiksa normal atau menderita tuli sensorineural. Keadaan ini disebut dengan Rinne
positif. Bila bunyi yang terdengar lebih keras di mastoid maka telinga yang diperiksa mengalami tuli
konduktif dan biasanya lebih dari 20dB. Hal ini disebut dengan Rinne negative.
Uji Weber dilakukan dengan meletakkan kaki penala yang telah digetarkan pada garis tengah
wajah atau kepala lalu ditanyakan pada pasien telinga mana yang terdengar lebih keras. Pada keadaan
normal pasien mendengar suara di tengah atau tidak dapat menentukan telinga mana yang mendengar
lebih keras. Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat (lateralisasi ke telinga yang sehat)
maka pasien menderita tuli sensorineural tetapi bila pasien mendengar suara lebih keras pada telinga yang
sakit maka pasien menderita tuli konduktif.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi.
o Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini
berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen.
2. Bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus
aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan
Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan
bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp.
3. Tes Garputala
Tes garpu tala adalah prosedur pemeriksaan dengan menggunakan bantuan garpu tala,
yang digunakan untuk mengevaluasi gangguan pendengaran. Tes ini bisa dilakukan dengan
beberapa metode, yaitu Tes Rinne, Tes Weber, dan Tes Schwabah.
Tes Rinne dilakukan untuk memeriksa gangguan pendengaran dengan membandingkan
hantaran melalui udara dengan hantaran melalui tulang. Sedangkan tes Weber dilakukan dengan
membandingkan hantaran bunyi pada telinga kiri dan kanan. Sementara itu, tes Schwabah
dilakukan dengan membandingkan hantaran bunyi pada telinga orang dengan gangguan
pendengaran dengan telinga normal.
Tes Rinne:
Dokter akan menggetarkan garpu tala dan menempatkannya pada tulang mastoid di belakang
telinga.
Bila Anda sudah tidak dapat mendengarkan bunyi, beritahukan hal tersebut pada dokter.
Dokter akan segera memindahkan garpu tala di dekat lubang telinga.
Bila Anda tidak dapat mendengarkan bunyi, beritahukan hal tersebut pada dokter Anda.
Dokter akan mencatat durasi Anda mendengar bunyi dari garpu tala pada setiap pemeriksaan.
Tes Weber:
Dokter akan membunyikan garpu tala dan menempatkannya di tengah kepala Anda di daerah
dahi, atas kepala, atau di antara hidung dan pipi.
Anda akan diminta untuk menyebutkan telinga yang mampu mendengar bunyi denganpaling
jelas: telinga kiri, telinga kanan, atau keduanya.
Tes Schwabach:
Dokter akan menggetarkan garpu tala berfrekuensi 512 Hz dan meletakkan pangkalnya di puncak
kepala pasien.
Lalu, ujung tangkai garpu tala akan ditekankan ke prosesus mastoideus salah sati telinga pasien.
Pasien akan diinstruksikan untuk mendengarkan suara tersebut hingga tidak terdengar apa-apa
lagi dan mengacungkan jari saat suara mulai hilang.
Setelah itu, dokter akan segera memindahkan garpu tala ke telinga orang yang pendengarannya
normal dan membandingkan dengungan yang didengar.
4. Audiometri
Suara bisa didengar ketika gelombang suara mencapai saraf di telinga bagian dalam.
Gelombang suara tersebut dialirkan ke bagian ini melalui saluran telinga, gendang telinga, dan
tulang di telinga tengah (konduksi udara), serta tulang di belakang telinga (konduksi tulang).
Dari telinga bagian dalam, gelombang suara kemudian dibawa ke otak lewat serabut-
serabut saraf. Otak kemudian memproses dan mengindentifikasi suara ini.
Gelombang suara bisa diukur berdasarkan intensitas (volume suara) dan kecepatan getaran
(nada). Intensitas suara diukur dengan satuan desibel (dB), nada suara diukur dengan satuan Hertz
(Hz). Audiometri dapat mengukur kemampuan seseorang dalam mendengarkan suara tersebut.
Audiometri dilakukan dalam ruangan khusus yang kedap suara dengan prosedur sebagai
berikut:
Pasien akan diminta untuk memakai earphone yang terhubung dengan mesin audiometri.
Mesin audiometri akan mengirimkan gelombang suara dengan berbagai nada dan
intensitas ke telinga pasien.
Dokter atau teknisi medis akan meminta pasien untuk mengangkat tangan ketika
mendengar suara pada telinga kanan atau kiri. Misalnya, mengangkat tangan kanan saat
mendengar suara di telinga kanan dan mengangkat tangan kiri ketika mendengar suara di
telinga kiri.
Selain mengangkat tangan, pasien juga mungkin diminta untuk menekan tombol yang
disediakan guna menandakan pasien mendengar suara pada telinga kanan maupun
Dokter atau teknisi medis lalu merekam tiap nada pada volume terkecil yang dapat
didengar pasien.
Hasil audiometri dikatakan normal bila pasien dapat mendengar nada dari 250 hingga 8000
Hz pada intensitas suara 25 dB atau lebih rendah. Sedangkan hasil tidak normal bisa menandakan
banyak jenis dan derajat ketulian.
Derajat ketulian atau gangguan pendengaran dinilai berdasarkan intensitas suara (desibel).
Hasilnya terbagi dalam beberapa kelompok berikut:
Normal: 0-25 dB
Ganguan ringan: 25-40 dB
Ganguan sedang: 41-65 Db
Ganguan berat: 66-90 dB
Ganguan sangat berat: lebih dari 90 dB
Ada jenis ketulian yang ditandai dengan hilangnya kemampuan mendengar nada rendah atau
tinggi. Ada pula yang ditandai dengan hilangnya kemampuan konduksi udara atau tulang.
Sementara ketidakmampuan mendengar nada murni di bawah 25 dB akan menandakan gangguan
pendengaran.
Jenis dan derajat ketulian dapat memberikan informasi terkait penyebab gangguan
pendengaran yang dialami oleh pasien. Beberapa kondisi yang dapat memicu hasil audiometri
tidak normal meliputi:
Neuroma akustik
Trauma akustik dari suara ledakan atau suara yang sangat keras
Ketulian karena usia
Sindrom Alport
Infeksi telinga kronis
Labirintitis
Penyakit Meniere
Paparan suara keras dalam waktu lama, misalnya ahli mesin di pabrik, atau kebiasaan
mendengarkan musik yang nyaring
Pertumbuhan tulang tidak normal pada telinga tengah (otosklerosis)
Gendang telinga pecah atau berlubang
DIAGNOSIS BANDING
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK TIPE MALIGNA
Yang dimaksud dengan OMSK tipe maligna yaitu OMSK yang disertai dengan kolesteatoma.
Perforasi pada OMSK tipe ini terletak di marginal atau di atik, kadang-kadang juga terdapat kolesteatoma
pada OMSK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi timbul pada OMSK tipe ini.
Kolesteatom adalah suatu kista epithelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi
terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatom bertambah besar. Banyak teori mengenai
pathogenesis dari kolesteato yaitu teori migrasi, invaginasi, implantasi dan metaplasi. Kolesteatom adalah
epitel kulit yang berada pada tempat yang salah atau merupakan epitel kulit yang terperangkap.
Kolesteatom diklasifikasikan atas 2 jenis yaitu:
1. Kolesteatom congenital
Kolesteatom congenital terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga dengan
membrane timpani yang utuh tanpa tanda-tanda infeksi.
2. Kolesteatom akuisital
a. Kolesteatom akuisital primer
Kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrane timpani.
Kolesteatom terbentuk karena adanya proses invaginasi dari membrane timpani pars
flaksida karena adanya tekanan negative di telinga tengah akibat adanya gangguan tuba.
b. Kolesteatom akuisital sekunder
Kolesteatom ini terbentuk setelah adanya perfurasi membrane timpani. Kolesteatom
terbentuk sebagai akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau terjadi akibat
metaplasi mukosa cavum timpani karena iritasi dan infeksi yang berulang lama.
Kolesteatom merupakan media pertumbuhan kuman yang baik dan kuman yang paling sering
adalah Proteus dan Pseudomonas auruginosa. Sebaliknya infeksi dapat memicu system imun local yang
mengakibatkan produksi berbagai macam mediator inflamasi dan berbagai sitokin. Zat-zat ini dapat
menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruktif dan mampu
berangiogenesis.
Mengingat OMSK tipe maligna sringkali menimbulkan komplikasi yang berbahaya, maka perlu
ditegakkan diagnosis dini. Walaupun diagnosis tepat baru dapat ditentukan di ruang operasi namun
terdapat beberapa gejala klinis khas yang dapat membantu menegakkan diagnosis yaitu adanya perforasi
marginal atau perforasi attic. Tanda ini merupakan tanda awal dari OMSK tipe maligna. Pada kasus yang
sudah lanjut dapat terlihat abses atau fistel retroaurikuler, polip atau jaringan granulasi di liang telinga
luar yang berasal dari dalam telinga tengah, terlihat kolesteatom pada telinga tengah, secret berbentuk
nanah dan berbau khas atau terlihat foto kolesteatom pada foto rotgen mastoid.
Prinsip terapi pada OMSK tipe maligna adalah pembedahan yaitu mastoidektomi dengan atau
tanpa timpanoplasty. Terapi konservatif dengan medika mentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses sunperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi.
Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah. OMA
biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri piogenik seperti Streptococcus haemolitycus, Staphylococcus
aureus, Pneumococcus, H. Influenza, E.col, Pseudomonas aeruginosa dll. OMA terjadi akibat
terganggunya factor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab
utama adalah sumbatan tuba Eustachius sehingga pencegahan invasi kuman terganggu. Pencetusnya
adalah infeksi saluran napas atas. Penyakit ini mudah terjadi pada bayi karena tuba Eustachiusnya
pendek, lebar dan horizontal. Gejala klinis dari OMA bergantung dari stadium perubahan mukosa liang
telinga tengah yang terdiri dari 5 stadium yaitu :
Sebelum adanya antibiotic, OMA dapat menimbulkan komplikasi berupa abses sunperiosteal
sampai abses otak dan meningitis. Penatalaksanaan bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan
pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas dengan pemberian antibiotic,
dekongestan local/sistemik dan juga anti piretik. Pada stadium oklusi tuba maka pasien diberikan tetes
hidung HCl Efedrin untuk membuka kembali tuba yang tertutup. Selain itu juga diberikan antibiotic untuk
infeksi saluran napas atas. Pada stadium pre-supurasi diberikan antibiotic minimal selama 7 hari, obat
tetes hidung dan analgesic. Miringotomi dilakukan pada stadium supurasi atau pada stadium pre-supurasi
apabila membrane timpani sudah mengalami hiperemis difusa. Bila sudah terjadi perforasi maka liang
telinga dibersihkan dengan larutan H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotic yang adekuat sampai 3
minggu.
DIAGNOSIS KERJA
Otitis media ialah peradangan sebagian atu selutuh mukosa tengah, tuba eustachius, antrum
mastoid dan sel-sel mastoid. Secara mudah otitis media terbagi atas 2 golongan dan masing-masing
golongan mempunyai bentuk akut dan kronis yaitu:
o Otitis media supuratif
o Otitis media akut (OMA)
o Otitis media supuratif kronik
o Otitis media non-supuratif
o Otitis media serosa akut (barotraumas = aerotitis)
o Otitis media serosa kronik
o Otitis media spesifik
o Otitis media tuberkulosa
o Otitis media sifilitika
o Otitis media adhesive
ETIOLOGI
Otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membrane
timpani dan sekret yang keluar dari tengah terus-menerus atau hilang timbul dan sekretnya mungkin
encer, kental, bening atau berupa nanah.
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada
otitis media kronik yang aktif. Keadaan ini menunjukkan bahwa metode kultur yang digunakan adalah
tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah bakteri Gram (-), flora tipe usus, dan beberapa
organisme lainnya.
o Riwayat infeksi telinga tengah
o Sumbatan (secret,tumor,tampon)
o Perubahan tekanan udara yang tiba-tiba
o Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan
alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga
atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.
o Autoimune
o Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosioekonomi belum jelas, tetapi kelompok sosioekonomi
rendah memiliki insiden OMSK yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan
dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.
Hal-hal tersebut menyebabkan gangguan pada tuba eustachius. Terjadi perubahan tekanan udara
di telinga dari tekanan positif menjadi negative sehingga terbentuklah efusi. Efusi di liang telinga tengah
dapat sembuh dengan sendiri. Dapat juga terjadi otitis media efusi (OME) bila efusi tetap ada karena tuba
eustachius tetap terganggu tetapi tidak terdapat infeksi. Bila tuba eusthacius tetap terganggu dan terdapat
infeksi maka terjadi otitis media akut (OMA). Otitis media akut dapat sembuh sendiri tetapi dapat juga
terus berlanjut menjadi otitis media supuratif kronis (OMSK). Faktor predisposisi yang menyebabkan
OMA dapat berlanjut menjadi OMSK adalah sbb:
Pada anak, semakin sering terkena infeksi saluran napas, makin tinggi resiko terkena OMA yang bila
penanganannya dan terapinya terlambat dan tidak adekuat dapat berlanjut menjadi OMSK. Pada bayi
terjadinya otitis media dipermudah karena tuba eustachiusnya yang pendek, lebar dan horizontal.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi terjadinya otitis media di seluruh dunia untuk usia 1 tahun sekitar 62%, sedangkan
anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal
satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali
atau lebih. Di Inggris setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun
(Abidin, 2009).
PATOGENESIS
Sebagian besar OMSK merupakan kelanjutan dari OMA dengan perforasi membrane timpani
yang sudah terjadi lebih dari 2 bulan. Berdasarkan perubahan mukosa tengah maka terdapat 5 stadium
terjadinya Otitis Media Akut (OMA) yang bila berlangsung terus-menerus selama 2 bulan dapat menjadi
Otitis Media Supuratif Akut (OMSK).
3. Stadium supuratif
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial serta
terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membrane timpani menonjol
(bulging) kea rah liang telinga luar. Pada stadium ini pasien tampak sangat sakit,, nadi dan suhu
meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan pus di kavum tidak
berkurang maka terjadi ischemia akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis
pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan sub-mukosa. Nekrosis ini pada membrane timpani
tampak sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan dan di tempat ini akan terjadi
rupture. Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringitomi) pada stadium ini, maka
kemungkinan besar membrane timpani akan rupture dan pus keluar ke liang telinga luar.
4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya diberikan antibiotika atau virulensi kuman yang
tinggi, maka dapat terjadi rupture membrane timpani dan pus mengalir keluar dari telinga tengah
ke liang telinga luar. Anaknya yang tadinya gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat
tertidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani perlahan-lahan akan normal
kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. OMA
berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan secret yang keluar terus-menerus atau
hilang timbul.
Letak perforasi di membrane timpani penting untuk menentukan tipe/jenis OMSK. Perforasi
membrane timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal atau atik.
1. Perforasi sentral
Perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan diseluruh tepi perforasi masih ada sisa membrane
timpani.
2. Perforasi marginal
Pada perforasi marginal ini maka sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan annulus
atau sulkus timpanikum.
3. Perforasi atik
Perforasi ini adalah perforasi yang terletak di pars flaksida.
Berdasarkan secret yang keluar maka dikenal juga 2 jenis OMSK yaitu:
GEJALA KLINIS
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya ketulian
tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif
berat.
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding
labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang
mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi
besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan
suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga
bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
KOMPLIKASI
Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang
menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan,
akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi
suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun
dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada
eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom.
A. Komplikasi ditelinga tengah :
1. Perforasi persisten
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
1. Abses ekstradural
3. Petrositis
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan:
PENATALAKSANAAN
MEDIKA MENTOSA
Terapi OMSK seringkali memerlukan waktu yang lama serta harus berulang-ulang. Secret yang
keluar tidk cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh satu atau
beberapa keadaan seperti:
o Adanya perforasi membrane timpani yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan
dengan dunia luar
o Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal
o Sudah terbentuk jaringan patologik yang irreversible dalam rongga mastoid
o Gizi dan hygiene yang kurang.
OMSK BENIGNA TENANG
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air
jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi
saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
2. Pemberian antibiotika:
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif
yang dikombinasi dengan pembersihan telinga. Antibiotika topikal yang dapat dipakai
pada otitis media kronik adalah :
b. sistemik antibiotik
Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan
sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab
kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Antimikroba dapat dibagi menjadi 2
golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar
obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan
kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya
bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba
golongan ini, misalnya golongan beta laktam. Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan
pada Otitis media kronik adalah:
o Pseudomonas : Aminoglikosida ± karbenisilin
o P. mirabilis : Ampisilin atau sefalosforin
o P. morganii, P. vulgaris : Aminoglikosida ± Karbenisilin
o Klebsiella : Sefalosforin atau aminoglikosida
o E. coli : Ampisilin atau sefalosforin
o S. Aureus : penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
o Streptokokus : Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
o B. fragilis : Klindamisin
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan
mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:
2. Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah
meluas. Tujuan operasi adalah membuang jaringan patologis dan mencegah komplikasi
intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Kekurangan teknik ini adalah pasien tidak
diperbolehkan untuk berenang seumur hidup, harus kontrol teratur, dan pendengaran pasien
berkurang sekali.
4. Miringoplasti
Pada operasi ini dilakukan rekonstruksi pada membran timpani. Tujuan operasi ini untuk
mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe aman dengan perforasi yang
menetap dan memiliki ketulian yang ringan.
5. Timpanoplasti
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat atau
OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan
operasi ini adalah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.
KESIMPULAN
Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan keradangan atau infeksi kronis
yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani, ditandai dengan
perforasi membran timpani, sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul.
Penurunan pendengaran pada pasien OMSK tergantung dari derajat kerusakan tulang-
tulang pendengaran yang terjadi. Biasanya dijumpai tuli konduktif, namun dapat pula terjadi
tuli persepsi yaitu bila telah terjadi invasi ke labirin, atau tuli campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang
sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi sampai dengan efektif ke fenestra
ovalis.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistim pengantaran suara ke telinga tengah. Pada pasien ini dari hasil
pemeriksaan didapatkan perforasi sentral pada membran timpani.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI,
2001. h. 49-62
2. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi
EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher.
Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73
3. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam:
Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC,
1997: 88-118
4. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006.
5. Thapa N, Shirastav RP. Intracranial complication of chronic suppuratif otitis media,
attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-39
6. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of ototopical
antibiotics for chronic suppurative otitis media in Aboriginal children: a community-
based, multicentre, double-blind randomised controlled trial. Medical Journal of
Australia. 2003
7. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical Journal of
Australia. 2004
8. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intracranial complication of chronic
suppuratif otitis media in children. Brazillian Journal of Otorhinolaringology. 2005.
9. Vesterager V. Fortnightly review: tinnitus–investigation and management. BMJ. 1997