“Hipertiroid”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas perkuliahan " Keperawatan Medikal Bedah II”
Dosen Pengampu : Hema Malini, S.Kp, MN, PhD
Kelompok 1
Lisa Arista Putri 1911311003 Siti Nurhidayah 1911311042
Azzizah Aulia W 1911311006 Ayumi Aprillia D 1911311045
Cindy Novia 1911311009 Ines Wafiqah 1911311048
Niken Larassati 1911311012 Nia Saputri 1911312003
Wellyatara Safitri 1911311015 Rona Fadillah 1911312006
Windi Febrina D 1911311018 Wulandari Pratiwi 1911312009
Laura Sheres D 1911311021 Teysa Febriyani 1911312012
Elvira Rahmayuni 1911311024 Widya Nofrianti 1911312015
Winanda Al Meihesi 1911311027 Latifah Nisa’ul H. 1911312018
Mutia Guslina 1911311030 Indah Febriyana 1911312021
Lara Sovia 1911311033 Nurul Hasanah 1911312024
Haiyun Pitria 1911311036 Na’ila Zahra Iman 1911312027
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah Swt. Yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan makalah “Askep Pasien dengan
Hipertiroid" ini dalam waktu yang telah ditentukan. Sholawat serta salam selalu tercurahkan
kepada rasulullah SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang
terang benderang.
Dengan adanya penulisan makalah ini semoga dapat membantu dalam pembelajaran
kita dan bisa menyelesaikan masalah-masalah, yang khususnya dalam ruang lingkup ilmu
keperawatan. Disamping itu penulis menyadari bahwa mungkin terdapat banyak kesalahan
baik dari penulisan ataupun dalam penyusunannya yang tidak penulis ketahui.
Penulispun menyadari bahwa susunan pembuatan makalah ini belum mencapai hasil
yang sempurna. oleh karena itu, kritikan dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca dan semoga makalah ini dapat
membantu pembaca dalam mengupas imajinasi mengenai hal-hal yang masih belum
diungkapkan dalam membahas Askep Pasien dengan Hipertiroid.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
ii
3.2 Pengkajian ...................................................................................................... 15
4.1 Kesimpulan..................................................................................................... 25
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid
secara berlebihan, biasanya karena kelenjar terlalu aktif. Kondisi ini menyebabkan beberapa
perubahan baik mental maupun fisik seseorang, yang disebut dengan thyrotoxicosis (Bararah,
2009). Hipertiroid adalah gangguan yang terjadi ketika kelenjar tiroid memproduksi hormone
tiroid lebih dari yang dibutuhkan tubuh. Hal ini kadang-kadang disebut tirotoksikosis, istilah
untuk hormone tiroid terlalu banyak dalam darah. Sekitar 1% dari penduduk AS memiliki
hypertiroidism. Perempuan lebih mungkin mengembangkan hipertiroidisme daripada pria.
Di Amerika Serikat, penyakit Graves adalah bentuk paling umum dari hipertiroid.
Sekitar 60-80%, kasus tirotoksikosis akibat penyakit Graves. Gondok multinodular lebih
banyak terjadi di daerah defisiensi yodium. Kebanyakan orang di Amerika Serikat menerima
yodium cukup, dan kejadian gondok multinodular kurang dari kejadian wilayah dunia dengan
defisiensi yodium. Adenoma toksik merupakan penyebab 3-5% kasus tirotoksis (Lee,
et.al.,2011)
Prevalensi hipertiroid berdasarkan umur dengan angka kejadian lebih kurang 10 per
100.000 wanita dibawah umur 40 tahun dan 19 per 100.000 wanita yang berusia di atas 60
tahun. Prevalensi kasus hipertiroid di Amerika Serikat terdapat pada wanita sebesar 1,9% dan
pria 0,9%. Di Eropa ditemukan bahwa prevalensi hipertiroid adalah berkisar 1-2%. Di negara
Inggris kasus hipertiroid terdapat pada 0,8 per 1000 wanita pertahun
1
g) Bagaimana Clinical Pathway Hipertiroid?
h) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Hipertiroid?
Secara Teoritis, makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan
dan pengembangan ilmu tentang Hipertiroid.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Adapun etiologi hipertiroid diantaranya, yaitu sebagai berikut:
a) Adenoma hipofisis, Penyakit ini merupakan tumor jinak kelenjar hipofisis dan jarang
terjadi.
b) Penyakit graves
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, yaitu suatu
penyakit tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan
hormon yang berlebihan. Penyakit graves atau toksi goiter diffuse merupakan
penyakit yang disebabkan karena autoimun, yaitu dengan terbentuknya antibodi yang
disebut thyroid-stimulatin immunoglobulin (TSI) yang melekati sel-sel tiroid. TSI
meniru tindakan TSH dan merangasang tiroid untuk membuat hormon tiroid terlalu
banyak. Penyakit ini dicirikan adanya hipertiroidisme, pembesaran kelenjar tiroid atau
(goiter), dan eksoftalmus (mata yang melotot).
c) Tiroditis
Tiroditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid yang biasanya disebabkan oleh
bakteri seperti streptococcus pyogenes, staphycoccus aureus dan pnemucoccus
pneumonia. Reaksi peradangan ini menimbulkan pembesaran pada kelenjar tiroid,
kerusakan sel, dan peningkatan jumlah hormon tiroid. Tiroditis dikelompokkan
menjadi tiroiditis subakut, tiroiditis postpartum, dan tiroiditis tersembunyi. Pada
tiroiditis subakut terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan biasanya hilang dengan
sendirinya setelah beberapa bulan. Tiroiditis postpartum terjadi sekitar 8% wanita
setelah beberapa bulan melahirkan. Penyebabnya diyakini karena autoimun. Seperti
halnya dengan tiroiditis subakut, tiroiditis wanita dengan postpartum sering
mengalami hipotiroidisme sebelum kelenjar tiroid benar-benar sembuh. Tiroiditis
tersembunyi juga disebabkan karna autoimun dan pasien tidak mengeluh nyeri, tetapi
mungkin juga terjadi pembesaran kelenjar. Tiroiditis tersembunyi juga dapat
mengakibatkan tiroiditis permanen.
d) Konsumsi yodium yang berlebihan, yang mengakibatkan peningkatan sintesis hormon
tiroid
e) Terapi hipertiroid, pemberian obat obatan hipotiroid untuk menstimulasi sekresi
hormon tiroid. Seperti obat hormon tiroid dan obat amiodaron. Penggunaan yang
tidak tepat menimbulkan kelebihan jumlah hormon tiroid.
4
2.3 Patofisiologi dan Patogenesis Hipertiroid
a) Penyakit Graves
5
b) Goiter Nodular Toksik
Penyebab hipertiroid ini paling sering ditemukan pada usia lanjut sebagai
komplikasi goiter nodular kronis. Pada penyakit ini ditemukan goiter yang
multinodular dan berbeda dengan goiter difus pada penyakit graves. Goiter nodular
toksik ini ditandai oleh mata melotot, pelebaran fissure palpebra, kedipan mata
berkurang akibat simpatis yangberlebihan.
c) Adenomahipofisis
d) Iatrogenik
e) Adenomatoksik
6
toksik ini mempunyai symptom berat badan turun, takikardi, intoleransi panas, TSH
yang menurun, peningkatan T3 dan T4 serta nodul pada adenoma ini bertipe panas
atau hot, dan yang paling menonjol yaitu hilangnya fungsi kontralateral lobus kelenjar
tiroid terhadap lobus yang terjadi adenoma toksik.
Goiter multinodular toksik biasanya terjadi pada usia lanjut dengan euthyroid
multinodular goiter yang menetap. Ditandai dengan takikardia, gagal jantung, atau
arritmia dan terkadang kehilangan berat badan, cemas, lemah, tremor, dan
berkeringat. Pemeriksaaan fisik didapatkan goiter multinodular yang kecil atau cukup
besar dan kadang sampai pada substernal. Laboratorium menunjukkan penekanan
TSH dan elevasi T3 serum dan sedikit elevasi T4 serum.
Hipertiroid pada pasien dengan goiter multinodular yang lama bisa dipicu
dengan penggunaan obat-obatan yang mengandung iodine. Patofisiologi iodine
memicu hipertiroid belum diketahui tetapi diduga mengakibatkan ketidakmampuan
beberapa nodul tiroid untuk mengambil iodide yang ada dengan menghasilkan
hormon yang berlebih.
g) Tirotoksikosis Faktitia
7
neuromuscular dan 62% memiliki gejala klinis berupa kelemahan setidaknya 1 organ yang
berhubungan dengan konsentrasi serum fT4.
Thyroid stimulating hormone (TSH) adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar
pituitari dan berfungsi merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon thyroxine
(T4) dan triiodothyronine (T3). Pemeriksaan TSH mengukur kadar TSH dalam darah
sebagai skrining (uji saring) dan membantu diagnosis gangguan tiroid, serta bermanfaat
untuk memantau pengobatan hipotiroid dan hipertiroid. Pemeriksaan TSH bersama
dengan free T4 (FT4) biasanya dianjurkan sebagai pemeriksaan awal untuk skrining
fungsi tiroid.
b) Thyroxine (T4)
Thyroxine (T4) adalah salah satu dari dua hormon utama yang dihasilkan oleh
kelenjar tiroid. Hormon tiroid utama lainnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3
secara bersama-sama mempunyai fungsi untuk mengatur metabolisme tubuh. Hampir
sebagian besar T4 ditemukan dalam bentuk terikat dengan protein dalam darah. Sisanya
dalam jumlah kecil tidak terikat dengan protein yang disebut sebagai free T4 (FT4) dan
merupakan bentuk aktif biologis dari hormon.
8
Pemeriksaan T4 mencakup T4 Total dan FT4. Pemeriksaan T4 Total mengukur
kadar T4 dalam bentuk bebas (tidak terikat dengan protein) dan terikat dengan protein
dalam darah. Pemeriksaan FT4 mengukur kadar T4 dalam bentuk bebas (tidak terikat
dengan protein) dalam darah. Pemeriksaan T4 Total dan FT4 bermanfaat untuk
membantu evaluasi fungsi kelenjar tiroid, membantu diagnosis gangguan tiroid, sebagai
uji saring hipotiroid pada bayi baru lahir, memantau efektivitas pengobatan gangguan
tiroid.
c) Triiodothyronine (T3)
Triiodothyronine (T3) adalah salah satu dari dua hormon utama yang dihasilkan
oleh kelenjar tiroid. Hormon tiroid utama lainnya, yaitu thyroxin (T4). T3 dan T4 secara
bersama-sama mempunyai fungsi untuk mengatur metabolisme tubuh. Hampir sebagian
besar T3 ditemukan dalam bentuk terikat dengan protein dalam darah. Sisanya dalam
jumlah kecil tidak terikat dengan protein yang disebut sebagai free T3 (FT3) dan
merupakan bentuk aktif biologis dari hormon.
d) Tiroglobulin
Tiroglobulin adalah protein yang diproduksi oleh kelenjar tiroid yang sehat,
namun protein ini juga dapat diproduksi oleh sel-sel kanker. Pemeriksaan tiroglobulin
mengukur kadar tiroglobulin dalam darah untuk memantau pengobatan kanker tiroid dan
mendeteksi kekambuhan, serta terkadang untuk membantu penentuan penyebab
hipertiroid dan hipotiroid.
e) Autoantibodi Tiroid
9
dapat menyebabkan peradangan kronis pada tiroid, kerusakan jaringan tiroid dan/atau
gangguan fungsi tiroid.
a) Obat Antitiroid
10
b) Terapi Ablasi Radioaktif Iodine
Terapi ablasi radioaktif iodine bisa digunakan sebagai terapi pilihan pertama
untuk penatalaksanaan Grave’s disease, toksik adenoma, dan toksik multinodular
goitre. Kontraindikasi absolut terapi ini adalah kehamilan, menyusui, sedang program
hamil, ketidakmampuan untuk mematuhi rekomendasi keamanan radiasi, dan pada
kasus active moderate-to-severe or sight-threatening Graves’ orbitopathy.
Dosis optimal terapi radioaktif iodine menggunakan pendekatan dosis tetap dan
dosis kalkulasi sesuai data tes radioaktif iodine uptake. Sejumlah penelitian menemukan
tidak ada perubahan signifikan pada hasil terapi dengan dua pendekatan tersebut. Pada
umumnya, dosis tetap 10-15mCi digunakan untuk Grave’s disease sedangkan 10-20 mCi
untuk toksik nodular goitre. Efek samping akibat terapi radioaktif adalah
memperburuk Graves orbitopathy dan menimbulkan tiroiditis akut. Tiroiditis akut akibat
terapi radioaktif hanya bersifat sementara dan cukup diterapi dengan obat anti inflamasi,
steroid, dan beta adrenergik bloker.
c) Tiroidektomi
Hingga saat ini, tiroidektomi merupakan terapi paling sukses dalam mengobati
hipertiroid akibat Grave’s disease dan toksik nodular goitre. [5] Teknik near-
total atau total thyroidectomy merupakan prosedur pilihan sesuai rekomendasi pedoman
klinis. Tiroidektomi disarankan bagi pasien-pasien dengan karakteristik seperti
ukuran goitre yang besar, low uptake of radioactive iodine, atau kombinasi keduanya.
Tiroidektomi juga disarankan pada pasien suspek kanker tiroid, dan moderate-to-severe
Graves orbitopathy.
d) Terapi Lain
Terapi lain yang bisa diberikan pada pasien dengan hipertiroid antara lain
penghambat beta adrenergik, agen iodine, dan glukokortikoid.
11
Penghambat Beta Adrenergik
Agen Iodine
Glukokortikoid
12
2.9 Clinical Pathway Hipertiroid
13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Seorang perempuan Ny.Z usia 47 tahun datang ke RS dengan keluhan utama jantung
berdebar-debar. Keluhan ini dirasakan sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit dan hilang
timbul tanpa dipengaruhi aktivitas. Keluhan ini disertai dengan sesak napas yang sering
kambuh. Sesak tidak dipengaruhi posisi, tidak disertai dengan bunyi ngik (mengi) dan
dirasakan memberat dengan aktivitas dan berkurang jika istirahat. Sesak napas dirasakan
memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit tanpa disertai dengan nyeri dada. Pasien
juga mengeluhkan adanya sakit kepala berdenyut. Bila serangan timbul, pasien merasa mual,
dan bahkan muntah setiap kali makan. Muntah berisi makanan yang dimakan pasien.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan sering berkeringat walaupun tidak sedang berada
dibawah matahari ataupun saat beraktivitas berat. Pasien juga mengalami penurunan berat
badan sedangkan nafsu makan meningkat dan pasien sering merasa lapar. Pasien mengalami
penurunan berat badan dari 70 kg menjadi 55 kg dalam waktu 6 bulan terakhir. Namun sejak
akhir-akhir ini pasien mengalami penurunan nafsu makan dan makan lebih sedikit. Pasien
juga merasa lemas dan sedikit gemetar didaerah jari kedua tangan. Pasien juga merasakan
sangat mudah lelah walaupun hanya melakukan aktivitas yang sangat sederhana dan ringan.
Pasien mengeluhkan mata melotot yang dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan ini
diawali dengan mata kanan dan disusul dengan mata kiri. Pasien juga merasa pandangan
menjadi sedikit kabur dan kadang merasa berkunang-kunang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan
darah 140/70 mmHg, nadi 120 x/menit, pernapasan 24 x/menit, dan suhu 36,70C, mata
eksoftalus, pemeriksaan leher didapatkan pembesaran kelenjar tiroid. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan kadar TSH 0,006 uIU/ml, T3 5,56 mg/dl, T4 18,2 mg/dl.
Penatalaksanaan pada kasus ini yaitu pasien diberikan PTU 3x200 mg sehari dan propanolol
3x20 mg.
14
3.2 Pengkajian
a) Identitas
IdentitasPasien Tgl Peng :26 April 2021
Nama : Ny.Z No.Register : xx.122.321
Umur : 47 tahun Diag Medis : Hipertiroid
Agama : Islam
Identitas PenanggungJawab
JK : Perempuan
Status : Menikah Nama : Ucok Sihotang
Pendidikan : SMA Umur : 50 Tahun
Pekerjaan : IRT Hub. : Suami Pasien
Alamat : jl.Kancil Pekerjaan : Guru Honorer
Tgl Masuk :26 April 2021 Alamat : Purwokerto
b) Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Klien mengatakan jantung berdebar-debar, sesak napas yang sering kambuh,
dan sesak semakin berat ketika melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluh adanya
sakit kepala berdenyut, penurunan berat badan, mudah berkeringat.
Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengeluh gemetaran, badan terasa
lemas, mual, muntah, tidak nafsu makan, tidak bisa tidur.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan sejak satu tahun yang lalu jantung berdebar-debar hilang
timbul tanpa dipengaruhi aktivitas, disertai dengan sesak napas yang sering
kambuh.
15
berat badan menurun, juga merasa lebih mudah lelah walaupun melakukan
aktivitas sederhana.
Pasien juga merasa penyakit lamanya belim juga membaik, dengan pasien
mengeluhkan mata kanan melotot sejak 6 bulan yang lalu.dan pandangan
menjadi sedikit kabur dan berkunang-kunang.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
tekanan darah 140/70 mmHg, nadi 120 x/menit, pernapasan 24 x/menit, dan
suhu 36,70C, mata eksoftalus, pemeriksaan leher didapatkan pembesaran
kelenjar tiroid.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar TSH 0,006 uIU/ml, T3 5,56
mg/dl, T4 18,2 mg/dl.
2) Pola Nutrisi-Metabolik
Sebelum sakit :
Pola nutrisi – metabolik normal dan tidak terdapat masalah. Frekuensi makan
klien 3 x / hari, selera makan klien baik, pasien tidak memiliki alergi makanan,
dan klien minum 7 - 8 gelas / hari.
Setelah sakit :
Sejak sakit pasien mengeluhkan sering merasa mual dan bahkan muntah setiap
kali makan, pasien juga mengalami penurunan berat badan, dan sempat
beberapa waktu nafsu makan pasien meningkat namun itu hanya bertahan
sementara waktu. Pasien mengalami penurunan berat badan dari 70 kg
menjadi 55 kg dalam waktu 6 bulan terakhir.
3) Pola Eliminasi
BAB
Sebelum sakit
Pola eliminasi pasien sebelum sakit normal dan tidak terdapat masalah
pada BAB pasien. Pasien BAB 1x sehari, konsistensi lunak, warna coklat,
bau khas, normal.
16
Saat sakit
BAB tidak teratur akibat kurangnya asupan makanan atau serat yang
dicerna, karena pasien sering kali memuntahkan makanannya. Pasien sulit
untuk ke kamar mandi karena sesak yang dialami.
BAK
Sebelum sakit
Pola eliminasi (BAK) pasien sebelum sakit normal dan tidak terdapat
masalah, 3/4x sehari, warna kuning muda, bau khas, normal.
Saat sakit
BAK tidak lancar karena kurangnya asupan cairan pada pasien.
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0 = mandiri, 1 = alat bantu, 2 = dibantu orang lain, 3 = dibantu orang lain dan alat,
4 = tergantung total
2) Latihan
Sebelum sakit :
Sebelum masuk rumah sakit pasien sesak napas hilang timbul tanpa
dipengaruhi oleh aktivitas apapun, dan masih dapat beraktivitas dengan
baik.
Saat sakit :
Pasien mengeluh kelelahan walaupun hanya melakukan aktivitas
sedang atau ringan, berkeringat walaupun sedang tidak berada
dibawah matahari, pasien merasa lemas dan jari tangan bergetar.
17
Pasien kesusahan melakukan aktivitas sehari-hari.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, tekanan darah 140/70 mmHg, nadi 120 x/menit, pernapasan
24 x/menit, dan suhu 36,70C
Saat sakit :
Saat sakit pola tidur pasien terganggu karena sering mengalami nyeri dan
sesak pada dada.
8) Pola Peran-Hubungan
Sebelum sakit :
Sebelum sakit, pasien dapat menjalankan perannya dengan baik
sebagai seorang kepala keluarga yang mencari nafkah. Pasien dapat menjalani
pekerjaannya secara optimal. Hubungan pasien dengan keluarganya baik.
Saat sakit :
Hubungan pasien dan keluarga baik. Keluarga memberikan support
penuh pada pasien, dan juga selalu mendukung pasien saat pasien cemas dan
takut. Pasien kesusahan menjalankan peran sebagai pencari nafkah karena
mengalami kelelahan bahkan dengan aktivitas ringan.
18
9) Pola Seksual-Reproduksi
Tidak dilakukan pengkajian pola seksual reproduksi.
a) Analisis data
19
DS : Ketidakseimbangan Intoleransi aktivitas
a) Pasien merasa lelah walaupun hanya antara suplai dan
melakukan aktivitas yang sangat kebutuhan oksigen
sederhana dan ringan.
b) Pasien merasa sesak napas memberat
ketika beraktivitas.
c) Pasien merasa lemas.
DO :
a) Nadi 120 x/menit.
b) Diagnosis Keperawatan
No Diagnosis
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas ditandai dengan
1
dispnea, dan pola napas abnormal.
3.4 Intervensi
20
Luaran : Tingkat Keletihan d) Berikan oksigen, jika
Setelah dilakukan tindakan perlu
keperawatan diharapkan tingkat
keletihan klien sesuai dengan Intervensi : Pemantauan
kriteria hasil: Respirasi
a) Pola napas membaik Tindakan :
b) Sakit kepala menurun a) Monitor frekuensi, irama,
c) Kemampuan melakukan kedalaman dan upaya nafas
aktivitas rutin meningkat
b) Monitor adanya sumbatan
jalan napas
e) Atur intervalpemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
Intervensi : Dukungan
Ventilasi
Tindakan :
a) Identifikasi adanya
kelelahan otot bantu nafas
21
Dx 2 : Defisit nutrisi Luaran : Status Nutrisi Intervensi : Manajemen
berhubungan Setelah dilakukan tindakan Nutrisi
dengan ketidak keperawatan diharapkan status Tindakan :
mampuan nutrisi klien sesuai dengan a) Identifikasi status nutrisi
mengasorbsi nutrien kriteria hasil: b) Identifikasi makanan yang
ditandai dengan a) Nafsu makan membaik disukai
berat badan c) Monitor asupan makanan
Luaran : Berat Badan
menurun minimal d) Monitor berat badan
Setelah dilakukan tindakan
10% di bawah e) Monitor hasil pemeriksaan
keperawatan diharapkan berat
rentang normal, laboratorium
badan klien sesuai dengan
nafsu makan f) Berikan suplemen
kriteria hasil:
menurun makanan
a) Berat badan membaik
g) Kolaborasi dengan ahli gizi
b) Indeks massa tubuh membaik
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
Luaran : Nafsu Makan
yang dibutuhkan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan nafsu
makan klien sesuai dengan Intervensi : Manajemen
intestinal kalori
22
Intervensi : Manajemen
Muntah
Tindakan :
a) Identifikasi karakteristik
muntah
b) Periksa volume muntah
c) Monitor efek manajemen
muntah secara menyeluruh
d) Monitor keseimbangan
cairan elektrolit
e) Atur posisi untuk
mencegah aspirasi
f) Pertahankan kepatenan
jalan nafas
g) Berikan kenyamanan
selama muntah
23
kriteria hasil: g) Anjurkan melakukan
a) Sakit kepala menurun aktivitas secara bertahap
b) Frekuensi napas menurun
c) Selera makan membaik
d) Pola nafas membaik
24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hipertiroid adalah respon jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid
yang berlebihan. Hipertiroid ditemukan pada 0,8 – 1,3% pada populasi di seluruh dunia. Di
Indonesia, prevalensi hipertiroid mencapai 6,9%. Hipertiroid bisa disebabkan oleh stimulasi
reseptor Thyroid-Stimulating Hormone (TSH) yang berlebihan, sekresi otonom hormon
tiroid, kerusakan folikel tiroid dengan pelepasan hormon tiroid, dan sekresi hormon tiroid
dari sumber ekstratiroidal. Hipertiroid paling banyak disebabkan oleh penyakit Graves yang
merangsang aktivitas berlebihan kelenjar tiroid melalui reseptornya. Sebagian besar pasien
dengan hipertiroid ditandai dengan adanya pembesaran kelenjar tiroid, atau juga bisa disebut
dengan struma. Pada penyakit Graves, struma diikuti oleh adanya kelainan pada mata
(oftalmopati) dan kulit (dermopati). Ketiga hal tersebut disebut dengan trias Graves
4.2 Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Yanti, dan Hasian Leniwita. 2019. Modul Keperawatan Medikal Bedah II.
Program Studi D-3 Keperawatan. Universitas Kristen Indonesia.
Pamungkas, R. A. B., Limantoro, C., & Radityo S, A. N. 2012. Gambaran Kelainan Katup
Jantung Pada Pasien Hipertiroid Yang Dievaluasi Dengan Metode Ekokardiografi
Di Rsup. Dr. Kariadi Semarang. Doctoral dissertation, Fakultas Kedokteran
Srikandi, Ni Made P.,R, Wayan Suwidnya. 2020. Hipertiroidisme Graves Disease : Case
Report. Jurnal Kedokteran Raflesia. 6(1). 30-35.
Tim Pokja PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
26