Anda di halaman 1dari 210

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Umum

Konstruksi rangka atap adalah bagian yang terletak diatas suatu bangunan
yang merupakan struktur rangka batang yang dihubungkan secara sendi, sehingga
membentuk suatu bagian bangunan yang terdiri dari segitiga-segitiga. Setiap
susunan rangka batang haruslah merupakan satu kesatuan bentuk yang kokoh dan
mampu memikul beban yang bekerja tanpa mengalami perubahan. Pada umumnya
konstruksi rangka atap terbuat dari kayu namun untuk sekarang ini pemakaian
rangka atap baja untuk mengganti material kayu semakin diminati.

Baja merupakan salah satu bahan bangunan yang unsur utamanya terdiri
dari besi dan karbon. Baja ditemukan ketika dilakukan penempaan dan pemanasan
yang menyebabkan tercampurnya besi dengan bahan karbon pada proses
pembakaran, sehingga membentuk baja yang mempunyai kekuatan yang lebih
besar daripada besi. Dalam pemasangannya, material baja cukup mudah
dilakukan, karena materialnya yang ringan sehingga dapat menghemat waktu dan
biaya pengerjaan. Sistem sambungannya berupa, baut atau paku keliling.

Baja merupakan material yang memiliki kekuatan yang tinggi dan sama
kuat antara kekuatan tarik maupun tekan, sehingga rangka atap baja mampu
menahan beban jenis tarik aksial, tekan aksial, dan lentur dengan kekuatan yang
hampir sama.

Tugas Struktur Bangunan Baja merupakan prasyarat menyeselaikan mata


kuliah Struktur Bangunan Baja, dengan harapan setelah menyelesaikan tugas ini
mahasiswa dapat merancang konstruksi rangka atap dengan material baja yang
efisien dan sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia)

1
I.2 TUJUAN

Tujuan dari tugas Struktur Bangunan Baja ini adalah:

1. Agar dapat merencanakan dimensi gording dan kuda-kuda


sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan
2. Agar dapat menganalisis gaya-gaya yang bekerja sesuai dengan
peraturan yang berlaku
3. Agar dapat merencanakan rangka atap yang kuat, efisien dan
fungsional sesuai dengan peraturan yang berlaku.

I.3 PERATURAN/KODE

Peraturan yang digunakan pada laporan ini adalah berdasarkan pada:

a. SNI 1727:2013. Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan


Gedung dan Struktur Lain.

b. SNI 1729:2015. Spesifikasi untuk Bangunan Gedung Baja


Struktural.

I.4 DESKRIPSI STRUKTUR

Struktur adalah bagian-bagian yang membentuk bangunan seperti pondasi,


sloof, dinding, kolom, reng, kuda-kuda, dan atap. Pada prinsipnya, elemen
struktur berfungsi untuk mendukung keberadaan elemen nonstruktur yang
meliputi elemen tampak, interior, dan detail arsitektur sehingga membentuk satu
kesatuan. Setiap bagian struktur bangunan tersebut juga mempunyai fungsi dan
peranannya masing-masing.

a. Struktur rangka atap

1. Kuda-kuda
Kuda-kuda merupakan penyangga utama pada struktur atap.
Struktur ini termasuk dalam klasifikasi struktur framework (truss).
Gording

2
Gording adalah balok induk yang berfungsi menahan elemen
struktur yang berada di atasnya dan beban-beban yang bekerja di
atas rangka atap. Gording meneruskan beban dari penutup atap,
reng, dan usuk/kasau, beban angin, beban air hujan, dan beban
pekerja.
2. Usuk/Kasau
Usuk/Kasau berfungsi untuk menerima beban dari penutup
atap dan reng kemudian meneruskannya ke gording.
3. Reng
Reng adalah struktur rangka atap yang letaknya tepat
dibawah penutup atap. Reng berfungsi untuk menerima beban dari
penutup atap kemudian meneruskannya ke usuk/kasau.
4. Penutup Atap
Penutup atap atau yang biasa kita sebut dengan genteng
memiliki fungsi sebagai penahan tekanan yang diakibatkan cuaca,
seperti tekanan angin dan tekanan air hujan.
5. Ikatan Angin (Bracing)
Ikatan Angin tau Bracing berfungsi untuk menerima gaya-
gaya yang berkerja sejajar dengan arah memanjang bangunan dan
tegak lurus terhadap bidang kerja sebagai akibat dari adanya
tekanan angin. Ikatan angin juga berfungsi untuk memperkaku
kuda-kuda.
6. Trekstang
Trekstang berfungsi untuk mengurangi lendutan yang terjadi
pada gording pada arah sumbu Y. Jenis dan bentuk baja yang
digunakan untuk trekstang adalah baja tulangan (berulir atau tidak)
yang menghubungkan gording 1 dengan yang lainnya.

b. Struktur Kolom
Kolom adalah komponen struktur vertikal yang menerima dan
menyalurkan gaya tekan axial bersamaan atau tidak dengan gaya

3
momen atau merupakan elemen tekan yang menumpu / menahan
balok yang memikul beban-beban pada lantai.

I.5 BATASAN PERHITUNGAN

Perencanaan yang dilakukan ppada tugas ini adalah perhitungan Struktur


balok gording, perhitungan struktur rangka atap, perhitungan struktur kolom,
perhitungan sambungan kolom fondasi, perhitungan dan daftar material, gambar
denah, potongan dan detail sambungan.

I.6 SPESIFIKASI BANGUNAN

Pada tugas ini digunakan atap dengan jenis atap keramik untuk
penggunaan struktur kuda-kuda baja pada bangunan rumah tinggal. Dengan data
sebagai berikut:

a. Panjang Bangunan :4x4m


b. Lebar Bangunan : 12 m
c. Overstek kiri dan kanan : 1,25 m
d. Kecepatan Angin Dasar : 30 knot = 15.5 m/s
(Kecepatan angin terbesar di Pontianak
pada tahun 2016)
e. Tinggi Kolom :4m
f. Penutup Atap : Asbes
g. Spesifikasi Penutup Atap : 240 cm x 105 cm
h. Berat Penutup Atap : 11 kg/m2
i. Jenis Plafond : Triplek
j. Spesifikasi plafond : 60 cm x 120 cm
k. Berat Plafond : 3,5 kg/m2
l. Kemiringan Atap : 24o

4
BAB II

PERENCANAAN GORDING

II.1 Gambar Denah Gording Beserta Pembebanannya

Balok gording direncanakan sebagai balok menerus yang dimana kuda-


kuda berfungsi sebagai tumpuannya. Berikut dibawah ini gambar titik
tinjauan gording dan gambar denah gording beserta pembebananya.

5
Gambar II.1 Titik Tinjauan Gording

6
Gambar II.2 Denah gording beserta pembebanannya

Berikut merupakan data-data perencanaan atap:

a) Jarak antar kuda-kuda :4x4m


b) Lebar bangunan : 12 m
c) Penutup atap : asbes gelombang
d) Spesifikasi Penutup Atap : 240 cm x 105 cm
e) Berat penutup atap : 17 kg/m2
f) Kemiringan atap (α) : 24°
g) Tinggi kolom :4m
h) Jarak antar gording : 2,1893 m
i) Mutu Baja : BJ37 ; Fu = 370 MPa
; Fy = 240 MPa
j) Kecepatan angin dasar : 15,5 m/s (di Pontianak tahun 2016)
k) Panjang overstek kiri kanan : 1,25 m

Sifat mekanis baja struktural yang digunakan:

a) Modulus Elastisitas (E) : 200000 Mpa


b) Modulus Geser (G) : 80000 Mpa

II.2 Perencanaan Dimensi Profil Gording

Dalam perencanaan gording pada tugas ini, gording dibantu dengan


tulangan yang dinamakan trekstang yang berfungsi untuk mengurangi
lendutan yang dialami oleh gording. Pada perencanaan gording kali ini,
trekstang direncanakan tepat berada ditengah bentang balok gording seperti
pada gambar dibawah ini.

7
Gambar II.3 Perletakan Trekstang

Karena balok gording yang direncanakan dibantu oleh trekstang, maka


panjang bentang dalam merencanakan tinggi profil gording adalah panjang
bentang terpanjang setelah adanya trekstang, yaitu sebesar 2 m.

Berdasarkan faktor tekuk, tinggi gording direncanakan minimal sebesar

Lb Lb 2m
h≥ , sehingga : = = 0,1 m = 100 mm. Dari perhitungan tersebut
20 20 20
maka profil gording yang direncanakan harus memiliki tinggi profil yang
lebih besar dari pada 100 mm, sehingga direncanakan profil gording dengan
kode profil WF.150.100.6.9

 Data – data profil WF.150.100.6.9


h = 150 mm Sx = 168 cm3
bf = 100 mm Sy = 30,1 cm3
tw = 6 mm ix = rx = 6,17 cm
tf = 9 mm iy = ry = 2,37 cm
q = 21,1 kg/m
A = 26,84 cm2
Ix = 1020 cm4
Iy = 161 cm4

8
Gambar II.4 Profil WF.150.100.6.9

II.3 Perhitungan Pembebanan

II.3.1 Beban Mati / Dead Load (qD)

1. Berat Sendiri
Beban sendiri gording = 21,1 kg/m

2. Berat Tambahan
Beban penutup atap = jarak antar gording x berat penutup atap
asbes

= 2,1893 m × 17 kg/m2

= 37,2176 kg/m

Beban mati total (qD) = berat sendiri + berat tambahan

= 21,1 kg/m + 37,2176 kg/m

= 58,3176 kg/m

9
 = 24o

Gambar II.5 Distribusi Pembebanan Beban Mati

 Beban mati arah X (qDx) = qD × cos α


= 58,1736 × cos 24°

= 23,7199 kg/m

 Beban mati arah Y (qDy) = qD × sin α


= 58,1736 × sin 24°

= 53,2758 kg/m

II.3.2 Beban Hidup / Beban Fungsi / Life Load (PLr)

Beban pekerja (PLr) = 1,33 kN (SNI 1727:2013 tabel 4-1, hal 27)

= (1,33 × 1000) / 9,81 = 135,5759 kg/m

10
 = 24o

Gambar II.6 Distribusi Pembebanan Beban


Hidup

 Beban pekerja arah X (PLrx) = PLr × cos α


= 135,5759 × cos 24°

= 123,854 kg/m
 Beban pekerja arah Y (PLry) = PLr × sin α
= 135,5759 × sin 224°

= 55,1437 kg/m

II.3.3 Beban Angin

Untuk menentukan beban angin rencana diperlukan kategori


bangunan yang didapat berdasarkan syarat tinggi rata-rata atap (h) .
Tinggi rata-rata atap (h) :
 Syarat h < 18,8 m
h = Tinggi Kolom + (Tinggi Atap / 2)

= 4 m + (2,6713 m / 2)

= 5,335 m < 18,8 m

11
Karena tinggi atap rata-rata kurang dari 18,8 m maka bangunan
termsuk ke dalam kategori bangunan gedung bertingkat rendah.

1. Kecepatan Angin Dasar


Kecepatan angin dasar didapat dari lokasi dimana
bangunan akan dibangun, pada laporan ini bangunan akan
dibangun di daerah Pontianak.
Diambil kecepatan angin dasar tertinggi di Pontianak pada tahun
2016 yaitu sebesar 15,5 m/s.
2. Parameter Beban Angin
 Faktor arah angin (Kd)

Tabel II.3 Faktor Arah Angin , Kd

Berdasarkan tabel diatas untuk tipe struktur rangka batang


menara segitiga , nilai Kd = 0,85.

 Kategori Eksposure
Berdasarkan pasal 26.7.3 SNI 2013 Kategori Eksposure,
untuk bangunan gedung dengan tinggi atap rata-rata kurang
dari atau sama dengan 9,1 m(30 ft) termasuk kedalam kategori
Eksposure B. Karena tinggi atap rata-rata (h) 5,335 m < 9,1 m
maka bangunan adalah kategori Eksposure B.

12
Tabel II.3 Konstanta Eksposure Daratan

Berdasarkan kategori eksposure B didapat nilai α = 7 dan Zg


= 365,76 dari tabel diatas
 Faktor Topografi (Kzt)
Menurut Pasal 26.8.2 Faktor topografi, jka kondisi situs
dan lokasi gedung dan struktur bangunan lain tidak memenuhi
semua kondisi yang disyaratkan dalam Pasal 26.8.1 “tentang
peningkatan kecepatan angin diatas bukit,bukit memanjang
dan tebing curam “ maka nilai Kzt =1,0.
 Faktor Efek Tiupan Angin(G)
Menurut pasal 26.9.1 Faktor Tiupan Angin “Faktor efek
tiupan angin untuk suatu bangunan gedung dan struktur lain
yang kaku boleh diambil sebesar 0,85”. Karena struktur
bangunan kaku maka diambil nilai G = 0,85.
 Klasifikasi Ketertutupan
Menurut pasal 26.2 Bangunan tertutup harus memenuhi
kondisi dimana tinggi atap rata-rata (h) sama dengan atau
kurang dari 18 m .
Karena nilai h = 5,335 m < 18 m maka bangunan dianggap
termasuk kedalam kondisi bangunan tertutup.

13
 Koefisien Tekanan Internal (GCpi)
Tabel II.3 Koefisien Tekanan Internal (GCpi)

14
Berdasarkan tabel II.2 Koefisien Tekanan Internal (GCpi)
maka untuk bangunan gedung tertutup didapat nilai GCpi =
+ 0,18 dan – 0,18

3. Koefisien Eksposure Tekanan Velositas (Kz)


Kz = 2,01 x ( z /Zg)2 /a
Dengan :
z = h x 3,28084
= 5,335 m x 3,28084
= 17,503 feet
Zg dan α dari tabel II.2 Konstanta eksposure daratan
Maka didapat nilai Kz:
Kz = 2,01 x (17,503/365,76)2/ 7
= 0,843

4. Tekanan Velositas (qz)


qz = 0,613 x Kz x Kzt x Kd x V²

15
= 0,613 x 0,843 x 1,0 x 0,85 x (15,5)² m/s
= 105,58 N/mm²

5. Koefisien Tekanan Eksternal (GCpf)


Tabel II.3 Koefisien Tekanan Eksternal (GCpf)

Untuk mendapatkan nilai Koefisien Tekanan Eksternal


pada kasus beban A dan kasus beban B ditinjau hanya pada
Zona 2, 3, 2E dan 3E yang merupakan tinjauan bagian atap
tergantung pada sudut atap. Dikarenakan sudut kemiringan atap
24° maka digunakan interpolasi linier pada kasus beban A
sebagai berikut :

 Kasus Beban A
Dimisalkan =>> GCpf = X
 Zona 2
30−2 4 0,21− X
= Sudut Koef
30−20 0,21−(−0.69)
20 -0.69
6 x 0,9 = 10 (0,21-X) 24 X
30 0.21
X = -0,33

16
 Zona 3

Sudut Koef
30−24 −0,43−X 20 -0.48
=
30−20 −0,43−(−0,48) 24 X
30 -0.43
6 x 0,05 = 10 (-0,43 - X)

X = -0,46

 Zona 2E

Sudut Koef
30−24 0,27−X 20 -1.07
=
30−20 0,27−(−1,07) 24 X
30 0.27
6 x 1,34 = 10 (0,27 - X)

X = -0,534

 Zona 3E

Sudut Koef
30−24 −0,53−X 20 -0.69
=
30−20 −0,53−(−0,69) 24 X
30 -0.53
6 x 0,16 = 10 (-0,53 - X)

X = -0,626

Tabel II.5 Nilai GCpf Kondisi Beban A

GCpf
ZONA
Kondisi Beban A
2 -0.33
3 -0.46
2E -0.534
3E -0.626

17
 Kondisi Beban B
GCpf pada kondisi beban B hanya diambil pada Zona
2,3,2E dan 3E. Berikut nilai GCpf pada kondisi beban B.
Tabel II.6 Nilai GCpf Kondisi Beban B

GCpf
Zona
Kondisi Beban B
2 -0.690
3 -0.370
2E -1.070
3E -0.530

6. Tekanan Angin (P)


 Kasus Beban A
Tekanan Angin Positif (+)
 Kondisi 2
P = qz ((G x Cpf) – (G x Cpi(+)))
= 105,58 N/mm² ((0,85 x -0,33) – (0, 85 x 0,18))
= -45,74 N/ mm²
 Kondisi 3
P = qz ((G x Cpf) – (G x Cpi(+)))

= 105,58 N/mm² ((0,85 x-0,46) – (0,85 x 0,18))


= -57,43 N/ mm²
 Kondisi 2E
P = qz ((G x Cpf) – (G x Cpi(+)))

= 105,58 N/mm² ((0,85 x -0,534) – (0,85 x 0,18))


= -64,07 N/ mm²
 Kondisi 3E
P = qz ((G x Cpf) – (G x Cpi(+)))

= 105,58 N/mm² ((0,85 x -0,626) – (0,85 x 0,18))


= -72,33 N/ mm²

18
Tekanan Angin Negatif (-)
 Kondisi 2
P = qz ((G x Cpf) – (G x Cpi(-)))
= 105,58 N/mm² ((0,85 x -0,33) – (0,85 x -0,18))
= -13,46 N/ mm²
 Kondisi 3
P = qz ((G x Cpf) – (G x Cpi(-)))

= 105,58 N/mm² ((0,85 x -0,46) – (0,85 x -0,18))


= -25,12 N/ mm²

 Kondisi 2E
P = qz ((G x Cpf) – (G x Cpi(-)))

= 105,58 N/mm² ((0,85 x -0,534) – (0,85 x -0,18))


= -31,76 N/ mm²
 Kondisi 3E
P = qz ((G x Cpf) – (G x Cpi(-)))

= 105,58 N/mm² ((0,85 x -0,626) – (0,85 x -0,18))


= -40,02 N/ mm²

 Kasus Beban B
Tekanan Angin Positif (+)
 Kondisi 2
P = qz ((G x Cpf) – (G x Cpi(+)))
= 105,58 N/mm² ((0,85 x -0,69) – (0,85 x 0,18))
= -78,07 N/ mm²
 Kondisi 3
P = qz ((G x Cpf) – (G x Cpi(+)))

= 105,58 N/mm² ((0,85 x -0,370) – (0,85 x 0,18))


= -49,35 N/ mm²

19
 Kondisi 2E
P = qz ((G x Cpf) – (G x Cpi(+)))

= 105,58 N/mm² ((0,85 x -1,070) – (0,85 x 0,18))


= -112,18 N/ mm²
 Kondisi 3E
P = qz ((G x Cpf) – (G x Cpi(+)))

= 105,58 N/mm² ((0,85 x -0,530) – (0,85 x 0,18))


= -63,71 N/ mm²

Tekanan Angin Negatif (-)


 Kondisi 2
P = qz ((G x Cpf) – (G x Cpi(+)))
= 105,58 N/mm² ((0,85 x -0,69) – (0,85 x -0,18))
= -45,76 N/ mm²
 Kondisi 3
P = qz ((G x Cpf) – (G x Cpi(+)))

= 105,58 N/mm² ((0,85 x -0,370) – (0,85 x -0,18))


= -17,05 N/ mm²
 Kondisi 2E
P = qz ((G x Cpf) – (G x Cpi(+)))

= 105,58 N/mm² ((0,85 x -1,070) – (0,85 x -0,18))


= -79,87 N/ mm²
 Kondisi 3E
P = qz ((G x Cpf) – (G x Cpi(+)))

= 105,58 N/mm² ((0,85 x -0,530) – (0,85 x -0,18))


= -31,41 N/ mm²

20
Tabel II.7 Tekanan Angin Kondisi Beban A dan Kondisi Beban B

KASUS BEBAN A KASUS BEBAN B


Zona GCpf Tekanan Angin (P) (N/m²) GCpf Tekanan Angin (P) (N/m²)
positif (+) negatif (-) positif (+) negatif (-)
2 -0.33 -45.76 -13.46 -0.69 -78.07 -45.76
3 -0.46 -57.43 -25.12 -0.37 -49.35 -17.05
2E -0.534 -64.07 -31.76 -1.07 -112.18 -79.87
3E -0.626 -72.33 -40.02 -0.53 -63.71 -31.41

 Tekanan Angin Rencana Minimum (Pw)


Berdasarkan pasal 28.4.4 tentang beban angin desain
minimum untuk bangunan gedung tertutup tidak boleh lebih
kecil dari 0,38 kN/m². Karena tekanan angin pada perhitungan
diatas lebih kecil dari 0,38 kN/ m² maka untuk tekanan angin
rencana digunakan 0,38 kN/ m² atau 38,74 kg/ m².

7. Beban Angin Rencana


 Koefisien Beban Angin Tekan (Ct)
Ct = ( 0,02 x sudut kemiringan atap ) – 0,4
= (0,02 x 24 ) - 0,4
= 0,08
 Koefisien Beban Angin Hisap (Ch)
Ch = - 0,4

 Beban Angin Tekan (qwt)


qWt = Ct x Pw x Jarak antar Gording
= 0,08 x 38,74 kg/m² x 2,189 m
= 6,7843 kg/m
qWtx = qwt = 6,7843 kg/m
qWty = 0 ( dianggap beban angin hanya bekerja tegak lurus
bidang atap (sumbu x))

21
 Beban Angin Hisap (qwh)
qWh = Ch x Pw x Jarak antar Gording
= -0,4 x 38,74 kg/m² x 2,189 m
= -33,2915 kg/m
qWhx = qwh = -33,2915 kg/m
qWhy = 0 ( dianggap beban angin hanya bekerja tegak lurus
bidang atap (sumbu x))

II.3.4 Beban Air Hujan (Rain Load)


a. Kedalaman Air Pada Lubang Drainase Primier (ds)
Besar nilai ds diasumsikan diantara 20 mm smpai 50 mm.
Untuk perhitungan selanjutnya digunakan ds = 30 mm.
b. Tambahan peningkatan air pada lubang (dh)
Besar nilai dh diasumsikan minimal 5 mm. Untuk perhitungan
selanjutnya digunakan dh = 5 mm.

c. Beban Air Hujan Rencana (qR)


qR = 0,0098 x (ds + dh)
= 0,0098 x ( 30 mm + 5 mm)
= 0,343 kN/m
= 34,9643 kg/m

 = 24o

22
Gambar II.7 Distribusi Pembebanan Beban Air
Hujan

 Beban Air Hujan Arah X (qRX)


qRx = qR x cos α

= 34,9643 kg/m x cos 24°

= 31,9414 kg/m

 Beban Air Hujan Arah Y (qRY)


qRy = qR x sin α

= 34,9643 kg/m x sin 24°

= 14,2212 kg/m

II.4 Perhitungan Gaya Dalam Momen Gording

Gording diasumsikan sebagai balok menerus diatas tumpuan kuda-


kuda. Perhitungan gaya dalam momen gording pada tugas ini digunakan
Metode Cross.

II.4.1 Momen Akibat Beban Mati

Gambar II.8 Pembebanan Akibat Beban Mati

23
Diketahui :

qD = 58,317 kg/m

nxL=4x4m

E = 200000 Mpa

1. Menghitung Kekakuan Balok Gording


KAB = KBC = KCD = KDE

3 EI 3 EI
KAB = = = 0,75 EI
l 4m

2. Menghitung Faktor Distribusi Momen


a. μAB = μED
KAB 0,75 EI
μAB = = =1
KAB 0,75 EI
b. μBA = μBC = μCB = μCD = μDC = μDE
KAB 0,75 EI
μBA = = = 0,5
KAB+ KBC 0,75 EI +0,75 EI
3. Menghitung Fixed End Moment
a. MAB = MBC = MCD = MDE
MAB = - 1/12 x qD x L2
= - 1/12 x 58,317 kg/m x (4 m)2
= - 77,756 kg/m
b. MBA = MCB = MDC = MED
MBA = 1/12 x qD x L2

= 1/12 x 58,317 kg/m x (5 m)2

= 77,756 kg/m

24
4. Tabel Distribusi Momen Beban Mati
Distribusi Momen Akibat Beban Mati
Joint A B C D E
Member AB BA BC CB CD DC DE ED
DF 1 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 1
FEM -77.757 77.757 -77.757 77.757 -77.757 77.757 -77.757 77.757
Dist 77.757 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -77.757
CO 0.000 38.878 0.000 0.000 0.000 0.000 -38.878 0.000
Dist 0.000 -19.439 -19.439 0.000 0.000 19.439 19.439 0.000
CO -9.720 0.000 0.000 -9.720 9.720 0.000 0.000 9.720
Dist 9.720 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -9.720
CO 0.000 4.860 0.000 0.000 0.000 0.000 -4.860 0.000
Dist 0.000 -2.430 -2.430 0.000 0.000 2.430 2.430 0.000
CO -1.215 0.000 0.000 -1.215 1.215 0.000 0.000 1.215
Dist 1.215 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -1.215
CO 0.000 0.607 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.607 0.000
Dist 0.000 -0.304 -0.304 0.000 0.000 0.304 0.304 0.000
CO -0.152 0.000 0.000 -0.152 0.152 0.000 0.000 0.152
Dist 0.152 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.152
CO 0.000 0.076 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.076 0.000
Dist 0.000 -0.038 -0.038 0.000 0.000 0.038 0.038 0.000
CO -0.019 0.000 0.000 -0.019 0.019 0.000 0.000 0.019
Dist 0.019 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.019
CO 0.000 0.009 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.009 0.000
Dist 0.000 -0.005 -0.005 0.000 0.000 0.005 0.005 0.000
CO -0.002 0.000 0.000 -0.002 0.002 0.000 0.000 0.002
Dist 0.002 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.002
CO 0.000 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.001 0.000
Dist 0.000 -0.001 -0.001 0.000 0.000 0.001 0.001 0.000
CO 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Dist 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
CO 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
ƩM 0.000 99.973 -99.973 66.649 -66.649 99.973 -99.973 0.000
KONTROL 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

Tabel II.8 Distribusi Momen Akibat


Beban Mati

5. Menghitung Gaya Aksial


a. Bentang AB
qD x L −M BA
RAB = +¿ ) +( )
2 L
58,317 x 4 −99,973
= + ¿) +( )
2 4
= 91,419 kg

25
qD x L M
RBA = +¿ ) +( BA )
2 L
58,317 x 4 99,973
= + ¿) +( )
2 4
= 141,628 kg

b. Bentang BC
qD x L M
RCB = +¿ ) +( CB )
2 L
58,317 x 4 66,649
= + ¿) +( )
2 4
= 108,304 kg
qD x L −M CB
RBC = +¿ ) +( )
2 L
58,317 x 4 −66,649
= + ¿) +( )
2 4
= 124,966 kg
c. Bentang CD
qD x L M
RDC = +¿ ) +( DC )
2 L
58,317 x 4 99,973
= + ¿) +( )
2 4
= 124,966 kg
qD x L −M DC
RCD = +¿ ) +( )
2 L
58,317 x 4 −99,973
= + ¿) +( )
2 4
= 108,304 kg
d. Bentang DE
qD x L −M ED
RDE = +¿ ) +( )
2 L
58,317 x 4 −0,000
= + ¿) +( )
2 4
= 141,628 kg
qD x L M
RED = +¿ ) +( ED )
2 L

26
58,317 x 4 0,000
= + ¿) +( )
2 4
= 91,641 kg

KONTROL:
ΣV =0
RAB + RBA + RBC + RCB + RCD + RDC + RDE + RED = q x n x L
91,419 + 141,628 + 124,966 + 108,304 + 108,304 + 124,966 +
141,628 + 91,419 = 58,317 x 4 x 4
933,082 kg = 933,082 kg OKE!!!
6. Reaksi Tumpuan
a. RA = RAB = 91,419 kg
b. RB = RBA + RBC = 141,628 kg + 124,966 kg
= 266,594 kg
c. RC = RCD + RCB = 108,304 kg + 108,304 kg
= 216,608 kg
d. RD = RDC + RDE = 124,966 kg + 141,628 kg
= 266,594 kg
e. RE = RED = 91,419 kg

7. Menghitung Momen Lapangan Maksimum


a. Bentang AB = DE
RAB 91,419 kg
XAB = = = 1,571 m
qD 58,317 kg/m
( X ¿¿ AB) ²
MAB = RAB.XAB - qD . ¿ + MAB
2
58,317 x 1 ,571²
= 91,419 x 1,571 - + 0,000
2
= 72,004 kg.m
MB = MBC = -99,973 kg.m

b. Bentang BC
RBC 124,966 kg
XBC = = = 2,142 m
qD 58,317 kg/m

27
( X ¿¿ BC )²
MBC = RBC.XBC - qD . ¿ + MBC
2
58,317 x 2 ,142²
= 124,966 x 2,142 - + (-99,973)
2
= 33,919 kg.m
MC = MCD = -66,649 kg.m

c. Bentang CD
RCD 108,304 kg
XCD = = = 1,857 m
qD 58,317 kg/m
( X ¿¿ CD)²
MCD = RCD.XCD - qD . ¿ + MCD
2
58,317 x 1 ,857²
= 108,304 x 1,857 - + (-66,649)
2
= 33,919 kg.m
MD = MCD = -99,973 kg.m

Dari perhitungan di atas didapatlah gambar diagram momen dan


geser sebagai berikut:

28
Gambar II.9 Diagram Momen dan Aksial Akibat Beban Mati

Dari diagram momen diatas, didapatlah momen maksimun yaitu


pada Momen tumpuan titik B sebesar 99,973 kg.m. Sehingga:

Mx = MB x Cos α

= 99,973 kg.m x Cos 24°

= 91,330 kg.m

My = MB x Sin α

= 99,973 kg.m x Sin 24°

= 40,662 kg.m

29
II.4.2 Momen Akibat Beban Hidup

Gambar II.10 Pembebanan Akibat Beban Hidup

Diketahui :

PLr = 135,576 kg/m = 1,330 N/mm

nxL=4x4m

E = 200000 Mpa

1. Menghitung Kekakuan Balok Gording


KAB = KBC = KCD = KDE

3 EI 3 EI
KAB = = = 0,75 EI
l 4m

2. Menghitung Faktor Distribusi Momen


a. μAB = μED
KAB 0,75 EI
μAB = = =1
KAB 0,75 EI
b. μBA = μBC = μCB = μCD = μDC = μDE
KAB 0,75 EI
μBA = = = 0,5
KAB+ KBC 0,75 EI +0,75 EI
3. Menghitung Fixed End Moment
a. MAB = MBC = MCD = MDE
MAB = - 1/8 x PLr x L
= - 1/8 x 135,576 kg/m x 4 m

30
= - 67,788 kg/m
b. MBA = MCB = MDC = MED
MAB = 1/8 x PLr x L

= 1/8 x 135,576 kg/m x 4 m

= 67,788 kg/m

4. Tabel Distribusi Momen Beban Hidup


Distribusi Momen
Joint A B C D E
Member AB BA BC CB CD DC DE ED
DF 1 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 1
FEM -67.788 67.788 -67.788 67.788 -67.788 67.788 -67.788 67.788
Dist 67.788 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -67.788
CO 0.000 33.894 0.000 0.000 0.000 0.000 -33.894 0.000
Dist 0.000 -16.947 -16.947 0.000 0.000 16.947 16.947 0.000
CO -8.473 0.000 0.000 -8.473 8.473 0.000 0.000 8.473
Dist 8.473 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -8.473
CO 0.000 4.237 0.000 0.000 0.000 0.000 -4.237 0.000
Dist 0.000 -2.118 -2.118 0.000 0.000 2.118 2.118 0.000
CO -1.059 0.000 0.000 -1.059 1.059 0.000 0.000 1.059
Dist 1.059 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -1.059
CO 0.000 0.530 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.530 0.000
Dist 0.000 -0.265 -0.265 0.000 0.000 0.265 0.265 0.000
CO -0.132 0.000 0.000 -0.132 0.132 0.000 0.000 0.132
Dist 0.132 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.132
CO 0.000 0.066 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.066 0.000
Dist 0.000 -0.033 -0.033 0.000 0.000 0.033 0.033 0.000
CO -0.017 0.000 0.000 -0.017 0.017 0.000 0.000 0.017
Dist 0.017 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.017
CO 0.000 0.008 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.008 0.000
Dist 0.000 -0.004 -0.004 0.000 0.000 0.004 0.004 0.000
CO -0.002 0.000 0.000 -0.002 0.002 0.000 0.000 0.002
Dist 0.002 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.002
CO 0.000 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.001 0.000
Dist 0.000 -0.001 -0.001 0.000 0.000 0.001 0.001 0.000
CO 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Dist 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
CO 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
ƩM 0.000 87.156 -87.156 58.104 -58.104 87.156 -87.156 0.000
KONTROL 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

Tabel II.9 Distribusi Momen Beban Hidup

5. Menghitung Gaya Aksial


a. Bentang AB

31
PLr −M BA
RAB = +¿) +( )
2 L
135,576 −87,156
= +¿ ) +( )
2 4
= 45,999 kg
PLr M
RBA = +¿) +( BA )
2 L
135,576 87,156
= +¿ ) +( )
2 4
= 89,577 kg

b. Bentang BC
PLr M
RCB = +¿) +( CB )
2 L
135,576 58,104
= +¿ ) +( )
2 4
= 60,525 kg
PLr −M CB
RBC = +¿) +( )
2 L
135,576 −58,104
= +¿ ) +( )
2 4
= 75,051 kg
c. Bentang CD
PLr M
RDC = +¿) +( DC )
2 L
135,576 87,156
= +¿ ) +( )
2 4
= 75,051 kg
PLr −M DC
RCD = +¿) +( )
2 L
135,576 −87,156
= +¿ ) +( )
2 4
= 60,525 kg
d. Bentang DE

32
PLr −M ED
RDE = +¿) +( )
2 L
135,576 −0,000
= +¿ ) +( )
2 4
= 89,577 kg
PLr M
RED = +¿) +( ED )
2 L
135,576 0,000
= +¿ ) +( )
2 4
= 45,999 kg
KONTROL:
ΣV =0
RAB + RBA + RBC + RCB + RCD + RDC + RDE + RED = P x n
45,999 + 89,577 + 75,051 + 60,525 + 60,525 + 75,051 + 89,577 +
45,999 = 135,576 x 4

542,304 kg = 542,304 kg OKE!!!

6. Reaksi Tumpuan
a. RA = RAB = 45,999 kg
b. RB = RBA + RBC = 89,577 kg + 75,051 kg
= 164,628 kg
c. RC = RCD + RCB = 60,525 kg + 60,525 kg
= 121,050 kg
d. RD = RDC + RDE = 75,051 kg + 89,577 kg
= 164,628 kg
e. RE = RED = 45,999 kg

7. Menghitung Momen Lapangan Maksimum


a. Bentang AB = DE
L 4m
XAB = = =2m
2 2
MAB = RAB.XAB + MAB

33
= 45,999 x 2 + 0,000
= 91,998 kg.m
MB = MBC = -87,156 kg.m
b. Bentang BC
L 4m
XBC = = =2m
2 2
MBC = RBC.XBC + MBC
= 75,051 x 2 + (-87,156)
= 62,460 kg.m
MC = MCD = -58,104 kg.m
c. Bentang CD
L 4m
XCD = = = 2, m
2 2
MCD = RCD.XCD + MCD
= 60,525 x 2 + (-58,104)
= 62,460 kg.m
MD = MCD = -87,156 kg.m

Dari perhitungan di atas didapatlah gambar diagram momen dan


geser sebagai berikut:

34
Gambar II.11 Diagram Momen dan Aksial Akibat Beban Hidup

Dari diagram momen diatas, didapatlah momen maksimum yaitu


pada Momen lapangan AB sebesar 91,998 kg.m. Sehingga:

Mx = MAB x Cos α

= 91,998 kg.m x Cos 24°

= 84,044 kg.m

My = MAB x Sin α

= 91,998 kg.m x Sin 24°

= 37,419kg.m

35
II.4.3 Momen Akibat Beban Air Hujan

Gambar II.12 Pembebanan Akibat Beban Air Hujan

Diketahui :

qR = 34,964 kg/m = 0,343 N/mm

nxL=4x4m

E = 200000 Mpa

1. Menghitung Kekakuan Balok Gording


KAB = KBC = KCD = KDE

3 EI 3 EI
KAB = = = 0,75 EI
l 4m

2. Menghitung Faktor Distribusi Momen


a. μAB = μED
KAB 0,75 EI
μAB = = =1
KAB 0,75 EI

b. μBA = μBC = μCB = μCD = μDC = μDE


KAB 0,75 EI
μBA = = = 0,5
KAB+ KBC 0,75 EI +0,75 EI

3. Menghitung Fixed End Moment

36
a. MAB = MBC = MCD = MDE
MAB = - 1/12 x qR x L2
= - 1/12 x 34,964 kg/m x (4 m)2
= - 46,191 kg/m
b. MBA = MCB = MDC = MED
MAB = 1/12 x qR x L2

= 1/12 x 34,964 kg/m x (4 m)2

= 46,191 kg/m

4. Tabel Distribusi Momen Beban Air Hujan


Distribusi Momen
Joint A B C D E
Member AB BA BC CB CD DC DE ED
DF 1 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 1
FEM -46.619 46.619 -46.619 46.619 -46.619 46.619 -46.619 46.619
Dist 46.619 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -46.619
CO 0.000 23.310 0.000 0.000 0.000 0.000 -23.310 0.000
Dist 0.000 -11.655 -11.655 0.000 0.000 11.655 11.655 0.000
CO -5.827 0.000 0.000 -5.827 5.827 0.000 0.000 5.827
Dist 5.827 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -5.827
CO 0.000 2.914 0.000 0.000 0.000 0.000 -2.914 0.000
Dist 0.000 -1.457 -1.457 0.000 0.000 1.457 1.457 0.000
CO -0.728 0.000 0.000 -0.728 0.728 0.000 0.000 0.728
Dist 0.728 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.728
CO 0.000 0.364 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.364 0.000
Dist 0.000 -0.182 -0.182 0.000 0.000 0.182 0.182 0.000
CO -0.091 0.000 0.000 -0.091 0.091 0.000 0.000 0.091
Dist 0.091 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.091
CO 0.000 0.046 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.046 0.000
Dist 0.000 -0.023 -0.023 0.000 0.000 0.023 0.023 0.000
CO -0.011 0.000 0.000 -0.011 0.011 0.000 0.000 0.011
Dist 0.011 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.011
CO 0.000 0.006 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.006 0.000
Dist 0.000 -0.003 -0.003 0.000 0.000 0.003 0.003 0.000
CO -0.001 0.000 0.000 -0.001 0.001 0.000 0.000 0.001
Dist 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.001
CO 0.000 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.001 0.000
Dist 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
CO 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Dist 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
CO 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
ƩM 0.000 59.939 -59.939 39.959 -39.959 59.939 -59.939 0.000
KONTROL 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

Tabel II.10 Distribusi Momen Akibat Beban Air Hujan

37
5. Menghitung Reaksi
a. Bentang AB
qR x L −M BA
RAB = + ¿) +( )
2 L
34,964 x 4 −59,939
= + ¿) +( )
2 4
= 54,944 kg
qR x L M
RBA = + ¿) +( BA )
2 L
34,964 x 4 59,939
= + ¿) +( )
2 4
= 84,913 kg
b. Bentang BC
qR x L M
RCB = + ¿) +( CB )
2 L
34,964 x 4 39,959
= + ¿) +( )
2 4
= 64,934 kg
qR x L −M CB
RBC = + ¿) +( )
2 L
34,964 x 4 −39,959
= + ¿) +( )
2 4
= 74,924 kg
c. Bentang CD
qR x L M
RDC = + ¿) +( DC )
2 L
34,964 x 4 59,939
= + ¿) +( )
2 4
= 74,924 kg
qR x L −M DC
RCD = + ¿) +( )
2 L
34,964 x 4 −59,939
= + ¿) +( )
2 4
= 64,934 kg

38
d. Bentang DE
qR x L −M ED
RDE = + ¿) +( )
2 L
34,964 x 4 −0,000
= + ¿) +( )
2 4
= 84,913 kg
qR x L M
RED = + ¿) +( ED )
2 L
34,964 x 4 0,000
= + ¿) +( )
2 4
= 54,944 kg

KONTROL:
ΣV =0
RAB + RBA + RBC + RCB + RCD + RDC + RDE + RED = q x 4 x L
54,944 + 84,913 + 64,934 + 74,924 + 74,924 + 64,934 + 84,913 +
54,944 = 34,964 x 4 x 4

559,430 kg = 559,430 kg OKE!!!

6. Gaya Aksial
a. RA = RAB = 54,944 kg
b. RB = RBA + RBC = 84,913 kg + 64,934 kg
= 159,837 kg
c. RC = RCD + RCB = 74,924 kg + 74,924 kg
= 129,868 kg
d. RD = RDC + RDE = 64,934 kg + 84,913 kg
= 159,837kg

39
7. Menghitung Momen Lapangan Maksimum
a. Bentang AB = DE
RAB 54,944 kg
XAB = = = 1,571 m
qR 34,964 kg / m
( X ¿¿ AB)²
MAB = RAB.XAB - qR . ¿ + MAB
2
34,964 x 1 ,571²
= 54,944 x 1,571 - + 0,000
2
= 43,710 kg.m
MB = MBC = -59,939 kg.m
b. Bentang BC
RBC 64,634 kg
XBC = = = 2,143 m
qR 34,964 kg /m
(X ¿¿ BC ) ²
MBC = RBC.XBC - qR . ¿ + MBC
2
34,964 x 2 , 143²
= 64,634 x 2,143 - + (-59,939)
2
= 20,336 kg.m
MC = MCD = -39,959 kg.m

c. Bentang CD
RCD 74,924 kg
XCD = = = 1,857 m
qR 34,964 kg / m
( X ¿¿ CD )²
MCD = RCD.XCD - qR . ¿ + MCD
2
34,964 x 1 , 857²
= 74,924 x 1,857 - + (-39,959)
2
= 20,336 kg.m

40
MD = MCD = -59,939 kg.m

Dari perhitungan di atas didapatlah gambar diagram momen dan


geser sebagai berikut

Gambar II.13 Diagram Momen dan Aksial akibat Beban Air


Hujan

Dari diagram momen diatas, didapatlah momen maksimun yaitu


pada Momen tumpuan titik B sebesar 93,654 kg.m. Sehingga:

41
Mx = MB x Cos α

= 59,939 kg.m x Cos 24

= 54,7569 kg.m

My = MB x Sin α

= 59,939 kg.m x Sin 24

= 24,379 kg.m

II.4.4 Momen Akibat Beban Angin Tekan

Gambar II.14 Pembebanan akibat Beban Angin Tekan

Diketahui :

qWt = 6,784 kg/m = 0,066 N/mm

L =4x4m

E = 200000 Mpa

1. Menghitung Kekakuan Balok Gording


KAB = KBC = KCD = KDE

3 EI 3 EI
KAB = = = 0,75 EI
l 4m

2. Menghitung Faktor Distribusi Momen


a. μAB = μED

42
KAB 0,75 EI
μAB = = =1
KAB 0,75 EI
b. μBA = μBC = μCB = μCD = μDC = μDE
KAB 0,75 EI
μBA = = = 0,5
KAB+ KBC 0,75 EI +0,75 EI
3. Menghitung Fixed End Moment
a. MAB = MBC = MCD = MDE
MAB = - 1/12 x qD x L2
= - 1/12 x 6,784 kg/m x (4 m)2
= - 9,045 kg/m
b. MBA = MCB = MDC = MED
MAB = 1/12 x qD x L2

= 1/12 x 6,784 kg/m x (4 m)2

= 9,045 kg/m

4. Tabel Distribusi Momen Beban Angin Tekan


Distribusi Momen
Joint A B C D E
Member AB BA BC CB CD DC DE ED
DF 1 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 1
FEM -9.046 9.046 -9.046 9.046 -9.046 9.046 -9.046 9.046
Dist 9.046 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -9.046
CO 0.000 4.523 0.000 0.000 0.000 0.000 -4.523 0.000
Dist 0.000 -2.261 -2.261 0.000 0.000 2.261 2.261 0.000
CO -1.131 0.000 0.000 -1.131 1.131 0.000 0.000 1.131
Dist 1.131 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -1.131
CO 0.000 0.565 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.565 0.000
Dist 0.000 -0.283 -0.283 0.000 0.000 0.283 0.283 0.000
CO -0.141 0.000 0.000 -0.141 0.141 0.000 0.000 0.141
Dist 0.141 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.141
CO 0.000 0.071 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.071 0.000
Dist 0.000 -0.035 -0.035 0.000 0.000 0.035 0.035 0.000
CO -0.018 0.000 0.000 -0.018 0.018 0.000 0.000 0.018
Dist 0.018 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.018
CO 0.000 0.009 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.009 0.000
Dist 0.000 -0.004 -0.004 0.000 0.000 0.004 0.004 0.000
CO -0.002 0.000 0.000 -0.002 0.002 0.000 0.000 0.002
Dist 0.002 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.002
CO 0.000 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.001 0.000
Dist 0.000 -0.001 -0.001 0.000 0.000 0.001 0.001 0.000
CO 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Dist 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
CO 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Dist 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
CO 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Dist 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
CO 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
ƩM 0.000 11.630 -11.630 7.753 -7.753 11.630 -11.630 0.000
KONTROL 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

Tabel II.11 Distribusi Momen Akibat Beban Angin Tekan

43
5. Menghitung Gaya Aksial
a. Bentang AB
qWt x L −M BA
RAB = +¿) +( )
2 L
6,784 x 4 −11,630
= +¿) +( )
2 4
= 10,661 kg
qWt x L M
RBA = +¿) +( BA )
2 L
6,784 x 4 11,630
= +¿) +( )
2 4
= 16,476 kg
b. Bentang BC
qWt x L M
RCB = +¿) +( CB )
2 L
6,784 x 4 7,753
= +¿) +( )
2 4
= 12,599 kg
qWt x L −M CB
RBC = +¿) +( )
2 L
6,784 x 4 −7,753
= +¿) +( )
2 4
= 14,537 kg
c. Bentang CD
qWt x L M
RDC = +¿) +( DC )
2 L
6,784 x 4 11,630
= +¿) +( )
2 4
= 14,537 kg
qWt x L −M DC
RCD = +¿) +( )
2 L
6,784 x 4 −11,630
= +¿) +( )
2 5
= 12,599 kg
d. Bentang DE

44
qWt x L −M ED
RDE = +¿) +( )
2 L
6,784 x 4 −0,000
= +¿) +( )
2 4
= 16,476 kg
qWt x L M
RED = +¿) +( ED )
2 L
6,784 x 4 0,000
= +¿) +( )
2 4
= 10,661 kg
KONTROL:
ΣV =0
RAB + RBA + RBC + RCB + RCD + RDC + RDE + RED = q x 4 x L
10,661 + 16,476 + 12,599 + 14,537 + 14,537 + 12,599 + 16,476 +
10,661 = 6,784 x 4 x 4

108,548 kg = 108,548 kg OKE!!!

6. Reaksi Tumpuan
a. RA = RAB = 10,661 kg
b. RB = RBA + RBC = 16,476 kg + 12,599 kg
= 31,014 kg
c. RC = RCD + RCB = 14,537 kg + 14,537 kg
= 25,199 kg
d. RD = RDC + RDE = 12,599 kg + 16,476 kg
= 31,014 kg
e. RE = RED = 10,661 kg

7. Menghitung Momen Lapangan Maksimum


a. Bentang AB = DE
RAB 10,661 kg
XAB = = = 1,571 m
qWt 6,784 kg /m
( X ¿¿ AB) ²
MAB = RAB.XAB - qD . ¿ + MAB
2

45
6,784 x 1 , 571²
= 10,661x 1,571 - + 0,000
2
= 8,376 kg.m
MB = MBC = -11,630 kg.m

b. Bentang BC
RBC 12,599 kg
XBC = = = 2,143 m
qWt 6,784 kg /m
( X ¿¿ BC ) ²
MBC = RBC.XBC - qWt . ¿ + MBC
2
6,784 x 2 , 143²
= 12,599 x 2,143 - + (-11,630)
2
= 3,946 kg.m
MC = MCD = -7,753 kg.m

c. Bentang CD
RCD 14,537 kg
XCD = = = 1,571 m
qD 6,784 kg /m
( X ¿¿ CD)²
MCD = RCD.XCD - qD . ¿ + MCD
2
6,784 x 1 , 571²
= 14,537 x 1,571 - + (-7,753)
2
= 3,946 kg.m
MD = MCD = -11,630 kg.m

Dari perhitungan di atas didapatlah gambar diagram momen dan


geser sebagai berikut:

46
Gambar II.15 Diagram Momen dan Aksial akibat Beban Angin
Tekan

Dari diagram momen diatas, didapatlah momen maksimun yaitu


pada Momen tumpuan titik B sebesar 11,63 kg.m. Sehingga:

Mx = MB

= 11,630 kg.m

My = 0 kg.m (Karena Beban angin hanya berkerja pada sumbu x)

II.4.5 Momen Akibat Beban Angin Hisap

47
Gambar II.16 Pembebanan akibat Beban Angin Hisap

Diketahui :

qWh = -33,9215 kg/m = -0,333 N/mm

L =4x4m

E = 200000 Mpa

1. Menghitung Kekakuan Balok Gording


KAB = KBC = KCD = KDE

3 EI 3 EI
KAB = = = 0,75 EI
l 4m

2. Menghitung Faktor Distribusi Momen


a. μAB = μED
KAB 0,75 EI
μAB = = =1
KAB 0,75 EI
b. μBA = μBC = μCB = μCD = μDC = μDE
KAB 0,75 EI
μBA = = = 0,5
KAB+ KBC 0,75 EI +0,75 EI
3. Menghitung Fixed End Moment
MAB = MBC = MCD = MDE
MAB = - 1/12 x qD x L2
= - 1/12 x -33,9215 kg/m x (4 m)2
= 45,2286 kg/m
MBA = MCB = MDC = MED

48
MAB = 1/12 x qD x L2

= 1/12 x -33,9215 kg/m x (4 m)2

= -45,2286 kg/m

4. Tabel Distribusi Momen Beban Angin Hisap


Distribusi Momen
Joint A B C D E
Member AB BA BC CB CD DC DE ED
DF 1 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 1
FEM 45.229 -45.229 45.229 -45.229 45.229 -45.229 45.229 -45.229
Dist -45.229 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 45.229
CO 0.000 -22.614 0.000 0.000 0.000 0.000 22.614 0.000
Dist 0.000 11.307 11.307 0.000 0.000 -11.307 -11.307 0.000
CO 5.654 0.000 0.000 5.654 -5.654 0.000 0.000 -5.654
Dist -5.654 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 5.654
CO 0.000 -2.827 0.000 0.000 0.000 0.000 2.827 0.000
Dist 0.000 1.413 1.413 0.000 0.000 -1.413 -1.413 0.000
CO 0.707 0.000 0.000 0.707 -0.707 0.000 0.000 -0.707
Dist -0.707 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.707
CO 0.000 -0.353 0.000 0.000 0.000 0.000 0.353 0.000
Dist 0.000 0.177 0.177 0.000 0.000 -0.177 -0.177 0.000
CO 0.088 0.000 0.000 0.088 -0.088 0.000 0.000 -0.088
Dist -0.088 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.088
CO 0.000 -0.044 0.000 0.000 0.000 0.000 0.044 0.000
Dist 0.000 0.022 0.022 0.000 0.000 -0.022 -0.022 0.000
CO 0.011 0.000 0.000 0.011 -0.011 0.000 0.000 -0.011
Dist -0.011 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.011
CO 0.000 -0.006 0.000 0.000 0.000 0.000 0.006 0.000
Dist 0.000 0.003 0.003 0.000 0.000 -0.003 -0.003 0.000
CO 0.001 0.000 0.000 0.001 -0.001 0.000 0.000 -0.001
Dist -0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001
CO 0.000 -0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.000
Dist 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
CO 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Dist 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
CO 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
ƩM 0.000 -58.151 58.151 -38.767 38.767 -58.151 58.151 0.000
KONTROL 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

Tabel II.12 Distribusi Momen Akibat Beban Angin Hisap

5. Menghitung Gaya Aksial


a. Bentang AB
qWh x L −M BA
RAB = +¿) +( )
2 L
−33,9215 x 4 −−58,151
= + ¿) +( )
2 4
= -53,305 kg
qWh x L M
RBA = +¿) +( BA )
2 L

49
−33,9215 x 4 −58,151
= + ¿) +( )
2 4
= -82,381 kg
b. Bentang BC
qWh x L M
RCB = +¿) +( CB )
2 L
−33,9215 x 4 −38,767
= + ¿) +( )
2 4
= -62,997 kg
qWh x L −M CB
RBC = +¿) +( )
2 L
−33,9215 x 4 −−38,767
= + ¿) +( )
2 4
= -72,689 kg
c. Bentang CD
qWh x L M
RDC = +¿) +( DC )
2 L
−33,9215 x 4 −58,151
= + ¿) +( )
2 4
= -72,689 kg
qWh x L −M DC
RCD = +¿) +( )
2 L
−33,9215 x 4 −−58,151
= + ¿) +( )
2 4
= -62,997 kg

d. Bentang DE
qWh x L −M ED
RDE = +¿) +( )
2 L

50
−33,9215 x 4 −0,000
= + ¿) +( )
2 4
= -82,381 kg
qWh x L M
RED = +¿) +( ED )
2 L
−33,9215 x 4 0,000
= + ¿) +( )
2 4
= -53,305 kg
KONTROL:
ΣV =0
RAB + RBA + RBC + RCB + RCD + RDC + RDE + RED = q x 4 x L
-53,305 + (-82,381) + (-62,997) + (- 72,689) + ( -72,689) + (-
62,997) + (-82,381) + (-53,305) = -33,9215 x 4 x 4

-542,743 kg = -542,743 kg OKE!!!

6. Reaksi Tumpuan
a. RA = RAB = -53,305 kg
b. RB = RBA + RBC = -82,381 kg + (-62,997) kg
= -155,069 kg
c. RC = RCD + RCB = -72,689 kg + (-72,689) kg
= -125,994 kg
d. RD = RDC + RDE = -62,997 kg + (-82,381) kg
= -155,069 kg
e. RE = RED = -53,305 kg

7. Menghitung Momen Lapangan Maksimum

51
a. Bentang AB = DE
RAB −53,305 kg
XAB = = = 1,571 m
qWh −33,2915 kg/m
( X ¿ ¿ AB)²
MAB = RAB.XAB - qWh . ¿ + MAB
2
(−33,2915) x 1 ,571²
= -53,305 x 1,571 - + 0,000
2
= -41,883 kg.m
MB = MBC = 58,151 kg.m

b. Bentang BC
RBC −62,997 kg
XBC = = = 2,143 m
qWh −33,2915 kg/m
( X ¿ ¿ BC ) ²
MBC = RBC.XBC - qWh . ¿ + MBC
2
(−33,2915) x 2 ,143²
= -62,997 x 2,143 - + (58,151)
2
= -19,730 kg.m
MC = MCD = 38,767 kg.m

c. Bentang CD
RCD −72,689 kg
XCD = = = 1,857 m
qWh −33,2915 kg/m
( X ¿ ¿CD )²
MCD = RCD.XCD - qWh . ¿ + MCD
2
−33,2915 x 1 ,857²
= -72,689 x 1,857 - + (38,767)
2
= -19,730 kg.m
MD = MCD = 58,151 kg.m

52
Dari perhitungan di atas didapatlah gambar diagram momen dan
geser sebagai berikut:

Gambar II.16 Diagram Momen dan Aksial Akibat Beban Angin


Hisap

Dari diagram momen diatas, didapatlah momen maksimun yaitu


pada Momen tumpuan titik B sebesar -58,151 kg.m. Sehingga:

Mx = MB

= -58,151 kg.m (Karena Angin Hisap dapat mengurangi


beban yang dialami gording maka nilai momennya
negatif)

My = 0 (Karena Beban angin hanya berkerja pada sumbu x)

53
Hasil dari perhitungan diatas dapat dikumpulkan kedalam tabel dibawah ini:

Tabel II.13
Beban Mx (kg.m) My (kg.m) Hasil
Gaya Mati 91,330 40,663 Dalam
Momen Gording
Hidup 84,044 37,419
Air Hujan 54,757 24,379
Angin Tekan 11,630 0
Angin Hisap -58,151 0

II.5 Kombinasi Pembebanan


Kombinasi yang digunakan menurut perhitungan pembebanan dan
momen diatas adalah sebagai berikut:
1. 1,4 D
2. 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Lr atau S atau R)
3. 1,2 D + 1,6 (Lr atau S atau R) + (L atau 0,5 W)
4. 1,2 D + 1,0 W + L + 0,5 (Lr atau S atau R)
5. 1,2 D + 1,0 E + 0,2 S
6. 0,9 D + 1,0 W
7. 0,9 D + 1,0 E
Dimana:
D = Beban Mati
E = Beban Gempa
L = Beban Hidup
Lr = Beban Hidup Atap
W = Beban Angin
S = Beban Salju

54
R = Beban Hujan
Dibawah ini merupakan tabel hasil perhitungan kombinasi dengan
rumus-rumus diatas:

a. Kombinasi Pembebanan Momen yang tegak lurus terhadap bidang atap


(Mx)
No Kombinasi Pembebanan Hasil Perhitungan (Kg.m)
1 1.4 MDx 127.8620
2 1.2 MDx + 1.6 ML + 0.5 MLrx 151.6182
3 1.2 MDx + 1.6ML + 0.5 MRx 136.9745
4 1.2 MDx + 1.6 MLrx + 0.5 MWtx 249.8820
5 1.2 MDx + 1.6 MLrx + 0.5 MWhx 214.9913
6 1.2 MDx + 1.6 MRx + 0.5 MWtx 203.0222
7 1.2 MDx + 1.6 MRx + 0.5 MWhx 168.1315
8 1.2 MDx + 1.0 MWtx + ML + 0.5 MLrx 163.2484
9 1.2 MDx + 1.0 MWhx + ML + 0.5 MLrx 93.4671
10 1.2 MDx + 1.0 MWtx + ML + 0.5 MRx 148.6047
11 1.2 MDx + 1.0 MWhx + ML + 0.5 MRx 78.8234
12 1.2 MDx + 1.0 ME + ML + 0.2 MS 109.5960
13 0.9 MDx + 1.0 MWtx 93.8272
14 0.9 MDx + 1.0 MWhx 24.0459
15 0.9 MDx + 1.0 ME 82.1970
Nilai Kombinasi Terbesar (Kg.m) 249.8820

Tabel II.14 Hasil Perhitungan Kombinasi Pembebanan Mx

b. Kombinasi Pembebanan Momen yang sejajar terhadap bidang atap


(My)

55
No Kombinasi Pembebanan Hasil Perhitungan (Kg.m)
1 1.4 MDy 56.9278
2 1.2 MDy + 1.6 ML + 0.5 MLry 67.5048
3 1.2 MDy + 1.6 ML + 0.5 MRy 60.9850
4 1.2 MDy + 1.6 MLry + 0.5 MWty 108.6656
5 1.2 MDy + 1.6 MLry + 0.5 MWhy 108.6656
6 1.2 MDy + 1.6 MRy + 0.5 MWty 87.8022
7 1.2 MDy + 1.6 MRy + 0.5 MWhy 87.8022
8 1.2 MDy + 1.0 MWty + ML + 0.5 MLry 67.5048
9 1.2 MDy + 1.0 MWhy + ML + 0.5 MLry 67.5048
10 1.2 MDy + 1.0 MWty + ML + 0.5 MRy 60.9850
11 1.2 MDy + 1.0 MWhy + ML + 0.5 MRy 60.9850
12 1.2 MDy + 1.0 ME + ML + 0.2 MS 48.7953
13 0.9 MDy + 1.0 MWty 36.5965
14 0.9 MDy + 1.0 MWhy 36.5965
15 0.9 MDy + 1.0 ME 36.5965
Nilai Kombinasi Terbesar (Kg.m) 108.6656

Tabel II.15 Hasil Perhitungan Kombinasi Pembebanan My

Dari hasil perhitungan kombinasi diatas dapat kita simpulkan bahwa


kombinasi pembebanan Mx yang terbesar adalah 249,8820 kg.m dan
kombinasi pembebanan My yang terbesar adalah 108,6656 kg.m.
II.6 Kontrol Kelangsingan Penampang
a. Pelat Sayap

b (bf −tw )/2 (100−6)/2


λf= = = =5,2222
t tf 9
E 200000
λ pf =0,38 x
√ fy
=0,38 x
√ 240
=10,9696

E 200000
λ rf =0,38 x
√ fy √
=1 x
240
=28,8675

b. Pelat Badan

56
b (h−2. tf ) (150−2 × 9)
λ w= = = =22
t tw 6
E 200000
λ pw=3,76 x
√ fy
=3,76 x

240
=108,5419

E 200000
λ pw=5,7 x
√fy
=5,7 x

240
=164,5448

Didalam kontrol kelangsingan penampang ada 3 kategori yaitu:


1. ¿❑ p (Kompak)
2. ❑ p <¿❑r (Non Kompak)
3. ¿❑r (Langsing)
Berdasarkan perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa:
a. Pelat Sayap memiliki penampang yang kompak karena ❑f <❑pf
b. Pelat Badan memiliki penampang yang kompak karena ❑w <❑ pw
II.7 Kontrol Momen

Sebelum melakukan perhitungan momen nominal, terlebih dahulu


lakukan klasifikasi keadaan batas dengan menggunakan tabel F1.1 SNI-
1729-2015, pada halaman 48. Berdasarkan kontrol kelangsingan penampang
di atas profil yang digunakan tergolong analisa sesuai dengan pasal F2 yaitu
Yield (Y) dan Lateral Torsion Buckling (LTB).

1. Momen Nominal Akibat Yield (Mn.Y)


 Menghitung modulus plastis Zx dan Zy
tw . d 2 (
Zx= + ( bf −tw ) . ( d−tf ) .tf )
4
6 . 1502 (
Zx= + ( 100−6 ) . ( 150−9 ) .9 )
4
Zx=153036 mm3

57
tf . d2 ( tw2
Zy= + bf −2. tf .
)
4 4
9. 1502 ( 62
Zy= + 100−2.9 ) .
4 4
Zy=34488 mm3

 Menghitung Momen Nominal (Mn-Y)


240
Mn = Mp-x = Zx . fy = 153036 . ( ) = 3744000 kg.mm
9,81
= 3.744 kg.m
240
Mn = Mp-y = Zy . fy = 34488 . ( ¿ = 843743,1193 kg.mm
9,81
= 843,7431 kg.m

2. Momen Nominal Akibat Tekuk Torsi Lateral (LTB)


 Momen Nominal X akibat LTB
E
 L p=1,76 × i y ×
√ fy

200.000
L p=1,76 × 23,7 ×
√ 240
L p=1204,1217 mm

√ √(
2
E J .C J .C 2 0,7. f y
 Lr =1,95× r ts ×
0,7. f y
×
S x . h0
+
)
S x . h0
+6,76( E )
Dalam mmenghitung nilai Lr, dibutuhkan beberapa parameter
yaitu rts, C, dan J. Parameter-parameter tersebut secara detail
dibahas pada pasal F2 SNI-1729-2015. Berikut merupakan
perhitungan parameter-parameter yang digunakan:
 Radius Girasi Efektif

58
I y . h0
r ts 2=
2. S x
Dimana ho adalah jarak antar titik berat sayap, dengan
ho = 150 - 9 = 141 mm
Maka:
I y . h0
r ts =
√ 2. S x

1610000× 141
r ts =
√ 2×138000
r ts =28,68 mm

 Koefisien C
Berdasarkan pasal F2, persamaan (F2-8a) SNI-1729-2015,
koefisien C untuk profil WF simetris ganda adalah C = 1

 Nilai konstanta torsi (J)


( 2.b . t f 2 )+ ( d .t w2 )
J=
3
( 2 ×100 × 92 ) + ( 150 ×62 )
J=
3
J=58752 mm 4

Setelah didapat nilai rts, C, dan J maka Lr adalah:

√ √(
2
E J .C J .C 2 0,7. f y
Lr =1,95× r ts ×
0,7. f y
×
S x . h0
+ )
S x . h0
+6,76( E )
E 200000
= =1190,48
0,7. f y 0,7 .240
J .C 58752 .1
= =0.00302
S x . h0 138000 . 141
0,7. f y 0,7.240
( E )( =
200000
=0,00084 )
Maka Lr:

59
2

Lr =1,95× 28,68× 1190,48 × 0,00302+ √ ( 0,00302 ) + 6,76 ×( 0,00084)²
Lr =¿ 5468,1955 mm

Setelah nilai Lp dan Lr didapat, dalam kasus ini Lb = L, maka


Lb = 5 m = 5000 mm, sehingga berdasarkan pasal F2-2, momen
nominal ini tergolong ke dalam LTB dengan kategori Lp < Lb < Lr,
maka :
Lb−L p
[
M n=C b × M p−( M p −0,7. f y . S x )
( )]
Lb−L p
≤Mp

 Menghitung Koefisien Cb

Gambar II.17 Analisa Perhitungan Koefisien Cb pada bidang X

12,5 M max
C b=
2,5 M max +3 M A +4 M B +3 M C

Dimana: Mmax : Nilai mutlak momen maksimum pada elemen


lentur

1
MA : Nilai mutlak momen pada bentang elemen
4
lentur

60
2
MB : Nilai mutlak momen pada bentamg elemen
4
lentur

3
MC : Nilai mutlak momen pada bentamg elemen
4
lentur

Adapun nilai momen A, B, C dan Mmax terhadap sumbu-x yaitu:

Gambar II.18 Analisa Perhitungan Koefisien Cb sesuai dengan


pembebanan yang telah dihitung pada bidang X

Dimana : qDx = 53,276 kg/m


PLrx = 123,855 kg
qWtx = 6,784 kg/m

Sehingga : qx = 1,2 qDx + 0,5 qWtx


= 1,2 (53,276) + 0,5 (6,784) = 67,323 kg/m
Px = 1,6 PLrx
= 1,6 (123,855) = 198,167 kg

61
Karena simetris, maka :
1
Vu=RV =R V ' = × ( ( qx × L ) + Px )
2
1
¿ × ( ( 67,323 × 4 )+198,167 )
2
¿ 233,730 kg

 MA:

1
1
( ( )1
M A− x =V u . . L− q x . . L .
4 4
4
.L
2

1
1
( ( ) 1
M A− x =233,730. .4− 67,323. .4 .
4 4
4
2
.4

M A− x =200,0685kg.m

 MB:

2
2
( ( )2
M B −x =V u . . L− q x . . L.
4 4
4
.L
2

2
2
( ( )) 2
M B −x =233,730. .4− 67,323. .4 .
4 4
4
2
.4

M B −x =332,8139kg.m

 MC:
Karena simetris maka:
M C−x =M A −x =200,0685 kg.m

62
 Mmax:
M max =M B− x =332,8139 kg . m

Maka, nilai Cb adalah:


12,5 M max
C b=
2,5 M max +3 M A +4 M B +3 M C
12,5(332,8139)
C b=
2,5(332,8139)+ 3(200,0685)+ 4 (332,8139)+3 (200,0685)
C b=1,237

 Menghitung Momen Elastis


240
M y−x =S x . f y =138000 × ( 9,81 )=3376146,789 kg . mm
¿ 3376,1468 kg . m
240
M p−x =Z x . f y =153036× ( 9,81 )=3744000 kg . mm
¿ 3744 kg .m

Maka Momen Nominal X akibat Lateral Torsion Buckling adalah


sebagai berikut:
Lb−L p
[
M n−x =C b × M p −( M p−0,7. f y . S x )
( )]
Lr −L p
≤Mp

240
( )
( M p−0,7. f y . S x )=( 3744000−0,7. 9,81 . 138000)

¿ 1380697,248
Lb−L p 4000−1204,112
( Lr −L p )(
=
5468,1955−1204,112 )
¿ 0,6557
Maka Mn-x:
M n−x =1,237 × [ 3744000−( 1380697,248 ) ( 0,6557 ) ] ≤ M p
M n−x =3510861,481kg . mm ≤ M p

63
M n−x =3510,861481kg . m≤ 3744 kg .m

 Momen Nominal Y akibat LTB


E
 L p=1,76 × i x ×
√ fy

200.000
L p=1,76 × 61,7 ×
√ 240
L p=3134,7810 mm

√ √(
2
E J .C J .C 2 0,7. f y
 Lr =1,95× r ts ×
0,7. f y
×
S x . h0
+
)
S x . h0
+6,76( E )
Dalam mmenghitung nilai Lr, dibutuhkan beberapa parameter
yaitu rts, C, dan J. Parameter-parameter tersebut secara detail
dibahas pada pasal F2 SNI-1729-2015. Berikut merupakan
perhitungan parameter-parameter yang digunakan:
 Radius Girasi Efektif
2 I y . h0
r ts =
2. S x

Dimana ho adalah jarak antar titik berat sayap dengan


ho = 150 - 9 = 141 mm
Maka:
I x . h0
r ts =
√ 2. S y

10200000× 141
r ts =
√ 2×30100
r ts =154,565 mm

 Koefisien C

64
Berdasarkan pasal F2, persamaan (F2-8a) SNI-1729-2015,
koefisien C untuk profil WF simetris ganda adalah C = 1

 Nilai konstanta torsi (J)


( 2.b . t f 2 )+ ( d .t w2 )
J=
3
( 2 ×100 × 92 ) + ( 150 ×62 )
J=
3
J=58752 mm 4

Setelah didapat nilai rts, C, dan J maka Lr adalah:

√ √(
2
E J .C J .C 2 0,7. f y
Lr =1,95× r ts ×
0,7. f y
×
S y . h0
+
)
S y . h0
+ 6,76( E )
E 200000
= =1190,48
0,7. f y 0,7 .240
J .C 58752 .1
= =0,01384
S y . h0 30100 .141
0,7. f y 0,7.240
( E )( =
200000 )
=0,00084

Maka Lr:
2

Lr =1,95× 154,565× 1190,48 × 0,01384+ √( 0,01384 ) + 6,76(0,00084) ²
Lr =¿ 59887,8912 mm

Setelah nilai Lp dan Lr didapat, dalam kasus ini Lb = L, maka


Lb = 5 m = 5000 mm, sehingga berdasarkan pasal F2-2, momen
nominal ini tergolong ke dalam LTB dengan kategori Lp < Lb < Lr,
maka :
Lb−L p
[
M n=C b × M p−( M p −0,7. f y . S x )
( Lb−L p
≤Mp
)]

65
 Menghitung Koefisien Cb

Gambar II.19 Analisa Perhitungan Koefisien Cb pada bidang Y

12,5 M max
C b=
2,5 M max +3 M A +4 M B +3 M C

Dimana: Mmax : Nilai mutlak momen maksimum pada elemen


lentur

1
MA : Nilai mutlak momen pada bentang elemen
4
lentur

66
2
MB : Nilai mutlak momen pada bentamg elemen
4
lentur

3
MC : Nilai mutlak momen pada bentamg elemen
4
lentur

Adapun nilai momen A, B, C dan Mmax terhadap sumbu-y yaitu:

Gambar II.20 Analisa Perhitungan Koefisien Cb sesuai dengan


pembebanan yang telah dihitung pada bidang Y

Dimana : qDy = 23,270 kg/m


PLry = 55,144 kg/m
qWty = 0 kg/m

Sehingga : qy = 1,2 qDy + 0,5 qWty


= 1,2 (23,270) + 0,5 (0) = 28,463 kg/m

67
Py = 1,6 PLry
= 1,6 (55,144) = 88,2299 kg

Karena simetris, maka :


1
Vu=RV =R V ' = × ( ( qy × L ) + Py )
2
1
¿ × ( ( 28,463 × 4 ) +88,2299 )
2
¿ 101,0427 kg
 MA:

1
1
( ( ))
1
M A− y =V u . . L− q y . . L .
4 4
4
.L
2

1
1
( ( )) 1
M A− y =101,0427. .4− 28,463. .4 .
4 4
4
2
.4

M A− y =86,8108kg.m

 MB:

2
2
( ( ))2
M B − y =V u . . L− q y . . L .
4 4
4
2
.L

2
2
( ( ) 2
M B − y =101,0427 . .4− 28,463. .4 .
4 4
4
2
.4

M B − y =145,1577kg.m

 MC:
Karena simetris maka:
M C− y =M A − y =86,8108kg.m
 Mmax:
M max =M B− y =145,1577 kg .m

68
Maka, nilai Cb adalah:
12,5 M max
C b=
2,5 M max +3 M A +4 M B +3 M C
12,5( 145,1577)
C b=
2,5(145,1577)+3(86,8108)+4 (145,1577)+3(86,8108)
C b=1,23906

 Menghitung Momen Elastis


240
M y− y =S y . f y =30100× ( 9,81 )=736391,4373 kg . mm
¿ 736,3914 kg . m
240
M p− y =Z y . f y =( 66,456 x 1000 ) × ( 9,81 )=1625834,862 kg . mm
¿ 1625,834862 kg .

Maka Momen Nominal Y akibat Lateral Torsion Buckling adalah


sebagai berikut:
L b−L p
[
M n− y =C b × M p−( M p −0,7. f y . S y )
( Lr−L p )]
≤Mp

240
( )
( M p−0,7. f y . S x )=( 162583,4862−0,7. 9,81 .30100)

¿ 1110360,856
Lb−L p 4000−3134,7810
( Lr −L p )(
=
59887,8912−3134,7810 )
¿ 0,0132
Maka Mn-y:
M n− y =1,23906 × [ 162583,4862− (1110360,856 ) ( 0,0132 ) ] ≤ M p

69
M n− y =1993537,194 kg .mm ≤ M p
M n− y =1993,537194 kg .m ≥1625,834862 kg . m

3. Kontrol Momen
 Kontrol Momen Nominal X
Karena pada perhitungan di atas Mn akibat Yield ≥Mn akibat
LTB maka nilai yang diambil sebagai momen nominal adalah
momen nominal yang lebih kecil yaitu Mn.LTB = 3510,861481
kg.m.
Sehingga: ϕ . M n−x ≥ M u− x
0,9.3510,861418 ≥249,8820 kg .m
3159,775333 kg . m≥ 249,8820 kg . m… OK !

 Kontrol Momen Nominal Y


Karena pada perhitungan di atas Mn akibat Yield ≤Mn akibat
LTB maka nilai yang diambil sebagai momen nominal adalah nilai
momen nominal yang lebih kecil, yaitu Mn.Yield = 1625,834862
kg.m.
Sehingga: ϕ . M n− y ≥ M u− y
0,9. 1625,834862≥ 108,6655809 kg . m
1463,251376 kg . m≥ 108,6655809 kg . m… OK !

4. Kesimpulan
Menurut perhitungan diatas, maka disimpulkan bahwa profil yang
direncanakan aman terhadap momen lentur.

II.8 Kontrol Puntir

Menurut SNI 1729-2015, berikut merupakan rumus kontrol untuk puntir:

Mu x Mu y
+ <1
ϕ M n−x ϕ M n− y

70
249,8820 108,6656
+ <1
3159,7753 1463,2514

0,0791+0,0743<1

0,15334< 1 …. OK!

Kesimpulan:

Dari perhitungan di atas maka profil baja yang direncanakan aman


terhadap puntir yang terjadi.

II.9 Kontrol Geser

Menurut pasal G2; SNI 1729-2015, halaman 73, berikut merupakan


rumus dalam mencari Kuat Geser Nominal.

Vn=0,6 × fy × Aw ×Cv

Untuk memperoleh koefisien tekuk gesr (kv), berdasarkan SNI 1729-


2015 untuk badan tanpa pengakuan transversal dengan h/tw ≤ 260 maka
kv=5.

Cek :

h
≤260
tw

(150−( 2× 9 ) )
≤260
6

22 ≤260 ..... OK!

Maka nilai kv = 5

Untuk memperoleh nilai geser nominal, perlu dilakukan pengecekkan


terhadap kondisi dari keadaan penampang yang akan berpengaruh pada nilai
Cv.

71
Untuk kondisi badan dari profil simetris tunggal dan kanal lainnya, Cv
ditentukan sebagai berikut:

h kv∗E
Untuk kondisi pertama yaitu
tw
≤ 1,1
√ Fy
maka nilai Cv = 1

Cek :

h kv . E
tw
≤1,1

fy

¿¿

22 ≤71,0047 ..... OK!

Maka Nilai Cv = 1

Setelah diketahui nilai Cv maka nilai kuat geser nominalnya adalah:

Vn=0,6 × fy × Aw ×Cv

Vn=0,6 × 240 ×(150 × 6)×1

Vn=129600 N=13211 kg

Setelah mendapatkan nilai kuat geser nominal, maka selanjutnya


lakukan kontrol nilai kuat nominal geser tersebut dengan nilai kuat perlu
(Vu). Nilai kuat perlu dihitung berdasarkan diagram geser pada perhitungan
subbab perhitungan gaya dalam momen gording.

Berdasarkan kombinasi pembebanan yang telah dihitung, kombinasi 1,2


D + 1,6 Lr + 0,5 Wt merupakan kombinasi yang menghasilkan momen yang
terbesar, sehingga:

Vux = 1,2 Dx + 1,6 Lrx + 0,5 Wtx

= 1,2 (141,6286 Cos (24o)) + 1,6 (89,5769 Cos (24o)) + 0,5 (16,4761)

= 294,4312 kg

Vuy = 1,2 Dy + 1,6 Lry + 0,5 Wty

72
= 1,2 (141,6286 Sin (24o)) + 1,6 (89,5769 Sin (24o)) + 0,5 (0)

= 127,4214 kg

 Kontrol Geser terhadap bidang X


Vux = 294,4312 kg

Maka: . Vn≥ Vux

0,9 ×13211 ≥ 294,4312 kg

11889,9083 kg ≥ 294,4312 kg ...... OK!


 Kontrol Geser terhadap bidang Y
Vuy = 127,4214 kg

Maka: . Vn≥ Vux

0,9 ×13211 ≥ 127,4214 kg

11889,9083 kg ≥ 127,4214 kg ...... OK!

Kesimpulan:
Dari perhitungan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa profil yang
direncanakan aman terhadap geser yang terjadi.

II.10 Kontrol Lendutan

Dalam perencanaan gording pada tugas ini, supaya gording mengalami


lendutan yang lebih kecil, dipasang 1 buah trekstang di tengah bentang
gording, sehingga panjang bentang gording menjadi:
1
L= × 4 m=2m=2000 mm
2

 Lendutan Izin (∆ izin ¿


L 2000
∆ izin= = =4,1666 mm
480 480

73
Berdasarkan perhitungan kombinasi pembebanan, kombinasi yang di
gunakan adalah kombinasi 1,2 D + 1,6 Lr + 0,5 Wt. Maka pembebanan yang
digunakan ialah:
Beban Mati (D) : qDx = 53,2758 kg/m = 0,5226 N/mm
qDy = 23,7199 kg/m = 0,2326 N/mm

Beban Hidup (Lr) : PLrx = 128,8547 kg = 1215,0154 N


PLry = 55,1437 kg = 540,9597 N

Beban Angin Tekan (Wt) : qWtx = 6,7842 kg/m = 0,06655 N/mm


qWty = 0

Dengan kombinasi 1,2 D + 1,6 Lr + 0,5 Wt


Beban pada sumbu X : qx = 1,2 × 0,5226 + 0,5 × 0,0665
= 0,6604 N/mm
Px = 1,6 × 1215,0154
= 1944,0247 N
Beban pada sumbu Y : qy = 1,2 × 0,2326 + 0,5 × 0
= 0,2792 N/mm
Py = 1,6 × 540,9597
= 865,5355 N

 Lendutan pada sumbu X


5 × q x × L4 P x × L3
∆ x= +
384 × E× Ix 48 × E × Ix
5 ×0,6604 ×20004 1944,0247× 2003
∆ x= +
384 × 200000× 10200000 48 ×200000 × 10200000
∆ x=0,2245 mm

 Lendutan pada sumbu Y


5 × q y × L4 P y × L3
∆ y= +
384 × E × Iy 48 × E × Iy

74
5 ×0,2792 ×20004 865,5355 ×20003
∆ y= +
384 × 200000 ×1610000 48× 200000× 1610000
∆ y =0,2460 mm
 Lendutan Total
∆ total= √ ∆ x2 + ∆ y 2
∆ total= √ 0,2245 2+0,2460 2
∆ total=0,6632mm
 Kontrol Lendutan
∆ total ≤ ∆ izin
0,6632 mm ≤ 4,1666 mm...... OK!!
Kesimpulan:
Dari perhitungan di atas, maka profil yang direncanakan aman terhadap
lendutan yang terjadi.

II.11 Perencanaan Trekstang

Data Perencanaan :

Jumlah gording pada tiap sisi atap :5

Panjang bentang balok gording murni : 4 m

Digunakan baja dengan mutu BJ 37 : fy = 240 Mpa

fu = 370 Mpa

Trekstang direncanakan berada pada tengah-tengah bentang gording seperti


pada gambar dibawah ini:

75
Gambar II.21 Denah Potongan Perencanaan Trekstang

Sehingga:

Panjang bentang balok gording dengan trekstang = ½ x panjang bentang


balok gording
murni

=½x4m

=2m

Trekstang digunakan untuk menahan beban tarik, maka desain trekstang


menggunakan analisa batang tarik. Berikut gambar potongan trekstang:

76
Gambar II.22 Potongan Perencanaan Trekstang

Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa beban yang berkerja pada
trekstang hanya di sumbu y. Sehingga data-data yang diperlukan menurut
perhitungan sebelumnya adalah:

Beban Mati (qDy) = 23,7199 kg/m

Beban Hidup (Plry) = 55,1437 kg

Beban Air Hujan ( qRy) = 14,2212 kg/m

Beban Angin (qWy) = 0 (Karena beban angin diasumsikan hanya


berkerja pada bidang x)

 Menghitung Beban tarik yang dipikul oleh Trekstang


a. PDy = qDy x Panjang area pembebanan trekstang
= 23,7199 kg/m x 2 m
= 47,4398 kg
b. PLry = 55,1437 kg
c. PRy = qRy x Panjang area pembebanan trekstang
= 14,2212 kg/m x 2 m
= 28,2245 kg
d. PWy = qWy x Panjang area pembebanan trekstang
=0x2m
= 0 kg

77
 Menghitung Kombinasi Pembebanan
a. 1,2 D + 1,6 Lr + 0,5 W = (1,2 x 47,439 kg ) + (1,6 x 55,143 kg ) +
(0,5x0)
= 145,157 kg
b. 1,2 D + 1,6 R + 0,5 W = (1,2 x 47,439 kg ) + (1,6 x 28,224 kg) +
(0,5x0) = 102,435 kg
Dari kedua perhitungan diatas diambil kombinasi pembebanan
terbesar yaitu 145,157 kg maka didapat nilai P total :

Ptotal/ Pn = 145,157 kg x jumlah gording pada tiap sisi atap

= 145,157 kg x 5

= 725,788 kg = 7119,986 N

 Menghitung Diameter Tulangan Trekstang


Diameter tulangan yang digunakan :
a. Kondisi leleh dengan fy = 240 MPa dan = 0,9
1. Luas penampang tulangan minimum trekstang
Pn = Ag fy
Pn
Ag =
fy
7119,986
=
0,9 ×240
= 32,962 mm2
2. Diameter tulangan

78
1
Ag= π D 2
4

4 Ag
D=
√ π

4 × 32,962
D=
√ π

D=6,478 mm

b. Kondisi fraktur dengan fu = 370 MPa dan = 0,9


1. Luas penampang tulangan minimum trekstang
Pn = Ag fy
Pn
Ag =
fy
7119,968
=
0,9 ×370
= 21,3813 mm2

2. Diameter tulangan
1
Ag= π D 2
4

4 Ag
D=
√ π

4 × 21,3813
D=
√ π

D=5,2176 mm

Dari perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa diameter


tulangan minimum terbesar untuk perencanaan trekstang adalah
tulangan minimum pada kondisi leleh yaitu sebesar 6,478 mm.

79
Sehingga direncanakan tulangan trekstang dengan diameter sebesar 8
mm.

Tabel II.16 Ukuran Diameter Baja Tulangan Polos

80
BAB III
PERHITUNGAN GAYA BATANG

III.1 Pembebanan Kuda-kuda Akibat Beban Mati


Beban mati adalah beban yang diakibatkan oleh berat sendiri struktur
misalnya, berat gording atau berat kuda kuda itu sendiri dan beban lain yang
terdapat pada struktur yang bersifat tetap. beban mati yang membebani
struktur kuda-kuda terdiri dari beban akibat gording, beban akibat penutup
atap, dan beban akibat beban sendiri kuda-kuda. Dibawah ini adalah
perhitungan pembebanan kuda-kuda akibat beban mati:

Gambar III.1 Pembebanan kuda-kuda akibat beban mati

81
1. Beban Akibat Gording
Pada perencanaan gording di bab sebelumnya, gording
direncanakan memiliki dimensi penampang yang sama pada tiap titik
buhul kuda-kuda, sehingga beban pada kuda-kuda yang diakibatkan
oleh beban gording sama besar pada tiap titik buhulnya.

P = Berat parameter gording × jarak pembebanan kuda-kuda


= 21,1 kg/m × 4 m
= 84,4 kg

Maka:
P1 = P1’ = 84,4 kg
P2 = P2’ = 84,4 kg
P3 = P3’ = 84,4 kg
P4 = P4’ = 84,4 kg
P5 = 84,4 x 2 = 168,8 kg

2. Beban Akibat Penutup Atap


Pada tugas kali ini, penutup atap direncanakan dari bahan asbes
gelombang dengan berat 17 kg/m2.
1
P = × (Jarak antar gording sebelah kiri + Jarak antar gording
2
sebelah kanan) x Jarak antar kuda-kuda x Berat penutup atap

Maka:
1
P1 = P1’ = × ( 0+1,3683 ) × 4 ×17 = 46,5220 kg
2

82
1
P2 = P2’ = × ( 1,3683+2,1892 ) × 4 ×17 = 120,9573 kg
2
1
P3 = P3’ = × ( 2,1892+2,1892 ) ×4 ×17 = 148,8750 kg
2
1
P4 = P4’ = × ( 2,1892+2,1892 ) ×4 ×17 = 148,8750 kg
2
1
P5 = × ( 2,1892+2,1892 ) ×4 ×17 = 148,8750 kg
2

3. Beban Akibat Beban Sendiri Kuda-kuda


Sebelum menghitung beban sendiri kuda-kuda, terlebih dahulu
merencanakan profil kuda-kuda yang ingin digunakan. Dalam
merencanakan profil kuda-kuda harus memperhatikan faktor
kelangsingan dalam merencanakan elemen tarik.
Lo
¿ ≤ 300
ix
Dimana:
= Faktor kelangsingan elemen tarik
Lo = Panjang elemen tarik (mm) (Elemen terpanjang terletak pada
batang diagonal DF dengan panjang 2677,995 mm batang Tarik
terpanjang untuk memastikan kelangsingan memenuhi syarat)
ix = Jari-jari girasi atau jari-jari kelembaman elemen tarik (mm)

Dari rumus tersebut untuk menentukan dimensi penampang dari


elemen penyusun kuda-kuda maka yang harus dicari adalah jari-jari
girasi atau jari jari kelembaman elemen (ix), sehingga:
Lo
ix= ≤ 300

Diasumsikan ¿ 300
Sehingga:
2677,995
ix=
300
i x =8,927 mm

83
Karena kuda-kuda merupakan penyangga utama pada struktur atap
maka dari itu dalam merencanakan kuda-kuda, sebaiknya profil kuda-
kuda yang direncanakan memiliki berat parameter yang lebih besar dari
pada berat parameter gording, yang telah direncanakan sebelumnya
yaitu sebesar 21,1 kg/m sehingga direncanakan profil dengan kode
profil C.175.175.7,5.11
 Data-data profil C.175.175.7,5.11
b = 70 mm
t = 7 mm
qo = 11,2 mm
q = 22,4 mm
Ao = 14,3 cm4
Ixo=Iyo = 61,8 cm4
Sxo=Syo = 12,7 cm3
Ixo=iyo = 2,08 cm3

Kontrol:
ix = 61,8 mm ≥ 9,116 mm (Memenuhi Syarat)
q = 21,4 kg/m ≥ 21,1 kg/m (Memenuhi Syarat)

Dari kontrol yang dilakukan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa


profil C.180.75.7.10,5 dapat digunakan sebagai profil kuda-kuda.

Setelah merencanakan profil kuda-kuda, maka selanjutnya


melakukan perhitungan beban sendiri kuda-kuda yaitu sebagai berikut:
Diketahui:
Panjang Total Kuda-kuda : 53,386 m (Panjang seluruh batang)
Berat total kuda-kuda : Panjang total kuda-kuda × berat parameter
kuda-kuda
: 53,386 × 21,4 = 1195,845 kg
Panjang batang tepi atas : 15,87223 m
Berat total kuda−kuda
Beban terbagi rata :
Panjang batang tepi atas

84
1195,845 kg
: = 75,34197 kg/m
15,87223 m
1
P = × (Jarak antar titik buhul sebelah kiri + Jarak antar titik buhul
2
sebelah kanan) x Beban terbagi rata
Sehingga:
1
P1 = P1’ = × ( 0+1,3683 ) ×75,34197 = 51,54503 kg
2
1
P2 = P2’ = × ( 1,3683+2,1892 ) ×75,34197= 134,0171 kg
2
1
P3 = P3’ = × ( 2,1892+2,1892 ) ×75,34197 = 164,9441 kg
2
1
P4 = P4’ = × ( 2,1892+2,1892 ) × 75,34197 = 164,9441 kg
2
1
P5 = × ( 2,1892+2,1892 ) × 75,34197 = 164,9441 kg
2

4. Total Beban Mati


Total beban mati merupakan penjumlahan antara beban akibat
gording, beban akibat penutup atap dan beban akibat beban sendiri
kuda-kuda. Sehingga:
P1 = P1’ = 84,4 + 46,5220 + 51,54503 = 182.4671 kg
P2 = P2’ = 84,4 + 120,9573 + 134,0171 = 339,3744 kg
P3 = P3’ = 84,4 + 148,8750 + 164,9441 = 398,2146 kg
P4 = P4’ = 84,4 + 148,8750 + 164,9441 = 398,2146 kg
P5 = 168,8 + 148,8750 + 164,9441 = 482,6146 kg

Menghitung Reaksi Tumpuan:


1
RV A =RV 'A= P
2∑
1
RV A =RV 'A= × ( ( 2× 180,166 ) + ( 2× 333,3915 ) + ( 4 × 390,8511 ) ) +(1× 475,2511)
2

85
RV A =RV 'A=1532,885 kg

Gambar III.2 Hasil pembebanan kuda-kuda akibat beban mati

III.2 Pembebanan Kuda-kuda Akibat Beban Plafond

Gambar III.3 Pembebanan kuda-kuda akibat beban plafond


Plafond dalam tugas ini direncanakan dari bahan tripleks dengan berat 5
kg/m2 dan menggunakan penggantung plafond dengan berat 7 kg/m2.
Sehingga:
 Berat total plafond = Berat material plafond + Berat penggantung
plafond

86
= 5 kg/m2 + 7 kg/m2
= 12 kg/m2

 Jarak pembebanan kuda-kuda = 4 m


 Beban merata plafond (q) = Berat total plafond × jarak
pembebanan kuda-kuda
= 12 kg/m2 × 4 m
= 48 kg/m

1
P = × (Jarak horizontal antar gording sebelah kiri + Jarak horizontal
2
antar gording sebelah kanan) × Beban merata plafond

Maka:

1
P1 = P1’ = × ( 0+1,25 ) × 48 = 30 kg
2
1
P2 = P2’ = × ( 1,25+2 ) × 48 = 78 kg
2
1
P3 = P3’ = × ( 2+2 ) × 48 = 96 kg
2
1
P4 = P4’ = × ( 2+2 ) × 48 = 96 kg
2
1
P5 = × ( 2+2 ) × 48 = 96 kg
2

Menghitung Reaksi Tumpuan:


1
RV A =RV 'A= P
2∑
1
RV A =RV 'A= × ( ( 2× 30 ) + ( 2× 78 ) + ( 5 ×96 ) )
2
RV A =RV 'A=969 kg

87
Gambar III.4 Pembebanan kuda-kuda akibat beban plafond

III.3 Pembebanan Kuda-kuda Akibat Beban Hidup


`

Gambar III.5 Pembebanan kuda-kuda akibat beban hidup

Berdasarkan SNI 1727:2013 tentang Peraturan Pembebanan Indonesia


untuk Gedung dan Bangunan Lain, beban hidup diatur pada tabel 4-1 di

88
halaman 25. Menurut tabel 4-1 beban hidup pada atap dengan beban pekerja
pemeliharaan memiliki beban terpusat sebesar 1,33 kN atau sebesar 135,576
kg.

Sehingga :
P1 = P1’ = 135,576 kg
P2 = P2’ = 135,576 kg
P3 = P3’ = 135,576 kg
P4 = P4’ = 135,576 kg
P5 = 135,576 kg

Menghitung Reaksi Tumpuan:


1
RV A =RV 'A= P
2∑
1
RV A =RV 'A= × ( 9 ×135,576 )
2
RV A =RV 'A=610,0917 kg

Gambar III.6 Hasil pembebanan kuda-kuda akibat beban hidup

III.4 Pembebanan Kuda-kuda Akibat Beban Angin

89
Pada perhitungan bab sebelumnya, tekanan angin yang direncanakan
pada atap ditetapkan pada pasal 28.4.4, halaman 130 SNI:1727:2013, bahwa
tekanan angin yang digunakan pada desain SPBAU untuk bangunan gedung
tertutup atau tertutup sebagian tidak boleh lebih kecil daripada 0.38 kN/m2
atau sebesar 38,736 kg/m2. Dan setelah dihitung pada bab sebelumnya,
tekanan angin yang ada pada atap memiliki besar tekanan yang lebih kecil
daripada tekanan angin minimum yang telah ditetapkan pada pasal 28.4.4 di
atas. Sehingga tekanan angin desain pada atap ini menggunakan tekanan
minimum rencana yaitu sebesar 0,38 kN/m2 atau sebesar 38,736 kg/m2,
dengan koefisien-koefisien angin sebagai berikut:
Pada atap segitiga:
 Koefisien angin tekan (Cta) = 0,2  - 0,4
 Koefisien angin hisap (Cha) = -0,4
Pada dinding vertikal:
 Koefisien angin tekan (Ctd) = 0,9
 Koefisien angin hisap (Chd = -0,4

Gambar III.7 Pembebanan kuda-kuda akibat beban angin tekan


kiri dan angin hisap kanan

90
Gambar III.8 Pembebanan kuda-kuda akibat beban angin tekan
kanan dan angin hisap kiri

1. Pembebanan Kuda-kuda Akibat Angin Tekan


 Beban Angin Tekan Merata Rencana (qWt)
Cta = 0,02  - 0,4
= 0,02 (24) - 0,4
= 0,8

qWt = Cta × Pw × Area Pembebanan Gording


= 0,08 × 38,736 × 2,189
= 6,783 kg/m

 Beban Terpusat Angin Tekan pada Atap (W)


1
W = × (Jarak antar gording sebelah kiri + Jarak antar gording
2
sebelah kanan) x qWt

Sehingga:
1
W1 = × ( 0+1,3683 ) × 6,783 = 18,5658 kg
2
1
W2 = × ( 1,3683+2,1892 ) ×6,783 = 48,2711 kg
2

91
1
W3 = × ( 2,1892+2,1892 ) ×6,783 = 59,4106 kg
2
1
W4 = × ( 2,1892+2,1892 ) ×6,783 = 59,4106 kg
2
1
W5 = × ( 2,1892+0 ) ×6,783 = 29,7053 kg
2

 Beban Terpusat Angin Tekan pada Dinding (W6)


Tekanan Angin = 0,9 × Tekanan Angin Minimum
= 0,9 × 38,736 kg/m2
= 34,8624 kg/m2
W6 =

1
×tekanan angin × Area Pembebanan Kuda−kuda× Tinggi kolom
2
1
= ×34,8624 × 4 × 4
2
= 278,8991 kg
2. Pembebanan Kuda-kuda Akibat Angin Hisap
 Beban Angin Hisap Merata Rencana (qWh)
Cha = -0,4
qWh = Cha × Pw × Area Pembebanan Gording
= -0,4 × 38,736 × 2,189
= -33,9215 kg/m

 Beban Terpusat Angin Hisap pada Atap (W)


1
W = × (Jarak antar gording sebelah kiri + Jarak antar gording
2
sebelah kanan) x qWh

Sehingga:
1
W1’ = × ( 0+1,3683 ) ×−33,9215 = -92,8291 kg
2
1
W2’ = × ( 1,3683+2,1892 ) ×−33,9215 = -241,3556 kg
2

92
1
W3’ = × ( 2,1892+2,1892 ) ×−33,9215 = -297,0523 kg
2
1
W4’ = × ( 2,1892+2,1892 ) ×−33,9215 = -297,0523 kg
2
1
W5’ = × ( 2,1892+0 ) ×−33,9215 = -148,5267 kg
2

 Beban Terpusat Angin Hisap pada Dinding (W6)


Tekanan Angin = -0,4 × Tekanan Angin Minimum
= -0,4 × 38,736 kg/m2
= -15,4944 kg/m2
W6’ =

1
×tekanan angin × Area Pembebanan Kuda−kuda× Tinggi kolom
2
1
= ×−15,4944 × 4 × 4
2
= −123,9552 kg

3. Menghitung Reaksi Tumpuan


 Resultan Angin Tekan
∑ WRt=(W 1+W 2+W 3+W 4 +¿ W 5)¿
∑ WRt=(18,5658+48,2711+ 59,4106+59,4106+¿ 29,7053)¿
∑ WRt =215,3636 kg

 Jarak Resultan Angin Tekan ke Titik Puncak


z 1 + z 2+ z3 + z 4 + z 5
Z=
∑ WRt
Dimana:
z1 = W1 × Jarak Titik A ke E
= 18,5658 kg × (1,3683 + (3 × 2,1892))
= 147,3405 kg.m

93
z2 = W2 × Jarak Titik B ke E
= 48,2711 kg × (3 × 2,1892)
= 317,0361 kg.m

z3 = W3 × Jarak Titik C ke E
= 59,4106 kg × (2 × 2,1892)
= 260,1322 kg.m

z4 = W4 × Jarak Titik D ke E
= 59,4106 kg × (2,1892)
= 130,0661 kg.m

z5 = W5 × Jarak Titik E ke E
= 29,7053 kg × (0)
= 0 kg.m

Maka jarak resultan angin tekan ke titik puncak adalah:


147,3450+317,0361+260,1322+130,0661+0
Z=
215,3636

Z=3,968 m

Sehingga jarak resultan angin tekan ke titik B adalah:


Jarak titik A ke E – Jarak resultan angin tekan (Z)
= (1,3683 + (3 × 2,1892)) – 3,968
= 2,600 m

 Resultan Angin Hisap


∑ WRh=(W 1 '+W 2 '+W 3 '+ W 4 ' + ¿W 5 ') ¿
∑ WRh=(−92,8291+−241,356+−297,052+−297,052+¿−148,527)¿
∑ WRh=−1076,8179 kg

94
 Jarak Resultan Angin Tekan ke Titik Puncak
z 1 ' + z 2 ' + z3 '+ z 4 ' + z5 '
Z'=
∑ WRt
Dimana:
z1’ = W1’ × Jarak Titik A’ ke E
= -92,8291 kg × (1,3683 + (3 × 2,1892))
= -736,7024 kg.m

z2’ = W2’ × Jarak Titik B ke E


= -241,3556 kg × (3 × 2,1892)
= -1585,1804 kg.m

z3’ = W3 × Jarak Titik C ke E


= -297,0523 kg × (2 × 2,1892)
= -1300,6608 kg.m
z4’ = W4 × Jarak Titik D ke E
= -297,0523 kg × (2,1892)
= -650,3304 kg.m

z5’ = W5 × Jarak Titik E ke E


= -148,5267 kg × (0)
= 0 kg.m

Maka jarak resultan angin tekan ke titik puncak adalah:


−736,7024+−1585,180+−1300.661+−650,3304 +0
Z'=
−1076,8179
Z ' =3,9681 m

Sehingga jarak resultan angin tekan ke titik B adalah:


Jarak titik A ke E – Jarak resultan angin tekan (Z)
= (1,3683 + (3 × 2,1892)) – 3,9681
= 2,600 m

95
 Jarak Resultan Angin terhadap Horizontal (x) dan Vertikal (y)
Dari perhitungan di atas didapat bahwa, jarak resultan angin tekan
(Z) dan hisap (Z’) memiliki jarak yang sama sehingga, jarak resultan
angin tekan terhadap horizontal dan vertikal memiliki jarak yang
sama dengan jarak resultan angin hisap terhadap horizontal dan
vertikal.
Maka:
x = 2,600 cos 24o
= 2,375 m
y’ = 2,600 sin 24o
= 1,058 m
y = panjang batang BI + y’
= 0,5566 + 1,058
= 1,6140 m

Gambar III.9 Analisa perhitungan reaksi tumpuan akibat beban


angin tekan kiri dan angin hisap kanan

 Menghitung Reaksi Tumpuan


Pembebanan Kuda-kuda akibat Beban Angin Tekan Kiri dan Hisap
Kanan:

96
∑ M I ' =0
( RV ¿ ¿ I ×12)+ ¿¿
+¿
( RV ¿ ¿ I ×12)+ ¿¿
¿
+¿
−1290,9329
RV I =
12
RV I =−107,5777 kg

∑ M I =0
−( RV ¿¿ I ' ×12)+¿ ¿
+¿
−( RV ¿¿ I ×12)+¿ ¿
¿
+¿
−9482,5306
RV I '=
12
RV I '=−679,3999 kg

Kontrol:
∑ V =0
(−WRt × cos 24 o ) + ( WRh ×cos 24o ) −RV I −RV 'I =0
(−215,3636 × cos 24 o )+ ( 1076,8179× cos 24 o )−107,5777−¿
679,3999=0

97
0=0 (OKE!)

∑ H =0
W 6+W 6 ' +WRt sin 24o +WRh sin 24 o+ RH I =0
278,8991+123,9552+(215,3636 × sin24 o )+ ¿)
+ RH I =0
RH I =−928,4318 kg

Gambar III.10 Analisa perhitungan reaksi tumpuan akibat beban


angin tekan kanan dan angin hisap kiri

Pembebanan Kuda-kuda akibat Beban Angin Tekan Kanan dan


Hisap Kiri:
∑ M I ' =0
( RV ¿ ¿ I ×12)−¿ ¿
−¿
( RV ¿ ¿ I ×12)−¿ ¿
¿
−¿
−8152,7989
RV I =
12
RV I =−679,3999 kg

98
∑ M I =0
−( RV ¿¿ I ' ×12)−¿ ¿
−¿

−( RV ¿¿ I ×12)−¿ ¿
¿
−¿
−1290,3288
RV I '=
12
RV I '=−107,5777 kg

Kontrol:
∑ V =0
(−WRt × cos 24 o ) + ( WRh ×cos 24o ) −RV I −RV 'I =0
(−215,3636 × cos 24 o )+ ( 1076,8179× cos 24 o )−679,3999
−107,5777=0
0=0 (OKE!)

∑ H =0
−W 6−W 6' −WRt sin24 o−WRh sin 24 o + RH I =0

−278,8991−123,9552− ( 215,3636 ×sin 24 o )−¿)


+ RH I =0
RH I =−928,4318 kg

99
Gambar III.11 Hasil pembebanan kuda-kuda akibat beban angin
tekan kiri dan angin hisap kanan

Gambar III.12 Hasil pembebanan kuda-kuda akibat beban angin


tekan kanan dan angin hisap kiri

100
III.8 Perhitungan Dimensi Kuda-kuda
Perhitungan dimensi kuda-kuda dilakukan pada tiap jenis batang, yaitu
pada batang tepi atas, batang tepi bawah, dan batang tengah kuda-kuda.
Perhitungan dapat diwakili berdasarkan batang tarik maksimum dan tekan
maksimum tiap-tiap jenis batang yang digunakan sehingga tiap jenis batang
dilakukan analisa dimensi batang tarik dan batang tekan.
Dikarenakan pada perencanaan dimensi kuda-kuda menggunakan
dimensi kuda-kuda 2L maka pada perhitungan dimensi kuda-kuda ini juga
terdapat perhitungan pelat kopel yang menjadi penghubung antara profil 2L
tersebut. Berikut dibawah ini analisa perhitungan dimensi kuda-kuda tiap
jenis batang.

III.8.1 Perhitungan Dimensi Batang Tepi Atas


Sebelum melakukan perhitungan dimensi batang tarik dan tekan
pada batang tepi atas, terlebih dahulu merencanakan profil yang akan
digunakan pada batang berdasarkan faktor kelangsingan elemen
tarik.
Lo
¿ ≤ 300
ix
Dimana:
Lo = Panjang Elemen Batang (mm)
ix = Jari-jari girasi atau jari-jari kelembaman profil (mm)

Pada batang tepi atas, batang terpanjang terdapat pada batang


BC/CD/DE/D’E/C’D’/B’C’ yaitu sepanjang 2.2068 m atau 2206.8
mm. Untuk mendapatkan profil yang tidak terlalu langsing, maka
diasumsikan nilai  = 300.
Sehingga:
2206,8
ix=
300
i x =7,356 mm

101
Direncanakan profil kuda-kuda menggunakan 2L.70.70.11 dengan:
i x =19,1 mm ≥ 7,356 mm (Memenuhi syarat)

Diketahui:
Data-data profil siku tunggal L.70.70.11
- h = 70 mm
- b = 70 mm
- t = 11 mm
- T = 10 mm
- qo = 11,2 kg/m
- Ao = 14,3 cm2
- Ixo = Iyo = 61,8 cm4
- ixo = iyo = 2,08 cm
- Sxo = Syo = 12,7 cm3
- Cx = Cy = 2,13 cm
- Imin = 26 cm4
- Imax = 97,6 cm4
- imin = 1,35 cm
- imax = 2,61 cm
- Modulus Elastisitas (E) = 200000 MPa
- Modulus Geser (G) = 77200 MPa
- Mutu Baja = BJ-37 ; fy = 240 MPa
fu = 370 MPa

Dikarenakan profil yang digunakan adalah 2L.70.70.11, maka data


profil yang digunakan didalam perhitungan adalah:
- h = 70 mm
- b = 70 mm
- t = 11 mm

102
- T = 10 mm

- q = 2 × qo
= 2 × 11,2
= 22,4 kg/m
- A = 2 × Ao
= 2 × 14,3
= 28,6 cm2 = 2860 mm2
- Ix = 2 × Ixo
= 2 × 61,8
= 123,6 cm4 = 1236000 mm4
T 2
- Iy = 2 ( Iyo + Ao ((y + ))
2
1
= 2 ( 61,8 + 14,3 ((2,13 + )2)
2
= 321,42 cm4 = 3214200 mm4
- ix = ixo
= 2,08 cm = 20,8 mm
Iy
- iy =
√ A
321,42
=
√ 28,6
= 3,352 cm = 33,52 mm
- Sx = 2 × Sxo
= 2 × 12,7
= 25,4 cm3 = 25400 mm3
Iy
- Sy =
b'
321,42
= 1
7+
2
= 42,86 cm3 = 42860 mm3

103
Gambar III.13 Profil Kuda-kuda 2L.70.70.11

Berikut dibawah ini hasil analisa kombinasi pembebanan pada


batang tepi atas:

Tabel III.1 Hasil Kombinasi Gaya Dalam Batang Tepi Atas


Gaya Batang (kN)
Batang Pmaks
Tarik (+) Tekan (-)
AB 1216.848 -
BC - -3762.925
CD - -3135.415
Batang DE - -2292.144
Tepi Atas D'E' - -2274.430
C'D' - -3114.797
B'C' - -3599.559
A'B' 1216.849 -
Dari tabel diatas, perhitungan dimensi batang tarik dilakukan
pada batang A’B’ dan batang tekan pada batang BC. Berikut
dibawah ini analisa perhitungan dimensi batang tarik dan batang
tekan.

 Dimensi Batang Tarik Tepi Atas


Penyelesaian:
1. Menghitung kuat leleh penampang tarik
Pn = fy × Ag
= 240 × 2860
= 686400 N

104
2. Menghitung kuat putus pada sambungan elemen tarik
a. Shear Lag (U)
Faktor shear lag (U) untuk sambungan pada komponen
struktur tarik diatur pada tabel D3.1 halaman 29 SNI 1729-
2015, sebelum menentukan faktor shear lag yang
digunakan, maka sambungan pada batang tarik harus
direncanakan terlebih dahulu. Berikut perhitungan
sambungan baut yang akan digunakan.

- Estimasi jumlah baut yang direncanakan


Ru
n=
∅ × Rn
Dimana:
Rn = Kuat leleh baut yang direncanakan (N)
Ru = Gaya dalam aksial batang tarik maksimum (N)
= 11937,28 N
n = Jumlah baut yang direncanakan
Rn = Fnv × Ab
Baut yang digunakan memiliki diameter 16 mm dan
memiliki mutu baut A325. Sehingga:
1
Ab= × π ×db 2
4
1
Ab= × π ×16 2
4
Ab=201,0619 mm2
Fnv = 372 MPa
Fnt = 620 MPa
Rn = 372 × 201,0619 × 2
= 149590,0758 N

105
Maka:
Ru
n=
∅ × Rn
11937,28
n=
0,75× 149590,0758
n=0,1063
Sehingga jumlah baut yang digunakan adalah 2 buah

Gambar III.14 Posisi Rencana Sambungan Baut

- Jarak tepi minimum (S1 dan S2)


Tabel III.2 Jarak Tepi Minimum
Diameter Baut (mm) Jarak Tepi Minimum (mm)
16 22
20 26
22 28
24 30
27 34
30 38
36 46
>36 1,25d
Diameter baut direncanakan sebesar 16 mm, sehingga
jarak tepi minimumnya adalah 22 mm.

- Spasi antar baut minimum (S)


Syarat spasi minimum antar as baut adalah 3 kali
diameter baut, sehingga 3d = 3 x 16 = 48 mm. Maka
jarak spasi minimum sebesar 48 mm.

106
Diambil perletakan baut seperti dibawah ini:

Gambar III.15 Rencana Sambungan Baut

Dari perencanaan sambungan baut diatas, didapat jumlah


baut yang digunakanan adalah 2 buat baut. Berdasarkan
tabel D3.1 halaman 29 SNI 1729-2015 jika sarana
penyambung yang digunakan lebih sedikit dari 3 sarana
penyambung maka faktor shear lag menggunakan rumus
pada kasus 2. Sehingga:

U =1−
L
21,3
U =1− =0,645
60

b. Menghitung luasan netto (An)


An = Ag – (n × Ølubang × t)
Øbaut = 16 mm
Ølubang = Øbaut + 2 mm = 16 +2 = 18 mm
Maka:
An = 2860 – (2 × 18 × 11)
= 2464 mm2
c. Menghitung luasan efektif (Ae)
Ae = U × An = 0,645 × 2464
= 1589,28 mm2

d. Menghitung kuat putus nominal profil


Pn = fu × Ae = 370 × 1589,28

107
= 588033,6 N
3. Menghitung Block Shear
a. Identifikasi bidang geser dan bidang tarik

Gambar III.16 Identifikasi Bidang Geser dan Bidang Tarik

b. Nilai properties
Agv = 2 × (30+60) × t
= 2 × 90 × 11
= 1980 mm2
Agt = 2 × 35 × t
= 2 × 35 × 11 = 770 mm2
Anv = 2 × (90 – (1,5 × Ølubang)) × t
= 2 × (90 – (1,5 × 18)) × 11
= 1386 mm2
Ant = 2 × (35 – (0,5 × Ølubang)) × t
= 2 × (35 – (0,5 × 18)) × 11
= 572 mm2

c. Menghitung kuat putus pada bidang tarik dan geser


- Putus Tarik
Pnt = fu × Ant = 370 × 572
= 211640 N
- Putus Geser
Pnv = 0,6 × fu × Anv = 0,6 × 370 × 1386

108
= 307692 N
d. Klasifikasi block shear yang terjadi
Berdasarkan perhitungan sebelumnya, dapat dilihat bahwa
nilai putus tarik lebih kecil dari putus geser.
Putus Tarik < Putus Geser
211640 N < 307692 N

Sehingga kuat nominalnya adalah


Pn = (0,6 × fu × Anv + fy × Agt)
= (0,6 × 370 ×1386 + 240 × 770)
= 492492 N

4. Kontrol Kelangsingan Elemen Tarik


Lo
¿ ≤ 300
ix
1368,3
¿ ≤300
20,8
¿ 65,783 ≤300 (Memenuhi Syarat)

5. Kontrol Kuat Elemen Tarik


a. Kontrol Kuat Leleh
 × Pn ≥ Pu
0,9 × 686400 N ≥ 11937,28 N
617760 N ≥ 11937,28 N (Memenuhi Syarat)

b. Kontrol Kuat Tarik


 × Pn ≥ Pu
0,75 × 588033 N ≥ 58230,96 N
441025,2 N ≥ 58230,96 N (Memenuhi Syarat)

c. Kontrol Block Shear


 × Pn ≥ Pu
0,75 × 492492 N ≥ 58230,96 N

109
369369 N ≥ 58230,96 N (Memenuhi Syarat)
6. Kesimpulan
Maka profil 2L.70.70.11 aman digunakan terhadap gaya dalam
aksial tarik maksimum yang terjadi pada batang tepi atas kuda-
kuda.

 Dimensi Batang Tekan


Penyelesaian:
1. Analisa kelangsingan penampang elemen tekan
Berdasarkan tabel B4.1a halaman 17-18 SNI-1729-2015
analisa kelangsingan elemen tekan pada profil 2L adalah:
b E
t
≤ 0,45 ×

fy
70 200000
11
≤ 0,45×

240
6,3636 ≤ 12,9904
Bila (b/t) ≤  maka penampang tergolong tidak langsing dan
memenuhi syarat.

2. Analisa kategori kondisi penampang berdasarkan Tabel E1.1


halaman 34 SNI-1729-2015.
- Bentuk profil : 2L.70.70.11
- Kategori penampang : tidak langsing
- Keadaan batas : tekuk lentur dan tekuk lentur-
torsi
Sehingga analisa yang harus dilakukan adalah pada tekuk
lentur dan tekuk lentur-torsi, berdasarkan pasal E3 dan E4 SNI-
1729-2015.

110
3. Menghitung Fcr sesuai dengan kondisi batas di atas
a. Tekuk Lentur
Analisa kelangsingan elemen batang pada tiap sumbu:
Sumbu x:
K × L x 1× 2189,3
❑x = = =105,254
rx 20,8
Sumbu y:
K × L y 1 ×2189,3
❑y= = =65,305
ry 33,524
Dari analisa sumbu x dan sumbu y diatas, maka diambil
nilai yang terbesar yaitu ❑x =105,254 .Hal ini menandakan
bahwa sumbu x merupakan sumbu yang lebih dominan
mengalami tekuk lentur dari pada sumbu y sehingga yang
di pakai untuk analisa selanjutnya adalah sumbu x.
Pengecekan syarat sesuai dengan pasal E3:
K× L E
r
≤ 4,71×
fy √
200000
105,254 ≤ 4,71 ×
√ 240
105,254 ≤ 136,832

Sehingga nilai fcr yang digunakan adalah:


fy
f cr =( 0,658 )× fy
fe

Nilai fe:
π 2 E π 2 ×200000
f e= = =178,179 MPa
KL 2 105,2542
( )
r
Maka nilai fcr-nya adalah:
fy
( )
f cr = 0,658 fe × fy
240
f cr =( 0,658 ) ×240=136,574 MPa
178,179

b. Tekuk Lentur-Torsi

111
Berdasarkan pasa E4 penampang siku ganda atau Tee,
menggunakan rumus fcr sebagai berikut:

fcr= ( f 2+Hf ) × [ 1−√ 1− 4 f( f ×+ff ×) H ]


cry crz cry

cry
crz

crz
2

Untuk menyelesaikan persamaan diatas, terlebih dahulu


menghitung parameter-parameter dibawah ini:
- Menghitung fcry : Berdasarkan pasal E4 nilai fcry diambil
sama dengan fcr pada analisa tekuk lentur dengan
mengacu pada sumbu-y penampang siku ganda.
K × Ly E
ry
≤ 4,71×
fy √
1× 2189,3 200000
33,524
≤ 4,71×
240 √
65,305 ≤135,677

Sehingga nilai fcry yang digunakan adalah:


fy
f cry =(0,658 ) × fy fe

Nilai fe:
π2 E π 2 × 200000
f e= = =462,851 MPa
K Ly 2 65,3052
( )ry

Maka nilai fcr-nya adalah:


fy
( )
f cry = 0,658 fe × fy
240
f cry =(0,658 ) × 240
462,851

f cry =193,1776 MPa

- Menghitung fcrz
G×J
f crz=
Ag× ŕ 2o

112
Diperlukan parameter pendukung antara lain
t 11
d ' =b ' =d− =70− =64,5 mm
2 2
( d ' + b' ) ×t 3 ( 64,5+ 64,5 ) × 113
J=2× ( 3 ) (
=2 ×
3 )
¿ 114466 mm 4
2 2 2 I x+ I y
ŕ o =x o+ y o +
Ag
11 1236000+3214200
(
ŕ 2o =0+ 21,3−
2 )
+
2860
ŕ 2o =1805,666
Maka nilai fcrz adalah:
G×J
f crz=
Ag× ŕ 2o
77200 ×114466
f crz=
2860 ×1805,666
f crz=1711,16 MPa

- Menghitung H
x 2o + y 2o
H=1− 2
ŕ o
11
H=1−
(
0+ 21,3−
2 )
1805,666
H=0,8617
Setelah semua parameter telah dihitung maka nilai fcr adalah:

fcr= ( f cry + f crz


2H ) [ √
4 f ×f × H
× 1− 1− cry crz 2
( f cry + f crz ) ]
fcr= ( 193,1776+1711,16
2 ×0,8617 ) [ √ (193,1776+1711,16 ) ]
× 1− 1−
4 ×193,1776 ×1711,16 × 0,8617
2

fcr=189,9003 MPa
4. Menghitung kuat nominal batang tekan
Dari perhitungan diatas diperoleh nilai fcr sebagai berikut:

113
- Fcr tekuk lentur : 136,5743 MPa
- Fcr tekuk lentur-torsi : 189,9003 MPa
Karena Fcr tekuk lentur < Fcr tekuk lentur-torsi, maka tekuk
yang terjadi pada batang tekan adalah tekuk lentur. Sehingga
kuat tekan nominalnya adalah:

Pn = Fcr × Ag
= 136,5743 × 2860
= 390602,428 N

Kontrol terhadap gaya tekan maksimum (Pu)


 × Pn ≥ Pu
0,9 × 390602,428 N ≥ 36914,293 N
351542,2 N ≥ 36914,293 N (Memenuhi Syarat)

5. Kesimpulan
Maka profil 2L.70.70.11 aman digunakan terhadap gaya dalam
aksial tekan maksimum yang terjadi pada batang tepi atas
kuda-kuda.

 Dimensi Pelat Kopel


Diketahui:
- Tebal pelat kopel (tp) = 6 mm
- Tinggi pelat (h) = 2b + T
= 2 (70) + 10
= 150 mm
- Cx = Cy = 21,3 mm
- a = 2 Cx + T
= 2 (21,3) + 10
= 52,6 mm

114
Gambar III.17 Rencana Dimensi Plat Kopel

Berdasarkan pasal E6 halaman 39 SNI-1729-2015, pelat kopel


direncanakan memiliki rasio kelangsingan seperti dibawah ini:

( KLr ) =( KLr )
m 0

Sehingga harus memenuhi kondisi berikut:


a
≤ 40
imin

Dimana:
a = Jarak antar konektor (mm)
imin= Radius girasi minimum dari setiap komponen (mm)

Untuk memenuhi kondisi diatas, maka jarak antar konektor


maksimum adalah:
amax
=40
i min
a max=40 ×i min
a max=40 ×13,5
a max=540 mm

Perencanaan pelat kopel pada batang tekan, berbeda


dikarenakan panjang elemen tekan yang di dapat berbeda-beda,

115
sehingga perlu dihitung per batang tekannya. Untuk
memudahkan analisa maka dibuatlah tabel sebagai berikut:

Panjang Gaya Jumlah Jumlah Jarak Gaya Yang


Elemen Dalam Medan Kopel Antar Dipikul Oleh
Nama
Vu =
Batang n=
L Pu n+1 L/n 0,02×Pu/(n+
L/amax
1)
BC 2189.273 3762.925 5 6 437.855 12.543
CD 2189.273 3135.415 5 6 437.855 10.451
DE 2189.273 2292.144 5 6 437.855 7.640
D'E' 2189.273 2274.430 5 6 437.855 7.581
C'D' 2189.273 3114.797 5 6 437.855 10.383
B'C' 2189.273 3599.559 5 6 437.855 11.999

Dari tabel di atas didapat bahwa, gaya yang dipikul oleh plat
kopel terbesar terdapat di batang BC dengan gaya sebesar
12,543 kg atau sebesar 123,048 N. Maka batang yang digunakan
untuk analisa dimensi pelat kopel adalah pada batang BC.
1. Menghitung kuat nominal pelat kopel berdasarkan gaya
terbesar yang dipikul oleh pelat kopel.
Berdasarkan SNI-1729-2015, pelat kopel harus cukup kaku
sehingga memenuhi syarat berikut:
Ip I min
≥ 10 ×
a L1
1
2× × tp× bp3
12 I min
≥ 10×
a 437,855
1
2× × 6 ×bp 3
12 260000
≥10 ×
52,6 437,855
0,019011 bp3 ≥ 5938,045
bp ≥ 67,8489
Sehingga digunakan bp = 80 mm

116
Gambar III.18 Rencana Perletakan Pelat Kopel
2. Menghitung kuat geser nominal
bp kn × E
tp
≤ 1,1
√ fy
Dimana:
5
kn=5+
a
() b
5
kn=5+
52,6
( ) 80
kn=12,604
Sehingga:
bp kn × E
tp
≤ 1,1
√ fy
80 12,604 ×200000
6
≤ 1,1
√ 240
13,333 ≤112,737
Maka kuat geser nominalnya adalah:
Vn = 2 × 0,6 × fy × Aw
= 2 × 0,6 × 240 × (80×6)
= 138240 N
 Vn = 0,9 × Vn
= 0,9 × 138240 N
= 124416 N
Kontrol:

117
Vu
<1
Vn
123,048
<1
124416
0,000989<1 (Memenuhi Syarat)
3. Kesimpulan
Pelat kopel yang direncanakan aman terhadap gaya tekan
maksimum yang terjadi pada kopel.
III.8.2 Perhitungan Dimensi Batang Tepi Bawah
Sebelum melakukan perhitungan dimensi batang tarik dan tekan
pada batang tepi bawah, terlebih dahulu merencanakan profil yang
akan digunakan pada batang berdasarkan faktor kelangsingan elemen
tarik.
Lo
¿ ≤ 300
ix
Dimana:
Lo = Panjang Elemen Batang (mm)
ix = Jari-jari girasi atau jari-jari kelembaman profil (mm)

Pada batang tepi atas, batang terpanjang terdapat pada batang


BH/GH/FG/FG’/G’H’/B’H’ yaitu sepanjang 2 m atau 2000 mm.
Untuk mendapatkan profil yang tidak terlalu langsing, maka
diasumsikan nilai  = 300.
Sehingga:
2000
ix=
300
i x =6,667 mm

Direncanakan profil kuda-kuda menggunakan 2L.60.60.10 dengan:


i x =17,8 mm ≥ 6,667 mm (Memenuhi syarat)

Diketahui:

118
Data-data profil siku tunggal L.60.60.10
- h = 60 mm
- b = 60 mm
- t = 10 mm
- T = 10 mm
- qo = 8,69 kg/m
- Ao = 11,1 cm2
- Ixo = Iyo = 34,9 cm4
- ixo = iyo = 1,78 cm
- Sxo = Syo = 8,41 cm3
- Cx = Cy = 1,85 cm
- Imin = 14,6 cm4
- Imax = 55,1 cm4
- imin = 1,15 cm
- imax = 2,23 cm
- Modulus Elastisitas (E) = 200000 MPa
- Modulus Geser (G) = 77200 MPa
- Mutu Baja = BJ-37 ; fy = 240 MPa
fu = 370 MPa

Dikarenakan profil yang digunakan adalah 2L.60.60.10, maka data


profil yang digunakan didalam perhitungan adalah:
- h = 60 mm
- b = 60 mm
- t = 10 mm
- T = 10 mm
- q = 2 × qo
= 2 × 8,69
= 22,4 kg/m

- A = 2 × Ao

119
= 2 × 11,1
= 22,2 cm2 = 2220 mm2
- Ix = 2 × Ixo
= 2 × 34,9
= 69,8 cm4 = 698000 mm4
T 2
- Iy = 2 ( Iyo + Ao ((y + ))
2
1
= 2 (34,9 + 11,1 ((1,85 + )2)
2
= 192,3995 cm4 = 1923995 mm4
- ix = ixo
= 1,78 cm = 17,8 mm

Iy
- iy =
√ A
192,3995
=
√ 22,2
= 2,9439 cm = 29,4392 mm
- Sx = 2 × Sxo
= 2 × 8,41
= 17,38 cm3 = 17380 mm3
Iy
- Sy =
b'
192,3995
= 1
6+
2
= 29,5999 cm3 = 295999,92 mm3

120
Gambar III.19 Profil Kuda-kuda 2L.70.70.11
Berikut dibawah ini hasil analisa kombinasi pembebanan pada
batang tepi atas:
Tabel III.3 Hasil Kombinasi Gaya Dalam Batang Tepi Bawah
Gaya Batang (kN)
Batang Pmaks
Tarik (+) Tekan (-)
AI - -1115.553
BH 5231.973 -
GH 4276.483 -
Batang
FG 3277.367 -
Tepi
FG' 3313.067 -
Bawah
G'H' 4347.613 -
B'H' 5018.231 -
A'I' - -1115.554
Dari tabel diatas, perhitungan dimensi batang tarik dilakukan
pada batang BH dan batang tekan pada batang A’I’. Berikut dibawah
ini analisa perhitungan dimensi batang tarik dan batang tekan.

 Dimensi Batang Tarik Tepi Bawah


Penyelesaian:
1. Menghitung kuat leleh penampang tarik
Pn = fy × Ag
= 240 × 2220
= 532800 N

2. Menghitung kuat putus pada sambungan elemen tarik


a. Shear Lag (U)

121
Faktor shear lag (U) untuk sambungan pada komponen
struktur tarik diatur pada tabel D3.1 halaman 29 SNI 1729-
2015, sebelum menentukan faktor shear lag yang
digunakan, maka sambungan pada batang tarik harus
direncanakan terlebih dahulu. Berikut perhitungan
sambungan baut yang akan digunakan.
- Estimasi jumlah baut yang direncanakan
Ru
n=
∅ × Rn
Dimana:
Rn = Kuat leleh baut yang direncanakan (N)
Ru = Gaya dalam aksial batang tarik maksimum (N)
= 51325,651 N
n = Jumlah baut yang direncanakan
Rn = Fnv × Ab
Baut yang digunakan memiliki diameter 16 mm dan
memiliki mutu baut A325. Sehingga:
1
Ab= × π ×db 2
4
1
Ab= × π ×16 2
4
Ab=201,0619 mm2
Fnv = 372 MPa
Fnt = 620 MPa
Rn = 372 × 201,0619
= 149590,0758 N
Maka:
Ru
n=
∅ × Rn
513225,651
n=
0,75× 149590,0758
n=0,4575
Sehingga jumlah baut yang digunakan adalah 2 buah

122
Gambar III.20 Posisi Rencana Sambungan Baut

- Jarak tepi minimum (S1 dan S2)


Tabel III.4 Jarak Tepi Minimum
Diameter Baut (mm) Jarak Tepi Minimum (mm)
16 22
20 26
22 28
24 30
27 34
30 38
36 46
>36 1,25d
Diameter baut direncanakan sebesar 16 mm, sehingga
jarak tepi minimumnya adalah 22 mm.

- Spasi antar baut minimum (S)


Syarat spasi minimum antar as baut adalah 3 kali
diameter baut, sehingga 3d = 3 x 16 = 48 mm. Maka
jarak spasi minimum sebesar 48 mm.

Diambil perletakan baut seperti dibawah ini:

Gambar III.21 Rencana Sambungan Baut

123
Dari perencanaan sambungan baut diatas, didapat jumlah
baut yang digunakanan adalah 2 buat baut. Berdasarkan
tabel D3.1 halaman 29 SNI 1729-2015 jika sarana
penyambung yang digunakan lebih sedikit dari 3 sarana
penyambung maka faktor shear lag menggunakan rumus
pada kasus 2. Sehingga:

U =1−
L
18,5
U =1− =0,6917
60

b. Menghitung luasan netto (An)


An = Ag – (n × Ølubang × t)
Øbaut = 16 mm
Ølubang = Øbaut + 2 mm = 16 +2 = 18 mm
Maka:
An = 2220– (2 × 18 × 10)
= 1860 mm2

c. Menghitung luasan efektif (Ae)


Ae = U × An = 0,645 × 1860
= 1286,5 mm2

d. Menghitung kuat putus nominal profil


Pn = fu × Ae = 370 × 1286,5
= 476005 N

3. Menghitung Block Shear


a. Identifikasi bidang geser dan bidang tarik

124
Gambar III.22 Identifikasi Bidang Geser dan Bidang Tarik
b. Nilai properties
Agv = 2 × (30+60) × t
= 2 × 90 × 10
= 1800 mm2
Agt = 2 × 30 × t
= 2 × 30 × 10 = 600 mm2
Anv = 2 × (90 – (1,5 × Ølubang)) × t
= 2 × (90 – (1,5 × 18)) × 10
= 1260 mm2

Ant = 2 × (30 – (0,5 × Ølubang)) × t


= 2 × (30 – (0,5 × 18)) × 10
= 420 mm2

c. Menghitung kuat putus pada bidang tarik dan geser


- Putus Tariknt = 370 × 420
= 155400 N
- Putus Geser
Pnv = 0,6 × fu × Anv = 0,6 × 370 × 1260
= 279720 N

125
d. Klasifikasi block shear
Pnt = fu × A yang terjadi
Berdasarkan perhitungan sebelumnya, dapat dilihat bahwa
nilai putus tarik lebih kecil dari putus geser.
Putus Tarik < Putus Geser
155400 N < 279720 N
Sehingga kuat nominalnya adalah
Pn = (0,6 × fu × Anv + fy × Agt)
= (0,6 × 370 ×1260 + 240 × 600)
= 423720 N
4. Kontrol Kelangsingan Elemen Tarik
Lo
¿ ≤ 300
ix
2000
¿ ≤ 300
17,8
¿ 112,3595 ≤ 300 (Memenuhi Syarat)

5. Kontrol Kuat Elemen Tarik


a. Kontrol Kuat Leleh
 × Pn ≥ Pu
0,9 × 532800 N ≥ 58230,96 N
479520 N ≥ 51325,65 N (Memenuhi Syarat)

d. Kontrol Kuat Tarik


 × Pn ≥ Pu
0,75 × 476005 N ≥ 51325,65 N
357003,75 N ≥ 51325,65 N (Memenuhi Syarat)

e. Kontrol Block Shear


 × Pn ≥ Pu
0,75 × 423720 N ≥ 51325,65 N
317790 N ≥ 51325,65 N (Memenuhi Syarat)

126
6. Kesimpulan
Maka profil 2L.60.60.10 aman digunakan terhadap gaya dalam
aksial tarik maksimum yang terjadi pada batang tepi bawah
kuda-kuda.

 Dimensi Batang Tekan


Penyelesaian:
1. Analisa kelangsingan penampang elemen tekan
Berdasarkan tabel B4.1a halaman 17-18 SNI-1729-2015
analisa kelangsingan elemen tekan pada profil 2L adalah:
b E
t
≤ 0,45 ×
√fy
60 200000
10
≤ 0,45 ×
√ 240
6 ≤ 12,9904
Bila (b/t) ≤  maka penampang tergolong tidak langsing dan
memenuhi syarat.

2. Analisa kategori kondisi penampang berdasarkan Tabel E1.1


halaman 34 SNI-1729-2015.
e. Bentuk profil : 2L.70.70.11
f. Kategori penampang : tidak langsing
g. Keadaan batas : tekuk lentur dan tekuk lentur-
torsi
Sehingga analisa yang harus dilakukan adalah pada tekuk
lentur dan tekuk lentur-torsi, berdasarkan pasal E3 dan
E4 SNI-1729-2015.

3. Menghitung Fcr sesuai dengan kondisi batas di atas


a. Tekuk Lentur
Analisa kelangsingan elemen batang pada tiap sumbu:
Sumbu x:

127
K × L x 1× 2000
❑x = = =112,360
rx 17,8
Sumbu y:
K × L y 1 ×2000
❑y= = =67,937
ry 29,439
Dari analisa sumbu x dan sumbu y diatas, maka diambil
nilai yang terbesar yaitu ❑x =112,360 . Hal ini menandakan
bahwa sumbu x merupakan sumbu yang lebih dominan
mengalami tekuk lentur dari pada sumbu y sehingga yang
di pakai untuk analisa selanjutnya adalah sumbu x.
Pengecekan syarat sesuai dengan pasal E3:
K× L E
r
≤ 4,71×
fy √
200000
112,360 ≤ 4,71 ×
√ 240
112,360 ≤ 136,832

Sehingga nilai fcr yang digunakan adalah:


fy
(
f cr = 0,658 fe × fy )
Nilai fe:
π 2 E π 2 ×200000
f e= = =156,354 MPa
KL 2 112, 360²
( ) r
Maka nilai fcr-nya adalah:
fy
f cr =( 0,658 )× fy
fe

240
f cr =( 0,658 ) × 240=126,239 MPa
156,354

b. Tekuk Lentur-Torsi
Berdasarkan pasa E4 penampang siku ganda atau Tee,
menggunakan rumus fcr sebagai berikut:

128
fcr= ( f 2+Hf ) × [ 1−√ 1− 4 f( f ×+ff ×) H ]
cry crz cry

cry
crz

crz
2

Untuk menyelesaikan persamaan diatas, terlebih dahulu


menghitung parameter-parameter dibawah ini:
- Menghitung fcry : Berdasarkan pasal E4 nilai fcry diambil
sama dengan fcr pada analisa tekuk lentur dengan
mengacu pada sumbu-y penampang siku ganda.
K × Ly E
ry
≤ 4,71×
fy √
1× 2000 200000
29,439
≤ 4,71 ×
240 √
67,937 ≤ 135,677

Sehingga nilai fcry yang digunakan adalah:


fy
f cry =(0,658 ) × fy
fe

Nilai fe:
π2 E π 2 × 200000
f e= = =427,682 MPa
K Ly 2 67,9372
( )ry

Maka nilai fcr-nya adalah:


fy
( )
f cry = 0,658 fe × fy
240
f cry =(0,658 ) ×240
192,5065

f cry =427,682 MPa

129
- Menghitung fcrz
G×J
f crz=
Ag× ŕ 2o
Diperlukan parameter pendukung antara lain
t 10
d ' =b ' =d− =60− =55 mm
2 2
( d ' + b' ) ×t 3 ( 64,5+55 ) × 103
J=2× ( 3 ) (
=2 ×
3 )
¿ 73333,333 mm4
2 2 2 I x+ I y
ŕ o =x o+ y o +
Ag
10 698000+1923995
(
ŕ 2o =0+ 18,5−
2 )
²+
2220
ŕ 2o =1363,3288
Maka nilai fcrz adalah:
G×J
f crz=
Ag× ŕ 2o
77200 ×73333,333
f crz=
2220 ×1363,3289
f crz=1870,532 MPa

- Menghitung H
x 2o + y 2o
H=1− 2
ŕ o
10
H=1−
(
0+ 18,5−
2
² )
1363,329
H=0,866

130
Setelah semua parameter telah dihitung maka nilai fcr adalah:

fcr=( f cry + f crz


2H ) [ √ 4 f ×f × H
× 1− 1− cry crz 2
( f cry + f crz ) ]
fcr=( 189,761+ 1870,532
2 ×0,866 ) [ √ (189,761+1870,532) ]
× 1− 1−
4 ×189,761× 1870,532× 0,866
2

fcr=186,984 MPa

c. Menghitung kuat nominal batang tekan


Dari perhitungan diatas diperoleh nilai fcr sebagai berikut:
- Fcr tekuk lentur : 126,239 MPa
- Fcr tekuk lentur-torsi : 186,984 MPa
Karena Fcr tekuk lentur < Fcr tekuk lentur-torsi, maka tekuk
yang terjadi pada batang tekan adalah tekuk lentur. Sehingga
kuat tekan nominalnya adalah:

Pn = Fcr × Ag
= 126,239 × 2220
= 280249,851 N

Kontrol terhadap gaya tekan maksimum (Pu)


 × Pn ≥ Pu
0,9 × 280249,851 N ≥ 10943,58 N
252224,866 N ≥ 10943,58 N (Memenuhi Syarat)

131
d. Kesimpulan
Maka profil 2L.60.60.10 aman digunakan terhadap gaya dalam
aksial tekan maksimum yang terjadi pada batang tepi atas
kuda-kuda.

 Dimensi Pelat Kopel


Diketahui:
- Tebal pelat kopel (tp) = 6 mm
- Tinggi pelat (h) = 2b + T
= 2 (60) + 10
= 130 mm
- Cx = Cy = 18,5 mm
- a = 2 Cx + T
= 2 (18,5) + 10
= 47 mm

Gambar III.23 Rencana Dimensi Plat Kopel

Berdasarkan pasal E6 halaman 39 SNI-1729-2015, pelat kopel


direncanakan memiliki rasio kelangsingan seperti dibawah ini:

( KLr ) =( KLr )
m 0

Sehingga harus memenuhi kondisi berikut:

132
a
≤ 40
imin

Dimana:
a = Jarak antar konektor (mm)
imin= Radius girasi minimum dari setiap komponen (mm)

Untuk memenuhi kondisi diatas, maka jarak antar konektor


maksimum adalah:
amax
=40
i min
a max=40 ×i min
a max=40 ×13,5
a max=540 mm

Perencanaan pelat kopel pada batang tekan, berbeda


dikarenakan panjang elemen tekan yang di dapat berbeda-beda,
sehingga perlu dihitung per batang tekannya. Untuk
memudahkan analisa maka dibuatlah tabel sebagai berikut:

Panjang Gaya Jumlah Jumlah Jarak Gaya Yang


Elemen Dalam Medan Kopel Antar Dipikul
Nama
Vu =
Batang n=
L Pu n+1 L/n 0,02×Pu/(n
L/amax
+1)
AI 1250.000 1115.553 2 3 625.000 7.437
A'I' 1250.000 1115.554 2 3 625.000 7.437

Dari tabel di atas didapat bahwa, gaya yang dipikul oleh plat
kopel AI dan A’I’ dengan gaya sebesar 7,437 kg atau sebesar
72,957 N.

1. Menghitung kuat nominal pelat kopel berdasarkan gaya


terbesar yang dipikul oleh pelat kopel.

133
Berdasarkan SNI-1729-2015, pelat kopel harus cukup kaku
sehingga memenuhi syarat berikut:
Ip I
≥ 10 × min
a L1
1
2× × tp× bp3
12 I min
≥ 10×
a 625,000
1
2× × 6 ×bp 3
12 146000
≥10 ×
47 625,000
0,021277 bp3 ≥ 2336
bp ≥ 80 mm
Sehingga digunakan bp = 80 mm

Gambar III.24 Rencana Perletakan Pelat Kopel

4. Menghitung kuat geser nominal


bp kn × E
tp
≤ 1,1
√ fy
Dimana:
5
kn=5+
a
()b
5
kn=5+
47
( )
80
kn=13,5106
Sehingga:

134
bp kn × E
tp
≤ 1,1
√ fy
80 13,511× 200000
6
≤ 1,1
√ 240
13,333 ≤116,719
Maka kuat geser nominalnya adalah:
Vn = 2 × 0,6 × fy × Aw
= 2 × 0,6 × 240 × (80×6)
= 138240 N
 Vn = 0,9 × Vn
= 0,9 × 138240 N
= 124416 N

Kontrol:
Vu
<1
Vn
72,957
<1
124416
0,000586<1 (Memenuhi Syarat)

5. Kesimpulan
Pelat kopel yang direncanakan aman terhadap gaya tekan
maksimum yang terjadi pada kopel.

III.8.2 Perhitungan Dimensi Batang Tengah


Sebelum melakukan perhitungan dimensi batang tarik dan tekan
pada batang tepi bawah, terlebih dahulu merencanakan profil yang
akan digunakan pada batang berdasarkan faktor kelangsingan elemen
tarik.
Lo
¿ ≤ 300
ix
Dimana:
Lo = Panjang Elemen Batang (mm)

135
ix = Jari-jari girasi atau jari-jari kelembaman profil (mm)

Pada batang tengah, batang terpanjang terdapat pada batang


vertikal EF yaitu sepanjang 2,7978 m atau 2797,8 mm. Untuk
mendapatkan profil yang tidak terlalu langsing, maka diasumsikan
nilai  = 300.
Sehingga:
2797,8
ix=
300
i x =9,326 mm

Direncanakan profil kuda-kuda menggunakan 2L.65.65.11 dengan:


i x =19,1 mm ≥ 9,326 mm (Memenuhi
syarat)

Diketahui:
Data-data profil siku tunggal L.65.65.11
- h = 65 mm
- b = 65 mm
- t = 11 mm
- T = 10 mm
- qo = 10,3 kg/m
- Ao = 13,2 cm2
- Ixo = Iyo = 48,8 cm4
- ixo = iyo = 1,91 cm
- Sxo = Syo = 10,8 cm3
- Cx = Cy =2 cm
- Imin = 20,7 cm4
- Imax = 76,8 cm4
- imin = 1,25 cm
- imax = 2,42 cm
- Modulus Elastisitas (E) = 200000 MPa

136
- Modulus Geser (G) = 77200 MPa
- Mutu Baja = BJ-37 ; fy = 240 MPa
fu = 370 MPa

Dikarenakan profil yang digunakan adalah 2L.65.65.11, maka data


profil yang digunakan didalam perhitungan adalah:
- h = 65 mm
- b = 65 mm
- t = 11 mm
- T = 10 mm
- q = 2 × qo
= 2 × 10,3
= 20,6 kg/m
- A = 2 × Ao
= 2 × 13,2
= 26,4 cm2 = 2640 mm2
- Ix = 2 × Ixo
= 2 × 48,8
= 97,6 cm4 = 976000 mm4
T 2
- Iy = 2 ( Iyo + Ao ((y + ))
2
1
= 2 (97,6 + 11,1 ((2 + )2)
2
= 262,6 cm4 = 2626000 mm4
- ix = ixo
= 1,91 cm = 19,1 mm

Iy
- iy =
√ A

137
262,6
=
√ 26,4
= 3,1539 cm = 31,5388 mm
- Sx = 2 × Sxo
= 2 × 10,8
= 21,6 cm3 = 21600 mm3
Iy
- Sy =
b'
262,6
= 1
6,5+
2
= 37,5143 cm3 = 37514,29 mm3

Gambar III.25 Profil Kuda-kuda 2L.65.65.11

Berikut dibawah ini hasil analisa kombinasi pembebanan pada


batang tepi tengah:
Tabel III.5 Hasil Kombinasi Gaya Dalam Batang Tepi Tengah

Dari tabel diatas, perhitungan dimensi batang tarik dilakukan


pada batang BH dan batang tekan pada batang A’I’. Berikut dibawah
ini analisa perhitungan dimensi batang tarik dan batang tekan.

138
 Dimensi Batang Tarik Tengah
Penyelesaian:
1. Menghitung kuat leleh penampang tarik
Pn = fy × Ag
= 240 × 2640
= 633600 N

2. Menghitung kuat putus pada sambungan elemen tarik


a. Shear Lag (U)
Faktor shear lag (U) untuk sambungan pada komponen
struktur tarik diatur pada tabel D3.1 halaman 29 SNI 1729-
2015, sebelum menentukan faktor shear lag yang
digunakan, maka sambungan pada batang tarik harus
direncanakan terlebih dahulu. Berikut perhitungan
sambungan baut yang akan digunakan.
h. Estimasi jumlah baut yang direncanakan
Ru
n=
∅ × Rn
Dimana:
Rn = Kuat leleh baut yang direncanakan (N)
Ru = Gaya dalam aksial batang tarik maksimum (N)
= 14303,8919 N

139
n = Jumlah baut yang direncanakan
Rn = Fnv × Ab
Baut yang digunakan memiliki diameter 16 mm dan
memiliki mutu baut A325. Sehingga:
1
Ab= × π ×db 2
4
1
Ab= × π ×16 2
4
Ab=201,0619 mm2
Fnv = 372 MPa
Fnt = 620 MPa
Rn = 372 × 201,0619 x 2
= 149590,076 N
Maka:
Ru
n=
∅ × Rn
19121,3320
n=
0,75× 149590,0758
n=0,1704
Sehingga jumlah baut yang digunakan adalah 2 buah

Gambar III.25 Profil Kuda-kuda 2L.65.65.11

Berikut dibawah ini hasil Analisa kombinasi


pembebanan batang tengah :

140
Tabel III.5 Hasil Kombinasi Gaya Dalam Batang Tengah
21 BI - -1848.767
22 CH 192.335 -
29 DG 481.955 -
Batang
42 EF 1458.093 -
Vertikal
43 D'G' 426.685 -
44 C'H' 122.315 -
45 B'I' - -2866.883
Berikut dibawah ini Analisa perhitungan btang Tarik dan
tekan

 Dimensi Batang Tarik Tengah


Penyelesaian:
3. Menghitung kuat leleh penampang tarik
Pn = fy × Ag
= 240 × 2640
= 633600 N

4. Menghitung kuat putus pada sambungan elemen tarik


b. Shear Lag (U)
Faktor shear lag (U) untuk sambungan pada komponen
struktur tarik diatur pada tabel D3.1 halaman 29 SNI 1729-
2015, sebelum menentukan faktor shear lag yang
digunakan, maka sambungan pada batang tarik harus
direncanakan terlebih dahulu. Berikut perhitungan
sambungan baut yang akan digunakan.
- Estimasi jumlah baut yang direncanakan
Ru
n=
∅ × Rn
Dimana:
Rn = Kuat leleh baut yang direncanakan (N)
Ru = Gaya dalam aksial batang tarik maksimum (N)
= 19121,3320 N
n = Jumlah baut yang direncanakan

141
Rn = Fnv × Ab
Baut yang digunakan memiliki diameter 16 mm dan
memiliki mutu baut A325. Sehingga:
1
Ab= × π ×db 2
4
1
Ab= × π ×16 2
4
Ab=201,0619 mm2
Fnv = 372 MPa
Fnt = 620 MPa
Rn = 372 × 201,0619 x 2
= 149590,076 N
Maka:
Ru
n=
∅ × Rn
19121,3320
n=
0,75× 149590,0758
n=0,1704

Sehingga jumlah baut yang digunakan adalah 2 buah

Gambar III.26 Posisi Rencana Sambungan Baut

- Jarak tepi minimum (S1 dan S2)


Tabel III.6 Jarak Tepi Minimum

142
Diameter Baut (mm) Jarak Tepi Minimum (mm)
16 22
20 26
22 28
24 30
27 34
30 38
36 46
>36 1,25d
Diameter baut direncanakan sebesar 16 mm, sehingga
jarak tepi minimumnya adalah 22 mm.

- Spasi antar baut minimum (S)


Syarat spasi minimum antar as baut adalah 3 kali
diameter baut, sehingga 3d = 3 x 16 = 48 mm. Maka
jarak spasi minimum sebesar 48 mm.

Diambil perletakan baut seperti dibawah ini:

Gambar III.27 Rencana Sambungan Baut

Dari perencanaan sambungan baut diatas, didapat jumlah


baut yang digunakanan adalah 2 buat baut. Berdasarkan
tabel D3.1 halaman 29 SNI 1729-2015 jika sarana
penyambung yang digunakan lebih sedikit dari 3 sarana
penyambung maka faktor shear lag menggunakan rumus
pada kasus 2. Sehingga:

U =1−
L

143
20
U =1− =0,667
60

b. Menghitung luasan netto (An)


An = Ag – (n × Ølubang × t)
Øbaut = 16 mm
Ølubang = Øbaut + 2 mm = 16 +2 = 18 mm
Maka:
An = 2640– (2 × 18 × 11)
= 2244 mm2

c. Menghitung luasan efektif (Ae)


Ae = U × An = 0,667 × 2244
= 1496 mm2

d. Menghitung kuat putus nominal profil


Pn = fu × Ae = 370 × 1496 = 553520 N
3. Menghitung Block Shear
a. Identifikasi bidang geser dan bidang tarik

Gambar III.28 Identifikasi Bidang Geser dan Bidang Tarik

b. Nilai properties

144
Agv = 2 × (30+60) × t
= 2 × 90 × 11
= 1980 mm2
Agt = 2 × 30 × t
= 2 × 30 × 11
= 715 mm2
Anv = 2 × (90 – (1,5 × Ølubang)) × t
= 2 × (90 – (1,5 × 18)) × 11
= 1386 mm2
Ant = 2 × (30 – (0,5 × Ølubang)) × t
= 2 × (30 – (0,5 × 18)) × 11
= 517 mm2
c. Menghitung kuat putus pada bidang tarik dan geser
i. Putus Tarik
Pnt = fu × Ant = 370 × 517
= 191290 N
j. Putus Geser
Pnv = 0,6 × fu × Anv = 0,6 × 370 × 1386
= 307692 N
d. Klasifikasi block shear yang terjadi
Berdasarkan perhitungan sebelumnya, dapat dilihat bahwa
nilai putus tarik lebih kecil dari putus geser.
Putus Tarik < Putus Geser
191290 N < 307692 N

Sehingga kuat nominalnya adalah


Pn = (0,6 × fu × Anv + fy × Agt)
= (0,6 × 370 ×1386 + 240 × 715)
= 479292 N

4. Kontrol Kelangsingan Elemen Tarik


Lo
¿ ≤ 300
ix

145
2671,3721
¿ ≤300
19,1
¿ 139,8624 ≤ 300 (Memenuhi Syarat)

5. Kontrol Kuat Elemen Tarik


a. Kontrol Kuat Leleh
 × Pn ≥ Pu
0,9 × 5633600 N ≥ 14303,892 N
570240 N ≥ 14303,892 N (Memenuhi Syarat)

b. Kontrol Kuat Tarik


 × Pn ≥ Pu
0,75 × 553520 N ≥ 14303,892 N
415140 N ≥ 14303,892 N (Memenuhi Syarat)

c. Kontrol Block Shear


 × Pn ≥ Pu
0,75 × 479292 N ≥ 14303,892 N
359469 N ≥ 14303,892 N (Memenuhi Syarat)
6. Kesimpulan
Maka profil 2L.65.65.11 aman digunakan terhadap gaya
dalam aksial tarik maksimum yang terjadi pada batang tengah
kuda-kuda

 Dimensi Batang Tekan


Penyelesaian:
1. Analisa kelangsingan penampang elemen tekan
Berdasarkan tabel B4.1a halaman 17-18 SNI-1729-2015
analisa kelangsingan elemen tekan pada profil 2L adalah:
b E
t
≤ 0,45 ×

fy

146
65 200000
11
≤ 0,45 ×

240
6 ≤ 12,9904
Bila (b/t) ≤  maka penampang tergolong tidak langsing dan
memenuhi syarat.

2. Analisa kategori kondisi penampang berdasarkan Tabel E1.1


halaman 34 SNI-1729-2015.
a. Bentuk profil : 2L.65.65.11
b. Kategori penampang : tidak langsing
c. Keadaan batas : tekuk lentur dan tekuk lentur-
torsi
Sehingga analisa yang harus dilakukan adalah pada tekuk
lentur dan tekuk lentur-torsi, berdasarkan pasal E3 dan
E4 SNI-1729-2015.

3. Menghitung Fcr sesuai dengan kondisi batas di atas


a. Tekuk Lentur
Analisa kelangsingan elemen batang pada tiap sumbu:
Sumbu x:
K × L x 1× 556,536
❑x = = =29,138
rx 19,1
Sumbu y:
K × L y 1 ×556,536
❑y= = =17,646
ry 31,5388
Dari analisa sumbu x dan sumbu y diatas, maka diambil
nilai yang terbesar yaitu ❑x =29,138 . Hal ini menandakan
bahwa sumbu x merupakan sumbu yang lebih dominan
mengalami tekuk lentur dari pada sumbu y sehingga yang
di pakai untuk analisa selanjutnya adalah sumbu x.
Pengecekan syarat sesuai dengan pasal E3:
K× L E
r
≤ 4,71×
fy√
147
200000
29,138 ≤ 4,71×
√ 240
29,138 ≤136,832

Sehingga nilai fcr yang digunakan adalah:


fy
f cr =( 0,658 )× fy fe

Nilai fe:
π 2 E π 2 ×200000
f e= = =2324,932 MPa
KL 2 29 ,138²
( )r
Maka nilai fcr-nya adalah:
fy
( )
f cr = 0,658 fe × fy
240
f cr =( 0,658 ) ×240=229,851 MPa
2324,932

b. Tekuk Lentur-Torsi
Berdasarkan pasa E4 penampang siku ganda atau Tee,
menggunakan rumus fcr sebagai berikut:

fcr= ( f 2+Hf ) × [ 1−√ 1− 4 f( f ×+ff ×) H ]


cry crz cry

cry
crz

crz
2

Untuk menyelesaikan persamaan diatas, terlebih dahulu


menghitung parameter-parameter dibawah ini:
- Menghitung fcry : Berdasarkan pasal E4 nilai fcry diambil
sama dengan fcr pada analisa tekuk lentur dengan
mengacu pada sumbu-y penampang siku ganda.
K × Ly E
ry
≤ 4,71×
fy √
1× 556,536 200000
31,5388
≤ 4,71 ×
240 √
17,646 ≤135,677

Sehingga nilai fcry yang digunakan adalah:


fy
f cry =(0,658 ) × fy fe

148
Nilai fe:
π2 E π 2 × 200000
f e= = =6339,197 MPa
K Ly 2 17,6462
( )ry

Maka nilai fcr-nya adalah:


fy
f cry =(0,658 ) × fy fe

240
f cry =(0,658 ) × 240
6339,197

f cry =236,2269 MPa

- Menghitung fcrz
G×J
f crz=
Ag× ŕ 2o
Diperlukan parameter pendukung antara lain
t 11
d ' =b ' =d− =65− =59,5 mm
2 2
( d ' ) × t3 ( 59,5 ) ×11 3
J=2× ( 3 ) (
=2 ×
3 )
¿ 105592,667 mm4
2 2 2 I x+ I y
ŕ o =x o+ y o +
Ag
11 976000+2626000
ŕ 2o =0+ 20− ( 2
²+) 2640
ŕ 2o =1574,644
Maka nilai fcrz adalah:
G×J
f crz=
Ag× ŕ 2o
77200 ×105592,667
f crz=
2640 ×1574,644

149
f crz=1960,9421 MPa

- Menghitung H
x 2o + y 2o
H=1− 2
ŕ o
11
H=1−
2 (
0+ 20−
² )
1574,644
H=0,866

Setelah semua parameter telah dihitung maka nilai fcr adalah:

fcr= ( f 2+Hf ) × [ 1−√ 1− 4 f( f ×+ff ×) H ]


cry crz cry

cry
crz

crz
2

fcr= ( 236,227+1960,942
2 ×0,866 ) [ √ (236,227+1960,942) ]
× 1− 1−
4 ×236,227 × 1960,942× 0,866
2

fcr=232,068 MPa
4. Menghitung kuat nominal batang tekan
Dari perhitungan diatas diperoleh nilai fcr sebagai berikut:
- Fcr tekuk lentur : 229,851 MPa
- Fcr tekuk lentur-torsi : 232,068 MPa
Karena Fcr tekuk lentur < Fcr tekuk lentur-torsi, maka tekuk
yang terjadi pada batang tekan adalah tekuk lentur. Sehingga
kuat tekan nominalnya adalah:

Pn = Fcr × Ag
= 229,851 × 2640
= 606807,4 N

Kontrol terhadap gaya tekan maksimum (Pu)


 × Pn ≥ Pu
0,9 × 606807,4 N ≥ 28124,12 N
546126,6 N ≥ 28124,2 N (Memenuhi Syarat)

150
5. Kesimpulan
Maka profil 2L.65.65.11 aman digunakan terhadap gaya dalam
aksial tekan maksimum yang terjadi pada batang tengah kuda-
kuda.

 Dimensi Pelat Kopel


Diketahui:
- Tebal pelat kopel (tp) = 6 mm
- Tinggi pelat (h) = 2b + T
= 2 (65) + 10
= 140 mm
- Cx = Cy =20 mm
- a = 2 Cx + T
= 2 (20) + 10
=50 mm

Gambar III.29 Rencana Dimensi Plat Kopel

Berdasarkan pasal E6 halaman 39 SNI-1729-2015, pelat kopel


direncanakan memiliki rasio kelangsingan seperti dibawah ini:

( KLr ) =( KLr )
m 0

151
Sehingga harus memenuhi kondisi berikut:
a
≤ 40
imin

Dimana:
a = Jarak antar konektor (mm)
imin= Radius girasi minimum dari setiap komponen (mm)
Untuk memenuhi kondisi diatas, maka jarak antar konektor
maksimum adalah:
amax
=40
i min
a max=40 ×i min
a max=40 ×12,5
a max=500 mm

Perencanaan pelat kopel pada batang tekan, berbeda


dikarenakan panjang elemen tekan yang di dapat berbeda-beda,
sehingga perlu dihitung per batang tekannya. Untuk
memudahkan analisa maka dibuatlah tabel sebagai berikut:
Panjang Gaya Jumlah Jumlah Jarak Gaya Yang
Elemen Dalam Medan Kopel Antar Dipikul Oleh
Nama
Batang n= Vu =
L Pu n+1 L/n
L/amax 0,02×Pu/(n+1)

BI 556.536 1848.767 2 3 278.268 12.325


B'I' 556.536 2866.883 2 3 278.268 19.113
HI 2053.641 1296.994 5 6 410.728 4.323
CG 2189.273 781.804 5 6 437.855 2.606
DF 2734.792 1164.842 6 7 455.799 3.328
D'F' 2734.792 1095.746 6 7 455.799 3.131
C'G' 2189.273 605.685 5 6 437.855 2.019
H'I' 2053.641 1199.608 5 6 410.728 3.999

Dari tabel di atas didapat bahwa, gaya yang dipikul oleh plat
kopel terbesar terdapat di batang B’I’ dengan gaya sebesar
33.544 kg atau sebesar 239.0644 N. Maka batang yang
digunakan untuk analisa dimensi pelat kopel adalah pada batang
B’I’.

152
1. Menghitung kuat nominal pelat kopel berdasarkan gaya
terbesar yang dipikul oleh pelat kopel.
Berdasarkan SNI-1729-2015, pelat kopel harus cukup kaku
sehingga memenuhi syarat berikut:
Ip I
≥ 10 × min
a L1
1
2× × tp× bp3
12 I min
≥ 10×
a 278,268
1
2× × 6 ×bp 3
12 146000
≥10 ×
50 278,268
0,020 bp3 ≥ 7438,874
bp ≥ 71,9160 mm
Sehingga digunakan bp = 80 mm

Gambar III.19 Rencana Perletakan Pelat Kopel

2. Menghitung kuat geser nominal


bp kn × E
tp
≤ 1,1
√ fy
Dimana:
5
kn=5+
a
()b

153
5
kn=5+
50
( )80
kn=13
Sehingga:
bp kn × E
tp
≤ 1,1
√ fy
80 13× 200000
6
≤ 1,1
√ 240
13,333 ≤114,492

Maka kuat geser nominalnya adalah:


Vn = 2 × 0,6 × fy × Aw
= 2 × 0,6 × 240 × (80×6)
= 138240 N

 Vn = 0,9 × Vn
= 0,9 × 138240 N
= 124416 N

Kontrol:
Vu
<1
Vn
187,494
<1
124416
0,001507<1 (Memenuhi Syarat)

3. Kesimpulan
Pelat kopel yang direncanakan aman terhadap gaya tekan
maksimum yang terjadi pada kopel.

154
BAB IV
PERENCANAAN SAMBUNGAN

IV.1 Syarat Perencanaan Sambungan Baut


Menurut SNI 1729-2015 mengenai perencanaan baut, butir mengenai
perencanaan baut menyatakan bahwa suatu baut yang memiliki gaya
terfaktor (Ru) harus memenuhi:
Ru ≤ ϕ.Rn
Dimana :
Ru = Gaya Terfaktor (kN)
Rn = Kuat Nominal Baut (kN)
ϕ = Faktor Reduksi Kekuatan (0,75)

IV.2 Tata Letak Baut


Tata letak baut diatur pada pasal J3 SNI 1729-2015 halaman 123.
Berikut aturan jarak tepi baut dan spasi antar baut yang di atur di dalam SNI
1729-2015 halaman 123:
 Spasi Antar Baut
Jarak antara pusat-pusat standar, ukuran berlebih, atau lubang-lubang
slot tidak boleh kurang dari 2 2/3 kali diameter nominal, d, dari
pengencang, jarak 3d lebih disarankan untuk digunakan. Sedangkan
spasi maksimum antara baut yang terdiri dari suatu pelat dan suatu

155
profil atau dua pelat pada kontak menerus dibagi menjadi 2 kondisi
sebagai berikut:
a. Untuk komponen struktur dicat atau komponen struktur tidak dicat
yang tidak menahan korosi, spasi tersebut tidak boleh melebihi 24
kali ketebalan dari bagian tertipis atau tidak boleh melebihi 305 mm.
b. Untuk komponen struktur yang tidak dicat dari baja yang
berhubungan dengan cuaca yang menahan korosi atmospheric, spasi
tidak boleh melebihi 14 kali ketebalan dari bagian tertipis atau tidak
boleh melebihi 180 mm.

 Jarak Tepi Baut


Jarak dari pusat lubang standar ke suatu tepi dari suatu bagian yang
disambung pada setiap arah tidak boleh kurang dari nilai yang berlaku
dari Tabel J3.4 atau Tabel J3.4M, atau seperti yang disyaratkan dalam
pasal J3.10.
Tabel IV.1 Jarak tepi minimum, dari pusat lubang standar ke tepi dari
bagian yang disambunng (Inch)

Tabel IV.2 Jarak tepi minimum, dari pusat lubang standar ke tepi dari
bagian yang disambunng (mm)

156
Sedangkan jarak maksimum dari pusat setiap baut ke tepi terdekat dari
bagian-bagian dalam kontak tidak boleh melebihi 12 kali ketebalan dari
bagian yang disambungan atau tidak boleh melebihi 150 mm.

IV.3 Analisa Perhitungan Sambungan Baut


Pada perhitungan sambungan ini titik buhul yang digunakan untuk
analisa perhitungan adalah pada titik buhul D, E dan F. Ada 2 analisa
perhitungan sambungan yaitu perhitungan sambungan pada titik buhul, dan
perhitungan sambungan pada pelat kopel. Berikut dibawah ini perhitungan
sambungan pada titik buhul dan sambungan pada pelat kopel.
A. Sambungan Titik Buhul B

Diketahui:
Profil Batang AB = 2L.70.70.11

157
Profil Batang BC = 2L.70.70.11
Profil Batang BI = 2L.65.65.11
Profil Batang BH = 2L.60.60.11
Mutu Baut = A325 ; Fnt = 620 MPa
Fnv = 372 MPa
Mutu Profil Baja = BJ-37 ; Fy = 240 MPa
Fu = 370 MPa
Tebal Pelat Buhul = 10 mm
Diameter Baut (Øb) = 16 mm
Diameter Lubang (Øl) = 16+2 = 18 mm
Gaya Batang (kg)
Nama Batang
Gaya Tarik Gaya Tekan
AB 1216.848
BC - -3762.9248
BI -1848.7673
BH 5231.9726

Penyelesaian:
1. Analisa Pengaruh Critical Slip (Slip Kritis)
Rn=μ × D u ×h f ×T b × n s
Dimana:
μ = Koefisien Slip rata-rata untuk permukaan sambungan (0,3
untuk sambungan kelas A dan 0,5 untuk kelas B) diambil 0,3
untuk kelas A
D u = 1,13; Rasio rata-rata pratarik baut terhadap pratarik minimal
yang disyaratkan
T b = Gaya tarik minimum yang diperoleh dari Tabel J3.1 (SNI 1729-
2015;
Halaman 124)

Tabel IV.3 Gaya Pratarik Baut Minimum

158
h f = Faktor pengisi sebesar 1,0 (lebih detail lihat SNI 1729-2015;
Pasal J3.8)
n s = Jumlah bidang yang bersentuhan pada sambungan, karena
menggunakan profil siku ganda maka terdapat 2 bidang geser

Sehingga :
Rn=μ × D u ×h f ×T b × n s
Rn=0,3 ×1,13 × 1× 91000× 2
Rn=61698 N

2. Analisa Kuat Baut


Pada sambungan elemen kuda-kuda, sambungan ini tergolong ke
dalam tipe geser, sehingga:
Rn=F nv × Ab
Dengan:
1
Ab= × π × Øb 2
4
1
Ab= × π ×16 2
4
Ab=201,143 mm2
Karena digunakan profil ganda maka Ab yang digunakan dikali 2.
Rn=F nv ×2 × Ab
Rn=372 ×2 ×201,143=149590,076 N

3. Menentukan Jumlah baut yang digunakan

159
Dari perhitungan sebelumnya didapat:
Rn Slip Kritis = 61698 N
Rn Kuat Baut =149590,076 N
Maka digunakan nilai Rn yang terkecil yaitu sebesar 61698 N
- Batang AB
Gaya Aksial = 1216,848 kg = 1937,2789 N
Pu 1937,28
Jumlah baut = = = 0,2579  2 baut
Ø × Rn 0,75× 61698
- Batang BC
Gaya Aksial = 3762,9248 kg = 36914,2927 N
Pu 36914,2789
Jumlah baut = = = 0,79774  2 baut
Ø × Rn 0,75× 61698
- Batang BI
Gaya Aksial = 1848,7673 kg = 18136,4068 N
Pu 18136,4068
Jumlah baut = = = 0,39193  2 baut
Ø × Rn 0,75× 61698
- Batang BH
Gaya Aksial = 5231,9726 kg = 51325,6512 N
Pu 51325,6512
Jumlah baut = = = 1,10918  2 baut
Ø × Rn 0,75× 61698
4. Analisa Block Shear
Sesuai dengan penjelasan tata letak baut diatas, dengan diameter
baut 16 mm maka:
- Jarak tepi minimum = 22 mm
- Spasi antar baut minimum = 3d = 3 (16) = 48 mm
Sehingga diambil perletakan seperti gambar dibawah ini:
 Batang CD dan Batang DE

Gambar IV.1 Perletakan Sambungan Baut Pada Batang CD dan


DE

160
Nilai Properties:
Agv = (60+60) × t = (60+60) × 11 = 1320 mm2
Agt = 35 × t = 35 × 11 = 385 mm2
Anv = [(60+60) - (1,5× Ølubang)] × t
= [(60+60) - (1,5× 18)] × 11
= 1023 mm2
Ant = [35- (0,5× Ølubang)] × t
= [35- (0,5× 18)] × 11
= 286 mm2

Menghitung Kuat Geser Blok


Rn 1=( 0,6 ×f u × A nv ) + ( Ubs× f u × A nt )
Rn 2=( 0,6 × f y × A gv ) + ( Ubs × f u × A nt )
Karena gaya aksial yang terjadi merata, maka Ubs = 1, sehingga:
Rn 1=( 0,6 × 370× 1023 ) + ( 1× 370 ×286 )
Rn 1=332926 N
Rn 2=( 0,6 × 240 ×1320 ) + ( 1× 370 ×286 )
Rn 2=332530 N
Karena Rn1 > Rn2 maka nilai Rn yang digunakan adalah Rn2 yaitu
sebesar 332530 N
Kontrol syarat kekuatan:
∅ × Rn≥ Ru
 Batang AB
Ru = 11937,2789 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×332530 ≥ 11937,2789 N
249397,5 N ≥ 11937,2789 N (Memenuhi
syarat)
 Batang BC
Ru = 36914,2927 N
∅ × Rn≥ Ru

161
0,75 ×332530 ≥ 36914,2927 N
249397,5 N ≥ 36914,2927 N (Memenuhi
syarat)

 Batang BI dan Batang BC

Gambar IV.2 Perletakan Sambungan Baut Pada Batang BI dan


BC
Nilai Properties:
Agv = (30+60) × t = (30+60) × 11 = 990 mm2
Agt = 32,5 × t = 32,5 × 11 = 357,5 mm2
Anv = [(30+60) - (1,5× Ølubang)] × t
= [(30+60) - (1,5× 18)] × 11
= 693 mm2
Ant = [32,5 - (0,5× Ølubang)] × t
= [32,5 - (0,5× 18)] × 11
= 258,5 mm2

Menghitung Kuat Geser Blok


Rn 1=( 0,6 ×f u × A nv ) + ( Ubs× f u × A nt )
Rn 2=( 0,6 × f y × A gv ) + ( Ubs × f u × A nt )
Karena gaya aksial yang terjadi merata, maka Ubs = 1, sehingga:
Rn 1=( 0,6 × 370× 693 ) + ( 1 ×370 ×258,5 )
Rn 1=249084 N
Rn 2=( 0,6 × 240 ×990 ) + ( 1 ×370 ×258,5 )
Rn 2=274835 N
Karena Rn1 < Rn2 maka nilai Rn yang digunakan adalah Rn1 yaitu
sebesar 249084 N

162
Kontrol syarat kekuatan:
∅ × Rn≥ Ru
 Batang BI
Ru = 18136,4068 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×249084 ≥ 18136,4068 N
187118,3 N ≥18136,4068 N (Memenuhi
syarat)
 Batang BH
Ru = 51325,6512 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×249084 ≥ 51325,6512 N
187118,3 N ≥51325,6512 N (Memenuhi
syarat)

5. Menghitung Bearing Strength (Kuat Tumpu)


 Batang AB dan Batang BC

Gambar IV.3 Analisa Bearing Strength Pada Batang CD dan


Batang DE

Rn=1,2 ×lc ×t × f u ≤ 2,4 × db× t × f u


Karena terdapat 2 lubang, maka:
- Baut no. 1

163
Rn=1,2 ×lc ×t × f u ≤ 2,4 × db× t × f u

( ∅2l )× 11 ×370 ≤2,4 ×16 ×11 ×370


Rn=1,2 × 60−

18
Rn=1,2 ×( 60− ) ×11 × 370≤ 2,4 ×16 × 11 ×370
2
Rn=249084 N ≤ 156288 N
Maka digunakan: Rn = 156288 N

- Baut no. 2
Rn=1,2 ×lc ×t × f u ≤ 2,4 × db× t × f u
Rn=1,2 × ( 60−Øl ) ×11 ×370 ≤ 2,4 ×16 × 11× 370
Rn=1,2 × ( 60−18 ) × 11 ×370 ≤ 2,4 ×16 ×11 × 370
Rn=205128 N ≥156288 N
Maka digunakan: Rn = 156288 N

Rn total = Rn1 + Rn2


= 156288 N + 156288 N
= 312576 N

Kontrol syarat kekuatan:


∅ × Rn≥ Ru
 Batang AB
Ru = 11937,2789 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×312576 ≥ 11937,2789 N
234432 N ≥ 11937,2789 N (Memenuhi syarat)
 Batang BC
Ru = 36914,2927 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×312576 ≥ 36914,2927 N
234432 N ≥ 36914,2927 N (Memenuhi syarat)

164
 Batang BI dan Batang BH

Gambar IV.4 Analisa Bearing Strength Pada Batang DE dan


Batang DF

Rn=1,2 ×lc ×t × f u ≤ 2,4 × db× t × f u


Karena terdapat 2 lubang, maka:
- Baut no. 1
Rn=1,2 ×lc ×t × f u ≤ 2,4 × db× t × f u

( ∅2l )× 11 ×370 ≤2,4 × 16 ×11 ×370


Rn=1,2 × 30−

18
Rn=1,2 ×( 30− ) ×11 × 370≤ 2,4 ×16 × 11 ×370
2
Rn=102564 N ≤ 156288 N
Maka digunakan: Rn = 102564 N

- Baut no. 2
Rn=1,2 ×lc ×t × f u ≤ 2,4 × db× t × f u
Rn=1,2 × ( 60−Øl ) ×11 ×370 ≤ 2,4 ×16 × 11× 370
Rn=1,2 × ( 60−18 ) × 11 ×370 ≤ 2,4 ×16 ×11 × 370
Rn=205128 N ≥156288 N
Maka digunakan: Rn = 156288 N

Rn total = Rn1 + Rn2


= 102564 N + 156288 N
= 258852 N

165
Kontrol syarat kekuatan:
∅ × Rn≥ Ru
 Batang BI
Ru = 18136,4 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×258852 ≥18136,4 N
194139 N ≥ 18136,4 N (Memenuhi syarat)
 Batang DF
Ru = 51325,65 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×258852 ≥51325,65 N
194139 N ≥ 51325,65 N (Memenuhi syarat)

6. Menghitung Kuat Elemen Dalam Geser


 Batang AB dan Batang BC
Rn=0,6 × f y × A gv
Rn=0,6 × 240× 1320
Rn=190080 N

Kontrol syarat kekuatan:


∅ × Rn≥ Ru
 Batang AB
Ru = 11937,2789 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×190080 ≥ 11937,2789 N
142560 N ≥ 11937,2789 N (Memenuhi syarat)
 Batang BC
Ru = 36914,2927 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×190080 ≥ 36914,2927 N
142560 N ≥ 36914,2927 N (Memenuhi syarat)

166
 Batang BI dan Batang BH
Rn=0,6 × f y × A gv
Rn=0,6 × 240× 990
Rn=142560 N

Kontrol syarat kekuatan:


∅ × Rn≥ Ru
 Batang BI
Ru = 18136,4 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×142560 ≥ 18136,4 N
106920 N ≥ 18136,4 N (Memenuhi syarat)

 Batang DF
Ru = 51325,65 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×142560 ≥ 51325,65 N
106920 N ≥ 51325,65 N (Memenuhi syarat)

7. Kontrol Pelat Buhul Penyambung

167
Gambar IV.5 Sambungan Pada Titik Buhul B

Gaya yang berkerja:


CD = 4417,2315 kg
DE = 3321,4496 kg
DG = 607,6126 kg
DF = 1370,3317 kg

 Tinjau Potongan A-A

Gambar IV.6 Potongan A-A Pada Sambungan Titik Buhul D

Diketahui:
Mutu Baja Pelat = BJ-37 ; fy = 240 MPa
fu = 370 MPa
Diameter Baut = 16 mm
Diameter Lubang = 16 + 2 = 18 mm
h = 60 + 60 + 60 + 20 + 60 + 60 + 60

168
= 380 mm
Tebal Pelat Buhul = 10 mm
e = 130 mm
Fnetto = (h × tpelat) – 4 × ((Dlubang × tpelat))
= (380 × 10) – 4 × ((18 × 10))
= 3080 mm2

- Total gaya sejajar pelat (D)


D = BIx + BHx + BC – AB
= BI Cos 66o + BH Cos 24o + BC – AB
= 1848,77 × Cos 66o + 5231,973 × Cos 24o + 3762,92 –
1216,85
= 4540,671 kg
= 44543,98 N
- Total gaya tegak lurus pelat (N)
N = BHy + BIy
= BH Sin 24o + BI Sin 66o
= 5231,973 × Sin 24o + 1848,77 × Sin 66o
= 3816,9706 kg
= 5531,606 N

- Momen yang terjadi pada pelat buhul


M =N×e
= 5531,606 × 130
= 719108,08 N.mm

- Momen Inersia Pelat Buhul Netto


1 1
I netto=
12
× tp× h3−2 × (
12
× tp × Dl 3 +tp × Dl ×e 2 )
1 1
I netto=
12
× 10× 3803−2 ×
12(× 10 ×183 +10 ×18 ×1302 )
I netto=33539226,7mm 4

169
- Tegangan Normal
N 5531,606 N
σN = = =1,7959
F netto 3080 mm2

- Tegangan Lentur
1 1
M × ×h 719108,8 × ×380
2 2 N
σM = = =33,01888
I netto 33539226,7 mm2

- Tegangan Geser
3 D 3 44543,98 N
τ= × = × =21,6935
2 Fnetto 2 3080 mm2
τ < 0,6 × fu
N N
21,6935 2
<0,6 × 370
mm mm2
N N
21,6935 2
<222 (Memenuhi Syarat)
mm mm2

- Tegangan Tarik Maksimum


N
σ =σN + σM =1,7959+ 33,0188=34,8148
mm2
N N
σ < fu → 34,8148 2
<370
mm mm2

- Tegangan Idiil
σ i =√ σ N 2+ σM 2

σ i =√ 1,7959 2+33,0188 2
N
σ i =33,0677
mm 2
N N
σ i < fu → 33,0677 2
<370
mm mm2

170
B. Sambungan Titik Buhul E

Diketahui:
Profil Batang DE = 2L.70.70.11
Profil Batang D’E = 2L.70.70.11
Profil Batang EF = 2L.65.65.11
Mutu Baut = A325 ; Fnt = 620 MPa
Fnv = 372 MPa
Mutu Profil Baja = BJ-37 ; Fy = 240 MPa
Fu = 370 MPa
Tebal Pelat Buhul = 10 mm
Diameter Baut (Øb) = 16 mm
Diameter Lubang (Øl) = 16+2 = 18 mm

Gaya Batang (kg)


Nama Batang
Gaya Tarik Gaya Tekan
DE - -2292.143751
D'E - -2274.42996
EF 1458.09296 -

Penyelesaian:
1. Analisa Pengaruh Critical Slip (Slip Kritis)
Rn=μ × D u ×h f ×T b × n s
Dimana:
μ = Koefisien Slip rata-rata untuk permukaan sambungan (0,3 untuk
sambungan kelas A dan 0,5 untuk kelas B) diambil 0,3 untuk
kelas A

171
Du = 1,13; Rasio rata-rata pratarik baut terhadap pratarik minimal
yang disyaratkan
T b = Gaya tarik minimum yang diperoleh dari Tabel J3.1 (SNI 1729-
2015;
Halaman 124)
Tabel IV.3 Gaya Pratarik Baut Minimum

h f = Faktor pengisi sebesar 1,0 (lebih detail lihat SNI 1729-2015;


Pasal J3.8)
n s = Jumlah bidang yang bersentuhan pada sambungan, karena
menggunakan profil siku ganda maka terdapat 2 bidang geser

Sehingga :
Rn=μ × D u ×h f ×T b × n s
Rn=0,3 ×1,13 × 1× 91000× 2
Rn=61698 N

2. Analisa Kuat Baut


Pada sambungan elemen kuda-kuda, sambungan ini tergolong ke
dalam tipe geser, sehingga:
Rn=F nv × Ab
Dengan:
1
Ab= × π × Øb 2
4
1
Ab= × π ×16 2
4
Ab=201,143 mm2
Karena digunakan profil ganda maka Ab yang digunakan dikali 2.

172
Rn=F nv ×2 × Ab
Rn=372 ×2 ×201,143=149590,076 N

3. Menentukan Jumlah baut yang digunakan


Dari perhitungan sebelumnya didapat:
Rn Slip Kritis = 61698 N
Rn Kuat Baut =149590,076 N
Maka digunakan nilai Rn yang terkecil yaitu sebesar 61698 N
- Batang DE
Gaya Aksial = 2292,1438 kg = 22485,9 N
Pu 22485,9
Jumlah baut = = = 0,4859  2
Ø × Rn 0,75× 149590,076
baut
- Batang D’E
Gaya Aksial = 2274,4299 kg = 22312,2 N
Pu 22312,2
Jumlah baut = = = 0,4821  2
Ø × Rn 0,75× 149590,076
baut
- Batang EF
Gaya Aksial = 11458,0930 kg = 14303,89 N
Pu 14303,89
Jumlah baut = = = 0,30911  2
Ø × Rn 0,75× 149590,076
baut

4. Analisa Block Shear


Sesuai dengan penjelasan tata letak baut diatas, dengan diameter
baut 16 mm maka:
- Jarak tepi minimum = 22 mm
- Spasi antar baut minimum = 3d = 3 (16) = 48 mm

Sehingga diambil perletakan seperti gambar dibawah ini:


 Batang DE dan Batang D’E

173
Gambar IV.7 Perletakan Sambungan Baut Pada Batang DE dan
D’E

Nilai Properties:
Agv = (60+60) × t = (60+60) × 11 = 1320 mm2
Agt = 35 × t = 35 × 11 = 385 mm2
Anv = [(60+60) - (1,5× Ølubang)] × t
= [(60+60) - (1,5× 18)] × 11
= 1320 mm2
Ant = [35- (0,5× Ølubang)] × t
= [35- (0,5× 18)] × 11
= 385 mm2

Menghitung Kuat Geser Blok


Rn 1=( 0,6 ×f u × A nv ) + ( Ubs× f u × A nt )
Rn 2=( 0,6 × f y × A gv ) + ( Ubs × f u × A nt )
Karena gaya aksial yang terjadi merata, maka Ubs = 1, sehingga:
Rn 1=( 0,6 × 370× 1023 ) + ( 1× 370 ×286 )
Rn 1=332926 N
Rn 2=( 0,6 × 240 ×1320 ) + ( 1× 370 ×286 )
Rn 2=332530 N
Karena Rn1 > Rn2 maka nilai Rn yang digunakan adalah Rn2 yaitu
sebesar 332530 N
Kontrol syarat kekuatan:
∅ × Rn≥ Ru
 Batang DE

174
Ru = 22485,9 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×332530 ≥ 22485,9 N
249397,5 N ≥ 22485,9 N (Memenuhi syarat)
 Batang D’E
Ru = 32827,3623 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×332530 ≥ 32827,3623 N
249397,5 N ≥ 32827,3623 N (Memenuhi syarat)

 Batang EF

Gambar IV.8 Perletakan Sambungan Baut Pada Batang EF

Nilai Properties:
Agv = (30+60) × t = (30+60) × 11 = 990 mm2
Agt = 32,5 × t = 32,5 × 11 = 357,5 mm2
Anv = [(30+60) - (1,5× Ølubang)] × t
= [(30+60) - (1,5× 18)] × 11
= 693 mm2
Ant = [32,5- (0,5× Ølubang)] × t
= [32,5- (0,5× 18)] × 11
= 258,5 mm2

Menghitung Kuat Geser Blok


Rn 1=( 0,6 ×f u × A nv ) + ( Ubs× f u × A nt )
Rn 2=( 0,6 × f y × A gv ) + ( Ubs × f u × A nt )
Karena gaya aksial yang terjadi merata, maka Ubs = 1, sehingga:

175
Rn 1=( 0,6 × 370× 693 ) + ( 1 ×370 ×258,5 )
Rn 1=249491 N
Rn 2=( 0,6 × 240 ×990 ) + ( 1 ×370 ×258,5 )
Rn 2=274835 N
Karena Rn1 > Rn2 maka nilai Rn yang digunakan adalah Rn2 yaitu
sebesar 249491 N

Kontrol syarat kekuatan:


∅ × Rn≥ Ru
 Batang EF
Ru = 14303,89 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×249491 ≥14303,89 N
187118,3 N ≥14303,89 N (Memenuhi syarat)

5. Menghitung Bearing Strength (Kuat Tumpu)


 Batang DE dan Batang D’E

Gambar IV.9 Analisa Bearing Strength Pada Batang CD dan


Batang DE

Rn=1,2 ×lc ×t × f u ≤ 2,4 × db× t × f u


Karena terdapat 2 lubang, maka:

176
- Baut no. 1
Rn=1,2 ×lc ×t × f u ≤ 2,4 × db× t × f u

( ∅2l )× 11 ×370 ≤2,4 ×16 ×11 ×370


Rn=1,2 × 60−

18
Rn=1,2 ×( 60− ) ×11 × 370≤ 2,4 ×16 × 11 ×370
2
Rn=249084 N ≤ 156288 N
Maka digunakan: Rn = 156288 N

- Baut no. 2
Rn=1,2 ×lc ×t × f u ≤ 2,4 × db× t × f u
Rn=1,2 × ( 60−Øl ) ×11 ×370 ≤ 2,4 ×16 × 11× 370
Rn=1,2 × ( 60−18 ) × 11 ×370 ≤ 2,4 ×16 ×11 × 370
Rn=249084 N ≥ 156288 N
Maka digunakan: Rn = 156288 N

Rn total = Rn1 + Rn2


= 156288 N + 156288 N
= 312576 N

Kontrol syarat kekuatan:


∅ × Rn≥ Ru
 Batang DE
Ru = 32583,4204 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×312576 ≥ 22485,93 N
234432 N ≥ 22485,93 N (Memenuhi syarat)
 Batang D’E
Ru = 22312,158 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×312576 ≥ 22312,158 N

177
234432 N ≥ 22312,158 N (Memenuhi syarat)

 Batang EF

Gambar IV.10 Analisa Bearing Strength Pada Batang DE dan


Batang DF

Rn=1,2 ×lc ×t × f u ≤ 2,4 × db× t × f u


Karena terdapat 2 lubang, maka:
- Baut no. 1
Rn=1,2 ×lc ×t × f u ≤ 2,4 × db× t × f u

178
( ∅2l )× 11 ×370 ≤2,4 × 16 ×11 ×370
Rn=1,2 × 30−

18
Rn=1,2 ×( 30− ) ×11 × 370≤ 2,4 ×16 × 11 ×370
2
Rn=102564 N ≤ 156288 N
Maka digunakan: Rn = 102564 N
- Baut no. 2
Rn=1,2 ×lc ×t × f u ≤ 2,4 × db× t × f u
Rn=1,2 × ( 60−Øl ) ×11 ×370 ≤ 2,4 ×16 × 11× 370
Rn=1,2 × ( 60−18 ) × 11 ×370 ≤ 2,4 ×16 ×11 × 370
Rn=205128 N ≥156288 N
Maka digunakan: Rn = 156288 N

Rn total = Rn1 + Rn2


= 102564 N + 156288 N
= 258852 N

Kontrol syarat kekuatan:


∅ × Rn≥ Ru
 Batang EF
Ru = 14303,89 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×258852 ≥14303,89 N
194139 N ≥ 14303,89 N (Memenuhi syarat)

6. Menghitung Kuat Elemen Dalam Geser


 Batang DE dan Batang D’E
Rn=0,6 × f y × A gv
Rn=0,6 × 240× 1320
Rn=190080 N

Kontrol syarat kekuatan:


∅ × Rn≥ Ru

179
 Batang DE
Ru = 32583,4204 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×190080 ≥ 32583,4204 N
142560 N ≥ 32583,4204 N (Memenuhi syarat)
 Batang D’E
Ru = 32827,3623 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×190080 ≥ 32827,3623 N
142560 N ≥ 32827,3623 N (Memenuhi syarat)

 Batang EF
Rn=0,6 × f y × A gv
Rn=0,6 × 240× 990
Rn=142560 N

Kontrol syarat kekuatan:


∅ × Rn≥ Ru
 Batang EF
Ru = 19121,332 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×142560 ≥ 19121,332 N
106920 N ≥ 19121,332 N (Memenuhi syarat)

7. Kontrol Pelat Buhul Penyambung

180
Gambar IV.11 Sambungan Pada Titik Buhul E

Gaya yang berkerja:


DE = 2292,1437 kg
D’E = 2274,4299 kg
EF = 1458,0929 kg

 Tinjau Potongan B-B

181
Gambar IV.12 Potongan B-B Pada Sambungan Titik Buhul D

Diketahui:
Mutu Baja Pelat = BJ-37 ; fy = 240 MPa
fu = 370 MPa
Diameter Baut = 16 mm
Diameter Lubang = 16 + 2 = 18 mm
h = 60 + 60 + 60
= 180 mm
Tebal Pelat Buhul = 10 mm
e = 130 mm
Fnetto = (h × tpelat) – 2 × ((Dlubang × tpelat))
= (180 × 10) – 2 × ((18 × 10))
= 1440 mm2

- Total gaya sejajar pelat (D)


D = DE – D’Ex – EFx
= DE – D’E × Cos 50o – EF × Cos 66o
= 3321,4496 + 3346,3623 × Cos 50o – 1949,1674 × Cos
66o
= 1446,38506 kg
= 14189,0375 N

- Total gaya tegak lurus pelat (N)

182
N = D’Ey + EFy
= D’E Sin 50o + EF Sin 66o
= 2274,4299 × Sin 50o + 1458,0929 × Sin 66o
= 312,3135 kg
= 3063,7954 N

- Momen yang terjadi pada pelat buhul


M =N×e
= 3063,7954 × 30
= 183827,726 N.mm

- Momen Inersia Pelat Buhul Netto


1 1
I netto=
12
× tp× h3−2 × (
12
× tp × Dl 3 +tp × Dl ×e 2 )
1 1
I netto=
12
× 10× 1803−2 ×
12(× 10 ×183 +10 ×18 ×302 )
I netto=3554280mm 4

- Tegangan Normal
N 3063,7954 N
σN = = =2,1276
F netto 1440 mm2

- Tegangan Lentur
1 1
M × ×h 183827,7262× × 180
2 2 N
σM = = =4,6548
I netto 3554280 mm2

- Tegangan Geser
3 D 3 14189,0375 N
τ= × = × =14,78024
2 Fnetto 2 1440 mm2
τ < 0,6 × fu

183
N N
14,78024 2
< 0,6 ×370
mm mm 2
N N
14,78024 2
< 222 (Memenuhi Syarat)
mm mm2
- Tegangan Tarik Maksimum
N
σ =σN + σM =2,1276+4,6549=6,7824
mm2
N N
σ < fu → 6,7824 2
<370
mm mm2

- Tegangan Idiil
σ i =√ σ N 2+ σM 2
2 2
σ i =√ 2,1276 + 4,6549
N
σ i =5,1180
mm2
N N
σ i < fu → 5,1180 2
<370
mm mm2

C. Sambungan Titik Buhul I

184
Diketahui:
Profil Batang AI = 2L.60.60.10
Profil Batang HI = 2L.60.60.10
Profil Batang BI = 2L.65.65.11
Mutu Baut = A325 ; Fnt = 620 MPa
Fnv = 372 MPa
Mutu Profil Baja = BJ-37 ; Fy = 240 MPa
Fu = 370 MPa
Tebal Pelat Buhul = 10 mm
Diameter Baut (Øb) = 16 mm
Diameter Lubang (Øl) = 16+2 = 18 mm
Gaya Batang (kg)
Nama Batang
Gaya Tarik Gaya Tekan
AI - -1115.553
HI - -1848.7673
BI -1296.9939

Penyelesaian:
1. Analisa Pengaruh Critical Slip (Slip Kritis)
Rn=μ × Du ×h f ×T b × n s
Dimana:
μ = Koefisien Slip rata-rata untuk permukaan sambungan (0,3
untuk sambungan kelas A dan 0,5 untuk kelas B) diambil 0,3
untuk kelas A
Du = 1,13; Rasio rata-rata pratarik baut terhadap pratarik minimal
yang disyaratkan

185
T b = Gaya tarik minimum yang diperoleh dari Tabel J3.1 (SNI 1729-
2015;
Halaman 124)

Tabel IV.3 Gaya Pratarik Baut Minimum

h f = Faktor pengisi sebesar 1,0 (lebih detail lihat SNI 1729-2015;


Pasal J3.8)
n s = Jumlah bidang yang bersentuhan pada sambungan, karena
menggunakan profil siku ganda maka terdapat 2 bidang geser

Sehingga :
Rn=μ × Du ×h f ×T b × n s
Rn=0,3 ×1,13 × 1× 91000× 2
Rn=61698 N

2. Analisa Kuat Baut


Pada sambungan elemen kuda-kuda, sambungan ini tergolong ke
dalam tipe geser, sehingga:
Rn=F nv × Ab
Dengan:
1
Ab= × π × Øb 2
4
1
Ab= × π ×16 2
4
Ab=201,143 mm2
Karena digunakan profil ganda maka Ab yang digunakan dikali 2.
Rn=F nv ×2 × Ab

186
Rn=372 ×2 ×201,143=149590,076 N

3. Menentukan Jumlah baut yang digunakan


Dari perhitungan sebelumnya didapat:
Rn Slip Kritis = 61698 N
Rn Kuat Baut =149590,076 N
Maka digunakan nilai Rn yang terkecil yaitu sebesar 61698 N
- Batang AI
Gaya Aksial = 1115,553 kg = 10943,0758 N
Pu 10943,0758
Jumlah baut = = = 0,2365  2 baut
Ø × Rn 0,75× 61698
- Batang HI
Gaya Aksial = 1848,7673 kg = 18136,4068 N
Pu 40088,6826
Jumlah baut = = = 0,2365  2 baut
Ø × Rn 0,75× 61698
- Batang BI
Gaya Aksial = 1296,9939 kg = 12723,51017 N
Pu 13442,9544
Jumlah baut = = = 0,2905  2 baut
Ø × Rn 0,75× 61698

4. Analisa Block Shear


Sesuai dengan penjelasan tata letak baut diatas, dengan diameter
baut 16 mm maka:
- Jarak tepi minimum = 22 mm
- Spasi antar baut minimum = 3d = 3 (16) = 48 mm

Sehingga diambil perletakan seperti gambar dibawah ini:

187
 Batang AI dan Batang HI

Gambar IV.13 Perletakan Sambungan Baut Pada Batang AI dan


HI

Nilai Properties:
Agv = (60+60) × t = (60+60) × 10 = 1200 mm2
Agt = 30 × t = 30 × 10 = 300 mm2
Anv = [(60+60) – (1,5× Ølubang)] × t
= [(60+60) – (1,5× 18)] × 10
= 930 mm2
Ant = [30 – (0,5× Ølubang)] × t
= [30 – (0,5× 18)] × 10
= 210 mm2
Menghitung Kuat Geser Blok
Rn 1=( 0,6 ×f u × A nv ) + ( Ubs× f u × A nt )
Rn 2=( 0,6 × f y × A gv ) + ( Ubs × f u × A nt )
Karena gaya aksial yang terjadi merata, maka Ubs = 1, sehingga:
Rn 1=( 0,6 × 370× 930 ) + ( 1 ×370 ×210 )
Rn 1=284160 N
Rn 2=( 0,6 × 240 ×1200 ) + ( 1× 370 ×210 )
Rn 2=262200 N
Karena Rn1 > Rn2 maka nilai Rn yang digunakan adalah Rn2 yaitu
sebesar 262200 N
Kontrol syarat kekuatan:
∅ × Rn≥ Ru
 Batang AI
Ru = 10943,5749 N
∅ × Rn≥ Ru

188
0,75 ×262200 ≥ 10943,5749 N
196650 N ≥ 10943,5749 N (Memenuhi syarat)
 Batang HI
Ru = 18136,4068 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×262200 ≥ 18136,4068 N
19665 N ≥ 18136,4068 N (Memenuhi syarat)

 Batang BI

Gambar IV.15 Perletakan Sambungan Baut Pada Batang BI

Nilai Properties:
Agv = (60+60) × t = (60+60) × 11 = 1320 mm2
Agt = 32,5 × t = 32,5 × 11 = 357,5 mm2
Anv = [(60+60) - (1,5× Ølubang)] × t
= [(60+60) - (1,5× 18)] × 11
= 1023 mm2
Ant = [32,5- (0,5× Ølubang)] × t
= [32,5- (0,5× 18)] × 11
= 258,5 mm2

Menghitung Kuat Geser Blok

189
Rn 1=( 0,6 ×f u × A nv ) + ( Ubs× f u × A nt )
Rn 2=( 0,6 × f y × A gv ) + ( Ubs × f u × A nt )
Karena gaya aksial yang terjadi merata, maka Ubs = 1, sehingga:
Rn 1=( 0,6 × 370× 1023 ) + ( 1× 370 ×258,5 )
Rn 1=322751 N
Rn 2=( 0,6 × 240 ×1320 ) + ( 1× 370 ×258,5 )
Rn 2=298595 N
Karena Rn1 < Rn2 maka nilai Rn yang digunakan adalah Rn2 yaitu
sebesar 298595 N

Kontrol syarat kekuatan:


∅ × Rn≥ Ru
 Batang BI
Ru = 12723,5N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×298595 ≥ 12723,5 N
223946,5 N ≥ 12723,5 N (Memenuhi syarat)

5. Menghitung Bearing Strength (Kuat Tumpu)


 Batang AI dan Batang HI

Gambar IV.16 Analisa Bearing Strength Pada Batang AI dan


Batang HI

190
Rn=1,2 ×lc ×t × f u ≤ 2,4 × db× t × f u
Karena terdapat 2 lubang, maka:
- Baut no. 1
Rn=1,2 ×lc ×t × f u ≤ 2,4 × db× t × f u

( ∅2l )× 10× 370 ≤2,4 × 16 ×10 ×370


Rn=1,2 × 60−

18
Rn=1,2 ×( 60− ) ×10 ×370 ≤ 2,4 ×16 × 10× 370
2
Rn=226440 N ≤142080 N
Maka digunakan: Rn = 142080 N
- Baut no. 2
Rn=1,2 ×lc ×t × f u ≤ 2,4 × db× t × f u
Rn=1,2 × ( 60−Øl ) ×10 ×370 ≤ 2,4 ×16 ×10 × 370
Rn=1,2 × ( 60−18 ) × 10 ×370 ≤2,4 ×16 ×10 ×370
Rn=186480 N ≥142080 N
Maka digunakan: Rn = 142080 N
Rn total = Rn1 + Rn2
= 142080 N + 142080 N
= 284160 N

Kontrol syarat kekuatan:


∅ × Rn≥ Ru
 Batang AI
Ru = N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×284160 ≥ 10943,57493 N
10943,57493 N ≥ N (Memenuhi syarat)

 Batang HI
Ru = 40088,6827 N

191
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×284160 ≥ 18136,4068 N
213120 N ≥ 18136,4068 N (Memenuhi syarat)

 Batang BI

Gambar IV.18 Analisa Bearing Strength Pada Batang BI

Rn=1,2 ×lc ×t × f u ≤ 2,4 × db× t × f u


Karena terdapat 2 lubang, maka:
- Baut no. 1
Rn=1,2 ×lc ×t × f u ≤ 2,4 × db× t × f u

( ∅2l )× 11 ×370 ≤2,4 ×16 ×11 ×370


Rn=1,2 × 60−

18
Rn=1,2 ×( 60− ) ×11 × 370≤ 2,4 ×16 × 11 ×370
2
Rn=249084 N ≤ 156288 N
Maka digunakan: Rn = 156288 N

- Baut no. 2
Rn=1,2 ×lc ×t × f u ≤ 2,4 × db× t × f u
Rn=1,2 × ( 60−Øl ) ×11 ×370 ≤ 2,4 ×16 × 11× 370
Rn=1,2 × ( 60−18 ) × 11 ×370 ≤ 2,4 ×16 ×11 × 370
Rn=205128 N ≥156288 N
Maka digunakan: Rn = 156288 N
Rn total = Rn1 + Rn2
= 156288 N + 156288 N
= 312576 N

192
Kontrol syarat kekuatan:
∅ × Rn≥ Ru
 Batang BI
Ru = 12723,5 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×312576 ≥ 12723,5 N
234432 N ≥ 12723,5 N (Memenuhi syarat)

6. Menghitung Kuat Elemen Dalam Geser


 Batang FG dan Batang FG’
Rn=0,6 × f y × A gv
Rn=0,6 × 240× 1200
Rn=172800 N

Kontrol syarat kekuatan:


∅ × Rn≥ Ru
 Batang AI
Ru = 10943,5749 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×172800 ≥ 10943,5749 N
129600 N ≥ 10943,5749 N (Memenuhi syarat)
 Batang HI
Ru = 18136,40677 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×172800 ≥ 18136,40677 N
129600 N ≥ 18136,40677 N (Memenuhi syarat)

 Batang EF
Rn=0,6 × f y × A gv
Rn=0,6 × 240× 1320

193
Rn=190080 N

Kontrol syarat kekuatan:


∅ × Rn≥ Ru
 Batang EF
Ru = 12723,51 N
∅ × Rn≥ Ru
0,75 ×190080 ≥ 12723,51 N
106920 N ≥ 12723,51 N (Memenuhi syarat)

7. Kontrol Pelat Buhul Penyambung

Gambar IV.19 Sambungan Pada Titik Buhul F

Gaya yang berkerja:


AI = 1115,55 kg
HI = 1848,77 kg
BI = 1296,99 kg

 Tinjau Potongan C-C

194
Gambar IV.20 Potongan C-C Pada Sambungan Titik Buhul I

Diketahui:
Mutu Baja Pelat = BJ-37 ; fy = 240 MPa
fu = 370 MPa
Diameter Baut = 16 mm
Diameter Lubang = 16 + 2 = 18 mm
h = 60 + 60 + 60 + 20 + 60 + 60 + 60
= 380 mm
Tebal Pelat Buhul = 10 mm
e = 130 mm
Fnetto = (h × tpelat) – 4 × ((Dlubang × tpelat))
= (380 × 10) – 4 × ((18 × 10))
= 3080 mm2

- Total gaya sejajar pelat (D)


D = AIx + HI’ – AIx – HI
= AI Cos 90o + HI – AI Cos 90o – HI
= 1115,55 × Cos 90o + 1848,77 – 1115,55 × Cos 90o
1848,77
= 168,4737 kg
= 3613,73 N

- Total gaya tegak lurus pelat (N)


N = BI – AIy – HIy
= BI – AI Sin 90o – HIy Sin 74o

195
= 1296,99 – 1115,55 × Sin 90o – 1848,77 × Sin 74o
= 206,528 kg
= 2026,048 N

- Momen yang terjadi pada pelat buhul


M =N×e
= 206,528 × 130
= 263386,2 N.mm

- Momen Inersia Pelat Buhul Netto


1 1
I netto=
12
× tp× h3−2 × (
12
× tp × Dl 3 +tp × Dl ×e 2 )
1 1
I netto=
12
× 10× 3803−2 ×
12(× 10 ×183 +10 ×18 ×1302 )
I netto=33539226,7mm 4

- Tegangan Normal
N 2026,0480 N
σN = = =0,6578
F netto 3080 mm2

- Tegangan Lentur
1 1
M × ×h 21351786,67 × ×380
2 2 N
σM = = =18,9967
I netto 33539226,7 mm2

- Tegangan Geser
3 D 3 3613,7297 N
τ= × = × =1,7599
2 Fnetto 2 3080 mm 2
τ < 0,6 × fu
N N
1,7599 2
<0,6 × 370
mm mm2

196
N N
1,7599 2
<222 (Memenuhi Syarat)
mm mm 2

- Tegangan Tarik Maksimum


N
σ =σN + σM =0,65780+18,9967=19,6545
mm2
N N
σ < fu → 19,6545 2
<370
mm mm2

- Tegangan Idiil
σ i =√ σ N 2+ σM 2

σ i =√ 0,65782+ 18,99672
N
σ i =19,00814
mm2
N N
σ i < fu → 19,00814 2
<370
mm mm2

 Sambungan Pada Pelat Kopel Profil 2L.70.70.11


Pada perhitungan sebelumnya, dimensi pelat kopel yang direncanakan
memiliki ukuran yang sama pad setiap batang, sehingga hanya
diperlukan analisa sambungan pelat kopel pada batang yang memiliki
gaya yang dipikul pelat kopel terbesar saja. Pada perhitungan dimensi
pelat kopel sebelumnya, batang BC memiliki pelat yang memikul gaya
terbesar. Berikut dibawah ini analisa perhitungan pelat kopel pada batang
BC:
Diketahui:
Profil Batang BC = 2L.70.70.11
N = Pu = 3762,925 kg
= 36914,29 N
Lk = 2189,273 mm
n =5
Lk
L1 =
n

197
2189,273
=
5
= 437,8545 mm
b = 80 mm
a = 52,6 mm
t = 6 mm
h = 150 mm
Imin = 260000 mm4
A = 2860 mm2

1. Kekakuan Pelat Kopel


Berdasarkan SNI-1729-2015, pelat kopel harus cukup kaku sehingga
memenuhi syarat berikut:
Ip I
≥ 10 × min
a L1
Dimana:
Ip = Momen inersia pelat kopel
1
Ip = 2 × ×t × b3
12
t = tebal pelat kopel = 6 mm
b = lebar pelat kopel = 80 mm
Imin = Momen inesia elemen komponen struktur minimal
= 260000 mm4
L1 = Spasi antar pelat kopel pada arah komponen struktur
= 441,351 mm
1
Ip = 2× ×6 × 803
12
= 512000 mm4
Maka:
Ip I min
≥ 10 ×
a L1
512000 260000
≥10 ×
52,6 437,8545
9733,840 ≥ 12013,12 (Memenuhi syarat)

198
2. Gaya lintang yang dipikul oleh pelat kopel
Du = 0,02 × Nu = 0,02 × 36914,29 = 738,2859 N

3. Tegangan geser yang terjadi


Du× S
τ=
I×b
Keterangan:
Du = Besar gaya lintang yang dipikul oleh
b = Lebar tiap satuan panjang (1 cm)
Sy = Statis Momen Tunggal
I = Iy Profil Gabungan
= 3214233,4 mm4
Sprofil = A profil × a
= 2860 × 52,6
= 150436 mm3
Maka:
783,2859 ×150436 N
τ= =3,4554
3214233,4 × 10 mm 2
4. Gaya geser yang dipikul oleh pelat kopel (P)
P=τ × L1=3,4554 × 437,8545=1512,965 N
5. Pemeriksaan Pelat Kopel
Ukuran Pelar Kopel 80 x 150 x 6 mm
Luas penampang pelat kopel
A = 80 × 6 = 480 mm2
P 1512,965 N
τ= = =3,1520
A 480 mm2
τ ijin =0,58 × f y
τ ijin =0,58 ×240
N
τ ijin =139,2
mm2
Syarat Geser:
τ ≤ τ ijin

199
N N
3,1520 2
≤139,2 (Memenuhi Syarat)
mm mm2

6. Geser baut pada pelat kopel


1
Digunakan baut berdiameter in atau 12,7 mm dengan spesifikasi:
2
Mutu Baut = A325
Fnv = 372 MPa
Fnt = 620 MPa
Fub = 825 MPa
1
Ab = ×× db2
4
1 2
= ×× 12,7
4
= 126,6769 mm2

Kuat Nominal Baut:


Vd=∅ f × Vn
Vd=∅ f × r 1 × f ub × Ab
N
Vd=0,75 ×0,4 ×825 ×126,6769=31352,5253
baut
Kontrol:
P
≤Vd
n
1512,965
≤31352,5253 N
2
756,4822 N ≤ 31352,5253 N (Memenuhi Syarat)

7. Perletakan Baut
Sesuai dengan penjelasan tata letak baut diatas, dengan diameter baut
½ in atau 12,7 mm maka:
- Jarak tepi minimum = ¾ in = 19,05 mm
- Spasi antar baut minimum = 3d = 3 (12,7) = 38,1 mm

200
Diambil perletakan seperti dibawah ini:

Gambar IV.21 Perletakan Sambungan Pelat


Kopel

8. Kesimpulan
Maka sambungan pada pelat kopel dengan baut diameter 12,7 mm
dapat menahan gaya geser yang terjadi pada pelat kopel tersebut.

 Sambungan Pada Pelat Kopel Profil 2L.65.65.11


Pada perhitungan sebelumnya, dimensi pelat kopel yang direncanakan
memiliki ukuran yang sama pad setiap batang, sehingga hanya
diperlukan analisa sambungan pelat kopel pada batang yang memiliki
gaya yang dipikul pelat kopel terbesar saja. Pada perhitungan dimensi
pelat kopel sebelumnya, batang B’I’ memiliki pelat yang memikul gaya
terbesar. Berikut dibawah ini analisa perhitungan pelat kopel pada batang
B’I’:
Diketahui:
Profil Batang B’I’ = 2L.65.65.11

201
N = Pu = 2866,883 kg
= 28124,12 N
Lk = 556,5359 mm
n =1
Lk
L1 =
n
556,5359
=
1
= 4556,5359 mm
b = 80 mm
a = 50 mm
t = 6 mm
h = 140 mm
Imin = 207000 mm4
A = 2640 mm2

1. Kekakuan Pelat Kopel


Berdasarkan SNI-1729-2015, pelat kopel harus cukup kaku sehingga
memenuhi syarat berikut:
Ip I
≥ 10 × min
a L1
Dimana:
Ip = Momen inersia pelat kopel
1
Ip = 2× ×t × b3
12
t = tebal pelat kopel = 6 mm
b = lebar pelat kopel = 80 mm
Imin = Momen inesia elemen komponen struktur minimal
= 207000 mm4
L1 = Spasi antar pelat kopel pada arah komponen struktur
= 556,5359 mm
1
Ip = 2× ×6 × 803
12

202
= 512000 mm4

Maka:
Ip I
≥ 10 × min
a L1
512000 207000
≥10 ×
50 556,5359
10240 ≥3719,437 (Memenuhi syarat)

2. Gaya lintang yang dipikul oleh pelat kopel


Du = 0,02 × Nu = 0,02 × 28124,12 = 562,4824 N

3. Tegangan geser yang terjadi


Du× S
τ=
I×b
Keterangan:
Du = Besar gaya lintang yang dipikul oleh
b = Lebar tiap satuan panjang (1 cm)
Sy = Statis Momen Tunggal
I = Iy Profil Gabungan
= 2626000 mm4
Sprofil = A profil × a
= 2640 × 50
= 132000 mm3
Maka:
562,4824 × 132000 N
τ= =2,8274
2626000× 10 mm2
4. Gaya geser yang dipikul oleh pelat kopel (P)
P=τ × L1=2,8274 ×556,5359=1573,553 N

5. Pemeriksaan Pelat Kopel


Ukuran Pelar Kopel 80 x 140 x 6 mm
Luas penampang pelat kopel

203
A = 80 × 6 = 480 mm2
P 1573,553 N
τ= = =3,2782
A 480 mm2
τ ijin =0,58 × f y
τ ijin =0,58 ×240
N
τ ijin =139,2
mm2

Syarat Geser:
τ ≤ τ ijin
N N
3,2782 2
≤139,2 (Memenuhi Syarat)
mm mm 2

6. Geser baut pada pelat kopel


1
Digunakan baut berdiameter in atau 12,7 mm dengan spesifikasi:
2
Mutu Baut = A325
Fnv = 372 MPa
Fnt = 620 MPa
Fub = 825 MPa
1
Ab = ×× db2
4
1
= ×× 12,72
4
= 126,6769 mm2

Kuat Nominal Baut:


Vd=∅ f × Vn
Vd=∅ f × r 1 × f ub × Ab
N
Vd=0,75 ×0,4 ×825 ×126,6769=31352,5253
baut
Kontrol:
P
≤Vd
n

204
1573,553
≤31352,5253 N
2
786,77 N ≤31352,5253 N (Memenuhi Syarat)

7. Perletakan Baut
Sesuai dengan penjelasan tata letak baut diatas, dengan diameter baut
½ in atau 12,7 mm maka:
- Jarak tepi minimum = ¾ in = 19,05 mm
- Spasi antar baut minimum = 3d = 3 (12,7) = 38,1 mm
Diambil perletakan seperti dibawah ini:

Gambar IV.22 Perletakan Sambungan Pelat


Kopel

8. Kesimpulan
Maka sambungan pada pelat kopel dengan baut diameter 12,7 mm
dapat menahan gaya geser yang terjadi pada pelat kopel tersebut.

205
 Sambungan Pada Pelat Kopel Profil 2L.60.60.10
Pada perhitungan sebelumnya, dimensi pelat kopel yang direncanakan
memiliki ukuran yang sama pad setiap batang, sehingga hanya
diperlukan analisa sambungan pelat kopel pada batang yang memiliki
gaya yang dipikul pelat kopel terbesar saja. Pada perhitungan dimensi
pelat kopel sebelumnya, batang A’I’ memiliki pelat yang memikul gaya
terbesar. Berikut dibawah ini analisa perhitungan pelat kopel pada batang
A’I’:
Diketahui:
Profil Batang B’I’ = 2L.60.60.10
N = Pu = 1115,554 kg
= 10943,58 N
Lk = 1000 mm
n =2
Lk
L1 =
n
1000
=
2
= 500 mm
b = 80 mm
a = 47 mm
t = 6 mm
h = 130 mm
Imin = 1460000 mm4
A = 2220 mm2

1. Kekakuan Pelat Kopel


Berdasarkan SNI-1729-2015, pelat kopel harus cukup kaku sehingga
memenuhi syarat berikut:
Ip I min
≥ 10 ×
a L1
Dimana:

206
Ip = Momen inersia pelat kopel
1
Ip = 2 × ×t × b3
12
t = tebal pelat kopel = 6 mm
b = lebar pelat kopel = 80 mm
Imin = Momen inesia elemen komponen struktur minimal
= 146000 mm4

L1 = Spasi antar pelat kopel pada arah komponen struktur


= 500 mm
1
Ip = 2× ×6 × 803
12
= 512000 mm4
Maka:
Ip I
≥ 10 × min
a L1
512000 146000
≥10 ×
47 500
10893,617 ≥ 2920 (Memenuhi syarat)

2. Gaya lintang yang dipikul oleh pelat kopel


Du = 0,02 × Nu = 0,02 × 10943,58 = 218,8716 N

3. Tegangan geser yang terjadi


Du× S
τ=
I×b
Keterangan:
Du = Besar gaya lintang yang dipikul oleh
b = Lebar tiap satuan panjang (1 cm)
Sy = Statis Momen Tunggal
I = Iy Profil Gabungan
= 1923995 mm4
Sprofil = A profil × a
= 2220 × 47

207
= 104340 mm3
Maka:
218,8716× 104340 N
τ= =1,1869
1923995× 10 mm2
4. Gaya geser yang dipikul oleh pelat kopel (P)
P=τ × L1=1,1869 ×500=593,4803 N

5. Pemeriksaan Pelat Kopel


Ukuran Pelar Kopel 80 x 130 x 6 mm
Luas penampang pelat kopel
A = 80 × 6 = 480 mm2
P 593,480 N
τ= = =1,2364
A 480 mm2
τ ijin =0,58 × f y
τ ijin =0,58 ×240
N
τ ijin =139,2
mm2

Syarat Geser:
τ ≤ τ ijin
N N
1,2364 2
≤ 139,2 (Memenuhi Syarat)
mm mm2

6. Geser baut pada pelat kopel


1
Digunakan baut berdiameter in atau 12,7 mm dengan spesifikasi:
2
Mutu Baut = A325
Fnv = 372 MPa
Fnt = 620 MPa
Fub = 825 MPa
1
Ab = ×× db2
4

208
1
= ×× 12,72
4
= 126,6769 mm2

Kuat Nominal Baut:


Vd=∅ f × Vn
Vd=∅ f × r 1 × f ub × Ab
N
Vd=0,75 ×0,4 ×825 ×126,6769=31352,5253
baut

Kontrol:
P
≤Vd
n
593,4803
≤31352,5253 N
2
296,7402 N ≤ 31352,5253 N (Memenuhi Syarat)

7. Perletakan Baut
Sesuai dengan penjelasan tata letak baut diatas, dengan diameter baut
½ in atau 12,7 mm maka:
- Jarak tepi minimum = ¾ in = 19,05 mm
- Spasi antar baut minimum = 3d = 3 (12,7) = 38,1 mm

209
Diambil perletakan seperti dibawah ini:

Gambar IV.23 Perletakan Sambungan Pelat


Kopel

8. Kesimpulan
Maka sambungan pada pelat kopel dengan baut diameter 12,7 mm
dapat menahan gaya geser yang terjadi pada pelat kopel tersebut.

210

Anda mungkin juga menyukai