Anda di halaman 1dari 30

ASKEP PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN

“Hipertiroid”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas perkuliahan " Keperawatan Medikal Bedah II”
Dosen Pengampu : Hema Malini, S.Kp, MN, PhD

Kelompok 1
Lisa Arista Putri 1911311003 Siti Nurhidayah 1911311042
Azzizah Aulia W 1911311006 Ayumi Aprillia D 1911311045
Cindy Novia 1911311009 Ines Wafiqah 1911311048
Niken Larassati 1911311012 Nia Saputri 1911312003
Wellyatara Safitri 1911311015 Rona Fadillah 1911312006
Windi Febrina D 1911311018 Wulandari Pratiwi 1911312009
Laura Sheres D 1911311021 Teysa Febriyani 1911312012
Elvira Rahmayuni 1911311024 Widya Nofrianti 1911312015
Winanda Al Meihesi 1911311027 Latifah Nisa’ul H. 1911312018
Mutia Guslina 1911311030 Indah Febriyana 1911312021
Lara Sovia 1911311033 Nurul Hasanah 1911312024
Haiyun Pitria 1911311036 Na’ila Zahra Iman 1911312027

Febrina Rizki Y. 1911312030

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt. Yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan makalah “Askep Pasien dengan
Hipertiroid" ini dalam waktu yang telah ditentukan. Sholawat serta salam selalu tercurahkan
kepada rasulullah SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang
terang benderang.

Dengan adanya penulisan makalah ini semoga dapat membantu dalam pembelajaran
kita dan bisa menyelesaikan masalah-masalah, yang khususnya dalam ruang lingkup ilmu
keperawatan. Disamping itu penulis menyadari bahwa mungkin terdapat banyak kesalahan
baik dari penulisan ataupun dalam penyusunannya yang tidak penulis ketahui.

Penulispun menyadari bahwa susunan pembuatan makalah ini belum mencapai hasil
yang sempurna. oleh karena itu, kritikan dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi penyempurnaan makalah ini.

Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca dan semoga makalah ini dapat
membantu pembaca dalam mengupas imajinasi mengenai hal-hal yang masih belum
diungkapkan dalam membahas Askep Pasien dengan Hipertiroid.

Padang, 28 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 1

1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................. 2

1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 3

2.1 Definisi Hipertiroid .......................................................................................... 3

2.2 Etiologi Hipertiroid .......................................................................................... 3

2.3 Patofisiologi dan Patogenesis Hipertiroid ........................................................ 5

2.4 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala) Hipertiroid .......................................... 7

2.5 Pemeriksaan Laboratorium Hipertiroid ............................................................ 8

2.6 Penatalaksanaan Hipertiroid ........................................................................... 10

2.9 Clinical Pathway Hipertiroid .......................................................................... 13

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ..................................................................... 14

3.1 Kasus .............................................................................................................. 14

ii
3.2 Pengkajian ...................................................................................................... 15

3.3 Analisis Data dan Diagnosis .......................................................................... 19

3.4 Intervensi ........................................................................................................ 20

BAB IV PENUTUP .................................................................................................... 25

4.1 Kesimpulan..................................................................................................... 25

4.2 Saran ............................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid
secara berlebihan, biasanya karena kelenjar terlalu aktif. Kondisi ini menyebabkan beberapa
perubahan baik mental maupun fisik seseorang, yang disebut dengan thyrotoxicosis (Bararah,
2009). Hipertiroid adalah gangguan yang terjadi ketika kelenjar tiroid memproduksi hormone
tiroid lebih dari yang dibutuhkan tubuh. Hal ini kadang-kadang disebut tirotoksikosis, istilah
untuk hormone tiroid terlalu banyak dalam darah. Sekitar 1% dari penduduk AS memiliki
hypertiroidism. Perempuan lebih mungkin mengembangkan hipertiroidisme daripada pria.

Di Amerika Serikat, penyakit Graves adalah bentuk paling umum dari hipertiroid.
Sekitar 60-80%, kasus tirotoksikosis akibat penyakit Graves. Gondok multinodular lebih
banyak terjadi di daerah defisiensi yodium. Kebanyakan orang di Amerika Serikat menerima
yodium cukup, dan kejadian gondok multinodular kurang dari kejadian wilayah dunia dengan
defisiensi yodium. Adenoma toksik merupakan penyebab 3-5% kasus tirotoksis (Lee,
et.al.,2011)

Prevalensi hipertiroid berdasarkan umur dengan angka kejadian lebih kurang 10 per
100.000 wanita dibawah umur 40 tahun dan 19 per 100.000 wanita yang berusia di atas 60
tahun. Prevalensi kasus hipertiroid di Amerika Serikat terdapat pada wanita sebesar 1,9% dan
pria 0,9%. Di Eropa ditemukan bahwa prevalensi hipertiroid adalah berkisar 1-2%. Di negara
Inggris kasus hipertiroid terdapat pada 0,8 per 1000 wanita pertahun

1.2 Rumusan Masalah

a) Apa yang dimaksud dengan Hipertiroid?


b) Apa etiologi Hipertiroid?
c) Bagaimana patofisiologi terjadinya Hipertiroid?
d) Bagaimana tanda dan gejala Hipertiroid?
e) Apa saja pemeriksaan laboratorium Hipertiroid?
f) Bagaimana penatalaksanaan pasien Hipertiroid?

1
g) Bagaimana Clinical Pathway Hipertiroid?
h) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Hipertiroid?

1.3 Tujuan Penulisan


a) Untuk mengetahui pengertian Hipertiroid
b) Untuk mengetahui etiologi Hipertiroid
c) Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya Hipertiroid
d) Untuk mengetahui tanda dan gejala Hipertiroid
e) Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium Hipertiroid
f) Untuk mengetahui penatalaksanaan pasien Hipertiroid
g) Untuk mengetahui Clinical Pathway Hipertiroid
h) Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Hipertiroid

1.4 Manfaat Penulisan

Secara Teoritis, makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan
dan pengembangan ilmu tentang Hipertiroid.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hipertiroid

Hipertiroid atau hipertiroidisme adalah peningkatan produksi dan sekresi hormon


tiroid oleh kelenjar tiroid. (Marry:2009). Hipertiroidisme adalah keadaan dimana terjadi
peningkatan hormon tiroid lebih dari yang dibutuhkan tubuh. Tirotoksikrosis merupakan
istilah yang digunakan dalam manifestasi klinkis yang terjadi ketika jaringan tubuh
distimulasi oleh peningkatan hormone tiroid (Tarwoto,dkk.2012). Angka kejadian pada
hipertiroid lebih banyak pada wanita dengan perbandingan 4:1 dan pada usia antara 20-40
tahun (Black,2009). Hipertiroidisme adalah Suatu sindrom yang disebabkan oleh peninggian
produsi hormon tiroid yang disebabkan antara lain karena autoimun pada penyakit graves,
hiperplasia, genetik, neoplastik atau karena penyakit sistemik akut. Faktor pencetusnya
adalah keadaan yang menegangkan seperti operasi, infeksi, trauma, penyakit akut
kardiovaskuler ( P.K Sint Carolus:1995).

Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) merupakan suatu keadaan di mana didapatkan


kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan
biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.
Hipertiroidisme dapat didefinisikan sebagai respon jaringan-jaringan terhadap pengaruh
metabolik terhadap hormon tiroid yang berlebihan (Price & Wilson: 337) Hipertiroidisme
(Hyperthyrodism) adalah keadaan disebabkan oleh kelenjar tiroid bekerja secara berlebihan
sehingga menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan di dalam darah. Hipertiroidisme
adalah kadar TH yang bersirkulasi berlebihan. Gangguan ini dapat terjadi akibat disfungsi
kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. (Elizabeth J. Corwin: 296).

2.2 Etiologi Hipertiroid

Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau


hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH
dan TRF karena umpan balik negatif HT terhadap pelepasan keduanya. Hipertiroidisme
akibat malfungsi hipofisis memberikan gambaram kadar HT dan TSH yang finggi. TRF akan
rendah karena umpan balik negatif dari HT dan TSH. Hipertiroidisme akibat malfungsi
hipotalamus akan memperlihatkan HT yang tinggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.

3
Adapun etiologi hipertiroid diantaranya, yaitu sebagai berikut:

a) Adenoma hipofisis, Penyakit ini merupakan tumor jinak kelenjar hipofisis dan jarang
terjadi.
b) Penyakit graves
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, yaitu suatu
penyakit tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan
hormon yang berlebihan. Penyakit graves atau toksi goiter diffuse merupakan
penyakit yang disebabkan karena autoimun, yaitu dengan terbentuknya antibodi yang
disebut thyroid-stimulatin immunoglobulin (TSI) yang melekati sel-sel tiroid. TSI
meniru tindakan TSH dan merangasang tiroid untuk membuat hormon tiroid terlalu
banyak. Penyakit ini dicirikan adanya hipertiroidisme, pembesaran kelenjar tiroid atau
(goiter), dan eksoftalmus (mata yang melotot).
c) Tiroditis
Tiroditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid yang biasanya disebabkan oleh
bakteri seperti streptococcus pyogenes, staphycoccus aureus dan pnemucoccus
pneumonia. Reaksi peradangan ini menimbulkan pembesaran pada kelenjar tiroid,
kerusakan sel, dan peningkatan jumlah hormon tiroid. Tiroditis dikelompokkan
menjadi tiroiditis subakut, tiroiditis postpartum, dan tiroiditis tersembunyi. Pada
tiroiditis subakut terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan biasanya hilang dengan
sendirinya setelah beberapa bulan. Tiroiditis postpartum terjadi sekitar 8% wanita
setelah beberapa bulan melahirkan. Penyebabnya diyakini karena autoimun. Seperti
halnya dengan tiroiditis subakut, tiroiditis wanita dengan postpartum sering
mengalami hipotiroidisme sebelum kelenjar tiroid benar-benar sembuh. Tiroiditis
tersembunyi juga disebabkan karna autoimun dan pasien tidak mengeluh nyeri, tetapi
mungkin juga terjadi pembesaran kelenjar. Tiroiditis tersembunyi juga dapat
mengakibatkan tiroiditis permanen.
d) Konsumsi yodium yang berlebihan, yang mengakibatkan peningkatan sintesis hormon
tiroid
e) Terapi hipertiroid, pemberian obat obatan hipotiroid untuk menstimulasi sekresi
hormon tiroid. Seperti obat hormon tiroid dan obat amiodaron. Penggunaan yang
tidak tepat menimbulkan kelebihan jumlah hormon tiroid.

4
2.3 Patofisiologi dan Patogenesis Hipertiroid

Patofisiologi Hipertiroid atau tirotoksikosis merupakan gangguan sekresi hormon


tiroid oleh kelenjar tiroid, dimana terjadi peningkatan produksi atau pengeluaran simpanan
hormon tiroid yang mengikuti injuri kelenjar tiroid. Hipertiroid ini paling banyak disebabkan
oleh penyakit Graves, meskipun hipertiroid dapat disebabkan beberapa penyebab selain
penyakit Graves. Akibat sekresi produksi atau pengeluaran simpanan hormon tiroid yaitu
Triiodotironin (T3) dan Tetraiodotironin (T4) oleh sel-sel kelenjar tiroid maka sel-sel ini
akan mengalami penambahan jumlah sel atau hyperplasia, sehingga penderita hipertiroid ini
sebagian besar kelenjar tiroidnya menjadi goiter atau pembesaran kelenjar tiroid.

Berikut ini mekanisme terjadinya hipertiroid berdasarkan beberapa etiologinya :

a) Penyakit Graves

Hipertiroid akibat penyakit ini disebabkan karena T limfosit (TS) yang


mengenali antigen didalam kelenjar tiroid akibat hipersensitivitas, dengan memicu T
limfosit (TH) untuk menstimulasi B limfosit untuk menghasilkan antibodi stimulasi
hormon tiroid (TSH-Ab) atau thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) ini akan
berinteraksi dengan reseptor tiroid di membran epitel folikel tiroid sehingga
merangsang sel-sel folikel tiroid untuk memproduksi atau mensekresi simpanan
hormon tiroid (T3 dan T4), hal ini karena reseptor tiroid tersebut mengenali TSH-Ab
sebagai TSH, yang sebenarnya bukan merupakan TSH yang dikeluarkan oleh
hipofisis anterior.

Penyakit Graves ini selain mempengaruhi kelenjar tiroid juga mempengaruhi


mata, karena sel T sitotoksik mengenali antigen fibroblast-tiroid di mata akibat
hipersensitivitas sehingga memicu sel T sitotoksik menghasilkan antibodi sitotoksik,
yang mengakibatkan inflamasi fibroblast orbital dan extraokular otot mata yang
berakibat bola mata menjadi terlalu menonjol keluar yang disebut exophtalmus.
Selain itu penyakit graves juga mengakibatkan goiter, sehingga pada penyakit graves
dikenal adanya “trias graves” yaitu hipertiroid, exophtalmus, dan goiter. Selain “trias
graves” penyakit graves ditandai dengan palpitasi, tremor halus, kelemahan otot
proksimal, dispneau, nafsu makan meningkat, intoleransi panas, konsentrasi menurun,
mudah lelah, labilitas, hiperdefekasi, berat badan menurun, takikardi, atriumfibrilasi.

5
b) Goiter Nodular Toksik

Penyebab hipertiroid ini paling sering ditemukan pada usia lanjut sebagai
komplikasi goiter nodular kronis. Pada penyakit ini ditemukan goiter yang
multinodular dan berbeda dengan goiter difus pada penyakit graves. Goiter nodular
toksik ini ditandai oleh mata melotot, pelebaran fissure palpebra, kedipan mata
berkurang akibat simpatis yangberlebihan.

c) Adenomahipofisis

Adenoma hipofisis merupakan salah satu penyebab hipertiroid, karena adenoma


jenis ini paling banyak terjadi yang menimbulkan sekresi hormon prolaktin yang
berlebih. Sekresi prolaktin ini merangsang pengeluaran TRH dari hypothalamus
karena TRH merupakan faktor yang poten mengeluarkan prolaktin, yang mendorong
keluarnya prolaktin pada ambang jumlah yang sama untuk stimulasi pengeluaran
TSH. Sehingga terjadi pengeluaran hormon tiroid yang berlebihan dan akibatnya
terjadi hipertiroid dimana disebabkan rangsangan yang berlebihan oleh TSH yang
dikeluarkan lebih dari kadar normalnya. Adenoma hipofisis prolaktin ini ditandai
galaktorea dan amenorrhea karena penghambatan prolaktin terhadap gonadotropin
releasing hormon (GnRH) sehingga terjadi penurunan dari FSH dan LH akibatnya
penurunan hormon testosterone pada pria dan estrogen-progesteron pada wanita.

d) Iatrogenik

Iatogenik juga dapat menyebabkan hipertiroid atau tirotoksiktosis dan penyebab


paling banyak pada penggunaan obat antiaritnia yaitu amiodaron. Amiodaron
merupakan obat antiaritmia yang mengandung 37,3% yodium dan amiodaron ini
karena mengandung yodium sehingga menyerupai hormon tiroid, dan amiodaron
dapat terikat pada reseptor sel tiroid maka dapat memicu sekresi hormon tiroid pada
kelenjar tiroid sehingga dapat mengakibatkan terjadinya hipertiroid.

e) Adenomatoksik

Merupakan adenoma fungsional yang mensekresi T3 dan T4 sehingga


menyebabkan hipertiroid. Lesi mulanya nodul fungsional yang kecil timbul dengan
sendirinya, kemudian secara perlahan bertambah ukurannya dalam memproduksi
jumlah hormon tiroid. Secara berangsur-angsur menekan sekresi endogen TSH,
hasilnya terjadi pengurangan fungsi kontralateral lobus kelenjar tiroid. Adenoma

6
toksik ini mempunyai symptom berat badan turun, takikardi, intoleransi panas, TSH
yang menurun, peningkatan T3 dan T4 serta nodul pada adenoma ini bertipe panas
atau hot, dan yang paling menonjol yaitu hilangnya fungsi kontralateral lobus kelenjar
tiroid terhadap lobus yang terjadi adenoma toksik.

f) Goiter Multinodular Toksik

Goiter multinodular toksik biasanya terjadi pada usia lanjut dengan euthyroid
multinodular goiter yang menetap. Ditandai dengan takikardia, gagal jantung, atau
arritmia dan terkadang kehilangan berat badan, cemas, lemah, tremor, dan
berkeringat. Pemeriksaaan fisik didapatkan goiter multinodular yang kecil atau cukup
besar dan kadang sampai pada substernal. Laboratorium menunjukkan penekanan
TSH dan elevasi T3 serum dan sedikit elevasi T4 serum.

Hipertiroid pada pasien dengan goiter multinodular yang lama bisa dipicu
dengan penggunaan obat-obatan yang mengandung iodine. Patofisiologi iodine
memicu hipertiroid belum diketahui tetapi diduga mengakibatkan ketidakmampuan
beberapa nodul tiroid untuk mengambil iodide yang ada dengan menghasilkan
hormon yang berlebih.

g) Tirotoksikosis Faktitia

Merupakan gangguan psikoneurotik pada pasien yang secara diam-diam


menghasilkan kadar T4 berlebih atau simpanan hormon tiroid, biasanya untuk tujuan
mengontrol berat badan. Secara individual, biasanya wanita, yang dihubungkan
dengan lingkungan pengobatan yang mudah mendapatkan obat- obatan tiroid. Ciri-
ciri tirotoksikosis, termasuk kehilangan berat badan, cemas, palpitasi, takikardi, dan
tremor, tapi goiter dan tanda mata tidak ada. Karakteristik, TSH rendah, serum FT4
dan T3 meningkat, serum tiroglobulin rendah, dan RAIU nol.

2.4 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala) Hipertiroid

Manifestasi klinis muncul akibat kelebihannya hormon hipertiroid dalam jaringan


yang dapat berdampak pada berbagai macam organ. Gejala yang sering muncul berupa
palpitasi, lemas, tremor, anxiety, gangguan tidur intoleransi panas, berkeringat dan
polydipsia. Pada pemeriksan fisik biasanya dapat ditemukan takikardi, tremor pada
ekstremitas dan penurunan berat badan. Pada pasien hipertiroid 67% mengalami gangguan

7
neuromuscular dan 62% memiliki gejala klinis berupa kelemahan setidaknya 1 organ yang
berhubungan dengan konsentrasi serum fT4.

Tanda dan gejala hipertiroid dapat berupa :


a) Peningkatan frekuensi denyut jantung
b) Tremor atau gemetar dibagian tangan
c) Peningkatan laju metabolisme basal sehingga mudah merasa gerah dan berkeringat
d) Gelisah
e) Mudah marah
f) Berat badan turun drastis
g) Sulit tidur
h) Konsentrasi menurun
i) Diare
j) Penglihatan kabur

2.5 Pemeriksaan Laboratorium Hipertiroid

a) Tyhroid Stimulating Hormone (TSH)

Thyroid stimulating hormone (TSH) adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar
pituitari dan berfungsi merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon thyroxine
(T4) dan triiodothyronine (T3). Pemeriksaan TSH mengukur kadar TSH dalam darah
sebagai skrining (uji saring) dan membantu diagnosis gangguan tiroid, serta bermanfaat
untuk memantau pengobatan hipotiroid dan hipertiroid. Pemeriksaan TSH bersama
dengan free T4 (FT4) biasanya dianjurkan sebagai pemeriksaan awal untuk skrining
fungsi tiroid.

b) Thyroxine (T4)

Thyroxine (T4) adalah salah satu dari dua hormon utama yang dihasilkan oleh
kelenjar tiroid. Hormon tiroid utama lainnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3
secara bersama-sama mempunyai fungsi untuk mengatur metabolisme tubuh. Hampir
sebagian besar T4 ditemukan dalam bentuk terikat dengan protein dalam darah. Sisanya
dalam jumlah kecil tidak terikat dengan protein yang disebut sebagai free T4 (FT4) dan
merupakan bentuk aktif biologis dari hormon.

8
Pemeriksaan T4 mencakup T4 Total dan FT4. Pemeriksaan T4 Total mengukur
kadar T4 dalam bentuk bebas (tidak terikat dengan protein) dan terikat dengan protein
dalam darah. Pemeriksaan FT4 mengukur kadar T4 dalam bentuk bebas (tidak terikat
dengan protein) dalam darah. Pemeriksaan T4 Total dan FT4 bermanfaat untuk
membantu evaluasi fungsi kelenjar tiroid, membantu diagnosis gangguan tiroid, sebagai
uji saring hipotiroid pada bayi baru lahir, memantau efektivitas pengobatan gangguan
tiroid.

c) Triiodothyronine (T3)

Triiodothyronine (T3) adalah salah satu dari dua hormon utama yang dihasilkan
oleh kelenjar tiroid. Hormon tiroid utama lainnya, yaitu thyroxin (T4). T3 dan T4 secara
bersama-sama mempunyai fungsi untuk mengatur metabolisme tubuh. Hampir sebagian
besar T3 ditemukan dalam bentuk terikat dengan protein dalam darah. Sisanya dalam
jumlah kecil tidak terikat dengan protein yang disebut sebagai free T3 (FT3) dan
merupakan bentuk aktif biologis dari hormon.

Pemeriksaan T3 mencakup T3 Total dan FT3. Pemeriksaan T3 Total mengukur


kadar T3 dalam bentuk bebas (tidak terikat dengan protein) dan terikat dengan protein
dalam darah. Pemeriksaan FT3 mengukur kadar T3 dalam bentuk bebas (tidak terikat
dengan protein) dalam darah. Pemeriksaan T3 Total dan FT3 bermanfaat untuk
membantu evaluasi fungsi kelenjar tiroid, mendiagnosis gangguan tiroid (terutama
hipertiroid) dan menentukan penyebabnya, serta memantau efektivitas pengobatan
gangguan tiroid.

d) Tiroglobulin

Tiroglobulin adalah protein yang diproduksi oleh kelenjar tiroid yang sehat,
namun protein ini juga dapat diproduksi oleh sel-sel kanker. Pemeriksaan tiroglobulin
mengukur kadar tiroglobulin dalam darah untuk memantau pengobatan kanker tiroid dan
mendeteksi kekambuhan, serta terkadang untuk membantu penentuan penyebab
hipertiroid dan hipotiroid.

e) Autoantibodi Tiroid

Autoantibodi tiroid merupakan antibodi yang berkembang ketika sistem


kekebalan tubuh seseorang keliru menargetkan komponen dari kelenjar tiroid, sehingga

9
dapat menyebabkan peradangan kronis pada tiroid, kerusakan jaringan tiroid dan/atau
gangguan fungsi tiroid.

Pemeriksaan autoantibodi tiroid bermanfaat untuk membantu diagnosis dan


memantau penyakit tiroid autoimun, serta membedakan dengan penyakit tiroid lainnya;
membantu dalam penentuan pengobatan. Terdapat tiga jenis pemeriksaan autoantibodi
tiroid yang paling umum, yaitu thyroid peroxidase antibodies (Anti-TPO), thyroid-
stimulating hormone receptor antibodies (TRAb), dan antibodi triglobulin (Anti-
Triglobulin).

2.6 Penatalaksanaan Hipertiroid

Penatalaksanaan hipertiroid dapat mencakup pemberian obat antitiroid, ablasi


radioaktif iodine, dan pembedahan. Semua opsi terapi efektif pada pasien Grave’s disease,
sedangkan pada pasien toksik adenoma atau toksik multinodular goitre hendaknya memilih
ablasi radioaktif iodine dan pembedahan karena perjalanan penyakitnya jarang mengalami
remisi jika menggunakan medikamentosa saja.

a) Obat Antitiroid

Obat antitiroid yang digunakan adalah propylthiouracil, carbimazole, dan


methimazole. Mekanisme kerja golongan obat ini adalah menghambat oksidasi dan
organifikasi iodine melalui inhibisi enzim tiroid peroksidase dan menghambat
proses coupling iodotirosin menjadi T4 dan T3. Khusus propylthiouracil mempunyai
keuntungan lainnya yakni mampu mengurangi konversi T4 menjadi T3 di jaringan
perifer.

Pedoman European Thyroid Association merekomendasikan carbimazole dan


methimazole sebagai obat pilihan pertama pada pasien Grave’s disease yang tidak hamil.
Efek samping ringan terapi antitiroid adalah pruritus, artralgia dan gangguan ringan
saluran pencernaan. Sedangkan efek samping serius pada terapi ini adalah
agranulositosis, hepatitis, dan vasculitis. Dosis propylthiouracil yang direkomendasikan
adalah 50-300 mg per oral setiap 8 jam. Dosis methimazole adalah 5-120 mg per oral per
hari.

10
b) Terapi Ablasi Radioaktif Iodine

Terapi ablasi radioaktif iodine bisa digunakan sebagai terapi pilihan pertama
untuk penatalaksanaan Grave’s disease, toksik adenoma, dan toksik multinodular
goitre. Kontraindikasi absolut terapi ini adalah kehamilan, menyusui, sedang program
hamil, ketidakmampuan untuk mematuhi rekomendasi keamanan radiasi, dan pada
kasus active moderate-to-severe or sight-threatening Graves’ orbitopathy.

Dosis optimal terapi radioaktif iodine menggunakan pendekatan dosis tetap dan
dosis kalkulasi sesuai data tes radioaktif iodine uptake. Sejumlah penelitian menemukan
tidak ada perubahan signifikan pada hasil terapi dengan dua pendekatan tersebut. Pada
umumnya, dosis tetap 10-15mCi digunakan untuk Grave’s disease sedangkan 10-20 mCi
untuk toksik nodular goitre. Efek samping akibat terapi radioaktif adalah
memperburuk Graves orbitopathy dan menimbulkan tiroiditis akut. Tiroiditis akut akibat
terapi radioaktif hanya bersifat sementara dan cukup diterapi dengan obat anti inflamasi,
steroid, dan beta adrenergik bloker.

c) Tiroidektomi

Hingga saat ini, tiroidektomi merupakan terapi paling sukses dalam mengobati
hipertiroid akibat Grave’s disease dan toksik nodular goitre. [5] Teknik near-
total atau total thyroidectomy merupakan prosedur pilihan sesuai rekomendasi pedoman
klinis. Tiroidektomi disarankan bagi pasien-pasien dengan karakteristik seperti
ukuran goitre yang besar, low uptake of radioactive iodine, atau kombinasi keduanya.
Tiroidektomi juga disarankan pada pasien suspek kanker tiroid, dan moderate-to-severe
Graves orbitopathy.

Kontraindikasi terapi ini adalah kehamilan. Efek samping tiroidektomi meliputi


hipokalsemia akibat terangkatnya kelenjar paratiroid dan cedera pada recurrent laryngeal
nerve.

d) Terapi Lain

Terapi lain yang bisa diberikan pada pasien dengan hipertiroid antara lain
penghambat beta adrenergik, agen iodine, dan glukokortikoid.

11
 Penghambat Beta Adrenergik

Penghambat beta adrenergik yang biasa digunakan


adalah atenolol atau propranolol. Penghambat beta adrenergik tidak
mempengaruhi sintesis hormon tiroid, namun digunakan untuk mengontrol gejala
seperti palpitasi dan aritmia. Penghambat beta adrenergik direkomendasikan pada
semua pasien simptomatik, terutama pasien usia tua dengan denyut nadi istirahat >
90 kali per menit atau ada disertai kondisi kardiovaskuler.

Propanolol lebih dipilih karena memiliki kemampuan menghambat


konversi T3 menjadi T4 di perifer. Dosis propanolol yang dapat digunakan adalah
10-40 mg per oral setiap 8 jam. Sedangkan dosis atenolol yang dapat digunakan
adalah 25-100 mg per oral sekali sehari.

 Agen Iodine

Pada pasien yang alergi terhadap thionamide, agen iodine eliksir


seperti saturated solution of potassium iodide (SSKI) dan potassium iodide-
iodine atau Lugol solution bisa digunakan. Terapi ini memanfaatkan fenomena
Wolff-Chaikoff, dimana pemberian dosis iodine dalam jumlah tertentu dapat
menyebabkan inhibisi temporer organifikasi iodine pada kelenjar tiroid sehingga
mengurangi sintesis hormon tiroid. Akan tetapi, efek tersebut hanya bertahan
sekitar 10 hari saja.

 Glukokortikoid

Glukokortikoid mampu menghambat konversi T4 ke T3 di jaringan


perifer. Glukokortikoid dapat digunakan pada kasus hipertiroid yang berat atau
badai tiroid. Glukokortikoid yang dapat digunakan adalah prednison 20-40 mg per
oral per hari selama maksimal 4 minggu.

12
2.9 Clinical Pathway Hipertiroid

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus

Seorang perempuan Ny.Z usia 47 tahun datang ke RS dengan keluhan utama jantung
berdebar-debar. Keluhan ini dirasakan sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit dan hilang
timbul tanpa dipengaruhi aktivitas. Keluhan ini disertai dengan sesak napas yang sering
kambuh. Sesak tidak dipengaruhi posisi, tidak disertai dengan bunyi ngik (mengi) dan
dirasakan memberat dengan aktivitas dan berkurang jika istirahat. Sesak napas dirasakan
memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit tanpa disertai dengan nyeri dada. Pasien
juga mengeluhkan adanya sakit kepala berdenyut. Bila serangan timbul, pasien merasa mual,
dan bahkan muntah setiap kali makan. Muntah berisi makanan yang dimakan pasien.

Selain itu, pasien juga mengeluhkan sering berkeringat walaupun tidak sedang berada
dibawah matahari ataupun saat beraktivitas berat. Pasien juga mengalami penurunan berat
badan sedangkan nafsu makan meningkat dan pasien sering merasa lapar. Pasien mengalami
penurunan berat badan dari 70 kg menjadi 55 kg dalam waktu 6 bulan terakhir. Namun sejak
akhir-akhir ini pasien mengalami penurunan nafsu makan dan makan lebih sedikit. Pasien
juga merasa lemas dan sedikit gemetar didaerah jari kedua tangan. Pasien juga merasakan
sangat mudah lelah walaupun hanya melakukan aktivitas yang sangat sederhana dan ringan.
Pasien mengeluhkan mata melotot yang dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan ini
diawali dengan mata kanan dan disusul dengan mata kiri. Pasien juga merasa pandangan
menjadi sedikit kabur dan kadang merasa berkunang-kunang.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan

darah 140/70 mmHg, nadi 120 x/menit, pernapasan 24 x/menit, dan suhu 36,70C, mata
eksoftalus, pemeriksaan leher didapatkan pembesaran kelenjar tiroid. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan kadar TSH 0,006 uIU/ml, T3 5,56 mg/dl, T4 18,2 mg/dl.
Penatalaksanaan pada kasus ini yaitu pasien diberikan PTU 3x200 mg sehari dan propanolol
3x20 mg.

14
3.2 Pengkajian
a) Identitas
 IdentitasPasien Tgl Peng :26 April 2021
Nama : Ny.Z No.Register : xx.122.321
Umur : 47 tahun Diag Medis : Hipertiroid
Agama : Islam
 Identitas PenanggungJawab
JK : Perempuan
Status : Menikah Nama : Ucok Sihotang
Pendidikan : SMA Umur : 50 Tahun
Pekerjaan : IRT Hub. : Suami Pasien
Alamat : jl.Kancil Pekerjaan : Guru Honorer
Tgl Masuk :26 April 2021 Alamat : Purwokerto

b) Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama
Klien mengatakan jantung berdebar-debar, sesak napas yang sering kambuh,
dan sesak semakin berat ketika melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluh adanya
sakit kepala berdenyut, penurunan berat badan, mudah berkeringat.
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengeluh gemetaran, badan terasa
lemas, mual, muntah, tidak nafsu makan, tidak bisa tidur.
 Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan sejak satu tahun yang lalu jantung berdebar-debar hilang
timbul tanpa dipengaruhi aktivitas, disertai dengan sesak napas yang sering
kambuh.

c) Pengkajian Fungsional Gordon


1) Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
 Sebelum masuk Rumah Sakit atau lebih tepatnya 1 tahun yang lalu pasien
merasakan jantungnya berdebar-debar dan hilang timbul disertai dengan sesak
napas
 Pasien mengeluhkan sakit kepala berdenyut, pasien juga merasa penyakitnya
menambah parah, ketika masuk rumah sakit sering mual dan muntah serta

15
berat badan menurun, juga merasa lebih mudah lelah walaupun melakukan
aktivitas sederhana.
 Pasien juga merasa penyakit lamanya belim juga membaik, dengan pasien
mengeluhkan mata kanan melotot sejak 6 bulan yang lalu.dan pandangan
menjadi sedikit kabur dan berkunang-kunang.
 Pada pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
tekanan darah 140/70 mmHg, nadi 120 x/menit, pernapasan 24 x/menit, dan
suhu 36,70C, mata eksoftalus, pemeriksaan leher didapatkan pembesaran
kelenjar tiroid.
 Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar TSH 0,006 uIU/ml, T3 5,56
mg/dl, T4 18,2 mg/dl.

2) Pola Nutrisi-Metabolik
 Sebelum sakit :
Pola nutrisi – metabolik normal dan tidak terdapat masalah. Frekuensi makan
klien 3 x / hari, selera makan klien baik, pasien tidak memiliki alergi makanan,
dan klien minum 7 - 8 gelas / hari.
 Setelah sakit :
Sejak sakit pasien mengeluhkan sering merasa mual dan bahkan muntah setiap
kali makan, pasien juga mengalami penurunan berat badan, dan sempat
beberapa waktu nafsu makan pasien meningkat namun itu hanya bertahan
sementara waktu. Pasien mengalami penurunan berat badan dari 70 kg
menjadi 55 kg dalam waktu 6 bulan terakhir.

3) Pola Eliminasi
 BAB
 Sebelum sakit
Pola eliminasi pasien sebelum sakit normal dan tidak terdapat masalah
pada BAB pasien. Pasien BAB 1x sehari, konsistensi lunak, warna coklat,
bau khas, normal.

16
 Saat sakit
BAB tidak teratur akibat kurangnya asupan makanan atau serat yang
dicerna, karena pasien sering kali memuntahkan makanannya. Pasien sulit
untuk ke kamar mandi karena sesak yang dialami.
 BAK
 Sebelum sakit
Pola eliminasi (BAK) pasien sebelum sakit normal dan tidak terdapat
masalah, 3/4x sehari, warna kuning muda, bau khas, normal.
 Saat sakit
BAK tidak lancar karena kurangnya asupan cairan pada pasien.

4) Pola Aktifitas dan Latihan


1) Aktifitas

Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4

Makan dan minun 

Mandi 

Toileting 

Berpakaian 

Berpindah 

0 = mandiri, 1 = alat bantu, 2 = dibantu orang lain, 3 = dibantu orang lain dan alat,
4 = tergantung total

2) Latihan
 Sebelum sakit :
Sebelum masuk rumah sakit pasien sesak napas hilang timbul tanpa
dipengaruhi oleh aktivitas apapun, dan masih dapat beraktivitas dengan
baik.
 Saat sakit :
 Pasien mengeluh kelelahan walaupun hanya melakukan aktivitas
sedang atau ringan, berkeringat walaupun sedang tidak berada
dibawah matahari, pasien merasa lemas dan jari tangan bergetar.

17
 Pasien kesusahan melakukan aktivitas sehari-hari.
 Pada pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, tekanan darah 140/70 mmHg, nadi 120 x/menit, pernapasan
24 x/menit, dan suhu 36,70C

5) Pola Kognitif dan Persepsi


Tidak terkaji

6) Pola Persepsi-Konsep Diri


Tidak dikaji dalam kasus namun klien tidak mengalami stress atau pemikiran
lainnya yang mengganggu kesehatan.

7) Pola Tidur dan Istirahat


 Sebelum sakit :
Sebelum sakit, waktu tidur pasien normal seperti biasanya dalam sehari. Dan
pasien dapat beristirahat dengan baik.

 Saat sakit :
Saat sakit pola tidur pasien terganggu karena sering mengalami nyeri dan
sesak pada dada.

8) Pola Peran-Hubungan
 Sebelum sakit :
Sebelum sakit, pasien dapat menjalankan perannya dengan baik
sebagai seorang kepala keluarga yang mencari nafkah. Pasien dapat menjalani
pekerjaannya secara optimal. Hubungan pasien dengan keluarganya baik.

 Saat sakit :
Hubungan pasien dan keluarga baik. Keluarga memberikan support
penuh pada pasien, dan juga selalu mendukung pasien saat pasien cemas dan
takut. Pasien kesusahan menjalankan peran sebagai pencari nafkah karena
mengalami kelelahan bahkan dengan aktivitas ringan.

18
9) Pola Seksual-Reproduksi
Tidak dilakukan pengkajian pola seksual reproduksi.

10) Pola Toleransi Stress-Koping


Pasien mempunyai pola koping konstruktif/ baik, karena pasien masih bisa
menyatakan keluhannya dengan baik. Untuk pola toleransi stress pasien juga
cukup baik, karena pasien tidak terlihat mengalami kecemasan

11) Pola Nilai-Kepercayaan


Tidak ada dilakukan pengkajian pada pola Nilai-Kepercayaan. Atau dapat
dikatakan bahwa pola nilai-kepercayaan normal dan tidak ada masalah baik
sebelum maupun sesudah sakit.

3.3 Analisis Data dan Diagnosis

a) Analisis data

Data Etiologi Masalah


DS : Hambatan upaya Pola napas tidak
a) Sesak napas dirasakan memberat ketika napas efektif
melakukan aktivitas dan berkurang jika
istirahat.
b) Pasien mengalami sesak napas di sertai
keluhan jantung berdebar-debar
DO :
a) RR 24 x/menit.
DS : Ketidakmampuan Defisit nutrisi
a) Nafsu makan menurun dan pasien mengasorbsi nutrien
makan lebih sedikit.
b) Pasien merasa mual dan muntah ketika
serangan sesak napas.
DO :
a) BB pasien mengalami penurunan dari
70 kg menjadi 55 kg dalam waktu 6
bulan terakhir.

19
DS : Ketidakseimbangan Intoleransi aktivitas
a) Pasien merasa lelah walaupun hanya antara suplai dan
melakukan aktivitas yang sangat kebutuhan oksigen
sederhana dan ringan.
b) Pasien merasa sesak napas memberat
ketika beraktivitas.
c) Pasien merasa lemas.
DO :
a) Nadi 120 x/menit.

b) Diagnosis Keperawatan

No Diagnosis
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas ditandai dengan
1
dispnea, dan pola napas abnormal.

Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengasorbsi nutrien ditandai


2 dengan berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang normal, nafsu makan
menurun

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


3 kebutuhan oksigen ditandai dengan mengeluh lelah, merasa lemah, frekuensi
jantung meningkat, dipsnea saat/setelah beraktivitas.

3.4 Intervensi

Dx (SDKI) Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)


Dx 1 : Pola nafas Luaran : Pola Napas Intervensi : Manajemen
tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Jalan Napas
berhubungan keperawatan diharapkan pola
Tindakan :
dengan hambatan napas klien sesuai dengan kriteria
a) Monitor pola napas
upaya napas hasil :
b) Posisikan semi fowler-
ditandai dengan a) Dipsnea menurun
fowler
dispnea, dan pola b) Frekuensi napas membaik
c) Monitor pola nafas
napas abnormal. c) Ventilasi meningkat

20
Luaran : Tingkat Keletihan d) Berikan oksigen, jika
Setelah dilakukan tindakan perlu
keperawatan diharapkan tingkat
keletihan klien sesuai dengan Intervensi : Pemantauan
kriteria hasil: Respirasi
a) Pola napas membaik Tindakan :
b) Sakit kepala menurun a) Monitor frekuensi, irama,
c) Kemampuan melakukan kedalaman dan upaya nafas
aktivitas rutin meningkat
b) Monitor adanya sumbatan
jalan napas

c) Auskultasi bunyi napas

d) Monitor saturasi oksigen

e) Atur intervalpemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien

Intervensi : Dukungan
Ventilasi
Tindakan :
a) Identifikasi adanya
kelelahan otot bantu nafas

b) Identifikasi efek perubahan


posisi terhadap status
pernafasan

c) Monitor status respirasi


dan oksigenisasi

d) Berikan oksigenisasi sesuai


kebutuhan

e) Ajarkan mengubah posisi


secara mandiri

21
Dx 2 : Defisit nutrisi Luaran : Status Nutrisi Intervensi : Manajemen
berhubungan Setelah dilakukan tindakan Nutrisi
dengan ketidak keperawatan diharapkan status Tindakan :
mampuan nutrisi klien sesuai dengan a) Identifikasi status nutrisi
mengasorbsi nutrien kriteria hasil: b) Identifikasi makanan yang
ditandai dengan a) Nafsu makan membaik disukai
berat badan c) Monitor asupan makanan
Luaran : Berat Badan
menurun minimal d) Monitor berat badan
Setelah dilakukan tindakan
10% di bawah e) Monitor hasil pemeriksaan
keperawatan diharapkan berat
rentang normal, laboratorium
badan klien sesuai dengan
nafsu makan f) Berikan suplemen
kriteria hasil:
menurun makanan
a) Berat badan membaik
g) Kolaborasi dengan ahli gizi
b) Indeks massa tubuh membaik
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
Luaran : Nafsu Makan
yang dibutuhkan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan nafsu
makan klien sesuai dengan Intervensi : Manajemen

kriteria hasil: Mual

c) Asupan cairan meningkat Tindakan :

d) Asupan makanan meningkat a) Identifikasi faktor

e) Stimulus untuk makan penyebab mual

meningkat b) Monitor mual

Luaran : Fungsi Gastro c) Monitor asupan nutrisi dan

intestinal kalori

Setelah dilakukan tindakan d) Identifikasi dampak mual

keperawatan diharapkan fungsi e) Kurangi atau hilangkan

gastrointestinal klien sesuai keadaan penyebab mual

dengan kriteria hasil: f) Berikan makanan dalam

a) Mual menurun jumlah kecil dan menarik

b) Muntah menurun g) Ajarkan penggunaan teknik

c) Nafsu makan meningkat nonfarmakologis untuk


mengatasi mual

22
Intervensi : Manajemen
Muntah
Tindakan :
a) Identifikasi karakteristik
muntah
b) Periksa volume muntah
c) Monitor efek manajemen
muntah secara menyeluruh
d) Monitor keseimbangan
cairan elektrolit
e) Atur posisi untuk
mencegah aspirasi
f) Pertahankan kepatenan
jalan nafas
g) Berikan kenyamanan
selama muntah

Dx 3 : Intoleransi Luaran : Toleransi Aktivitas Intervensi : Manajemen


aktivitas Setelah dilakukan tindakan Energi
berhubungan keperawatan diharapkan toleransi Tindakan :
dengan aktivitas klien sesuai dengan a) Identifikasi gangguan
ketidakseimbangan kriteria hasil: fungsi tubuh yang
antara suplai dan a) Dipsnea saat aktivitas mengakibatkan kelemahan
kebutuhan oksigen menurun b) Monitor kelemahan fisik
ditandai dengan b) Dipsnea setelah aktivitas dan emosional
mengeluh lelah, menurun c) Monitor pola dan jam tidur
merasa lemah, c) Frekuensi napas membaik d) Monitor lokasi dan
frekuensi jantung d) Perasaan lelah menurun ketidaknyamanan selama
meningkat, dipsnea melakukan aktivitas
saat/setelah e) Sediakan lingkungan yang
Luaran : Tingkat Keletihan
beraktivitas. nyaman dan rendah
Setelah dilakukan tindakan
stimulus
keperawatan diharapkan tingkat
f) Lakukan rentang gerak
keletihan klien sesuai dengan
pasif/aktif

23
kriteria hasil: g) Anjurkan melakukan
a) Sakit kepala menurun aktivitas secara bertahap
b) Frekuensi napas menurun
c) Selera makan membaik
d) Pola nafas membaik

24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Hipertiroid adalah respon jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid
yang berlebihan. Hipertiroid ditemukan pada 0,8 – 1,3% pada populasi di seluruh dunia. Di
Indonesia, prevalensi hipertiroid mencapai 6,9%. Hipertiroid bisa disebabkan oleh stimulasi
reseptor Thyroid-Stimulating Hormone (TSH) yang berlebihan, sekresi otonom hormon
tiroid, kerusakan folikel tiroid dengan pelepasan hormon tiroid, dan sekresi hormon tiroid
dari sumber ekstratiroidal. Hipertiroid paling banyak disebabkan oleh penyakit Graves yang
merangsang aktivitas berlebihan kelenjar tiroid melalui reseptornya. Sebagian besar pasien
dengan hipertiroid ditandai dengan adanya pembesaran kelenjar tiroid, atau juga bisa disebut
dengan struma. Pada penyakit Graves, struma diikuti oleh adanya kelainan pada mata
(oftalmopati) dan kulit (dermopati). Ketiga hal tersebut disebut dengan trias Graves

Penyebab hipertiroid diantaranya adalah adenoma hipofisis, penyakit graves, modul


tiroid, tiroiditis, konsumsi banyak yodium dan pengobatan hipotiroid. Pasien dengan
hipertiroid menunjukan adanya sekresi hormon tiroid yang lebih banyak, pernah berbagai
faktor penyebab yang tidak dapat dikontrol melalui mekanisme normal. Peningkatan hormon
tiroid menyebabkan peningkatan metabolisme rate, meningkatnya aktivitas saraf simpatis.
Komplikasi hipertiroid adalah eksoftalmus, penyakit jantung, terutama kardioditis dan gagal
jantung, dan stromatiroid (tirotoksikosis).

4.2 Saran

Diharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca, khususnya


mahasiswa keperawatan dalam menetapkan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien
dengan hipertiroid. Agar saat menjalankan profesinya nanti, dalam pemberian asuhan
keperawatan dapat berlangsung dengan baik sebagaimana mestinya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Yanti, dan Hasian Leniwita. 2019. Modul Keperawatan Medikal Bedah II.
Program Studi D-3 Keperawatan. Universitas Kristen Indonesia.

Pamungkas, R. A. B., Limantoro, C., & Radityo S, A. N. 2012. Gambaran Kelainan Katup
Jantung Pada Pasien Hipertiroid Yang Dievaluasi Dengan Metode Ekokardiografi
Di Rsup. Dr. Kariadi Semarang. Doctoral dissertation, Fakultas Kedokteran

Srikandi, Ni Made P.,R, Wayan Suwidnya. 2020. Hipertiroidisme Graves Disease : Case
Report. Jurnal Kedokteran Raflesia. 6(1). 30-35.

Tim Pokja PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus
Pusat PPNI.

26

Anda mungkin juga menyukai