Anda di halaman 1dari 76

Pengaruh Penyuluhan Gaya Hidup Terhadap

Pengetahuan Warga Desa Junwangi Terkait Penyakit


Hipertensi

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Farmasi Komunitas

Disusun oleh:
1. Eka Pramuda Wardani (16020200029)
2. Algy Rama Bintara (17020200003)
3. Aulia Dinda Safira (17020200013)
4. Elvaretta Rosa S. (17020200021)
5. Faniliyarani (17020200028)
6. Istilatifah (17020200040)
7. May Sintya Dewi (17020200050)
8. Nanda Rezita (17020200057)
9. Putri Anggraini (17020200065)
10. Siti Adetyara Y. R (17020200065)
11. Rahmad Nurul Hidayat (17020201103)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKES RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA
SIDOARJO
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan praktikum ini tepat pada waktunya. Adapun judul
dari laporan praktikum ini yaitu “Pengaruh Penyuluhan Gaya Hidup
Terhadap Pengetahuan Warga Desa Junwangi, Krian, Terkait Penyakit
Hipertensi”. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih
memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Yani Ambari, S.Farm., M.Farm., Apt selaku Kepala Program Studi S1
Farmasi, yang tekah memberikan bimbingan, sehingga dapat terselesaikan
penulisan laporan dengan baik.
2. Ibu Khurin In Wahyuni, S.Farm., M.Farm., Apt selaku Dosen pembimbing
Farmasi Komunitas yang telah memberikan bimbingan sehingga penulisan
laporan dapat terselesaikan dengan baik.
3. Semua teman-teman S1 Farmasi angkatan 2017 yang telah ikut membantu
dalam menyelesaikan laporan ini.
Penulisan laporan praktikum ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan penulis, maka kritik dan
saran yang membangun senantiasa penulis mengharapkan semoga laporan
praktikum ini dapat berguna bagi penulis pada khususnya dan pihak lain
yang berkepentingan pada umumnya.
Sidoarjo, April 2019

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Hipertensi 4
2.1.1 Pengertian Penyakit Hipertensi 4
2.1.2 Etiologi Penyakit Hipertensi 4
2.1.3 Klasifikasi Penyakit Hipertensi 4
2.1.4 Faktor Resiko Penyakit Hipertensi 6
2.1.5 Patofisiologi Penyakit Hipertensi 8
2.1.6 Manifestasi Penyakit Hipertensi 10
2.1.7 Komplikasi Penyakit Hipertensi 10
2.2 Pengetahuan 12
2.2.1 Definisi Pengetahuan 12
2.2.2 Proses Perilaku 12
2.2.3 Tingkat Pengetahuan 13
2.2.4 Cara Mengetahui Kebenaran Pengetahuan 14
2.2.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan 17
2.3 Promosi Kesehatan 17
2.3.1 Definisi 17
2.3.2 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan 20
2.3.3 Upaya Promosi Kesehatan 21
2.3.4 Strategi Promosi Kesehatan 22
2.3.5 Pelakasanaan Kegiatan 23
2.3.6 Metode dan Media Promosi Kesehatan 23

ii
2.4 Edukasi 24
2.4.1 Definisi Edukasi 24
2.4.2 Tujuan Edukasi Kesehatan 25
2.4.3 Sasaran Pendidikan Kesehatan 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27
3.1 Jenis Penelitian 27
3.2 Tempat dan Waktu 27
3.3 Sasaran Penelitian 27
3.3.1 Populasi 27
3.3.2 Sampel 28
3.4 Teknik Pengambilan Sampel 28
3.5 Variabel Penelitian 28
3.6 Skala Kuisioner 29
3.7 Skala Data 29
3.8 Analisa Data 29
BAB IV DATA HASIL 35
4.1 Data Identitas Responden 35
4.2 Hasil Test 36
4.3 Deskriptif 36
4.4 Uji Normalitas 37
4.5 Uji Beda 37
BAB V PEMBAHASAN 39
BAB VI PENUTUP 44
LEMBAR KUISIONER 45
SURAT PERSETUJUAN 48
SESI TANYA JAWAB 49
LEAFLET 52
MATERI PENYULUHAN 53
DATA SPSS 62
DATA KUISIONER 66
DAFTAR PUSTAKA 36

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Batasan Hipertensi Berdasarkan The Joint National Commite 5


Tabel 2. Kategori Tekanan Darah 5

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


WHO, di seluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4% orang di
seluruh dunia mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan
meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap
hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di
negara berkembang, termasuk Indonesia.
Hipertensi dapat meningkatkan risiko kematian dan timbulnya
komplikasi. Sekitar 70% pasien hipertensi kronis akan meninggal karena
jantung koroner atau gagal jantung, 15% terkena kerusakan jaringan otak,
dan 10% mengalami gagal jantung. Hipertensi berhubungan dengan
peningkatan risiko pembesaran jantung, serangan jantung, stroke dan
kematian dari suatu peyakit jantung atau stroke. (Noviyanti, 2015).
Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan pengukuran tekanan
darah pada pasien umur ≥ 18 tahun adalah 25,8 persen, sedangkan
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau riwayat minum obat
prevalensi hanya sekitar 9,5 persen (Riskesdas, 2013).
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh
melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata)
(Notoatmodjo, 2005 p.50). Pengetahuan ini dapat dibantu dengan media
untuk mempermudah seseorang menerima edukasi, baik berupa leaflet
atau brosur atau alat bantu edukasi yang lainnya.
Penyuluhan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan kesehatan sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat
akan pentingnya menjaga kesehatan. Hal ini sesuai penelitian yang
dilakukan oleh Wang, Lang, Xuan, Li, & Zhang (2017) bahwa pasien
hipertensi dengan tingkat kesadaran yang rendah harus diberikan
pendidikan dan intervensi yang efektif seperti bimbingan langsung. Hal ini
akan mampu memperbaiki manajemen kesehatan di masyarakat dan

1
manajemen diri penderita hipertensi yang buruk. Penelitian lain yang
mendukung penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Dirhan
(2012) mengenai hubungan pengetahuan, sikap dan ketaatan berobat
dengan tekanan sistol dan diastol pada pasien hipertensi yang
mengungkapkan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan maka tekanan
sistol dan diastol akan semakin rendah, begitupun sebaliknya.
Prevalensi hipertensi di Jawa Timur pada umur ≥ 18 tahun adalah
21,5%. Berdasarkan laporan tahunan Rumah Sakit di Jawa Timur tahun
2012, kasus penyakit terbanyak pasien rawat jalan di Rumah sakit tipe B
yang berjumlah 24 Rumah Sakit, kasus terbanyak adalah hipertensi
sebesar 112.583 kasus. Sama hal nya dengan Rumah Sakit tipe C, kasus
terbanyak adalah hipertensi sebesar 42.212 kasus (Shofa, 2016).
Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan faktor risiko dominan
penyakit hipertensi di Sidoarjo. Diharapkan hasil analisis ini dapat
bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam upaya intervensi
pencegahan melalui deteksi dini dan promosi kesehatan secara umum.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah yang diperoleh
yaitu, bagaimana efektivitas penyuluhan gaya hidup terkait pengetahuan
masyarakat di Desa Junwangi tentang penyakit hipertensi?

1.3 Tujuan
Tujuan dari rumusan masalah diatas yaitu mengetahui efektivitas
penyuluhan gaya hidup terkait pengetahuan masyarakat di Desa Junwangi tentang
penyakit Hipertensi.

1.4 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Peneliti

2
Penelitian ini bermanfaat sebagai penambah wawasan bagi peneliti tentang
efektivitas penyuluhan gaya hidup terkait pengetahuan masyarakat di desa
Junwangi tentang penyakithipertensi.
2. Bagi Pembaca
Sebagai penambah wawasan tentang efektivitas penyuluhan gaya hidup
terhadap penyakit hipertensi.
3. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan masyarakat Junwangi
lebih mengetahui tentang bagaimana pola hidup sehat terkait penyakit
hipertensi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
2.1.1 Pengertian Penyakit Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan
abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut
darah dari jantung dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ
tubuh secara terus–menerus lebih dari suatu periode (Irianto, 2014). Hal
ini terjadi bila arteriol–arteriol konstriksi. Konstriksi arterioli membuat
darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri.
Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut
dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti,
2010).

2.1.2 Etiologi Penyakit Hipertensi


Menurut (Widjadja,2009) penyebab hipertensi dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a. Hipertensi primer atau esensial
Hipertensi primer artinya hipertensi yang belum diketahui
penyebab dengan jelas. Berbagai faktor diduga turut berperan sebagai
penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya usia, sters psikologis,
pola konsumsi yang tidak sehat, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90%
pasien hipertensi diperkirakan termasuk dalam kategori ini.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder yang penyebabnya sudah di ketahui, umumnya
berupa penyakit atau kerusakan organ yang berhubungan dengan cairan
tubuh, misalnya ginjal yang tidak berfungsi, pemakaiyan kontrasepsi oral,
dan terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur

4
tekanan darah. Dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin,
dan penyakit jantung.

2.1.3 Klasifikasi Penyakit Hipertensi


Menurut WHO (2013), batas normal tekanan darah adalah tekanan
darah sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang
dari 80 mmHg. Seseorang yang dikatakan hipertensi bila tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
Berdasarkan The Joint National Commite VIII (2014) tekanan darah dapat
diklasifikasikan berdasarkan usia dan penyakit tertentu. Diantaranya
adalah:
Tabel 1. Batasan Hipertensi Berdasarkan The Joint National
Commite VIII Tahun 2014
Batasan tekanan darah Kategori
(mmHg)
≥150/90 mmHg Usia ≥60 tahun tanpa penyakit diabetes dan cronic
kidney disease
≥140/90 mmHg Usia 19-59 tahun tanpa penyakit penyerta
≥140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal
≥140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit diabetes
Sumber: The Joint National Commite VIII (2014).

American Heart Association (2014) menggolongkan hasil


pengukuran tekanan darah menjadi:
Tabel 2. Kategori Tekanan Darah Berdasarkan American Heart Association
Kategori tekanan darah Sistolik Diastolik
Normal <120 mmHg < 80 mmHg
Prehipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi stage 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi stage 2 ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg
Hipertensi stage 3 (keadaan ≥ 180mmHg ≥ 110 mmHg
gawat)
Sumber: American Heart Assosiation (2014).
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi
primer dan hipertensi sekunder (Smeltzer dan Bare, 2002, Udjianti, 2010).
Hipertensi primer adalah peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui

5
penyebabnya. Dari 90% kasus hipertensi merupakan hipertensi primer.
Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi
primer adalah genetik, jenis kelamin, usia, diet, berat badan, gaya hidup.
Hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan darah karena suatu
kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan
tiroid. Dari 10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Faktor
pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan
kontrasepsi oral, kehamilan, peningkatan volume intravaskular, luka bakar
dan stres (Udjianti, 2010).

2.1.4 Faktor Resiko Penyakit Hipertensi


Faktor-faktor resiko hipertensi ada yang dapat di kontrol dan tidak
dapat dikontrol menurut (Sutanto, 2010) antara lain :
a. Faktor yang dapat dikontrol :
Faktor penyebab hipertensi yang dapat dikontrol pada umumnya berkaitan dengan
gaya hidup dan pola makan. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Kegemukan (obesitas)
Dari hasil penelitian, diungkapkan bahwa orang yang kegemukan
mudah terkena hipertensi. Wanita yang sangat gemuk pada usia 30 tahun
mempunyai resiko terserang hipertensi 7 kali lipat dibandingkan dengan
wanita langsing pada usia yang sama. Curah jantung dan sirkulasi volume
darah penderita hipertensi yang obesitas. Meskipun belum diketahui secara
pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa daya
pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan
hipertensi lebih tinggi dibanding penderita hipertensi dengan berat badan
normal.
2. Kurang olahraga
Orang yang kurang aktif melakkukan olahraga pada umumnya
cenderung mengalami kegemukan dan akan menaikan tekanan darah.
Dengan olahraga kita dapat meningkatkan kerja jantung. Sehingga darah
bisa dipompadengan baik keseluruh tubuh.
3. Konsumsi garam berlebihan

6
Sebagian masyarakat kita sering menghubungkan antara konsumsi
garam berlebihan dengan kemungkinan mengidap hipertensi. Garam
merupakan hal yang penting dalam mekanisme timbulnya hipertensi.
Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi adalah melalui peningkatan
volume plasma atau cairan tubuh dan tekanan darah. Keadaan ini akan
diikuti oleh peningkatan ekresi (pengeluaran) kelebihan garam sehingga
kembali pada kondisi keadaan sistem hemodinamik (pendarahan) yang
normal. Pada hipertensi primer (esensial) mekanisme tersebut terganggu,
disamping kemungkinan ada faktor lain yang berpengaruh.
a.) Tetapi banyak orang yang mengatakan bahwa mereka tidak mengonsumsi
garam, tetapi masih menderita hipertensi. Ternyata setelah ditelusuri,
banyak orang yang mengartikan konsumsi garam adalah garam meja atau
garam yang ditambahkan dalam makanan saja. Pendapat ini sebenarnya
kurang tepat karena hampir disemua makanan mengandung garam natrium
termasuk didalam bahanbahan pengawet makanan yang digunakan.
b.) Natrium dan klorida adalah ion utama cairan ekstraseluler. Konsumsi
natrium yang berlebih menyebabkan konsetrasi natrium didalam cairan
ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya kembali, cairan
intreseluler harus ditarik keluar sehingga volume cairan ekstraseluler
meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak pada
timbulnya hipertensi.
4. Merokok dan mengonsumsi alkohol
Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan
selain dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah,
nikotin dapat menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah.
Mengonsumsi alkohol juga dapat membahayakan kesehatan karena dapat
meningkatkan sistem katekholamin, adanya katekholamin memicu naik
tekanan darah.
5. Stres
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara. Jika
ketakutan, tegang atau dikejar masalah maka tekanan darah kita dapat

7
meningkat. Tetapi pada umumnya, begitu kita sudah kembali rileks maka
tekanan darah akan turun kembali. Dalam keadaan stres maka terjadi
respon sel-sel saraf yang mengakibatkan kelainan pengeluaran atau
pengangkutan natrium. Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga
melalui aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja ketika beraktivitas)
yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Stres
berkepanjanngan dapat mengakibatkan tekanan darah menjadi tinggi. Hal
tersebut belum terbukti secara pasti, namun pada binatang percobaan yang
diberikan stres memicu binatang tersebut menjadi hipertensi.

b. Faktor yang tidak dapat dikontrol


1. Keturunan (Genetika)
Faktor keturunan memang memiliki peran yang sangat besar
terhadap munculnya hipertensi. Hal tersebut terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak terjadi pada kembar
monozigot (berasal dari satu sel telur) dibandigkan heterozigot (berasal
dari sel telur yang berbeda). Jika seseorang termasuk orang yang
mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) dan tidak melakukan
penanganan atau pengobata maka ada kemungkinan lingkungannya akan
menyebabkan hipertensi berkembang dan dalam waktu sekitar tiga
puluhan tahun akan mulai muncul tanda-tanda dan gejala hipertensi
dengan berbagai komplikasinya.
2. Jenis kelamin
Pada umumnya pria lebih terserang hipertensi dibandingkan
dengan wanita. Hal ini disebabkan pria banyak mempunyai faktor yang
mendorong terjadinya hipertensi seperti kelelahan, perasaan kurang
nyaman, terhadap pekerjaan, pengangguran dan makan tidak terkontrol.
Biasanya wanita akan mengalami peningkatan resiko hipertensi setelah
masa menopause.
3. Umur
Dengan semakin bertambahannya usia, kemungkinan seseorang
menderita hipertensi juga semakin besar. Penyakit hipertensi merupakan

8
penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor risiko
terhadap timbulnya hipertensi. Hanya elastisitas jaringan yang
erterosklerosis serta pelebaran pembulu darah adalah faktor penyebab
hipertensi pada usia tua. Pada umumnya hipertensi pada pria terjadi di atas
usia 31 tahun sedangkan pada wanita terjadi setelah berumur 45 tahun.

2.1.5 Patofisiologi Penyakit Hipertensi


Menurut (Triyanto,2014) Meningkatnya tekanan darah didalam
arteri bisa rerjadi melalui beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat
sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar
kehilangan kelenturanya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.
Darah di setiap denyutan jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang
sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. inilah yang
terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku
karena arterioskalierosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga
meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arter kecil (arteriola)
untuk sementara waktu untuk mengarut karena perangsangan saraf atau
hormon didalam darah. Bertambahnya darah dalam sirkulasi bisa
menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terhadap
kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam
dan air dari dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga
meningkat.
Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang arteri
mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan
darah akan menurun. Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut
dilaksanakan oleh perubahan didalam fungsi ginjal dan sistem saraf
otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh
secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan tekanan
darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah meningkat, ginjal akan
mengeluarkan garam dan air yang akan menyebabkan berkurangnya
volume darah dan mengembalikan tekanan darah normal. Jika tekanan

9
darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air,
sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali normal.
Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim
yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang
selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan
organ peting dalam mengembalikan tekanan darah; karena itu berbagai
penyakit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya tekanan
darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu
ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan
dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan
naiknya tekanan darah (Triyanto 2014).
Perubahan struktural dan fungsional pada system pembuluh perifer
bertanggung pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan
ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekwensinya , aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
secukupnya), mengakibatkan penurunan curah jantunng dan meningkatkan
tahanan perifer (Prima,2015).

2.1.6 Manifestasi Penyakit Hipertensi


Menurut (Ahmad, 2011) sebagian besar penderita tekanan darah
tinggi umumnya tidak menyadari kehadirannya. Bila ada gejala, penderita
darah tinggi mungkin merasakan keluhan-keluhan berupa : kelelahan,
bingung, perut mual, masalah pengelihatan, keringat berlebihan, kulit
pucat atau merah, mimisan, cemas atau gelisah, detak jantung keras atau
tidak beraturan (palpasi), suara berdenging di telinga, disfungsi ereksi,
sakit kepala, pusing. Sedangkan menurut (Pudiastuti,2011) gejala klinis
yang dialami oleh para penderita hipertensi biasanya berupa : pengelihatan
kabur karena kerusakan retina, nyeri pada kepala, mual dan muntah

10
akibatnya tekanan kranial, edema dependen dan adanya pembengkakan
karena meningkatnya tekanan kapiler.

2.1.7 Komplikasi Penyakit Hipertensi


Menurut (Triyanto,2014) komplikasi hipertensi dapat menyebabkan sebaga
berikut :
a. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekananan tinggi diotak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-
arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal,
sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.
Arteri-arteri otak mengalami arterosklerosis dapat menjadi lemah,
sehingga meningkatkan kemungkinan terbentukya aneurisma. Gejala
tekena struke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang binggung
atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa
lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa
kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara
mendadak.
b. Infark miokard
Infrak miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah
tersebut. Hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan
oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan infrak. Demikian juga hipertropi
ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung, dan
peningkatan resiko pembentukan bekuan.
c. Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal. Glomerolus. Dengan rusaknya

11
glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan
terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan
rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga
tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang
sering di jumpai pada hipertensi kronik.
d. Ketidak mampuan jantung dalam memompa darah
Ketidak mampuan jantung dalam memompa darah yang
kembalinya kejantung dengan cepat dengan mengakibatkan caitan
terkumpul diparu, kaki dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan
didalam paru-paru menyebabkan sesak napas, timbunan cairan ditungkai
menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema. Ensefolopati
dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat).
Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan
kapiler dan mendorong cairan kedalam ruangan intertisium diseluruh
susunan saraf pusat. Neuronneuron disekitarnya kolap dan terjadi koma.

Sedangkan menurut Menurut (Ahmad,2011) Hipertensi dapat


diketahui dengan mengukur tekanan darah secara teratur. Penderita
hipeertensi, apabila tidak ditangani dengan baik, akan mempunyai resiko
besar untuk meninggal karena komplikasi kardovaskular seperti stoke,
serangan jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal, target kerusakan akibat
hipertensi antara lain :

a. Otak : Menyebabkan stroke

b. mata : Menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan


kebutaan.

c. Jantung : Menyebabkan penyakit jantung coroner (termasuk infark jantung)

d. Ginjal : Menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal

2.2 Pengetahuan
2.2.1 Definisi Pengetahuan

12
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh
melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata)
(Notoatmodjo, 2005).
Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua
aspek, yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini yang akan
menentukan sikap seseorang semakin banyak aspek positif dan objek yang
diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek
tertentu (Dewi & Wawan, 2010).

2.2.2 Proses Perilaku “TAHU”


Menurut Rogers (1974) perilaku adalah semua kegiatan atau
aktifitas manusia baik yang dapat diamati langsung dari maupun tidak
dapat diamati oleh pihak luar (Dewi & Wawan, 2010, p.15). Sedangkan
sebelum mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan, yakni :
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian dan tertarik
pada stimulus.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) individu akan mempertimbangkan baik
buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap
responden sudah baik lagi.
d. Trial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran,
dan sikapnya terhadap stimulus.
Penelitian selanjutnya Rogers (1974) yang dikutip oleh
Notoadmojo (2003), menyimpulkan bahwa pengadopsian perilaku yang
melalui proses seperti diatas dan didasari oleh pengetahuan, kesadaran
yang positif, maka perilaku tersebut akan berlangsung langgeng (ling
lasting). Namun sebaliknya jika perilaku tersebut tidak didasari oleh

13
pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut bersifat sementara atau
tidak akan berlangsung lama. Perilaku manusia dapat dilihat dari tiga
aspek, yaitu aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan
refleksi dari berbagai sifat kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi,
persepsi, sikap dan sebagainya yang ditentukan dan dipengaruhi oleh
faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, dan sosial budaya.

2.2.3 Tingkat Pengetahuan


Tingkat Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan, yaitu (Notoatmodjo, 2003) :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah pelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima
b. Memahami (Comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi
disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,
rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang
lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan

14
(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian itu didasarkan pada suatu kreteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.2.4 Cara Mengetahui Kebenaran Pengetahuan
Cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokan menjadi dua, yakni :
(Notoatmodjo, 2010)

a. Cara Memperoleh Kebenaran Non ilmiah


1. Cara Coba Salah (Trial and Error)
Cara memperoleh kebenaran non ilmiah, yang pernah digunakan
oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba
coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error”. Metode ini
telah digunakan oleh orang dalam waktu yang cukup lama untuk
memecahkan berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang pun metode ini
masih sering digunakan, terutama oleh mereka yang belum atau tidak
mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan suatu masalah yang
dihadapi. Metode ini telah banyak jasanya, terutama dalam meletakan
dasar-dasar mennemukan teori-teori dalam berbagai cabang iilmu
pengetahuan.
2. Secara Kebetulan

15
Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak
disengaja oleh orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah
penemuan enzim urease oleh Summers pada tahun 1926.
3. Cara Kekuasaan atau Otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-
kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak kebiasaan seperti
ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga
terjadi pada masyarakat modern. Para pemegang otoritas, baik pemimpin
pemerintah, tokoh agama, maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya
mempunyai mekanisme yang sama di dalam penemuan pengetahuan.
4. Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah.
Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan
sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh karena itu pengalaman pribadi
pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini
dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
5. Cara Akal Sehat
Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan
teori atau kebenaran. Sebelum ilmu pendidikan ini berkembang, para
orang tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasihat orang
tuanya,atau agar anak disiplin menggunakan cara hukuman fisik bila
anaknya berbuat salah, misalnya dijewer telinganya atau dicubit. Ternyata
cara menghukum anak ini sampai sekarang berkembang menjadi teori atau
kebenaran, bahwa hukuman adalah merupakan metode (meskipun bukan
yang paling baik) bagi pendidikan anak. Pemberian hadiah dan hukuman
(reward and punishment) merupakan cara yang masih dianut oleh banyak
orang untuk mendisiplinkan anak dalam konteks pendidikan.
6. Kebenaran Melalui Wahyu

16
Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang
diwahyukan dari Tuhan melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima
dan diyakini oleh pengikut-pengikut agama yang bersangkutan, terlepas
dari apakah kebenaran tersebut rasional atau tidak.
7. Kebenaran secara Intuitif
Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia cepat sekali melalui
proses diluar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir.
Kebenaran yang diperoleh melalui intuitif sukar dipercaya karena
kebenaran ini tidak menggunakan cara-cara yang rasional dan yang
sisitematis. Kebenaran ini diperoleh seseorang hanya berdasarkan intuisi
atau suara hati atau bisikan hati saja.
8. Melalui Jalan Pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara
berfikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu
menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan
kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah
menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.
9. Induksi
Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari
pernyataan-pernyataan khusus ke pertanyaan yang bersifat umum. Proses
berpikir induksi berasal dari hasil pengamatan indra atau hal-hal yang
nyata, maka dapat dikatakan bahwa induksi beranjak dari hal-hal yang
konkret kepada hal-hal yang abstrak.
10. Deduksi
Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan
umum yang ke khusus. Aristoteles (384-322SM) mengembangkan cara
berpikir deduksi ini ke dalam suatu cara yang disebut “silogisme”.
Silogisme merupakan suatu bentuk deduksi berlaku bahwa sesuatu yang
dianggap benar secara umumpada kelas tertentu, berlaku juga
kebenarannya pada semua peristiwa yang terjadi pada setiap yang
termasuk dalam kelas itu.

17
b. Cara Ilmiah dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada
dewasa ini lebih sistimatis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut „metode
penelitian ilmiah‟, atau lebih popular disebut metodologi penelitian
(research methodology). Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis
Bacon (1561-1626). Ia mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan
dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat
pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek
yang diamati. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok yakni :
1) Segala sesuatu yang positif, yakni gejala tertentu yang muncul pada saat
dilakukan pengamatan
2) Segala sesuatu yang negatif, yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat
dilakukan pengamatan
3) Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejala-gejala yang berubah-
ubah pada kondisi-kondisi tertentu.

2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetauan


1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan (Dewi & Wawan, 2010 )
a. Faktor Internal : Pendidikan, Pekerjaan, Umur
b. Faktor Eksternal: Faktor lingkungan, Sosial Budaya
2. Menurut Arikunto (2006) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan di
interprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
a. Baik : Hasil presentase 76%-100%.
b. Cukup : Hasil presentase 56% - 75%.
c. Kurang : Hasil presentase >65%.

2.3 Promosi Kesehatan


2.3.1 Definisi
WHO, 1998 (World Health Organization) menyebutkan bahwa promosi
kesehatan adalah strategi inti untuk pengembangan kesehatan, yang merupakan
suatu proses yang berkembang dan berkesinambungan pada status sosial dan
kesehatan individu dan masyarakat.

18
Pada realitasnya, area-area promosi kesehatan itu harus dilakukan
dengan menekankan pada prioritas supaya pelaksanaannya lebih terarah,
efektif dan tepat sehingga tujuan tercapai. Pada tahun 2011 sampai dengan
2016 area prioritas promosi kesehatan, adalah :
1. Social determinant of health, yang termasuk determinan sosial untuk kesehatan
ini adalah kebijakan-kebijakan kesehatan, kesenjangan social termasuk juga
persoalan-persoalan ekonomi.
2. Noncommunicable disease control and prevention. Di Indonesia, data penyakit
tidak menular sebagai berikut, proporsi angka kematian penyakit tidak menular
meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 59,5% pada tahun 2007. Hasil
Riskesdas tahun 2007 menunjukkan tingginya prevalensi PTM di
Indonesia,yaitu : (1). hipertensi (31,7 %), (2). penyakit jantung (7,2%), (3).
stroke (0,83%), dan (4). diabetes mellitus (1,1%). Faktor risiko PTM meliputi
pola makan tidak sehat seperti pola makan rendah serat dan tinggi lemak serta
konsumsi garam dan gula berlebih, kurangaktifitas fisik (olah raga) dan
konsumsi rokok. Artinya bahwa perubahan polapenyakit di atas sangat
dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, transisi demografi, social ekonomi dan
sosial budaya. PTM menjadi salah satu tantangan dalam pembangunan bidang
kesehatan.
3. Health promotion system, berkaitan dengani nfrasturktur atau hal-hal yang
yang mendukung promosi kesehatan, seperti kempetensi, penelitian dan
pengembangan tentunya dengan melibatkan budaya, system dan teknologi-
teknologi terbaru.
4. Promosi kesehatan yang berkelanjutan, melingkupi pendekatan-pendekatan
kemitraan, pendekatan lingkungan, pencegahan bencana dan manajemen pasca
bencana.
Menurut Green & Ottoson,(1998). Promosi Kesehatan adalah Kombinasi
berbagai dukungan menyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan
perundangan untuk perubahan
Menurut Green (Notoatmodjo, 2007), promosi kesehatan adalah
segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait
dengan ekonomi, politik, dan organisasi, yang direncanakan untuk

19
memudahkan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.
Green juga mengemukakan bahwa perilaku ditentukan oleh tiga faktor
utama yaitu:
1. Faktor predisposisi (predisposising factors), yang meliputi pengetahuan dan
sikap seseorang.
2. Faktor pemungkin (enabling factors), yang meliputi sarana, prasarana, dan
fasilitas yang mendukung terjadinya perubahan perilaku.
3. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penguat bagi seseorang
untuk mengubah perilaku seperti tokoh masyarakat, undang-undang, peraturan-
peraturan dan surat keputusan.
Menurut Lawrence Green (1984), promosi kesehatan adalah segala
bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan
ekonomi, politik, dan organisasi yang dirancang untuk memudahkan
perubahan perilaku dan lingkungan yang baik bagi kesehatan. Tujuan
utama promosi kesehatan adalah untuk mencapai 3 hal, yaitu :
1) Peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat
2) Peningkatan perilaku masyarakat
3) Peningkatan status kesehatan masyarakat
Menurut Lawrence Green (1990) dalam buku Promosi Kesehatan
Notoatmodjo (2007) tujuan promosi kesehatan terdiri dari 3 tingkatan,
yaitu:
1) Tujuan Program
Merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai dalam periode waktu
tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan.
2) Tujuan Pendidikan
Merupakan deskripsi perilaku yang akan dicapai untuk mengatasi masalah
kesehatan yang ada.
3) Tujuan Perilaku
Merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus tercapai (perilaku yang
diinginkan). Oleh sebab itu tujuan perilaku berhubungan dengan pengetahuan
dan sikap.

20
Promosi Kesehatan di Indonesia telah mempunyai visi, misi dan strategi
yang jelas, sebagaimana tertuang dalam SK Menkes RI No. 1193/2004 tentang
Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan. Visi, misi dan strategi tersebut sejalan
dan bersama program kesehatan lainnya mengisi pembangunan kesehatan dalam
kerangka Paradigma Sehat menuju visi Indonesia Sehat. Bilamana ditengok
kembali hal ini sejalan dengan visi global. Visi Promosi Kesehatan adalah:
“PHBS 2010”, yang mengindikasikan tentang terwujudnya masyarakat Indonesia
baru yang berbudaya sehat. Visi tersebut adalah benar-benar visioner,
menunjukkan arah, harapan yang berbau impian, tetapi bukannya tidak mungkin
untuk dicapai. Misi Promosi Kesehatan yang ditetapkan adalah:
(1) Memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat untuk hidup sehat
(2) Membina suasana atau lingkungan yang kondusif bagi terciptanya PHBS di
masyarakat
(3) Melakukan advokasi kepada para pengambil keputusan dan penentu kebijakan.
Misi tersebut telah menjelaskan tentang apa yang harus dan perlu dilakukan
oleh Promosi Kesehatan dalam mencapai visinya. Misi tersebut juga
menjelaskan fokus upaya dan kegiatan yang perlu dilakukan. Dari misi tersebut
jelas bahwa berbagai kegiatan harus dilakukan serempak.

2.3.2 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan


Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan aspek pelayanan
kesehatan menurut Notoatmodjo (2007), meliputi :
a) Promosi kesehatan pada tingkat promotif.
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat pelayanan promotif adalah
pada kelompok orang sehat, dengan tujuan agar mereka mampu
meningkatkan kesehatannya.
b) Promosi kesehatan pada tingkat preventif.
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini selain pada orang yang
sehat juga bagi kelompok yang beresiko. Misalnya, ibu hamil, para
perokok, para pekerja seks, keturunan diabetes dan sebagainya. Tujuan
utama dari promosi kesehatan pada tingkat ini adalah untuk mencegah
kelompok-kelompok tersebut agar tidak jatuh sakit (primary prevention).

21
c) Promosi kesehatan pada tingkat kuratif.
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini adalah para penderita
penyakit, terutama yang menderita penyakit kronis seperti asma, diabetes
mellitus, tuberculosis, hipertensi dan sebagainya. Tujuan dari promosi
kesehatan pada tingkat ini agar kelompok ini mampu mencegah penyakit
tersebut tidak menjadi lebih parah (secondary prevention).
d) Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitatif.
Sasaran pokok pada promosi kesehatan tingkat ini adalah pada
kelompok penderita atau pasien yang baru sembuh dari suatu penyakit.
Tujuan utama promosi kesehatan pada tingkat ini adalah mengurangi
kecacatan seminimal mungkin. Dengan kata lain, promosi kesehatan pada
tahap ini adalah pemulihan dan mencegah kecacatan akibat dari suatu
penyakit (tertiary prevention) (Notoatmodjo, 2007).
2.3.3 Upaya Promosi Kesehatan
Perlu disadari bahwa upaya promosi kesehatan merupakan
tanggung-jawab kita bersama, bahkan bukan sektor kesehatan semata,
melainkan juga lintas sektor, masyarakat dan dunia usaha. Promosi
kesehatan perlu didukung oleh semua pihak yang berkepentingan.
Kesamaan pengertian, efektifitas kerjasama dan sinergi antara aparat
kesehatan pusat, provinsi, kabupaten/kota dan semua pihak dari semua
komponen bangsa adalah sangat penting dalam rangka mencapai visi,
tujuan dan sasaran promosi kesehatan secara nasional. Semuanya itu
adalah dalam rangka menuju Indonesia Sehat, yaitu Indonesia yang
penduduknya hidup dalam perilaku dan budaya sehat, dalam lingkungan
yang bersih dan kondusif dan mempunyai akses untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang bermutu, sehingga dapat hidup sejahterah dan
produktif.
Upaya promosi dan pencegahan penyakit jantung dan pembuluh
darah pada masyarakat yang masih sehat dan masyarakat yang berisiko,
dengan tidak melupakan masyarakat yang berpenyakit dan masyarakat
yang menderita kecacatan dan memerlukan rehabilitasi. Untuk itu

22
kebijakan promosi dan pencegahan peyakit jantung dan pembuluh darah
sebagai berikut : Kemenkes RI (2010)
1. Promosi dan pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah dikembangkan
melalui upaya-upaya yang mendorong memfasilitasi diterbitkannya kebijakan
yang mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit jatung dan
pembuluh darah.
2. Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah dilakukan
melalui pengembangan kemitraan antara pemerintah, masyarakat, organisasi
kemasyarakatan, organisasi profesi termasuk dunia usaha dan swasta.
3. Promosi dan pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan
bagian yang tak terpisahkan dalam semua pelayanan kesehatan yang terkait
dengan penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah.
4. Promosi dan pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah didukung oleh
tenaga professional melalui peningkatan kemampuan secara terus menerus
(capacity building).
5. Promosi dan pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah dikembangkan
dengan menggunakan teknologi tepat guna sesuai dengan masalah potensi dan
sosial budaya untuk meningkatkan efektifitas intervensi yang dilakukan di
bidang penanggulangan.

2.3.4 Strategi Promosi Kesehatan


Berdasarkan rumusan WHO (1994), dalam Notoatmodjo (2007),
strategi promosi kesehatan secara global terdiri dari tiga hal, yaitu :
1) Advokasi (advocacy)
Advokasi dilakukan oleh fasilitator dan Kepala Puskesmas
terhadap pembuat kebijakan dan pemuka/tokoh masyarakat agar mereka
berperan serta dalam kegiatan pembinaan PHBS di Puskesmas. Advokasi
adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain, agar orang lain tersebut
membantu atau mendukung terhadap tujuan yang akan dicapai. Dalam
konteks promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para
pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor, dan di

23
berbagai tingkat, sehingga para pejabat tersebut dapat mendukung
program kesehatan yang kita inginkan.
2) Dukungan sosial (social supporrt)
Strategi dukungan sosial adalah suatu kegiatan untuk mencari
dukungan sosial melalui tokoh-tokoh formal maupun informal. Tujuan
utama kegiatan ini adalah agar tokoh masyarakat sebagai penghubung
antara sektor kesehatan sebagai pelaksana program kesehatan dengan
masyarakat penerima program kesehatan. Bentuk kegiatan dukungan
sosial antara lain pelatihan-pelatihan para tokoh masyarakat, seminar,
lokakarya, bimbingan kepada tokoh masyarakat dan sebagainya.
3) Pemberdayaan masyarakat (empowerment)
Pemberdayaan merupakan strategi promosi kesehatan yang
ditujukan kepada masyarakat langsung. Pemberdayaan dilaksanakan oleh
para petugas kesehatan yang melayani pasien/pengunjung (dokter kecil,
perawat, bidan, laboran, penata rontgen, apoteker, dan lain-lain). Tujuan
utama pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan untuk diri mereka sendiri.
Bentuk kegiatan ini antara lain penyuluhan kesehatan, keorganisasian dan
pengembangan masyarakat dalam bentuk koperasi, pelatihan-pelatihan
untuk kemampuan peningkatan pendapatan keluarga (Notoatmodjo, 2007).

2.3.5 Pelaksaan Kegiatan


Adapun kegiatan-kegiatan yang tidak memerlukan biaya
operasional seperti pemberdayaan pasien/pengunjung dan advokasi dapat
dilaksanakan. Sedangkan kegiatan-kegiatan lain yang memerlukan dana
dilakukan jika sudah tersedia dana, apakah itu dana dari Puskesmas, dari
pihak donatur atau dari pemerintah. Pembinaan PHBS di Puskesmas
dilaksanakan dengan pemberdayaan, yang didukung oleh bina suasana dan
advokasi (Notoatmodjo, 2007).
Kegiatan-kegiatan Advokasi, pemberdayaan masyarakat, dan dukungan
social di Puskesmas tersebut di atas harus didukung oleh kegiatan-kegiatan (1)
dukungan social PHBS di Puskesmas dalam lingkup yang lebih luas

24
(kabupaten/kota dan provinsi) dengan memanfaatkan media massa berjangkauan
luas seperti surat kabar, majalah, radio, televisi dan internet; serta (2) advokasi
secara berjenjang dari dari tingkat provinsi ke tingkat kabupaten/kota dan dari
tingkat kabupaten/kota ke kecamatan (Notoatmodjo, 2007).

2.3.6 Metode dan Media Promosi Kesehatan


Menurut Notoatmodjo (2007) dalam bukunya promosi kesehatan
dan ilmu perilaku promosi kesehatan, terdapat beberapa metode
pendidikan dan media promosi kesehatan yang biasa digunakan antara lain
:
1. Metode pendidikan individual, merupakan metode pendidikan yang bersifat
perorangan diantaranya bimbingan atau penyuluhan, dan wawancara.
2. Metode pendidikan kelompok, dalam metode ini harus diingat bahwa jumlah
populasi yang akan ditujukan haruslah dipertimbangkan. Untuk itu dapat dibagi
menjadi kelompok besar dan kelompok kecil serta kelompok massa. Apabila
peserta lebih dari 15 orang maka dapat dimaksudkan kelompok besar, dimana
dap3t menggunakan metode ceramah dan seminar. Sedangkan disebut
kelompok kecil apabila jumlah kurang dari 15 orang dapat menggunakan
metode diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju, kelompok kecil, serta
memainkan peran. Apabila menggunakan metode pendidikan massa ditujukan
kepada masyarakat ataupun khalayak yang luas dapat berupa ceramah umum,
pesawat televisi, radio, tulisan-tulisan majalah atau koran, dan lain sebagainya.
Selanjutnya dalam media yang digunakan dalam pemberian
pendidikan kesehatan ini adalah materi tertulis dalam bentuk brosur.
Brosur yang diberikan berisi materi mengenai bahaya PJK bagi kesehatan.
Menurut Notoatmodjo (2007) terdapat 3 macam media, antara lain :
1). Media bantu lihat (visual) yang berguna dalam menstimulasi indra mata pada
waktu terjadinya proses pendidikan. Dimana media bantu lihat ini dibagi
menjadi 2 yaitu media yang diproyeksikan misalnya slide, film, film strip dan
sebagainya, sedangkan media yang tidak diproyeksikan misalnya peta, buku,
leaflet, bagan dan lain sebagainya.

25
2). Media bantu dengar (audio) dimana merangsang indra pendengaran sewaktu
terdapat proses penyampaian, misalnya radio, piring hitam, pita suara
3). Media lihat-dengar seperti televisi, video cassete dan lain sebagainya
(Notoatmodjo, 2007).
2.4. Edukasi
2.4.1 Definisi Edukasi
Edukasi atau disebut juga dengan pendidikan merupakan segala
upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,
kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoadmojo, 2003). Edukasi
merupakan proses belajar dari tidak tahu tentang nilai kesehatan menjadi
tahu (Suliha, 2002).
Berdasarkan definisi terkait pentingnya edukasi dalam penelitian
ini dalam merencanakan, memantau, mengaplikasikan metode,
mendeskripsikan dan mengevaluasi hasil terhadap pengetahuan akan
teknik dan metode apa saja yang diketahui oleh para responden penelitian
yakni khususnya para pengunjung lembaga penyedia layanan kesehatan
(Carr et al, 2014).

2.4.2 Tujuan Edukasi Kesehatan


Secara umum tujuan pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku
individu dan masyarakat di bidang kesehatam, serta tercapainya perubahan
perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam memelihara perilaku sehat
serta berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Ada
beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam keberhasilan pendidikan dalam
pelayanan kesehatan, antara lain tingkat pendidikan, tingkat social eknomi, adat
istiadat, kepercayaan masyarakat, dan ketersediaan waktu dari masyarakat
(Potter&Perry, 2009). Pendidikan dalam pelayanan kesehatan mengacu juga pada
edukasi pada klien. Klien semakin menyadari kesehatan dan ingin dilibatkan
dalam pemeliharaan kesehatan. Perawat atau tim kesehatan harus memeberikan
edukasi kesehatan pada tempat yang nyaman dan dikenal oleh klien
(Potter&Perry, 2009). Sedangkan tempat penyelenggaraan pendidikan kesehatan

26
dapat dilakuakan di isntitusi pelayanan antara alain puskesmas, Rumah Sakit,
Klinik, Sekolah ataupun pada masayarakat berupa keluarga binaan (Rocahdi,
2011).
Layanan kesehatan preventif dapat mengurangi biaya kesehatan dn
menurunkan beban bagi individu, keluarga, dan komunitas. Yang terpenting, hasil
yang diharapkan dalam edukasi kesehatan adalah terjadinya perubahan sikap dan
perilaku individu, keluarga, dan masyarakat untuk dapat menanamkan prinsip-
prinsip hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari demi mencapai derajat kesehatan
yang optimal. Perawat juga bertanggung jawab mengajarkan informasi yang
dibutuhkan klien dan keluarganya. Klien diberitahu bahwa mereka berhak
mendapatkan informasi tentang pelayanan yang akan diterima, menerima
informasi tentang pelayanan yang akan diterima, menerima informasi tentang
pelayanan dalam bahasa yang mereka inginkan, dan mengharapkan bahwa mereka
akan didengar dan diperlakukan dengan hormat (Potter&Perry, 2009).

2.4.3 Sasaran Pendidikan Kesehatan


Mubarak et al tahun 2009 mengemukakan bahwa sasaran
pendidikan kesehatan dibagi dalam tiga kelompok sasaran yaitu:
Sasaran primer (Primary Target), sasaran langsung pada masyarakat segala upaya
pendidikan atau promosi kesehatan.
1. Sasaran sekunder (Secondary Target), sasaran para tokoh masyarakat adat,
diharapkan kelompok ini pada umumnya akan memberikan pendidikan
kesehatan pada masyarakat disekitarnya.
2. Sasaran Tersier (Tersiery Target), sasaran pada pembuat keputusan atau
penentu kebijakan baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah, diharapkan
dengan keputusan dari kelompok ini akan berdampak kepada perilaku
kelompok sasaran sekunder yang kemudian pada kelompok primer.

27
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian One Group Pretest Post test,
dimana menggunakan pembanding yang dilakukan untuk mengetahui efek
sebelum dan sesudah pemberian. Subyek penelitian ini adalah warga Desa
Junwangi Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini
dimaksudkan untuk melihat pengetahuan warga terkait Penyakit
Hipertensi.

3.2 Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2020 di Desa Junwangi,
Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, dengan kode
pos 61262.

3.3 Sasaran Penelitian


3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan
diteliti. Populasi dalam penelitian adalah warga baik pria maupun wanita

28
pada rentang usia 25 tahun keatas yang berdomisili di sekitar Desa
Junwangi Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.
Populasi penelitian merupakan populasi terbatas (warga Desa
Junwangi Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur)
sehingga ditentukan rumus besar sampel menurut Slovin yaitu sebagai
berikut :
N
n=
1+ N . E2

Keterangan:
n : Ukuran sampel
N : Jumlah Populasi
E : Persen kelonggoran ketidaktilitian karena kesalahan pengambilan sampel yang
masih dapat ditoleransi atau diinginkan misalnya 2%.

3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Penelitian ini
menggunakan teknik random sampling yaitu suatu cara pengambilan
sampel dengan memberikan kesempatan atau peluang yang sama untuk
diambil pada populasi.
Kriteria Sampel :
1. Kriteria inklusi :
a. Berjenis kelamin perempuan dan laki - laki
b. Memiliki rentang umur 25-40
c. Bersedia mengisi kuisioner dengan lengkap
2. Kriteria eksklusi :
a. Tidak bersedia mengisi kuisioner dengan lengkap
b. Tidak memenuhi kriteria umur

29
3.4 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah
berdasarkan kriteria inklusi. Kriteria inklusi yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
1. Warga Desa Junwangi Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.
2. Pria maupun wanita yang berusia 25 tahun keatas
3. Bersedia menjadi responden penelitian

3.5 Variabel Penelitian


Variabel merupakan konsep yang mempunyai nilai yang bermacam-
macam. Suatu konsep dapat diubah menjadi suatu variabel dengan cara
memusatkan pada aspek tertentu dari variabel itu sendiri. Variabel terikat
adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan pasien terkait dengan
Penyakit Hipertensi. Variabel bebas adalah salah satu variabel yang
mempunyai pengaruh besar terhadap variabel lainnya. Variabel bebasnya
adalah penyuluhan gaya hidup.

3.6 Analisa Data


Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif kuantitatif dengan melihat
hasil kuisioner tau atau tidaknya pengetahuan tentang kolesterol penduduk desa
Katerungan. Hasil yang diperoleh dibuat dalam bentuk presentase, kemudian data
tersebut disajikan dalam bentuk grafik. Hasilnya digunakan untuk menarik
kesimpulan. Cara menghitung data prevalensi pengetahuan tentang kolesterol,
yaitu :
Jumlah warga yg menjawab benar
Prevalensi= x 100 %
Jumlah warga yg mengikuti penyuluhan

3.7 Uji Normalisasi (Uji Shapiro Wilk)


Uji Shapiro Wilk adalah sebuah metode atau rumus perhitungan sebaran
data yang dibuat oleh shapiro dan wilk. Metode shapiro wilk adalah metode uji
normalitas yang efektif dan valid digunakan untuk sampel berjumlah kecil.

30
Dalam penerapannya, para peneliti dapat menggunakan aplikasi statistik antara
lain: SPSS dan STATA.
Di bawah ini adalah rumus dari perhitungan uji shapiro wilk. harap para
pembaca perhatikan baik-baik dan secara seksama.

Keterangan Rumus Shapiro Wilk


D = Berdasarkan rumus di bawaha = Coeffisient test Shapiro Wilk
X n-i+1 = Angka ke n – i + 1 pada data

X i = Angka ke i pada data

Keterangan :
Xi = Angka ke i pada data yang
X = Rata-rata data

Keterangan :
G = Identik dengan nilai Z distribusi normal
T3 = Berdasarkan rumus di atas bn, cn, dn = Konversi Statistik Shapiro-Wilk Pendekatan
Distribusi Normal

Cara Baca Hasil Uji Shapiro Wilk


Cara baca hasil perhitungan uji shapiro wilk adalah dengan melihat nilai
shapiro wilk hitung dan tingkat Signifikansinya. Dalam hasil uji SPSS, nilai
shapiro hitung ditunjukkan dengan nilai VALUE, sedangkan signifikansinya
ditunjukkan dengan nilai Sig.

31
Signifikansi

Signifikansi dibandingkan dengan tabel Shapiro Wilk. Signifikansi uji


nilai T3 dibandingkan dengan nilai tabel Shapiro W, untuk dilihat posisi nilai
probabilitasnya (p).
Jika nilai p > 5%, maka Ho diterima ; Ha ditolak.
Jika nilai p < 5%, maka Ho ditolak ; Ha diterima.

3.8 Uji Beda


3.8.1 Normal (Uji T Paired)
Uji Paired Sample T Test menunjukkan apakah sampel berpasangan
mengalami perubahan yang bermakna. Hasil uji Paired Sample T Test ditentukan
oleh nilai signifikansinya. Nilai ini kemudian menentukan keputusan yang
diambil dalam penelitian.
 Nilai signifikansi (2-tailed) < 0.05 menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan antara variabel awal dengan variabel akhir. Ini menunjukkan
terdapat pengaruh yang bermakna terhadap perbedaan perlakuan yang
diberikan pada masing-masing variabel.
 Nilai signifikansi (2-tailed) >0.05 menunjukkan tidak terdapat perbedaan
yang signifikan antara variabel awal dengan variabel akhir. Ini menunjukkan
tidak terdapat pengaruh yang bermakna terhadap perbedaan perlakukan yang
diberikan pada masing-masing variable

Berikut langkah-langkah melakukan uji Paired Sample T Test:

1. Klik Analyze > Compare Means > Paired-Samples T Test


2. Memasukkan variabel dari sampel berpasangan

Setelah kita melakukan langkah di atas, akan terbuka jendela Paired


Samples T Test. Masukkan variabel dari sampel berpasangan pada kotak Paired
Variable. Pada kolom Variable 1 masukkan variabel pada kondisi pertama
(Contoh: Test Awal) dan Variable 2 masukkan variable pada kondisi kedua
(Contoh: Test Akhir).
3. Klik OK
Setelah kita klik OK, hasil analisis ditampilkan pada jendela output.

32
Penjelasan Kolom tabel Paired Samples Test

1. Kolom pertama menunjukkan pengujian pasangan, pada contoh pada baris 1


berisi data Pair 1, jika kita melakukan pengujian dengan banyak pasangan
maka baris yang dihasilkan akan lebih banyak.
2. Mean menunjukkan rata-rata perbedaan nilai dari 2 variabel yang diuji yang
merupakan selisih mean test awal dan test akhir.
3. Std. Deviation menunjukkan standar deviasi dari skor perbedaan.
4. Std. Error Mean menunjukkan standar error dari perbedaan nilai digunakan
dalam menghitung statistik uji dan interval kepercayaan (Lower dan Upper
bound).
5. t menunjukkan statistik uji (dilambangkan dengan t) untuk uji berpasangan
(paired test)
6. df menunjukkan derajat kebebasan dari pengujian.
7. sig (2-tailed) menunjukkan p-value atau signifikansi hasil pengujian yang
bersesuaian dengan statistik uji (t) dan derajat kebebasan (df).
3.8.2 Tidak Normal (UjiWilcoxon Test)
Uji tanda memanfaatkan hanya tanda-tanda ‘plus’dan ‘minus’ yang
diperoleh dari selisih antara nilai pengamatan dan median pembanding, tetapi
mengabaikan besarnya selisih-selisih tersebut. Wilcoxon (1945) memperkenalkan
satu prosedur nonparametrik untuk menguji median yang memanfaatkan baik
arah (tanda ‘plus’dan ‘minus’) maupun besar arah itu. Uji ini dikenal dengan
istilah uji peringkat bertanda Wilcoxon (Wilcoxon signed-rank test). Uji ini
digunakan untuk menguji dua kelompok sampel terkait prosedur NonParametrik

Hipotesis Uji
H0 : D = 0  (Rata-rata sama)
H1 : D ≠ 0 (Rata-rata berbeda sama)

Statistik Uji
Prosedur umum uji peringkat bertanda Wilcoxon adalah sebagai berikut :
1.  Hitung selisih nilai data kelompok 1 dengan kelompok 2 dan median untuk setiap
pengamatan, Di = Pre ke i – Post ke i
2.  Beri peringkat untuk |Di|. Jika ada nilai yang sama (disebut ties) beri peringkat
tengah (mid-rank).

33
3.  Pasangkan tanda ‘plus’ dan ‘minus’ pada peringkat sesuai nilai pada langkah
pertama.
4.  Hitunglah : jumlah peringkat bertanda ‘plus’ (T+), dan jumlah peringkat bertanda
‘minus’ (T-).

Statistik uji yang digunakan untuk masing-masing hipotesis adalah adalah :


T’ = min (T-, T+)

Kaidah Keputusan
Tolak H0 jika T’ < Tn(α/2), dimana Tn(α/2) diperoleh dari Tabel Wilcoxon

Untuk contoh berukuran besar dapat didekati dengan sebaran normal baku
menggunakan rumus :

Formula untuk data tidak memiliki nilai duplikat (no ties)

Formula untuk data memiliki nilai duplikat (with ties)

3.9 Skala Guttman


3.9.1 Uji Validitas
Pengujian validitas dengan menggunakan expert judgement dilaksanakan dengan
penelaahan terhadap kisi – kisi instrument apakah telah sesuai dengan tujuan
penelitian, setelah itu dilakukan penelaahan terhadap kesesuaian alat ukur
penelitian serta penelaahan terhadap item – item pertanyaan yang diajukan
terhadap responden.
Koefisien Reprodusibilitas (Kr)
e
Kr = 1 -
n
Keterangan :

34
Kr = Koefisien reprodusibilitas
e = jumlah kesalahan
n = jumlah total pilihan jawaban
Koefisien Skalabilitas (Ks)
e
Ks = 1 -
c (n−Tn)
Keterangan :
Ks = Koefisien Skalabilitas
e = jumlah kesalahan
k = jumlah kesalahan yang diharapkan = c (n – Tn) dimana c adalah kemungkinan
mendapatkan jawaban yang benar, karena jawaban adalah “ya” dan “tidak” maka
c = 0,5
n = jumlah total pilihan jawaban
Tn = jumlah pilihan jawaban

3.9.2 Uji Reliabilitas


Uji reliablitas digunakan untuk mendapatkan instrument yang
benar sesuai dengan kondisi di lapangan. Menurut arikunto “instrumen
yang reliabel adalah instrument tersebut cukup baik sehingga mampu
mengungkap data yang bisa dipercaya” (Arikunto, 1998).
k S 2 t−∑ pi qi
ri = { }
(k −1) S2t
Keterangan :
k = jumlah item dalam instrument
pi = proporsi banyaknya subjek yang menjawab pada item 1
qi = 1 – pi
S2t = varians total

35
36
BAB IV
DATA HASIL

4.1 Data Identitas Responden


Grafik Data Usia Responden

Usia Responden
18
21 tahun
16 20 tahun
14

12

10

6 22 tahun
4 23 tahun
2

Grafik Data Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Responden


30

25

20

15

10

0
perempuan laki laki

37
4.2 Hasil Test
Grafik Frekuensi Nilai Pretest

PreTest
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Grafik Frekuensi Nilai Postest

Post Test
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
114 15
2 316 17
4 18
5 19
6 20
7 21
8 22
9 23
10 24
11

4.3 Deskriptif
Descriptives
Statistic Std. Error
Pretest Mean 18.23 .452
95% Confidence Interval for Lower Bound 17.32
Mean Upper Bound 19.15
5% Trimmed Mean 18.26
Median 18.00

38
Variance 7.972
Std. Deviation 2.823
Minimum 11
Maximum 24
Range 13
Interquartile Range 3
Skewness -.159 .378
Kurtosis .282 .741
Postest Mean 19.26 .400
95% Confidence Interval for Lower Bound 18.45
Mean Upper Bound 20.07
5% Trimmed Mean 19.26
Median 19.00
Variance 6.248
Std. Deviation 2.500
Minimum 14
Maximum 24
Range 10
Interquartile Range 3
Skewness .097 .378
Kurtosis -.377 .741

4.4 Uji Normalitas


Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pretest .126 39 .119 .975 39 .520
Postest .156 39 .017 .965 39 .262
a. Lilliefors Significance Correction

4.5 Uji Beda (Paired T test)


Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pretest 18.23 39 2.823 .452
Postest 19.26 39 2.500 .400

39
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Pretest & Postest 39 .901 .000

Paired Samples Test


Sig. (2-
Paired Differences t df tailed)
95% Confidence
Interval of the
Std. Std. Error Difference
Mean Deviation Mean Lower Upper
Pair Pretest - -1.026 1.224 .196 -1.423 -.629 -5.231 38 .000
1 Postest

40
BAB V
PEMBAHASAN
Penyuluhan merupakan upaya perubahan berencana yang
dilakukan melalui system pendidikan non formal dengan tujuan merubah
perilaku (sikap, pengetahuan, ketrampilan) sasaran untuk dapat
memecahkan masalah yang dihadapinya, sehingga kualitas kehidupannya
menjadi meningkat (Yunasaf, 2003).
Menurut Notoadmodjo (2003) pengetahuan merupakan
kemampuan seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang
diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan, atau tulisan yang
merupakan simulasi dari pertanyaan. Pengetahuan juga merupakan
komponen pembentuk suatu perilaku baru terrutama pada orang dewasa.
Dengan pengetahuan, seseorang dapat mempertimbangkan untuk bersikap
dan bertindak (Benjamin S Bloom, 1956). Pengetahuann yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah penelitian sebelum dan sesudah yang
membahas tentang faktor penyebab penyakit hipertensi yang dinilai
berdasarkan kemampuan menjawab dengan benar pertanyaan pada
kuisoner sebelum dan sesudah intervensi (Listyowati, 2012).
Berdasarkan hasil kuisoner dengan skala penilaian 0 sampai 1
menunjukkan bahwa pengetahuan responden sebelum diberikan
penyuluhan dengan media leaflet mendapatkan skor yang rendah. Skore
yang rendah ini didapatkan karena masyarakat yang diberikan penyuluhan
tidak mengetahui tentang factor yang menyebabkan penyakit hipertensi.
Selain itu berdasarkan informasi yang didapatakan dari masyarakat sekitar
bahwa sebelumya tidak pernah mendapatkan penyuluhan mengenai faktor
yang menyebabkan penyakit hipertensi. Namun setelah dilakukan
penyuluhan tingkat pengetahuan masyarakat terkait faktor penyebab
penyakit hipertensi menjadi meningkat meskipun tidak singnifikan. Hal
tersebut juga dapat dibuktikan dari perolehan nilai signifikasi pada uji
shapiro wilk.

41
Deskripsi data dilakukan untuk dapat memperoleh kesimpulan
dalam pelaksanaan penelitian, maka data yang telah diperoleh selanjutnya
adalah mengolah data tersebut agar skor yang telah diperoleh mempunyai
arti. Pengolahan data dalam suatu penelitian dilakukan untuk menentukan
jawaban rumusan masalah yang telah dianjurkan sebelumnya. Analisis
data dilakukan menggunakan statistic program Software computer
Statistical Product and Service Solution (SPSS).
Pada deskripsi data hasil penyuluhan, penulis sajikan gambaran
secara umum mengenai data hasil penelitian. Data yang disajikan adalah
jumlah sampel, rata – rata, standar deviasi atau simpangan baku, varians,
skor terendah dalam kelompok dan skor tertinggi dari masing - masing
kelompok. Data pada tabel deskriptif akan memberikan gambaran secara
kasar mengenai data yang dihasilkan pada masing – masing kelompok.
Pada kelompok pretest jumlah sampel sebanyak 39 orang diperoleh
rata – rata skor tes awal (pretest) sebesar 18,23 dengan simpang baku
sebesar 2,823 dan varians sebesar 7,972 serta skor terendah 11 dan skor
tertinggi 24. Untuk test akhir (post test) jumlah sampel sebanyak 39 orang
diperoleh rata – rata skor sebesar 19,26 dengan simpang baku 2,500 dan
varians sebesar 6,248 serta skor terendah 14 dan skor tertinggi 24. Data
deskripsi dapat dilihat bahwa rata – rata tes akhir (postest) lebih tinggi
dibandingkan dengan rata – rata kelompok sampel test awal (pre test). Hal
ini dapat diasumsikan terjadi peningkatan ke arah yang lebih baik tentang
kemampuan pengetahuan yang dimiliki.
Uji normalitas, langkah awal yang ditempuh penulis sebelum
melakukan pengujian hipotesis adalah melakukan uji normalitas. Uji
normalitas data dilaksanakan dengan tujuan agar dapat memperoleh
informasi mengenai data tersebut berdistribusi normal atau tidak. Selain
itu, uji normalitas data juga akan menentukan langkah yang harus
ditempuh selanjutnya, yaitu analisis statistic apa yang harus digunakan
adalah dengan menginput dan menganalisa data dengan menggunakan
deskripsi explore yang terdapat pada deskriptif statistic di analyse data
pada menu SPSS.

42
Uji normalitas dari output yang dihasilkan SPSS terdapat empat uji
analisis normalitas data, yaitu kolmogrov smirnov, shapiro wilk, normal
Q-Q plots dan detrended normal Q-Q Plots. Ke empat uji analisis ini
sebenarnya saling mendukung satu sama lainnya. Untuk uji normalitas,
penulis mengacu pada analisis shapiro wilk. Hal ini menunjukkan bahwa
untuk jumlah sampel sama atau lebih dari 50 orang termasuk pada kategori
kelompok sampel besar, maka pengujian shapiro wilk sangat relevan
karena sampel terdapat 39 orang.
Analisis didasarkan pada nilai probabilitas (Sig.) yang
dibandingkan dengan derajat kebebasan α 0,05. Dari tabel yang diperoleh
hasil bahwa untuk uji normalitas dengan menggunakan shapiro wilk
didapat nilai probabilitas (Sig.) sebesar 0,520 pada pretest dan sebesar
0,262 pada post test. Kriteria keputusan, jika nilai Sig. atau probabilitas <
0,05 maka distribusi tidak normal dan jika nilai Sig. atau probabilitas >
0,05 maka distribusi normal. Diketahui bahwa nilai probabilitas (Sig.)
untuk pretest berdasarkan uji shapiro wilk adalah 0,520 lebih besar dari
0,05 begitu juga untuk post test menggunakan analisis shapiro wilk
diperoleh nilai probabilitas (Sig.) 0,262 lebih besar dari 0,05. Mengacu
pada ketentuan bahwa, apabila nilai probabilitas atau signifikasi lebih
besar dari 0,05 maka data berdistribusi normal. Berdasarkan hasil analisis
data tersebut, dapat disimpulkan bahwa data pre test dan post test berada
pada taraf distribusi normal, dengan demikian salah satu syarat pengujian
statistic sudah terpenuhi.
Untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan, maka uji
hipotesis yang digunakan adalah dengan menggunakan uji paired sampel t-
test. Uji paired samples t-test dilakukan untuk mengetahui perbedaan
pengaruh dari sebelum penyuluhan dengan sesudah penyuluhan.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan statistic SPSS. Diketahui
bahwa hasil uji paired samples t-test didapat nilai t-hitung sebesar –5,231
dengan probabilitas (Sig.) 0,000. Adapun ketentuan pengambilan
keputusan didasarkan pada beberapa ketentuan sebagai berikut :
Hipotesis :

43
H0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari penyuluhan penyakit hipertensi
H1 : terdapat pengaruh yang signifikan dari penyuluhan hipertensi
Kriteria keputusan :
Terima H0 jika nilai probabilitas (sig.) > 0,05
Tolak H0 jika nilai probabilitas (Sig.) < 0,05
Diketahui nilai t-hitung untuk penyuluhan hipertensi adalah -5,231 dengan
probabilitas (Sig.) 0,000. Karena probabilitas (Sig.) 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak.
Artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari penyuluhan . berdasarkan hasil
pengolahan tersebut, maka dapat disimpulkan penyuluhan yang dilakukan
memberikan pengaruh yang besar terhadap gaya hidup masyarakat.
Setelah dilakukan penyuluhan, kuisioner yang didapatkan diolah
dalam bentuk grafik yang meliputi grafik usia, grafik jenis kelamin, dan
grafik pre test maupun post test. Pada grafik data usia didapatkan hasil
dimana usia yang merupakan kriteria inklusi yakni warga yang berusia
diatas 25 tahun, dapat diketahui bahwa responden paling banyak memiliki
usia 21 tahun. Rentang usia tersebut tidak memenuhi syarat kriteria inklusi
yang diinginkan. Berdasarkan grafik jenis kelamin yang didapatkan, dapat
diketahui bahwa responden paling banyak didominasi oleh perempuan.
Hal ini dikarenakan penyuluhan dilakukan via online pada siang hari,
sehingga mayoritas warga yang berada di rumah adalah perempuan. Jenis
kelamin tidak termasuk dalam kriteria inklusi, sehingga banyaknya laki-
laki maupun perempuan tidak berpengaruh terhadap hasil penyuluhan.
Berdasarkan grafik frekuensi pre test dapat diketahui bahwa pada
kuisioner hasil pre test responden rata-rata memperoleh nilai 18,23. Hal ini
dipengaruhi oleh masih kurangnya pengetahuan warga terkait gaya hidup
pada Penyakit Hipertensi. Sedangkan pada kuisioner hasil post test
responden rata-rata memperoleh nilai 19,26. Hal ini membuktikan bahwa
penyuluhan yang dilakukan berhasil, dimana pengetahuan warga terkait
gaya hidup pada Penyakit Hipertensi meningkat setelah dilakukan
penyuluhan.
Probabilitas atau sig adalah nilai kesalahan yang didapat peneliti
dari hasil perhitungan statistik. Probabilitas dapat pula diartikan sebagai

44
besarnya peluang melakukan kesalahan apabila kita memutuskan untuk
menola hipotesis 0 (H0). Pada umumnya probabilitas dibandingkan dengan
suatu taraf nyata atau α dengan nilai 0,05 atau 5%. Berdasarkan data hasil
SPSS didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,000. Hasil tersebut lebih kecil
dari nilai α yang ditetapkan yaitu 0.05 yang berarti bahwa hipotesis 0 atau
H0 ditolak, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara variable bebas
dan variable terikat. Dimana hipotesis 0 sendiri adalah hipotesis yang
menunjukkan terdapat hubungan antara variable bebas dengan variable
terikat.
Berdasarkan nilai probabilitas dapat diketahui bahwa penyuluhan
terdapat pengaruh signifikan terhadap pengetahuan masyarakat Desa
Junwangi, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo, dikarenakan beberapa
keterbatasan faktor penelitian seperti waktu pelaksanaan penyuluhan yang
terbatas yakni kurang lebih 1 jam dalam via online sehingga informasi
yang diberikan kurang maksimal. Sedangkan dalam penelitian yang
dilakukan oleh Nurazizah (2012) seharusnya penyuluhan dilakukan selama
1 minggu untuk melihat perubahan pengetahuan masyarakat yang
singnifikan. Faktor kedua yaitu tempat pelaksanaan yang digunakan untuk
penelitian kurang strategis karena kita melakukanya dengan via online
menggunakan aplikasi (zoom) yang menyebabkan pada saat memberikan
penyuluhan kepada warga kemungkinan tidak dapat diterima secara
maksimal. Faktor ketiga yaitu cara penyampaian materi oleh penyuluh
kurang efektif dikarenakan pemilihan bahasa yang kurang tepat dimana
masyarakat yang mengikuti penyuluhan. Namun setelah dilakukan
penyuluhan tingkat pengetahuan masyarakat terkait faktor penyebab
penyakit hipertensi menjadi meningkat secara signifikan.. Hal tersebut
juga dapat dibuktikan dari perolehan nilai probabilitas (Sig.).

45
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tentang “Pengaruh Penyuluhan Gaya Hidup
Terhadap Pengetahuan Warga Desa Junwangi Terkait Penyakit
Hipertensi” yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan bahwa
pengetahuan responden sebelum diberikan penyuluhan dengan media
leaflet mendapatkan skor yang rendah. Skore yang rendah ini didapatkan
karena masyarakat yang diberikan penyuluhan tidak mengetahui tentang
factor yang menyebabkan penyakit hipertensi. Namun setelah dilakukan
penyuluhan tingkat pengetahuan masyarakat terkait faktor penyebab
penyakit hipertensi menjadi meningkat sangat singnifikan. Hal tersebut
juga dapat dibuktikan dari perolehan nilai probabilitas (Sig.).

46
Lembar Kuisioner

Tanggal Pengambilan data :


Petunjuk Pengisian :
1. Bacalah terlebih dahulu semua pernyataan dan tanyakan kepada peneliti
apabila ada yang kurang dimengerti.
2. Isilah pertanyaan dengan mengisi pada kolom yang tersedia.
2. Berilah tanda check list (√) pada kolom yang sesuai dengan jawaban anda.

A. Data Demografi
1. Umur : Tahun
2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
3. Pendidikan : SD SMP SMA Perguruan Tinggi
4. Pekerjaan : Pegawai swasta Wiraswasta Lainnya
Pegawai Negeri Pensiunan
5. Riwayat Hipertensi : Diri Sendiri Orang Tua Tidak Ada
6. Mendapat Informasi tentang Hipertensi :
Keluarga Pelayanan Kesehatan
Media Massa Tidak pernah

47
Lainnya

B. Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi


No. Pernyataan Benar Salah
1. Hipertensi merupakan suatu penyakit dimana tekanan
darah mencapai ≥ 140 / 90 mmHg.
2. Hipertensi merupakan dapat menyebabkan stroke
3. Hipertensi dapat disebabkan keturunan
4. Tekanan darah mencapai ≥ 180 / 110 mmHg kedalam
hipertensi ringan
5. Merokok merupakan salah satu factor yang dapat
menyebabkan hipertensi
6. Rokok dapat menimbulkan aterosklerosis atau
pengerasan pembuluh darah nadi
7. Zat yang terkandung dalam rokok menyebabkan
jantung akan bekerja keras sehingga tekanan darah
akan meninggi
8. Gejala yang ditemui pada penderita hipertensi adalah
sakit kepala dan rasa berat ditengkuk
9. Hipertensi hanya bisa diobati dengan obat – obatan
dari dokter
10. Hipertensi merupakan peningkatan darah yang tidak
menetap
11. Tekanan darah mencapai ≥ 210 / 120 mmHg termasuk
kedalam hipertensi sangat berat
12. Konsumsi alcohol dan kopi yang berlebih dapat
menyebabkan hipertensi
13. Semua orang yang menderita hipertensi menunjukkan
gejala seperti pusing, mimisan dan pandangan
berkunang – kunang
14. Hipertensi dapat disembuhkan
15. Makan tinggi buah, tinggi sayur dan produk susu yang
rendah lemak merupakan makanan yang dianjurkan
pada penderita hipertensi
16. Makanan yang asin dapat menyebabkan hipertensi
17. Berhenti merokok sangat dianjurkan bagi penderita
hipertensi
18. Aktifitas fisik seperti jalan cepat secara rutin setiap

48
hari dapat menurunkan tekanan darah
19. Berhenti merokok dapat menurunkan tekanan darah
20. Merokok dapat meningkatkan hormone adrenaline
sehingga memicu timbulnya hipertensi
21. Kandungan kimia pada rokok tidak mempengaruhi
pembuluh darah
22. Hipertensi hanya terjadi pada lansia
23. Hipertensi tidak menimbulkan komplikasi pada
anggota tubuh yang lain
24. Gejala hipertensi terlihat dari penampilan fisik
25. Hipertensi mempengaruhi fungsi jantung dan ginjal.

49
SURAT PERSETUJUAN ATAU PENOLAKAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :
Jenis Kelamin (L / P) :
Umur / Tanggal lahir :
No. Telp :
Riawayat Penyakit :

Dengan ini menyatakan SETUJU / MENOLAK untuk mengisi kuisioner


yang dilampirkan sebagai data penyuluhan tentang “Pengaruh Penyuluhan Gaya
Hidup terhadap Pengetahuan Warga Terkait Penyakit Hipertensi”

Sidoarjo, 2020

Ketua Penyuluhan, Yang membuat pernyataan

( ) ( )

Cp :
Eka Pramuda 085806556484

50
SESI TANYA JAWAB
Daftar Pertanyaan :

1. Dari : Nindy Sylvia (B1 S1 Farmasi 2017 NIM 17020200060)

Dijawab oleh : Faniliyarani (B1 S1 Farmasi 2017 NIM 17020200028)

Pertanyaan :

Kenapa stres sangat berpengaruh pada hipertensi. Bagaimana bisa mengakibatkan


hipertensi?

Jawaban :

Dalam keadaan stres maka terjadi respon sel-sel saraf yang


mengakibatkan kelainan pengeluaran atau pengangkutan natrium.
Hubungan stres dan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis
(saraf yang bekerja ketika beraktivitas) yang dapat meningkatkan tekanan
darah secara bertahap. Stress berkepnajangan dapat mengakibatkan
tekanan darah menjadi tinggi.

2.Dari : Widitia Pristifa (B1 S1 Farmasi 2017 NIM 17020200085)

Dijawab oleh : Aulia Dinda S (B1 S1 Farmasi 2017 NIM 17020200013)

Pertanyaan :

Bagaimana natrium dan klorida dapat menimbulkan hipertensi?

Jawaban :

Natrium dan klorida adalah ion utama cairan ekstraselular.


Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di
dalam cairan ekstraselular meningkat. Untuk menormalkannya kembali,
cairan interseluler harus ditarik keluar sehingga volume cairan
ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler

51
tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak
pada timbulnya hipertensi.

3.Dari : Ananda Nur A (B2 S1 Farmasi 2017 NIM 17020201091)

Dijawab Oleh : May Sintya Dewi (B1 S1 Farmasi 2017 NIM 17020200050)

Pertanyaan :

Apakah ada hubungan antara tekanan darah dengan kejadian kardiovaskular?

Jawaban :

Iya, terdapat hubungan antara tekanan darah dengan kejadian


kardiovaskular. Untuk individu berusia diatas 40 tahun, tiap peningkatan
tekanan darah sebesar 20/mmHg meningkatkan resiko kejadian
kardiovaskular 2 kali lipat.hal ini berlaku pada rentang tekanan darah
115/75 sampai 185/115 mmHg

4.Dari : Risky Bayu S (B2 S1 Farmasi 2017 NIM 17020200073)

Dijawab Oleh : Rahmad Nurul H (B1 S1 Farmasi 2017 NIM 17020201103)

Pertanyaan

Bagaimana strategi terapi hipertensi? Apa yang harus dilakukan terlebih dahulu
meminum obat atau bagaimana?

Jawaban

Assesment awal meliputi identifikasi faktor resiko, komorbid dan


adanya kerusakan organ target memegang peranan yang sangat penting
dalam menentukan pemilihan obat anti hipertensi.

Modifikasi gaya hidup selama periode observasi (TD belum


mencapai ambang batas hipertensi) harus tetap dilanjutkan meskipun
pasien sudah diberikan obat anti hipertensi. Perubahan gaya hidup dapat
mempotensiasi kerja obat antihipertensi khususnya penurunan berat badan
dan asupan garam. Perubahan gaya hidup juga penting untuk memperbaiki
profil resiko kardiovaskular disamping penurunan TD.

52
5.Dari : Syahrial Abdul M (B2 S1 Farmasi 2017 NIM 17020200028)

Dijawab oleh : Eka Pramuda W (B1 S1 Farmasi 2017 NIM 16020200029)

Pertanyaan

Apakah semua orang gemuk itu mengidap hipertensi dan kenapa orang gemuk
atau obesitas lebih banyak mengalami hipertensi?

Jawaban

Pada orang yang obesitas menyebabkan daya pompa jantung dan


sirkulasi volume darah penderita menyempit karena adanya gumpalan
lemak dan menyebabkan tekanan darah naik sehingga lebih mudah terkena
hipertensi.

KESIMPULAN :

Hipertensi dapat menyerang seseorang pada usia berapapun

Dikatakan hipertensi jika tekanan darah diatas 140/90 mmHg dan terjadi
peningkatan darah yang tidak menetap

Gejala penyakit HT dapat dilihat dari penampilan fisik dimana faktor ini timbul
akibat gaya hidup yang tidak sehat

Maka dari itu untuk menurunkan tekanan darah dapat dilakukan dengan merubah
gaya hidup dan mengkonsumsi obat.

53
LEAFLET

54
MATERI PENYULUHAN

55
56
57
58
59
60
61
62
63
DATA SPSS

64
65
66
67
DATA KUISIONER

68
69
DAFTAR PUSTAKA

American Heart association (AHA). 2015. Health Care Research : Coronary


Heart Disease.
Arikunto, S. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara.
Armayati, L. 2014. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Mahasiswa
dan Karyawan Terhadap Peraturan Kawasan Tanpa Rokok di
Lingkungan Kampus Fakultas Psikologi Universitas Islam Riau. Jurnal
RAT vol 3. No 3.
Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:
Balitbang Kemenkes RI.
BPOM Republik Indonesia. 2014. Informatorium Obat Nasional Indonesia
(IONI). www.pionas.go.id.
Bustan, M.N., 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Cetakan 2 Rineka
Cipta, . Jakarta.
Carr, S., et al. 2014. Kesehatan Masyarakat Epidemiologi Edisi 2. EGC: Jakarta.
Ghani L, Mihardja LK, Delima. 2016. Faktor risiko dominan penderita stroke di
Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan.; 44(1): 49-58.
Green, L.W. & Ottoson, J. M. 1998. Instructor's Manual for Community Health.
St. Louis : Mosby.
Green. 1984. Lawrence W. Health Promotion Planning An Educational and
Environmental Approach. Mayfield Publishing Company. London :
Mountain View-Toronto.
Imarina, Firlia. 2008. Studi Kualitatif Perilaku Merokok di Kota Bekasi. Depok.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Kemenkes RI. 2011. Binder Pedoman Kawasan Tanpa Rokok. Kemenkes
RI:Jakarta.
Mubarak, W. I., & Chayatin, N. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Nababan, Donal. 2005. Tesis Hubungan Faktor Resiko dan Karakteristik
Penderita dengan Kejadian PJK di RSU Dr.Pringadi Medan.
Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka

70
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta.
Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.
Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba
Medika.
Pratiwi, Hartika. 2010. Social Support pada Lansia Penderita Penyakit Jantung
Koroner. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Riset Kesehatan Dasar. 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan. Jakarta: Republik Indonesia.
Rocahdi, R. K. 2011. Pendidikan kesehatan. Diakses pada tanggal April 2012
dari: http://repository.usu.ac.id
Sari, W., Fitriani., Eriani. K. 2010. The Effect Of Cigarettes Smoke Exposured
Causes Fertility Of. Jurusan Biologi FMIPA Unsyiah. Banda Aceh.
Satoto, H., 2014. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner. Jurnal Anestesiologi .
Indonesia,. 209-224
Sitepoe M. 2014. Kekhususan rokok Indonesia. Jakarta: Grasindo : 12-30.
Suliha. 2002. Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.
Sumarno, S., 2011. Model Optimalisasi Implementasi Kebijakan Pemerintah
Perihal Peringatan Bahaya Merokok Terhadap Perilaku Konsumen
Rokok (Perokok) Dan Biaya Sosial. Unisula. Semarang.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Wawan dan Dewi. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika.
Wayne, A. T. 2008. Saatnya Lepas dari jeratan Rokok, www.medicastore.com.
WHO. 2005. Maternal Mortality. World Health Organization. Geneva.
WHO. 2013. About Cardiovascular diseases. World Health Organization.
Geneva.
World Health Organization. 1998. Health Promotion Glossary. Geneva.

71

Anda mungkin juga menyukai