Anda di halaman 1dari 102

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMASETIKA SEDIAAN SEMISOLID

PEMBUATAN TABLET PARASETAMOL DENGAN METODE


GRANULASI BASAH

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Praktikum Farmasetika
Sediaan Solida

Disusun Oleh :
1. Eka pramuda wardani 16020200029
2. Elisah dwi febrianti 17020200018
3. Erina uruf syarahrani 17020200024
4. Fryda Krystiani 17020200030
5. May sintya dewi 17020200050
6. Nindy sylvia 17020200060
7. Putri anggraini 17020200065
8. Galih wahyu duvani 17020201097

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKES RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA
SIDOARJO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan praktikum ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari laporan praktikum
ini yaitu “Pembuatan Tablet Parasetamol dengan Metode Granulasi Basah”.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih memiliki banyak
kekurangan. Namun berkat bantuan bimbingan serta dorongan yang tulus, maka
penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum ini dengan baik. Oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Dr.Abd. Syakur, M.Pd selaku Ketua STIKES Rumah Sakit Anwar Medika
yang telah memberikan bimbingan.
2. Ibu Yani Ambari, S.Farm., M.Farm., Apt selaku Kepala Program Studi S1
Farmasi, yang telah memberikan bimbingan, sehingga dapat terselesaikan
penulisan laporan dengan baik.
3. Ibu Marthy Meliana A.J., S.Farm., Apt selaku Dosen pembimbing
Farmasetika Sediaan Solida yang telah memberikan bimbingan sehingga
penulisan laporan dapat terselesaikan dengan baik.
4. Ibu Ariel Dwi Puspitasari, S.Si., Apt selaku Dosen pembimbing Farmasetika
Sediaan Solida yang telah memberikan bimbingan sehingga penulisan laporan
dapat terselesaikan dengan baik.
5. Semua teman-teman S1 Farmasi angkatan 2017 yang telah ikut membantu
dalam menyelesaikan laporan ini.
Penulisan laporan praktikum ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, keterbatasan waktu dan kemampuan penulis, maka kritik dan saran yang
membangun senantiasa penulis mengharapkan semoga laporan praktikum ini
dapat berguna bagi penulis pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan
pada umumnya.
Sidoarjo, April 2020

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR TABEL viii
PEMBUATAN GRANUL DAN EVALUASI GRANUL 1
BAB I PENDAHULUAN 2
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Tablet 5
2.1.1 Pengertian Tablet 5
2.1.2 Keuntungan Sediaan Tablet 5
2.1.3 Kerugian Sediaan Tablet 5
2.1.4 Bentuk Tablet 6
2.1.5 Penggolongan Sediaan Tablet 6
2.1.6 Bahan Tambahan Tablet 9
2.1.7 Metode Pembuatan Tablet 11
2.1.8 Masalah Dalam Pembuatan Tablet 12
2.2 Bahan Aktif 13
2.2.1 Parasetamol 13
2.3 Bahan Tambahan 16
2.3.1 Pati Jagung 16
2.3.2 Laktosa 16
2.3.3 Mg Stearate 17
2.3.4 Talc 18
2.4 Granulasi Basah 18
2.4.1 Pengertian 18
2.4.2 Keuntungan 19
2.4.3 Kerugian 20

ii
2.4.4 Cara Pembuatan 20
2.5 Evaluasi Karakteristik Fisik Granul 21
2.5.1 Kelembapan Granul 21
2.5.2 Sifat Alir Granul 21
2.5.3 Kompresibilitas 22
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 22
3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian 23
3.2 Alat dan Bahan 23
3.3 Rancang Formulasi 23
3.4 Metode Kerja 24
3.4.1 Pembuatan Granul 24
3.4.2 Evaluasi Granul 25
3.5 Rancangan Kerja Penelitian 26
3.5.1 Pembuatan Granul 26
3.5.2 Evaluasi Granul 28
BAB IV HASIL PENELITIAN 31
4.1 Hasil Pengeringan Granulasi Basah 31
4.2 Hasil Penentuan Distribusi Ukuran Granul 32
4.3 Hasil Penetapan Kecepatan Alir dan Sudut Diam 33
4.4 Hasil Perhitungan Kadar Lembab dan Susut Pengeringan 34
4.5 Hasil Perhitungan Kompresibilitas 35
BAB V PEMBAHASAN 36
5.1 Prinsip Percobaan 36
5.2 Analisa Prosedur 36
5.2.1 Pembuatan Granul 36
5.2.2 Evaluasi Granul 37
5.3 Analisa Hasil 39
5.3.1 Pembuatan Granul 39
5.3.2 Evaluasi Granul 39
BAB VI PENUTUP 43
6.1 Kesimpulan 43
6.2 Saran 43

iii
DAFTAR PUSTAKA 44
LAMPIRAN 45
JURNAL ILMIAH “Formulasi dan Evaluasi Granul” 47

BAB 3 DAN 4
KOMPRESI, UJI SIFAT FISIK DAN UJI DISOLUSI TABLET 59
BAB I PENDAHULUAN 60
1.1 Latar Belakang 60
1.2 Rumusan Masalah 60
1.3 Tujuan 60
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 62
2.1 Uji Sifat Fisik Obat 62
2.1.1 Keseragaman Bobot 62
2.1.2 Kekerasan Tablet 62
2.1.3 Kerapuhan Tablet 62
2.1.4 Waktu Hancur 63
2.2 Uji Disolusi 64
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 66
3.1 Waktu dan Tempat 66
3.2 Alat dan Bahan 66
3.3 Metode Kerja 66
3.3.1 Kompresi dan Uji Sifat Fisik Tablet 66
3.3.1.1 Kompresi Granul 66
3.3.1.2 Penentuan Kekerasan Tablet 66
3.3.1.3 Penentuan Kerapuhan Tablet 67
3.3.1.4 Penentuan Waktu Hancur 67
3.3.2 Uji Disolusi Tablet 67
3.3.2.1 Pembuatan Larutan Dapar 67
3.3.2.2 Uji Disolusi 68
3.4 Rancangan Kerja 68
3.4.1 Kompresi dan Uji Sifat Fisik Tablet 68
3.4.1.1 Kompresi Granul 68

iv
3.4.1.2 Penentuan Kekerasan Tablet 69
3.4.1.3 Penentuan Kerapuhan Tablet 70
3.4.1.4 Penentuan Waktu Hancur 71
3.4.2 Uji Disolusi Tablet 72
3.4.2.1 Pembuatan Larutan Dapar 72
3.4.2.2 Uji Disolusi 72
BAB IV DATA HASIL 73
4.1 Hasil Penimbangan Tablet 73
4.2 Hasil Pengamatan Dengan Hardness Tester 74
4.3 Hasil Pengamatan Dengan Friability Tester 75
4.4 Hasil Pengamatan Uji Waktu Hancur 75
4.5 Uji Disolusi 76
4.6 Grafik Hubungan Waktu dan Absorbansi 77
4.7 Perhitungan Kadar 77
BAB V PEMBAHASAN 79
5.1 Prinsip 79
5.2 Analisa Prosedur 79
5.2.1 Kompresi dan Uji Sifat Fisik Tablet 79
5.2.1.1 Kompresi Granul 79
5.2.1.2 Penentuan Kekerasan Tablet 79
5.2.1.3 Penentuan Kerapuhan Tablet 80
5.2.1.4 Penentuan Waktu Hancur 80
5.2.2 Uji Disolusi Tablet 80
5.2.2.1 Pembuatan Larutan Dapar 80
5.2.2.2 Uji Disolusi 81
5.3 Analisa Hasil 81
5.3.1 Kompresi dan Uji Sifat Fisik Tablet 81
5.3.1.1 Kompresi Granul 81
5.3.1.2 Penentuan Kekerasan Tablet 82
5.3.1.3 Penentuan Kerapuhan Tablet 83
5.3.1.4 Penentuan Waktu Hancur 83
5.3.2 Uji Disolusi Tablet 83

v
BAB VI PENUTUP 85
6.1 Kesimpulan 85
6.2 Saran 85
DAFTAR PUSTAKA 86
LAMPIRAN 87
JURNAL ILMIAH “Kompresi, Uji Sifat Fisik dan Uji Disolusi Tablet” 88

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Kimia Parasetamol 14


Gambar 2. Struktur Kimia Laktosa 16
Gambar 3. Struktur Kimia Magnesium Stearate 17
Gambar 4. Grafik Hasil Praktikum 40
Gambar 5. Grafik Literatur 40
Gambar 6. Alat Hardness Tester 62
Gambar 7. Alat Friability Tester 63
Gambar 8. Alat Uji Waktu Hancur 63

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rancang Formulasi Sediaan Tablet Parasetamol 23


Tabel 2. Data Pengeringan Pada Granulasi Basah 31
Tabel 3. Penntuan Distribusi Ukuran Granul 32
Tabel 4. Penetapan Kecepatan Alir dan Sudut Diam 33
Tabel 5. Kecepatan Alir dan Sudut Diam 34
Tabel 6. Kadar Lembab dan Susut Pengeringan 34
Tabel 7. Kompresibilitas 35

viii
BAB 1 DAN BAB 2

PEMBUATAN GRANUL DAN EVALUASI GRANUL

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Praktikum Farmasetika
Sediaan Solida

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKES RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA
SIDOARJO
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berkembangnya teknologi dibidang farmasi mengiring para farmasi untuk
membuat suatu bentuk sediaan yang mudah diterima oleh masyarakat, selain
ditinjau dari kualitas yang tetap harus dipenuhi. Salah satu bentuk sediaan yang
paling banyak digunakan adalah tablet karena bentuknya yang efisien, sangat
praktis, dan ideal untuk pemberian zat aktif terapi secara oral. Tablet merupakan
bentuk sediaan oral yang banyak diproduksi dan disukai oleh masyarakat karena
tablet mempunyai beberapa keuntungan diantaranya adalah ketepatan dosis,
mudah cara pemakaiannya, relatif stabil dalam penyimpanan, mudah dalam
transportasi dan distribusi kepada konsumen, serta harganya relatif murah
(Banker, S G; Anderson, 1986).
Untuk dapat menghasilkan efek terapi, tablet harus hancur dan melepaskan
zat aktif kedalam cairan tubuh untuk dilarutkan dan tersedia untuk diabsorbsi.
Bahan tambahan untuk proses pembuatan tablet yang memudahkan hancurnya
atau pecahnya tablet ketika beradsa didalam cairan saluran pencernaan adalah
bahan penghancur. Bahan penghancur dapat mengembangkan tablet, dan dapat
menyebabkan tablet pecah menjadi granul kemudian granul akan pecah menjadi
partikel-partikel yang halus, akhirnya obat akan larut. Salah satu bahan
penghancur yang sering digunakan yaitu pati/amilum.
Laktosa merupakan bahan pengisi yang banyak digunakan dalam
pembuatan tablet. Biasanya digunakan laktosa dalam bentuk serbuk sebagai bahan
pengisi tablet yang dibuat secara granulasi basah (Bolhuis and Chowhan, 1996).
Metode pembuatan tablet dapat dilakukan dengan cara kempa langsung
dan granulasi (Armstrong, 1994). Tujuan dari granulasi adalah untuk mencegah
segregasi massa campuran bahan, memperbaiki sifat alir sekaligus kompaktibilitas
massa (Summers, 1994). Dalam granulasi basah dilakukan penambahan cairan
pengikat. Cairan pengikat yang digunakan antara lain harus bersifat non toksik
dan mudah menguap sehingga mudah diuapkan dalam pengeringan. Cairan yang

2
digunakan dapat berupa air, etanol, turunan selulosa, larutan gelatin, musilago
amili dan lainnya (Rudnic and Kottke, 1996).
Zat aktif yang akan digunakan pada penelitian kali ini adalah parasetamol.
Parasetamol merupakan obat yang berkhasiat sebagai analgetik, antiperetik, efek
terapi cepat dan dapat dibeli dengan harga terjangkau (Tjay, Tan Hoan dan
Raharja, 2002). Toksisitas parasetamol lebih rendah dari pada aspirin dan
fenasetin pada dosis normal parasetamol bebas efek samping bermakna,
sedangkan pada dosis besar dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal
(Mycek, M.J, Harvey, R.A, dan Champe, 2001). Parasetamol mempunyai
kompaktibilitas serta sifat alir yang buruk, maka tablet parasetamol perlu
dijadikan granul dengan metode granulasi basah atau wet granule dengan
penambahan binder sehingga dapat memperbaiki kompresibilitas dan
meningkatkan fluiditas (Voigt, 1984).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui formulasi dari pembuatan
tablet paracetamol dengan menggunakan pati jagung sebagai bahan pengikat dan
penghancur, serta laktosa sebagai bahan pengisi dengan menggunakan metode
granulasi basah. Selanjutnya dari hasil tersebut dapat digunakan untuk
dilakukannya evalusi terhadap granul serta nantinya akan digunakan untuk
mengetahui evaluasi karakterisitik fisik tablet.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, maka dapat diketahui rumusan masalah dari
laporan “Pembuatan Tablet Parasetamol dengan Metode Granulasi Basah” antara
lain:
1. Bagaimana formulasi tablet parasetamol dengan menggunakan metode
granulasi basah?
2. Bagaimana pengujian distribusi ukuran, sifat alir dan kadar lembab granul
terhadap granul tablet paracetamol?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka dapat diketahui tujuan dari laporan
“Pembuatan Tablet Parasetamol dengan Metode Granulasi Basah” antara lain:

3
1. Mengetahui formulasi tablet parasetamol dengan menggunakan metode
granulasi basah.
2. Mengetahui pengujian distribusi ukuran, sifat alir dan kadar lembab granul
terhadap granul tablet paracetamol .

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tablet
2.1.1 Pengertian Tablet
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet
cetak dan tablet kempa (Depkes RI, 1995).
Tablet adalah sediaan padat kompak cetak dalam tabung pipih atau
sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat
atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Depkes RI, 1979).
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan tambahan yang ditujukan pada penggunaan per oral (Anief, 2006).

2.1.2 Keuntungan Sediaan Tablet


Menurut (Siregar,2010) tablet memiliki beberapa keuntungan yaitu :
a. Volume dan bentuk kecil sehingga mudah dibawa, disimpan dan diangkut.
b. Memiliki variabilitas sediaan yang rendah. keseragaman lebih baik.
c. Dapat mengandung zat aktif lebih besar dengan bentuk volume yang lebih
kecil.
d. Tablet dalam bentuk kering sehingga kestabilan zat aktif lebih terjaga.
e. Dapat dijadikan produk dengan pelepasan yang bisa diatur.
f. Tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air.
g. Merupakan sediaan yang mudah diproduksi masal dengan pengemasan yang
mudah dan murah.
h. Dapat disalut untuk melindungi rasa yang tidak enak dari sediaan.

2.1.3 Kerugian Sediaan Tablet


Menurut (Siregar,2010) tablet memiliki beberapa kerugian yaitu :
a. Beberapa pasien tidak dapat menelan tablet.
b. Formulasi tablet cukup rumit.
c. Zat aktif yang hidroskopis mudah untuk rusak.

5
d. Kebanyakan tablet yang ada dipasaran tidak menutupi rasa pahit/ tidak enak
dari obat.

2.1.4 Bentuk Tablet


Tablet terdapat dalam berbagai bentuk, ukuran, bobot, kekerasan,
ketebalan, sifat solusi dan disintegrasi dan dalam aspek lain, tergantung pada
penggunaan yang di maksud dan metode pembuatannya. Tablet biasanya
berbentuk bundar dengan permukaan datar, atau konveks. Bentuk khusus, sepert
kaplet, segitiga, lonjong, empat persegi, dan enam persegi ( heksagonal ) telah di
kembangkan oleh beberapa pabrik untuk membedakan produknya untuk
membedakan produknya terhadap produk pabrik lainnya. Tablet dapat dihasilkan
dalam berbagai bentuk, dengan membuat pons dan lubang kempa (lesung tablet)
cetakkan yang di desain khusus (Charles , 2010).

2.1.5 Penggolongan Sediaan Tablet


A. Berdasarkan Metode Pembuatan
Berdasarkan prinsip pembuatannya, dikenal dua jenis tablet, yaitu tablet cetak
dan tablet kempa.
a) Tablet cetak dibuat dari bahan obat dan bahan pengisi yang umunya
mengandung laktosa dan serbuk sukrosa dalam berbagai perbandingan. Massa
serbuk dibasahi dengan etanol persentase tinggi. Kadar etanol tergantung pada
kelarutan zat aktif dan bahan pengisi dalam sistem pelarut, serta derajat
kekerasan tablet yang diinginkan.Massa serbuk yang lembab ditekan dengan
tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Kemudian dikeluarkan dan dibiarkan
kering.
b) Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau
granul menggunakan cetakan baja. (Gloria,2018)

B. Berdasarkan Distribusi Obat Dalam Tubuh


Dibedakan menjadi 2 (dua) bagian:
1) Bekerja lokal : tablet hisap untuk pengobatan pada rongga mulut. Ovula
pengobatan pada infeksi di vagina.

6
2) Bekerja sistemik : per oral.
Tablet yang bekerja sistemik dapat dibedakan menjadi :
a. Yang bekerja short acting (jangka pendek), dalam satu hari memerlukan
beberapa kali menelan tablet.
b. Yang bekerja long acting (jangka panjang) dalam satu hari cukup menelan satu
tablet. Long acting ini dapat dibedakan lagi menjadi:

a) Delayed action tablet (DAT)


Dalam tablet ini terjadi penangguhan pelepasan zat berkhasiat. Karena
pembuatannya sebagai berikut : sebelum dicetak, granul-granul dibagi dalam
beberapa kelompok. Kelompok pertama tidak diapa-apakan, kelompok kedua
disalut dengan bahan penyalut yang akan pecah setelah beberapa saat, kelompok
ketiga disalut dengan bahan penyalut yang pecah lebih lama dari kelompok kedua,
demikian seterusnya, tergantung dari macamnya bahan penyalut dan lama kerja
obat yang dikehendaki. Granul-granul dari semua kelompok dicampurkan dan
baru dicetak.

b) Repeat action tablet (RAT)


Granul-granul dari kelompok yang paling lama pecahnya dicetak dahulu
menjadi tablet inti (core tablet). Kemudian granul-granul yang kurang lama
pecahnya dimampatkan disekeliling kelompok pertama sehingga terbentuk tablet
baru.

C. Berdasarkan Jenis Bahan Penyalut


1) Tablet salut biasa / salut gula (dragee), disalut dengan gula dari suspensi dalam
air mengandung serbuk yang tidak larut seperti pati, kalsium karbohidrat, talk
atau titanium dioksida yang disuspensikan dengan gom akasia atau gelatin.
Kelemahan salut gula adalah waktu penyalutan lama dan perlu penyalut tahan
air.
2) Tablet salut selaput (film coated tablet / FCT) disalut dengan hidroksipropil
metilselulosa, metil selulosa, hidros propil selulosa, Na-cmc dan campuran

7
selulosa asetat ftalat dengan P.E.G yang tidak mengandung air atau
mengandung air.
3) Tablet salut kempa : tablet yang disalut secara kempa cetak dengan massa
granulat yang terdiri dari laktosa, kalsium fosfat dan zat laim yang cocok.
4) Tablet salut enterik (enteric coated tablet) disebut juga tablet lepas tunda.Jika
obat dapat rusak atau inaktif karena cairan lambung atau dapat mengiritasi
mukosa lambung, diperlukan penyalut enterik yang bertujuan untuk menunda
pelepasan obat sampai tablet melewati lambung.
5) Tablet lepas lambat (sustained release), disebut juga tablet dengan efek
diperpanjang, efek pengulangan atau tablet lepas lambat.Dibuat sedemikian
rupa sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka waktu tertentu setelah obat
diberikan.

D. Berdasarkan Cara Pemakaian


1) Tablet biasa atau tablet telan. Tablet jenis ini dibuat tanpa penyalut, digunakan
per oral dengan cara ditelan, pecah dilambung.
2) Tablet kunyah, bentuknya seperti tablet biasa, cara pakainya dikunyah dulu
dalam mulut kemudian ditelan, umumnya tidak pahit.
3) Tablet hisap (lozenges, trochisi, pastiles), adalah tablet yang dimaksudkan
untuk pengobatan iritasi lokal atau infeksi mulut atau tenggorokan yang
ditujukan untuk absorbsi sistemik setelah ditelan. Contoh: tablet Vitamin C.
4) Tablet larut (effervescent tablet). Tablet Effervescent adalah tablet yang
penggunaannya dilarutkan terlebih dahulu dalam air kemudian diminum.
Didalam tablet selain zat aktif juga mengandung campuran asam (asam sitrat,
asam tartrat) dan natrium bikarbonat yang jika dilarutkan dalam air akan
menghasilkan karbondioksida. Contohnya Ca-D-Redoxon, tablet efervesen
Supradin.
5) Tablet implant (pelet). Tablet kecil, bulat atau oval putih, steril dan berisi
hormon steroid, dimasukkan kebawah kulit dengan cara merobek kulit sedikit,
kemudian tablet dimasukkan dan kulit dijahit kembali. Zat khasiat akan dilepas
perlahan-lahan.

8
6) Tablet hipodermik (hypodermic tablet). Tablet steril, umumnya berbobot 30
mg, larut dalam air, digunakan dengan cara melarutkan kedalam air untuk
injeksi secara aseptik dan disuntikkan dibawah kulit (subkutan).
7) Tablet bukal (buccal tablet) digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara
pipi dan gusi, sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa
mulut.
8) Tablet sublingual digunakan dengan cara meletakkan tablet dibawah lidah
sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut.
9) Tablet vaginal atau tablet yang disisipkan dimaksudkan agar dapat larut secara
perlahan lahan dan melepaskan obat yang terkandung didalamnya kerongga
vagina (Lachman, 1994).

2.1.6 Bahan Tambahan Tablet


Bahan pembantu pembuatan tablet atau eksipien berfungsi untuk
membantu proses penabletan dalam memperbaiki hasil akhir tablet. Eksipien
harus netral, tidak berbau, dan tidak berasa, jika mungkin tidak berwarna (Voigt,
1984). Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan tablet antara lain:
a) Bahan Pengisi (filler)
Bahan pengisi digunakan untuk memperbesar masa tablet yang
mengandung zat aktif dalam jumlah yang sedikit, sehingga menjadi tablet yang
cukup besar agar sesuai dengan berat yang dikehendaki dan dapat dikempa
dengan baik. Pada pemilihan bahan pengisi, dipilih bahan yang dapat
memperbaiki sifat ikatan antara partikel penyusun dan sifat alir dari komponen
formulasi serta bahan yang digunakan bersifat netral (Sheth, B B; Bandelin, F
J; Shangraw, 1980).

b) Bahan Pengikat (binder)


Bahan pengikat diperlukan dalam pembuatan tablet dengan maksud untuk
meningkatkan kohesifitas antar partikel serbuk sehingga memberikan
kekompakan dan daya tahan tablet. Penggunaan bahan pengikat yang terlalu
banyak atau berlebihan akan menghasilkan massa yang terlalu basah dan
granul yang terlalu keras sehingga tablet yang dihasilkan mempunyai waktu

9
hancur yanglama, sebaliknya kekurangan bahan pengikat akan menghasilkan
daya rekat yang lemah sehingga tablet akan rapuh dan terjadi capping (Voigt,
1984).

c) Bahan Penghancur (disintegrant)


Bahan penghancur adalah bahan yang ditambahkan dalam pembuatan
tablet dengan maksud tablet hancur menjadi bagian-bagiannya apabila berada
dalam medium air. Prinsip kerja bahan penghancur adalah melawan daya tarik
bahan pengikat dan kekuatan fisik tablet sebagai akibat dari tekanan mekanik
pada proses kompresi. Makin kuat kerja bahan pengikat, maka perlu bahan
penghancur yang lebih efektif. Pada pembuatan tablet secara granulasi,
terdapat tiga cara dalam penambahan bahan penghancur yaitu penambahan
secara internal, eksternal dan kombinasi eksternal-internal (Aulton, 2002).
Perbedaan antara ketiga cara penambahan tersebut terletak pada tiga tahapan
penambahannya, yaitu:
1) Internal addition, yaitu bahan penghancur ditambahkan pada proses granulasi,
bertujuan untuk menghancurkan granul menjadi partikel penyusun granul.
2) Eksternal addition, yaitu bahan penghancur ditambahkan bersama bahan
pelican pada granul kering yang sudah diayak sebelum penabletan, bertujuan
untuk menghancurkan tablet menjadi granul setelah kontak dengan medium air.
3) Kombinasi eksternal-internal, yaitu bahan penghancur ditambahkan pada
proses granulasi dan sebagian lagi ditambahkan pada granul kering sebelum
penabletan, bertujuan agartablet hancur menjadi granul dan selanjutnya hancur
menjadi partikel-partikel penyusunnya (Aulton, 2002).

d) Bahan Pelicin
Bahan pelicin memudahkan pengeluaran tablet keluar ruang cetak melalui
pengurangan gesekan antara dinding dalam lubang ruang cetak dengan
permukaan sisi tablet. Bahan pelicin yang umum digunakan adalah kalsium
dan magnesium stearat, karena mereka akan menyebabkan turunnya kekerasan
tablet akibat mengecilnya gaya ikatan dengan terbentuknya lapisan tipis bahan

10
pelicin pada partikel bahan padat (Voigt, 1984). Bahan pelicin dalam
pembuatan tablet dapat berfungsi sebagai berikut:
1) Lubricant, yaitu untuk mengurangi gesekan yangterjadi antara dinding ruang
cetak dengan tepi tablet selama penabletan.
2) Glidant, yaitu memperbaiki sifat alir serbuk atau granul, sehingga lebih mudah
mengalir.
3) Anti adherent, untuk mencegah melekatnya tablet pada die dan pada
permukaan punch (Voigt, 1984).

2.1.7 Metode Pembuatan Tablet


a. Metode Granulasi Basah (Wet Granulation)
Granulasi Basah yaitu memproses campuran partikel zat aktif dan eksipien
menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam
jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang dapat digranulasi. Metode
ini biasanya digunakan apabila zat aktif tahan terhadap lembab dan panas.
Umumnya untuk zat aktif yang sulit dicetak langsung karena sifat aliran dan
kompresibilitasnya tidak baik (Ansel, H C; Popovich, N G; Allen, 1989).
Prinsip dari metode granulasi basah adalah membasahi masa tablet dengan
larutan pengikat teretentu sampai mendapat tingkat kebasahan tertentu pula,
kemudian masa basah tersebut digranulasi (Ansel, H C; Popovich, N G; Allen,
1989).
Metode ini membentuk granul dengan cara mengikat serbuk dengan suatu
perekat sebagai pengganti pengompakan, tehnik ini membutuhkan larutan,
suspensi atau bubur yang mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke
campuran serbuk atau dapat juga bahan tersebut dimasukan kering ke dalam
campuran serbuk dan cairan dimasukan terpisah. Cairan yang ditambahkan
memiliki peranan yang cukup penting dimana jembatan cair yang terbentuk di
antara partikel dan kekuatan ikatannya akan meningkat bila jumlah cairan yang
ditambahkan meningkat, gaya tegangan permukaan dan tekanan kapiler paling
penting pada awal pembentukan granul, bila cairan sudah ditambahkan
pencampuran dilanjutkan sampai tercapai dispersi yang merata dan semua bahan
pengikat sudah bekerja, jika sudah diperoleh massa basah atau lembab maka

11
massa dilewatkan pada ayakan dan diberi tekanan dengan alat penggiling atau
oscillating granulator tujuannya agar terbentuk granul sehingga luas permukaan
meningkat dan proses pengeringan menjadi lebih cepat, setelah pengeringan
granul diayak kembali ukuran ayakan tergantung pada alat penghancur yang
digunakan dan ukuran tablet yang akan dibuat (Ansel, H C; Popovich, N G; Allen,
1989).

b. Metode Granulasi Kering (Dry Granulation)


Granul dibentuk oleh penambahan bahan pengikat kering kedalam
campuran serbuk obat dengan cara memadatkan masa yang jumlahnya besar dari
campuran serbuk, dan setelah itu memecahkannya dan menjadi pecahan-pecahan
kedalam granul yang lebih kecil. Penambahan bahan pelicin dan penghancur
kemudian dicetak menjadi tablet (Ansel, H C; Popovich, N G; Allen, 1995).

c. Metode Cetak Langsung (Direct Compression)


Metode ini dilakukan padabahan-bahan obat atau bahan tambahan yang
bersifat mudah mengalir dan memiliki sifat kohesif yang memungkinkan untuk
langsung ditablet tanpa memerlukan prosesgranulasi tahap-tahapnya yaitu zat
aktif atau berkhasiat bersama-sama dengan bahan pengisi, bahan penghancur,
bahan pengikat dicampur hingga homogen lalu dicetak (Ansel, H C; Popovich, N
G; Allen, 1995).

2.1.8 Masalah Dalam Pembuatan Tablet


a. Capping
Tablet terpisah sebagian atau seluruhnya atas dan bawah, yang disebabkan
terlalu banyak tekanan saat pencetakan, adanya udara yang terperangkap saat
granulasi, granulasi terlalu kering, terlalu banyak fines, pemasangan punch dan
dies yang tidak pas (Wade, Ainley; Paul, 1994).
b. Lamination
Tablet pecah menjadi beberapa lapisan. Pecahnya tablet terjadi segera
setelah kompressi atau beberapa hari kemudian. Penyebabnya adalah udara yang

12
terjerat dalam granul yang tidak dapat keluar selama kompressi atau overlubrikasi
dengan stearat (Wade, Ainley; Paul, 1994).
c. Sticking
Keadaan dimana granul menempel pada dinding die sehingga punch
bawah tidak bebas bergerak. Penyebabnya adalah punch kurang bersih, tablet
dikompressi pada kelembapan tinggi (Wade, Ainley; Paul, 1994).
d. Picking
Perpindahan bahan dari permukaan tablet dan menempel pada permukaan
punch. Penyebabnya adalah pengeringan granul belum cukup, jumlah glidan
kurang bahan yang dikompresi berminyak atau lengket (Wade, Ainley; Paul,
1994).
e. Fliming
Adanya kelembapan yang tinggi dan suhu tinggi akan melelehkan bahan
dengan titik lebur rendah seperti lemak atau wax. Bisa juga karena punch
kehilangan pelicin. Hal ini dapat diatasi dengan mengencerkan bahan yang bertitik
leleh rendah dengan bahan yang titik lelehnya tinggi sehingga mengurangi
penempelan (Wade, Ainley; Paul, 1994).
f. Chipping dan Cracking
Pecahnya tablet disebabkan karena alat dan tablet retak di bagian atas
karena tekanan yang berlebih (Wade, Ainley; Paul, 1994).
g. Binding
Kesulitan mengeluarkan tablet karena lubrikan yang tidak cukup (Wade,
Ainley; Paul, 1994).
h. Molting
Distribusi zat warna yang tidak homogen. Penyebabnya adalah migrasi
zat warna yang tidak seragam (atas kering duluan yang bawah masih basah)
(Wade, Ainley; Paul, 1994).

2.2 Bahan Aktif


2.2.1 Paracetamol
Menurut (Depkes RI, 1979), sifat fisika kimia dari asetaminofen, sebagai
berikut:

13
Warna : Putih
Rasa : Pahit
Bau : Tidak berbau
Pemerian : Serbuk hablur
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, larut dalam 7 bagian etanol
(95%)P, larut dalam 13 bagian aseton, larut dalam 40
bagian gliserol, larut dalam sebagian propilen glikol, larut
dalam alkali hidroksida.
Titik lebur : 111oC
Massa molekular : 272,4 g/mol
PH larutan : 5-7
Stabilitas : Pada suhu < 40oC, apabila lebih dari 40oC akan lebih
mudah terdegradasi, lebih mudah terurai dengan adanya
udara dari luar dan adanya cahaya, pH jauh dari rentang
pH optimum akan menyebabkan zat terdegradasi karena
terjadi hidrolisis, tidak mudah teroksidasi.
Interaksi Obat : Penggunaan bersama dengan antikoagulan akan
meningkatkan potensi antikoagulan.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.

Gambar 1. Struktur Kimia Parasetamol (Depkes RI, 1979)

Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,1% C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat. Merupakan serbuk hablur,
putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Larut dalam air mendidih dan dalam

14
natrium hidroksida 1N, dan mudah larut dalam etanol. Parasetamol merupakan
metabolit fenasetin. Khasiatnya analgetik dan anti piretik, dan memiliki efek anti
inflamasi sangat lemah (Depkes RI, 1995)

a) Farmakokinetik
Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan kadar serum
puncak dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-kira 2 jam. Metabolisme di
hati, sekitar 3 % diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui urin dan 80-90 %
dikonjugasi dengan asam glukoronik atau asam sulfurik kemudian diekskresi
melalui urin dalam satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N asetil
benzokuinon yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya.
Pada dosis normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi
substansi nontoksik. Pada dosis besar akan berikatan dengan sulfhidril dari protein
hati.(Lusiana Darsono 2002)

b) Farmakodinamik
Efek analgesik Parasetamol dan Fenasetin serupa dengan Salisilat yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek
sentral seperti salisilat. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu
Parasetamol dan Fenasetin tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol
merupakan penghambat biosintesis prostaglandin (PG) yang lemah. Efek iritasi,
erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini, demikian juga
gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa.(Mahar Mardjono 1971)
Semua obat analgetik non opioid bekerja melalui penghambatan siklooksigenase.
Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat
menjadi prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase secara
berbeda. Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada
aspirin, inilah yang menyebabkan Parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat
melalui efek pada pusat pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek
ringan pada siklooksigenase perifer. Inilah yang menyebabkan Parasetamol hanya
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol

15
tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek langsung prostaglandin, ini
menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa prostaglandin dan bukan
blokade langsung prostaglandin. Obat ini menekan efek zat pirogen endogen
dengan menghambat sintesa prostaglandin, tetapi demam yang ditimbulkan akibat
pemberian prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh
sebab lain, seperti latihan fisik. (Aris 200

2.3 Bahan Tambahan


2.3.1 Pati Jagung
Pati merupakan karbohidrat kompleks yang berwujud putih, tawar, dan
tidak larut dalam air. Pati merupakan bagian utama tumbuhan hasil dari proses
penyimpanan glukosa berlebih dalam jangka panjang. Pati merupakan sumber
utamalain, yaitu jagung, kentang, tapioka, sagu, gandum, dan lain-lain
(Kurniawati, 2006).
Salah satu sumber tanaman penghasil pati adalah jagung. Jagung
mempunyai beragam jenis amilum, mulai dari amilosa dan amilopektin rendah
sampai tinggi. Pati merupakan komponen utama dalam biji jagung, sekitar 72-
73% dari total berat (Wani, I.A., Sogi, D.S., Wani, A.A., Gil, B.S., dan Shivhare,
2010). Setelah dipanen, biji jagung kemudian melewati proses pasca panen seperti
pembersihan, pengeringan, dan penyimpanan (Sandhu, K.S., dan Singh, 2007).
Sifat pati jagung seperti halnya pati lainnya dimana dalam bentuk
alaminya memiliki kestabilan tekstur yang baik dalam sistem pangan, tetapi
memiliki ketahanan yang rendah terhadap proses pengadukan dan proses yang
melibatkan panas. Selain itu memiliki keterbatasan untuk mengalami retrogradasi
dan tidak dapat membentuk gel yang kaku kecuali pada konsentrasi yang tinggi
(Singh et al., 2007). Pati jagung berbeda dengan tepung jagung yang kandungan
kimianya masih lengkap. Pada tepung jagung komposisinya masih lengkap
sedangkan pada pati jagung sudah dipisahkan serta sebagian hilang pada proses
pencucian (Richana dan Suarni, 2007).

2.3.2 Laktosa

16
Gambar 2. Struktur Kimia Laktosa (Depkes RI, 1979)

Laktosa adalah jenis gula yang ditemukan dalam susu yang mengandung
satu molekul anhidrat. Laktosa berupa serbuk hablur putih agak manis, tidak
berbau. Kelarutan larut dalam 6 bagian air, larut dalam 1 bagian air mendidih,
sukar larut dalam etanol (95 %), praktis tidak larut dalam kloroform p dan dalam
eter p (Depkes RI, 1995). Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (Rowe, 2006).
Laktosa secara luas digunakan dalam tablet kompresi langsung pada tablet dan
kapsul digunakan sebagai bahan pengisi dan pengikat. Laktosa dapat digunakan
dengan obat karena memiliki kadar air rendah (Rowe, 2006).

2.3.3 Mg Stearat

Gambar 2.3 Struktur Magnesium stearat (Depkes RI, 1979)

Magnesium stearat merupakan senyawa magnesium dengan campuran


asam-asam organik padat yang diperoleh dari lemak. Mengandung setara dengan
tidak kurang dari 6,8% dan tidk lebih dari 8,3% MgO. Merupakan serbuk halus,
putih, bau khas lemah, mudah melekat dikulit, bebas dari butiran, kelarutan tidak
larut dalam air, dalam etanol dan dalam eter (Depkes RI, 1995).
Magnesium stearat merupakan senyawa magnesium dengan campuran
asam-asam organik padat yang diperoleh dari lemak. Mengandung setara dengan
tidak kurang dari 6,8% dan tidak lebih dari 8,3% MgO. Merupakan serbuk halus
putih, bau khas lemah, mudah melekat dikulit, bebas dari butiran, kelarutan tidak

17
larut dalam air, dalam etanol dan dalam eter (Depkes RI, 1995). Penyimpanan
dalam wadah tertutup rapat (Rowe,2006). Magnesium stearat secara luas
digunakan dalam kosmetik, makanan dan formulasi farmasi. Magnesium stearat
digunakan terutama sebagai pelumas dalam kapsul dan pembuatan tablet pada
konsentrasi antara 0,25% dan 5,0% (Rowe, 2006).

2.3.4 Talc
Talk adalah magnesium silikat hidrat alam , kadang-kadang mengandung
sedikit aluminium silikat. Bentuk serbuk hablur, sangat halus,licin,mudah melekat
pada kulit, bebas dari butiran, warna putih dan putih kelabu. tidak larut air dalam
semua pelarut. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik . Digunakan sebagai zat
tambahan .
1) Fungsi
Anticaking agent, lubricant kapsul dan tablet.
2) Pemakaian dalam teknologi farmasi
Talk banyak digunakan dalam formulaso sediaan pada tablet oral sebagai
lubricant. untuk pemakaian sebagai lubricant dan glidant tablet digunakan
sebanyak 1,0-10,0%.
3) Deskripsi
Talk sangat halus , putih hingga putih ke abu-abuan, tanpa rasa,
merupakan serbuk kristal yang sangat mudah menempel pada kulit dan
sangat halus.
4) Ciri dan sifat
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam suasana asam
Luas Permukaan : 2,41-2,42 m2/g
5) Inkompatibilitas
Inkompatibilitas terhadap zat yang mengandung ammonium kuartener.

2.4 Granulasi Basah


2.4.1 Pengertian
Granulasi basah, yaitu proses pencampuran partikel bahan aktif dan
eksipien menjadi partikel yang lebih besar (agregat) dengan menambahkan cairan

18
pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang dapat
digranulasi.
Metode ini biasanya digunakan apabila bahan aktif tahan terhadap lembab
dan panas. Umumnya untuk bahan aktif yang sulit dicetak langsung karena sifat
aliran dan kompresibilitasnya tidak baik. Prinsip dari metode granulasi basah
adalah membasahi masa tablet dengan larutan pengikat tertentu sampai mendapat
tingkat kebasahan tertentu kemudian massa yang basah tersebut digranulasi.
Tehnik ini membutuhkan larutan, suspensi atau bubur yang mengandung pengikat
yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk atau dapat juga bahan tersebut
dimasukan kering ke dalam campuran serbuk dan cairan dimasukan terpisah.
Cairan yang ditambahkan memiliki peranan yang cukup penting dimana jembatan
cair yang terbentuk di antara partikel dan kekuatan ikatannya akan meningkat bila
jumlah cairan yang ditambahkan meningkat, gaya tegangan permukaan dan
tekanan kapiler paling penting pada awal pembentukan granul, bila cairan sudah
ditambahkan pencampuran dilanjutkan sampai tercapai dispersi yang merata dan
semua bahan pengikat sudah bekerja. Jika sudah diperoleh massa basah atau
lembab, maka massa dilewatkan pada ayakan dan diberi tekanan dengan alat
penggiling atau oscillating granulator tujuannya agar terbentuk granul. Dengan
terbentuknya granul ini, maka luas permukaannya meningkat dan dengan
demikian proses pengeringan menjadi lebih cepat. Setelah langkah tersebut
dilakukan, maka pengeringan granul diayak kembali dengan ukuran ayakan
tergantung pada alat penghancur yang digunakan dan ukuran tablet yang akan
dibuat. (Gloria,2018)

2.4.2 Keuntungan
Menurut (Gloria,2018) Keuntungan-keuntungan yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
a) Penggunaan metoda granulasi basah dapat meningkatkan kopresibilitas.
b) Untuk zat aktif yang dosis besar yang mempunyai aliran atau kemampatan
yang buruk,harus digranulasi dengan metoda basah, untuk memperolah
aliran dan kohesi yang cocok umtuk pengempaan.
c) Untuk mendapatkan berat jenis yang sesuai

19
d) Mengontrol pelepasan
e) Mencegah pemisahan komponen campuran selama proses
f) Distribusi keseragaman kandungan
g) Meningkatkan kecepatan disolusi
h) Bentuk sediaan lepas terkendali dapat dibuat dengan pemilihan pengikat
dan pelarut yang sesuai.

2.4.3 Kerugian
Menurut (Gloria,2018) Kekurangan penggunaan metode granulasi basah
ini adalah sebagai berikut:
a) Banyak tahap dalam proses produksi yang harus divalidasi
b) Waktu, ruangan, dan peralatan (mesin) yang digunakan butuh biaya cukup
tinggi
c) Zat aktif yang sensitif terhadap lembab dan panas tidak dapat dikerjakan
dengan cara ini. Untuk zat termolabil dilakukan dengan pelarut non air.
d) Kehilangan bahan selama berbagai tahapan proses

2.4.4 Cara Pembuatan


Menurut (Gloria,2018) Secara prosedur pembuatan tablet menggunakan
metoda granula basah dapat dijelaskan melalui alur atau tahap-tahapan berikut ini,
yaitu:
a) Bahan aktif dan eksipien masing-masing dihaluskan terlebih dahulu dalam
mesin
b) penggiling. Sementara itu, untuk skala laboratorium dapat dilakukan
dengan pengayakan.
c) Campurkan bahan aktif, pengisi, pengikat kering, dan penghancur dalam.
d) Tambahkan pelarut (air dan alkohol) untuk mengaktifkan pengikat kering.
Jika pengikat sudah dibuat sebagai cairan yang kental, maka langsung
tambahkan dalam campuran.
e) Massa yang lembap dibentuk menjadi granul dengan diayak melalui
pengayak dengan nomor mesh 6 – 12.

20
f) Granul kemudian dikeringkan pada suhu 50 - 60ᴼ C atau dalam pengering
lapis mengalir.
g) Granul yang kering kemudian diayak dengan pengayak nomor mesh 18 –
20, lalu tambahkan penghancur luar, glidan, dan lubrikan.
h) Lalu lakukan pengujian granul.
i) Massa granul siap dicetak.

2.5 Evaluasi Karaktristik Fisik Granul


Evaluasi terhadap granul penting dilakukan untuk menghasilkan tablet
dengan sifat fisik yang baik. Adapun evaluasi karakteristik fisik granul meliputi
uji kelembapan granul, laju alir granul, sudut diam granul dan kompresibilitas
granul.

2.5.1 Kelembapan Granul


Uji kelembapan granul dilakukan untuk melihat kandungan air dalam
granul. Kandungan air granul yang terlalu tinggi pada granul dapat menyebabkan
granul tidak dapat mengalir dengan baik pada saat pentabletan atau tablet yang
dicetak dapat melekat pada punch dan die. Angka kelembapan yang tinggi
menyebabkan granul akan akan susah untuk dikompresi karena masa akan lengket
pada mesin cetak sehingga menyebabkan tablet mengalami capping. Sedangkan
jika kelembapan granul terlalu rendah akan mengakibatkan tablet menjadi rapuh,
karena daya ikat antar partikel didalam tablet rendah. Dengan adanya kandungan
lembab, ikatan antar partikel akan menjadi kuat, sehingga juga akan
mempengaruhi terhadap kekerasan tablet, kerapuhan tablet dan waktu hancur
tablet yang akan dihasilkan . Menurut (Voight,1995) persyaratan kadar
kelembapan untuk tablet yaitu antara 1%-5%.

2.5.2 Sifat Alir Granul


A. Laju Alir Granul
Laju alir granul memegang peranan penting dalam pengisian
granul ke dalam die (ruang kompres). Granul yang tidak dapat mengalir
dengan baik tidak bisa mengisi ruang cetak secara maksimal dan konstan

21
sehingga tablet yang dihasilkan akan memiliki keseragaman bobot yang
kurang baik. Laju alir granul yang baik adalah berkisar antar 4-19
gram/detik. Granul yang mengalir baik akan dapat mengisi ruang cetak
secara terus menerus, konstan dan maksimal sehingga tablet yang
dihasilkan dapat memenuhi keseragaman bobot yang baik.

B. Sudut Diam
Menurut Sheth et.al., (1980) granul akan mengalir dengan baik bila
memiliki sudut diam antara 25º-40º. Sudut diam granul dipengaruhi oleh
kandungan lembab. Bila kandungan lembab granul tinggi, maka sudut
diam granul menjadi semakin kecil. Hal ini disebabkan karena dengan
adanya lembab maka ikatan antar partikel menjadi kuat sehingga granul
yang dihasilkan semakin cepat untuk bergerak turun (Wadke and
Jacobson,1980).

2.5.3 Kompresibilitas
Kompresibilitas merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan
kemampuan serbuk atau granul untuk menjadi bentuk yang lebih stabil jika
mendapat tekanan, yaitu mudah menyusun diri pada saat memasuki rung cetak
kemudian mengalami deformasi menajdi bentuk yang mampat akhirnya menjadi
masa yang kompak dan stabil (Lachman et al.,2008). Nilai kompresibilitas
dibawah 15% biasanya memberikan sifat alir yang baik dan diatas 15%
menunjukkan kemampuan alir yang buruk (Lachman et al.,2008).

22
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Farmasi Lantai 4
STIKES Rumah Sakit Anwar Medika yang terletak di Jalan Raya By Pass Krian
KM. 33, Semawut, Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini dilakukan selama 2 minggu
mulai 03 Maret – 10 Maret 2020.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian


3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan penelitian “Pembuatan Tablet Parasetamol
dengan Metode Granulasi Basah” yaitu: gelas beaker, labu erlenmeyer, mortir dan
stamfer, timbangan analitik, batang pengaduk, gelas ukur, pipet tetes, corong
kaca, sendok tanduk, gelas arloji, MC, oven (lemari pengering), ayakan mesh,
pan, loyang, cawan porselin, mesin cetak tablet, spatula, sudip, pipet
volume,pengaris, statif,klem, skala dan alat bantu metronome beats.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian “Pembuatan Tablet
Parasetamol dengan Metode Granulasi Basah” yaitu: parasetamol, laktosa, Pati
jagung, aquadest, Mg Stearat, Talk dan bahan pewarna.

3.3 Rancang Formulasi


Tabel 3.1 Rancang Formulasi Sediaan Tablet Parasetamol
No. Bahan Fungsi Range Terpilih Pustaka

23
1. Paracetamol Bahan Aktif 90-100% 62,5 % F1 III p.37
2. Bahan Pewarna Colouring - qs -
Agent
3. Pati Jagung Binder 3-20% 7,5% HPE VI
(Kering) p.685
4. Laktosa Pengisi 20-40% 24,5% HPE VI
p.370
5. Pati Jagung Binder 3-20% 2,5% HPE VI
(Pasta) p.685
6. Mg Stearat Lubricant 0,25-5,0% 1% HPE VI
p.904
7. Talk Glidan 1,0-10,0% 2% HPE VI
p.728

3.4 Metode Kerja


Prosedur kerja dalam penelitian “Pembuatan Tablet Parasetamol dengan
Metode Granulasi Basah” sebagai berikut:
3.4.1 Pembuatan Granul
Prosedur kerja dalam penelitian “Pembuatan Granul” sebagai berikut:
1. Pembuatan Pasta Pati Jagung untuk Larutan Pengikat
Langkah pertama pembuatan pasta pati jagung yaitu ditimbang 0,01 gram
pati jagung. Kemudian disiapkan gelas beker 50 mL dan isilah dengan 1,5 ml
aquadest dingin. Setelah itu dimasukkan pati jagung yang telah ditimbang (0,01
gram), dan diaduk hingga membentuk suspensi. Setelah itu disiapkan gelas beker
50 mL dan isilah dengan 3,5 mL aquadest dingin, dipanaskan pada hot plate
hingga mendidih. Langkah selanjutnya ditambahkan suspensi pati jagung hasil
tahap 2 pada air yang telah mendidih tersebut dan diaduk secara kuat dengan
batang pengaduk. Pengadukan dihentikan pada saat suspensi pati jagung telah
membentuk gel yang transparan dan diangkat gelas beker yang berisi pasta
tersebut dari hot plate.

2. Proses Granulasi
Langkah pertama proses granulasi yaitu diambil bahan pewarna
secukupnya dan 0,098 gram laktosa. Kemudian dicampurkan kedua bahan
tersebut secara homogen (2-3 menit) dengan menggunakan pencampuran bergulir.
Kemudian dipindahkan hasil campuran tahap 1 pada mortar. Setelah itu ditimbang

24
0,03 gram pati jagung dan 0,25 gram parasetamol dan dimasukkan kedua bahan
tersebut pada mortir yang telah berisi bahan pewarna dan laktosa. Kemudian
dihomogenkan campuran bahan hasil tahap 3 dengan mengaduk selama 5-10
menit. Langkah selanjutnya ditambahkan pasta pati jagung pada hasil tahap 4
sambil diaduk sehingga terbentuk masa granul. Kemudian diayak masa granul
dengan pengayak ukuran mesh 12. Selanjutnya ditimbang Loyang kosong (dicatat
beratnya). Kemudian dimasukkan granul basah dalam Loyang tersebut dan
ditimbang (dicatat beratnya). Langkah berikutnya dimasukkan Loyang yang telah
berisi granul ke dalam lemari pengering bersuhu 60°C, setiap 10 menit timbang
wadah dan granul tersebut, kerjakan 5 kali penimbangan. Kemudian dibiarkan
wadah dan granul dalam lemari pengering selama 40 menit dan diakhiri proses
pengeringan berat wadah dan granul ditimbang. Langkah terakhir ditabulasi data
dan dibuat perhitungan.

3.4.2 Evaluasi Granul


Prosedur kerja dalam penelitian “Evaluasi Granul” sebagai berikut:
1. Penentuan Distribusi Ukuran Granul
Langkah pertama dibersihkan masing-masing ayakan beserta pannya.
Kemudian disusun ayakan sesuai dengan urutannya dengan pan berada pada dasar
susunan. Setelah itu ditimbangan30 gram dari granul yang diperoleh dan
diletakkan pada ayakan paling atas. Kemudian dijalankan alat selama 10 menit.
Selanjutnya dikeluarkan granul dari ayakan dan pan, dan ditimbang berat granul
dari masing-masing ayakan dan pan (granul hasil penayakan jangan dicampur
karena digunakan untuk percobaan berikutnya). Kemudian ditabulasi hasil
penimbangan granul dan dibuat grafik distribusi ukuran granul yaitu ukuran
granul pada sumbu x dan prosen granul tertinggal pada sumbu y.

2. Penentuan Kecepatan Alir dan Sudut Diam


Langkah pertama dirangkaikan alat uji (corong, alas, statif), atur jarak
dasar corong dengan alas 10 cm. Kemudian ditimbang 10 gram granul. Setelah itu
ditutup dasar corong dan diletakan granul pada corong. Kemudian dibuka penutup
dasar corong dan jalankan pencatat waktu. Selanjutnya dihentikan pencatatan

25
waktu pada saat semua granul telah melewati corong. Kemudian diukur tinggi
kerucut (h) dan jari-jari (r) granul yang berada dibawah corong. Setelah itu
dihitung tangen dari sudut diam dengan cara membagi h dengan r sudut diam.
Setelah itu diulangi percobaan sudut diam dengan menggunakan granul hasil
pengayakan pada penentuan distribusi ukuran granul (mesh 20, 40, dan 60).
Langkah terakhir ditabulasi hasil penentuan kecepatan alir dan sudut diam granul.
Kemudian diulangi percobaan 8 dengan granul yang telah di tambah Mg stearate
2%.

3. Penentuan Kadar Lembab


Langkah pertama ditimbang cawan porselin dan catat beratnya. Setelah itu
ditimbang granul kurang lebih 1 gram dalam cawan porselin yang telah diketahui
beratnya tersebut. Kemudian dimasukkan cawan porselin yang berisi granul
tersebut pada lemari pengering bersuhu 100 °C. Lama pengeringan adalah sampai
didapatkan berat konstan. Langkah terkahir dihitung kadar lembab granul.

4. Penentuan Kompresibilitas
Langkah pertama ditimbang 5 grm granul. Dimasukkan kedalam gelas
ukur 100 ml. kemudian dicatat volumnya sebagai volume awal. Dimampatkan 500
kali dengan cara diketukkan kealas datar dengan bantuan menggunakan alat bantu
metronome beat,diseting 70 untuk membantu perhitungan. Diukur volume
sesudah pemampatan, diulangi proses sebanyak 3 kali.

3.5 Rancangan Kerja Psenelitian


3.5.1 Pembuatan Granul
1. Pembuatan Pasta Pati Jagung untuk Larutan Pengikat

Pati Jagung

- Ditimbang 0,01 gram pati jagung


- Disiapkan gelas beker 50 ml dan isilah dengan 1,5 ml aquadest
dingin
- Dimasukkan pati jagung yang telah ditimbang (0,01 gram),
dan diaduk hingga membentuk suspensi

26
- Disiapkan gelas beker 50 ml dan isilah dengan 3,5 mL
aquadest dingin, dipanaskan pada hot plate hingga mendidih
- Ditambahkan suspensi pati jagung hasil tahap 2 pada air yang
telah mendidih tersebut dan diaduk secara kuat dengan batang
pengaduk
- Dihentikan pengadukan pada saat suspensi pati jagung telah
membentuk gel yang transparan

Pasta Pati Jagung

2. Proses Granulasi

Pewarna dan Laktosa

- Diambil secukupnya bahan pewarna dan 0,098 gram laktosa


- Dicampurkan kedua bahan tersebut secara homogen (2-3
menit)
- Dipindahkan hasil campuran tahap 1 pada mortar
- Ditimbang 0,03 gram pati jagung dan 0,25 gram parasetamol
- Dimasukkan kedua bahan tersebut pada mortir yang telah
berisi bahan pewarna dan laktosa
- Dihomogenkan campuran bahan hasil tahap 3 dengan
mengaduk selama 5-10 menit
- Ditambahkan pasta pati jagung pada hasil tahap 4 sambil
diaduk sehingga terbentuk masa granul
- Diayak masa granul dengan pengayak ukuran mesh 12
- Ditimbang Loyang kosong (dicatat beratnya)
- Dimasukkan granul basah dalam Loyang tersebut dan
ditimbang (dicatat beratnya)
- Di masukkan Loyang yang telah berisi granul ke dalam lemari
pengering bersuhu 60 °C, setiap 10 menit timbang wadah dan
granul tersebut, dilakukan 5 kali penimbangan

27
- Dibiarkan wadah dan granul dalam lemari pengering selama
40 menit dan diakhiri proses pengeringan berat wadah dan
granul ditimbang

Granul Kering

3.5.2 Evaluasi Granul


1. Penentuan Distribusi Ukuran Granul

Granul Kering

- Dibersihkan masing-masing ayakan beserta pannya


- Disusun ayakan sesuai dengan urutannya dengan pan berada
pada dasar susunan
- Ditimbangan 30 gram dari granul yang diperoleh dan
diletakkan pada ayakan paling atas
- Dijalankan alat selama 10 menit, kemudian dikeluarkan
granul dari ayakan dan pan
- Ditimbang berat granul dari masing-masing ayakan dan pan
- Ditabulasi hasil penimbangan granul dan dibuat grafik
distribusi ukuran granul yaitu ukuran granul pada sumbu x
dan prosen granul tertinggal pada sumbu y

Hasil

28
2. Penentuan Kecepatan Alir dan Sudut Diam

Granul

- Dirangkaikan alat uji (corong, alas, statif), atur jarak dasar


corong dengan alas 10 cm
- Ditimbang 10 gram granul
- Ditutup dasar corong dan diletakan granul pada corong
- Dibuka penutup dasar corong dan jalankan pencatat waktu
- Dihentikan pencatatan waktu pada saat semua granul telah
melewati corong
- Diukur tinggi kerucut (h) dan jari-jari (r) granul yang berada
dibawah corong
- Dihitung tangen dari sudut diam dengan cara membagi h
dengan r sudut diam
- Diulangi percobaan sudut diam dengan menggunakan granul
hasil pengayakan pada penentuan distribusi ukuran granul
(mesh 20, 40, dan 60) dan granul yang telah di tambah Mg
stearate 2%
- Ditabulasi hasil penentuan kecepatan alir dan sudut diam
granul

Hasil

29
3. Penentuan Kadar Lembab

Granul

- Ditimbang cawan porselin dan catat beratnya


- Ditimbang granul kurang lebih 1 gram dalam cawan porselin
yang telah diketahui beratnya tersebut
- Dimasukkan cawan porselin yang berisi granul tersebut pada
lemari pengering bersuhu 100 °C, lama pengeringan adalah
sampai didapatkan berat konstan
- Dihitung kadar lembab granul

Hasil

4. Penentuan Kompresibilitas

Granul

- Ditimbang 5 gram granul


- Dimasukkan kedalam gelas ukur 100ml, dicatat volumenya.
- Dimampatkan 500 kali, dengan menggunakan alat bantu
metronome beat diseting 70 untuk membantu perhiutngan
- Dihitung volume sesudah pemampatan
- Diulangi proses pemampatan sebanyak 3 kali

Hasil

30
BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Pengeringan pada Granulasi Basah


Berat wadah = 178 gram
Berat awal wadah + granul = 220 gram
Berat granul basah = 42 gram
Berat akhir wadah granul = 216 gram

Tabel 2. Data Pengeringan pada Granulasi Basah


Waktu (menit) Berat (W dalam gram) w – w’
0 W0 = 220-178 = 42 gram 42 gram
10 216 – 178 = 38 gram 42 – 38 = 4
20 216 – 178 = 38 gram 38 – 38 = 0
30 216 – 178 = 38 gram 38 – 38 = 0
40 216 – 178 = 38 gram 38 – 38 = 0
50 216 – 178 = 38 gram 38 – 38 = 0
90 216 – 178 = 38 gram 38 – 38 = 0

Perhitungan :

Rumus % LOD = Wo-W1


x 100%
Wo

% LOD = Wo-W1
x 100 %
Wo
= 42 – 48 100%
42
= 9,5 %
31
4.2 Hasil Penentuan Distribusi Ukuran Granul
Tabel 3. Penentuan Distribusi Ukuran Partikel
Mesh Φ Granul Total Persen Persen
Ayakan Lobang tertinggal granul granul kumulatif
Ayakan (gram) tertinggal tertinggal (%)
(μm) (gram) (%)
12 2000 0,1726 29,8774 0,575 0,575
14 840 0,6057 29,3943 2,019 2,594
40 420 19,267 10,733 64,223 66,817
60 250 4,1618 25,8382 13,872 80,689
80 177 2,4207 27,5793 8,069 88,750
100 149 0,6481 29,3519 2,1603 90,918
Pan 2,1588 27,8412 7,196 98,114

Grafik 1. Distribusi Ukuran Partikel

Distribusi Ukuran Partikel

12

10

0
0 2 4 6 8 10 12

32
4.3 Hasil Penetapan Kecepatan Alir dan Sudut Diam
Tabel 4. Penetapan Kecepatan Alir dan Sudut Diam
Uk.Granul Replikasi T (Waktu) H (Tinggi) Diameter Jari-Jari
Ke- (Detik) (cm) (cm) (cm)
12 1 0,34 0,2 0,25 0,5
12 2 0,28 0,2 0,25 0,5
12 3 0,31 0,2 0,25 0,5
14 1 1,12 0,2 1 1
14 2 1,04 0,2 1 1
14 3 0,47 0,2 9 3
40 1 2,25 2,3 42,25 6,5
40 2 2,12 2,3 36 6
40 3 1,87 2,3 49 7
60 1 0,44 0,2 49 7
60 2 0,34 0,2 49 7
60 3 0,45 0,2 42,25 6,5
80 1 0,35 0,2 36 6
80 2 0,53 0,2 36 6
80 3 0,42 0,2 36 6
100 1 0,33 0,2 25 5
100 2 0,53 0,2 36 6
100 3 0,22 0,2 36 6
Pan 1 0,18 0,2 16 4
Pan 2 0,31 0,2 20,25 4,5
Pan 3 0,45 0,2 20,25 4,5
Semua 1 2,83 2,8 30,25 5,5
granul + 2 3,10 2,8 30,25 5,5
Mg Stearat 3 3,20 2,8 30,25 5,5

Tabel 5. Kecepatan Alir dan Sudut Diam


Mesh 12 14 40 60 80 100 Pan Semua
sampel granul
granul + Mg
Steara
t

33
Jumlah 0,172 0,605 19,26 4,161 2,420 0,648 2,158 38,695
granul 6 7 7 8 7 1 8 1
(gram)
Waktu 0,31 0,876 2,08 0,41 0,43 0,36 0,313 3,043
alir
(detik)
Kecepata 0,556 0,691 9,262 10,15 5,629 1,800 6,897 12,716
n alir 0
(g/detik)
Tinggi 0,2 0,2 2,3 0,2 0,2 0,2 0,2 2,8
kerucut
granul
(cm)
Jari-jari 0,5 1,6 6,5 6,8 6 5,6 4,3 5,5
kerucut
(cm)
Tangen 0,4 0,125 0,353 0,029 0,033 0,035 0,046 0.509
sudut
diam
Sudut 21 7 19 1 2 2 2 26
diam (º)

4.4 Hasil Perhitungan Kadar Lembab dan Susut Pengeringan


Tabel 6. Kadar Lembab dan Susut Pengeringan
No. W (gram) Wo (gram) % MC % LOD
1. 1 gram 1,40 %
2. 1 gram 1,49 %
3. 1 gram 1,29 %
4. 42 gram 38 gram 9,5 %

4.5 Hasil Perhitungan Kompresibilitas


Tabel 7. Kompresibilitas
No. Po Pt
1. 0,416 0,5
2. 0,416 0,476
3. 0,454 0,454
Rata-Rata 0,428 0,476

Bobot jenis nyata (Po) = Bobot granul (gr)


Volume granul (ml)

34
Bobot jenis mampat (Pt) = Bobot granul (gr)
Volume granul (ml)

Po 1 = 5gr / 12 ml Pt 1 = 5gr/10ml
= 0,416 = 0,5
po 2 = 5gr/12ml Pt 2 = 5gr/10,5ml
= 0,416 = 0,476
po 3 = 5gr/11ml Pt 3 = 5gr/11ml
= 0,454 = 0,454

Pt-Po
x 100 %
% Kompresibiitas =
Po

0,476 – 0,428
= x 100%
0,476
= 10,08 %

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Prinsip Percobaan


Penelitian kali ini yaitu pembuatan tablet parasetamol dengan
menggunakan metode granulasi basah karena parasetamol mempunyai
kompaktibilitas serta sifat alir yang buruk, sehingga perlu penambahan binder
untuk memperbaiki kompresibilitas dan meningkatkan fluiditas tablet
parasetamol. Prinsip dari metode granulasi basah adalah membasahi massa

35
tablet dengan larutan pengikat tertentu sampai mendapat tingkat kebasahan
tertentu pula, kemudian massa basah tersebut digranulasi.

5.2 Analisa Prosedur


5.2.1 Pembuatan Granul
Prosedur dalam pembuatan granulasi basah dibagi menjadi dua tahapan
yaitu tahap pembuatan pasta pati jagung dan proses granulasi. Pembuatan pasta
pati jagung berfungsi sebagai larutan pengikat pada granulasi basah. Langkah
pertama pada proses pembuatan pasta pati jagung yaitu ditimbang 0,01 gram pati
jagung dan dimasukkan ke dalam gelas beker 50 mL yang berisi 1,5 ml aquadest
dingin, aduk hingga membentuk suspensi. Penggunaan pati dalam produksi tablet
tersedia secara luas karena sifatnya yang inert, murah serta dapat digunakan
sebagai bahan pengisi, pengikat, desintegran dan glidan (Adetunji, O. A., Odeniyi,
M. A, dan Itioala, 2006). Sehingga pada tahap pembuatan pasta ini pati jagung
berfungsi sebagai binders atau bahan pengikat yang diperlukan dalam pembuatan
tablet dengan maksud untuk meningkatkan kohesifitas antar partikel serbuk
sehingga memberikan kekompakan dan daya tahan tablet (Voigt, 1984).
Selanjutnya suspensi tersebut dimasukkan pada 3,5 mL aquadest yang telah
mendidih dipanaskan di atas hotplate dan diaduk secara kuat dengan batang
pengaduk. Granula pati tidak larut dalam air dingin, tetapi akan mengembang
dalam air panas. Apabila suspensi pati dipanaskan sampai suhu 60°-70°C, granula
pati yang berukuran relatif besar akan membengkak sangat cepat. Jika suhu
pemanasan terus meningkat, granula yang lebih kecil ikut membengkak hingga
seluruh granula pati membengkak secara maksimal (Muljohardjo, 1987). Apabila
granula pati dipanaskan hingga suhu gelatinisasinya, granula akan membentuk
pasta pati yang kental. Pasta pati bukan berupa larutan melainkan berupa granula
pati bengkak tak terlarut yang memiliki sifat seperti partikel gel elastis (Pomeranz,
1991).
Tahap selanjutnya yaitu proses granulasi, dilakukan pencampuran antara
bahan pewarna dengan laktosa dan digerus hingga homogen. Bahan pewarna
berfungsi sebagai bahan estetik dan untuk membedakan produk yang satu dengan
yang lain selama masa produksi (Martindale, 1982). Laktosa berfungsi sebagai

36
bahan pengisi (filler) bertujuan agar tablet dapat membentuk massa yang kompak
dan pas saat dicetak pada ukuran tertentu (Firmansyah, 2016). Selanjutnya
campuran tersebut ditambahkan pati jagung dan parasetamol kemudian
dihomogenkan. Parasetamol berfungsi sebagai bahan aktif sedangkan pati jagung
tersebut berfungsi sebagai eksipien yang akan membentuk filler-binder dengan a-
laktosa monohidrat dengan kompaktibilitas yang sangat baik sehingga dapat
membuat granul memiliki sifat alir yang baik (Sakinah, A.R., Kurniawansyah,
2016). Langkah selanjutnya yaitu ditambahkan pasta pati jagung ke dalam
campuran tersebut, aduk hingga terbentuk masa granul. Kemudian disiapkan
loyang, timbang loyang tersebut pada saat masih dalam keadaan kosong dan
dilakukan penimbangan lagi setelah ditambahkan granul basah di atas loyang
tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui berat awal loyang kosong dan
berat awal loyang setelah ditambahkan granul basah. Loyang yang telah berisi
granul dimasukkan ke dalam lemari pengering bersuhu 60°C, setiap 10 menit
loyang dikeluarkan dari lemari pengering untuk ditimbang beratnya, dan diulang
sebanyak 5 kali penimbangan. Pada penimbangan terakhir, wadah dan granul
dibiarkan dalam lemari pengering selama 40 menit dan di akhiri dengan
penimbangan proses pengeringan berat wadah dan granul. Hal tersebut bertujuan
untuk mengetahui susut pengeringan (%LOD) dan kandungan lembab (%MC)
(Rankell, A.S., Lieberman, H.A., Schiffmann, 1986).

5.2.2 Evaluasi Granul


Evaluasi granul dilakukan dengan cara penentuan distribusi ukuran granul,
penentuan kecepatan alir dan sudut diam, serta penentuan kadar lembab. Evaluasi
distribusi ukuran granul bertujuan untuk melihat keterbasahan ukuran partikel
granul, apabila ukuran partikel granul terdistribusi pada tiap mesh maka hal ini
akan berpengaruh pada sifat alir granul (Sarwono, 2006). Penentuan distribusi
ukuran granul dilakukan dengan menggunakan mesh nomor 12,14, 40, 60, 80, 100
dan pan yang disusun secara berurutan dan pan diletakkan paling akhir. Granul
dimasukkan ke dalam mesh paling atas dan dijalankan selama 10 menit. Hal
tersebut bertujuan untuk memisahkan granul-granul berdasarkan kesamaan

37
ukurannya. Selanjutnya granul yang tertinggal pada masing-masing mesh
ditimbang beratnya untuk mengetahui bobot masing-masing granul.
Penentuan kecepatan alir dan sudut diam dilakukan dengan menggunakan
rangkaian alat uji yaitu corong gelas, alas dan statif. Jarak dasar corong gelas dan
alas diatur dengan jarak 10 cm. Setelah itu dasar corong ditutup bertujuan agar
granul yang akan diletakkan tidak jatuh, selanjutnya granul diletakan pada corong.
Penutup corong dibuka bersamaan dengan dijalankannya pencatat waktu
(stopwatch). Selanjutnya untuk mengukur sudut diam maka granul yang telah
jatuh pada alas diukur tinggi kerucut (h) dan jari-jari (r) dan dilakukan
perhitungan untuk sudut diam. Langkah yang sama diulangi pada granul ukuran
mesh 20,40, 60 dan granul yang telah ditambahkan Mg stearat. Mg stearat
berfungsi sebagai glidan yang berperan dalam memperbaiki sifat alir serbuk atau
granul, sehingga lebih mudah mengalir (Voigt, 1984).
Penentuan kadar lembab bertujuan untuk melihat persentase kelembaban
yang terdapat pada granul (Somantri, A. Kartadarma, E. Fitrianingsih, 2016).
Penentuan kadar lembab dilakukan dengan cara ditimbang granul kurang lebih 10
gram dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Kemudian dimasukkan
cawan porselin yang berisi granul tersebut pada lemari pengering bersuhu 100 °C
untuk menghilangkan kadar lembab dalam granul sehingga granul yang dihasilkan
tidak cepat ditumbuhi oleh mikroba maupun jamur (Voigt, 1994). Lama
pengeringan adalah sampai didapatkan berat konstan. Granul kering dan cawan
ditimbang untuk mengetahui berat granul keringnya dan dihitung susut
pengeringan dari granul kering pada masing-masing waktu pengeringan
(Widiyastuti, Lina. Pramono, Suwidjiyo. Nugroho, 2014).
Kompresibilitas merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan
kemampuan serbuk atau granul untuk menjadi bentuk yang lebih stabil jika
mendapat tekanan. Langkah pertama ditimbang 5 gram granul. Dimasukkan
kedalam gelas ukur 100 ml. kemudian dicatat volumnya sebagai volume awal.
Dimampatkan 500 kali dengan cara diketukkan kealas datar dengan bantuan
menggunakan alat bantu metronome beat hal ini bertujuan unutuk memampatkan
volume granul. Kemudian diseting 70 untuk membantu perhitungan. Diukur

38
volume sesudah pemampatan, diulangi proses sebanyak 3 kali. (Lachman et
al.,2008).

5.3 Analisa Hasil


5.3.1 Pembuatan Granul
Dari hasil praktikum yang sudah kami lakukan, dihasilkan % susut
pengeringan 9,5%. Hasil yang kami peroleh tidak sesuai dengan apa yang ada
diliteratur. Bahwasannya pada literature mengatakan susut pengeringan pada
proses granulasi (<2%) (Goeswin, 2012). Dibandingkan lagi dengan jurnal
pharmacy oleh (Dafit dkk, 2011) yang menyatakan susut pengeringan yang baik
yaitu 2-4%. Perbedaan hasil yang diperoleh dimungkinkan adanya permasalahan,
seperti Pembuatan pasta pada beaker glass sehingga banyak gel yang tertinggal
pada dinding beaker glass. Dimungkinkan banyak yang tertinggal. Pengovenan
kurang stabil sehingga pengeringan tidak konstan, karena pintu sering dibuka
tutup.

5.3.2 Evaluasi Granul


Distribusi ukuran partikel bertujuan untuk mengetahui kisaran ukuran
partikel granul, dan penyebaran ukuran partikelnya yang dapat diketahui dari
berapa banyak fraksi yang tertinggal pada setiap nomer mesh. Dengan makin
kecilnya ukuran granul akan memperbesar luas permukaan sehingga akan
mempercepat granul untuk melarut. Distribusi ukuran partikel granul yang baik
memiliki distribusi ukuran partikel yang sempit dan jumlah serbuk (Fines) tidak
lebih dari 10%. Grafik Distribusi yang baik adalah grafik yang menunjukkan hasil
presentasi penyebaran granul tertinggal dinomer mesh kcil dan dinomer mesh
besar harus seimbang. Sedangkan presentasi penyebaran granul tertinggal dinomer
mesh tengah harus besar (Martin et al,1993).Untuk hasil pada praktikum yang
kami dapatkan dihasilkan yaitu pada mesh 12 sebesar 0,575 %, mesh 14 (2,019%)
, mesh 40 (64,223%), mesh 60 (13,872%) , mesh 80 (8,069), mesh 100 (2,1603%)
dan pan sebesar 7,196%. Prosen kumulatif yang didapat yaitu sebesar 98,114%
dari 100%. Maka dapat dikatakan adanya kehilangan bobot granul selama proses

39
pengayakan sebesar 1,88%. Hal ini dibuktikan pula dengan grafik yang didapat
dibandingan dengan di literatur adanya kemiripan yaitu sebagai berikut:

Distribusi Ukuran Partikel


12

10

0
0 2 4 6 8 10 12

Gambar 4. Grafik Hasil Praktikum

Gambar 5. Grafik Literatur (Martin et al,1993)

Adanya sedikit perbedaan pada granul dengan ayakan yang terkecil hal ini
terjadi dimungkinkan karena adanya beberapa faktor seperti :
1. kurangnya kehati-hatian praktikan menyebabkan granul yang sudah diayak
ada yang keluar dari ayakan.

40
2. Kurangnya ketelitian waktu penimbangan juga dimungkinkan bobot
granul setelah penimbangan masih ada yang tertinggal diwadah.
3. Pengayakan yang kurang konstan menyebabkan granul berhamburan.
4. Alat pengayakan secara manual yang digunakan menyebabkan
pengayakan kurang efektif.
5. Banyaknya praktikan lain yang juga melakukan pengayakan menyebabkan
kurangnya konsentrasi saat melakukan praktikum, serta pintu ruangan lab
yang digunakan untuk tempat pengayakan sering di buka tutup
kemungkinan udara atau angin ada yang masuk sehingga granul bahkan
serbuk waktu pengayakan menjadi berterbangan.

Menurut Fudholi (1983) kecepatan alir dikatakan baik jika memiliki waktu
alir < 10 detik. Sifat alir granul dikatakan baik jika memiliki kecepatan alir antara
4 – 10 g/ detik (Aunton, 1988). Dari hasil praktikum yang kami peroleh pada
ukuran mesh 12,14 dan 100 kecepatan alir < 4 g / detik. Pada ukuran mesh 60 dan
dan semua granul + Mg stearate > 10 g/detik. Sedangkan pada mesh 60 dan 80
masih dalam rentang persyaratan yang ada diliteratur. Perbedaan hasil kecepatan
alir yang didapat berbeda-beda hal ini dikarenakan adanya beberapa faktor seperti
ukuran, bentuk, porositas, kandungan lembab, dan struktur partikel.. pada mesh
12,14 dan 100 hal ini dikarenakan jumlah granul yang didapat sangat sedikit,
sehingga ketika dilakukan pengujian granul sangat cepat turun dan granul
berpencar satu persatu. Sedangkan pada mesh ukuran 60 dan semua granul + Mg
stearate hal ini dikarenakan jumlah serbuk yang didapat cukup banyak, sehingga
ketika dilakukan pengujian serbuk yang didapat di corong gelas membentuk
permukaan yang sempit sehingga antar partikel saling berdempetan membuat
serbuk cukup lama untuk turun. Hal ini pula dikarenakan kesalahan praktikan saat
melakukan pengukuran, praktikan kurang teliti dalam membaca waktu.
Menurut (Lachman, 1944 : 685) dimana sudut diam yag baik jika kurang
dari 40o. Sedangkan menurut Sheen et al (1980) granul akan mengalir dengan baik
jika memiliki sudut diam antara 25 - 40o C. dari semua granul yang ada hanya
pada granul dengan penambahan Mg stearate lah yang masuk dalam rentang. Hal
ini dimungkinkan pada granul karena pada granul yang lain masih memiliki

41
kandungan lembab yang tinggi. Menurut (Wodka dan Jacobian, 1980) bila
kandungan lembab granul tinggi, maka sudut diam granul menjadi semakin kecil.
Hal ini disebabkan dengan adanya lembab maka ikatan antar partikel menjadi
kuat sehingga granul yang dihasilkan semakin cepat untuk bergerak turun.
Menurut (Voight, 1995) kelembapan yang memenuhi persyaratan yaitu
antara 1 – 5% dan MC < 3%. % LOD dihitung saat granul basah dan % MC
dihitung saat granul kering. Perbedaan hasil % LOD dan % MC hal ini
dimungkinkan karena adanya penambahan Mg stearate pada pembuatan granul.
Hal ini dikarenakan Mg stearate yang bersifat hidrofob mampu mengikat udara
panas yang dapat menyempurnakan proses penguapan air. Dapat dikatakan bahwa
semakin tinggi konsentrasi Mg stearate yang digunakan, maka semakin banyak air
yang menguap sehingga hal ini menyebabkan bobot granul menjadi berkurang dan
nilai kelembapan granul menjadi tinggi (Voight, 1995)
Kompresibilitas merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan
kemampuan serbuk atau granul menjadi bentuk yang lebih stabil jika mendapat
tekanan. Dari pengujian yang sudah dilakukan dapat dikatakan granul memiliki
sifat alir yang baik yaitu 10,08 %. Menurut (Lachman, et al., 2008) nillai
kompresibilitas dibawah 15% menunjukkan sifat alir yang baik dan diatas 15%
menunjukkan kemampuan alir yang buruk. Sehingga dapat dikatakan hasil yang
diperoleh sesuai dengan literature. Hal ini dimungkinkan karena adanya Mg
stearate pada saat proses pembuatan granul. karena menurut (Lachman, et al.,
1976) semakin menigkatnya penggunaan konsentrasi Mg stearate sebagai bahan
pelicin mengakibatkan semakin rendahnya nilai kempresibilitas. Dimana dengan
semakin rendahnya nilai kompresibilitas maka granul mudah menyusun diri saat
memasuki ruang cetak kemudian mengalami deformasi menjadi bentuk yang
mampat.

BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan

42
Kesimpulan dari penelitian “Pembuatan Tablet Parasetamol dengan
Metode Granulasi Basah” antara lain:
1. Formulasi yang digunakan untuk pembuatan tablet paracetamol ini yaitu
paracetamol 62,5% digunakan sebagai bahan aktif, Bahan pewarna
secukupnya, Pati jagung kering 7,5% (Binder), Laktosa 24,5% (Pengisi),
Pati jagung pasta 2,5% (Pengikat), Mg stearat 1% (Lubricant) dan Talk
2% (Glidant).
2. Dari ke- 4 (Empat) evaluasi granul yang telah dilakukan (penentuan
distribusi ukuran partikel, penentusn keceptan alir dan sudut diam, kadar
susut pengeringan dan persen kompresibilitas) maka dapat disimpulkan
bahwa penambahan Mg setarate pada granul kami sangat mempengaruhi.
Hal ini dikarenakan Mg stearate yang bersifat hidrofob mampu mengikat
udara panas yang menyempurnakan proses penguapan air. Hal ini terbukti
dengan %MC dan % kompresibilitas yang masih dalam rentang baik yaitu
% MC < 3% an % kompresibilitas <15%. % MC 1,40%, 1,49% 1,29% dan
% kompresibilitas 10,08%. Serta pada penentuan sudut diam pulla Mg
stearate juga mempengaruhi. Jika diliteratur mengatakan sudut diam yang
baik 25-40oC hasil yang kami peroleh yaitu 26 oC, maka sesuai dengan
literature. Hal ini pula yang akan mempengaruhi terhadap kekerasan tablet,
kerapuhan tablet, dan waktu hancur tablet yang akan dihasilkan.

6.2 Saran
1. Penambahan alat dan bahan praktikum di Lab yang sesuai dengan
kebutuhan sangat dibutuhkan untuk menunjang kegiatan praktikum.
2. Untuk praktikan selanjutnya perlu diperhatikan ketelitian di setiap
perlakukan karena itu akan mempengaruhi hasil akhir.
3. Penambahan bahan pengikat serta lubricant yang tepat sangat
mempengaruhi pada pembuatan tablet.
DAFTAR PUSTAKA

4. Agoes, G. (2012). Sediaan Farmasi Padat. Bandung: Institut Teknologi


Bandung.
5. Ansel, H C; Popovich, N G; Allen, L. J. (1989). Pengantar Bentuk

43
Sediaan Farmasi (4th ed.). Jakarta: UI Press.
6. Banker, S G; Anderson, R. N. (1986). Tablet. In The Teory and Practice
of Industrial Pharmacy (3rd ed., pp. 643–704). Philadelphia: Lea and
Febriger.
7. Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia (3, Ed.). (p.37) Jakarta: Depkes
RI.
8. Gloria M. dan Yetri E ., 2018, Teknologi Sediian Solid. Kementrian
Kesehatan RI
9. Lachman, L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J. . (1994). Teori dan Praktek
Farmasi Industri (III). Jakarta: UI Press.
10. Lieberman, H.A., Lachman L., dan S. (1989). Pharmaceutical Dossage
Forms: Tablets (1st ed.). New York: Marcel Dekker Inc.
11. Lieberman, H.A., Lachman L., dan S. (1990). Pharmaceutical Dossage
Forms: Tablets (3rd ed.). New York: Marcel Dekker Inc.
12. Martindale. (1982). The Extra Pharmacopoeia (28th ed.). London: The
Pharmaceutical Press.
13. Martin A, Swarbrick J, CammarataA., 1993, Farmasi Fisik II.Edisi 3.
Terjemahan :Yoshita. UI Press. Jakarta.Hlm. 1037
14. Parikh, DM., 2005, Handbook of Pharmaceutical Granulation
Technology , 2nd Edition. New York: Taylor & Francis Group
15. Parrot EL, Saski W., 1971, Pharmaceutical Technology Fundamental
Pharmaceutics. Edisi III. Mineapolis. Burgess Publishing Company. Hal
76
16. Rowe C.R., P.J Shekey, and P.J Wreller. 2003. Handbook of
Pharmaceutical Exipients. (p. 685-904) . London : Pharmaceutical Press
17. Vogel. (1990). Texbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic
Analysis (5th ed.). Jakarta: PT Kalman Media Pustaka.
18. Voigt, R. (1984). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM
Press.
19. Voigt, R. (1994). Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.
20. Wade, Ainley; Paul, J. W. (1994). Handbook of Pharmaceutical
Excipients. London: The Pharmaceutical Press Departement of
Pharmaceutical Sciences.
21. Wadke, H A; Jacobson, H. (1980). Preformulation Testing. In
Pharmaceutical Dosage Forms: Tablets (p. 45). New York: Marcel
Dekker Inc.

LAMPIRAN

PROSES PEMBUATAN GRANUL

44
PROSES EVALUASI GRANUL

Proses
ProsesPencampuran
Penimbangan
Pembuatan
Pasta

Hasil
Proses
Proses Proses
Pembuatan
Pencampuran
Pengeringan
Granul
Akhir
(di Oven) (% LOD)

FORMULASI
DAN EVALUASI
GRANUL
TABLET
Distribusi Ukuran Kecepatan ali dan
Partikel PARACETAMOL DENGAN
Sudut diam
MENGGUNAKAN METODE
GRANULASI BASAH
Susut Pengeringan
(% MC)
Eka pramuda wardani, Elisah dwi febrianti, Erina uruf syarahrani ,
Fryda Krystiani, May sintya dewi, Nindy sylvia, Putri anggraini,Galih
wahyu duvani

45
Email : elisadwifebrianti20@gmai.com

Program Studi S1 Farmasi STIKes Rumah Sakit Anwar Medika, Jl Raya


By Pass Krian KM 33, Sidoarjo 61263
Abstrak: Tablet merupakan bentuk sediaan oral yag dibuat dengan cara kompresi
dengan tambahan bahan pengisi, penghancur, pengikat, dan pelicin. Bahan aktif
terpilih yaitu parasetamol yang berkhasiat sebagai analgetik, antiperetik dan
memiliki efek terapi cepat dan dapat dibeli dengan harga terjangkau. Penelitihan
ini bertujuan untuk mengetahui formulasi tablet parasetamol dan mengetahui uji
granulasi dengan menggunakan metode granulasi basah. Evaluasi granul yang
dilakukan meliputi uji distribusi ukuran partikel, waktu alir dan sudut diam, susut
pengeringan dan pengentapan tablet . Hasil penelitian menunjukkan bahwa Persen
kumulatif yang didapat pada distribusi ukuran partikel 98,114% dari 100%, waktu
alir dan sudut diam terendah di mesh 60 (0,41 detik dan 1º) dan tertinggi di semua
granul + Mg Stearat(3,043 detik dan 26º), susut pengeringan 9,5% dan
pengentapan tablet 10,08%. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan tablet belum
sepenuhnya baik karena hasil evaluasi waktu hancur tidak memenuhi persyaratan
yang ada di dalam teori.

Kata kunci : Tablet, parasetamol,evaluasi granul

Abstrack: Tablets are oral dosage forms made by compression with additional
fillers, crushers, binders, and lubricants. The active ingredient chosen is
paracetamol which is efficacious as an analgesic, antiperetic and has a fast
therapeutic effect and can be purchased at affordable prices. This research aims to
determine the formulation of paracetamol tablets and determine the granulation
test using the wet gramulation method. Granule evaluations carried out included
tests of particle size distribution, flow time and stationary angle, drying shrinkage
and tablet deposition. The results showed that the cumulative percentages
obtained at particle size distribution were 98.114% of 100%, flow time and lowest
stationary angle at mesh 60 (0 , 41 seconds and 1 °) and highest in all granules +
Mg Stearate (3.043 seconds and 26 °), drying losses of 9.5% and tablet settling of
10.08%. This shows that the tablet preparation is not fully good because the

46
results of the evaluation of the disintegration time do not meet the requirements in
the theory.

Keywords: Tablets, paracetamol, granule evaluation


PENDAHULUAN campuran bahan, memperbaiki sifat
Berkembangnya teknologi alir sekaligus kompaktibilitas massa
dibidang farmasi mengiring para (Summers, 1994). Dalam granulasi
farmasi untuk membuat suatu basah dilakukan penambahan cairan
bentuk sediaan yang mudah pengikat. Cairan pengikat yang
diterima oleh masyarakat, selain digunakan antara lain harus bersifat
ditinjau dari kualitas yang tetap non toksik dan mudah menguap
harus dipenuhi. Salah satu bentuk sehingga mudah diuapkan dalam
sediaan yang paling banyak pengeringan. Cairan yang digunakan
digunakan adalah tablet karena dapat berupa air, etanol, turunan
bentuknya yang efisien, sangat selulosa, larutan gelatin, musilago
praktis, dan ideal untuk pemberian amili dan lainnya (Rudnic and
zat aktif terapi secara oral. Tablet Kottke, 1996).
merupakan bentuk sediaan oral Zat aktif yang akan
yang banyak diproduksi dan disukai digunakan pada penelitian kali ini
oleh masyarakat karena tablet adalah parasetamol. Parasetamol
mempunyai beberapa keuntungan merupakan obat yang berkhasiat
diantaranya adalah ketepatan dosis, sebagai analgetik, antiperetik, efek
mudah cara pemakaiannya, relatif terapi cepat dan dapat dibeli dengan
stabil dalam penyimpanan, mudah harga terjangkau (Tjay, Tan Hoan
dalam transportasi dan distribusi dan Raharja, 2002). Toksisitas
kepada konsumen, serta harganya parasetamol lebih rendah dari pada
relatif murah (Banker, S G; aspirin dan fenasetin pada dosis
Anderson, 1986). normal parasetamol bebas efek
Metode pembuatan tablet samping bermakna, sedangkan pada
dapat dilakukan dengan cara kempa dosis besar dapat menyebabkan
langsung dan granulasi (Armstrong, kerusakan hati dan ginjal (Mycek,
1994). Tujuan dari granulasi adalah M.J, Harvey, R.A, dan Champe,
untuk mencegah segregasi massa 2001). Parasetamol mempunyai

47
kompaktibilitas serta sifat alir yang Parasetamol dengan Metode
buruk, maka tablet parasetamol perlu Granulasi Basah” yaitu: gelas beaker,
dijadikan granul dengan metode labu erlenmeyer, mortir dan stamfer,
granulasi basah atau wet granule timbangan analitik, batang pengaduk,
dengan penambahan binder sehingga gelas ukur, pipet tetes, corong kaca,
dapat memperbaiki kompresibilitas sendok tanduk, gelas arloji, MC,
dan meningkatkan fluiditas (Voigt, oven (lemari pengering), ayakan
1984). mesh, pan, loyang, cawan porselin,
Untuk dapat menghasilkan mesin cetak tablet, spatula, sudip,
efek terapi, tablet harus hancur dan pipet volume,pengaris, statif,klem,
melepaskan zat aktif kedalam cairan skala dan alat bantu metronome beats
tubuh untuk dilarutkan dan tersedia b. Bahan
untuk diabsorbsi. Bahan tambahan Bahan-bahan yang digunakan
untuk proses pembuatan tablet yang dalam penelitian “Pembuatan Tablet
memudahkan hancurnya atau Parasetamol dengan Metode
pecahnya tablet ketika beradsa Granulasi Basah” yaitu: parasetamol,
didalam cairan saluran pencernaan laktosa, Pati jagung, aquadest, Mg
adalah bahan penghancur. Bahan Stearat, Talk dan bahan pewarna.
penghancur dapat mengembangkan
tablet, dan dapat menyebabkan
tablet pecah menjadi granul
kemudian granul akan pecah
menjadi partikel-partikel yang
halus, akhirnya obat akan larut. Formulasi Sediaan
Salah satu bahan penghancur yang Tabel 1. Formulasi Sediaan Tablet
sering digunakan yaitu pati/amilum. Parasetamol
N Baha Fun Ra Ter Pus
o n gsi ng pili tak
METODE PENELITIAN
. e h a
Alat dan Bahan 1 Parac Bah 90 62, F1
a. Alat . etam an - 5 % III
ol Akti 10 p.3
Alat-alat yang digunakan f 0 7
penelitian “Pembuatan Tablet %
2 Baha Col - qs -

48
. n ouri sedikit pasta pati jagung hingga
Pewa ng
terbentuk masa lembab. Diayak masa
rna Age
nt lembab yang terbentuk dengan
3 Pati Bin 3- 7,5 HP ayakan nomer 12 . Ditimbang massa
. Jagu der 20 % E
ng % VI lembab dan dikeringkan dalam oven
(Keri p.6 pada suhu 40-60ºC hingga 5 kali
ng) 85
4 Lakt Pen 20 24, HP penggulangan setiap 10 menit masa
. osa gisi - 5% E granul dikeluarkan dari oven dan
40 VI
% p.3 ditimbang beratnya. Kemudian
70 Dihitungan % LOD. Kadar
5 Pati Bin 3- 2,5 HP
. Jagu der 20 % E kelembapan pada proses pengeringan
ng % VI granul yang baik adalah 2%
(Past p.6
a) 85 (Goeswin,2012).
6 Mg Lub 0, 1% HP
. Stear rica 25 E Rumus % LOD = Wo-W1
at nt - VI x 100%
5, p.9 Wo
0 04
%
7 Talk Glid 1, 2% HP 2. Evaluasi Granul
. an 0- E
10 VI a. Uji Distribusi Ukuran
,0 p.7 Partikel
% 28
Disusun ayakan

Metode Kerja sesuai dengan nomer mesh dan pan

1. Pembuatan Granul berada didasar susunan. Ditimbang

Ditimbang masing-masing 30 gram granul dan diletakkan pada

bahan yang digunakan pada formula. ayakan paling atas. Dijalankan alat

Dibuat pasta pati jagung sampai selama 10 menit. Dikeluarkan dari

terbentuk suspensi dan dipanaskan ayakan dan pan . Ditimbang granul

hingga sampai terbentuk gel dari masing-masing ayakan. Dimana

transparan. Dicampur bahan pewarna Distribusi ukuran partikel granul

dan laktosa diaduk hingga homogen. yang baik memiliki distribusi ukuran

Ditambahkan pati jagung kering dan partikel yang sempit dan jumlah

diaduk. Ditambahkan sedikit demi

49
serbuk (Fines) tidak lebih dari 10%. lempeng alat moisture analyzer.
(Martin et.,al 1993). Dijalankan alat , dan ditunggu
b. Kecepatan alir dan Sudut hingga alat menunjukan nilai % susut
Diam pengeringan. Nilai %MC yang baik
Ditimbang 10 gram yaitu antara < 3% dan kadar lembab
granul dari masing-masing mash . yang memenuhi persyaratan adalah
Kemudian dituangkan secara 1-5% (Voight,1995).
perlahan-lahan granul tersebut
Rumus % LOD = Wo-W1
kedalam corong yang tertutup bagian x 100%
Wo x 100%
bawahnya lwat tepi corong. Dibuka
tutup corong secara perlahan-lahan d. Kompresibilitas
dan diarkan granul mengalir keluar. Dilakukan uji indeks kompresibilitas
Dicatat waktu yang diperlukan dengan memasukkan granul 5 gram
(detik) dengan stopwatch sampai ke dalam gelas ukur hingga volume
granul melewati corong (Parot, 100 ml dan tentukan volume akhir
1971). Diulangi pengujian sebanyak yang dimampatkan sehingga dapat
tiga kali dimaksudkan untuk dihitung indeks kompresibilitasnya
meminimalkan galat percobaan , (%) . Dimampatkan 500 kali dengan
selanjutnya ditentukan nilai rata- cara diketukkan kealas datar dengan
ratanya . Kemudian diulangi bantuan menggunakan alat bantu
percobaan dengan granul yang telah metronome beat,diseting 70 untuk
di tambah Mg stearate 2%. Diukur membantu perhitungan. Diukur
tinggi kerucut (h) dan jari-jari (r) volume sesudah pemampatan,
granul yang berada dibawah corong. diulangi proses sebanyak 3 kali.
Setelah itu dihitung tangen dari sudut (Agoes, 2012).
diam dengan cara membagi h dengan
Pt-Po
r sudut diam. Laju alir granul yang
% Kompresibiitas= x 100%
baik adalah antara 4-10 gram/detik
Po
(Carstensen and Chan, 1977).
c. Susut Pengeringan
Ditimbang granul 1 HASIL DAN PEMBAHASAN
gram . Dimasukkan granul kedalam

50
Dari hasil praktikum yang luas permukaan sehingga akan
sudah kami lakukan, dihasilkan % mempercepat granul untuk melarut.
susut pengeringan 9,5%. Hasil yang Distribusi ukuran partikel granul
kami peroleh tidak sesuai dengan apa yang baik memiliki distribusi ukuran
yang ada diliteratur. Bahwasannya partikel yang sempit dan jumlah
pada literature mengatakan susut serbuk (Fines) tidak lebih dari 10%.
pengeringan pada proses granulasi Grafik Distribusi yang baik adalah
(<2%) (Goeswin, 2012). grafik yang menunjukkan hasil
Dibandingkan lagi dengan jurnal presentasi penyebaran granul
pharmacy oleh (Dafit dkk, 2011) tertinggal dinomer mesh kcil dan
yang menyatakan susut pengeringan dinomer mesh besar harus seimbang.
yang baik yaitu 2-4%. Perbedaan Sedangkan presentasi penyebaran
hasil yang diperoleh dimungkinkan granul tertinggal dinomer mesh
adanya permasalahan, seperti tengah harus besar (Martin et
Pembuatan pasta pada beaker glass al,1993).Untuk hasil pada praktikum
sehingga banyak gel yang tertinggal yang kami dapatkan dihasilkan yaitu
pada dinding beaker glass. pada mesh 12 sebesar 0,575 %, mesh
Dimungkinkan banyak yang 14 (2,019%) , mesh 40 (64,223%),
tertinggal. Pengovenan kurang stabil mesh 60 (13,872%) , mesh 80
sehingga pengeringan tidak konstan, (8,069), mesh 100 (2,1603%) dan
karena pintu sering dibuka tutup. pan sebesar 7,196%. Prosen
kumulatif yang didapat yaitu sebesar
Evaluasi Granul 98,114% dari 100%.
1. Distribusi Ukuran Partikel
Distribusi ukuran partikel
bertujuan untuk mengetahui kisaran
ukuran partikel granul, dan
Tabel 2. Penentuan Distribusi
penyebaran ukuran partikelnya yang
Ukuran Partikel
dapat diketahui dari berapa banyak
M Φ Gr Tot Per Per
fraksi yang tertinggal pada setiap es Lo anu al sen sen
nomer mesh. Dengan makin kecilnya h ba l gra gra ku
Ay ng tert nul nul mu
ukuran granul akan memperbesar ak Ay ing tert tert lati
an ak gal ing ing f

51
an (gr gal gal (% Adanya sedikit perbedaan
(μ am (gr (% )
pada granul dengan ayakan yang
m) ) am )
) terkecil hal ini terjadi dimungkinkan
12 20 0,1 29, 0,5 0,5 karena adanya beberapa faktor
00 726 877 75 75
4 seperti : kurangnya kehati-hatian
14 84 0,6 29, 2,0 2,5 praktikan menyebabkan granul yang
0 057 394 19 94
3 sudah diayak ada yang keluar dari
40 42 19, 10, 64, 66, ayakan.Kurangnya ketelitian waktu
0 267 733 223 817
60 25 4,1 25, 13, 80, penimbangan juga dimungkinkan
0 618 838 872 689 bobot granul setelah penimbangan
2
80 17 2,4 27, 8,0 88, masih ada yang tertinggal diwadah.
7 207 579 69 750 Pengayakan yang kurang konstan
3
10 14 0,6 29, 2,1 90, menyebabkan granul berhamburan.
0 9 481 351 603 918 Alat pengayakan secara manual yang
9
Pa 2,1 27, 7,1 98, digunakan menyebabkan pengayakan
n 588 841 96 114 kurang efektif. Banyaknya praktikan
2
lain yang juga melakukan
pengayakan menyebabkan
Maka dapat dikatakan adanya
kurangnya konsentrasi saat
kehilangan bobot granul selama
melakukan praktikum, serta pintu
proses pengayakan sebesar 1,88%.
ruangan lab yang digunakan untuk
Hal ini dibuktikan pula dengan grafik
tempat pengayakan sering di buka
yang didapat dibandingan yaitu
tutup kemungkinan udara atau angin
sebagai berikut:
ada yang masuk sehingga granul
bahkan serbuk waktu pengayakan
Distribusi Ukuran Partikel
12 menjadi berterbangan.
10
8
2. Kecepatan Alir dan Sudut
6
4 Diam
2 Menurut Fudholi (1983)
0
0 2 4 6 8 10 12 kecepatan alir dikatakan baik jika
memiliki waktu alir < 10 detik. Sifat

52
alir granul dikatakan baik jika dikarenakan kesalahan praktikan saat
memiliki kecepatan alir antara 4 – 10 melakukan pengukuran, praktikan
g/ detik (Aunton, 1988). Dari hasil kurang teliti dalam membaca waktu.
praktikum yang kami peroleh pada Tabel 3. Kecepatan Alir dan Sudut
ukuran mesh 12,14 dan 100 Diam
kecepatan alir < 4 g / detik. Pada M 1 1 4 6 8 1 P S
es 2 4 0 0 0 0 a e
ukuran mesh 60 dan dan semua
h 0 n m
granul + Mg stearate > 10 g/detik. sa u
m a
Sedangkan pada mesh 60 dan 80
pe g
masih dalam rentang persyaratan l r
gr a
yang ada diliteratur. Perbedaan hasil
a n
kecepatan alir yang didapat berbeda- n u
ul l
beda hal ini dikarenakan adanya
+
beberapa faktor seperti ukuran, M
g
bentuk, porositas, kandungan
S
lembab, dan struktur partikel.. pada te
a
mesh 12,14 dan 100 hal ini
r
dikarenakan jumlah granul yang a
t
didapat sangat sedikit, sehingga
Ju 0 0 1 4 2 0 2 3
ketika dilakukan pengujian granul m , , 9 , , , , 8,
sangat cepat turun dan granul la 1 6 , 1 4 6 1 6
h 7 0 2 6 2 4 5 9
berpencar satu persatu. Sedangkan gr 2 5 6 1 0 8 8 5
pada mesh ukuran 60 dan semua an 6 7 7 8 7 1 8 1
ul
granul + Mg stearate hal ini (g
dikarenakan jumlah serbuk yang ra
m
didapat cukup banyak, sehingga )
ketika dilakukan pengujian serbuk W 0 0 2 0 0 0 0 3,
ak , , , , , , , 0
yang didapat di corong gelas tu 3 8 0 4 4 3 3 4
membentuk permukaan yang sempit ali 1 7 8 1 3 6 1 3
r 6 3
sehingga antar partikel saling (d
berdempetan membuat serbuk cukup eti
k)
lama untuk turun. Hal ini pula K 0 0 9 1 5 1 6 1
ec , , , 0 , , , 2,

53
ep 5 6 2 , 6 8 8 7 m
at 5 9 6 1 2 0 9 1 (º)
an 6 1 2 5 9 0 7 6
ali 0
Menurut (Lachman, 1944 :
r
(g 685) dimana sudut diam yag baik
/d
jika kurang dari 40o. Sedangkan
eti
k) menurut Sheen et al (1980) granul
Ti 0 0 2 0 0 0 0 2,
akan mengalir dengan baik jika
ng , , , , , , , 8
gi 2 2 3 2 2 2 2 memiliki sudut diam antara 25 - 40 o
ke
C. dari semua granul yang ada hanya
ru
cu pada granul dengan penambahan Mg
t
stearate lah yang masuk dalam
gr
an rentang. Hal ini dimungkinkan pada
ul
granul karena pada granul yang lain
(c
m masih memiliki kandungan lembab
)
yang tinggi. Menurut (Wodka dan
Ja 0 1 6 6 6 5 4 5,
ri- , , , , , , 5 Jacobian, 1980) bila kandungan
ja 5 6 5 8 6 3
lembab granul tinggi, maka sudut
ri
ke diam granul menjadi semakin kecil.
ru
Hal ini disebabkan dengan adanya
cu
t lembab maka ikatan antar partikel
(c
menjadi kuat sehingga granul yang
m
) dihasilkan semakin cepat untuk
T 0 0 0 0 0 0 0 0. bergerak turun.
an , , , , , , , 5
ge 4 1 3 0 0 0 0 0
n 2 5 2 3 3 4 9 3. Susut Pengeringan
su 5 3 9 3 5 6
du Menurut (Voight, 1995)
t kelembapan yang memenuhi
di
a persyaratan yaitu antara 1 – 5% dan
m MC < 3%. % LOD dihitung saat
S 2 7 1 1 2 2 2 2
ud 1 9 6 granul basah dan % MC dihitung
ut saat granul kering. Perbedaan hasil
di
a % LOD dan % MC hal ini

54
dimungkinkan karena adanya granul menjadi bentuk yang lebih
penambahan Mg stearate pada stabil jika mendapat tekanan.
pembuatan granul. Hal ini
dikarenakan Mg stearate yang Tabel 5. Kompresibilitas
bersifat hidrofob mampu mengikat No. Po Pt
udara panas yang dapat 1. 0,416 0,5
2. 0,416 0,476
menyempurnakan proses penguapan 3. 0,454 0,454
air. Dapat dikatakan bahwa semakin Rata- 0,428 0,476
Rata
tinggi konsentrasi Mg stearate yang
digunakan, maka semakin banyak air Dari pengujian yang sudah
yang menguap sehingga hal ini dilakukan dapat dikatakan granul
menyebabkan bobot granul menjadi memiliki sifat alir yang baik yaitu
berkurang dan nilai kelembapan 10,08 %. Menurut (Lachman, et al.,
granul menjadi tinggi (Voight, 1995) 2008) nillai kompresibilitas dibawah
15% menunjukkan sifat alir yang
Tabel 4. Kadar Lembab dan Susut baik dan diatas 15% menunjukkan
Pengeringan kemampuan alir yang buruk.
No W Wo % % Sehingga dapat dikatakan hasil yang
. (gram (gram M LO
) ) C D diperoleh sesuai dengan literature.
1. 1 1,4 Hal ini dimungkinkan karena adanya
gram 0
% Mg stearate pada saat proses
2. 1 1,4 pembuatan granul. karena menurut
gram 9
% (Lachman, et al., 1976) semakin
3. 1 1,2 menigkatnya penggunaan
gram 9
% konsentrasi Mg stearate sebagai
4. 42 38 9,5 bahan pelicin mengakibatkan
gram gram %
semakin rendahnya nilai
kempresibilitas. Dimana dengan
4. Kompresibilitas
semakin rendahnya nilai
Kompresibilitas merupakan
kompresibilitas maka granul mudah
salah satu faktor penting dalam
menyusun diri saat memasuki ruang
menentukan kemampuan serbuk atau
cetak kemudian mengalami

55
deformasi menjadi bentuk yang penentuan sudut diam pulla Mg
mampat. stearate juga mempengaruhi. Jika
diliteratur mengatakan sudut diam
KESIMPULAN yang baik 25-40oC hasil yang kami
Formulasi yang digunakan peroleh yaitu 26 oC, maka sesuai
untuk pembuatan tablet paracetamol dengan literature. Hal ini pula yang
ini yaitu paracetamol 62,5% akan mempengaruhi terhadap
digunakan sebagai bahan aktif, kekerasan tablet, kerapuhan tablet,
Bahan pewarna secukupnya, Pati dan waktu hancur tablet yang akan
jagung kering 7,5% (Binder), dihasilkan.
Laktosa 24,5% (Pengisi), Pati jagung
pasta 2,5% (Pengikat), Mg stearat DAFTAR PUSTAKA
1% (Lubricant) dan Talk 2% Agoes, G. (2012). Sediaan Farmasi
(Glidant). Padat. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Dari ke- 4 (Empat) evaluasi
Ansel, H C; Popovich, N G; Allen,
granul yang telah dilakukan L. J. (1989). Pengantar Bentuk
(penentuan distribusi ukuran partikel, Sediaan Farmasi (4th ed.).
Jakarta: UI Press.
penentusn keceptan alir dan sudut
Banker, S G; Anderson, R. N.
diam, kadar susut pengeringan dan (1986). Tablet. In The Teory
persen kompresibilitas) maka dapat and Practice of Industrial
Pharmacy (3rd ed., pp. 643–
disimpulkan bahwa penambahan Mg
704). Philadelphia: Lea and
setarate pada granul kami sangat Febriger.
mempengaruhi. Hal ini dikarenakan Depkes RI. (1979). Farmakope
Mg stearate yang bersifat hidrofob Indonesia (3, Ed.). (p.37)
Jakarta: Depkes RI.
mampu mengikat udara panas yang Lachman, L., Lieberman, H.A., dan
menyempurnakan proses penguapan Kanig, J. . (1994). Teori dan
air. Hal ini terbukti dengan %MC Praktek Farmasi Industri (III).
Jakarta: UI Press.
dan % kompresibilitas yang masih
Lieberman, H.A., Lachman L., dan
dalam rentang baik yaitu % MC < S. (1990). Pharmaceutical
3% an % kompresibilitas <15%. % Dossage Forms: Tablets (3rd
ed.). New York: Marcel Dekker
MC 1,40%, 1,49% 1,29% dan %
Inc.
kompresibilitas 10,08%. Serta pada

56
Martin A, Swarbrick J,
CammarataA., 1993, Farmasi
Fisik II.Edisi 3. Terjemahan
:Yoshita. UI Press. Jakarta.Hlm.
1037
Parikh, DM., 2005, Handbook of
Pharmaceutical Granulation
Technology , 2nd Edition. New
York: Taylor & Francis Group
Parrot EL, Saski W., 1971,
Pharmaceutical Technology
Fundamental Pharmaceutics.
Edisi III. Mineapolis. Burgess
Publishing Company. Hal 76
Rowe C.R., P.J Shekey, and P.J
Wreller. 2003. Handbook of
Pharmaceutical Exipients. (p.
685-904) . London :
Pharmaceutical Press
Voigt, R. (1994). Pelajaran
Teknologi Farmasi.
Yogyakarta: UGM Press.
Wade, Ainley; Paul, J. W. (1994).
Handbook of Pharmaceutical
Excipients. London: The
Pharmaceutical Press
Departement of Pharmaceutical
Sciences.

57
BAB 3 DAN BAB 4

KOMPRESI , UJI SIFAT FISIK TABLET DANUJI DISOLUSI


TABLET

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Praktikum Farmasetika
Sediaan Solida

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKES RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA
SIDOARJO
2020

58
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak, berbentuk rata atau
cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan
atau tanpa zat tambahan (Anief, 2000). Pemberian obat yang paling sering
digunakan adalah pemberian melalui mulut (per-oral), dikarenakan cara ini sangat
praktis, mudah, dan aman (Ansel, 1989). Sebelum obat yang diberikan pada
pasien tiba pada tujuannya dalam tubuh, yaitu tempat kerjanya atau targetsite, obat
harus mengalami banyak proses(Tjay dan Rahardja, 2007).
Waktu hancur sediaan tablet sangat berpengaruh dalam biofarmasi dari obat.
Supaya komponen obat sepenuhnya tersedia untuk diabsorpsi dalam saluran
cerna, maka tablet harus hancur dan melepaskannya ke dalam cairan tubuh untuk
dilarutkan (Ansel, 1989).Waktu hancur dipengaruhi oleh penghancur (jenis dan
jumlahnya) dan banyaknya pengikat.Selain itu, tablet juga harus memiliki
kekerasan yang cukup serta keregasan yang sesuai dengan persyaratan yang ada,
karena semakin kecil persentase kehilangan bobot dari suatu tablet maka semakin
baik efek terapi yang di berikan oleh sediaan obat tersebut terhadap tubuh.
Dengan kata lain kekerasan, keregasan, dan waktu hancur dapat mempengaruhi
kecepatan absorpsi obat dalam tubuh.
Uji disolusi merupakan proses melarutnya suatu zat kimia atau senyawa
obat dari sediaan padat ke dalam suatu medium tertentu. Uji disolusi berguna
untuk mengetahui seberapa banyak obat yang melarut dalam medium asam atau
basa (lambung dan usus halus). Oleh karena kecepatan melarut zat aktif seringkali
menjadi tahap penentu kecepatan untuk proses absorpsi, maka uji pelarutan
(dissolution test) memberikan informasi yang lebih akurat (Ansel, 1989).
Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian lebih lanjut dengan
menggunakan PVP sebagai bahan pengikat dengan konsentrasi yang berbeda-beda
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap sifat fisik tablet dan profil disolusi dari
tablet parasetamol sehingga diperoleh tablet yang baik dan memenuhi persyaratan
Farmakope Indonesia atau kepustakaan lainnya.

59
1.2 Rumusan Masalah
 Bagaimana cara melakukan proses kompresi dan uji sifat fisik tablet?
 Bagaimana melakukan uji disolusi tablet?
1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah
1. Mahasiswa dapat memahami dan melakukan proses kompresi dan uji sifat
fisik tablet.
2. Mahasiswa dapat memahami dan melakukan uji disolusi sediaan tablet.

60
BAB II
TINJAUAN PUSTA

2.1 Uji Sifat Fisik Obat


2.1.1 Keseragaman Bobot
Menurut FI III (1979), Uji keseragaman bobot dilakukan dengan
menimbang 20 tablet. Dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu
persatu, tidak boleh lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya
menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari 5 % (CV < 5%). Dan tidak
satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari 10% bobot rata-ratanya.
2.1.2 Kekerasan Tablet
Tujuan dilakukan uji kekerasan tablet adalah untuk memperoleh gambaran
tetang ketahanan tablet melawan :
- Tekanan mekanik (goncangan)
- Tekanan pada saat pembungkuran, pengangkutan, dan penyimpanan.
Kekerasan tablet yang baik berkisat 4-8 kg dan 7-12 kg untuk tablet
kunyah. Alat yang digunakan untuk uji kekerasan tablet adalah Stokes Monsanto
Hardness Tester. Sebuah tablet diletakkan pada ujung alat dengan posisi vertikal,
kemudian spiral pada bagian bawah skala diputar perlahan-lahan sampai tablet
pecah. Dibaca skala yang dicapai pada tablet tepat hancur (Gauhar, 2006)

Gambar 6. Alat Hardness Tester


2.1.3 Kerapuhan Tablet
Friability test adalah sebuah metode untuk menentukan / mengukur
kekuatan fisik tablet non salut terhadap tekanan mekanik atau gesekan. Uji

61
kerapuhan tablet menggunakan alat friability atau abrasive test Cara penggunaan
alat : 20 tablet yang telah dibebasdebukan dan ditimbang dimasukkan ke dalam
alat dan diputar selama 4 menit, 25 rpm. Tablet dikeluarkan dari alat dan
ditimbang bobot masing-masing tablet Hitung prosentasi kehilangan bobot yang
dialami tablet oleh alat tersebut. Tablet yang baik mempunyai kerapuhan kurang
dari 0,8% atau 1%.

Gambar 7. Alat Friability Tester


2.1.4 Waktu Hancur
Waktu hancur merupakan waktu yang dibutuhkan untuk hancurnya tablet
menjadi partikel - partikel penyusunnya bila kontak dengan cairan. Waktu hancur
tablet juga menggambarkancepat lambatnya tablet hancur dalam cairan
pencernaan (Gauhar, 2006). Dimasukkan 5 tablet ke dalam tabung berbetuk
keranjang, kemudian diturunnaikkan tabung secara teratur 30 kali setiap menit
dalam medium air dengan suhu antara 36-38 derajat celcius. Tablet dinyatakan
hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kaca. Dicatat lama
waktu hancur tablet (Anonim, 1979). Alat yang digunakan sama dengan alat yang
digunakan pada uji disolusi tablet.

Gambar 8. Alat Uji Waktu Hancur

62
2.2 Uji Disolusi
Uji disolusi merupakan proses melarutnya suatu zat kimia atau senyawa obat dari
sediaan padat ke dalam suatu medium tertentu. Uji disolusi berguna untuk
mengetahui seberapa banyak obat yang melarut dalam medium asam atau basa
(lambung dan usus halus). Oleh karena kecepatan melarut zat aktif seringkali
menjadi tahap penentu kecepatan untuk proses absorbsi, maka uji pelarutan
(dissolution test) memberikan informasi yang lebih akurat (Ansel, 1989). Disolusi
In vitro diakui sebagai suatu elemen penting dalam pengembangan obat. Uji
disolusi dilakukan sebagai tahap awal untuk mengetahui ketersediaan hayati suatu
bentuk sediaan sebelum uji pelepasan obat secara in vivo dilakukan. Korelasi
antara data in vitro dan in vivo sering digunakan selama pengembangan bentuk
sediaan dengan tujuan untuk efisiensi waktu dan mendapatkan formula optimal
(Cardot, dkk., 2007).
Faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi bentuk sediaan padat data
diklasifikasikan ke dalam 4 kategori utama yaitu: sifat fisika kimia obat, formulasi
produk obat, proses pembuatan sediaan, dan kondisi uji disolusi. Beberapa faktor
eksternal yang terkait dengan kondisi percobaan dalam uji disolusi dapat
mempengaruhi kecepatan disolusi, antara lain: intensitas pengadukan, macam dan
komposisi medium, suhu, dan model alat disolusi ang digunakan (Fudholi, 2013;
Lee dkk., 2008; Shargel dan Yu, 1999).
Ada dua alat uji disolusi yang tertera dalam Farmakope Indonesia Edisi IV
antara lain :
1. Alat 1 (Metode basket)
Alat ini terdiri dari wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan
transparan lain yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat penggerak,
dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian ke penangas
airyang sesuai sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah 37 0 ± 0,50 C
selama pengujian berlangsung dan juga menjaga agar gerakan air dalam tangas
air halus dan tetap. Wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar setangah
bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm
dan kaasitas nominal 1000 ml. pada bagian atas wadah ujungnya melebar,
untuk mencegah penguapan dapat digunakan suatu penutup yang pas. Batang

63
logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2
mm pada tiap titik pada suhu vertical wadah, berputar dengan halus dan tanpa
goyangan yang berarti.
2. Alat 2 (Metode dayung)
Alat ini sama dengan alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang
terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi
sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari
sumbu vertical wadah dan berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang
berarti. Dun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata.
Spesifikasi dayung meliputi jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan dalam
bagian dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan
batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu
penyalut yang inert dan sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah
sebelum dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi
seperti gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan utuk mencegah
mengapungnya sediaan.
Syarat disolusi tablet paracetamol yaitu dalam waktu 30 menit paracetamol
harus terlarut tidak kurang dari 80% dari jumlah yang tertera pada etiket (FI IV,
1995)

64
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Laporan ini mengacu pada jurnal dikarenakan kita tidak mempraktikumkan.
Praktikum diganti dengan metode Daring sehingga hasil yang kami buat mengacu
pada jurnal.

3.2 Peralatan dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat : Alat uji kekerasan tablet (hardness tester) (Vanguard Pharmaceutical
Machinery In), alat uji keregasan tablet (friability tester) (Charles Ischi AG,
Pharma pruftechnik), alat uji waktu hancur (disintegrator) (Vanguard
Pharmaceutical Machinery In), thermometer, stopwatch, timbangan analitik.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan adlah aquadest, Mg stearate dan tablet parasetamol.

3.3 Metode Kerja


3.3.1 Kompresi dan Uji Sifat Fisik Tablet
3.3.1.1 Kompresi Granul
Kompresi granul pada penelitian kali ini menggunakan mesin cetak single-
punch dengan tekanan kompresi yang sama. Langkah pertama yaitu ditimbang
kira-kira 10 gram granul, dan dimasukkan dalam wadah dilengkapi tutup.
Selanjutnya Mg stearat sebanyak 2% dari jumlah granul ditambahkan ke dalam
granul dan dihomogenkan dengan cara di goyang-goyangkan selama 2 menit.
Granul yang telah ditambahkan dengan Mg stearat dimasukkan ke dalam hopper
mesin cetak single-punch, selanjutnya mesin dijalankan dan dilakukan in prosess
control selama proses kompresi untuk berat dan kekerasan tablet.
3.3.1.2 Penentuan Kekerasan

65
Pertama posisikan hardnesstester dengan tangan kiri sehingga tablet yang
akan diuji tertahan oleh jari telunjuk dan jari jempol dalam rumah tablet,
sedangkan jari – jari yang lain menggenggam badan dan mistar ukur. Tangan
kanan diposisikan menutup knop, ulir searah dengan jarum jam secara perlahan,
sampai tablet yang akan diuji terjepit ringan oleh dudukan tablet. Pastikan tidak
bergerak sebelum dilepas. Geser mistar ukur sehingga garis angka nol segaris
dengan garis petunjuk, tahan mistar ukur sehingga tidak bergerak. Putar kembali
knop ulir searah jarum jam secara perlahan sampai tablet yang diuji pecah. Lihat
angka yang segaris dengan garis petunjuk, angka tersebut menunjukkan kekerasan
tablet diukur dari beban (kilogram) yang telah diberikan. Bersihkan tablet yang
pecah, putar knop ulir berlawanan dengan arah jarum jam untuk mempermudah
proses pembersihan.

3.3.1.3 Penentuan Kerapuhan Tablet


Tablet diambil sebanyak 20 tablet lalu dibersihkan, kemudian ditimbang
(W1 gram), laludimasukkan ke dalam alat friability tester untuk diuji.Alat diset
dengan kecepatan putaran 25 rpm selama 4 menit.Tablet dikeluarkan, lalu
bersihkan dan ditimbang kembali (W2 gram). Dihitung % kerapuhan tablet.
w1−w2
% Kerapuhan = x 100%
w1

3.3.1.4 Penentuan Waktu Hancur Tablet


Tablet dimasukkan ke dalam keranjang pada gelas piala yang telah berisi
aquadest sebanyak 50 mL yang dipanaskan pada suhu 37±2°C. Setelah itu
dimasukkan 1 tablet pada masing-masing tabung dari keranjang dan diikuti
dengan pemberian cakram. Kemudin dijalankan alat selama waktu yang
dipersyaratkan oleh Farmakope Indonesia.

3.3.2 Uji Disolusi Tablet


3.3.2.1 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 8,5
Langkah pertama yang harus dilakukan pada saat uji disolusi tablet yaitu
pembuatan larutan dapar fosfat pH 5,8 sebagai media disolusi. Pembuatan larutan

66
dapar fosfat dilakukan dengan menambahkan 50 mL kalium fosfat monobasa 0,2
M dengan 3,6 natrium hidroksida 0,2 M, selanjutnya di encerkan hingga 200mL
(Vogel, 1990). Uji disolusi tablet pada penelitian kali ini menggunakan metode
dayung.

3.3.2.2 Uji Disolusi


Tablet dimasukkan ke dalam labu disolusi yang telah berisi 900 mL
larutan dapar fosfat pH 5,8. Selanjutnya pengatur suhu dihidupkan, atur pada suhu
37±0,5°C. Setelah suhu yang ditentukan tercapai, tablet uji dimasukkan dan
putaran dayung dimulai. Larutan disolusi diambil sebanyak 5 mL setiap menit ke
5, 10, 20, dan 30. Setiap pengambilan larutan disolusi diganti dengan penambahan
larutan dapar fosfat pH 5,8 yang baru dengan jumlah yang sama kedalam labu.
Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi pada larutan yang telah diambil
dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum ±243
nm untuk mengetahui kadar parasetamol yang terlarut dalam medium.

3.4 Rancangan Kerja Penelitian


3.4.1Kompresi dan Uji Sifat Fisik Tablet
3.4.1.1 Kompresi Granul
Ditimbang kira-kira 100 gram granul, dan
dimasukkan dalam wadah dilengkapi tutup.

Ditimbang Mg stearat sebanyak 2% dari jumlah granul, dimasukkan dalam wadah


yang berisi granul (tahap satu) dan dihimogenkan dengan menggoyang-goyang wadah
selama 2 menit.

Dimasukkan granul hasil pencampuran (tahap 2) pada/ hopper mesin cetak


single punch.

Dijalankan mesin cetak dan dilakukan in prosess control selama proses kompresi
untuk berat dan kekerasan tablet.

Ditimbang 20 tablet satu persatu, ditabulasi hasilnya sebagaimana


tabel 7.
67
Dihitung standar deviasinya.
3.4.1.2 Penentuan Kekerasan Tablet

Digeser mistar ukur sehingga garis angka nol segaris dengan garis petunjuk,
ditahan mistar ukur sehingga tidak bergerak.

Diputar kembaliknop ulir searah jarum jam secara perlahan sampai tablet
yang duiju pecah.

Dilihat angka yang segaris dengan petunjuk, angka tersebut menunjukkan


kekerasan tablet diukur dari beban (kilogram) yang telah diberikan.

Dibersihkan tablet yang pecah, diputar knop ulir berlawanan dengan arah
jarum jam untuk mempermudah proses pembersihan.

Dicatat hasil pengamatan sebagaimana pada tabel 8.

Diposisikan hardness tester dengan tangan kiri sehingga tablet yang akan
diuji tertahan oleh jari telunjuk dan jari jempol dalam rumah tablet,
sedangkan jari-jari yang lain menggenggam badan dan mistar ukur

Diposisikan tangan kanan menutup knop, ulir searah dengan jarum jam secara
pelahan, sampai tabletyang akan di uji terjepit ringan oleh dudukan tablet.
Dipastikan tidak bergerak sebelum dilepas
68
3.4.1.3 Penentuan Kerapuhan Tablet

Diambil 10 tablet dan dibersihkan dengan


hati hati dari serbuk yang menempel.

Kemudian tablet ditimbang (W1) dan dimasukkan didalam alat uji kerapuhan.

Alat uji kerapuhan dijalankan dengan kecepatan 25 rpm selama 4 menit.

Tablet kemudian dikeluarkan dan dibersihkan lagi dari serbuk-serbuk yang


menempel lalu ditimbang lagi beratnya (W2).

Dihitung % kerapuhan dengan persamaan:


% Kerapuhan =

Catat hasil pengamatan.

69
3.4.1.4 Penentuan Waktu Hancur

Gelas Beaker diisi dengan aqadestilata


sebanyak 500ml.

Hidupkan pengaturan suhu alat sehingga didapatkan suhu dari aqadestilata


pada gelas beaker 37±2ooC.

1 Tablet dimasukkan pada masing masing tabung dari keranjang dan diikuti
dengan pemberian cakram.

Alat dijalankan selama waktu yang dipersyaratkan oleh farmakope indonesia.


Yaitu________menit.
Pustaka :__________________________________________________

diakhir batas waktu, angkat keranjang dan amati semua tablet.

Tablet dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan yang ditinggal pada kasa alat
uji merupakan masa lunak yang tidak mempunyai inti jelas.

70

Catat hasil pengamatan.


3.4.2 Uji Disolusi Tablet
3.4.2.1 Pembuatan Larutan Dapar

Pembuatan larutan dapar fsfat pH 5,8


Dimasukkan 50 kalium fosfat monobusa 0,2 m kedalam labu ukur
200 ml
Ditambah 3,6 natrium hidroksida 0,2 m kemudian ditambahkan air
sampai tanda
Cara pembuatan kalium fosfat monobosa 0,2 m yaitu dilarutkan
27,22 g kalium fosfat monobosa dalam air dan diencerkan hingga
1000 ml

Hasil

3.4.2.2 Uji Disolusi

Uji Disolusi

Dimasukkan air pada bak alat uji disolusi sampai tanda

Dipasang labu disolusi dan isi dengan 900 ml larutan dapar fosfat
pH 5,8

Dihidupkan pengatur suhu, atur pada suhu 37 ± 0,5 C

Disuhu yang ditentukan tercapai, tablet uji dimasukkan dan


putaran dayung dimulai

Diambil larutan disolusi dari dalam labu sebanyak 5 ml pada menit


ke 5,10,20,30 setiap selesai pengambilan larutan disolusi,
ditambahkan larutan dapar fosfat pH 5,8 yang serapan larutan
dengan jumlah yang sama kedalam labu

Ditentukan serapan larutan disolusi dengan menggunakan


spektrofotometer pada panjang gelombang mak ±243 nm, jika
perlu larutan disolusi diencerkan dengan media disolusi

Dihitung kadar pct yang terlarut dalam larutan disolusi dengan


membandingkan serapannya dengan kurva baku larutan pct dalam
dapar fosfat pH 5,8 71

Diberikan penilaian apakah tablet pct yang diuji memenuhi


persyaratan uji disolusi FI
Dicatat hasil pada tabel 11

Hasil

BAB IV
DATA HASIL

4.1 Hasil Penimbangan Tablet


Nomor Berat Tablet (xi Deviasi dari Rata – Kuadrat Deviasi
Tablet (i) gram) Rata (∆x - xi) (∆2)
1 0,2102 -0,0032 1,024 x 10-5
2 0,2014 0,0056 3,136 x 10-4
3 0,2031 0,0039 1,521 x 10-4
4 0,2072 -0,0002 4 x 10-8
5 0,2063 0,0007 4,9 x 10-7
6 0,2062 0,0008 6,4 x 10-7
7 0,2010 0,006 3,6 x 10-5
8 0,2000 0,007 4,9 x 10-5
9 Kompresibilitas
0,2140 -0,007 4,9 x 10-5
10 0,2073 -0,0003 9 x 10-8
11 0,2063 0,0007 4,9 x 10-7
12 0,2155 -0,0085 7,225 x 10-5
13 0,2141 -0,0071 5,041 x 10-5
14 0,2098 -0,0028 7,84 x 10-6
15 0,2041 0,0029 8,41 x 10-6
16 0,2108 -0,0038 1,444 x 10-5
17 0,2023 0,0047 2,209 x 10-5
18 0,2134 -0,0064 4,096 x 10-5
19 0,2017 0,0053 2,809 x 10-5
20 0,2056 0,0014 1,96 x 10-6
Rata – rata berat tablet = 0,2070 gram

4.2 Hasil Pengamatan Dengan Hardness Tester


Tablet ke- Hasil Pengamatan
1 8,62
2 6,76
3 7,43
4 6,71
5 7,58
6 6,91
7 8,38

72
8 8,95
9 6,98
10 6,06
11 10,12
12 7,52
13 7,87
14 6,88
15 5,21
16 8,95
17 8,23
18 9,89
19 7,23
20 10,9

4.3 Hasil Pengamatan dengan Friability Tester


Tablet ke- W1 W2 %Kerapuhan
1 7,2556 7,2554 0,00002%
2 5,8872 5,8871 0,00001%
3 7,4998 7,4996 0,00002%
4 6,3797 6,3796 0,00001%
5 6,2658 6,2655 0,00003%
6 7,8214 7,813 0,00001%

4.4 Hasil Pengamatan Uji Waktu Hancur


Tablet ke- Hasil Pengamatan (menit)
1 6 : 21
2 6 : 22
3 6 : 59
4 7 : 22
5 7 : 22
6 7 : 24
7 7 : 28
8 7 : 33
9 7 : 34
10 7 : 34
11 8 : 24
12 8 : 34
13 9 : 16
14 9 : 18
15 9 : 20
16 9 : 20
17 9 : 49
18 9 : 49

73
4.5 Uji Disolusi
Replikasi Waktu (menit) Absorbansi
5 2,794
1 5 2,802
5 2,795
Rata – rata 2,797
10 3,851
2 10 3,855
10 3,843
Rata – rata 3,849
20 4,016
3 20 4,026
20 3,999
Rata – rata 4,013
30 4,021
4 30 4,039
30 4,050
Rata – rata 4,036

4.6 Grafik Hubungan Waktu dan Absorbansi

Grafik Hubungan Waktu dan Absorbansi


4.5
4 f(x) = 0.04 x + 3.01
3.5 R² = 0.59
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 5 10 15 20 25 30 35

4.7 Perhitungan Kadar


1. Kadar Tablet Parasetamol dalam Waktu 5 menit
Y = 0,0407x + 3,0118
2,797 = 0,0407x + 3,0118
2,797 – 3,0118 = 0,0407x

74
-0,2148 = 0,0407x
X = -5,277 mg
2. Kadar Tablet Parasetamol dalam Waktu 10 menit
Y = 0,0407x + 3,0118
3,849 = 0,0407x + 3,0118
3,849 – 3,0118 = 0,0407x
0,8372 = 0,0407x
X = 20,57 mg

3. Kadar Tablet Parasetamol dalam Waktu 20 menit


Y = 0,0407x + 3,0118
4,013 = 0,0407x + 3,0118
4,013 – 3,0118 = 0,0407x
1,0012 = 0,0407x
X = 24,599 mg

4. Kadar Tablet Parasetamol dalam Waktu 30 menit


Y = 0,0407x + 3,0118
4,036 = 0,0407x + 3,0118
4,306 – 3,0118 = 0,0407x
1,0242 = 0,0407x
X = 25,164 mg

75
s
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Prinsip Percobaan


Prinsip dari metode percobaan ini adalah tablet yang dibuat secara
kompresi, formula dan factor – factor selama proses kompresi mempengaruhi
pelepasan obat tablet yang dihasilkan. Tahap pertama disolusi obat dari tablet
adalah disintegrasi. Karena itu, didalam formula suatu tablet, untuk menghasilkan
bioafailabilitas yang baik diperlukan pengondisian dimana tablet akan mudah
untuk terdisintegrasi.

5.2 Analisa Prosedur


5.2.1 Kompresi dan Uji Sifat Fisik Tablet
5.2.1.1 Kompresi Granul
Kompresi granul pada penelitian kali ini menggunakan mesin cetak single-
punch dengan tekanan kompresi yang sama. Langkah pertama yaitu ditimbang
kira-kira 10 gram granul, dan dimasukkan dalam wadah dilengkapi tutup.
Selanjutnya Mg stearat sebanyak 2% dari jumlah granul ditambahkan ke dalam

76
granul dan dihomogenkan dengan cara di goyang-goyangkan selama 2 menit. Hal
ini bertujuan untuk menjaga serbuk tetap dalam bentuk granul. Pada tahap ini Mg
stearat berfungsi sebagai lubricant yaitu untuk mengurangi gesekan yang terjadi
antara dinding ruang cetak dengan tepi tablet selama penabletan (Voigt, 1984).
Granul yang telah ditambahkan dengan Mg stearat dimasukkan ke dalam hopper
mesin cetak single-punch, selanjutnya mesin dijalankan dan dilakukan in prosess
control selama proses kompresi untuk berat dan kekerasan tablet.
5.2.1.2 Penentuan Kekerasan Tablet
Pertama posisikan hardnesstester dengan tangan kiri sehingga tablet yang
akan diuji tertahan oleh jari telunjuk dan jari jempol dalam rumah tablet,
sedangkan jari – jari yang lain menggenggam badan dan mistar ukur. Tangan
kanan diposisikan menutup knop, ulir searah dengan jarum jam secara perlahan,
sampai tablet yang akan diuji terjepit ringan oleh dudukan tablet. Pastikan tidak
bergerak sebelum dilepas. Geser mistar ukur sehingga garis angka nol segaris
dengan garis petunjuk, tahan mistar ukur sehingga tidak bergerak. Putar kembali
knop ulir searah jarum jam secara perlahan sampai tablet yang diuji pecah. Lihat
angka yang segaris dengan garis petunjuk, angka tersebut menunjukkan kekerasan
tablet diukur dari beban (kilogram) yang telah diberikan. Bersihkan tablet yang
pecah, putar knop ulir berlawanan dengan arah jarum jam untuk mempermudah
proses pembersihan.

5.2.1.3 Penentuan Kerapuhan Tablet


Tablet diambil sebanyak 20 tablet lalu dibersihkan, kemudian ditimbang
(W1 gram), laludimasukkan ke dalam alat friability tester untuk diuji.Alat diset
dengan kecepatan putaran 25 rpm selama 4 menit.Tablet dikeluarkan, lalu
bersihkan dan ditimbang kembali (W2 gram). Dihitung % kerapuhan tablet.
w1−w2
% Kerapuhan = x 100%
w1

5.2.1.4 Penentuan Waktu Hancur Tablet


Uji waktu hancur tablet dilakukan dengan menggunakan alat
disintegration test. Uji waktu hancur tablet sangat penting dilakukan terutama

77
dalam proses produksi untuk kendali atau kontrol variasi dari lot ke lot, sehingga
dapat menjamin mutu tablet (Sulaiman, 2007). Tablet dimasukkan ke dalam
keranjang pada gelas piala yang telah berisi aquadest sebanyak 50 mL yang
dipanaskan pada suhu 37±2°C. Setelah itu dimasukkan 1 tablet pada masing-
masing tabung dari keranjang dan diikuti dengan pemberian cakram. Kemudin
dijalankan alat selama waktu yang dipersyaratkan oleh Farmakope Indonesia.
Suhu yang di set pada saat dilakukan uji waktu hancur merupakan suhu simulasi
pada larutan gastrik (gastric fluid) (Sulaiman, 2007).

5.2.2 Uji Disolusi Tablet


5.2.2.1 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 8,5
Langkah pertama yang harus dilakukan pada saat uji disolusi tablet yaitu
pembuatan larutan dapar fosfat pH 5,8 sebagai media disolusi. Pembuatan larutan
dapar fosfat dilakukan dengan menambahkan 50 mL kalium fosfat monobasa 0,2
M dengan 3,6 natrium hidroksida 0,2 M, selanjutnya di encerkan hingga 200mL
(Vogel, 1990). Uji disolusi tablet dilakukan dengan menggunakan alat dissolution
tester. Jenis alat uji disolusi yang dipakai ada 2 tipe yaitu tipe dayung dan
keranjang (Depkes RI, 1995). Uji disolusi tablet pada penelitian kali ini
menggunakan metode dayung.
5.2.2.2 Uji Disolusi
Uji disolusi tablet dilakukan dengan menggunakan alat dissolution tester.
Jenis alat uji disolusi yang dipakai ada 2 tipe yaitu tipe dayung dan keranjang
(Depkes RI, 1995). Uji disolusi tablet pada penelitian kali ini menggunakan
metode dayung.
Tablet dimasukkan ke dalam labu disolusi yang telah berisi 900 mL
larutan dapar fosfat pH 5,8. Selanjutnya pengatur suhu dihidupkan, atur pada suhu
37±0,5°C. Setelah suhu yang ditentukan tercapai, tablet uji dimasukkan dan
putaran dayung dimulai. Dayung pada uji disolusi berfungsi untuk memperkecil
turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan (Agoes, 2008). Larutan disolusi
diambil sebanyak 5 mL setiap menit ke 5, 10, 20, dan 30. Setiap pengambilan
larutan disolusi diganti dengan penambahan larutan dapar fosfat pH 5,8 yang baru
dengan jumlah yang sama kedalam labu. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga

78
agar volume dalam labu disolusi tetap konstan. Selanjutnya dilakukan pengukuran
absorbansi pada larutan yang telah diambil dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum ±243 nm untuk mengetahui
kadar parasetamol yang terlarut dalam medium.

5.3 Analisa Hasil


5.3.1 Kompresi dan Uji Sifat Fisik Tablet
5.3.1.1 Kompresi Granul
Uji keseragaman bobot merupakan uji fisik tablet untuk melihat tablet yang
dihasilkan memiliki kesamaan bobot atau terjadi penyimpangan bobot yang tidak
sesuai dengan standar. Pengujian dilakukan terhadap 20 tablet yang diambil secara
acak kemudian diukur masing – masing tablet dengan menggunakan neraca
anaitik. Uji ini juga ditentukan berdasarkan banyaknya penyimpangan bobot tablet
rata – rata yng masih diperbolehkan menurut persyaratan yang ditentukan. Berikut
ini merupakan persyaratan keseragaman bobot menurut Farmakope Indonesia
Edisi III (1979):
Penyimpangan Bobot Rata – Rata
Bobot Rata – Rata A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg – 150 mg 10% 20%
151 mg – 300 mg 7,5% 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10%

Dari data yang diperoleh kelompok kami menunjukkan bobot rata – rata tablet
yaitu 207 mg, artinya penyimpangan bobot tablet tidak boleh <7,5% atau 191 mg
dan tidak boleh lebih dari 15% atau 238 mg. Berdasarkan hasil yang diperoleh
pada saat penimbangan satu per satu tablet tidak ada tablet yang menunjukkan
bobot dibawah atau rentang tersebut, hal ini menunjukkan bahwa keseragaman
bobot dari tablet yang diuji telah memenuhi persyaratan penyimpangan bobot rata
– rata yang ditentukan.

5.3.1.2 Penentuan Kekerasan Tablet


Tablet harus mempunyai kekuatan atau kekerasan yang tertentu agar dapat
bertahan dalam berbagai guncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan,

79
dan pengapalan. Kekerasan yang cukup dari suatu tablet merupakan salah satu
persyaratan penting dari suatu tablet. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan
tablet adalah tekanan kompresi dan sifat bahan yang dikempa. Kekerasan ini yang
dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempaan. Semakin besar tekanan yang
diberikan saat pengempaan akan meningkatkan kekerasan tablet.
Pada umumnya tablet dikatakan baik, apabila mempunyai kekerasan antara
4-8 kg (Parrott, 1970). Kekerasan tablet kurang dari 4 kg masih dapat diterima
asalkan kerapuhannya tidak melebihi batas yang ditetapkan. Tetapi biasanya tablet
yang tidak keras akan mengalami kerapuhan pada saat pengemasan dan
transportasi. Kekerasan tablet yang lebih dari 10 kg masih dapat diterima, asalkan
masih memenuhi persyaratan waktu hancur/desintegrasi dan disolusi yang
dipersyaratkan (Rhoihana, 2008).
Pada pengujian tablet digunakan beberapa tablet parasetamol dengan
tingkat kekerasan tertinggi pada sampel 11 (10,12 kg) dari 20 tablet, 8 tablet yang
melebihi persyaratan. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tablet
parasetamol yang digunakan dalam pengujian tidak memenuhi persyaratan untuk
uji kekerasan.

5.3.1.3 Penentuan Kerapuhan Tablet


Uji kerapuhan tablet (Friabilitas)merupakan uji ketahanan permukaan
tablet terhadap gesekan yang dialami selama pengemasan, pengiriman dan
penyimpanan. Kerapuhan dapat dievaluasi dengan menggunakan alat uji
kerapuhan (friability tester).Tablet dikatakan baik apabila kerapuhannya tidak
lebih dari 0,8% (Lachman, dkk, 1994). Uji kerapuhan berhubungan dengan
kehilangan bobot akibat abrasi (pengikisan) yang terjadi pada permukaan tablet.
Kerapuhan yang tinggi akan mempengaruhi konsentrasi/kadar zat aktif yang
masih terdapat pada tablet.
Pada pengujian keregasan pada beberapa tablet ranitidin, diperoleh hasil
keregasan untuk masing-masing sampel, yaitu untuk sampel 1 diperoleh
kerapuhan 0,00002%, sampel 2 dengan kerapuhan 0,00001%, sampel 3 dengan
kerapuhan 0,00002%, sampel 4 dengan kerapuhan 0,00001%, sampel 5 dengan
kerapuhan 0,00003%, dan sampel 6 dengan kerapuhan 0,00001%. Berdasarkan

80
data di atas, dapat dilihat bahwa tablet parasetamol hanya memiliki persentase
kerapuhan yang kecil. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua tablet
parasetamol yang digunakan dalam pengujian ini, semuanya memenuhi
persyaratan uji kerapuhan tablet.

5.3.1.4 Penentuan Waktu Hancur Tablet


Uji waktu hancur digunakan untuk melihat kelarutan obat di dalam cairan
tubuh. Uji ini dipengaruhi oleh jenis dan jumlah desintegran serta banyaknya
pengikat yang digunakan dalam formulasi tablet. Hasil waktu hancur tablet
parasetamol pada waktu 5 menit tablet parasetamol tidak hancur sepenuhnya
dikarenakan bahan – bahan yang digunakan untuk membuat tablet parasetamol
bukan bahan yang murni sehingga menyebabkan tablet tersebut tidak hancur
sepenuhnya (Sheth, B.B., Bandelin, F.J., dan Shangraw, 1980).
5.3.2 Uji Disolusi Tablet
Uji disolusi dilakukan untuk melihat seberapa besar tablet parasetamol
terlarut di dalam cairan lambung. Uji disolusi tablet dipengaruhi oleh hal – hal
seperti adanya bahan penghancur, diameter, dan ketebalan tablet (Sheth, B.B.,
Bandelin, F.J., dan Shangraw, 1980). Hasil absorbansi yang didapatkan dari uji
disolusi yang dilakukan oleh kelompok kami pada waktu 5 menit rata – ratanya
yaitu 2,797, pada waktu 10 menit rata – ratanya yaitu 3,849, pada waktu 20 menit
rata – ratanya yaitu 4,013, dan pada waktu 30 menit rata – ratanya yaitu 4,036.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu yang digunakan maka
semakin tinggi nilai absorbasinya. Sedangkan perhitungan kadar tablet
parasetamol yang diperoleh pada waktu 5 menit yaitu -5,277 mg, pada waktu 10
menit yaitu 20,57 mg, pada waktu 20 menit yaitu 24,599 mg, dan pada waktu 30
menit yaitu 25,164 mg. Hasil yang didapatkan tersebut sudah sesuai karena
semakin lama waktu yang digunakan maka semakin banyak obat yang terlarut
dalam larutan tubuh.

81
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil waktu hancur tablet parasetamol pada waktu 5 menit tablet parasetamol
tidak hancur sepenuhnya dikarenakan bahan–bahan yang digunakan untuk
membuat tablet parasetamol bukan bahan yang murni sehingga menyebabkan
tablet tersebut tidak hancur sepenuhnya.
2. Hasil absorbansi yang didapatkan dari uji disolusi pada waktu 5 menit rata–
ratanya yaitu 2,797, pada waktu 10 menit rata–ratanya yaitu 3,849, pada
waktu 20 menit rata–ratanya yaitu 4,013, dan pada waktu 30 menit rata–
ratanya yaitu 4,036. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu
yang digunakan maka semakin tinggi nilai absorbasinya.

6.2 Saran

82
1. Penambahan alat dan bahan praktikum di Lab yang sesuai dengan
kebutuhan sangat dibutuhkan untuk menunjang kegiatan praktikum.
2. Untuk praktikan selanjutnya perlu diperhatikan ketelitian di setiap
perlakukan karena itu akan mempengaruhi hasil akhir.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G. (2012). Sediaan Farmasi Padat. Bandung: Institut Teknologi Bandung.


Ansel, H C; Popovich, N G; Allen, L. J. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi (4th ed.). Jakarta: UI Press.
Banker, S G; Anderson, R. N. (1986). Tablet. In The Teory and Practice of
Industrial Pharmacy (3rd ed., pp. 643–704). Philadelphia: Lea and Febriger.
Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia (3, Ed.). (p.37) Jakarta: Depkes RI.
Gloria M. dan Yetri E ., 2018, Teknologi Sediian Solid. Kementrian Kesehatan RI
Lachman, L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J. . (1994). Teori dan Praktek Farmasi
Industri (III). Jakarta: UI Press.
Lieberman, H.A., Lachman L., dan S. (1989). Pharmaceutical Dossage Forms:
Tablets (1st ed.). New York: Marcel Dekker Inc.
Lieberman, H.A., Lachman L., dan S. (1990). Pharmaceutical Dossage Forms:
Tablets (3rd ed.). New York: Marcel Dekker Inc.
Martindale. (1982). The Extra Pharmacopoeia (28th ed.). London: The
Pharmaceutical Press.
Martin A, Swarbrick J, CammarataA., 1993, Farmasi Fisik II.Edisi 3. Terjemahan
:Yoshita. UI Press. Jakarta.Hlm. 1037
Parikh, DM., 2005, Handbook of Pharmaceutical Granulation Technology , 2nd
Edition. New York: Taylor & Francis Group

83
Parrot EL, Saski W., 1971, Pharmaceutical Technology Fundamental
Pharmaceutics. Edisi III. Mineapolis. Burgess Publishing Company. Hal 76
Rowe C.R., P.J Shekey, and P.J Wreller. 2003. Handbook of Pharmaceutical
Exipients. (p. 685-904) . London : Pharmaceutical Press
Vogel. (1990). Texbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis
(5th ed.). Jakarta: PT Kalman Media Pustaka.
Voigt, R. (1984). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.
Voigt, R. (1994). Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.
Wade, Ainley; Paul, J. W. (1994). Handbook of Pharmaceutical Excipients.
London: The Pharmaceutical Press Departement of Pharmaceutical Sciences.
Wadke, H A; Jacobson, H. (1980). Preformulation Testing. In Pharmaceutical
Dosage Forms: Tablets (p. 45). New York: Marcel Dekker Inc.

LAMPIRAN

84
85
KOMPRESI, UJI SAIFAT FISIK DAN UJI DISOLUJI TABLET
PARACETAMOL

Eka pramuda wardani, Elisah dwi febrianti, Erina uruf syarahrani ,


Fryda Krystiani, May sintya dewi, Nindy sylvia, Putri anggraini,Galih
wahyu duvani
Email : elisadwifebrianti20@gmai.com

Program Studi S1 Farmasi STIKes Rumah Sakit Anwar Medika, Jl Raya


By Pass Krian KM 33, Sidoarjo 61263
Abstrak : Salah satu bentuk sediaan obat yang paling sering digunakan adalah
tablet karena bentuknya yang efisien, sangat praktis, dan ideal untuk pemberian
zat aktif terapi secara oral. Untuk dapat menghasilkan efek terapi, tablet harus
hancur dan melepaskan zat aktif ke dalam cairan tubuh untuk dilarutkan dan
tersedia untuk diabsorpsi. Selain persyaratan waktu hancur, tablet juga harus
mempunyai kekerasan dan kerapuhan yang sesuai dengan persyaratan agar tablet
dapat bertahan terhadap guncangan pada saat pembuatan dan pengepakan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah beberapa tablet parasetamol
memenuhi persyaratan kekerasan, kerapuhan, dan waktu hancur sesuai dengan
persyaratan yang ada. Pengujian yang dilakukan yaitu, uji kekerasan, uji
keregasan dan uji waktu hancur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tablet
parasetamol telah memenuhi persyaratan untuk uji keregasan dan waktu hancur,
tetapi tidak memenuhi persyaratan untuk uji kekerasan tablet.
Kata Kunci : Tablet parasetamol, Uji Kekerasan, Uji Kerapuhan, Uji Waktu
hancur
Tablet adalah sediaan padat, mengandung satu jenis obat atau
dibuat secara kempa-cetak, lebih dengan atau tanpa zat tambahan
berbentuk rata atau cembung (Anief, 2000). Pemberian obat yang
rangkap, umumnya bulat, paling sering digunakan adalah

86
pemberian melalui mulut (per-oral), Alat : Alat uji kekerasan tablet
dikarenakan cara ini sangat praktis, (hardness tester) (Vanguard
mudah, dan aman (Ansel, 1989). Pharmaceutical Machinery In), alat uji
Sebelum obat yang diberikan pada keregasan tablet (friability tester)
pasien tiba pada tujuannya dalam (Charles Ischi AG, Pharma
tubuh, yaitu tempat kerjanya atau pruftechnik), alat uji waktu hancur
targetsite, obat harus mengalami (disintegrator) (Vanguard
banyak proses(Tjay dan Rahardja, Pharmaceutical Machinery In),
2007). thermometer, stopwatch, timbangan
Waktu hancur sediaan tablet analitik.
sangat berpengaruh dalam biofarmasi Bahan : Bahan yang digunakan
dari obat. Supaya komponen obat adlah aquadest, Mg stearate dan tablet
sepenuhnya tersedia untuk diabsorpsi parasetamol.
dalam saluran cerna, maka tablet PROSEDUR
harus hancur dan melepaskannya ke Kompresi Granul
dalam cairan tubuh untuk dilarutkan Kompresi granul pada
(Ansel, 1989).Waktu hancur penelitian kali ini menggunakan mesin
dipengaruhi oleh penghancur (jenis cetak single-punch dengan tekanan
dan jumlahnya) dan banyaknya kompresi yang sama. Langkah
pengikat.Selain itu, tablet juga harus pertama yaitu ditimbang kira-kira 10
memiliki kekerasan yang cukup serta gram granul, dan dimasukkan dalam
keregasan yang sesuai dengan wadah dilengkapi tutup. Selanjutnya
persyaratan yang ada, karena Mg stearat sebanyak 2% dari jumlah
semakin kecil persentase kehilangan granul ditambahkan ke dalam granul
bobot dari suatu tablet maka semakin dan dihomogenkan dengan cara di
baik efek terapi yang di berikan oleh goyang-goyangkan selama 2 menit.
sediaan obat tersebut terhadap tubuh. Granul yang telah ditambahkan
Dengan kata lain kekerasan, dengan Mg stearat dimasukkan ke
keregasan, dan waktu hancur dapat dalam hopper mesin cetak single-
mempengaruhi kecepatan absorpsi punch, selanjutnya mesin dijalankan
obat dalam tubuh. dan dilakukan in prosess control
METODE

87
selama proses kompresi untuk berat dinyalakan. Data hasil pengujian
dan kekerasan tablet. waktu hancur tablet dicatat.
Kekerasan Tablet HASIL DAN PEMBAHSAN
Tablet diambil sebanyak 20 Kompresi Granul dengan Mesin Cetak
tablet, lalu dimasukkan satu per satu Single Punch
ke dalam alat hardness tester dan alat Tabel 1. Hasil Penimbangan Tablet
dinyalakan. Data hasil pengujian Nomo Berat Devias Kuadr
r Table i dari at
kekerasan tablet dicatat.
Tablet t (xi Rata – Deviasi
Kerapuhan Tablet (i) gram Rata (∆2)
) (∆x -
Tablet diambil sebanyak 20 tablet lalu
xi)
dibersihkan, kemudian ditimbang (W1 1 0,210 - 1,024 x
gram), laludimasukkan ke dalam alat 2 0,0032 10-5
2 0,201 0,0056 3,136 x
friability tester untuk diuji.Alat diset 4 10-4
dengan kecepatan putaran 25 rpm 3 0,203 0,0039 1,521 x
1 10-4
selama 4 menit.Tablet dikeluarkan, 4 0,207 - 4 x 10-8
lalu bersihkan dan ditimbang kembali 2 0,0002
5 0,206 0,0007 4,9 x
(W2 gram). Dihitung % kerapuhan 3 10-7
tablet. 6 0,206 0,0008 6,4 x
2 10-7
w1−w2 7 0,201 0,006 3,6 x
% Kerapuhan = x 100%
w1 0 10-5
8 0,200 0,007 4,9 x
Waktu Hancur
0 10-5
Aquadest dimasukkan ke 9 0,214 -0,007 4,9 x
0 10-5
dalam gelas erlenmeyer, lalu
10 0,207 - 9 x 10-8
dipanaskan hingga suhu 370C ± 2 0C 3 0,0003
sambil diukur dengan menggunakan 11 0,206 0,0007 4,9 x
3 10-7
thermometer. Diambil 18 tablet lalu 12 0,215 - 7,225 x
masing- masing tablet dimasukkan ke 5 0,0085 10-5
13 0,214 - 5,041 x
dalam tabung kemudian cakram 1 0,0071 10-5
dimasukkan kedalam masing- masing 14 0,209 - 7,84 x
8 0,0028 10-6
tabung. Tabung dimasukkan ke dalam 15 0,204 0,0029 8,41 x
gelas erlenmeyer yang berisi aquadest 1 10-6
16 0,210 - 1,444 x
yang telah dipanaskan, kemudian alat 8 0,0038 10-5

88
17 0,202 0,0047 2,209 x 150 mg
3 10-5 151 mg – 7,5% 15%
18 0,213 - 4,096 x 300 mg
4 0,0064 10-5 Lebih dari 5% 10%
19 0,201 0,0053 2,809 x 300 mg
7 10-5 Dari data yang diperoleh kelompok
20 0,205 0,0014 1,96 x
6 10-6 kami menunjukkan bobot rata – rata
Rata – rata berat tablet = 0,2070 tablet yaitu 207 mg, artinya
gram
penyimpangan bobot tablet tidak

Uji keseragaman bobot boleh <7,5% atau 191 mg dan tidak

merupakan uji fisik tablet untuk boleh lebih dari 15% atau 238 mg.

melihat tablet yang dihasilkan Berdasarkan hasil yang diperoleh

memiliki kesamaan bobot atau terjadi pada saat penimbangan satu per satu

penyimpangan bobot yang tidak tablet tidak ada tablet yang

sesuai dengan standar. Pengujian menunjukkan bobot dibawah atau

dilakukan terhadap 20 tablet yang rentang tersebut, hal ini

diambil secara acak kemudian diukur menunjukkan bahwa keseragaman

masing – masing tablet dengan bobot dari tablet yang diuji telah

menggunakan neraca anaitik. Uji ini memenuhi persyaratan

juga ditentukan berdasarkan penyimpangan bobot rata – rata yang

banyaknya penyimpangan bobot ditentukan.

tablet rata – rata yng masih Kekerasan Tablet

diperbolehkan menurut persyaratan Tabel 2. Hasil Pengamatan dengan

yang ditentukan. Berikut ini Hardness Tester

merupakan persyaratan keseragaman Tablet ke- Hasil Pengamatan


1 8,62
bobot menurut Farmakope Indonesia 2 6,76
Edisi III (1979): 3 7,43
4 6,71
Penyimpangan 5 7,58
Bobot Bobot Rata – Rata 6 6,91
Rata – A B 7 8,38
Rata 8 8,95
25 mg 15% 30% 9 6,98
atau 10 6,06
kurang 11 10,12
26 mg – 10% 20% 12 7,52
13 7,87

89
14 6,88 Tabel 3. Hasil Pengamatan dengan
15 5,21 Friability Tester
16 8,95
17 8,23 Tabl W1 W2 %Kerapu
18 9,89 et han
19 7,23 ke-
20 10,9 1 7,25 7,25 0,00002%
Pada umumnya tablet 56 54
2 5,88 5,88 0,00001%
dikatakan baik, apabila mempunyai 72 71
kekerasan antara 4-8 kg (Parrott, 3 7,49 7,49 0,00002%
98 96
1970). Kekerasan tablet kurang dari 4 6,37 6,37 0,00001%
4 kg masih dapat diterima asalkan 97 96
5 6,26 6,26 0,00003%
kerapuhannya tidak melebihi batas 58 55
yang ditetapkan. Tetapi biasanya 6 7,82 7,81 0,00001%
14 3
tablet yang tidak keras akan
Uji kerapuhan tablet
mengalami kerapuhan pada saat
(Friabilitas)merupakan uji ketahanan
pengemasan dan transportasi.
permukaan tablet terhadap gesekan
Kekerasan tablet yang lebih dari 10
yang dialami selama pengemasan,
kg masih dapat diterima, asalkan
pengiriman dan penyimpanan.
masih memenuhi persyaratan waktu
Kerapuhan dapat dievaluasi dengan
hancur/desintegrasi dan disolusi yang
menggunakan alat uji kerapuhan
dipersyaratkan (Rhoihana, 2008).
(friability tester).Tablet dikatakan
Pada pengujian tablet
baik apabila kerapuhannya tidak
digunakan beberapa tablet
lebih dari 0,8% (Lachman, dkk,
parasetamol dengan tingkat
1994). Berdasarkan data di atas,
kekerasan tertinggi pada sampel 11
dapat dilihat bahwa tablet
(10,12 kg) dari 20 tablet, 8 tablet
parasetamol hanya memiliki
yang melebihi persyaratan.
persentase kerapuhan yang kecil.
Berdasarkan hasil tersebut dapat
Dengan demikian dapat disimpulkan
disimpulkan bahwa tablet
bahwa semua tablet parasetamol
parasetamol yang digunakan dalam
yang digunakan dalam pengujian ini,
pengujian tidak memenuhi
semuanya memenuhi persyaratan uji
persyaratan untuk uji kekerasan.
kerapuhan tablet.
Uji Kerapuhan
Uji Waktu Hancur

90
Tabel. 4 Hasil Pengamatan Uji Uji Disolusi
Waktu Hancur Tabel 5. Hasil Uji Disolusi Tablet
Tablet Hasil Pengamatan Replikas Waktu Absorbansi
ke- (menit) i (menit)
1 6 : 21 5 2,794
2 6 : 22 1 5 2,802
3 6 : 59 5 2,795
4 7 : 22 Rata – rata 2,797
5 7 : 22 10 3,851
6 7 : 24 2 10 3,855
7 7 : 28 10 3,843
8 7 : 33 Rata – rata 3,849
9 7 : 34 20 4,016
10 7 : 34 3 20 4,026
11 8 : 24 20 3,999
12 8 : 34 Rata – rata 4,013
13 9 : 16 30 4,021
14 9 : 18 4 30 4,039
15 9 : 20 30 4,050
16 9 : 20 Rata – rata 4,036
17 9 : 49
18 9 : 49
Grafik 1. Waktu dan Absorbansi
Uji waktu hancur digunakan
untuk melihat kelarutan obat di
dalam cairan tubuh. Uji ini
dipengaruhi oleh jenis dan jumlah
desintegran serta banyaknya pengikat
yang digunakan dalam formulasi
tablet. Hasil waktu hancur tablet
parasetamol pada waktu 5 menit
tablet parasetamol tidak hancur
sepenuhnya dikarenakan bahan –
bahan yang digunakan untuk Uji disolusi dilakukan untuk
membuat tablet parasetamol bukan melihat seberapa besar tablet
bahan yang murni sehingga parasetamol terlarut di dalam cairan
menyebabkan tablet tersebut tidak lambung. Uji disolusi tablet
hancur sepenuhnya (Sheth, B.B., dipengaruhi oleh hal – hal seperti
Bandelin, F.J., dan Shangraw, 1980). adanya bahan penghancur, diameter,
dan ketebalan tablet (Sheth, B.B.,

91
Bandelin, F.J., dan Shangraw, 1980). Anief, M. (2000).Ilmu Meracik Obat.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa Cetakan ke-9.Gadjah Mada
semakin lama waktu yang digunakan University Press.Yogyakarta.
maka semakin tinggi nilai Ansel.(1989). Pengantar Bentuk
absorbasinya. . Hasil yang SediaanFarmasi. Edisi IV.
didapatkan tersebut sudah sesuai Universitas Indonesia Press. Jakarta.
karena semakin lama waktu yang Departemen Kesehatan Republik
digunakan maka semakin banyak Indonesia. (1979).
obat yang terlarut dalam larutan FarmakopeIndonesia.Edisi III.
tubuh. Departemen Kesehatan Republik
Kesimpulan Indonesia. Jakarta. Ikatan Apoteker
Hasil waktu hancur tablet Indonesia. (2010). Informasi
parasetamol pada waktu 5 menit Spesialite Obat. Volume 25. Ikatan
tablet parasetamol tidak hancur Apoteker Indonesia.Jakarta.
sepenuhnya dikarenakan bahan– Lachman, L., Liebermen, H., dan
bahan yang digunakan untuk Kanig, J. (1994). Teori dan Praktek
membuat tablet parasetamol bukan Farmasi Industri. Edisi III.
bahan yang murni sehingga Universitas Indonesia Press. Jakarta.
menyebabkan tablet tersebut tidak Parrot, E. (1970). Pharmaceutical
hancur sepenuhnya. Hasil absorbansi Technology Fundamental
yang didapatkan dari uji disolusi Pharmaceutics. Burgess Publishing
pada waktu 5 menit rata–ratanya Company. United States of America.
yaitu 2,797, pada waktu 10 menit Tjay, H.T dan Rahardja, K. (2007).
rata–ratanya yaitu 3,849, pada waktu Obat–obat Penting. Edisi VI. PT.
20 menit rata–ratanya yaitu 4,013, Gramedia.Jakarta. Widjajanti, V. N.
dan pada waktu 30 menit rata– (1988). Obat-obatan. Kanisius.
ratanya yaitu 4,036. Hasil tersebut Jakarta
menunjukkan bahwa semakin lama
waktu yang digunakan maka semakin
tinggi nilai absorbasinya.
Daftar Pustaka

92
93

Anda mungkin juga menyukai