Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Desa Penanggian

Di daerah Pasmah Lintang, tepatnya di desa Karang Dale 5 km sebelum kota Pagar Alam
sekarang tinggalah sepasang suami istribenama Batalani dan istrinya Siti Aminah. Mereka
mempunyai 7 orang anak, 6 laki-laki dan 1 orang perempuan.

1. Guro Puyang ini oleh masyarakat Pasma dipanggil Puyang Tengah Laman (Puyang Karang Dale)

2. Marige Sakti (Puyang desa Embawang kecamatan Tanung Abang)

3. Saripati ( merantau ke daerah sungai Komering)

4.Merapi Sakti (Merantau ke pulau Jawa)

5. Karya Pati Sari (perempuan) menuntut ilmu ke Cirebon bersama adiknya Sunan Kali Jaga

6. Sunan Kali Jaga (Kemas Repandan)

7. Mulia Sakti (Mulejadi)

Kisah Sejarahnya

- Marige Sakti

Zaman dahulu kala pada pertengahan abad ke 14 sekitar tahun 1350M, di daerah Pasmah
tepatnya didesa Karang Dale hiduplah keluarga bapak Batalani dan ibu Siti Aminah, seperti lazimnya
orang- orang desa yang kehidupannya sebagai petani. Masing-masing keluarga sekurang-kurangnya
memiliki sebuah tebat yang bernama tebat getapan, dikatakan demikian karena didekat tebat terdapat
sejenis pohon duku yang rasanya pahit asam.

Pada suatu hari bertempat di Pariban (balai dusun), diadakan rembuk dusun (musyawarah)
yang dihadiri oleh perwatini dan ketua adat beserta penduduk setempat. Muayawarah ini biasa
diadakan setiap tahun selepas ngetam sawah (panen padi) sebagai wujud rasa syukur atas rezeki yang
didapat setiap tahunnya. Oleh karena akan mengadakan sedekah dusun, maka penduduk desa satu
persatu mulai emanen ikan didalam tebatnya masing-masing untuk persiapan sedekah dusun yang
akan mereka rayakan bersama.

Pada suatu hari tibalah waktu keluarga Batalani untuk memanen ikan di tebat, seluruh
keluarga berkumpul di pematang tebat kecuali Marige Sakti, saudara-saudaranya memaklumi karena
istrinya sedang hamil besar, setelah selesai memanen ikan, didapatlah (ikan lampam, serbabu, baung).
Tiba-tiba datanglah Marige Sakti yang kegirangan melihat hasil panen ikan yang sangat banyak dan
besar lalu ia mengambil ikan sebarau besar untuk dipanggang padaha ia tak turut serta ketika
memanen ikan. Melihat hal ini, saudara-saudaranya kecuali adiknya yang paling bungsu (Mulia Sakti)
yang telah susah payah memanen dan belum mencicipi ikan tadi marah dan langsung mematikan api
dengan kain basah.

Menyaksikan perbuatan saudara-saudaranya, Marige Sakti lalu pulang dan menceritakan apa
yang telah diperbuat saudara-saudaranya dan berunding untuk meningalkan desa tempat iia lahir dan
dibesarkan. Marige Sakti mengajak istrinya yang tengah hamil besar menyusuri sungai Lematang
kearah hilir dengan berjalan kaki. Setelah sampai di Bukit Serelo istrinya sudah tidak anggup berjalan,
lalu mereka menginap di Bukit Tunjuk, bersamaan dengan itu lahirlah anak laki-laki yang diberi nama
Jekap. Seusai melahirkan, beberapa waktu kemudian Marige Sakti menuruskan perjalanan tetapi tidak
lagi menelusuri sungai Lematang, ia merubah haluan kekanan menuju matahari terbit dan akhirnya
tibalah di muara sungai Enim yang sekarang disebut desa Embawang.

- Mulia Sakti

Dua tahun kemudian setelah Mulia Sakti menikah dengan istrinya Nuraminah, ia merasa
sangat rindu dengan kakaknya yaitu Marige Sakti. Ia musyawarah dengan seluruh keluarga hendak
mencari kakaknya (Marige Sakti) seorang diri. Berbekal keyainan ia mencari kakaknya kearah
matahari terbit, masuk keluar hutan, lembah, sungai bukit dan gunung didaki, aral dan rintangan
dilewati. Akhirnya Mulia Sakti menemukan lembah yang luas dan datar yang dtengahnya terdapat
sungai, sejenak ia terpesona melihat keindahan alam sekitarnya. Saat ia asik dalam lamunanya tiba-
tiba ia melihat segupal asap berasal dari kejauhan dan timbul perasaan bahwa itu adalah kakaknya dan
aka bertanya ke penduduk sekitar nanti. Karena merasa gerah, Mulia Sakti pun mandi di sungai,
ketika mandi dipermukaan air ada kulit rebung (bambu muda) hanyut, hal ini menembah keyakinan
bahwa kulit rebung ini berasal dari api tadi, melihat hal itu Muliia Sakti bergegas mengenakan
pakaian berlari menuju hulu sungai sambil memanggil-manggil kalau saja adaorang yang mendengar
jeritannya, ternyata usahanya tidak sia-sia, sebab pekikakannya terdengar sangat lantang oleh
kakaknya. Setelah bertemu, mereka pulang menuju podok Marige Sakti, di pondok telah menunggu
istri Marige Sakti dan Jekap. Setelah sampai di pondok, Mulia sakti mencium bau yang aneh tetapi
harum, lalu ia bertanya pada kakaknya

Mulia Sakti : “ Embau tape hom nian”(bau apa ini harum sekali)

Marige Sakti: “Embau bawang hampai tanaman kami bati penyedap gulai” (bau bawang
sayur tanaman kami untuk penyedap sayur)

Maka sejak itu tempat tinggal Marige Sakti ini disebut dengan dusun Embawang. Setelah
melihat keindahan dan kesubuuran tanah Embawang yang padinya banyak, ikan dan sayurnya banyak,
maka Mulia Sakti berkeinginan untuk pindah ke Embawang. Mendengar kata-kata Mulia sakti,
Marige Sakti sangat senang dan membuat pondok untuk Muli Sakti dan istrinya di lembah tempat ia
melihat asap api kakaknya, setelah pondoknya selesai maka Mulia Sakti menjemput istrinya ke
Karang Dale. Setelah sampai di Karang Dale diceritakan kisah pertemuannya dengan Marige Sakti,
mendengar hal ini bergembiralah ibu dan bapaknya. Dalam kesempatan ini pula Mulia Sakti dan
istrinya pamit pindah ke Embawang. Seminggu kemudian Mulia Sakti sampai ke Embawang dan
menempati pondok, jauhnya (+-)500 meter dari pondok Marige Sakti.Sejak itu Mulia Sakti dan
istrinya tinggal di Embawang wilayah Panang kecamatan Tanjung Agung.

Kesalahpahaman Marige Sakti dan Mulia Sakti

Selesai memanen padi,Marige Sakti memanen ikan di tebat dan mendapatkan banyak ikan
lampam, baung, sebarau. Karena mendapat banyak ikan, dipilihlah ikan lampam dan baung yang
besar dan dibungkus dengan daun yang rapih lalu diantarkan oleh Marige Sakti ke pondok adiknya
sekitar jam 9 pagi, tetapi setelah sampai di pondok Mulia Sakti, adiknya pegi ke sawah yang ada
hanya istrinya yang sedang tertidur pulas. Karena tidak enak membangunkan istri adiknya, akhirnya
bungkusan ikan tadi digantung dimuka pintu dengan harapan jika adiknya bangunn keluar akan
terlihat bungkusan ikan tergantung didepan pintu. Tetapi sangat disayangkan setelah bangun hendak
sholat dzuhur istri Mulia Sakti lewat pintu belakang sehingga sampai sore ikan tidak diketemukan,
barulah sewaktu maghrib sepulang dari kebun, Mulia Sakti melewati pintu depan dan melihat
bungkusan ikan. Semula dengan senang hati dan gembira dua laki istri membuka bungkusan, tetapi
sayang setelah dibuka ikan sudah agak membusuk. Setelah melihat keadaan ikan yang sudah
membusuk, Mulia Sakti sangat tersinggung dan berpendapat bahwa kakaknya sangat jahat, laluMulia
Sakti dan istrinya mengambil kesimpulan untuk pergi merantau berpisah meninggalkan kakaknya.

Keesokan harinya Mulia Sakti bersama istrinya membuat rakit.

Istri : “ Kemana tujuan kita?”

Mulia Sakti : “Kita berlayar ke hilir sungai sampai ada ikan lampam yang memasuki bakul
ketika mencuci beras”

Ketika istrinya mencuci beras untuk makan siang, maka masuklahh ikan lampam ke bakul
beras,tetapi Mulia Sakti berkata teruskan sedikit lagi mungkin di hilir ada tempat yang sedikit bagus,
tetapi setelah sampai di pulau (pasir), Mulia Sakti mengajak istrinya mengulang mudik ditempat
dimana ikan lampam masuk bakul ketika sedang mencuci beras dan periuknya sedang mendidih tadi
(pulau di desa penanggiran ini disebut pulau sedidih). Ketika mudik Mulia Sakti ingat sewaktu ke hilir
dari ikan lampan memasuki bakul, mereka melewati tiga muara sungai, mata air ketiga atau terakhir
adalah seberang pertengahan desa Penanggiran, mata air ini sekarang disebut Tebuk Penanggiran
mudik lagi maka akan bertemu dengan muara sungai yang airnya agak kemerah-merahan (sungai
simpai). Mereka mudik lagi dan sampailah ke muara sungai tempat pertama bakul nasi dimasuki ikan
lampam besar. Ketika merea minggir ke pematang dan hilir tempat pangkalan mandi, ia ingat akan
dendamnya kepada sang kakak (Lubuk Dendam ) betapa terkejutnya mereka banyak sekali ikan dan
udang yang mengerumuni mereka.Seketika ia ingat kepada kakaknya dan mencoba memaafkan semua
kesalahan kakaknya, maka pematang ini disebut Pematang Tapus (hapus).

Desa Penanggiran sekarang terletak antara Lubuk Pendam dan Pulau sedidih, perhitungan
dusun oleh karena puyang Mulia Sakti berasal dari hulu maka dihitung mulai dari hulu sampai
seberang pulau Sedidih. Pertama dusun1, 2, 3 (tepat di seberang tebuk Penanggiran), 4, 5, 6, dan
terakhir dusun 7.

Anda mungkin juga menyukai