Anda di halaman 1dari 9

IDENTIFIKASI MIKROPLASTIK PADA SEDIMEN PANTAI

BINUANGEN, JAWA BARAT SERTA DALAM SAMPEL UDARA DI UIN


SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
MICROPLASTIC IDENTIFICATION IN SEDIMENTS OF BINUANGEN BEACH, WEST JAVA AND IN AIR
SAMPLES AT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Nada Nisrina Amri1*, Jessima Pratiwi1, Isty Anggraeni1, Nabilah Elvira1, Fahmi Izharuddin1
Arina Muniroh2, Syafia Fadilla2, Yayan Mardiansyah3
1)
Program Studi Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2)
Asisten Praktikum Matakuliah Praktikum Kimia Lingkungan
3)
Dosen Praktikum Matakuliah Praktikum Kimia Lingkungan
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah Jakarta
*Corresponding author.

Abstrak
Plastik merupakan polimer sintesis yang bersifat sulit terurai di alam, untuk dapat terurai
dengan sempurna dibutuhkan waktu yang sangat lama hingga ratusan tahun sehingga banyak
ditemukan mikroplastik dari hasil penguraian plastik yang belum sempurna yang berasal dari
kegiatan manusia yang tidak lepas dari plastik. Tujuan pengamatan ini untuk mengetahui jenis,
jumlah dan distribusi mikroplastik pada sedimen di Pantai Binuangen dan pada sampel udara
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengambilan sampel dengan metode Ram Sample dan
Integrated Sample pada tanggal 1 dan 8 Oktober 2019 untuk pengujian mikroplastik udara dan
pada tanggal 19 November 2019 untuk pengujian mikroplastik sedimen, kemudian dilakukan
analisis di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil pengamatan
menunjukan bahwa mikroplastik pada sedimen terbanyak diperoleh dalam bentuk film dengan
jumlah 1158 dan mikroplastik pada udara terbanyak diperoleh dalam bentuk fiber dengan
jumlah 129. Tipe film yang paling banyak ditemukan dikarenakan jenis ini memiliki densitas
lebih rendah dari tipe fiber sehingga mudah ditransportasikan.

Kata Kunci : Mikroplastik; Sedimen; Udara.

Abstract
Plastic is a synthetic polymer that is difficult to decompose in nature, to be able to decompose
completely takes a very long time to hundreds of years so that many microplastics are found
from the results of incomplete plastic decomposition originating from human activities that
cannot be separated from the plastic. The purpose of this observation is to determine the type,
amount and distribution of microplastics in sediments at Binuangen Beach and UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta air samples. Sampling with Ram Samples and Integrated Sampling
Methods on October 1 and 8 2019 for air microplastic testing and on November 19, 2019, for
sediment microplastic testing, then analysis was conducted at the Central Laboratory of
Integrated Syarif Hidayatullah UIN in Jakarta. Observations show that most of the
microplastics in sediments were obtained in the form of films with an amount of 1158 and the
most microplastic in the air was obtained in the form of fibers with an amount of 129.

1
Keywords: Microplastic; Sediment; Air.

PENDAHULUAN

Air laut merupakan campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material lainnya seperti
garam-garam, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Air laut
memang berasa asin karena memiliki kadar garam rata-rata 3,5%. Kandungan garam di setiap
laut berbeda kandungannya. Air laut memiliki kadar garam karena bumi dipenuhi dengan
garam mineral yang terdapat di dalam batu-batuan dan tanah seperti natrium, kalium, kalsium,
dan lain-lain. Apabila air sungai mengalir ke lautan, air tersebut membawa garam. Ombak laut
yang memukul pantai juga dapat menghasilkan garam yang terdapat pada batubatuan. Lama-
kelamaan air laut menjadi asin karena banyak mengandung garam (Putri, 2017).

Mikroplastik yang terdapat pada air laut berasal dari aliran sungai, sebagai jalur utama
mikroplastik dari sumber teristerial. Mikroplastik juga dapat berasal dari kegiatan masyarakat
sekitar sungai maupun pesisir (Fischer et. al., 2016). Kepadatan sampah plastik berkorelasi kuat
dengan jumlah manusia di suatu wilayah. Plastik yang dihasilkan oleh aktivitas manusia di
sekitar perairan akan menumpuk dalam waktu yang cukup lama disebabkan kecepatan aliran
sungai dan kelimpahan mikroplastik dapat meningkat.

Plastik adalah salah satu bahan pengemas yang saat ini mendominasi penggunaannya
dibandingkan dengan kaleng dan gelas. Plastik dibentuk melalui proses polimerasi dan
memiliki keunggulan karena bersifat kuat, ringan, inert, tidak berkarat dan bersifat termoplastik
(heat seal) serta dapat diberi warna. Plastik merupakan polimer sintesis yang bersifat sulit
terurai di alam. Untuk dapat terurai dengan sempurna dibutuhkan waktu yang sangat lama
hingga ratusan tahun (Nasution, 2015).

Berdasarkan Qiu et al, (2016) dapat digunakan tiga sampel untuk mendeteksi
keberadaan mikroplastik di laut, yaitu sampel sedimen (pasir pantai), air laut dan organisme
laut. Berdasarkan penelitian mengenai mikroplastik yang dilakukan Dewi et al, (2015) bahwa
pada sedimen, partikel mikroplastik dapat dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu film, fiber,
fragment dan pellet yang dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Jenis plastik yang
ditemukan adalah plastik jenis polystyrene, polyethylene, dan propylene. Menurut (Panel &
Chain, 2016), terdapat beberapa langkah untuk mengidentifikasi mikroplastik, yaitu : Ekstrasi
dan degradasi komponen biogenik; Deteksi dan kuantifikasi (enumerasi); Karakterisasi plastik.

Pada penelitian Ng & Obbard (2006), ditemukan 6 jenis mikroplastik yang berbeda
dalam sampel sedimen. Tipe polimer yang ditemukan antara lain polimer polyethylene,
polypropylene, polyvinyl alcohol, acrylonitrilile butadiene styrene, polystyrene dan nylon.
Diantara keenam tipe polimer yang ditemukan, polimer polystyrene merupakan polimer yang
paling banyak ditemukan pada sampel sedimen, sedangkan polyethylene lebih banyak pada
sampel air.

2
Mikroplastik jenis fragmen merupakan mikroplastik yang berasal dari plastik yang
memiliki bentuk yang cenderung keras. Yang dimaksud keras antara lain seperti potongan botol
minuman sekali pakai, kepingan galon air minum, potongan pipa paralon dan potongan genting
plastik (Dewi et al., 2015). Fragmen memiliki densitas yang paling tinggi dibandingkan
mikroplastik jenis yang lainnya. Densitas yang tinggi ini menyebabkan fragmen mudah untuk
tenggelam dan menetap didasar perairan. Mikroplastik jenis fiber berasal dari material sintetik
pada pakaian dan juga alat pancing serta jaring (United Nations Environment Programme).
Mikroplastik jenis fiber disebabkan adanya aktivitas nelayan yang menangkap ikan dikedua
lokasi menggunakan jaring dapat menjadi penyumbang utama adanya PPSM jenis fiber.
Menurut Claessens, et.al (2011) jenis plastik tersebut adalah synthetic fibre yakni polyethylene
(PET) yang biasa digunakan sebagai bahan pembuat jaring atau jerat. Mikroplastik jenis Film
dibandingkan dengan jenis mikroplastik yang lain, film memiliki densitas yang paling rendah
(Kingfisher dalam Dewi et al., 2015). Densitas film yang rendah ini menyebabkan film mudah
untuk berpindah dari lokasi yang satu ke lokasi yang lain ketika terbawa arus air. PSM jenis
monofilament merupakan jenis mikroplastik yang paling jarang ditemukan. Mikroplastik jenis
monofilamen merupakan induk dari mikroplastik jenis fiber yang mengalami proses
fragmentasi (Dewi et al., 2015). Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa
monofilament merupakan jenis plastik yang belum sempat terurai sempurna yang berasal dari
lepasnya jaring nelayan maupun berasal dari benang. Tujuan pengamatan ini untuk mengetahui
jenis, jumlah dan distribusi mikroplastik pada sedimen di Pantai Binuangen dan pada sampel
udara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

MATERIAL DAN METODE

Bahan Dan Material


Pengambilan sampel udara dilakukan dengan menggunakan alat-alat seperti Impinger, Low
Volume Air Sampler (LVAS), Vaccum Pump, Air Flowmeter dan plastik PE. Sementara bahan-
bahan untuk pengambilan sampel udara yaitu ketiga bahan absorber (NO 2, SO2, NH3), akuades
dan kertas filter. Pengambilan sampel sedimen dilakukan menggunakan alat-alat seperti
sedimen core, saringan 4 tingkat dan plastik ziplock sebagai tempat menyimpan sedimen.

3
Pengujian sampel mikroplastik dilakukan dengan menggunakan alat-alat seperti oven, cawan
petri, gelas ukur, gelas beaker, hot plate, batang pengaduk, mikroskop cahaya, object glass,
cover glass, pipet tetes, timbangan digital. Sementara bahan yang digunakan yaitu larutan
NaCl, Hidrogen Peroksida (H2O2), sedimen, kertas filter, dan akuades.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 1 dan 8 Oktober 2019 di pintu keluar dan
masuk kadar udara untuk pengujian mikroplastik udara, sedangkan sampel sedimen dilakukan
pada tanggal 2 November 2019 di 5 titik pada daerah estuari di Pantai Binuanguen.
Pengambilan sampel sedimen diletakkan plastic ziplock dan pengambilan sampel udara dengan
meletakkan kertas filter dalam plastic ziplock yang kemudian kedua sample dibawa ke Pusat
Laboratorium Terpadu untuk di dilakukan pengujian.
Pengujian Mikroplastik di Udara
Sampel udara diambil menggunakan LVAS (Low Volume Air Sampler) yang dilengkapi
kertas saring atau kertas filter, udara kemudian dihisap menggunakan vaccum pump. Kertas
filter yang digunakan untuk pintu masuk disimbolkan A10 dan untuk pintu keluar disimbolkan
B4. Setelah 1 jam pengujian dengan LVAS, Kertas filter yang digunakan untuk meyaring
udara selanjutnya diambil dan ditempatkan di dalam plastik PE lalu disimpan ke dalam
desikator. Selanjutnya kertas filter dipotong ±10 x 10 cm lalu dimasukkan ke dalam gelas
beaker, ditambahkan 25 ml hidrogen peroksida lalu dipanaskan selama 5 menit pada suhu 60 o C
dan didinginkan. Setelah dingin ditambahkan dengan larutan NaCl sebanyak 10 ml dan
dibiarkan selama 10 menit. Kemudian dilakukan pengamatan kedua sampel dan dianalisis
kuantitatif dengan menggunakan mikroskop cahaya.
Pengujian Mikroplastik di Sedimen
Sampel sedimen diambil menggunakan sedimen core dengan kedalaman µ5 cm. sedimen
disaring menggunakan saringan 4 tingkat dan siambil hasil saringan kedua berukuran 2 mm dan
hasil saringan ketiga berukuran 63 µl kemudian di oven selama 3 hari dengan suhu 70 o C, hasil
pengovenan ditimbang sebanyak 5 gram. Selanjutnya dimasukkan kedalam gelas beaker,
ditambahkan 25 ml hidrogen peroksida lalu dipanaskan selama 5 menit pada suhu 60o C dan
didinginkan. Setelah dingin ditambahkan dengan larutan NaCl sebanyak 10 ml dan dibiarkan
selama 10 menit. Kemudian dilakukan pengamatan kedua sampel dan dianalisis kuantitatif
dengan menggunakan mikroskop cahaya.

HASIL

Tabel 1. Jumlah Mikroplastik Pada Sedimen

NO JENIS MICROPLASTIK JUMLAH


1 Fragmen 894
2 Film 1158
3 Fiber 700
4 Pellet 53
5 Filament 55

Tabel 2. Jumlah Mikroplastik Udara B4 dan A10

4
N JENIS B A1 JUMLA
O MICROPLASTIK 4 0 H
1 Fragmen 44 15 59
2 Film 37 2 39
3 Fiber 59 70 129
4 Pellet 6 4 10
5 Filament 19 9 28

80
70
60
50 B4
40 A10
30
20
10
0
Fragmen Film Fiber Pellet Filament

Gambar 1. Hasil Jumlah Indentifikasi Microplastik pada Udara B4 dan A10

PEMBAHASAN
Sedimen adalah produk disintegrasi dan dekomposisi batuan. Disintegrasi mencakup
seluruh proses dimana batuan yang rusak/pecah menjadi butiran-butiran kecil tanpa perubahan
substansi kimiawi. Dekomposisi mengacu pada pemecahan komponen mineral batuan oleh
reaksi kimia. Ukuran partikel merupakan karakteristik sedimen yang dapat diukur secara nyata.
Teknik analisis penyaringan dengan metode ayak basah yang menggunakan saringan sedimen
bertingkat dengan diameter berbeda-beda. (4,75 mm, 1,7 mm, 250 μm, 850 μm, 150 μm)
(Robbi H, 2016).
Bedasarkan jumlah mikroplastik di sedimen, jenis mikroplastik yang mendominasi
adalah jenis film dengan jumlah 1158. Film merupakan polimer plastik sekunder yang berasal
dari fragmentasi kantong plastik atau plastik kemasan dan memiliki densitas rendah. Film
mempunyai densitas lebih rendah dibandingkan tipe mikroplastik lainnya sehingga lebih
mudah ditransportasikan hingga pasang tertinggi (Ramadhani, 2019). Kelimpahan mikroplastik
pada sedimen yang sering ditemukan yaitu tipe mikroplastik fragmen, filamen dan fiber. Tipe
film yang paling banyak ditemukan dikarenakan jenis ini memiliki densitas lebih rendah dari
tipe fiber sehingga mudah ditransportasikan. Tipe mikroplastik fragmen yang ditemukan
dikarenakan fragmen merupakan hasil dari potongan produk plastik dengan polimer sintetis
yang sangat kuat (Dewi, et. al, 2015). Keberadaan mikroplastik di dasar sedimen dipengaruhi
oleh gaya gravitasi dan besaran densitas plastik yang lebih tinggi dibandingkan dengan densitas

5
air. Hal tersebut menyebabkan plastik tenggelam dan terakumulasi di sedimen (Wood et. al.,
2015).
Berdasarkan hasil sampling mikroplastik udara yang berlokasi di pintu keluar (B4), dan
pada pintu masuk (A10), jenis mikroplastik yang mendominasi ialah jenis fiber. Sampling
udara ini menggunakan serangkaian alat yaitu Low Volume Air Sampler (LVAS). Alat ini dapat
menangkap debu dengan ukuran sesuai yang kita inginkan dengan cara mengatur flow rate 20
liter/menit dapat menangkap partikel berukuran 10 mikron. Dengan mengetahui berat kertas
saring sebelum dan sesudah pengukuran maka kadar debu dapat dihitung. Cara
mengindetifikasi mikroplastik yang dilakukan pada udara ini dengan cara kertas saring dari
penyaringan debu LVAS di potong kecil setelah itu diberi 25 ml H2O2 (Peroxide) untuk
melarutkan zat organik. H2O2 utuk melarutkan zat organik. Kemudian ditambahkan 10 ml
NaCl untuk meningkatkan densitas. Setelah itu dilakukan pemisahan zat organik. Pencemaran
udara pada umumnya memiliki prinsip yang sama yaitu terdapat kontaminasi zat atau bahan
asing yang terdapat diudara menyebabkan perubahan susunan udara dari keadaan normal
(Wardhana, 2004).
Keadaan udara normal ini berarti udara bersih tanpa kontaminan zat asing. Udara
merupakan media lingkungan yang menjadi kebutuhan dasar manusia berdasarkan Pasal 1
angka 14 UU No. 32 Tahun 2009, pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan komponen lain ke dalam lingkungan hidup
oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Pencemar udara yang dapat ditangkap oleh LVAS salah satunya debu. Debu adalah partikel-
partikel zat yang disebabkan oleh pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan dan
lain-lain dari bahan-bahan organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu, bijih logam,arang
batu, butir-butir zat padat dan sebagainya (Suma’mur,1988). Menurut Faridawati (1995)
partikel debu dikelompokkan menjadi dua yaitu debu organik dan anorganik. Mikroplastik
termasuk kedalam debu organik sintesis.
Mikroplastik menurut Lusher Peter & Jeremy (2017) didefinisikan sebagai partikel
plastik kecil berukuran 5 mm atau lebih kecil. Mikroplastik ada di lingkungan baik udara,
tanah, air tawar, laut. Distribusi puing-puing plastik itu sendiri sangat bervariasi sebagai akibat
dari faktor-faktor tertentu seperti angin dan arus laut, garis pantai secara geografi, daerah
perkotaan, dan juga rute perdagangan. Populasi manusia di daerah-daerah tertentu juga
memainkan peran yang cukup besar dalam hal ini. Mikroplastik mengandung 7 senyawa kimia
yang ditambahkan selama pembuatannya dan menyerap kontaminan di sekeliling
lingkungannya (Rochman, et. al, 2015). Hasil analisis mikroplastik pada udara di pintu masuk
(A10) dan pintu keluar (B4) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, ditemukan
lima jenis mikroplastik yaitu fragmen, fiber, filamen, pelet dan film. Jumlah Mikroplastik di
daerah B4 lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah mikroplastik jenis film, fragmen, pelet,
filamen di daerah A10. Mikroplastik jenis Fiber di daerah A10 lebih banyak dibandingkan B4
dengan perbandingan 59:70. Pola kelimpahan mikroplastik yang ditemukan antara udara pintu
keluar (B4) pada penelitian ini yaitu, fiber > fragmen > film > filamen > pelet. Pola kelimpahan
mikroplastik udara di A10 yaitu fiber > fragmen > filamen > pelet > film. Jenis mikroplastik
yang memiliki rata-rata kelimpahan paling tinggi adalah fiber pada dikedua tempat tersebut.

6
KESIMPULAN

Berdsarkan jumlah mikroplastik yang didapat pada sampel sedimen jenis mikroplastik yang
paling banyak ditemukan adalah film selanjutnya fragmen, fiber, filament dan pellet.
Berdasarkan jumlah mikroplastik yang didapat pada sampling udara di dua lokasi yakni pintu
masuk dan pintu keluar UIN jakarta jumlah mikroplastik di lokasi pintu keluar (B4) lebih tinggi
dibanding lokasi pintu masuk A10. Jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan pada
lokasi pintu masuk adalah fiber selanjutnya fragmen, filament, pellet dan yang paling sedikit
jumlahnya adalah film. Sedangkan pada lokasi pintu keluar jenis mikroplastik yang paling
banyak ditemukan adalah fiber selanjutnya fragmen, film, filament, dan yang paling sedikit
jumlahnya adalah pellet.

DAFTAR PUSTAKA

Claessens M, Meester SD, Landuyt LV, Clerck KD, Janssen CR. (2011). Occurrence And
Distribution Of Micrplastiks In Marine Sediments Along The Belgian Coast. Mar.
Pollut. Bull. critical analysis of the biological impac.

Dewi, Sari Intan , Budiyarsa AA, Ritonga IR. (2015). Distribusi mikroplastik pada sedimen di
muara badak, Kapupaten Kutai Kartanegara. Artikel Research get. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Fakultas Mulawarman. Depik, 4 (3), 121-131.

Faridawati, Ria. (1995). Penyakit Paru Obstruktif Kronik dan Asma Akibat Kerja. Journal of
The Indonesia Association of Pulmonologist, 5(7), 132-135.

Nasution, R. S. (2015). Berbagai Cara Penanggulangan Limbah Plastik. Elkawnie, 1(1), 97–
104.

Ng, K. L., & Obbard, J. P. (2006). Prevalence of microplastics in Singapore’s coastal marine
environment. Marine Pollution Bulletin, 52(7), 761 – 767.

Kingfisher, J. (2011). Micro-plastic debris accumulation on puget sound beaches. Port


Townsend Marine Science Center [Internet]. [diunduh 2014 Apr 6]. Tersedia
pada:http://www.ptmsc.org/Science/plastic_project/Summit%20 Final%20Draft.pdf.
Diakses pada tanggal 8 April 2015 pukul 16.56 WITA.

Lusher, A. L., Peter H & Jeremy M. (2017). Microplastics in Fisheries and Aquaculture.
Roma: Food and Agriclture Organization of The United Nations.

Qiu, Q., Tan, Z., Wang, J., Peng, J., Li, M., & Zhan, Z. (2016). Extraction, Enumeration And
Identification Methods For Monitoring Microplastics In The Environment. Estuarine,
Coastal and Shelf Science, 17 (6), 102–109.

Panel, E., & Chain, F. (2016). Presence Of Microplastics And Nanoplastics In Food, With
Particular Focus On Seafood. EFSA Journal, 14 (6).

7
Ramadhani, Fitra. (2019). Identifikasi Dan Analisis Kandungan Mikroplastik Pada Ikan Pelagis
Dan Demersal Serta Sedimen Dan Air Laut Di Perairan Pulau Mandangin Kabupaten
Sampang. Skripsi. digilib.uinsby.ac.id.

Rochman, C. M., Tahir, A., Williams, S. L., Baxa, D. V., Lam, R., Miller, J. T., S. J. (2015).
Anthropogenic Debris In Seafood: Plastic Debris And Fibers From Textiles In Fish And
Bivalves Sold For Human Consumption. Scientific Reports, 5(1), 14340.

Suma’mur. (1988). Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Gunung Agung.

United Nation Environmental Programme dan United Nations Industrial Development.


Guidance Manual: How to Establish and Operate Cleaner Production Centres.

Wardhana, W. A. (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta : Andi Yogyakarta.

Wood, M. S. (2015). Subtidal Ecology. Australia : Edward Amoldy Limited.

8
9

Anda mungkin juga menyukai